Anda di halaman 1dari 2

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahi rabbil alamin wabihi nasta’in waala umuriddunya waddin wassalatu wassalamu
ala asrofil ambiya’i wal mursalin waala alihi wasohbihi ajma’in ama ba’du

Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmatnya
kepada kita semuaatas segala nikmatnya yang telah diberikan kepada kita semua. Shalawat serta
salam tak lupa kita sanjungkan keharibaan nabi besar Muhammad SAW.

Teman-temanku sekalian,
Pada kesempatan kali ini saya akan menyampaikan sedikit ilmu mengenai riba.
Seperti yang kita tahu, riba merupakan sesuatu yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Secara
tegas dalam Al-Qur'an, Allah telah melarang dan memerintahkan kita untuk menjauhi riba.
Dalam QS. Al-Baqarah 278, Allah SWT berfirman

2.Al-Baqarah : 275

"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama
dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa
mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi,
maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."

2.Al-Baqarah : 278

"Wahai orang-orang
yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang beriman."

Dalam bahasa arab riba bermakna tambahan boleh jadi tambahan pada suatu benda ataupun
tambahan pada kompensasi dari benda tersebut semisal barter seribu rupiah dengan dua ribu
rupiah. Dalam syariat, riba bermakna tambahan atau penundaan tertentu yang dilarang oleh
syariat.

Jadi riba itu memiliki beberapa bentuk, ada yang berupa penambahan yang dalam bahasa arab
disebut fadhl dan ada yang berbentuk penundaan penyerahan barang tertentu yang dilarang
oleh syariat yang dalam bahasa arab disebut nasiah. Ada juga riba nasiah dalam bentuk
penambahan yang disyaratkan untuk mendapatkan penundaan pembayaran utang.
Komoditi Ribawi atau Benda Ribawi

Dalam hadits Nabi menyebutkan adanya enam benda ribawi. Enam benda ini bisa kita
kategorikan menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama berisi emas dan perak. Kita analogikan dengan emas dan perak berbagai
jenis mata uang semisal rupian, dollar dll.

Kelompok kedua terdiri dari gandum syair, gandum burr, korma dan garam. Dianalogkan dengan
empat benda ini semua yang bisa dimakan dan diperjualbelikan dengan cara ditakar atau
ditimbang.

Dari Ubadah bin Shamit, Rasulullah bersabda, “Jika emas dibarter dengan emas, perak dibarter
dengan perak, gandum burr dibarter dengan gandum burr, gandum syair dibarter dengan
gandum syair, korma dibarter dengan korma, garam dibarter dengan garam maka takarannya
harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya sesuka hati kalian
asalkan tunai” [HR. Muslim no 4147]

Ada aturan untuk barter benda benda ribawi dengan rincian sebagai berikut:

Pertama, jika bendanya sama missal kurma dengan kurma, beras dengan beras atau rupiah
dengan rupiah maka agar transaksi barter ini diperbolehkan ada dua syarat yang harus dipenuhi
pertama, takaran atau timbangannya harus sama meski kualitas dua benda tersebut berbeda
kedua, harus tunai.

Yang dimaksud tunai di sini adalah kedua benda tersebut sudah diserahterimakan sebelum
kedua orang yang mengadakan transaksi meninggalkan lokasi terjadinya transaksi.

Kedua, jika dua benda yang dibarterkan itu berbeda namun masih dalam satu kelompok semisal
rupiah dengan dollar, emas dengan rupiah, atau beras dengan beras maka hanya ada satu syarat
yang harus dipenuhi agar transaksi ini legal dan sah menurut syariat Islam yaitu tunai
sebagaimana pengertian di atas.

Ketiga, jika dua benda yang dibarterkan itu berbeda kelompok semisal rupiah dengan beras,
emas dengan daging sapi maka tidak ada persyaratan di atas. Artinya boleh beda takaran atau
timbangan dan boleh tidak tunai.

Anda mungkin juga menyukai