Anda di halaman 1dari 17

ABBASIYAH

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

NAMA : UMMI ATHIYAH


SUHENDRA
SITI CHODIJAH
SEMESTER : III - C
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perbedaan ummat islam, Bani Abbasiyah mrupakan salah satu bukti sejarah
peradaban ummat islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat
islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada masa ini banyak kesuksesan
yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu bidang Ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan. Hal
inilah yang perlu kita ketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat islam bahwa
peradaban ummat islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui kesuksesan
Negara-negara Eropa.
Dengan kita mengetahui bhwa dahulu perbedaan ummat islam itu diakui oleh seluruh
dunia, maka akan memotifasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai sejarah
peradaban ummat islam sehingga kita akan mencoba untuk mengulangi masa keemasan itu
kembali nantinya oleh generasi ummat islam saat ini.
Hal ini berlaku pula bagi kita para mahasiswa untuk tidak hanya sekedar paham sains
tapi juga paham akan sejarah kebudayaan islam di masa lalu untuk menganalisa dan
mengambil ibrah dari setiap peristiwa yang pernah terjadi. Seperti yang kita ketahui setelah
tumbangnya kepemimpinan masa khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan
Islam pada masa itu menjadi masa daulah, dan dalam makalah ini akan disajikan sedikit
tentang masa daulah Abbasiyah.
Dengan segala keterbatasan tim penulis, maka dalam makalah ini tidak akan
dijabarkan satu persatu secara rinci, tapi akan dibahas inti dari masa daulah Abbasiyah pada
waktu itu.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana proses terbentuknya Dinasti Abbasiyah?


b. Siapa saja Tokoh pada masa Dinasti Abbasiyah yang mempunyai peran penting dalam
menggulingkan Dinasti Ummayah?
c. Bagaimana gerakan perjalanan Dinasti Abbasiyah?
d. Kemajuan dan kemunduran Daulah Abbasiyah?

PERADABAN ISLAM PADA MASA ABBASIYAH

A. KELAHIRAN ABBASIYAH
Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Umayyah. Nama Dinasti
Abbasiyah diambil dari salah seorang dari paman Nabi Muhammad SAW yang bernama
Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib Ibn Hasyim. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari
pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, karena mereka adalah cabang dari Bani
Hasyim yang secara nasab keturunan yang lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka,
orang Umayyah secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi perang Siffin. Oleh
karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan pemberontakan
terhadap Dinasti Umayyah.

B. KEDUDUKAN KHALIFAH
Dalam drama besar politik Islam dibuka oleh Abu Al-Abbas (750- 754) yang
berperan sebagai pelopor Irak menjadi panggung drama besar itu. Dalam Khotbah
Penobatannya. yang disampaikan setahun sebelumnya di Mesjid Kufah, Khalifah
Abbasiyah pertama itu menyebut dirinya as-saffih, penumpah darah, yang kemudian
menjadi julukannya. Julukan itu pertanda buruk karena dinasti yang baru muncul ini
mengisyaratkan bahwa mereka lebih mengutamakan kekuatan dalam kebijakkannya
Orang Abbasiyah mengklaim dirinya sebagai pengsung konsep sejati kekhalifahan, yang
menggantikan pemerintahan sekuler (mulk) Dinasti Umayyah.sebagai ciri khas
keagamaan dalam dalam Istana kerajaannya, berbagai kesempatan seremonial seperti
ketika di nobatkan sebagai khalifah dan pada shalat Jumat, Khalifah mengenakan jubah
(Burdah) yang pernah dikenakan Oleh Saudara sepupunya, Nabi Muhammad.1 yang
pemerintahannya, begitu singkat. As-Saffah meninggal (754-755 M) karena penyakit
cacar air ketika berusia 30-an.Masa Kejayaan Abbasiyah terletak pada khalifah setelah
As- Saffah. Penulis mengutip Philip K.hitty2 bahwa masa Keemasan (golden prime)
Abbasiyah terletak pada 10 Khalifah. Kesepuluh khalifah tersebut As-Safah (750); Al-
Manshur (754); AlMahdi (775); Al-Hadi (785); Ar-Rasyid (786); Al-Amin (809); Al-
Ma'mun (813); A1-Muʼtashim (833); Al-Watsiq (842); dan Al-Mutawakkil (847). –

C. SISTEM POLITIK, PEMERINTAHAN DAN BENTUK NEGARA : BARMAKI,


BUWAIHI, DAN SALJUKI.
Dalam menjalankan sistem teknis pemerintahan, Dinasti Abbasiyah memiliki
kantor pengawas (dewan az-Zimani) yang pertama kali di perkenalkan oleh Al-Mahdi
dewan korespondensi atau kantor arsip (Dewan At -tawqi) yang menangani semua surat
resmi, dokumen politik serta instruksi dan ketetapan khalifah; dewan penyelidik keluhan;
departemen kepolisian dan pos. Dewan penyelidik keluhan (dewan an-nazhar fi al-
mazhalini) adalah sejenis pengadilan tingkat banding, atau pengadilan tinggi menangan
kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen administratif dan politik.
Cikal bakal dewan ini dapat dilacak pada masa Dinasti Umayah, karena Al-Mawardi
meriwayatkan Abd AlMalik adalah khalifah pertama yang menyediakan satu hari khusus
untuk mendengar secara langsung permohonan dan keluhan rakyatnya

D. KONDISI PEMERINTAHAN DAN POLITIK DINASTI BANI ABBASIYAH


Kekuasaan pada periode Bani Abbas ini menerapkan pola pemerintahan berbeda-
beda sesuai dengan kondisi politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan
dan politik terbagi menjadi lima periode, yakni:
1. Periode Awal atau Pengaruh Persia Pertama (750-847)
Masa ini di awali sejak Abu Abbas menjadi khalifah (123 H/750 M) dan
berlangsung hampir satu abad hingga meninggalnnya Khalifah Al-Wasiq (232 H/847
M). masa ini dianggap sebagai masa keemasan Abbasiyah karena berhasil

1
Philip K.hitty,op,cit,hlm 28
2
Ibid, Hlm 297
memperluas wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaannya membentang dari laut
Atlantik hingga sungai Indus, dan dari Laut kaspia ke sungai Nil.
Salah satu karakteristik pemerintahan Dinasti Abasiyyah adalah
menghilangkan Arabisme sehingga dengan adanya unsur non Arab yang
mempengaruhi pemerintahannya seperti Persia dan Turki. Hal ini menjadi keragaman
masyarakat faktor yang menguntungkan bagi Negara. Dengan hilangnya Arabisme
dalam pemerintahan, mendorang munculnya banyak tokoh pemerintahan selain
bangsa Arab.
Akan tetapi, di sisi lain hal ini pula yang menjadikan pemerintahan Dinasti
Abbasiyah tidak efektif pada masa selanjutnya yaitu ketika pemerintahan hampir
mayoritasnya dipegang oleh bangsa Buwaihi dan Saljuk.

2. Periode Lanjutan atau Turki Pertama (847-945),


Ada 13 khalifah yang memerintah pada masa ini, masa ini ditandai dengan
kebangkitan orang Turki salah satu cirinya adalah orang Turki memegang jabatan
penting dalam pemerintahan, terbukti dengan dibangunnya kota Samarra’ oleh al-
Mu’tashim. Sepeninggal al-Mutawakkil, para jenderal Turki berhasil mengontrol
pemerintahan, sehingga khalifah hanya dijadikan sebagai “boneka” atau simbol
seperti khalifah al-Muntanshir, al-Mustain, al-Mu’tazz, al-Muhtadi. Pada masa ini
pula dinamakan pada masa disintegrasi. Disintegrasi yang pada akhirnya menjalar
kenegara yang lebih luas, sehingga banyak negara yang memisahkan diri dari Dinasti
Abbasiyah dan menjadi wilayah yang merdeka, misalnya Afrika Utara, Spanyol,
Persia.
Adapun khalifah Bani Abbasiyah pada periode ini adalah:
a. Al-Mutawakkil (232-247 H/847-861 M)
b. Al-Muntashir (247-248 H/861-862 M)
c. Al-Mustain (248-252 H/862-866 M)
d. Al-Mu’tazz (252-255 H/866-869 M)
e. Al-Muhtadi (255-256 H/869-870 M)
f. Al-Mu’tamid (256-279 H/870-892 M)
g. Al-Mu’tadhid (279-289 H/892-902 M)
h. Al-Muktafi (289-295 H/902-908 M)
i. Al-Muqtadir (295-320 H/908-932 M)
j. Al-Qahir (320-323 H/932-934 M)
k. Ar-Radhi (323-329 H/934-940 M)
l. Al-Muttaqi (329-333 H/940-945 M)
m. Al-Mustakfie (332-334 H/944-946 M)

3. Periode Buwaihiyah atau pengaruh persia kedua (334-447 H/945-1054 M)


Ada 5 khalifah yang memerintah pada masa ini, masa ini berjalan lebih dari 150
tahun, namun secara de facto kekuasaan khalifah dilucuti dan bermunculan dinasti-dinasti
baru. Kemunculan dinasti Buwaihhiyyah ini, pada awalnya untuk menyelamatkan khalifah
yang telah jatuh sepenuhnya dibawah kekuasaan para pengawal yang berasal dari Turki.
Dominasi bani Buwaihiyyah berasal dari diangkatnya Ahmad bin Buwaih oleh al-
Muktafie sebagai jasa mereka dalam menyingkirkan pengawal-pengawal Turki.
Pengangkatan ini merupakan senjata makan tuan, dimana Ahmad bin Buwaih yang
diangkat sebagai amir umara’ dengan gelar Muiz Ad Daulah menurunkan Khalifah
Muktafie.
4. Periode Dinasti Saljuk Atau Pengaruh Turki Kedua (1054-1199 M)
Masa ini berawal ketika Saljuk mengontrol kekuasaan Abasiyyah dengan
mengalahkan Bani Buwaihiyyah dan berakhir dengan adanya serbuan Mongol. Kekuasaan
Saljuk berawal ketika penduduk Baghdad marah atas tindakan jenderal Arselan Basasieri
yang memaksa rakyat Baghdad untuk menganut syi’ah dengan cara menahan khalifah al-
Qaim dan menghapuskan nama-nama khalifah Abasiyyah diganti dengan nama khalifah
Fatimiah. Kondisi ini tidak berlangsung lama dengan dikalahkannya Arselan Basaseri oleh
Tughrul Bey yang pernah menjadi tentara bayaran Abasiyyah. Tughrul bey berhasil
mendudukkan khalifah al-Qaim pada jabatannya sebagai penguasa yang sah dan resmi
dengan gelar kehormatan Sulthan wa Malik As Syirqi wa Maghrib dan juga
mengawinkannya dengan putri khalifah al-Qaim, adapun khalifah yang memerintah masa
pengaruh Turki kedua ada 9.
Khalifah-khalifah itu hanya mempunyai wewenang dalam bidang keagamaan saja,
sedangkan bidang lainnya dibawah dominasi Turki.
a. Al-Qa’im (422-467 H/1031-1074 M)
b. Al-Mustanzir (467-487 H/1075-1094 M)
c. Al-Muqtadi (487-512 H/1094-1118 H)
d. Al-Mustarshid (512-529 H/1118-1134 H)
e. Al-Rasyid (529-530 H/1134-1135 M)
f. Al-Muqtafi (530-555 H/1135-1160 M)
g. Al-Mustanjid (555-566 H/1160-1170 M)
h. Al-Mustadi’ (566-575 H/1170 H-1180 M)
i. Al-Nasir (575-622 H/1180-1225 M)

5. Bebas Dari Pengaruh Lain (1199-1258)


Masa sesudah kekhalifahan Abasiyyah sebenarnya bebas dari pengaruh manapun
namun secara perlahan namun pasti menuju kehancuran dimana setelah berakhirnya
Mas’ud bin Muhammad yang menghabisi kekuasaan Seljuk maka kekhalifahan Abasiyyah
dikacau lagi dengan adanya kaum Khuarzamsyah dari Turki yang dulunya menjadi
pembantu Seljuk yang kemudian menamakan diri dengan Atabeg. Berkuasanya kaum
Khuarzamsyah dibawah kepemimpinan sultan Alaudin Takash memaksa khalifah Nashir
untuk mencari dukugan dari luar, dari bangsa Tartar Mongol untuk menghancurkan lawan
politiknya, dan inilah yang menjadi kesalahan terbesar Abasiyyah, karena selain
menghancurkan Khurzamsyah bangsa Tartar juga memusnahkan Baghdad dan kota Islam
lainnya hingga sampai masa hulagu khan cucu Jengis Khan
Adapun khalifah Bani Abbasiyah pada periode ini adalah:
a. Al-Nasir (575-622 H/1180-1225 M)
b. Al-Zahir (622-623 H/1225-1226 M)
c. Al-Mustansir (623-640 H/1226-1242 M)
d. Al-Musta’sim (640-656 H/1242-1258 M)

D. SISTEM SOSIAL
Di saat terjadi perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah, wilayah
geografis dunia islam membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir, Sudan, Syam,
Jazirah Arab, Iraq, Parsi sampai ke Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi
intensif penduduk setiap daerah dengan daerah lainnya. Interaksi ini memungkinkan
proses asimilasi budaya dan peradaban setiap daerah. Nyanyian dan musik menjadi tren
dan style kehidupan bangsawan dan pemuka istana era Abbasiyah. Anak-anak khalifah
diberikan les khusus supaya pintar dan cakap dalam mendendangkan suara mereka.
Seniman-seniman terkenal bermunculan pada masa ini diantaranya Ibrahim bin Mahdi,
Ibrahim al Mosuly dan anaknya Ishaq. Lingkungan istana berubah dan dipengaruhi
nuansa Borjuis mulai dari pakaian, makanan, dan hadirnya pelayan-pelayan wanita.
Dalam sebuah riwayat disebutkan Harun ar-Rasyid memiliki seribu pelayan wanita di
istananya dengan berbagai keahlian.
Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa persamaan.
Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistim
Administrasi dari tradisi setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri
dari bangsa Persia dan meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang
dikelilingi oleh bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan
agama Islam, Kristen, dan Majusi.

E. ORIENTASI POLITIK
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya.
Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat
tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani
Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan
terus berkembang.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh
Abu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada
pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M),
Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-
Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).

F. TALI IKAT PERSATUAN (AGAMA KOSMOPOLITANISME)


Pada masa khilafah Bani Abbas, banyak terjadi perpecahan dikalangan umat
Islam saat itu. Hal ini dikarenakan perbedaan pemikiran yang terjadi di dalam kalangan
Islam itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut khalifah Bani Abbas membuat peraturan
untuk dijadikan sebagai pemersatu umat Islam.
Salah satunya adalah dengan membentuk sebuah paham yang beranggapan bahwa
seseorang tidak perlu mempunyai kewarganegaraan, tetapi menjadi warga dunia.
Keputusan ini pun di sambut baik oleh umat Islam, karena mereka beralasan kalau setiap
orang tidak ada perbedaan diantara lainnya, tidak ada yang membedakan seseorang
dengan status kewarganegaraan, semuanya merupakan warga dunia yang sama antara
satu dengan yan lainnya.
G. Perkembangan Peradaban: Perkembangan Kota, Arsitektur, Teknologi, Industri,
dan Perdagangan
Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan industri rumah tangga berkembang
pesat dan maju. Industri kerajinan tangan menjamur diberbagai pelosok kerajaan. Daerah
Asia Barat menjadi pusat industri karpet, sutera, kapas, dan kain wol, satin, dan brokat
(dibaj), sofa (dari bahasa Arab, Suffah) dan kain pembungkus bantal, juga perlengkapan
dapur dan rumah tangga lainnya. Mesin penganyam Persia dan Irak membuat karpet dan
kain berkualitas tinggi. Ibu Al-Musta’in memiliki sehelai karpet yang dipesan khusus
seharga 130 juta dirham dengan corak berbagai jenis burung dan emas yang dihiasi batu
rubi dan batu-batuan indah lainnya.
Sejak masa khalifah kedua Abbasiyah, Al-Manshur, sumber Arab paling awal
yang menyinggung tentang hubungan maritim Arab dan Persia dengan India dan Cina
berasal dari laporan perjalanan Sulaiman At-Tajir dan para pedagang muslim lainnya
pada aba ke-3 Hijriah. Tulang punggung perdagangan ini adal sutra, kontribus terbesar
orang Cina kepada dunia Barat. Biasanya, jalur yang disebut “jalan sutra”, menyusuri
Samarkand dan Turkistan Cina.3
Barang-barang dagangan biasanya diangkut secara estafet; hanya sedikti khalifah
yang menempuh sendiri perjalanan sejauh itu. Di sebelah barat, para pedagang Islam
telah mencapai Maroko dan Spanyol. Pada masa Abbasiyah, orang-orang justru mampu
mengimpor barang dagangan, seperti rempah-rempah, kapur barus, dan sutra.
.

H. Strategi Kebudayaan Rasionalitas


Rasionalitas nampaknya menjadi pemicu berkembangnya kebudayaan pada masa
Bani Abbasiyah. Aliran-aliran teologi sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti
Khawarij, Murji’ah, dan Mu’tazilah. Teologi rasional Mu’tazilah muncul di ujung
pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks dan
sempurna baru dirumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama,
setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran rasional
dalam Islam. Tokok perumus pemikiran Mu’tazilah yang terbesar adalah Abu Al-Huzail
Al-Allaf (135-235 H/752-849 M) dan Al-Nazzam (185-221 H/801-835 M). Asy’ariyah,

3
bid., hlm. 132-134.
aliran tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh Abu Hasan Al-Asy’ari (873-935
M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak terpengaruh oleh logika Yunani.
Ini terjadi, karena Al-Asy’ari sebelumnya adalah pengikut Mu’tazilah.4

I. Perkembangan Intelektual; Keagamaan, Pendidikan, Sains, Teknologi, Astronomi,


Matematika, Filsafat, Kedokteran, Ilmu Bumi, Sejarah, Sastra.
Dalam bidang keagamaan, imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada
masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah (700-767 M) dalam
pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah,
kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya
telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, madzhab ini lebih banyak
menggunakan pemikiran rasional daripada hadits.5
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan
hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh madzhab hukum itu
ditengahi oleh Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad Ibn Hanbal (780-855 M).
Disamping empat pendiri madzhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas
banyak mujtahid mutlak lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan
mendirikan madzhabnya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang,
pemikiran dan madzhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
Pada masa Bani Abbas, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu
lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak
mengenal dasar-dasar bacaan, hitung-hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja
belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti: tafsir, hadits, fiqih, dan bahasa.
2. Tingkat Pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar
daerah menuntut ilmu kepada seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya
masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama.
Pengajarannya berlangsung di masji-masjid atu di rumah-rumah ulama bersangkutan.
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas,
dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih

4
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2004., hlm. 57
5
bid., hlm. 56-57
merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga
dapat membaca, menulis, dan berdiskusi.6
Perpustakaan (khizanat al-kutub) dibangun di Syiraz oleh penguasa Buwaihi, Adud
Ad-Dawlah (977-982) yang buku-bukunya disusun di atas lemari-lemari, didaftar dalam
katalog, dan diatur dengan baik oleh star administrator yang berjaga secara bergiliran.
Pada abad yang sama, kota Bashrah memiliki sebuah perpustakaan yang di dalamnya
para sarjana berkerja dan mendapatkan upah dari pendiri perpustakaan. Dan kota Rayy
terdapat sebuah tempat yang disebut Rumah Buku. Dikatakan bahwa tempat ini
menyimpan ribuah manuskrip yang diangkut oleh lebih dari empat ratus ekor unta.
Seluruh naskah itu kemudian didaftra dalam sepuluh jilid katalog.7
Dalam bidang sains, akibat pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju,
terutama melalui gerakan terjemahan, hal itu membawa kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan umum. Dalam bidang tafsir misalnya, sejak awal sudah dikenal dua metode
penafsiran. Pertama, tafsir bi al-ma’tsur, yaitu intepretasi tradisional dengan mengambil
intepretasi dari nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra’yi, yaitu metode rasional
yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat
sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas.
Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al ra’yi (tafsir rasional) sangat
dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan.8
Dalam bidang astronomi muncul seorang tokoh bernama Al-Biruni. Beliau adalah
Abu Raihan Muhammad al-Biruni yang tinggal di istana Mahmud di Gazni (Afganistan).
Selain itu, Al-Biruni juga ahli dalam bidang antropologi, matematika, dan sejarah. Al-
Biruni menulis buku dengan judul Kitab al-Hind atau Tahqiq ma al-Hind (Investigasi
atas India). Buku tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan antara tahun 1017-
1031 M di India.
Dalam bidang matematika terkenal nama Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi.
Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata “al-jabar” berasala dari judul bukunya, al-
Jabr wa al-Muqabalah.
Tokoh-Tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain Al-Farabi, Ibn Sina, dan
Ibn Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan,
etika, dan intepretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku

6
Ibid., hlm. 54-55.
7
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008., hlm. 136-137
8
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004., hlm. 56.
tentang filsafat. Yang terkenal di antaranya ialah al-Syifa’. Ibn Rusyd yang di dunia
Barat lebih dikenal dengan nama Averrpoes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang
filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme.
Dalam bidang kedokteran dikenal tokoh bernama Al-Razi dan Ibn Sina. Al-Razi
adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles
(campak). Dia juga orang pertama yang menyusun buku tentang kedokteran anak.
Sesudahnya ilmu kedokteran berada di tangan Ibn Sina. Ibn Sina yang juga seorang
filsuf, berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di antara karyanya
adalah al-Qanun fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam
sejarah.9 Kemudian dalam bidang sastra muncul tokoh penyair bernama Abu Ali al-Farisi
yang menulis Kitab al-Idhah (book of explanation). Sedangkan dalam ilmu bumi dikenal
tokoh bernama Istakhri.
J. Keruntuhan Bani Abbasiyah
Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada masa ini,
sehingga banyak daerah memerdekakan diri, adalah:
1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat
dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di
kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada
mereka sangat tinggi.
3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran
sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa
pengiriman pajak ke Baghdad.
Selain itu, penyebab kehancuran Bani Abbasiyah karena beberapa faktor berikut:
1. Faktor Intern
a. Lemahnya semangat patriotisme negara, menyebabkan jiwa jihad yang diajarkan
Islam tidak berdaya lagi menahan segala ancaman yang datang, baik dari dalam
maupun dari luar.
b. Hilangnya sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga kerusakan
moral dan kerendahan budi menghacurkan sifat-sifat baik yang mendukung
negara selama ini.

9
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004., hlm. 88
c. Tidak percaya pada kekuasaan sendiri. Dalam mengatasi berbagai
pemberontakan, khalifah mengundang kekuatan asing. Akibatnya, kekuatan asing
tersebut memanfaatkan kelemahan khalifah.
d. Kemerosotan ekonomi terjadi karena banyaknya biaya yang digunakan untuk
tentara, banyaknya pemberontakan dan kebiasaan para penguasa untuk berfoya-
foya, kehidupan para khalifah dan keluarganya serta pejabat-pejabat negara yang
hidup mewah.

2. Faktor Ektern
Disintegrasi, akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan pembinaan peradaban
dan kebudayaan Islam daripada politik, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai
melepaskan dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah. Mereka bukan sekedar
memisahkan diri dari kekuasan khalifah, tapi memberontak dan berusaha merebut pusat
kekuasaan di Baghdad.
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000
orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani
Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu
membendung "topan" tentara Hulagu Khan.
Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami ingin
mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah, "Saya
telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak
perempuannya dengan Abu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian,
Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali
kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk".
Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan
membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan
kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para
panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari
ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar
dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata tidak benar. Mereka semua,
termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di
Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota
lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan
memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan
gerakan ke Syria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja
mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari
masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat
kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan
itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu
Khan tersebut.

K. Transmisi Peradaban dan Kebudayaan Muslim ke Dunia Barat


Kemajuan dunia Barat termasuk di dalamnya Eropa yang terus berkembang
hingga saat ini banyak berhutang budi pada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang
berkembang pada periode klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam
mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting
adalah Spanyol Islam.10
Keuntungan Perang Salib bagi Eropa adalah menambah lapangan perdagangan,
mempelajari kesenian, dan penemuan penting, seperti kompas pelaut, kincir angin dari
orang Islam. Mereka juga dapat mengetahui cara bertani yang maju dan mempelajari
kehidupan industri timur yang lebih berkembang. Ketika kembali ke Eropa, mereka
mendirikan sebuah pasar khusus untuk barang-barang timur.11 Orang barat mulai
menyadari kebutuhan akan barang-barang dari timur, dan karena kepentingan ini
perdagangan antara timur dan barat menjadi lebih berkembang.
Selain itu, Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa untuk
menyerap peradaban Islam. Pengaruh peradaban Islam ke Eropa berawal dari
banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam
di Spanyol, seperti Universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca.
Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-
ilmuwan Muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya,
mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa
adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M.

10
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004., hlm.
108.

11
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008., hlm. 175.
BAB III
PENUTUPAN

Kesimpulan

Dinasti Abbasiyah adalah pengubah peradaban dunia Islam setelah Dinasti


Ummawiyah. Yakni selama lima abad, dari 750-1258 M. Dinasti ini pun berasal dari nama
keluarga Bani Hasyim, yang seketurunan dengan nabi Muhammad SAW. Pada zaman
Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial,
ekonomi dan budaya.
Selama lima abad, pemerintahan ini pun ada 37 khalifah yang menjalankan amanah
menjadi pemimpin muslimin. Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dapat dibagi dalam dua
periode. Periode I adalah masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu
Abbas sampai al-Mustakfi. Periode II adalah masa 945-1258 M, yaitu masa al-Mu’ti sampai
al-Mu’tasim. Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada
waktu itu dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat. Wizaraat
ini dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak
terbatas), periode Bani Abbasiyah membawa peradaban keemasan Islam di penjuru dunia.
Sedangkan pada abad ke 10 M ini sistem kekhalifahan akhirnya menjadi terpecah menjadi
tiga bagian, yakni Bagdad, Afrika Utara, dan Spanyol. Di Mesir, Muhammad ikhsyid
berkuasa atas nama Bani Abbas. Di Halb dan Mousil, Bani Hamdan muncul, begitu pula di
Yaman, syiah Zaydiyah semakin kuat dengan kelompoknya. Di Bagdad, bani Buhawiyah
berkuasa secara de Facto dan menjalankan pemerintahan Bani Abbas, sehingga khalifah
hanya tinggal nama saja.
Faktor-faktor yang menjadi sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah: 1. Faktor
internal, dari keluarga khalifah, untuk merebutkan kekuasaan. 2. Kehilangan kendali dan
munculnya dinasti-dinasti kecil. Dengan ketidak seimbangnya kekuasaan dalam negeri maka
tibalah pasukan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, menumbangkan Dinasti Abbasiyah.
Sehingga runtuhlah Dinasti yang telah berkibar selama lima Abad.

DAFTAR PUSTAKA

Hitti Philip K, History Of The Arab, London : The Mac Millan Press,1974
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Jakarta; PT. RajaGrafindo
Persada, 2004
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008

Anda mungkin juga menyukai