Anda di halaman 1dari 6

CERITA RAKYAT LAGENDA PUTRI TUJUH

Gambar Situs Peninggalan Putri Tujuh

Umbut mari mayang diumbut


Mari diumbut di rumpun buluh
Jemput mari dayang dijemput
Mari dijemput turun bertujuh
Ketujuhnya berkain serong
Ketujuhnya bersubang gading
Ketujuhnya bersanggul sendeng
Ketujuhnya memakai pending

Sebuah lirik, yang menggambarkan kepiluan atas kematian tujuh putri cantik di
tengah hutan. Lirik yang dikutip dari “Putri Tujuh: Asal Mula Nama Kota Dumai” dan
diterbitkan melayuonline.com tersebut, menjadi kenangan pengorbanan Putri Tujuh.
Legenda Putri Tujuh tersebut, terus berkembang menjadi cerita rakyat yang secara
turun-temurun disampaikan melalui cerita lisan maupun tulisan. Kisah Putri Tujuh yang
berakhir tragis ini, diyakini sebagai asal mula nama Kota Dumai, Riau.
Kisah ini berawal
Cerita ini berawal saat Dumai masih menjadi dusun nelayan yang sepi. Dusun tersebut
berada di wilayah kerajaan Seri Bunga Tanjung, yang diperintah oleh seorang ratu, yakni Cik
Sima.
Ratu Seri Bunga Tanjung tersebut, memiliki tujuh orang putri yang sangat cantik, dan
dikenal sebagai Putri Tujuh. Dari ketujuh putri tersebut, Mayang Sari yang merupakan putri
bungsu merupakan putri yang paling cantik. Keindahan tubuh Putri Mayang Sari sangat
mempesona, dengan wajah berseri bak rembulan. Selain itu kulitnya sangat halus selembut
sutra. Alis putri cantik itu digambarkan seperti semut beriring, dan rambutnya yang ikal
memanjang bagai mayang. Saat ketujuh putri cantik itu asyik mandi di lubuk Sarang Umai,
tidak menyadari ada yang mengintai. Pengintai para putri cantik yang sedang asyik berendam
dan bersenda gurau, dengan suaranya yang merdu itu, adalah Pangeran Empang Kuala.
Pangeran Empang Kuala yang kebetulan lewat bersama para pengawalnya, sangat
terpesona melihat kecantikan Putri Mayang Sari. “Gadis cantik di lubuk Umai…. Cantik di
Umai. Ya, ya… d’umai… d’umai…,” gumam lirih Pangeran Empang Kuala. Kata-kata itu
terus terucap dalam hati Pangeran Empang Kuala. Sang pangeran begitu jatuh cinta kepada
sang putri. Karena itu, sang pangeran itu berniat untuk meminang sang putri cantik pujaan
hatinya.
Pangeran Empang Kuala, lalu mengirim utusan untuk meminang putri cantik yang
dikenalnya dengan nama Mayang Mengurai. Utusan Pangeran Empang Lawang, menghadap
Ratu Kerajaan Seri Bunga Tanjung, dengan mengantarkan tepak sirih sebagai pinangan adat
kebesaran raja. Pinangan Pangeran Empang Kuala itu, disambut Ratu Cik Sima dengan
kemuliaan adat yang berlaku di Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Ratu Cik Sima membalas
pinangan Pangeran Empang Kuala, dengan menjunjung tinggi adat kerajaan yaitu mengisi
pinang dan gambir pada combol paling besar di antara tujuh buah combol yang ada di dalam
tepak itu. Sebanyak enam buah combol dalam tepak sirih lainnya sengaja tak diisinya oleh
Ratu Cik Sima, dan dibiarkan tetap kosong. Hal ini melambangkan, bahwa putri tertua yang
berhak menerima pinangan terlebih dahulu. Usai menerima jawaban dari Ratu Cik Sima,
utusan Pangeran Empang Kuala kembali menghadap pangeran untuk menyampaikan jawaban
penolakan pinangan untuk Putri Mayang Mengurai dari Ratu Cik Sima. “Ampun Baginda
Raja! Hamba tak ada maksud mengecewakan Tuan. Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung
belum bersedia menerima pinangan Tuan untuk memperistrikan Putri Mayang Mengurai,”
ungkap utusan itu, seperti dikutip dari “Putri Tujuh: Asal Mula Nama Kota Dumai”.
Pangeran Empang Kuala murka mendapatkan pinangannya untuk Putri Mayang
Mengurai ditolak. Dia juga sangat malu, sehingga tak peduli lagi dengan ada yang berlaku di
Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Amarah telah menguasai hati Pangeran Empang Kuala. Dia
langsung memerintahkan para panglima dan prajuritnya, untuk bersiap melakukan
penyerangan terhadap Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Pertempuran hebat antar kedua kerajaan
tak dapat dielakkan lagi. Pertempuran itu terjadi di tepian Selat Malaka. Ratu Cik Sima
segera melarikan ketujuh putri cantiknya itu ke dalam hutan, di tengah kecamuk perang.
Ketujuh putri cantik itu disembunyikan di dalam lubang beratap tanah, dan dilindungi pohon
besar. Ketujuh putri itu, dibekali berbagai makanan yang cukup untuk dimakan selama tiga
bulan selama berada di tempat persembunyian. Setelah menyembunyikan ketujuh putri
cantiknya, Ratu Cik Sima kembali ke kerajaan untuk berperang melawan pasukan Pangeran
Empang Kuala. Pertempuran sengitu itu berlangsung hingga lebih dari tiga bulan lamanya.
Pada bulan ke empat, pasukan Ratu Cik Sima semakin terdesak dan tak berdaya
menghadapi gempuran pasukan Pangeran Empang Kuala. Kerajaan Sri Bunga Tanjung
hancur lebur oleh serangan pasukan Pangeran Empang Kuala, hingga mengakibatkan banyak
rakyat tewas. Tak kuasa melihat kerajaannya hancur, dan rakyat yang dicintainya berguguran.
Ratu Cik Sima akhirnya meminta bantuan jin penghuni bukit di hulu Sungai Umai. Bantuan
jin ini terbukti sangat ampun untuk menghancurkan pasukan Pangeran Empang Kuala. Saat
senja tiba, pasukan Pangeran Empang Kuala memilih beristirahat di hilir Sungai Umai. Demi
berlindung dari serangan musuh di tengah malam, pasukan ini memilih berlindung di bawah
pohon-pohon bakau. Kejadian mengerikan menimpa para prajurit Pangeran Empang Kuala,
saat menjelang malam. Beribu buah bakau tiba-tiba saja berjatuhan dan menusuk tubuh para
prajurit Pangeran Empang Kuala. Belum sampai tengah malam, kekuatan pasukan Pangeran
Empang Kuala itu luluh lantak oleh serangan buah bakau. Melihat pasukan lawan sudah tak
berdaya, utusan Ratu Cik Sima langsung mendatangi Pangeran Empang Lawang.
“Hai orang Seri Bunga Tanjung, apa maksud kedatanganmu ini?” tanya Pangeran
Empang Kuala, saat melihat utusan Ratu Cik Sima. “Hamba datang untuk menyampaikan
pesan Ratu Cik Sima, agar Pangeran berkenan menghentikan peperangan ini,” ujar utusan
Ratu Cik Sima membalas. “Perbuatan kita ini telah merusakkan bumi sakti rantau bertuah,
dan menodai pesisir Seri Bunga Tanjung. Siapa yang datang dengan niat buruk, malapetaka
akan menimpa, sebaliknya siapa yang datang dengan niat baik ke negeri Seri Bunga Tanjung,
akan sejahteralah hidupnya,” lanjut utusan Ratu Cik Sima memberikan penjelasan.
Mendengar ucapan dari utusan Ratu Cik Sima, Pangeran Empang Kuala tersadar telah
memulai peperangan tersebut. Saat itu juga, Pangeran Empang Kuala langsung
memerintahkan pasukannya segera meninggalkan Kerajaan Seri Bunga Tanjung, dan pulang
ke Negeri Empang Kuala. Usai berhasil mengusir pasukan Pangeran Empang Kuala, Ratu
Cik Sima langsung bergegas menjemput ketujuh putri cantinya di tempat persembunyian
yang ada di dalam hutan. Setibanya di tempat persembunyian itu, Ratu Cik Sima dibuat
terbelalak, karena ketujuh putrinya sudah tak bernyawa. Ketujuh putri cantik yang
disembunyikan di dalam lubang tanah itu, mati akibat kelaparan dan kehausan. Ratu Cik
Sima lupa, bekal makanan dan minuman yang diberikannya kepada ketujuh putri itu hanya
cukup untuk tiga bulan, sedangkan peperangan terjadi selama empat bulan.

Kilang Putri Tujuh


Tak kuasa mendapati ketujuh putri cantik nya telah tiada, Ratu Cik Sima dilanda
kesedihan yang luar biasa, hingga membuatnya sakit parah dan akhirnya pergi untuk
selamanya menyusul kematian ketujuh putrinya. Peristiwa tragis itu, diyakini oleh
masyarakat setempat sebagai cikal bakal lahirnya kata Dumai, yang diambil dari pernyataan
Pangeran Empang Kuala “d’umai” saat melihat kecantikan Putri Mayang Sari atau Mayang
Mengurai. Kini legenda Putri Tujuh tersebut, juga banyak diabadikan di tempat-tempat serta
kebudayaan masyarakat Kota Dumai. Di antaranya, adanya nyanyian pengiring Tari Pulai,
dan Asyik Mayang yang dinyanyikan para tabib saat mengobati orang sakit. Bahkan, kilang
minyak milik Pertamina di Kota Dumai, juga diberi nama Putri Tujuh. Sedangkan bukit yang
ada di hulu Sungai Umai, dikenal dengan nama Bukit Jin, karena tempat untuk pertapaan jin
yang dipercaya telah membantu Ratu Cik Sima, saat bertempur melawan Pangeran Empang
Kuala.
Dari peristiwa tersebut, lahirlah nama Kota Dumai yang diambil dari kata-kata
Pangeran Empang. Sejak saat itu daerah tersebut menjadi Kota Dumai yang sekarang kita
kenal dan menjadi wilayah kilang minyak PT Pertamina Dumai.

Berikut merupakan Amanat dari cerita rakyat Putri Tujuh:


 Kita tidak boleh terlalu cepat mengambil keputusan ketika sedang dipenuhi oleh amarah
dan tidak bisa berpikir jernih.
 Keputusan yang diambil ketika sedang emosi akan membuat kita menyesal.
 Kita hendaknya menjadi seseorang yang mandiri dan kuat agar dapat menghadapi
masalah apa pun tanpa mengandalkan pertolongan orang lain.
 Kita tak pernah tahu berapa umur kita di dunia.
 Kita harus merelakan seseorang yang telah meninggal.

Kesimpulan Cerita
Cerita rakyat Putri Tujuh merupakan salah satu cerita yang berasal dari Dumai. Cerita ini
merupakan salah satu legenda yang menjadi asal usul penamaan kota tersebut. Cerita Putri
Tujuh pada dasarnya merupakan sebuah cerita tentang cinta yang ditolak. Pangeran Empang
Kuala ingin sekali mempersunting Putri Mayang Sari, tapi terhalang oleh adat yang berlaku
di Negeri Seri Bunga Tanjung.
Melalui cerita ini, kita bisa memetik pelajaran bahwa kesombongan dan keegoisan hanya
akan mengakibatkan mudarat terjadi kepada kita. Cerita Putri Tujuh diakhiri dengan
kematian ketujuh putri Ratu Cik Sima karena mereka kehabisan persediaan makanan akibat
perang.
“CERITA RAKYAT LEGENDA PUTRI TUJUH”

Disusun Oleh :
Annisa Qurratu Ain

Kelas VII B
Guru Pembimbing : Erni Zami S.pd

SMP NEGERI 1 RSBI BENGKALIS


TAHUN PELAJARAN 2023/2024

Anda mungkin juga menyukai