Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah bagian dari rukun
Iman kepada Allah, dimana beriman kepada Allah harus meliputi iman
kepada Wujud Allah, RububiyahNya, UluhiyahNya dan Nama dan sifat-
sifatnya. Beriman kepada nama dan sifat Allah memiliki kedudukan yang
tinggi dan sangat penting dalam agama Islam. Seorang muslim tidak mungkin
dapat beribadah dengan sempurna tanpa mengetahui nama-nama dan sifat-
sifat Allah Ta’alaa.

Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman

َ‫سيجْ زَ ْونَ أ َ ْس َمائَ َه فَي ي ْل َحدونَ الّذَينَ َوذَروا بَ َها فَادْعوه ْالح ْسنَى األ ْس َماء َو َ ّلِل‬
َ ‫يَ ْع َملونَ كَانوا َما‬

hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan


menyebut asmaa-ul husna itu. (Q.S. AL-A’raf : 180)

1.2 Rumusan Masalah


a. apa sebenarnya yang dimaksud dengan Tauhid Asma dan Sifat
b. ayat ayat apa saja yang bersangkutan dengan Tauhid dan Sifat
c. ayat kauniyah apa saja yang mendukung Tauhid Asma dan Sifat
1.3 Tujuan Makalah
a. Mengetahui makna Tauhid Asma dan Sifat
b. mengetahui ayat ayat yang bersangkutan dengan Tauhid Asma dan sifat
c. mengetahui ayat kauniyah yang mendukung Tauhid Asma dan Sifat

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna tauhid asma’ dan sifat


Secara bahasa Kata “‫ ”اسماء‬adalah bentuk jama dari kata “‫”اسم‬, yang
artinya ‘nama’. “‫ ”هللا اسماء‬berarti ‘nama-nama Allah’. ‫ الحسنى اسماء‬berarti
nama-nama yang baik dan terpuji. Sehingga istilah “asma’ul husna” bagi
Allah maksudnya adalah nama-nama yang indah, baik dan terpuji yang
menjadi milik Allah. Misalnya: Ar Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al
Ghafur, dan lain-lain.

Sedangkan kata “‫ ”صفة‬dalam bahasa Arab berbeda dengan “sifat”


dalam bahasa indonesia. Kata “‫ ”صفة‬dalam bahasa arab mencakup segala
informasi yang melekat pada suatu yang wujud. Sehingga “sifat bagi
benda” dalam bahasa arab mencakup sifat benda itu sendiri, seperti besar
kecilnya, tinggi rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-lain. Juga
mencakup apa yang dilakukannya, apa saja yang dimilikinya, keadaan,
gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda tersebut.

Dengan demikian, kata “‫ ”صفة هللا‬mencakup perbuatan, kekuasaan, dan


apa saja melekat pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah.
Karena itu, sering kita dengar ungkapan ulama, bahwa diantara sifat Allah
adalah Allah memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan dan
kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan dan
kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy,
Allah tertawa, Allah murka, Allah berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi,
sifat Allah tidak hanya berhubungan dengan kemurahan-Nya, keindahan-
Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain.

Secara istilah syariat, tauhid asma dan sifat adalah pengakuan


seorang hamba tentang nama dan sifat Allah, yang telah Dia tetapkan
bagiNya dalam kitab-Nya ataupun dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu

2
‘alaihi wa sallam, serta mengimani maknanya dan hukum-hukumnya tanpa
Tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil/tasybih.

1. Tahrif (menyimpangkan makna)

Yaitu mengubah atau mengganti makna yang ada pada nama dan sifat
Allah, tanpa dalil.

Misalnya: Sifat Allah marah, diganti maknanya menjadi keinginan


untuk menghukum, sifat Allah istiwa (bersemayam), diselewengkan
menjadi istaula (menguasai), Tangan Allah, disimpangkan maknanya
menjadi kekuasaan dan nikmat Allah.

2. Ta’thil (menolak)

Yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan


dalam dalil. Baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian.

Contoh menolak secara keseluruhan adalah sikap sekte Jahmiyah,


yang tidak mau menetapkan nama maupun sifat untuk Allah. Mereka
menganggap bahwa siapa yang menetapkan nama dan sifat untuk
Allah berarti dia musyrik.

Contok menolak sebagian adalah sikap yang dilakukan sekte


Asy’ariyah atau Asya’irah, yang membatasi sifat Allah hanya
bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya. Atau menetapkan
sebagian nama Allah dan menolak nama lainnya.

3. Takyif (membahas bagaimana bentuk dan hakikat nama dan sifat


Allah)
yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang
dimiliki oleh Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya
bulat, panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain. Kita hanya
wajib mengimani, namun dilarang untuk menggambarkannya.

3
4. Tamtsil/Tasybih (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya)
Misalnya, berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan
budi, Allah bersemayam di ‘arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci
Allah dari adanya makhluk yang serupadengan-Nya.
Makna tauhid asma’ dan sifat adalah beriman kepada nama-nama
Allah dan sifat-sifat-Nya sebagai mana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an
dan sunnah Rasulullah menurut apa yang pantas bagi Allah, tanpa ta’wil,
ta’thil, takyif, dan tamsil. Allah berfirman:
َ ‫ض َجعَ َل لَكم َم ْن أَنفسَك ْم أ َ ْز َواجا ً َو َمنَ ْاأل َ ْنعَ َام أَ ْز َواجا ً يَذْ َرؤك ْم فَي َه لَي‬
‫ْس‬ َ ‫ت َو ْاأل َ ْر‬
َ ‫س َم َاوا‬ َ َ‫ف‬
ّ ‫اطر ال‬
‫صير‬َ َ‫ش ْي ٌء َوه َو الس َّميع الب‬ َ ‫ك ََمثْ َل َه‬
(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-
pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu.
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha
Mendengar dan Melihat. (Q.S asy-syura :11)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa tidak adanya sesuatu
yang menyerupai-Nya dan Dia menetapkan bahwa Dia adalah Maha
mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia diberi nama dan disifati dengan
nama dan sifat yang Dia berikan untuk diri-Nya dan dengan nama dan sifat
yang disampaikan oleh Rosul-Nya. Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam hal
ini tidak boleh dilanggar, karena tidak seorang pun yang lebih mengetahui
Allah daripada Allah sendiri, dan tidak ada sesudah Allah orang yang lebih
mengetahui Allah daripada Rosulullah.
Siapa yang mengingkari nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya atau
menamakan Allah dan menyifati-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat
makhluk-Nya, atau mena’wilkan dari maknanya yang benar, maka dia
telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah dan
Rosul-Nya. Allah berfirman:

ۖ َ ‫طان َعلَ ْي َه ْم يَأْتونَ لَ ْو‬


‫َل آ َل َهةً دونَ َه َم ْن اتّخَذوا قَ ْومنَا َٰ َهؤ ََل َء‬ َ ‫ن بَ َين بَس ْل‬ ْ َ ‫علَى ا ْفت ََر َٰى َم ّم َن أ‬
ۖ ْ ‫ظلَم فَ َم‬ ّ
َ َ‫َللا‬
‫َك َذبًا‬
Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di

4
sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang
(tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih zalim daripada orang-
orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?
(Q.S Al-kahf:15)1

B. Dalil-dalil tauhid asma’ dan sifat

Setiap surah Al-Quran pasti menyebut salah satu nama atau sifat-
sifat Allah, seperti surah Al-ikhlash yang secara keseluruhan membahas
tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Allah berfirman:

qul huwa allaahu ahadun


Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

allaahu alshshamadu
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

lam yalid walam yuuladu


Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

walam yakun lahu kufuwan ahadun


“dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".
(Al-ikhlash:1-4)
Dalam surah ini, Allah menyebutkan sifat untuk diri-Nya, yaitu
Maha Esa, Rabb yang kepada-Nya bergantung segala seusatu. Kedua sifat
ini menunjukan, Allah menyandang sifat puncak kesempurnaan secara
mutlak. Shamad artinya tidak memerlukan siapa pun, sementara segala

1
DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid, Ummul Qura, Jakarta Timur, 2014, hlm. 71.

5
sesuatu memerlukan-Nya. Makna ini menunjukan itsbat (penegasan) dan
tanzih (memahasucikan Allah dari segala kekurangan). Itsbat maksudnya
menegaskan sifat-Nya, Dia-lah Rabb tempat bergantung segala sesuatu,
segala sesuau merujuk pada-Nya, karena Dia menyandang seluruh sifat-
sifat sempurna, Dia maha kuasa atas segala sesuatu, Maha berbuat seperti
yang Dia kehendaki, ditangan-Nya kendali untuk menciptakan, mengatur
segala urusan, dan memberi balasan. Kekuatan apapun yang dimiliki
makhluk tidak lain berasal dari-Nya, jika kehendak Allah tetap
mempertahankan kekuatan pada makhluk tersebut, jika berkhendak lain
Allah akan mencabutnya. Dia-lah tempat kembali dan tempat berharap
segala sesuatu.
Tanzih maksudnya menyandangkan sifat tidak memerlukan apa
pun untuk-Nya. Allah sama sekali tidak membutuhkan apa pun secara
mutlak, tidak pada wujud-Nya, karena Dia yang pertama, tidak ada sesuatu
sebelum-Nya, tidak beranak dan tidak pula dilahirkan. Tidak pula pada
keberadaan-Nya, karena Dia-lah yang memberi makanan dan tidak butuh
makanan, tiada sekutu ataupun penolong dalam segala perbuatan-Nya.
Sifat esa dan tempat bergantung segala sesuatu menunjukan bahwa
Allah menyandang sifat sempurna secara mutlak. Kedua sifat ini juga
menunjukan makna lain yaitu menafikan kepemilikan anak keturunan
bagi-Nya.

Katakanlah: "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang
menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak
memberi makan?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintah supaya aku
menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan
sekali-kali kamu masuk golongan orang musyrik".

6
(Q.S Al-An’am:14)

wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni


Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.

maa uriidu minhum min rizqin wamaa uriidu an yuth'imuuni


Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.

inna allaaha huwa alrrazzaaqu dzuu alquwwati almatiinu


Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai
Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (Q.S Adz-Dzariyat: 56-58)

Yang Maha Esa tidaklah memiliki sekutu ataupun persamaan,


karena itu mustahil bangi-Nya memiliki pendamping ataupun anak. Allah
swt berfirman:

“Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal
Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia
mengetahui segala sesuatu.”
(Q.S Al-An’am:101)

7
Ayat ini menafikan kesamaan makhluk dengan Al-khaliq, seperti itu juga
firman-Nya:

Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah


bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu."
(Q.S Al-an’am:11)
Yaitu mempersekutukan makhluk dengan Allah, sehingga menganggap-
Nya memiliki tanddingan terhadap makhluk. Allah berfirman:

Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan
Dia (yang patut disembah)? (Q.S Maryam:65)
Yaitu, tiada suatupun yang menyamai-Nya, tiada banding, dan tiada
tanding yang setara dengan-Nya. Allah mengingkari kesamaan dan
penyerupaan dengan makhluk. Dengan demikian jelas, bahwa Allah
Mahasuci dari segala aib dan kekurangan. Hai ini dijelaskan dalam surah
AL-ikhlash.2

C. Ayat-ayat Kauniyah yang mendukung Tauhid Asma dan Sifat


Allah SWT berfirman:
َ ‫َو ّلِلَ اْأل َ ْس َمآء ْالح ْسن ََٰى فَادْعوه بَ َه ۖا َوذَ رواْ الّذَينَ ي ْل َحدونَ فَ ٓى أ َ ْس َم َٰـئَ ٖۚه‬
‫سيجْ زَ ْونَ َماكَانوا يَ ْع َملونَ ۝‬
“Hanya milik Allah asma’ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan
menyebut asma’ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti

2
Ali Muhammad ash-Shalaby, Iman Kepada Allah, Ummul Qura, Jakarta Timur, 2014, hlm. 109.

8
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
( Qs; Al-A’raf; 180).
Ayat yang agung ini menunjukkan hal-hal berikut:
1. Menetapkan nama-nama( asma’) untuk Allah SWT, maka siapa yang
menafikannya berarti ia telah menafikan apa yang telah ditetapkan Allah
dan juga berarti dia telah menentang Allah SWT.
2. Bahwasanya asma’ Allah SWT semuanya adalah husna. Maksudnya
sangat baik. Karena ia mengandung makna dan sifat-sifat yang sempurna,
tanpa kekurangan dan cacat sedikit pun. Ia bukanlah sekedar nama-nama
kosong yang tak bermakna atau tak mengandung arti.
3. Sesungguhnya Allah memerintah berdo’a dan ber-tawassul kepadaNya
dengan nama-namaNya. Maka hal ini menunjukkan keagungannya serta
kecintaan Allah kepada do’a yang disertai nama-namaNya.
4. Bahwasanya Allah SWT mengancam orang-orang yang ilhad dalam
asma’-Nya dan Dia akan membalas perbuatan mereka yang buruk itu.
Ilhad menurut bahasa condong. Ilhad di dalam asma’ Allah berarti
menyelewengkannya dari makna-makna agung yang dikandungnya kepada
makna-makna batil yang tidak dikandungnya. Sebagaimana yang
dilakukan orang-orang yang men-ta’wilkannya dari makna-makna
sebenarnya kepada makna yang mereka ada-adakan.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tauhid asma dan sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama
dan sifat Allah, yang telah Dia tetapkan bagiNya dalam kitab-Nya ataupun
dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta mengimani
maknanya dan hukum-hukumnya kita bisa mengambil hikmah mengenai
bagaimana cara menerapkan nilai-nilai asma wa sifat pada diri sendiri dan
kehidupan bermasyarakat.
Asma Wa Sifat adalah sesuatu yang sangat penting untuk kita pelajari
dan kita amalkan sehingga kita diharapkan mampu menjadi pribadi yang lebih
baik bagi diri sendiri dan masyarakat. Oleh karena itu kandungan dari asma wa
sifat dapat menuntun kita ke jalan yang lurus dan memperbaiki sifat – sifat kita
secara tidak langsung.
Apabila kita telah mengenali kesempurnaan Allah dan keindahan-Nya,
maka akan menumbuhkan cinta khusus dan kerinduan yang sangat besar untuk
bertemu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga akan meningkatkan
ibadah-ibadah lainnya.

B.Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi mahasiswa
STAIN MADINA dan dapat menambah pengetahuan mengenai ilmu Tauhid,
penulis juga berhap setelah membaca makalah ini kita dapat meningkatkan lagi
keimanan kita terhadap Allah SWT.

10
DAFTAR PUSTAKA

DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid, Ummul Qura, Jakarta Timur,
2014, hlm. 71.

Ali Muhammad ash-Shalaby, Iman Kepada Allah, Ummul Qura, Jakarta Timur,
2014, hlm. 109.

11

Anda mungkin juga menyukai