PENDAHULUAN
Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah bagian dari rukun
Iman kepada Allah, dimana beriman kepada Allah harus meliputi iman
kepada Wujud Allah, RububiyahNya, UluhiyahNya dan Nama dan sifat-
sifatnya. Beriman kepada nama dan sifat Allah memiliki kedudukan yang
tinggi dan sangat penting dalam agama Islam. Seorang muslim tidak mungkin
dapat beribadah dengan sempurna tanpa mengetahui nama-nama dan sifat-
sifat Allah Ta’alaa.
َسيجْ زَ ْونَ أ َ ْس َمائَ َه فَي ي ْل َحدونَ الّذَينَ َوذَروا بَ َها فَادْعوه ْالح ْسنَى األ ْس َماء َو َ ّلِل
َ يَ ْع َملونَ كَانوا َما
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
‘alaihi wa sallam, serta mengimani maknanya dan hukum-hukumnya tanpa
Tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil/tasybih.
Yaitu mengubah atau mengganti makna yang ada pada nama dan sifat
Allah, tanpa dalil.
2. Ta’thil (menolak)
3
4. Tamtsil/Tasybih (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya)
Misalnya, berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan
budi, Allah bersemayam di ‘arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci
Allah dari adanya makhluk yang serupadengan-Nya.
Makna tauhid asma’ dan sifat adalah beriman kepada nama-nama
Allah dan sifat-sifat-Nya sebagai mana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah menurut apa yang pantas bagi Allah, tanpa ta’wil,
ta’thil, takyif, dan tamsil. Allah berfirman:
َ ض َجعَ َل لَكم َم ْن أَنفسَك ْم أ َ ْز َواجا ً َو َمنَ ْاأل َ ْنعَ َام أَ ْز َواجا ً يَذْ َرؤك ْم فَي َه لَي
ْس َ ت َو ْاأل َ ْر
َ س َم َاوا َ َف
ّ اطر ال
صيرَ َش ْي ٌء َوه َو الس َّميع الب َ ك ََمثْ َل َه
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-
pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu.
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha
Mendengar dan Melihat. (Q.S asy-syura :11)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa tidak adanya sesuatu
yang menyerupai-Nya dan Dia menetapkan bahwa Dia adalah Maha
mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia diberi nama dan disifati dengan
nama dan sifat yang Dia berikan untuk diri-Nya dan dengan nama dan sifat
yang disampaikan oleh Rosul-Nya. Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam hal
ini tidak boleh dilanggar, karena tidak seorang pun yang lebih mengetahui
Allah daripada Allah sendiri, dan tidak ada sesudah Allah orang yang lebih
mengetahui Allah daripada Rosulullah.
Siapa yang mengingkari nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya atau
menamakan Allah dan menyifati-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat
makhluk-Nya, atau mena’wilkan dari maknanya yang benar, maka dia
telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah dan
Rosul-Nya. Allah berfirman:
4
sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang
(tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih zalim daripada orang-
orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?
(Q.S Al-kahf:15)1
Setiap surah Al-Quran pasti menyebut salah satu nama atau sifat-
sifat Allah, seperti surah Al-ikhlash yang secara keseluruhan membahas
tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Allah berfirman:
allaahu alshshamadu
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
1
DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid, Ummul Qura, Jakarta Timur, 2014, hlm. 71.
5
sesuatu memerlukan-Nya. Makna ini menunjukan itsbat (penegasan) dan
tanzih (memahasucikan Allah dari segala kekurangan). Itsbat maksudnya
menegaskan sifat-Nya, Dia-lah Rabb tempat bergantung segala sesuatu,
segala sesuau merujuk pada-Nya, karena Dia menyandang seluruh sifat-
sifat sempurna, Dia maha kuasa atas segala sesuatu, Maha berbuat seperti
yang Dia kehendaki, ditangan-Nya kendali untuk menciptakan, mengatur
segala urusan, dan memberi balasan. Kekuatan apapun yang dimiliki
makhluk tidak lain berasal dari-Nya, jika kehendak Allah tetap
mempertahankan kekuatan pada makhluk tersebut, jika berkhendak lain
Allah akan mencabutnya. Dia-lah tempat kembali dan tempat berharap
segala sesuatu.
Tanzih maksudnya menyandangkan sifat tidak memerlukan apa
pun untuk-Nya. Allah sama sekali tidak membutuhkan apa pun secara
mutlak, tidak pada wujud-Nya, karena Dia yang pertama, tidak ada sesuatu
sebelum-Nya, tidak beranak dan tidak pula dilahirkan. Tidak pula pada
keberadaan-Nya, karena Dia-lah yang memberi makanan dan tidak butuh
makanan, tiada sekutu ataupun penolong dalam segala perbuatan-Nya.
Sifat esa dan tempat bergantung segala sesuatu menunjukan bahwa
Allah menyandang sifat sempurna secara mutlak. Kedua sifat ini juga
menunjukan makna lain yaitu menafikan kepemilikan anak keturunan
bagi-Nya.
Katakanlah: "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang
menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak
memberi makan?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintah supaya aku
menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan
sekali-kali kamu masuk golongan orang musyrik".
6
(Q.S Al-An’am:14)
“Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal
Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia
mengetahui segala sesuatu.”
(Q.S Al-An’am:101)
7
Ayat ini menafikan kesamaan makhluk dengan Al-khaliq, seperti itu juga
firman-Nya:
Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan
Dia (yang patut disembah)? (Q.S Maryam:65)
Yaitu, tiada suatupun yang menyamai-Nya, tiada banding, dan tiada
tanding yang setara dengan-Nya. Allah mengingkari kesamaan dan
penyerupaan dengan makhluk. Dengan demikian jelas, bahwa Allah
Mahasuci dari segala aib dan kekurangan. Hai ini dijelaskan dalam surah
AL-ikhlash.2
2
Ali Muhammad ash-Shalaby, Iman Kepada Allah, Ummul Qura, Jakarta Timur, 2014, hlm. 109.
8
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
( Qs; Al-A’raf; 180).
Ayat yang agung ini menunjukkan hal-hal berikut:
1. Menetapkan nama-nama( asma’) untuk Allah SWT, maka siapa yang
menafikannya berarti ia telah menafikan apa yang telah ditetapkan Allah
dan juga berarti dia telah menentang Allah SWT.
2. Bahwasanya asma’ Allah SWT semuanya adalah husna. Maksudnya
sangat baik. Karena ia mengandung makna dan sifat-sifat yang sempurna,
tanpa kekurangan dan cacat sedikit pun. Ia bukanlah sekedar nama-nama
kosong yang tak bermakna atau tak mengandung arti.
3. Sesungguhnya Allah memerintah berdo’a dan ber-tawassul kepadaNya
dengan nama-namaNya. Maka hal ini menunjukkan keagungannya serta
kecintaan Allah kepada do’a yang disertai nama-namaNya.
4. Bahwasanya Allah SWT mengancam orang-orang yang ilhad dalam
asma’-Nya dan Dia akan membalas perbuatan mereka yang buruk itu.
Ilhad menurut bahasa condong. Ilhad di dalam asma’ Allah berarti
menyelewengkannya dari makna-makna agung yang dikandungnya kepada
makna-makna batil yang tidak dikandungnya. Sebagaimana yang
dilakukan orang-orang yang men-ta’wilkannya dari makna-makna
sebenarnya kepada makna yang mereka ada-adakan.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tauhid asma dan sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama
dan sifat Allah, yang telah Dia tetapkan bagiNya dalam kitab-Nya ataupun
dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta mengimani
maknanya dan hukum-hukumnya kita bisa mengambil hikmah mengenai
bagaimana cara menerapkan nilai-nilai asma wa sifat pada diri sendiri dan
kehidupan bermasyarakat.
Asma Wa Sifat adalah sesuatu yang sangat penting untuk kita pelajari
dan kita amalkan sehingga kita diharapkan mampu menjadi pribadi yang lebih
baik bagi diri sendiri dan masyarakat. Oleh karena itu kandungan dari asma wa
sifat dapat menuntun kita ke jalan yang lurus dan memperbaiki sifat – sifat kita
secara tidak langsung.
Apabila kita telah mengenali kesempurnaan Allah dan keindahan-Nya,
maka akan menumbuhkan cinta khusus dan kerinduan yang sangat besar untuk
bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga akan meningkatkan
ibadah-ibadah lainnya.
B.Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi mahasiswa
STAIN MADINA dan dapat menambah pengetahuan mengenai ilmu Tauhid,
penulis juga berhap setelah membaca makalah ini kita dapat meningkatkan lagi
keimanan kita terhadap Allah SWT.
10
DAFTAR PUSTAKA
DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid, Ummul Qura, Jakarta Timur,
2014, hlm. 71.
Ali Muhammad ash-Shalaby, Iman Kepada Allah, Ummul Qura, Jakarta Timur,
2014, hlm. 109.
11