Anda di halaman 1dari 10

BIOGRAFI RATU SIMA

Shima adalah ratu penguasa Kerajaan Kalingga yang terletak di pantai utara Jawa Tengah sekitar
tahun 674 Masehi. Ia menerapkan hukum yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian
dan kejahatan, serta untuk mendorong agar rakyatnya senantiasa jujur. Tradisi mengisahkan
seorang raja asing yang meletakkan kantung berisi emas di tengah-tengah persimpangan jalan
dekat alun-alun ibu kota Kalingga. Raja asing ini melakukan hal itu karena ia mendengar kabar
tentang kejujuran rakyat Kalingga dan berniat menguji kebenaran kabar itu. Tidak seorangpun
berani menyentuh kantung yang bukan miliknya itu, hingga suatu hari tiga tahun kemudian,
seorang putra Shima, sang putra mahkota secara tidak sengaja menyentuh kantung itu dengan
kakinya. Mulanya Sang Ratu menjatuhkan hukuman mati untuk putranya, akan tetapi para
pejabat dan menteri kerajaan memohon agar Sang Ratu mengurungkan niatnya itu dan
mengampuni sang pangeran. Karena kaki sang pangeran yang menyentuh barang yang bukan
miliknya itu, maka Ratu menjatuhkan hukuman memotong kaki sang pangeran. Menurut Carita
Parahyangan Cicit Ratu Shima adalah Sanjaya yang menjadi Raja Galuh, dan menurut Prasasti
Canggal adalah pendiri Kerajaan Medang di Mataram. Berdasarkan Naskah Wangsakerta
disebutkan bahwa Ratu Shima berbesan dengan penguasa terakhir Tarumanegara.

Kerajaan Kalingga
Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu
yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Sumber sejarah kerajaan ini ,
kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita
Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat
mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke-6
Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah
diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan
dipotong tangannya.

Cerita Parahayangan
Berdasarkan naskah Carita Parahyangan yang berasal dari abad ke-16, putri Maharani Shima,
Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak, yang
kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Maharani Shima memiliki cucu yang
bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa.
Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan
Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).

Setelah Maharani Shima meninggal pada tahun 732 M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan
menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian
mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan
Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri
Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai
Panangkaran. Pada abad ke-5 muncul Kerajaan Ho-ling (atau Kalingga) yang diperkirakan
terletak di utara Jawa Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari prasasti dan
catatan dari negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya
dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan
Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi
pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.

Fakta
Di Puncak Rahtawu (Gunung Muria) dekat dengan Kecamatan Keling, Jepara di sana terdapat
empat arca batu, yaitu arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu. Sampai sekarang belum ada
yang bisa memastikan bagaimana mengangkut arca tersebut ke puncak itu mengingat medan
yang begitu berat. Pada tahun 1990, di seputar puncak tersebut, Prof Gunadi[3] dan empat orang
tenaga stafnya dari Balai Arkeologi Nasional Yogyakarta (kini Balai Arkeologi Yogyakarta)
menemukan Prasasti Rahtawun. Selain empat arca, di kawasan itu ada pula enam tempat
pemujaan yang letaknya tersebar dari arah bawah hingga menjelang puncak. Masing-masing
diberi nama (pewayangan) Bambang Sakri, Abiyoso, Jonggring Saloko, Sekutrem, Pandu
Dewonoto, dan Kamunoyoso.

Berita Cina : Berita keberadaan Ho-ling juga dapat diperoleh dari berita yang berasal dari zaman
Dinasti Tang dan catatan I-Tsing. Catatan dari zaman Dinasti Tang

Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang (618 M - 906 M) memberikan tentang keterangan Ho-ling
sebagai berikut.

Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La
(Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau
Sumatera. Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu. Raja tinggal
di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.
Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapaDaerah
Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah. Catatan dari berita
Cina ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling diperintah oleh Ratu Hsi-mo (Shima).
Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling
sangat aman dan tentram.
Catatan I-Tsing
Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah Jawa telah
menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha Hinayana. Di Ho-ling ada pendeta Cina
bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha ke dalam Bahasa Cina.
Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama Janabadra. Kitab terjemahan itu antara lain
memuat cerita tentang Nirwana, tetapi cerita ini berbeda dengan cerita Nirwana dalam agama
Buddha Hinayana.

Peninggalan Kerajaan Ho-ling adalah:


Prasasti Tukmas : ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di
Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti
bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang mata
air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan
dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula,
kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan
hubungan manusia dengan dewa-dewa
Prasasti Sojomerto : ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten
Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan
berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti
memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama
Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs.
Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal
raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
Candi Angin ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah.
Candi Bubrah, Jepara ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah. Kedua temuan prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah
dahulu berkembang kerajaan yang bercorak Hindu Siwais. Catatan ini menunjukkan
kemungkinan adanya hubungan dengan Wangsa Sailendra atau kerajaan Medang yang
berkembang kemudian di Jawa Tengah Selatan.
SEJARAH SINGKAT RATU SHIMA
Sejak dulu ternyata Kota Jepara telah menghasilkan 3 tokoh wanita yang sangat tangguh dan
fenomenal yang tercatat dalam sejarah Indonesia, yaitu Ratu Shima, Ratu Kalinyamat serta RA
Kartini. Presiden Soekarno pada tanggal 2 Mei 1964 sosok RA. Kartini dinyatakan sebagai
pahlawan nasional. Secara histioris Ratu Shima berasal dari kerajaan Kalingga (sekitar abad ke
6). Ratu Shima merupakan sosok pimpinan yang jujur adil dan tegas sehingga sangat dicintai
oleh rakyatnya. Sebagai penguasa tunggal di Kerajaan Kalingga, Ratu Shima dikenal memiliki
peraturan yang tegas soal pencurian. Hukum potong tangan diterapkan bagi siapa saja yang
mencuri barang milik orang lain. Hukum yang dibuat itupun berlaku untuk seluruh rakyat
termasuk keluarga kerajaan. Sebuah bentuk persamaan hak di mata hukum. Salah satu
perundangan yang benar-benar dipegang teguh adalah potong tangan terhadap para pencuri,
meski yang melakukan hal itu anaknya sendiri sekali pun.

Ratu Shima adalah ratu penguasa Kerajaan Kalingga yang terletak di pantai utara Jawa Tengah
sekitar abad 6 M. Ia menerapkan hukum yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan
kejahatan, dan mengajarkan rakyatnya senantiasa jujur.

Ada beberapa hal penting yang bertautan positif antara Kerajaan Kalingga yang bercorakkan
Hindu Siwais dengan dunia peradaban islam , yaitu dalam sejarah Islam pada tahun 30 Hijriyah
atau 651 M Khalifah Ustman bin Affan pernah mengirimkan utusanya ke Daratan Cina dengan
misi mengenalkan islam, waktu itu hanya berselang 20 tahun dari wafanya Rasulullah SAW dan
utusan tersebut sebelum sampai tujuan bersinggah dulu di Nusantara.

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan ( 644-657 M) juga pernah mengutus delegasinya
bernama Muawiyah bin Abu Sufyan pernah mengirimkan utusanya ke tanah Jawa yaitu ke
Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima,
putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam, kemudian kalangan bangsawan Jawa yang
memeluk islam adalah Rakeyan Sancang seorang Pangeran dari Tarumanegara, Rakeyan
Sancang hidup pada kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (656-661) .

Rakeyan Sancang diceritakan, pernah turut serta membantu Imam Ali dalam pertempuran
menalukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika Utara, serta ikut membangun kekuasaan Muslim di Iran,
Afghanistan dan Sind (644-650 M). Kemudian yang tercatat dalam sejarah raja Sriwijaya yang
masuk islam adalah Sri Indravarman setelah kerusuhan Kanton meletus dimana banyak imigran
muslim Cina masuk ke wilayah Sriwijaya yang terjadi pada Islam masa khalifah Umar bin Abdul
Aziz (Dinasti Umayyah).
KISAH LAINNYA...
Bila dilihat dari sejarah keberadaan Kerajaan Kalingga, pada pemerintahan Ratu Shima telah
terjadi kontak perdagangan dan keagamaan antara Kerajaan Kalingga dengan dengan para
peadagang Gujarat yang sebagian besar dari para pedagang Arab dan Persia, kemudian hubungan
Kalingga dengan Cina yang juga telah terurai dalam cerita Dinasti Tang dan cerita I-Tsing.

Terjadinya kontak dagang dan keagamaan ini adalah wajar mengingat kerajaan Kalingga adalah
kerajaan yang besar yang terletak di daerah Pantai Utara Jepara sehingga Ratu Shima dalam
memimpin pemerintahan pada saat itu sudah bisa menyerap berbagai informasi dari dunia luar
baik dari Tanah Arab dan Persia (Iran) maupun dari Daratan Cina bahkan Ratu Shima sudah
mengetahui agama tauhid yang dibawa Nabi Muhammad SAW, hal ini karena hanya ada sedikit
selisih tahun sejak kelahiran Nabi, Nabi Muhammad SAW lahir 20 April 571 jika ditambah
umurnya yang hanya 63 tahun lebih 3 hari maka 571+63 = 632 M ( Nabi Muhammad SAW
wafat 8 Juni 632 M) , sedangkan Ratu Shima sudah ada mulai tahun 567 M, tidak menutup
kemungkinan Ratu Shima pernah hidup sejaman dengan Nabi Muhammad SAW.

Pada prinsipnya Ratu Shima tidak menerapkan hukuman mati/penggal leher pada rakyatnya,
melainkan sebatas melakukan penerapan hukuman potong anggota badan bagi mereka yang
benar-benar melakukan tindak kejahatan sebagai efek jera bagi siapa saja yang melakukan tindak
kejahatan tanpa pandang bulu walaupun anaknya sendiri sekalipun, hal itu dibuktikan sendiri
maklumatnya dengan menjatuhkan hukuman potong tangan kanan terhadap anaknya sendiri yang
telah melakukan kesalahan, disamping itu penerapan hukuman potong tersebut secara tidak
langsung telah mendidik rakyat dan para pegawai kerajaan untuk senantiasa bersikap jujur dan
adil pada diri sendiri, keluarga dan negaranya. Kondisi penerapan hukum yang adil, tegas dan
tidak pandang bulu berimplikasi terhadap turunya tindak kejahatan di wilayah Kerajaan Kalingga
yang mendorong terwujudnya pola tatanan pemerintahan yang stabil, kondusif, aman, nyaman
dan sejahtera.
Kisah Lain lagi Ratu Shima
Setelah di teliti akhirnya para ahli sejarah menyatakan bahwa Kalingga adalah sebuah kerajaan
yang berada di daerah Keling Jepara, bernama Kerajaan Kalingga yang diperintah oleh seorang
Ratu bernama Shima. Ratu Shima memerintah kerajaan Kalingga dengan sangat keras, tetapi adil
dan bijaksana. Semua rakyat tunduk dan tidak ada yang berani melanggar perintahnya, dalam
menegakkan keadilan dan hukum, Ratu Shima tidak pandang bulu, potong tangan dan potong
kaki. Walaupun dari keluarga kerajaan, tidak pandang bulu.

Dari segi kehidupan Kerajaan Kalingga yang diperintah oleh Ratu Shima, perekonomiannnya
sangat maju. Pasar, pelayaran, pelabuhan sangat ramai. Pada abad ke tujuh kerajaan Kalingga
sudah memasuki peradaban dan kemajuan yang sangat pesat, serta di kenal sampai di
Semenanjung Malaya,Thailand dan Negara Negara di Asia.

Pada tahun 1960 seorang petani di Keling Jepara menemukan benda-benda peninggalan
Kerajaan Kalingga berupa cincin, gelang, liontin dan lain-lain. Kala itu saya melihat benda-
benda bersejarah tersebut sempat dipamerkan di kota. Benda-benda Ratu Shima bersejarah
kemudian diserahkan ke Museum Jakarta. Dengan ditemukannya benda purbakala bersejarah
tersebut adalah bukti bahwa Kerajaan Kalingga yang diperintah oleh Ratu Shima, kerajaannya
benar-benar ada di daerah Keling Jepara, bukan daerah Keling Malaya.

Pada tahun 1989 seorang Ustadz bernama H. Saidan akan melakukan ekspedisi kilas balik
keabad ke tujuh. Guna meneliti dan membuktikan keberadaan Kerajaan Kalingga, di daerah
Keling Jepara, sewaktu diperintah oleh seorang Ratu yang adil, bijaksana dan terkenal sampai di
Negara Cina pada zaman Dinasti Tang sekitar tahun 664-665.

Rencana melakukan ekspedisi kilas balik telah dipersiapkan dengan matang, si Ustadz akan
mendeteksi dan menerawang lokasi dimana kerajaan Holing atau Kalingga pernah berdiri.
Persiapan petualangan akan diperkirakan selama tiga hari tiga malam dalam memasuki hutan
yang angker dan penuh misteri. Mahluk halus jin, gendruwo, syetan, demit yang di sinyalir
banyak gentayangan dan menempati bekas puing-puing kerajaan Kalingga. Ustadz H. Saidan
seorang petualang, kemungkinan akan di ganggu oleh orang-orang jahat. Bagi Ustadz H. Saidan
tidak ada masalah, ilmu dan kekuatan Asma akan mampu menangkis segala kejahatan, sudah
dimiliki. Binatang-binatang buas, macan, ular dan lain-lain, tidak ada masalah sudah di
antisipasi. Nasi kering dan air putih telah dibawa untuk memasuki hutan, sebagai bekal
konsumsi. Jarak dari kota Jepara ke arah keling sekitar 35 km. Setelah sampai desa sekitar hutan,
Ustadz H Saidan disarankan oleh penduduk setempat agar jangan melanjutkan perjalanan
memasuki hutan, karena sangat berbahaya. Ustadz H. Saidan telah memasuki hutan lebat yang
disinyalir adalah bekas lokasi Kerajaan Holing/Kalingga. Ustadz H. Saidan telah bersiap
memusatkan konsentrasi fokus. Ilmu pertama untuk melihat isi bumi dan langit adalah ilmu
Membedah bumi dan memeras langit setelah itu akan kelihatan isi yang ada dibumi dan di
langit terlihat jelas. Lebih akurat dari pada radar, dan alat canggih zaman sekarang.
Akhirnya keluarlah Ratu Shima sosok yang gagah perkasa, tinggi besar memakai mahkota
bertahta permata dan batu merah delima di posisi depan mahkota. Terjadi dialog panjang,
kemudian mahkota dilepas dipakaikan oleh Ratu Shima keatas kepala Ustadz H. Saidan. Satu hal
yang luar biasa, begitu Ustadz H. Saidan memakai mahkota Ratu Shima, maka dunia terasa ada
di pelupuk mata, kelihatan kota di sekitar Jepara, seperti Kudus, Pati, Rembang, Semarang, dan
lebih jauh lagi, terlihat sangat jelas. Itu terjadi saat Ustadz H. Saidan dalam posisi berada dekat
sekali dengan Ratu Shima.

Peristiwa luar biasa tersebut dalam keadaan sadar, mata terbuka. Disitulah Ustadz H. Saidan
tahu, bahwa kalau melihat fisik, bodi dan wajah. Ratu Shima adalah seorang laki-laki, bukan
seorang perempuan, ternyata Raja bukan seperti dalam buku sejarah.Gagah dan berwibawa.
Dua alam menyatu dan bertemu antara Raja Shima dan Ustadz H. Saidan. Kemudian Ustadz H.
Saidan diberi benda-benda perhiasan yang berwarna kuning mas. Tetapi akhirnya perhiasan-
perhiasan tersebut dikembalikan ke lokasi semula karena bukan dari mas, agar tidak terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan. Terbukti bahwa kerajaan Holing yang pernah di sinyalir oleh Dinasti
Tang dan para ahli sejarah pada tahun 665, berada di semenanjung Keling Malaya, ternyata
berada didaerah Keling Jepara Jawa Tengah. Dengan bukti-bukti yang sangat otentik serta
melihat keberadaan Raja Shima. Juga pertemuan yang spektakuler Ustadz H.Saidan dengan Raja
Shima.
Kisah lain lagi yang serupa
itu beraliansi dengan Sunda, Kartikeyasinga dan isterinya Ratu Sima menjodohkan anaknya yang
bernama Parwati dengan Amara (Mandiminyak), anak Raja Galuh Wretikandayun . Parwati, dari
perkawinan tersebut, melahirkan Sanaha pada tahun 661/662 M. Dengan perkawinan itu
terbentuklah dua blok yang salin berhadapan, yaitu Blok Sriwijaya-Sunda dan Blok Kalingga-
Galuh yang notabene sesungguhnya masih termasuk dalam satu rumpun keluarga . Saat
Kartikeyasinga wafat tahun 674, Ratu Sima mengambil alih posisi suaminya sebagai raja sampai
dengan tahun 695 M dengan gelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara. Dalam
pemerintahannya, menantunya, Mandiminyak dan adik iparnya, Narayana, diangkat menjadi
pembantu-pembantunya . Pemeritahan di pusat kerajaan oleh Ratu Sima didelegasikan kepada 4
orang menteri yang mengatur negara beserta 28 negara taklukan yang tersebar di Jawa Tengah
dan Jawa Timur . Saat Ratu Sima menggantikan suaminya sebagai Raja Kalingga, Sriwijaya
yang saat itu dirajai Sri Jayanasa (berkuasa antara tahun 669-692 M) sedang gencar-gencarnya
melakukan ekspansi. Negeri Melayu Sribuja (beribukota di Palembang), asal ibu mertua Ratu
Sima, diserbu oleh Sriwijaya sejak tahun 670 M. Lantas pada tahun 675, hampir separuh wilayah
Kerajaan Melayu diduduki dan akhirnya tahun 683 M diduduki secara penuh oleh Sriwijaya
dengan mengerahkan tentaranya sebanyak sekitar 2 laksa (20.000 orang) . Dengan demikian
Sriwijaya dapat menguasai seluruh Sumatera dan Semenanjung Malaya . Pada waktu itu ajakan
damai dari Sri Jayanasa ditolak oleh Ratu Sima . Untuk memperkuat persahabatan yang sudah
terjalin sebelumnya dengan Kerajaan Galuh dalam upaya menghadapi Sriwijaya, Ratu Sima
menyetujui perkawinan Sena dengan Sanaha. Sena adalah anak Mandiminyak dengan Pohaci
Rababu sedangkan Sanaha adalah anak Mandiminyak dengan Parwati. Perkawinan sedarah ini
membuahkan anak yang diberi nama Sanjaya (683 M-754 M)

Menurut sejarah, Ratu Sima yang janda - sempat dipinang oleh Sri Jayanasa. Ratu Sima
menolaknya. Oleh sebab itu pada tahun 686 Sriwijaya bermaksud menyerang Kalingga.
Mengetahui rencana ini, Tarusbawa, raja Sunda, turun tangan dan mengirim surat kepada Sri
Jayanasa bahwa ia tidak setuju dengan rencana itu. Alasannya adalah agar jangan timbul kesan
bahwa gara-gara pinangannya ditolak oleh Ratu Sima, maka Sri Jayanasa hendak menyerbu
Kalingga. Mau tak mau Sri Jayanasa terpaksa menyetujui usul Tarusbawa, yang juga adalah
saudaranya sendiri. Kapal-kapal Kalingga, yang waktu itu sempat ditahan, dilepaskan setelah
hartanya dirampas. Tindakan Sriwijaya hanya sekedar mengganggu keamanan laut Kalingga . Sri
Jayanasa Raja Sriwijaya mangkat tahun 692 M dan digantikan oleh Darmaputra (692-704).
Sedangkan Ratu Sima mangkat 3 tahun kemudian, yaitu tahun 695 M. Sebelum mangkat,
Kerajaan Kalingga dibagi dua. Di bagian utara disebut Bumi Mataram (dirajai oleh Parwati, 695
M-716 M). Di bagian selatan disebut Bumi Sambara (dirajai oleh Narayana, adik Parwati, yang
bergelar Iswarakesawa Lingga Jagatnata Buwanatala, 695 M-742 M).Sanjaya (cucu Parwati) dan
Sudiwara (cucu Narayana) kelak menjadi suami isteri. Perkawinan mereka adalah perkawinan
antara sesama cicit Ratu Sima. Anak hasil perkawinan mereka bernama Rakai Panangkaran yang
lahir tahun 717 M. Dialah yang di kemudian hari menurunkan raja-raja di Jawa Tengah.
NAMA : Putri Juni Alinda

NO/KELAS : 35/ X KA

SMK PGRI 1 GRESIK

KEBOMAS GRESIK

TAHUN PELAJARAN 2015-2016

Anda mungkin juga menyukai