Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ORIENTALISME DAN HERMENEUTIKA AL-QUR’AN

Tentang

KAITAN ORIENTALISME DENGAN MISIONARIS KRISTEN

oleh:

SESRA AYU NINGSIH

2220080010

Dosen Pengampu :

Dr. Zaim Rais, MA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG

1445 H / 2023 M
PENDAHULUAN

Keilmuan yang dimilki merupakan hasil dari rasa ingin tahu yang
diekspresikan lewat membaca, mengamati, meneliti, observasi ini kemudian dicatat,
disusun, disistimatisasi dan diperbaiki terus menerus dari waktu ke waktu sesuai
dengan tingkat kemajuan dan kelengkapan metode dalam memperoleh data. Rasa
ingin tahu dalam berbagai hal dan tersistimatisasi inilah yang kemudian menjadi ilmu
pengetahuan. Semula ilmu pengetahuan dianggap baik, wajar, biasa dan bermanfaat.
Tetapi setelah terbit buku Michel Foucault, The Archeology of Knowledge and the
Discourse on Language (1972) yang teori dasarnya digunakan oleh Edward Said
untuk menulis Orientalism (1979), maka ilmu pengetahuan menjadi problematik.1

Orientalisme adalah disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari, meneliti,


membahas, dan mendiskusikan entitas budaya, adat istiadat, keyakinan, agama,
bangsa atau masyarakat lain (the other) yang biasa disebut dengan budaya timur
(orient), dari sudut pandang kecamata keilmuan dan pengalaman manusia
Orientalisme adalah sebuah kajian yang dilakukan oleh Barat (outsider). 2Di dalam
Grand Larousse Encyclopedique sebagaimana dikutip oleh Amin Rais mendefinisikan
orientalis sebagai sarjana yang menguasai masalah-masalah ketimuran, bahasa-
bahasanya, kesusastraannya, dan sebagainya.3 Tidak dapat dipungkiri bahwa orientalis
pada awalnya membonceng kolonialis dan mendukung agenda-agenda kolonialisasi
terhadap dunia Timur. Kolonial kenyataannya juga membonceng misionaris.
Sehingga orientalis, kolonial dan misionaris dapat dikatakan sebagai satu kesatuan.

Di Indonesia orientalis masuk dengan menumpang kolonial, begitu pula


dengan missionaris. Salah seorang orientalis yang menumpang dibalik kolonialis di
Indonesia adalah Snouck Hurgronje. Selain sebagai ilmuan, ia mengabdi bagi
kepentingan politik kolonial Belanda di Indonesia. Dan salah satu pengabdiannya
yang terpenting ialah mengaburkan keagamaan masyarakat Indonesia dari agama
Islam. Hal inilah yang melatar belakangi bagaimana sebenarnya hubungan antara
orientalisme, kolonialisme serta misionarisme dijalin sehingga seperti suatu kesatuan.

1
Amin Abdullah, Gelombang Orientalisme dan Studi-Studi Islam Kontemporer, Bandung:
Mizan, 2006, h.111.
2
Edward Said, Orientalism , New York : Vintage Books, 1978.
3
M. Amien Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta , Bandung: Mizan, 1991, h. 234.
PEMBAHASAN

A. Mengenal Misionarisme
Istilah misi (Mission) berasal dari bahasa latin mission yang diangkat dari kata
dasar mittere yang artinya to send, mengirim, mengutus, act of sending. Padanan
dari kata Yunani ialah apostello.4 Kata mission adalah bentuk substantive dari kata
kerja mittere (mitto, missi, missum) yang mempunyai beberapa pengertian dasar:
membuang, menembak, mengirim, mengutus, membiarkan, melepaskan pergi,
mengambil – menyadap.5
Misionaris atau penginjil, adalah dua kata yang mempunyai tujuan yang sama.
Yang pertama yaitu orang yang senantiasa mensifati agama Kristen dengan hal-
hal indah, sedangkan yang kedua dominan yang dinisbatkan kepada orang yang
senantiasa mengajak manusia masuk Kristen.
At-Tabsyir (misionaris) yang diambil dari kata basyara yang berarti kabar
gembira. Basysyarahu tabsyiran dan isimnya adalah al-bisyarah atau al-busyarah
yang memiliki arti kabar yang menggembirakan. Dan At-Tanshir dari kata
Nashsharahu Tanshiran yang artinya menjadikannya masauk agama nasrani.
Seperti dalam salah satu hadis nabi, “ Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan
fitrah , maka kedua orang tuanya yang menjadikan dia yahudi (yuhaw-widanihi)
atau nasrani (yuna-siranihi), atau majusi (yumajjisanihi) akan tetapi tidak dikenal
kata yumassilamihi yang artinya menjadikan dia Islam dikarenakan memang bayi
sejak lahir itu sudah sesuai dengan agama fitrah yakni Islam.
Pada awalnya, proyek kristenisasi terhadap kaum muslim hanya merupakan
obsesi sebagian kaum nasrani berupa improvisasi dalam penyebaran agama
mereka. Namun pada perkembangan selanjutnya, mereka merasa terdorong untuk
mendirikan sekolah-sekolah kristen guna mencari strategi yang efektif dalam
mendistorsi akidah Islam, untuk kemudian menanamkan akidah nasrani ke dalam
hati dan fikiran umat Islam.
Memperhatikan perkembangan negara-negara timur dari masa ke masa dan
perbedaan metode kristenisasi dari generasi ke generasi untuk mempersiapkan
seorang misionaris antara satu zaman dengan aman yang lain juga berbeda-beda,
termasuk antara satu negara dengan negara yang lainnya. Persiapan seorang

4
Arie De Kuiper, Missiologia: Ilmu Pekabaran Injil, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), h. 9
5
Edmund Woga CSsR, Dasar-dasar Misiologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), h. 15
misionaris abad ke-19 berbeda dengan persiapan misionaris abad ke-20. Oleh
sebab itu para misionaris selalu berupaya menyesuaikan strategi mereka sesuai
dengan keadaan yang berlaku sekalipun dengan mengibarkan bendera Islam.
Mereka menyebarkannya melalui berbagai media yang mereka miliki untuk bisa
menggoncang kaum muslim dari berbagai lini, sebagai langkah nyata untuk
memaksa umat Islam masuk agama mereka.
Perbedaan antara misionaris dan para penginjil terletak pada strategi
pergerakan mereka. Misionaris bergerak diranah propaganda halus. Sedangkan
penginjil mengajak untuk masuk agama mereka secara paksa dengan berbagai
bentuk kekuatan. Sehingga bisa kita simpulkan, “Bahwa tidak akan ada
misionarisme tanpa kehadiran orientalisme, dan tidak ada kristenisasi tanpa
imperialisme”. Empat gerakan tersebut bertujuan untuk mengendalikan umat
Islam, menekan negara-negara sehingga tidak berkembang dan maju sesuai
dengan perkembangan masyarakat.
B. Komparasi konsep dakwah Islam dan Misionaris Kristen
Kita harus mampu membedakan antara pandangan kita dengan pandangan
barat mengenai misionarisme. Bagi mereka misionarisme merupakan suatu usaha
untuk mempersiapkan para misionaris. Mereka mempelajari bagaimana cara
melakukan propaganda secara halus sebagai strategi khusus untuk mengajak
masuk agama Kristen. Strategi ini dipelajari tentunya setelah mengetahui dan
mempelajari kondisi psikis bangsa timur, serta bagaimana bisa mengenalkan
sebagaian ajaran-ajaran kristen terhadap beberapa kelompok muslim dan penganut
agama lainnya agar murtad dan masuk agama mereka.
Dalam pandangan umat islam, misionarisme denga pemahaman demikian
adalah hal yang tercela. Ketika kaum muslim mempelajari bentuk, perantara,
faktor-faktor pendorong timbulnya gerakan misionarisme tiada lain dilakukan
sebagai bentuk kewaspadaan kaum muslim akan tipu daya para misionaris.6
Islam tidak mengenal istilah pengislaman sebagaimana dalam agama nasrani
dikenal berbagai istilah semisal kristenisasi, misionarisme, dan pembaptisan.
Sesungguhnya Islam tidak rela dan tidak mengakui cara tidak terpuji seperti
adanya pemaksaan dalam hal beragama , juga mengambil kesempatan di balik
kesusahan orang-orang dengan dalih misi sosial, walaupun tujuannya dibenarkan,

6
Hasan Abdul Rauf Muhammad el-Baidawi, Orientalisme dan Misionarisme : menelingkung
Pola Fikir Umat Islam, Bandung : PT Remaja RosdaKarya, 2007, h. 118-119.
akan tetapi yang kita tolak adalah cara-cara pemaksaan yang dilakukan misionaris
untuk mencapai tujuan nya. Sebagai contoh Spanyol yang dulunya negara Islam
menjadi masuk agama kristen karena para misionaris memaksa masyarakat
Spanyol untuk masuk agama kristen, menghapuskan akidah tauhid dan
menyebarkan paham trinitas sehingga generasi selanjutnya tidak mengenal selain
nasrani sebagai sebuah agama padahal awalnya hanya sebuah gerakan keagamaan.
Perbedaan lain antara konsep dakwah Islam dengan gerakan misionaris adalah
bahwa dakwah Islam tidak hanya berbicara tentang kabar genbira saja, akan tetapi
memadukan antara kabar gembira dan peringatan serta antara anjuran dan
ancaman. Sedangkan kaum nasrani yang menambahkan jumlah Tuhan mereka,
hanya menggunakan satu pola dalam mengajak masuk agama mereka yaitu
dengan menyebarkan berita gembira saja. Agama Nasrani tidak menggunakan
bentuk-bentuk ancaman terhadap siksa neraka atau balasan bagi perbuatan-
perbuatan jahat. Oleh karena itu ajakan mereka sangat menjanjikan dan
menggelora, sehingga dalam ajarannya mereka tidak mengenal konsep balasan di
akhirat atau keadilan. Mereka komitmen dengan pola tersebut sembari terus
memaksa manusia untuk masuk agama mereka dengan hal-hal yang
menyenangkan, janji selalu bebas dari dosa, maka manusia akan meninggalkan
agama asalnya masuk nasrani karena dijanjikan kesenangan dan kemudahan
dalam ajarannya.7
C. Hubungan Tiga Sekutu (Misionarisme, Orientalisme dan kolonialisme)
Ada tiga komponen yang menjadi perpanjangan tangan dalam menyebarkan
konsep trinitas . mereka bersatu padu, saling bahu membahu untuk satu rencana ,
menempuh cara-cara yang harmonis serta saling menyempurnakan satu sama lain
untuk mewujudkan tujuannya. Tujuan ini seringkali didengungkan dalam kitab
suci mereka dan dalam khotbah-khobahnya. Melihat perjuangan mereka,
terkadang kita tidak mempercainya , kita selalu bertepuk dada, bangga akan
kebesaran kita, lalu membiarkan mereka tanpa adanya upaya mencegah maupun
memberikan perlawanan.
Sebagai bukti, diantara ulama-ulama islam bila mereka mendengar misi-misi
misionaris dari berbagai muktamar, mereka mengatakan “ sesungguhnya agama
Islam yang agung ini tidak akan terjebak oleh kebohongan-kebohongan mereka “,

7
Ibid, h. 120-121.
padahal kenyataan berkata lain, Islam telah terluka disebabkan serangan mereka
terbukti runtuhnya sistem kekhalifahan Islam, dihapusnya syariat Islam dari
sistem peradilan dan perundang-undangan, dan melencengnya berbagai
pemahaman dan ajaran Islam yang benar merupakan akibat nyata dari kelengahan
kita atas rencana mereka.
Aktor Intelektual di belakang bencana-bencana ini tiada lain adalah tiga sekutu
yang saling bahu membahu yaitu misionarisme, orientalisme dan kolonialisme.
Sejarah membuktikan bahwa kekuatan westernisasi telah berhasil
menggoncangkan semangat juang umat islam dan membentuk secara simultan
dalam diri kaum muslim sikap menyerah dan patuh terhadap apa yang diinginkan
oleh ketiga gerakan yang bersekutu ini.
1. Misionarisme
Ketika seorang misionaris menyodorkan sebuah pemikiran, pasti terselip
motif-motif yang mendorongnya untuk memperhatikan perilaku dan eksistensi
sebenarnya. Oleh karena itu misionaris Nasrani harus merasa yakin akan
pemikiran yang mereka dengungkan. Padahal kita melihat keadaan mereka secara
hakiki, kita akan mendapati mereka sesungguhnya tidak tahu menahu mengenai
apa yang mereka usung tersebut, hakikatnya mereka bersembunyi dibalik aktor
imperialisme dan kapitalisme. karena satu-satunya motif bagai mereka adalah
politik dan kolonialisme. Mereka para misionaris hanya dijadikan sebagai alat
untuk mencapai tujuan yang mereka kehendaki dan terkadang untuk misi-misi
rahasia mereka.
Sesungguhnya diantara mereka ada yang menyukai petualangan, ada yang
terobsesi untuk mengendalikan lingkungan sekitarnya, dan ada yang memaksa
pendapat pribadinya kepada orang lain. Jika mereka tidak bisa melakukannya di
negaranya sendiri dan belum mewakili perwakilan di luar negeri, mereka
mewujudkannya dibawah naungan gerakan misionaris demi memuaskan hasrat
pribadinya. Pada kenyataanya banyak ditemukan organisasi-organisasi
misionarisme untuk tujuan pribadi semata. Selain itu ada juga sekelompok orang
yang suka mengikuti kegiatan lembaga-lembaga misionarisme sekedar agar bisa
berpergian keseluruh dunia atas tanggungan biaya lembaga tersebut, padahal
profesi mereka hanya seorang pedagang, sosiolog, atau seorang ekonom.8

8
Mushtafa Al-Khalidiy, Misionarisme dan Kolonialisme , hal. 35.
Motif para misionaris dalam gerakan dakwahnya berbeda dengan motif dalam
dakwah Islam. Seorang khotib atau penceramah dalam Islam hanya melaksanakan
peran dan tugas menyampaikan ayat-ayat Allah Swt dan hadis-hadis Nabi Saw.
Bahkan Al-Qur’an sendiri memberikan contoh yang paling baik bagi seseorang
dalam beramal kebajikan yaitu dengan selalu berdakwah, mengajak manusia ke
jalan Allah Swt sebagaimana dalam firman-Nya, Qs. An-Nahl (16) : 125.

            

            

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Sementara dalam kitab suci Yahudi dan Nasrani, tidak ditemukan satu pun
ayat yang berbicara tentang metode berdakwah yang jelas sebagaimana Islam
berbicara dengan gamblang. Oleh karena itu para misionaris menetapkan metode
dakwahnya dengan pemikiran dan ide-ide mereka sendiri yang dirancang melalui
berbagai konferensi dan diskusi yang mereka selenggarakan.

Sesungguhnya perintah dakwah dalam Islam langsung datang dari Allah Swt.
Semenatara gerakan misionarisme lahir berdasarkan rekomendasi dan ketetapan
sebuah konferensi yang bermotif penjajahan, bernuansa politik dan merupakan obsesi
para orientalis.

Selain itu kenyataan berbicara bahwa konsep tauhid dan trinitas masih menjadi
perdebatan dikalangan misionaris. Sebagai bukti, ketika mereka berdakwah
menyebarkan misi-misi kristenisasi mereka enggan menyebutkan pengakuan bahwa
Isa sebagai anak Allah., menjelaskan konsep trinitas juga mengungkap rahasia-rahasia
gereja yang sangat tidak masuk akal.

Ada sebuah buku khusus yang membahas mengenai metodologi misionarisme


dalam menyebarkan dakwahnya yang berisi : pada tahap pertama mari kita jadikan
kaum muslim ini mempercayai bahwa kita mencintai mereka. Kita mempelajari
bagaimana agar kita menundukkan hati mereka. Seorang misionaris harus
menghormati segala bentuk kebiasaan bangsa timur dan Islam, sehingga bisa
mengubah pendapat mereka tentang kita. Misalnya menahan diri untuk tidak
mengatakan bahwa Al-masih putera Allah. Dengan demikian orang-orang yang
menolak terhadap konsep ini tidak menghindar dan berpaling sehingga kita bisa
mendekati mereka, mengajak serta sesuai tujuan yang kita inginkan. Meski yang
menjadi sasaran dan target misionaris adalah umat beragama secara keseluruhan baik
itu budha maupun hindu, akan tetapi tetap menjadi perhatian utama mereka adalah
umat Islam.9

Pada awalnya mereka berfikir untuk memaksa kaum muslim masuk agama
Nasrani adalah melalui kekuatan. Akan tetapi setelah melihat hasil sia-sia dari
peperangan yang dilakukan pada perang salib sampai terusirnya mereka dari tanah
suci palestina, jelas bagi mereka bahwa kekuatan nasrani tidak mampu berdiri diatas
kekuatan Islam secara militer, sehingga mereka mencari cara lain yaitu melalui
misionarisme. Mereka sebarkan para misionaris kesetiap penjuru negara. Mereka
menggunakan gereja-gereja, sekolah-sekolah, serta rumah sakit untuk dijadikan media
dan daya tarik dalam mewujudkan misi mereka.10

Sekalipun perang salib gagal mewujudkan tujuan utama kaum nasrani, namun
secara tidak langsung sebagai langkah awal bagi barat menjalin hubungan erat dengan
masyarakat Islam di timur. Hasil yang didapat dari hubungan tersebut dimasa yang
akan datang adalah masing-masing kelompok saling mengenal satu sama lain. Bagi
barat momen ini dimanfaatkan untuk melancarkan misi misionarisme dan penjajahan
selain tujuan-tujuan pribadi demi memuaskan sifat ingin tahu mereka.

Setelah perang salib berlalu tiga abad, kemudian terjadi peristiwa yang cukup
mengancam keberlangsungan gerakan misionarisme yaitu adanya gerakan rekonsiliasi
gereja-gereja. Adapun tujuan rekonsiliasi tersebut adalah upaya untuk melindungi
gereja dari dakwah Islam. Contohnya seperti yang terjadi pada Martin Luther, seorang
yang dikenal sebagai kristen fanatik. Ia tidak bermaksud menghancurkan kekuasaan
gereja atau keluar dari kekuasaan paus, akan tetapi sikap tunduk patuh terhadap paus

9
Ibid, h. 52.
10
Abdul Jalil Syalabiy, Perhelatan Misionarisme Terhadap Islam, Muassassah el Khalij el-
‘Arabiy , hal. 13-14.
membuatnya terlempar dari kekuasaan gereja dan membuat sebuah gerakan
dikalangan nasrani. Dialah yang menggagas adanya rekonsiliasi gereja sampai saat
sekarang ini . Kalau tidak seperti itu, pasti luther akan tetap berada dalam asuhan
gereja dan gereja-gereja itu akan terpecah-pecah.

Demi menjaga kesatuan gereja-gereja, para penggagas rekonsiliasi berupaya


menerima konsep tauhid sebagaimana dalam Islam. Cara yang mereka lakukan adalah
menciptakan image bahwa nasrani merupakan agama tauhid juga, akan tetapi bukan
agama tauhid secara mutlak sebagaimana Islam. Konsep mereka adalah satu tuhan
dalam tiga, dan tiga tuhan dalam satu.

Dari penututan diatas jelas bahwa para pemimpin penggagas rekonsiliasi


gereja juga melakukan penjegalan berupa distorsi terhadap Islam. Mereka merasa
gembira ketika berhasil mencegah pergerakan Islam melebihi kegembiraan ketika
berhasil hengkang dari gereja.

Mulai dari sini gerakan rekonsiliasi gereja terbagi kepada dua, yang satu sama
lainnya saling membantu. Gerakan orientalisme akan terpisah dari gerakan
misionarisme. Orientalisme berfungsi sebagai laboratorium penelitian yang
menghasilkan produk-produk propaganda terhadap ajaran Islam dan nabi Muhammad
Saw, sedangkan Misionarisme menjadi perpanjangan tangan dari orientalisme.

Agar gerakan orientalisme ini bisa berlanjut secara simultan, maka gerakan ini
harus berangkat dari semangat rekonsiliasi gereja dengan memahami kitab suci secara
rasional. Selain itu supaya gerakan misionarisme tetap eksis, mesti ada sekelompok
orang yang mempelajari orientalisme. Meski pada awalnya orientalisme menjadi
simbol gerakan rekonsiliasi, namun akhirnya nanti bila mereka gagal, mereka akan
ditinggalkan oleh gerakan rekonsiliasi itu sendiri.

2. Orientalisme
Perang pemikiran telah mengaitkan misionaris dengan orientalisme. Posisi
orientalisme sebagai titik tolak pemberangkatan yang mengatur rencana dan
menghasilkan produk-produk pemikiran berakhir kepada misionarisme sebagai
sebuah gerakan. Apabila orientalisme dikonsentrasikan kepada perlindungan
akidah nasrani, maka garapan misionarisme adalah bangaimana menyerang akidah
Islam dengan cara mencuci otak umat Islam dengan pemikiran mereka di timur.
Umat Islam dalam pandangan para orientalisme adalah objek studi. Sedangkan
menurut pandangan misionarisme kaum muslim adalah sasaran dari studi itu.
Walau terkadang sebagian orientalis mengambil peran misionarisme, begitupun
sebaliknya.11
Gerakan orientalisme pada awalnya juga berencana menjajah dunia Islam
dengan seruan terang-terangan melalui kekuatan militer. Para orientalisme itu
adalah tentaranya sendiri. Mereka membentangkan jalan, mempengaruhi pola fikir
tentara-tentara barat serta berusaha mencari sebanyak mungkin relawan dalam
perang salib. Mereka menyebarkannya melalui tulisan, membentuk opini
dikalangan orang-orang barat, padahal ini merupakan suatu pembodohan atau
menjauhkan pemahaman orang-orang barat sendiri dari kenyataan yang
sebenarnya.
Demikian sepak terjang kaum orientalis diawal persinggungannya dengan
pemikiran Islam. Mereka sekaligus berperan sebagai misionaris yang bertujuan
menggoyahkan pondasi umat Islam, sebab mereka putus asa tidak mampu
memurtadkan umat Islam melalui kekuatan militer.
Diantara mereka merupakan para penulis, sejarahwan dan peneliti. Satu obsesi
mereka yaitu menciptakan sejarah kehidupan umat Islam jauh dari hakikat ajaran
Islam itu sendiri. Mereka menulis sejarah yang periwayatannya mereka ciptakan
sendiri dan bersandar kepada sumber-sumber yang lemah serta mereka mengambil
informasi dari perawi yang lemah yang divonis cacat periwayatannya oleh para
sejarahwan Islam.12
Para misionaris telah menjadi pengusung garda depan orang-orang barat
pertama yang berbicara tentang sejarah Islam dengan semangat fanatisme buta dan
penuh kebencian terhadap Islam. Seperti Lammens yang baru-baru ini melakukan
penelitian mengenai rasul dan sejarah Islam tidak mencerminkan usaha ilmiah
kecuali hanya menduplikasi jerih payah para pendahulunya.13
Dr. Muhammad Zaqzuq berpendapat, pada awalnya memang bukan perkara
yang mudah untuk memisahkan orientalisme dari misionarisme. Gerakan
orientalisme pada awalnya terbatas pada keinginan mempelajari bahasa-bahasa
bangsa sebagai alat untuk mengkaji keyakinan dan peradaban bangsa timur.

11
Ibid, hal. 281.
12
Muhammad Kamal Imam, Aktifitas Para Budayawa, Dar el-Hidayah, h. 49.
13
Op.Cit., h. 55.
Dalam porsi ini, menyepakati tujuan orientalisme. Namun keinginan mereka
bertambah , ingin agar bangsa timur memeluk agama nasrani. Pada abad ke-13,
para misionaris diharuskan mempelajari bahasa arab sebagai alat untuk
menasranikan umat Islam. Proyek ini sukses dengan hasil yang memuaskan.14
Sudah menjadi kesepakatan bersama, bahwa misionarisme ini tidak selamanya
bergantung pada orientalisme. Pada ranah-ranah yang jauh dari garapan orintalis,
misionaris berperan sendiri seperti misi sosial, teknik penyebaran kristenisasi dan
media penyebarannya. Semua itu misionaris sendiri yang merumuskannya meski
terkadang merujuk kepada produk pemikiran yang dihasilkan orientalisme.
Mereka juga merumuskan materi mengenai perang melalui budaya untuk lebih
mendukung dan menindaklanjuti apa yang telah dicapai misionaris selama ini.
Perumusan ini tidak didukung oleh produk pemikiran yang dihasilkan kalangan
orientalisme.
3. Kolonialisme
Pada dasarnya kolonialisme yaitu menuntut untuk membangun,15 bila
diumpamakan negeri kita hancur maka datang kolonialisme memperbaiki dan
membangun negara kita dan menjadikannya hidup dan berkembang. Akan tetapi
kenyataannya berbicara lain, negara-negara yang dijajah malah yang memberikan
andil bagi kemajuan negara-negara penjajah sampai titik darah penghabisan.
Anehnya, sejumlah negara Afrika malah ikut andil dalam barisan
kolonialisme. Padahal kolonialisme itu hanya memperalat tentara-tentara Afrika
bahkan memperlakukan mereka dengan amat buruk, seperti bujukan untuk tetap
dalam barisan kolonialisme dan menerapkan kapitalisme dalam perekonomian
Negara Afrika-Afrika.16
Politik kolonialisme Negara-negara Eropa ini memiliki legitimasi agama yang
termuat dalam injil : Maka bagi setiap orang yang punya, kemudian mau memberi
maka ia akan ditambah, adapun bagi orang yang tidak punya, maka apa saja yang
ada pada dia hendaknya diambil darinya”.17

14
Mahmud Zaqzuq, Orientalisme dan Keterbelakangan Berfikir Mengahadapi Pergulatan
Perdebatan , Dar el-Manar, 1989. h. 35.
15
Qadhy Abu Bakar, Tafsir Al-Qurtubiy, Dar el-Rayan, h. 3384-3385.
16
Wolter Roodney, Eropa dan masa Kemudnduran Afrika, diterjemahkan Ahmad el-Qashir ,
silsilah Alam el- Ma’rifah, h. 275.
17
Injil Matius, 25 : 29.
Dari legitimasi gereja tersebut, muncul keraguan dikalangan kolonialis cara
apa yang harus diberlakukan, kekerasan atau cara yang halus. Bila dengan
kekerasan, kekuatan iman kaum muslim amat melekat dalam diri mereka.
Pengalaman mengajarkan kaum nasrani ketika perang salib bagaimana kualitas
iman kaum muslim begitu teruji. Maka untuk memerangi semangat keimanan
umat Islam, misionarisme yang merupakan bagian dari misi besar kolonialisme
dengan berbagai profesi seperti peneliti, pedagang, dan tentara. Kemungkinan
masih banyak hal yang bisa didiskusikan bagaimana misi misionarisme yang lain
untuk mendukung gerakan misionarisme atau sebaliknya kolonialisme mendukung
misionarisme. Hanya yang jelas, tidak diragukan lagi bahwa misi dan rencana
misionarisme telah menjadi alat kolonialisme dalam wujud yang nyata.18
Dalam melancarkan misinya, para misionaris melakukan sesuatu diluar
kebiasaan mereka sendiri. Mereka menjadikan agama dan moral sebagai prioritas
bahan propaganda mereka. Padahal tema-tema seperti itu sesuatu yang sangat
dijauhi masyarakat eropa. Dari sini jelas bahwa peran gereja-gereja dalam proyek
studi ini memerlukan perhatian khusus. Peran gereja tersebut dijadikan dasar
pijakan bagi keberlangsungan proyek kolonialisme. Sebagai contoh gereja-gereja
di Afrika berhasil menanamkan satu ajaran mengenai konsep “hari akhir” untuk
mengelabui masyarakat Afrika. Dalam satu risalah dikatakan : “Sesungguhnya
segala sesuatu akan dibalasi di hari akhirat kelak. Jika seorang muslim atau
seorang Afrika di dzalimi, mereka bisa menunggu balasan atas kedzaliman yang
menimpa mereka diakhirat kelak”. Ajaran ini menumbuhkan sikap panjang angan-
angan dan kepasrahan mereka untuk senantiasa dijajah.
Kita menyaksikan bahwa para misionaris ini berjalan diatas dua pilar yaitu
orientalisme dan kolonialisme. Setelah hampir memisahkan diri dari orintalisme,
misionarisme jatuh kedalam wilayah kolonialisme yang mencakup dunia Islam
lebih luas. Bisa kita simpulkan bahwa sebagian orintalis menjadi misionaris ketika
berpindahnya dari fase studi menuju fase pendamping para tentara perang, atau
dari fase mereka menjadi pendengar mengenai negara-negara Islam, menuju fase
mereka menjadi pelaku, mendapat kesempatan untuk menjadi misionaris atau
orientalis berinteraksi langsung, memberikan kabar gembira yang menyesatkan

18
Ali Abdul Halim Mahmud, Perang Pemikiran, Dar el-Buhuts el-Ilmiah, 1979, Cet. I, h.
124-125.
kepada masyarakat Islam dibawah perlindungan tentara-tentrara Inggris dan
Prancis.
Oleh karena itu sejak abad ke-19, strategi yang ditetapkan para orientalis guna
memuluskan kepentingannya , yaitu mereka selalu mengedepankan tentara-tentara
kolonial terlebih dahulu dalam proyek penjajahannya selaras dengan tujuan
tentara-tentara kolonial. Maka tidak salah ketika para orientalis selalu diawali
dengan pendudukan negara-negara Nasrani di egara-negara Islam.
Orientalisme dengan gerakan-gerakan pemikirannya telah membentangkan
jalan bagi aksi-aksi misionarisme dan menaburkan benih di tanah-tanah Islam.
Sementara itu, misionarisme juga membentangkan jalan bagi usaha kolonialisme
dengan menyiram benih-benih tersebut. Serta melindunginya agar bisa tumbuh
dan dipetik hasilnya. Dengan begitu kolonialisme datang untuk memetik buahnya
serta membagikannya kembali kepada sekutu-sekutu mereka baik para
orientalisme maupun misionarisme. Maka gerakan orientalisme tersebut disokong
secara moril maupun materil sehingga bisa mendirikan berbagai yayasan, pusat-
pusat studi, menggelar konferensi-konfrensi yang dibiayai para kolonialis. Selain
itu gerakan misionarisme juga disokong dan disedikan fasilitas untuk
menyebarkan strategi dan propaganda mereka yang berbahaya, sehingga korban
mereka bisa menerima bahkan mengikuti ajaran-ajaran yang mereka sebarkan.19
artinya jika kolonialisme menang, maka misionarisme juga menang dan
orientalisme akan tumbuh subur.
Dapat kita simpulkan bahwa kaitan antara Orientalisme dengan misionaris
Kristen adalah suatu hubungan yang saling menguntungkan antara kedua belah
pihak. Orientalisme berfungsi sebagai laboratorium penelitian yang menghasilkan
produk-produk propaganda terhadap ajaran Islam dan nabi Muhammad Saw,
sedangkan Misionarisme menjadi perpanjangan tangan dari orientalisme.
Agar gerakan orientalisme ini bisa berlanjut secara simultan, maka gerakan ini
harus berangkat dari semangat rekonsiliasi gereja, Selain itu supaya gerakan
misionarisme tetap eksis, mesti ada sekelompok orang yang mempelajari
orientalisme yang bertujuan menggoyahkan pondasi umat Islam , sebab mereka
putus asa tidak mampu memurtadkan umat Islam melalui kekuatan militer.

19
Taufik At-Takwil, Kisah-Kisah Penindasan Atas Nama Agama, hal. 70.
KESIMPULAN

Perang pemikiran telah mengaitkan misionaris dengan orientalisme. Posisi


orientalisme sebagai titik tolak pemberangkatan yang mengatur rencana dan
menghasilkan produk-produk pemikiran berakhir kepada misionarisme sebagai
sebuah gerakan. Apabila orientalisme dikonsentrasikan kepada perlindungan akidah
nasrani, maka garapan misionarisme adalah bagaimana menyerang akidah Islam
dengan cara mencuci otak umat Islam dengan pemikiran mereka di timur.

Umat Islam dalam pandangan para orientalisme adalah objek studi. Sedangkan
menurut pandangan misionarisme kaum muslim adalah sasaran dari studi itu. Walau
terkadang sebagian orientalis mengambil peran misionarisme, mereka merumuskan
materi mengenai perang melalui budaya untuk lebih mendukung dan menindaklanjuti
apa yang telah dicapai misionaris selama ini. Perumusan ini tidak didukung oleh
produk pemikiran yang dihasilkan kalangan orientalisme.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. Gelombang Orientalisme dan Studi-Studi Islam Kontemporer.

Bandung : Mizan, 2006.

Al-Khalidiy, Mushtafa. Misionarisme dan Kolonialisme .

At-Takwil, Taufik . Kisah-Kisah Penindasan Atas Nama Agama.

Bakar, Qadhy Abu. Tafsir Al-Qurtubiy. Dar el-Rayan

El- Baidawi, Hasan Abdul Rauf Muhammad. Orientalisme dan Misionarisme :

menelingkung Pola Fikir Umat Islam, Bandung : PT Remaja RosdaKarya,

2007.

Imam, Muhammad Kamal. Aktifitas Para Budayawa, Dar el-Hidayah.

Injil Matius, 25 : 29.

Kuiper, Arie De . Missiologia: Ilmu Pekabaran Injil, Jakarta: Gunung Mulia, 2006.

Mahmud, Ali Abdul Halim. Perang Pemikiran. Dar el-Buhuts el-Ilmiah, 1979, Cet. I.

Rais, Amien. Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta . Bandung : Mizan, 1991.

Roodney, Wolter. Eropa dan masa Kemudnduran Afrika, diterjemahkan Ahmad el-

Qashir , silsilah Alam el- Ma’rifah.

Said, Edward. Orientalism. New York : Vintage Books, 1978.

Syalabiy, Abdul Jalil. Perhelatan Misionarisme Terhadap Islam, Muassassah el

Khalij el- ‘Arabiy .

Zaqzuq, Mahmud. Orientalisme dan Keterbelakangan Berfikir Mengahadapi

Pergulatan Perdebatan , Dar el-Manar, 1989.

Woga, Edmund. Dasar-dasar Misiologi, Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Anda mungkin juga menyukai