Anda di halaman 1dari 19

Al-Biruni

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa

Al-Biruni
Abu Raihan Al-Biruni (juga, Biruni, Al Biruni; lahir 5 September 973 meninggal 13
Desember 1048 pada umur 75 tahun) (bahasa Persia: ; bahasa Arab:
) merupakan matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana,
penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru, yang
banyak menyumbang kepada bidang matematika, filsafat, obat-obatan.
Abu Raihan Al-Biruni dilahirkan di Khawarazmi, Turkmenistan atau Khiva di kawasan
Danau Aral di Asia Tengah yang pada masa itu terletak dalam kekaisaran Persia. Dia
belajar matematika dan pengkajian bintang dari Abu Nashr Mansur.
Abu Raihan Al-Biruni merupakan teman filsuf dan ahli obat-obatan Abu Ali AlHussain Ibn Abdallah Ibn Sina/Ibnu Sina, sejarawan, filsuf, dan pakar etik Ibnu
Miskawaih, di universitas dan pusat sains yang didirikan oleh putera Abu Al Abbas
Ma'mun Khawarazmshah. Abu Raihan Al-Biruni juga mengembara ke India dengan
Mahmud dari Ghazni dan menemani dia dalam ketenteraannya di sana,
mempelajari bahasa, falsafah dan agama mereka dan menulis buku mengenainya.
Dia juga menguasai beberapa bahasa diantaranya bahasa Yunani, bahasa Suriah,
dan bahasa Berber, bahasa Sanskerta.
Karya

Al-Biruni menulis banyak buku dalam bahasa Persia (bahasa ibunya) dan bahasa
Arab.
Berikut karya-karya Al-Biruni ialah:
Ketika berusia 17 tahun, dia meneliti garis lintang bagi Kath, Khwarazm, dengan
menggunakan altitude maksima matahari.
Ketika berusia 22, dia menulis beberapa hasil kerja ringkas, termasuk kajian
proyeksi peta, "Kartografi", yang termasuk metodologi untuk membuat proyeksi
belahan bumi pada bidang datar.
Ketika berusia 27, dia telah menulis buku berjudul "Kronologi" yang merujuk kepada
hasil kerja lain yang dihasilkan oleh dia (sekarang tiada lagi) termasuk sebuah buku
tentang astrolab, sebuah buku tentang sistem desimal, 4 buku tentang pengkajian
bintang, dan 2 buku tentang sejarah.
Dia membuat penelitian radius Bumi kepada 6.339,6 kilometer (hasil ini diulang di
Barat pada abad ke 16).
Hasil karya Al-Biruni melebihi 120 buah buku.
Sumbangannya pada bidang matematika yakni:
Aritmatika teoritis and praktis
penjumlahan seri
Analisis kombinatorial
kaidah angka 3
Bilangan irasional
teori perbandingan
definisi aljabar
metode pemecahan penjumlahan aljabar
Geometri
Teorema Archimedes
Sudut segitiga
Hasil keryanya selain bidang matematika yaitu:

Kajian kritis tentang ucapan orang India, apakah menerima dengan alasan atau
menolak (bahasa Arab ) - sebuah
ringkasan tentang agama dan filosofi India
Tanda yang Tersisa dari Abad Lampau (bahasa Arab ) kajian komparatif tentang kalender dari berbagai budaya dan peradaban yang
berbeda, dihubungkan dengan informasi mengenai matematika, astronomi, dan
sejarah.
Peraturan Mas'udi (bahasa Arab ) - sebuah buku tentang Astronomi,
Geografi dan Keahlian Teknik. Buku ini diberi nama Mas'ud, sebagai dedikasinya
kepada Mas'ud, putra Mahmud dari Ghazni.
Pengertian Astrologi (bahasa Arab ) - pertanyaan dan jawaban
model buku tentang matematika dan astronomi, dalam bahasa Arab dan bahasa
Persia
Farmasi - tentang obat dan ilmu kedokteran
Permata (bahasa Arab ) tentang geologi, mineral, dan
permata, dipersembahkan untuk Mawdud putra Mas'ud
URL: (Inggris) Al Beruni "On Stones" online complete text
Astrolab
Buku ringkasan sejarah
Riwayat Mahmud dari Ghazni dan ayahnya
Sejarah Khawarazm

Biografi Al-Biruni
image: http://lh6.ggpht.com/_ZYbRuXU_2bw/S9QNqN2BU8I/AAAAAAAAAgM/UTRSSdZOYY/s144/biruni.jpg

Abu rayhan Muhammed Ibnu Ahmad Al-Biruni terlahir menjelang terbit fajar pada 4
september 973 M di Kath (Kiva sekarang). Sebuah kota di sekitar wilayah aliran
sungai Oxus, Khwarizm (Uzbekistan). Masa kecilnya tidak banyak diketahui. Albiruni dalam biografinya mengaku sama sekali tidak mengenal ayahnya dan hanya
sedikit mengenal kakeknya.
Selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, Al-biruni juga fasih dengan sederet
bahasa seperti Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi dan Suriah. Semasa muda dia
menimba ilmu matematika dan astronomi dari Abu Nasir Mansur.
Menginjak usia 20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya dibidang sains. Dia
juga kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina, Imuwan besar
Muslim lainnya yang begitu berpengaruh di Eropa.
Al-Biruni tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu. Ketika berusia
20 tahun, Dinasti Khwarizmi digullingkan oleh Emir Mamun Ibnu Muhammad dari
Gurgan. Saat itu, Al-Biruni meminta perlindungan dan mengungsi di Istana Sultan
Nuh Ibnu Mansur.
Pada 998 M, Sultan dan Al-Biruni pergi ke Gurgan di Laut Kaspia. Dia tinggal di
wilayah itu selama beberapa tahun. Selama tinggal di gurgan, Al-Biruni
menyeleseikan salah satu karyanya The Chronology of Ancient Nations. Sekira 11
tahun kemudian, dia kembali ke Khwarizmi.
Sekembalinya dari Gurgan, Al-Biruni menduduki jabatan terhormat sebagai pensihat
sekaligus pejabat istana bagi pengganti Emir Mamun. pada 1017, situasi politik
kembali bergolak menyusul kematian anak kedu Emir Mamun akibat
pemberontakan. Khwarizmi pun diinvasi oleh Mahmud Ghazna pada 1017. Mahmud
lalu membawa para pejabat istana Khwarizmi untuk memperkuat kerajaanya yang
bermarkas di Ghazna, afganistan. Al-Biruni adalah seorang Ilmuwan dan pejabat
istana yang ikut diboyong. Selain itu, ilmuwan lainnya yang dibawa Mahmud ke
Ghazna adalah matematikus, Ibnu Iraq, dan seorang dikter, Ibnu Khammar.
Untuk meningkatkan prestise istana yang dipimpinnya, Mahmud sengaja menarik
para sarjana dan ilmuwan ke istana Ghazna. Mahmud pun melakukan beragam cara
untuk mendatangkan para ilmuwan ke wilayah kekuasaanya. Ibnu Sina sempat
menerima undangan bernada ancaman dari Mahmud agar dating dan
mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya di istana Ghazna.

Meski Mahmud terkesan memaksa. Al-Biruni menikmati keberadaanya di Ghazna, Di


Istana, dia dihormati dan dengan leluasa dapat mengembangkan pengetahuan
yang dikuasainya. Salah satu tugas Al-Biruni adalah menjadi astrolog istana bagi
Mahmud dan penggantinya.
Pada 1017 hingga 1030, Al-Biruni berkesempatan melancong ke India. Selama 13
tahun, dia mengkaji seluk-beluk India hingga melahirkan apa yang disebut Indologi
atau studi tentang India. Di negeri Hindustan itu dia mengumpulkan beragam bahan
bagi penelitian monumental yang dilakukannya. Dia mengorek dan menghimpun
sejarah, kebiasaan, keyakinan atau kepercayaan yang dianut masyarakat di
subbenua India.
Selama hidupnya, Al-Biruni menghasilkan karya besar dalam bidang Astronomi
lewat Masudic Canon yang didedikasikan kepada putra Mahmud, yaitu Masud. Atas
karyanya itu, Masud menghadiahkan seekor gajah bermuatan penuh dengan perak.
Namun, Al-Biruni mengembalikan hadiah yang ditermanya itu ke kas Negara.
Sebagai bentuk penghargaan, Masud juga menjamin Al-Biruni dengan uang pension
yang dapat membuatnya tenang beristirahat serta terus mengembangkan ilmu
pengetahuan.
Al-Biruni lalu menulis buku astrologi, yaitu The Elements of Astrology. Selain itu,
sang ilmuwan itupun menulis sederet karya dalam kedokteran, geografi, serta
fisika.
Al-Biruni telah menulis risalah tentang astrolabe serta memformulasikan table
Astronomi untuk Sultan Masud, Papar Will Durant tentang kontribusi Al-Biruni
dalam bidang Astronomi. Selain itu, Al-Biruni juga berjasa menuliskan risalah
tentang planisphere dan armillary sphere. Dia bahkan mengatakan bahwa bentuk
bumi adalah bulat.
Al-Biruni tercatat sebgai astronom yang melakukan percobaan yang berhubungan
dengan fenomena astronomi. Dia menduga galaksi bima sakti adalah kumpulan
sejumlah bingtang. Pada 1031 dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang
sangat panjang, Al-Qanun Al Masudi.
Selain itu, Al-Biruni merupakan ilmuwan yang pertama kali
membedakan istilah astronomi dengan satrologi. Hal itu dilakukannya pada abad
ke-11 M. dia juga menghasilkan berbagai karya penting dalam bidang astrologi.
Dalam ilmu bumi, Al-Biruni menghasilkan sejumlah sumbangan penting sehingga
dia dinobatkan sebagai Bapak Geodesi. Dia juga memberi kontribusi signifikan
katografi, geologi,geografi dan mineralogy. Kartografi adalah ilmu membuat peta

atau globe. Pada usia 22 tahun, Al-Biruni telah menulis karya penting dalam
kartografi, yakni sebuah setudi tentang proyeksi pembuatan peta.
Pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis lintang Kath
Khwarizmi dengan menggunakan ketinggian matahari. kontribusi penting dalam
bidang geodesi dan geografi telah disumbangkan Al-Biruni. Dia telah
memeperkenalkan teknik mengukur bumi dan jaraknya menggunakan triangulasi,
papar John J. OConnor dan Edmund F. Robertson dalam MacTutor History of
Mathematics.
Al-Biruni juga telah menghasilkan karya dalam bidang geologi. Salah satunya dia
menulis tentang geologi India. Sementara itu dalam bidang mineralogy dia menulis
kitab berjudul Al_Jawahir atau Book of Precious Stones yang menjelaskan beragam
mineral. Dia mengklasifikasikan setiap mineral berdasarkan warna, bau, kekerasan,
kepadatan, serta beratnya.
Al-Biruni telah berperan mengenalkan metode saintifik dalam setiap bidang yang
dipelajarinya. Misalnya, dalam Al-Jamawir yang sangat eksperimental. Pada bidang
optic, Al-Biruni bersama Ibnu Al-Haitham termasuk ilmuwan pertama yang mengkaji
dan mempelajari ilmu optic. Dialah yang pertama kali menemukan bahwa
kecepatan cahaya lebih cepat dari kecepatan suara.
Dalam ilmu social, Al-Biruni didapuk sebagai antropolog pertama didunia. Dia
menulis secara detail studi kompertaif terkait antropologi manusia, agama, dan
budaya di Timur Tengah, Mediterania, dan Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah ilmuwan
karena telah mengembangkan antropologi Islam. Dia juga mengembangkan
metodelogi yang canggih dalam studi antropologi.
Al-Biruni tercatat sebagai pelopor eksperimental lewat penemuan konsep reaksi
waktu. Pad usia 27 tahun, dia telah menulis buku sejarah yang berjudul Chronology.
sayangnya buku ini telah hilang. Dalam kitab yang ditulisnya, Fi Tahqiq ma LiI-Hid
atau penelitian tentang India, dia membedakan metode saintifik dengan metode
histories. Dia juga memberikan sumbangan yang signifikan bagi pengembangan
matematika, khusunya dalam bidang teori dan praktik aritmatika, bilangan
irasional, teori rasio, geometri, dan lainnya.
Dia salah satu ilmuwan terbesar dalam sejarah manusia. Begitulah Al-Sabra
menjuluki Al-Biruni, ilmuwan muslim serba bisa dari abad ke 10M. bapak sejarah
Sains Barat, George Sarton pun mengagumi kiprah dan pencapaian Al-Biruni dalam
beragam disiplin ilmu. Semua pasti sepakat bahwa Al-Biruni adlaah seoarang
Ilmuwan yang sangat hebat sepanjang zaman, cetus Sarton.
Bukan tanpa alas an jika Sarton dan Serba mendapuknya sebagai ilmuwan yang
agung. Sejatinya, Al-Biruni memang seorang saintis yang fenimenal. Sejarah
mencatat Al-Biruni sebgaia sarjana muslim pertama yang mengkaji dan

mempelajari seluk-beluk India dan tradisi Brahminical. Kerja kerasnya ini


menobatkannya sebagai Bapak Idiologi.
Di era keemasan Islam, Al-Biruni telah meletakkan dasar-dasar satu cabang
keilmuwan tertua yang berhubungan dengan fifik bumi. Sebagai ilmuwan yang
menguasai beragam ilmu, Al-Biruni jugan menjadi pelopor dalam berbagai metode
pengembangan sains. Sejrah sains mencatat, ilmuwan yang hidup diera kekuasaan
dinasti Samanid itu merupakan salah satu pelopor metode saintifik eksperimental.
Dialah ilmuwan yang bertanggunag jawab memperkenalkan metode eksperimental
dalam ilmu mekanik. Al-Biruni juga tercatat sebgaia seorang perintis psikologi
eksperimental.
Al-Biruni merupakan saintis pertama yang menelaborasi eksperimaen yang
berhubungan dengan fenomena astronomi sumbangan yang dicurahkanya untuk
pengembangan ilmu pengetahuan sungguh tidak ternilai. Al-Biruni pun tidak hanya
menguasai beragam ilmu seperti fisika, Antropologi, psikologi, kima, astrologi,
sejarah, geografis, geodesi, matematika, farmasi, kedokteran dan filsafat, tetapi
juga turut memberikan kontribusi yang begitu besar bagi setiap ilmu yang
dikuasainya dengan menjadi seorang guru yang sangat dikagumi para muridnya.
Al-Biruni wafat di usai 75 tahun pad 13 Desember 1048 di Ghazna. Untuk
mengenang jasanya, pada astronom mengabadikan nama Al-Biruni di kawah bulan.
Read more at http://info-biografi.blogspot.com/2010/04/biografi-albiruni.html#STEkaPpZDX5mLDOs.99

Ulamak Pewaris Nabi . . .


Monday, March 23, 2009
Abu Raihan Al-Biruni Pakar Ilmu Fizik yang Ulung

Namanya tidak asing lagi di pentas ilmu sains pada abad pertengahan. Dunia sains
mengenalnya sebagai salah seorang putera Islam terbaik dalam bidang falsafah,
astronomi, kedoktoran, dan fizik. Wawasan dan pengetahuannya yang demikian
luas, meletakkan dirinya sebagai pakar dan ilmuwan Muslim tersohor pada awal
abad pertengahan. Ilmuwan tersebut tidak lain adalah Al-Biruni.
Nama penuhnya Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al-Biruni, dilahirkan pada bulan
September tahun 973 M, di perkampungan Khawarizm, Turkmenistan. Ia kemudian
lebih dikenali dengan nama Al-Biruni. "Al-Biruni" yang bermaksud 'asing', adalah
dinisbahkan kepada wilayah tempat tanah kelahirannya, iaitu Turkmenistan. Pada
masa itu, kawasan ini sememangnya dikhaskan untuk penempatan orang-orang
asing.
Dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama, Al-Biruni menghabiskan usia
mudanya dalam persekitaran masyarakat yang mencintai ilmu pengetahuan.
Walaupun tidak banyak catatan sejarah yang mengisahkan latar belakang
pendidikannya, namun beberapa sumber menyebutkan bahawa ilmuwan ulung ini
memperoleh pendidikan daripada beberapa ulama kenamaan pada zamannya,
antara lain Syeikh Abdus Shamad. Dalam bidang kedoktoran, ia belajar dengan
Syeikh Abul Wafa' Al-Buzayani, serta kepada Syeikh Abu Nasr Mansur bin Ali bin
Iraqi dalam bidang matematik dan astronomi. Tidak hairan apabila ulama menulis
ini terkenal sebagai seorang ahli dalam pelbagai bidang ilmu semenjak usia muda.
Sebagai ilmuwan ulung, Al-Biruni tidak henti-hentinya mengais ilmu, termasuk
dalam setiap penjelajahannya ke beberapa negeri, seperti ke Iran dan India. Jamil
Ahmed dalam buku Seratus Tokoh Muslim mengungkapkan, antara penjelajahan
paling menarik tokoh ini adalah semasa di wilayah Jurjan, dekat Laut Kaspia (Asia
Tengah), serta wilayah India. Penjelajahan itu sebenarnya tidak disengajakan.
Alkisah, setelah beberapa lama menetap di Jurjan, Al-Biruni memutuskan untuk
kembali ke kampung halamannya. Namun tidak disangkanya, tanah kelahirannya
dilanda oleh konflik antara etnik. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Sultan Mahmoud
Al-Gezna, yang melakukan penaklukan ke wilayah Jurjan.
Penaklukan ini menyebabkan Al-Biruni dipilih oleh Sultan Mahmoud sebagai
'kumpulan pemikir' yang kemudiannya dibawa menyertai ekspedisi ketenteraan ke
India. Di sana beliau banyak melahirkan karya dan tulisan, sama ada dalam bentuk
buku mahupun artikel ilmiah yang disampaikannya dalam perjumpaan. Selain

menghasilkan karya, penjelajahan bersama Sultan ini juga menjadikan kawasan


India sebelah timur sebagai kawasan baru untuk menyebarkan dakwah Islamiah.
Sepanjang pengembaraannya di India, Al-Biruni memanfaatkan masa terluang
melakukan kajian berkaitan adat istiadat dan budaya masyarakat tempatan.
Berasaskan kajiannya inilah beberapa karya agungnya lahir. Bukan itu sahaja, AlBiruni jugalah orang yang pertama memperkenalkan permainan catur 'ala' India ke
negara-negara Islam, serta menjelaskan permasalahan trigonometri yang lebih
mendalam dalam karyanya, Tahqiq Al-Hind.
Kecerdikan Al-Biruni merangsang dirinya mendalami ilmu astronomi. Beliau
misalnya turut menjelaskan tentang kemungkinan pergerakan bumi mengitari
matahari. Malangnya, buku beliau yang mengupas perkara ini hilang. Namun ia
berpendapat, sebagaimana pernah ia sampaikan dalam suratnya kepada Ibnu Sina,
bahawa pergerakan eliptis adalah lebih memungkinkan daripada gerak melingkar
yang dilakukan lanet.
Al-Biruni konsisten mempertahankan pendapatnya tersebut, dan ternyata pada
kemudian harinya pendapat ini terbukti kebenarannya sebagaimana yang
dibuktikan oleh ilmu astronomi moden. Sebagai seorang yang gemarkan membaca
pelbagai bidang ilmu, kepakaran Al-Biruni tidak hanya dalam bidang ilmu sains.
Beliau juga mahir dalam ilmu falsafah. Kerana itu, ia dikenali sebagai salah seorang
ahli falsafah Islam yang amat berpengaruh.
Pemikiran falsafah Al-Biruni banyak dipengaruhi oleh pemikiran falsafah Al-Farabi,
Al-Kindi, dan Al-Mas'udi (meninggal 956 M). Hidup sezaman dengan ahli falsafah
dan pakar ilmu perubatan, Ibnu Sina, Al-Biruni banyak berdialog dengan Ibnu Sina,
sama ada secara langsung mahupun melalui surat menyurat. Keduanya kerap juga
bermuzakarah berkaitan pemikiran falsafah, misalnya tidak bersetuju dengan aliran
pemikiran paripatetik yang dianuti Ibnu Sina dalam banyak aspek.
Al-Biruni memperlihatkan kecenderungan tidak menerima bulat-bulat falsafah
pemikiran Aristoteles dan berfikir secara kritikal terhadap beberapa hal dalam teori
fizik paripatetik, seperti berkaitan dengan masalah gerak dan tempat. Ini kerana
semua yang dilakukannya itu selalunya berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam,
serta meletakkan sains sebagai alat untuk menyingkap rahsia alam. Hasil kajian dan
penelitiannya akhirnya adalah untuk mengakui akan wujudnya Allah sebagai maha
pencipta. Menurut Al-Biruni jika seorang ilmuwan ingin membezakan kebenaran dan
kepalsuan, dia perlu menyelidiki dan mempelajari alam.
Dalam bukunya Al-Jamahir, Al-Biruni juga menegaskan, "Penglihatan adalah
penghubung apa yang kita lihat dengan tanda-tanda kebijaksanaan Allah dalam
ciptaan-Nya. Daripada penciptaan alam tersebut kita akan menemukan kewujudan
Yang Maha Pencipta". Pandangan Al-Biruni ini tentu berbeza sekali dengan

pandangan saintis Barat pada zaman moden ini yang mengenepikan sains daripada
agama. Pandangan mereka tentang alam seolah-olah menafikan keberadaan Allah
sebagai pencipta.
Kejayaan Al-Biruni dalam bidang sains dan ilmu pengetahuan ini turut mendapat
pujian ilmuwan Barat. Max Mayerhof misalnya menyatakan, "Abu Raihan
Muhammad ibn Al-Biruni digelar sebagai ahli kedoktoran, astronomi, matematik,
ilmu fizik, geografi , dan sejarah. Dia mungkin sosok paling menonjol dan peneraju
zaman keemasan ilmu pengetahuan Islam."
Pengakuan yang sama juga dinyatakan oleh ahli sejarah asal India, Si JN Sircar.
Beliau menulis "Hanya sedikit yang memahami fizik dan matematik. Di antara yang
sedikit itu yang terbesar di Asia adalah Al-Biruni, sekaligus filsuf dan ilmuwan. Ia
pakar dalam kedua bidang tersebut." Tokoh dan ilmuwan ulung ini akhirnya
menghadap Ilahi Rabbi pada 1048 M, semasa berusia 75 tahun.

Tokoh Islam - Biografi singkat "Abu Rayhan al-Biruni"

Abu Rayhan al-Biruni adalah seorang sarjana Muslim besar Persia abad 10 dan 11.
Seperti banyak cendekiawan Muslim, ia percaya bahwa ia bisa lebih dekat dengan
Allah jika ia memahami ciptaan-Nya. Meskipun hidupnya dan kontribusinya
terhadap ilmu pengetahuan bisa menjadi rujukan dari seluruh buku, tapi dalam hal
ini kita akan melihat hanya dari aspek geografis karya ilmiahnya saja.

Al-Biruni, adalah seorang sarjana Persia yang lahir pada 973 di Khwarazm, sekarang
dikenal sebagai Karakalpakstan (Uzbekistan). Ia belajar di bawah bimbingan
astronom dan matematika terrkenal, Abu Nasr Mansur. Pada usia 17 dia telah
terlibat dalam penelitian ilmiah. Pada tahun 990. Ia menentukan lintang Kath
(Uzbekistan) dengan mengamati ketinggian maksimum matahari.

Dia menulis Kartografi nya yaitu proyeksi sekitar peta. Serta menggambarkan
sendiri proyeksi belahan bumi ke pesawat. Pada usia 22 ia telah mempelajari
berbagai proyeksi peta dan dikumpulkan menjadi satu dalam bentuk lembaran.

Di tahun 995 m ketika pemerintahan bangsa Irak digulingkan dalam kudeta. AlBiruni melarikan diri untuk menghindari pecahnya perang saudara.

Pada tanggal 4 Juni 1004 M al-Biruni kembali ke tanah airnya. dan ketika itu Abu'l
Abbas Ma'mun yang ketika itu menjadi penguasa, menyediakan sumber daya
penting untuk mmendukung penelitian ilmiah al-Biruni.

Konflik bersenjata yang terjadi ketika itu, menjadikan Al-Biruni tidak melanjutkan
penulisan karya-karyanya lagi dan itu menyebabakn dia pergi dan meninggalkan
Khwarazm di sekitar tahun 1017.

Tidak hanya itu Al-Biruni juga mempelajari sastra India, dan banyak dari tulisan
yang masih dalam bahasa Sansekerta diterjemahkan oleh al-biruni ke dalam bahasa
Arab. Dia al-biruni juga menulis risalah tentang astronomi India dan matematika.

Dan
tidak
dipungkiri
lagi bahwa pengalaman dan
kedalaman
ilmu beliau tentang ilmu astrologi, astronomi, kronologi, geografi, tata bahasa,
matematika, kedokteran, filsafat, agama, berat dan ukuran.

Di sekitar tahun 1021 al-biruni menulis salah satu karya fenomenalnya dalam
bentuk teks yaitu Shadows. Ini merupakan warisan berharga dari sejarah
matematika, astronomi, dan fisika. Dia juga pelopor dari apa yang kemudian hari
akan dikenal sebagai koordinat polar.

Al biruni juga terinspirasi dari konsep yang disampikan oleh Ptolemy(ilmuan


yunani) tentang bentuk bola bumi dan komponen geografisnya. Dalam al-Qanun alMasudi, ia berbicara tentang teori astronom Yunani tentang bumi dan mengkritisi
tentang pendistributian wilayah darat dan laut dengan pengetahuan baru dan
pemikiran.

Dalam Tahdd ia menjelaskan tentang perubahan iklim dan stratigrafi. Di India ia


menafsirkan teori bumi tentang kedua Purana (teks agama tentang sejarah alam
semesta dari penciptaan sampai kehancuran) dan para astronom India.

Al-Biruni membuat kontribusi besar untuk geodesi dan geografi. Dia


memperkenalkan teknik untuk mengukur bumi dan jarak berdasarkan triangulasi.
Dia mengklaim bahwa jari-jari bumi adalah 6.339,6 km, dengan mengamati
ketinggian sebuah gunung di India. Canon Masudic nya dapat menentukan bahwa
suatu meja dapat menentukan koordinat enam ratus tempat. Beberapa dari karnya
itu disumbangkan oleh al-Khwarizmi (ilmuan persia, 780-850).

Dalam kedatangannya ke organisasi geografis dunia, Al-Biruni menerima pelajaran


tentang ajaran Yunani dari tujuh climes, dan juga menjelaskan dengan teliti dan
dalm tentang tujuh kevars (Persia Kuno dipahami sebagai dunia luas, bulat dan
dikelilingi oleh pegunungan tinggi) dari gografi persia kuno dan tujuh dvpas
("semenanjung, pulau" dalam mitologi India) dari Purana India.

Al-Biruni lebih memfokuskan ke lokasi di tempat yang relatif sama antara satu
dengan yang lain, baik itu lintang dan bujur, dan perhitungan azimuths mereka
(pengukuran sudut dalam sistem koordinat bola) dari kiblat (arah ke Mekah).

Al-Biruni tidak memenuhi masalah untuk menetapkan garis lintang setempat.


Perbedaan bujur antara dua tempat yang berbeda adalah kendala utamanya. Ia
berhasil mengatasinya dengan menilai perbedaan longitudinal yang didasarkan
pada perubahan jarak jadwal antara dua daerah, dengan menggunakan garis
lintang masing-masing, dan nilai yang ditentukan untuk keliling bumi. Setelah
menetapkan perbedaan memanjang antara tempat-tempat lintang telah diketahui
dan Mekkah telah ditentukan, maka dia pun berhasil menghitung secara akurat
arah kiblat tersebut.

Dan Abu Rayhan al-Biruni pun menghabiskan masa-masa akhir hayatnya di


Ghazni(pakistan) dan meninggal kemudian dikuburkan disana. pada tahun 1.048

Ilmuwan Islam Yang Asing

Membaca biografi Al Biruni saya jadi mengagumi betapa ia tak


pernah lelah dalam mengurusi dan mendalami ilmu
pengetahuan, disini saya justru tak menemui kisah Al Biruni
menikah dan memiliki keluarga, mungkin benar bahwa ilmuwan
islam dimasa dahulu disibukkan oleh pengetahuan sehingga ia
tak sempat atau lupa mengurusi urusan menikah. Aduh, kalau
untuk ini, saya pikir saya tak mesti mencontoh Al Biruni.
Hmm

Oleh Arif Saifudin Yudistira*)

Membaca buku banyak tak selalu membuat kita menjadi


tenang dan menambah kepercayaan diri. Setidaknya itu yang aku
rasakan tatkala purna membaca biografi Al Biruni ,Pakar
Geografi dan Astronomi (1992). Buku terbit sebelum reformasi,
bacaan-bacaan seperti ini memang yang aku cari, yang kini
kuanggap langka. Buku diterbitkan oleh CV Pustaka Mantiq
diterjemahkan oleh LPPMI Yogyakarta. Buku dikarang oleh
Sulaiman Fayyadh , buku ini aslinya diterbitkan oleh Markaz AlAhran Kairo Mesir. Jarak yang jauh, tetapi tidak menghalangiku
untuk membaca dan mengerti ilmuwan islam satu ini. Aku
membaca
ini
sebagai
sebuah
ikhtiarku
memberantas
kebodohanku dan kekurangtahuanku akan ilmuwan islam. Aku
jadi tersentuh, dan diajak masyuk ke dalam buku ini oleh
pengarang. Buku ini kudapat waktu siang tadi (rabu, 21/1/2015)
ketika pergi ke Gladag. Awalnya aku pinjam uang dari teman
guruku, 50 ribu, malah dikasih 100 ribu. Untung, setelah buat
bayar utang ke pedagang sana, aku memilah dan memilih buku.
Aku dapat buku serial psikologi popular penerbit Arcan. Penerbit
Arcan kukenali sebagai penerbit bermutu setidaknya dari
beberapa buku yang aku baca. Aku membeli buku tentang anak
juga terbitan gramedia tahun 90-an. Dan aku membeli buku
biografi Al Biruni ini. Aku membacanya sepulang dari Gladag.
Mata terantuk-antuk, mungkin lelah. Tapi apa boleh buat, buku
masih di tangan, dan aku habis membacanya. Aku mendapati
riwayat Al Biruni semula bernama Abu Raihan. Ia adalah
ilmuwan islam abad 10 M. ia lahir pada hari Sabtu, bulan
September tahun 963 Masehi (h.16.).
Al Biruni kecil alias Abu Raihan adalah seorang yang
menyukai bunga, tanaman dan tetumbuhan. Kesukaannya pada
tumbuhan inilah kelak ikut mempengaruhi pada masa besarnya
yang tumbuh menjadi ahli botani. Al-Biruni di usia belia, yakni
sebelas tahun ia diajak belajar oleh ahli botani dari Yunani. Ia

diajak belajar bahasa Yunani dan Suryani. Di usai belia ia sudah


menguasai empat bahasa. Kemudian di usia empat belas tahun ia
diserahkan ke guru Abu Nashr Manshur Ibnu Ali Bin Iraq, ia
adalah keturunan dari Khawarizmi yang berkuasa di kota Kats.
Di tempat sang putera raja yang ilmuwan inilah, Abu Raihan
kemudian menghabiskan waktunya untuk mempelajari berbagai
ilmu. Diantaranya adalah ilmu matematika dan falaq. Gurunya
mengatakan kepadanya : Kini, kau telah mahir dan tahu
jalannya untuk menjadi ahli ilmu falaq, wahai Birunni !
Kemahiranmu dalam bidang falak telah sama dengan
kecakapanmu dalam bidang botani. Nah, manakah yang akan
engkau pilih sebagai spesialisasi? Tanya pangeran dengan
penuh bangga. Ia menjawab : Tuanku, ilmu ibaratnya laut yang
tak bertepi. Dengan segenap jiwa dan pikiran, aku ingin terus
mempelajari berbagai ilmu yang telah difahami orang lain
(h.19). Setelah dari Abu Nashr, ia kemudian belajar tentang
filsafat dan teori klasik dari Abdush Shamad Al Hakim.
Al Biruni semula adalah seorang yang tak tertarik dengan
politik. Ia ingin menyibukkan diri dengan percobaan-percobaan.
Dari Gurunya Al Khujandi , Al Biruni menuliskan pengamatannya
dalam buku yang berjudul Hikayatul Alati Al Musammat
Bisuduusil Al-Fakhri (Kisah Alat Persegi Enam Al-Fakhri). Buku
ini menjelaskan secara rinci alat teropong bintang yang sudah
jadi. Al Biruni masih saja bertekun mengurusi ilmu ketimbang
soal politik, meski daerah yang ia tempati (Kats) sedang kisruh
politik. Ia kemudian terpaksa pindah ke Bukhara. Di kota ini ia
mengungkapkan kepada ilmuwan tentang kecepatan cahaya
melebihi kecepatan suara. Ia berhasil membuat asas atau
pedoman untuk menimbang unsure-unsur logam dalam daftar
mandelaf di jaman modern. Semua yang ia alami dan selidiki itu
kemudian ia tuangkan dalam bukunya Ilmu Pengetahuan Umum
Tentang Permata dan buku Antara Bijih Besi dan Permata dalam
Berat Jenis. Buku itu diterbitkan dan kemudian menjadi
penghuni perpustakaan RajaAl-Manshur. Ketika di As samaniah

terjadi pertempuran yang hebat, terpaksa Al Biruni pindah ke


Negara Jurjani. Di negeri ini, ia menghadiahkan raja Syamsul
Maali sebuah buku berjudul Peninggalan-Peninggalan dari
Bangsa yang telah Sirna. Di Jurjani ini ia bertemu dengan dua
gurunya yakni Abdush Shamad, dan Ibnu Maskawaih ahli
matematika.
Al Biruni pun mulai tak dapat melepaskan pada persoala
politik. Ia kemudian menjadi penasehat Raja. Di wilayah Jurjani
ia menghasilkan buku Pengetahuan Awal tentang Astronomi dan
Ilmu Menentukan Batas dan Jarak. Ia juga menerbitkan buku
Teropong Bintang dan Hukum Ilmu Pengetahuan Yang ditetapkan
oleh Al-Masudi. Ia telah banyak berubah yang semula seorang
pencari kayu bakar kini telah berubah menjadi seorang ilmuwan
yang diperhitungkan dunia. Ketika ia diminta Sultan Mahmud ke
India ia pun menghasilkan buku Tahqiq tentang India, karyakarya yang rasional dan Tak Rasional. Buku itu kemudian diberi
judul sejarah India oleh orang barat. Al Biruni sebagai seorang
ahli matematika ia menciptakan metode matematika yang baru
untuk menentukan empat arah mata angin. Ia menemukan
bahwa noktah jarak matahari dari bumi bergerak satu derajad
dalam 250 tahun. Jauh sebelum ilmuwan barat mengatakan
bahwa bumi itu bulat, AL Biruni sudah mengemukakan hal itu.
George Sarton, Carlo Nallino dan Mayerhov, Arter Ibhem Bob,
dan Schaht menilai Al-Biruni sebagai berikut : Abad XI Masehi
merupakan abad Al-Biruni. Ia adalah tokoh dan Ilmuwan Islam
terbesar.Astronom yang paling cerdas dan paling luas
ilmunya.Namanya adalah yang paling menonjol dari sederetan
ilmuwan besar yang berwawasan luas, yang merupakan cirri
khas mereka pada jaman keemasan Islam. Dalam monument
untuk mengenang ilmuwan terbesar di dunia, Al Biruni harus
ditempatkan pada posisi yang terhormat. Ia termasuk salah
seorang pemikir yang paling menonjol sepanjang masa.
Kejeniusan Al-Biruni tak obahnya otak-otak besar, berciri
universal, tidak terikat oleh waktu.Tanpa Al-Biruni tidak

mungkin penulisan sejarah, matematika, astronomi, geografi,


ilmu-ilmu humaniora atau perbandingan agama bisa lengkap.
Sebab, apa yang ditulis oleh Al Biruni sejakl 1000 tahun yang
silam mendahului sejumlah metode dan aksiomatika yang
dikatakan modern.
Membaca biografi Al Biruni saya jadi mengagumi betapa ia
tak pernah lelah dalam mengurusi dan mendalami ilmu
pengetahuan, disini saya justru tak menemui kisah Al Biruni
menikah dan memiliki keluarga, mungkin benar bahwa ilmuwan
islam dimasa dahulu disibukkan oleh pengetahuan sehingga ia
tak sempat atau lupa mengurusi urusan menikah. Aduh, kalau
untuk ini, saya pikir saya tak mesti mencontoh Al Biruni.
Hmm

2. Al-Biruni
Bernama lengkap Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al Biruni, ilmuwan besar ini dilahirkan
pada 362 H (15 September 973 13 Desember 1048), di desa Khath yang merupakan ibukota
kerajaan Khawarizm, Turkmenistan (kini kota Kiva, wilayah Uzbekistan). Ia lebih dikenal
dengan nama Al Biruni. Nama Al Biruni sendiri berarti asing, yang dinisbahkan kepada
wilayah tempat tanah kelahirannya, yakni Turkmenistan. Kala itu, wilayah ini memang
dikhususkan menjadi pemukiman bagi orang-orang asing.
Dalam bukunya, Al-Jamahir, Al-Biruni juga menegaskan, penglihatan menghubungkan apa
yang kita lihat dengan tanda-tanda kebijaksanaan Allah dalam ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam
tersebut kita menyimpulkan eksistensi Allah. Prinsip ini dipegang teguh dalam setiap
penyelidikannya. Ia tetap kritis dan tidak memutlakkan metodologi dan hasil penelitiannya.
Prestasi paling menonjol di bidang fisika ilmuwan Muslim yang pertama kali memperkenalkan
permainan catur ke negeri-negeri Islam ini adalah tentang penghitungan akurat mengenai
timbangan 18 batu. Selain itu, ia juga menemukan konsep bahwa cahaya lebih cepat dari suara.
Dalam kaitan ini, Al-Biruni membantah beberapa prinsip fisika Aristotelian seperti tentang gerak
gravitasi langit, gerak edar langit, tempat alamiah benda serta masalah kontinuitas dan
diskontinuitas materi dan ruang.
Dalam membantah dalil kontinuitas materi yang menyatakan, benda dapat terus-menerus dibagi
secara tak terhingga, Al-Biruni menjelaskan bahwa jika dalil itu benar tentu benda yang bergerak
cepat tidak akan pernah menyusul benda yang mendahuluinya, namun bergerak lambat.
Kenyataannya, urai Al-Biruni, dalam pengamatan kita, benda yang bergerak cepat dapat
menyusul benda yang mendahuluinya seperti bulan yang mendahului matahari karena gerak
bulan jauh lebih cepat daripada matahari. Lalu Al-Biruni menjelaskan bahwa alangkah hinanya
jika kita menafikan pengamatan atas kenyataan itu.
Sebagai seorang fisikawan, Al-Biruni memberikan sumbangan penting bagi pengukuran jenis
berat (specific gravity) berbagai zat dengan hasil perhitungan yang cermat dan akurat. Konsep ini
sesuai dengan prinsip dasar yang ia yakini bahwa seluruh benda tertarik oleh gaya gravitasi
bumi.
Teori ini merupakan pintu gerbang menuju hukum-hukum Newton 500 tahun kemudian. Al
Biruni juga mengajukan hipotesa tentang rotasi bumi di sekeliling sumbunya. Konsep ini lalu
dimatangkan dan diformulasikan oleh Galileo Galilei 600 tahun setelah wafatnya Al Biruni.

Anda mungkin juga menyukai