Anda di halaman 1dari 17

ULUL ALBAB

FALSAFAH KADER HIMA PERSIS


Oleh: Achmad Faisal

MAKNA ULUL ALBAB

Kata Ulul Albab terdiri dari kata ulu [‫ ]أولو‬dan al-albab [‫]األلباب‬.Kata ulu [‫ ]أولو‬adalah bentuk jamak – yang
tidak memiliki mufrad (kata tunggal) –, artinya ashab (pemilik). Dan kata ulu dalam penggunaannya
dijadikan frase dengan isim dzahir (kata benda selain kata ganti). Seperti Ulu al-Quwwah [‫]أولو القوة‬
artinya pemilik kekuatan, Ulu al-Maal [‫ ]أولو المال‬artinya pemilik harta, dst. Ditulis dengan ada huruf
wawu yang pertama [‫]أولو‬, namun tidak dibaca.

Kata yang kedua adalah kata al-Albab [‫]األلباب‬. Kata ini adalah bentuk jamak, dan memiliki 2 kata
mufrad (kata tunggal): [1] Mufradnya adalah kata al-Labab [‫ ]اللَّبَة‬yang artinya bagian dada binatang
yang diikat tali agar pelana tidak lepas. [2] Mufradnya adalah kata al-Lubb [ ُّ‫ ]اللُّة‬yang artinya inti dari
segala sesuatu. Kata lubbur rajul [‫ ]لةُّ الرَّجل‬artinya akal seseorang. Karena inti manusia adalah akalnya.
(Lisanul Arab, Ibnul Mandzur).

Ulul Albab adalah istilah khusus yang dipakai al-Qur’an untuk menyebut sekelompok manusia pilihan
semacam ilmuwan atau intelektual. Namun berbeda dengan ilmuwan atau intelektual biasa, Ulul Albab
memiliki kekhasan tersendiri dalam bersikap dan mengambil keputusan.

Karakter Ulul Albab yang terdapat dalam Al-Quran menjadi “value” yang selayaknya dimiliki oleh kader
Hima Persis

Istilah Ulul Albab 16 kali disebut dalam al-Qur’an. Namun, sejauh itu al-Qur’an sendiri tidak
menjelaskan secara definitif konsepnya tentang ulul albab. Ia hanya menyebutkan tanda-tandanya
saja.

NILAI / VALUE KADER ULUL ALBAB

Nilai (Value) yang tertanam dalam pribadi seorang Ulul Albab, bisa dibagi ke dalam 3 “Jargon Aksi”
yang masing-masing mengandung value yang kuat.

Jargon Aksi pertama: ILMIAH . Yang berisi 4 nilai, yaitu: (1) Mencintai Ilmu Pengetahuan; (2) Rendah
hati ; (3) Berpikiran Terbuka ; (4) Memiliki Hikmah

Jargon Aksi Yang kedua adalah: PROGRESIF. Yang berisi 2 nilai, yaitu: (5) Berorientasi Aksi (Action
Oriented) ; (6) Menyebar Maslahat.

Jargon Aksi Yang ketiga, yaitu: REVOLUSIONER. Yang berisi 2 nilai, yaitu: (7) Memperjuangkan Keadilan
; (8) Berorientasi Perubahan.
KARAKTER UTAMA KADER ULUL ALBAB

Ayat yang cukup lengkap menggambarkan karakter Ulul Albab, terdapat dalam Al-Quran Surat Ali-
Imran ayat 190-190.

ِ َّ ِ ِ ‫ات ِْل‬ٍ ‫ف ال لَّي ِل والنَّه ا رِ ََل ي‬ ِ ‫واخ تِ ََل‬ ِ ‫ات َو ْاْل َْر‬ ِ ‫الس م او‬ ِ ِ ِ
‫ين‬
َ ‫ ا ل ذ‬- ‫ُوِل ْاْلَلْبَاب‬ َ َ َ ْ ْ َ ‫ض‬ َ َ َّ ‫إ َّن ِف َخ لْ ق‬
ِ ‫الس م او‬
ِ ‫ات َو ْاْل َْر‬
‫ض َربَّ نَا مَ ا‬ ِ ِ َّ ِِ
َ َ َّ ‫ُج نُوِب ْم َويَ تَ َف ك ُرو َن ِف َخ لْ ق‬ ‫يَ ْذ ُك ُرو َن ال لَّوَ قِيَامً ا َوقُ عُ ودً ا َوعَ لَ ٰى‬
ِ‫اب ال نَّا ر‬
َ ‫عَ َذ‬ ‫ك فَقِ نَا‬ ِ
َ ْ‫ت َٰى َذ ا بَاط ًَل ُس ب‬
َ َ‫ح ان‬ َ ‫َخ لَ ْق‬
“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi ulul albab. – Yaitu orang-orang yang menyebut nama
Allah dalam keadaan berdiri dan duduk dan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi, seraya berdoa: Ya Tuhan kami, Engkau tidak menciptakan ini sebagai kebatilan,
Maha Suci Engkau , jauhkanlah kami dari siksa neraka” (QS, Ali Imran, 190-191)

Ayat ini secara umum menggambarkan siapa itu Ulul Albab. Yaitu mereka yang 1) selalu mengingat
Allah dalam berbagai keadaan (Prinsip Tauhid). 2) Berfikir tentang tanda-tanda alam. (Prinsip Ilmiah) 3)
Mengambil inspirasi dari tanda-tanda itu untuk kemajuan dan melakukan perubahan di tengah
masyarakat. (Prinsip Progresif dan Revolusioner)

Ini adalah karakter sempurna seorang intelektual muslim. Dia sangat kokoh memegang ajaran Tauhid
sehingga selalu menghadirkan Tuhan dalam menjalani hidupnya. Namun di sisi lain, dia juga terus
menggali dan mengkaji fenomena alam raya, sehingga dia memiliki ilmu yang mendalam, berpijak pada
kajian ilmiah yang rasional dan obyektif. Tidak sekedar memiliki Tauhid dan ilmu yang mendalam, tapi
kedalaman ilmunya menjadi amunisi untuk melakukan perubahan dan membangun masyarakat yang
berkemajuan.

Integrasi dari ketiga karakter itulah yang membedakan Ulul Albab dengan intelektual biasa. Sehingga
Ulul Albab menjadi beyond intellectual, beyond scientist. Bukan sekedar intelektual, bukan sekedar
ilmuwan, tetapi Ulul Albab.

Seorang Ulul Albab bersungguh-sungguh menggali ilmu pengetahuan. Menyelidiki dan mengamati
semua rahasia wahyu (al-Qur’an maupun gejala-gejala alam), menangkap hukum-hukum yang tersirat
di dalamnya, kemudian menerapkannya dalam masyarakat demi kebaikan bersama. Jadi, seorang Ulul
Albab memiliki dasar ideogi Tauhid dalam dirinya. Dan dia tidak bisa dan tidak boleh melepaskan
kehadiran Tuhan dalam pemikiran maupun aksi-aksinya.

Prinsip Tauhid menjadi ruh dan inti dalam diri seorang Ulul Albab. Dari dasar Tauhid itu, muncullah
karakter aksi seorang kader Ulul Albab. Yaitu “Ilmiah, Progresif, dan Revolusioner” Kenapa Tauhid
tidak dimunculkan sebagai jargon? Karena Tauhid itu menempati maqom tersendiri. Tauhid menjadi
ruh yang memunculkan karakter aksi khas Ulul Albab, yaitu “Ilmiah-Progresif-Revolusioner”. Dengan
kata lain, Prinsip Tauhid terintegrasi dalam ketiga jargon aksi itu. Jadilah sosok seorang kader yang
ilmiah-progresif-revolusioner yang berlandaskan Tauhid.

ِ ‫الس م او‬
ِ ‫ات َو ْاْل َْر‬
‫ض‬ ِ ِ َّ
Jargon “Ilmiah” terinspirasi dari kalimat
َ َ َّ ‫َويَ تَ فَ ك ُرو َن ِف َخ لْ ق‬ , yaitu selalu

berpikir tentang penciptaan langit dan bumi”, sedangkan “Progresif” dan “Revolusioner” terinspirasi
dari ungkapan ‫ت َٰى َذ ا بَاطِ ًَل‬
َ ‫ َربَّ نَا مَ ا َخ لَ ْق‬. Maknanya, Tuhan tidak sekedar menciptakan segala

fenomena alam tersebut, untuk sekedar digali secara ilmiah, melainkan pasti ada maksud yang
berorientasi progresif (berkemajuan) dan revolusioner (perubahan masyarakat menjadi lebih baik).
Sangat menarik kalau kita lanjutkan paparan Firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat Ali-Imran 190-191
di atas. Dimana di ujung ayat 191, doa Ulul Albab mengemuka dan dilanjutkan dengan doa-doa di ayat
192 sampai 194.

ِ ‫نادي لِ ِْْل‬ ِ ‫نادياً ي‬


ِ ِ ِ ِ ‫َّك من تُ ْد ِخ ِل النَّار فَ َق ْد أَخزي تَو وما لِلظَّالِ ِم‬ ِ
‫ِيان أَ ْن‬ ُ ‫) َربَّنا إنَّنا ََس ْعنا ُم‬291( ‫ني م ْن أَنْصا ٍر‬ َ َ ُ َْ ْ َ ْ َ َ ‫َربَّنا إن‬
‫) َربَّنا َوآتِنا َما َو َع ْدتَنا َعلى‬291( ‫آمنَّا َربَّنا فَا ْغ ِف ْر لَنا ذُنُوبَنا َوَكف ّْْر َعنَّا َسيّْئاتِنا َوتَ َوفَّنا َم َع ْاْلَبْرا ِر‬ ِ ِ
َ َ‫آمنُوا بَربّْ ُك ْم ف‬
ِ ِ‫َّك َال ُتْل‬ َ ‫يام ِة إِن‬
ِ ِ
)291( ‫يعاد‬ َ ‫ف الْم‬ ُ َ ‫ك َوال ُتْ ِزنا يَ ْوَم الْق‬ َ ‫ُر ُسل‬
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka
sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong
pun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu):
'Berimanlah kalian kepada Tuhan kalian,' maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi
kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah
kami beserta orang-orang yang banyak berbuat bakti. Ya. Tuhan kami, berilah kami apa yang
telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantara-an rasul-rasul Engkau. Dan janganlah
Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji. (Q.S. Ali-Imran:
192-194)
Doa-doa di atas senantiasa dipanjatkan oleh Ulul Albab sebagai bukti pengakuan terhadap kekuasaan
Allah SWT dan juga pengakuan lemahnya diri manusia tanpa kekuatan dari Allah SWT. Seorang Ulul
Albab senantiasa melibatkan Allah dalam setiap aktivitasnya, meminta kekuatan kepada Allah SWT,
dan menjadikan aksi-aksinya itu sebagai jembatan untuk meraih kebahagiaan di akhirat kelak. Inilah
amunisi terkuat yang dimiliki oleh seorang Ulul Albab. Sehebat apapun dan secerdas apapun, mereka
tidak menunjukan kesombongan, tapi justru merendahkan dirinya di hadapan Allah SWT, sambil
berharap balasan terbaik di hari akhirat kelak.
Semakin menarik, ketika di ayat 195, Allah menjawab doa Ulul Albab ini dengan ungkapan berikut ini:
‫ىاج ُروا‬ ِ َّ ٍ ‫عام ٍل ِمْن ُكم ِمن ذَ َك ٍر أَو أُنْثى ب عض ُكم ِمن ب ع‬ ِ ‫ُضيع عمل‬ ِ
َ ‫ين‬ َ ‫ض فَالذ‬ َْ ْ ْ ُ َْ ْ ْ ْ َ َ َ ُ ‫َِّن َال أ‬ ّْ ‫جاب ََلُ ْم َربُّ ُه ْم أ‬
َ َ‫است‬
ْ ‫َف‬
ٍ ‫وأُخ ِرجوا ِمن ِديا ِرِىم وأُوذُوا ِِف سبِيلِي وقاتَلُوا وقُتِلُوا َْلُ َكفّْر َّن عْن هم سيّْئاِتِِم وَْل ُْد ِخلَنَّهم جن‬
‫َّات ََْت ِري ِم ْن‬ َ ُْ َ ْ َ ُْ َ َ َ َ َ َ ْ ْ ُ ْ َ
ِ ‫ََْتتِها ْاْل َْْنار ثَواباً ِمن ِعْن ِد اللَّ ِو واللَّوُ ِعْن َده حسن الثَّو‬
‫اب‬ ُُْ ُ َ ْ ُ َ
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman),
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kalian,
balk laki-laki ataupun perempuan, (karena) sebagian kalian adalah turunan dari sebagian
yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang
disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh. pastilah akan Kuhapuskan
kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya. sebagai tanda pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-
Nya pahala yang baik."(Q.S. Ali-Imran: 195)

Di ayat ini, Allah SWT menjawab doa-doa yang dipanjatkan oleh Ulul Albab, lalu menegaskan,

bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan aksi para hamba-Nya, baik laki-laki ataupun perempuan.

Dan orang-orang yang beraksi dengan cara berhijrah, berjihad, berperang, akan Allah hapus dosa-

dosanya dan disediakan surga sebagai balasannya.

Semakin jelaslah, karakter Ulul Albab di sini, adalah karakter seorang pejuang, yang berjuang

secara ideologis, untuk memperjuangkan keadilan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan menjaga

harkat martabat kemanusiaan. Walaupun untuk itu mereka harus mengahadapi tantangan dari

orang-orang kafir, yang menolak seruan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perjuangan

mereka didasari oleh prinsip Tauhid yang kokoh yang tersimpan dalam hati dan jiwa seorang Ulul

Albab, hingga melahirkan aksi-aksi heroik yang melahirkan daya juang tinggi dalam menjalankan

tugas sebagai Khalifatullah fil-ardh.

Inilah karakter komprehensif dari Ulul Albab. Rincian prinsip dan aksi-aksi Ulul Albab, akan

semakin jelas dipaparkan di ayat-ayat Ulul Albab yang lainnya.


Karakter Komprehensif Ulul Albab

Ilmiah

TAUHID

Revolusioner Progresif
JARGON AKSI I : ILMIAH
Ilmiah secara makna Bahasa, berarti: Bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat
(kaidah) ilmu pengetahuan.

Nilai Ke-1: Mencintai Ilmu Pengetahuan


Seorang Ulul Albab menjadikan alam raya dengan berbagai fenomenanya sebagai obyek penelitian
ilmiahnya. Segala proses alam raya ini diteliti, dikaji, dikonversi, dan bisa jadi melahirkan teori-teori
baru yang ditujukan untuk kemaslahtan umat manusia. Ini dengan sangat indah digambarkan di dalam
firman Allah SWt berikut:

ِ ِ ِِ ‫ض ُُثَّ ُُيْر‬
ِ ‫يع ِِف ْاْل َْر‬ِ ِ َّ ‫َن اللَّو أَنْزَل ِمن‬
ُ ‫ِج بو َزْر ًعا مُْتَل ًفا أَلْ َوانُوُ ُُثَّ يَه‬
ُ‫يج فَتَ َراه‬ ُ َ ‫الس َماء َماءً فَ َسلَ َكوُ يَنَاب‬ َ َ َ َّ ‫أَ ََلْ تَ َر أ‬
ِ ‫ُوِل ْاْلَلْب‬ ِ ِ َ ِ‫مص َفِّرا ُُثَّ ََيعلُو حطَاما ۚ إِ َّن ِِف َٰذل‬
‫اب‬ َ ِ ‫ك لَذ ْكَر ٰى ْل‬ ً ُ ُ َْ ُْ
Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit,
maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu
tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya
kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Q.S. Az-
Zumar : 21)

Alam raya ini ini menjadi sumber penelitian ilmiah bagi seorang Ulul Albab. Dia akan terus menggali,
mengkaji, melahirkan teori-teori baru, bagi kemudahan dan kemaslahan manusia. Maka bagi seorang
Ulul Albab, tidak ada dikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Semua ilmu adalah sama, merupakan
penelaahan dari alam semesta. Seorang Ulul Albab tidak bersikap apatis dan menutup diri terhadap
berbagai ilmu pengetahuan. Semakin banyak penemuan-penemuan ilmiah dalam berbagai disiplin
ilmunya, semakin nyaman Ulul Albab berada di situasi itu.

Seorang Ulul Albab tidak pernah mempertentangkan agama dan ilmu pengetahuan. Karena
pemahaman agama yang benar tidak akan bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Rasionalitas dan
nilai-nilai ilmiah bisa menjadi media dakwah dalam menyampaikan pesan-pesan tauhid.

Nilai Ke-2: Berpikiran Terbuka (Open Mind)

Karakter ilmiah Seorang Ulul Albab, muncul dalam konteks lain, yaitu memiliki ketelitian, kritis, dan
terbuka terhadap berbagai informasi, teori, preposisi ataupun dalil yang dikemukakan orang lain. Bagai
sosok mujtahid, Ulul Albab tidak mau taqlid terhadap seseorang, sehingga ia tidak mau menelan
mentah-mentah apa yang diberikan satu kelompok. Bahkan ia berani melahirkan teorinya sendiri. Dan
ia terbiasa melakukan perbandingan diantara berbagai pandangan dan teori, lalu mengambil yang
terbaik. Hal ini tercermin dalam Firman Allah SWT berikut ini:
ِ َّ ِ‫ا لَّذِ ين ي س ت ِم ع و َن ا لْقَ و َل فَ ي تَّبِع و َن أَح س ن و ۚ أُولَٰ ئ‬
َ ِ‫اى مُ ال لَّوُ ۚ َوأُولَٰ ئ‬
‫ك ُى ْم‬ ُ ‫ين َى َد‬
َ ‫ك ال ذ‬َ ََُ ْ ُ َ ْ ُ َْ َ َ
ِ ‫أُولُو ْاْلَلْب‬
‫اب‬ َ
"Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka
itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang
mempunyai akal”. (Q.S. Az-Zumar: 18)
Seorang Ulul Albab adalah seorang yang open mind. Dia selalu mau mendengar ucapan atau pendapat
dari siapapun. Telinganya selalu dia buka untuk mendengar berbagai argumen. Matanya selalu diajaga
agar mampu melihat kenyataan dan kebenaran, sehingga pikirannya pun selalu terbuka menerima
informasi, teori, atau penemuan-penemuan baru.
Fokus perhatian seorang Ulul Albab diarahkan kepada menerima dan menguji berbagai penemuan dan
premis-premis baru, termasuk prediksi akan masa depan. Dia selalu terbuka dengan perubahan, dan
tidak jumud dalam teori lama. Dia mendengar berbagai argumentasi dari berbagai pihak, dia terima
informasi dari berbagai kelompok. Dia tidak hanya mendengar pendapat dari para ilmuwan, akademisi,
atau kalangan terdidik saja. Tapi dia juga mau mendengar suara dan jeritan hati rakyat kebanyakan. Dia
mampu melihat dari berbagai sudut pandang. Dia mampu mendengar berbagai suara. Karena
pemikirannya terbuka, maka kepalanya penuh dengan ide-ide yang visioner, yang akan membantunya
melakukan perubahan.
Dalam konteks ini, seorang Ulul Albab sangat terbuka terhadap perubahan zaman. Dia menerima ayat-
ayat qoth’I dari Al-Quran dan dia juga menerima penemuan baru di bidang keilmuan. Karena memang
ayat-ayat Allah tidak akan bertentangan dengan ilmu pengetahuan.
Bukan hanya terbuka terhadap perkembangan dan perubahan zaman, Ulul Albab juga siap menghadapi
perubahan zaman yang sangat cepat. Dia punya pandangan visioner, mempersiapkan diri untuk
menghadapi berbagai perubahan yang akan terjadi. Bahkan lebih jauh lagi, dialah yang menciptakan
perubahan-perubahan itu.

Nilai Ke-3: Rendah Hati


Sementara di dalam Al-Quran Surat Az-Zumar ayat 9, Allah SWT menegaskan lagi penghargaannya
terhadap orang yang berilmu. Namun kali ini disertai kebiasaannya yang bermunajat kepada Allah di
tengah malam.
ِ ‫أَمَّ ن ى و قَانِت آ نَاء ال لَّي ِل س‬
‫اج ًد ا َوقَائِ ًم ا ََيْ َذ ُر ْاَل ِخ َرةَ َويَ ْر ُج و َر ْْحَةَ َربّْوِ ۚ قُ ْل َى ْل‬ َ ْ َ ٌ َُ ْ
ِ ‫ي س تَوِي ا لَّذِ ين ي عْ لَم و َن وا لَّذِ ين َال ي عْ لَم و َن ۚ إِ ََّّنَا ي تَ َذ َّك ر أُولُو ْاْلَلْ ب‬
‫اب‬ َ ُ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َْ
“ (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-
waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran
(Ulul Albab)’. (Q.S. Az-Zumar: 9)
Doa yang senantiasa dipanjatkan oleh Ulul Albab di tengah malam, menunjukan kesempurnaan ilmu
seorang Ulul Albab. Karena dia tahu, ilmunya itu harus dia pakai untuk mendatangkan rahmat Allah,
yang sangat dibutuhkan oleh dunia berserta seluruh umat manusia.
Kerendah hatian Ulul Albab sebagai orang yang berilmu, sekaligus menunjukan kedalaman ilmunya,
juga tercermin dalam Al-Qura Surat Ali-Imran ayat 7 berikut ini:

‫ين ِِف‬ ِ َّ ِ ِ َ‫ات ُى َّن أ ُُّم الْ ِكت‬ ِ َ‫ك الْ ِكت‬ ِ
َ ‫ات ۚ فَأ ََّما الذ‬ ٌ َ‫ُخ ُر ُمتَ َشاِب‬َ ‫اب َوأ‬ ٌ ‫ات ُُْم َك َم‬ ٌ َ‫اب مْنوُ آي‬ َ َ ‫ُى َو الَّذي أَنْ َزَل َعلَْي‬
َّ ‫قُلُوِبِِ ْم َزيْ ٌغ فَيَتَّبِعُو َن َما تَ َشابَوَ ِمْنوُ ابْتِغَاءَ الْ ِفْت نَ ِة َوابْتِغَاءَ تَأْ ِويلِ ِو ۚ َوَما يَ ْعلَ ُم تَأْ ِويلَوُ إَِّال اللَّوُ ۚ َو‬
‫الر ِاس ُخو َن ِِف‬
ِ ‫الْعِْل ِم ي ُقولُو َن آمنَّا بِِو ُكلّّ ِمن ِعْن ِد ربّْنَا ۚ وما ي َّذ َّكر إَِّال أُولُو ْاْلَلْب‬
‫اب‬ َ ُ َ ََ َ ْ َ َ
Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat
yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (Q.S. Ali-Imran: 7)
Tentu saja seorang Ulul Albab akan mengkaji secara mendalam ayat-ayat kauniyah yang terdapat di
alam raya dengan pernak-pernik kehidupannya. Namun tetap saja semuanya kembali kepada Allah
SWT. Sehingga ketika ada ayat-ayat yang meragukan (Mutasyabihat) yang sangat sulit mengungkap
hakikatnya, dia kembalikan lagi kepada Allah SWT. Ini menjadi bukti, bahwa sikap ilmiah yang dimiliki
seorang Ulul Albab, disertai dengan kerendah hatian, karena dia menyadari bahwa semua ilmu yang
dimilikinya, tidak terlepas dari anugerah Allah SWT. Dan dia menjadikan ilmunya ini untuk kebaikan
dan kesejahteraan manusia. Bukan untuk menimbulkan fitnah, perpecahan, dan kesulitan bagi
manusia lainnya.
Maka seorang Ulul Albab tidak mungkin memperjuangkan keadilan dan kebenaran dengan cara
merusak, manghancurkan, merendahkan derajat manusia, atau makhluk Tuhan lainnya.
Orang yang berilmu tinggi juga biasanya tidak menunjukan kesombongan. Ilmu yang dimilikinya bukan
untuk menahbiskan dirinya sebagai seorang yang hebat, cerdas, atau gelar-gelar lainnya. Dia hanya
fokus mengaplikasikan ilmunya untuk kemaslahatan alam raya ini. Dia fokus menggali ilmu dan
mengunakan ilmunya untuk kebaikan dan kesejahteraan manusia. Adapun Karena keahliannya itu dia
mendapat penghargaan, itu tidak menjadi masalah. Tapi fokus utama dia bukanlah penghargaan itu.
Dia sadar ilmunya dari Allah, dan dia harus memaksimalkan kebaikan ilmu itu untuk kemaslahatan
alam raya ini, dalam rangka menjalankan perintah Sang Ilahi. Maka, kerendah hatian lah yang muncul
dari seorang Ulul Albab.
Nilai Ke-4: Memiliki Hikmah (Bijaksana)
Dalam konteks lain, Allah menyebut ilmu yang dimiliki oleh Ulul Albab dengan diksi “Hikmah”. Ini
terdapat dalam Al-Quran Surat Al-Baqoroh ayat 269.

ِ ‫ُوِت َخْي را َكثِريا ۚ وما ي َّذ َّكر إَِّال أُولُو ْاْلَلْب‬


‫اب‬ ِ ِْ ‫اْلِكْمةَ من ي َشاء ۚ ومن ي ْؤت‬
َ ُ ْ َ َ ُ َ ْ َ َ ْ ‫يُ ْؤِِت‬
َ ُ َ َ َ ً ً َ ‫ْمةَ فَ َق ْد أ‬ َ ‫اْلك‬
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar
telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
mengambil pelajaran (dari firman Allah)”.(Q.S. Al-Baqoroh: 269)
Hikmah adaah level keilmuan yang sangat tinggi. Dimana seorang yang memiliki hikmah, bukan hanya
mengetahui (knowing), tapi dia bisa sangat memahami dan menempatkan ilmu itu pada tempatnya.
Seorang yang memiliki hikmah, tidak perlu menunjukan rentetan gelar akademis dan gelar-gelar sosial
agar bisa berpengaruh. Tetapi kedalaman hikmah yang dia miliki membuatnya memiliki kebijaksanaan
dalam mengaplikasikan ilmunya. Dan dengan hikmah yang dimilikinya, Allah berikan kebaikan (khair)
yang banyak.
Sebagaimana kita ketahui, kedalaman ilmu, rentetan gelar, julukan, pada diri seseorang tidak
menjaminnya meraih kebahagiaan. Juga tidak menjaminnya menjadi orang baik. Tapi bagi orang yang
diberikan hikmah oleh Allah SWT, akan membuatnya memiliki nilai kebaikan yang jauh lebih banyak.
Kebenaran tidak selalu harus disampaikan dengan satu cara. Tapi bisa dengan berbagai cara, metode,
media, dan wasilah-wasilah lainnya. Seorang yang memiliki hikmah, tahu kapan saat yang tepat
menyampaikan kebenaran dan dengan cara bagaimana dia harus menyampaikannya. Kedalaman
hikmah yang dimiliki seseorang menjadikannya seorang yang bijaksana. Dia mampu menjadikan
ilmunya bermanfaat dan berakibat baik bagi alam raya dan seisinya.
Sumber terbesar dan original hikmah yang didapatkan oleh Ulul Albab, berada dalam satu kitab yang
bernama “Al-Quran”. Kitab ini berisi petunjuk yang bisa menuntun jalan seseorang dari kegelapan
menuju terang benderang, dari kebodohan menjadi berilmu, dari kezhaliman menuju keadilan, dari
kekejaman, menuju kemanusiaan. Selain alam raya sebagai bahan tafakkur (ayat kauniyah), Al-Quran
juga dijakan sebagai bahan tadabbur. Karena di dalamnya memuat lebih dari sekedar Ilmu
pengetahuan, tetapi menjadi ruh bagi ilmu-ilmu yang tersebar di alam raya ini. Tentang hal ini, bisa
diperhatikan di dalam firman Allah SWt berikut ini:

ِ ‫ك مبارٌك لِيدَّبَّروا آياتِِو ولِيتَ َذ َّكر أُولُو ْاْلَلْب‬


‫اب‬ ِ ِ
َ َ َ َ َ ُ َ َ َُ َ ‫اب أَنْ َزلْنَاهُ إلَْي‬ ٌ َ‫كت‬
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran”. (Q.S. Shad: 29)
Salah satu isi Al-Quran adalah berupa kisah -kisah yang terjadi di masa lalu. Kisah ini bukan
sekedar untuk diketahui atau hanya dijadikan dongeng belaka, atau hanya menjadi sekedar
euphoria dan kebanggan terhadap masa lalu. Seorang Ulul Albab menjadikan ki sah-kisah di masa
lalu itu sebagai cermin dan pelajaran untuk bersikap di masa depan. Yang diambil dari sejarah
itu adalah spiritnya, pelajarannya, substansinya, dan HIKMAHnya, untuk kemudian menjadi
pijakan dalam menyusun rencana ke depan. Allah SWT berfi rman :

ِ ِ ِ ‫اب ۚ ما َكا َن ح ِديثا ي ْفت ر ٰى وٰلَ ِكن تَص ِد‬


ِ ‫ُوِل ْاْلَلْب‬ ِ ِ ِ َ‫لََق ْد َكا َن ِِف ق‬
‫يل‬ َ ْ َ‫يق الَّذي ب‬
َ ‫ني يَ َديْو َوتَ ْفص‬ َ ْ ْ َ ََ ُ ً َ َ َ ِ ‫صص ِه ْم عْب َرةٌ ْل‬ َ
‫ُك ّْل َش ْي ٍء َوُى ًدى َوَر ْْحَةً لَِق ْوٍم يُ ْؤِمنُو َن‬
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang
sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman. (Q.S. Yusuf : 111)
Seorang Ulul Albab dengan karakter ilmiahnya, menjadikan kisah-kisah masa lalu sebagai cermin untuk
menjadi lebih baik lagi di masa depan dengan melakukan langkah-langkah progresif (berkemajuan) dan
revolusioner (berorientasi perubahan).

JARGON AKSI II : PROGRESIF


Progresif menurut bahasa: Arah kemajuan. Berhaluan ke arah perbaikan keadaan sekarang (Politik).
Bertingkat-tingkat naik (pajak)

Nilai Ke-5 : Berorientasi Aksi (Action Oriented)


ِ ‫ُوِل ْاْلَلْب‬ ِ
‫اب لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّ ُقو َن‬َ ِ ‫اص َحيَاةٌ يَا أ‬
ِ ‫ص‬َ ‫َولَ ُك ْم ِِف الْق‬
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertakwa”. (Q.S. Al-Baqoroh: 179)
Kisah-kisah masa lalu disampaikan di dalam al-Quran sebagai pengingat dan pelajaran untuk masa
depan yang lebih baik. Jika orang-orang di masa lalu melakukan kesalahan, maka orang-orang masa
kini jangan sampai melakukan kesalahan yang sama. Kalaupun harus melakukan kesalahan, lakukanlah
kesalahan yang baru, yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Dan yang lebih baik tentu saja tidak
melakukan kesalahan lagi, walaupun tetap saja manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Namun keengganan melakukan kesalahan jangan sampai membuat kita tidak melakukan apa-apa
karena takut. Tidak mengapa melakukan kesalahan, asal kita mau belajar dari kesalahan itu. Keselahan
yang terjadi di masa lalu, diungkap lagi sebagai sebuah upaya untuk melakukan perbaikan dalam
kehidupan. Hidup haruslah progresif. Lebih baik, lebih cepat, dan lebih berkualitas dari kehidupan yang
sebelumnya.
Hanyalah Ulul Albab yang bisa menjadikan kisah-kisah di masa lalu sebagai pelajaran untuk melakukan
kehidupan yang lebih progresif. Karena banyak orang membaca kisah sejarah masa lalu, tapi tidak
membuatnya lebih baik, malah membuatnya tenggelam dalam romantisme kehidupan di masa lalu.
Mereka malah lebih suka berdebat tentang kejadian di masa lalu itu, tapi lupa mengambil substansi
dari kejadian itu untuk hidup yang lebih baik.
Banyak orang juga susah move on dari sejarah kehidupan di masa lalu. Bayangan kehidupan di masa
lalu malah membuat mereka takut dan paranoid hingga tidak mampu mengubah hidupnya menjadi
lebih baik. Mereka terjebak dengan bayang-bayang masa lalu, sambil tidak mampu berbuat banyak di
hari ini untuk mempersiapkan masa depan.
Seorang Ulul Albab mampu menyaring sejarah masa lalu untuk dijadikan cermin dalam melangkah
dengan aksi-aksi yang lebih baik. Ketimbang banyak berdebat untuk sesuatu yang sudah terjadi, Ulul
Albab lebih suka merancang aksi-aksi progresif yang akan sangat berguna untuk menyambut masa
depan.
Dalam Al-Quran Surat Al-Baqoroh 179 di atas, dikemukakan dengan tegas bahwa dalam kisah-kisah
masa lalu itu ada hayat , yaitu “kehidupan”. Ini menegaskan bahwa kisah di masa lalu itu harus jadi
sumber kehidupan yang lebih baik dan progresif bagi seluruh makhluk di muka bumi ini. Maka seorang
Ulul Albab harus mampu menciptakan masa depan yang lebih baik, yang lebih berkualitas, yang
menunjukan bahwa dia layak jadi Khalifah Allah di muka bumi.
Perhatikan ayat berikut ini:

ِ ‫ُوِل ْاْلَلْب‬ ِ ِ ِ ِ‫ولََق ْد آتَي نَا موسى ا َْل َد ٰى وأَورثْنَا ب ِِن إِسرائ‬
‫اب‬َ ِ ‫اب ُى ًدى َوذ ْكَر ٰى ْل‬
َ َ‫يل الْكت‬
َ َْ َ َْ َ ُ َ ُ ْ َ
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa; dan Kami wariskan Taurat
kepada Bani Israil. Untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang berfikir”.
(Q.S.Ghafir: 53-54)
Ayat di atas menjadi contoh, tentang kisah Nabi Musa yang sangat heroik dalam membebaskan rakyat
Bani israil dari kezhaliman Fir’aun, harus menjadi petunjuk dan pelajaran bagi para Ulul Albab.
Bagaimana Nabi Musa memiliki Visi kehidupan yang lebih baik ke depan dan melepaskan rakyat dari
bayangan kekuasaan Fir’aun. Beliau kemudian menciptakan kehidupan baru yang lebih baik dan lebih
manusiawi. Walaupun kemudian Bani Israil banyak melakukan pengingkaran terhadap ajaran-ajaran
dalam Kitab Taurat.

ِ ‫ُوِل ْاْلَلْب‬ ِ ِ ِ ِ
‫اب‬َ ِ ‫َوَوَىْب نَا لَوُ أ َْىلَوُ َومثْ لَ ُه ْم َم َع ُه ْم َر ْْحَةً منَّا َوذ ْكَر ٰى ْل‬
“Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan)
kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-
orang yang mempunyai fikiran”.(Q.S. Shad: 43)

Kisah Nabi Ayyub dalam ayat di atas juga menjadi pelajaran bagi Ulul Albab, terutama tentang
konsistensi, kegigihan, dan persistensinya dalam melakukan aksi-aksi kebaikan, walaupun harapan
belum sesuai dengan kenyataan dan tentangan serta kesulitan begitu besar menghadang
Demikian pula kalau kita perhatikan kisah Nabi Ibrahim, Nabi Isa, Nabi Muhammad, dan nabi-nabi yang
lainnya, mereka mengajarkan kepada kita untuk serius merancang dan menempuh aksi-aksi heroik
dalam membebaskan manusia dari penjajahan dan kebodohan.
Setelah mengeluarkan argumentasi ilmiah lewat diskusi dan debat dengan penguasa saat itu, para
Nabi melanjutkan perjalanannya dengan melakukan aksi-aksi yang menyedarakan rakyat saat itu,
bahwa mereka bukan hanya bisa berargumen tapi lebih berorientasi kepada aksi-aksi yang
membebaskan masyarakat dari kejumudan saat itu.
Bagi Ulul Albab, kehidupan tidaklah berhenti di pengkajian ilmiah. Ulul Albab tidak hanya mengkaji,
membaca dan berdiskusi. Tetapi mereka dengan sangat serius merancang aksi -aksi yang membebasan
dan memerdekakan. Inilah bedanya Ulul Albab dengan intelektual biasa.
Tapi sehebat apapun aksi-aksi pembebasan yang dilakukan oleh Ulul Albab, tetap ujung dan
pangkalnya haruslah kembali dan menuju kepada ajaran keyakinan tahid. Sehingga aksi-aksi heroik Ulul
Albab bisa dikatakan sebagai Theistic Action. Sebuah aksi yang membawa spirit Tauhid dan
membebaskan manusia dari penjajahan dan kejumudan. Seprti diungkapkan dalam ayat berikut:

ِ ‫اح ٌد ولِي َّذ َّكر أُولُو ْاْلَلْب‬


ِ ِٰ َّ ِ ِِ ِ ِ ‫ٰى َذا ب ََلغٌ لِلن‬
‫اب‬َ َ َ َ ‫َّاس َوليُ ْن َذ ُروا بو َوليَ ْعلَ ُموا أََّنَا ُى َو إلَوٌ َو‬ َ َ
“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi
peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang
Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran”. (Q.S. Ibrahim: 52)

Nilai Ke-6: Menyebar Maslahat

ْ ‫وق َوَال ِج َد َال ِِف‬


‫اْلَ ّْج ۚ َوَما تَ ْف َعلُوا‬ َ ‫ث َوَال فُ ُس‬ ْ ‫ض فِي ِه َّن‬
َ َ‫اْلَ َّج فَ ََل َرف‬ َ ‫ات ۚ فَ َم ْن فَ َر‬
ٌ ‫وم‬َ ُ‫اْلَ ُّج أَ ْش ُهٌر َم ْعل‬
ْ
ِ ‫ُوِل ْاْلَلْب‬ ِ ِ َّ ‫ِمن خ ٍري ي علَمو اللَّو ۚ وتَزَّودوا فَِإ َّن خي ر‬
‫اب‬ َ ِ ‫الزاد التَّ ْق َو ٰى ۚ َواتَّ ُقون يَا أ‬ ََْ ُ َ َ ُ ُ ْ َْ َْ ْ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-
bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan,
niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa
dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (Q.S. Al-Baqoroh: 197)
Ayat di atas berbicara tentang pelaksanaan ibadah haji. Namun yang jadi penekanan adalah perilaku-
perilaku yang tidak boleh dilakukan oleh yang sedang melakukan ibadah haji. Ibadah haji itu sebuah
ibadah ritual yang bersifat praktis. Sebuah manasik yang dilakukan oleh para Jemaah semata-mata
hanya memenuhi perintah-NYA. Namun di sela-sela ritual yang harus dipraktekan, ada sisi-sisi sosial
yang juga jadi rambu untuk tidak dilakukan. Yaitu perbuatn-perbuatan yang jelek, yang diwakili oleh
perilaku rofats (cabul, mesum), fasiq , dan jidal (berdebat/bertengkar) . Dan Allah memerintahkan
untuk berbuat kebaikan. Dan Itulah gambaran ketaqwaan khas Ulul Albab.

Seorang Ulul Albab memaknai Taqwa bukan hanya untuk dirinya sendiri. Bukan sekedar urusan dirinya
dan Tuhannya. Tetapi pemaknaan Ulul Albab tentang taqwa adalah menyebarkan kebaikan sebanyak-
banyaknya. Walaupun kebaikan itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, atau tidak diketahui oleh
orang lain, dia tetap yakin Tuhan mengetahuinya. Apapun kondisinya, separah apapun lingkungan,
sejahat apapun keadaan, seorang Ulul Albab tetap konsisten menyebarkan kebaikan. Perbuatan-
perbuatan jelek yang merugikan orang lain, merendahkan nilai kemanusiaan, dan sia-sia adalah
perilaku yang ditinggalkan oleh Ulul Albab.

Lebih jelas lagi, ayat di bawah ini menceritakan perbuatan-perbuatan baik yang berdimensi sosial yang
tinggi yang dilakukan oleh Ulul Albab.

ِ ‫ك ا ْْل ُّق َك م ن ُى و أَعْ م ٰى ۚ إِ ََّّنَا ي تَ َذ َّك ر أُولُو ْاْلَلْ ب‬


‫اب‬ ِ َ ‫أَفَم ن ي ع لَم أَ ََّّنَا أُنْزِ َل إِلَي‬
َ ُ َ َ َ ْ َ َ َ ّْ‫ك م ْن َرب‬ ْ ُ َْ ْ َ
ِ ِ ‫ا لَّذِ ين ي وفُو َن بِع ه دِ ال لَّوِ وَال ي نْ قُ ضُ و َن ا لْ ِم يثَا َق والَّ ِذ‬
َ ُ‫ين يَصلُو َن َما أ ََمَر اللَّوُ بِو أَ ْن ي‬
‫وص َل َوَُيْ َش ْو َن َربَّ ُه ْم‬ َ َ َ َ َْ ُ َ
ِ ‫اْلِس‬ ِ ِ َ‫الص ََلةَ وأَنْ َف ُقوا ِمَّا رزقْ ن‬ ِ ِ ِ ِ َّ
‫اب‬ َ ْ َ‫اى ْم سِّرا َو َع ََلنيَةً َويَ ْد َرءُو َن َوَُيَافُو َن ُسوء‬ ُ ََ َ َّ ‫صبَ ُروا ابْتغَاءَ َو ْجو َرِّْب ْم َوأَقَ ُاموا‬ َ ‫ين‬ َ ‫َوالذ‬
َ ِ‫السيّْئَةَ أُوٰلَئ‬
‫ك ََلُ ْم عُ ْق ََب الدَّا ِر‬ َّ ‫اْلَ َسنَ ِة‬
ْ ِ‫ب‬
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu
benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat
mengambil pelajaran (Ulul Albab) . (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak
merusak perjanjian. Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan
supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan
orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-
terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat
kesudahan (yang baik)”. (Q.S. Ar-Ra’du 19-22)

Memenuhi janji dan tidak merusaknya, menghubungkan apa yang seharusnya terhubung
(shilaturahmi), takut kepada Tuhannya, sabar, shalat, infaq, membalas kejahatan dengan kebaikan, itu
merupakan contoh kebaikan-kebaikan yang konsisten dilakukan oleh Ulul Albab
Contoh-contoh kebaikan yang disebutkan di atas, adalah perilaku baik yang konsisten dilakukan oleh
Ulul Albab. Tentu masih banyak kebaikan lain yang bisa dilakukan. Kebaikan yang dilakukan oleh Ulul
Albab bukanlah kebaikan untuk dirinya sendiri, atau untuk kelompoknya sendiri, tapi dia menyebar
kemaslahatan untuk seluruh makhluk Tuhan di muka bumi ini, apapun status sosialnya, warna kulitnya,
agamanya, dan lain-lainnya.
Konsistensi seseorang dalam menyebarkan kemaslahatan atau kebaikan di atas semuanya, adalah
value khas Ulul Albab. Maka apapun profesinya, apapun strategi aksinya, apapun tujuannya, apa yang
dilakukan Ulul Albab tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai kemaslahatan. Perjuangan Ulul Albab
tidak boleh merendahkan derajat kemanusiaan, merusak lingkungan, berkhianat, melanggar aturan,
korupsi, manipulasi, dan kejelekan-kejelekan lainnya.

Banyak yang katanya berjuang , bahkan menggunakan jargon agama, tapi dilakukan dengan menyebar
fitnah, berita bohong, manipulasi berita, merusak alam, dan kejelekan lainnya. Kebaikan tidak sama
dengan kejahatan. Maka setiap kebaikan harus diwujudkan dengan cara-cara yang baik pula. Tidak bisa
dilakukan dengan cara yang jelek dan merusak.

Yakinlah, kebaikan yang konsisten dan terus menerus dilakukan oleh seseorang akan meningkatkan
derajata orang tersebut dan mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Islam harus diperjuangkan
dengan cara yang berkemajuan, yang meningkatkan kualitas dan memberdayakan sumber daya
manusia. Progresivitas Ulul Albab akan melahirkan manusia-manusia berkualitas dan melahirkan
peradaban baru yang mampu melintasi zaman.

Ulul Albab tidak berpikir untuk kembali ke masa lalu, membangga-banggakan masa lalu. Ulul Albab
menatap masa depan dengan rencana aksi kreatif, imajinatif, dan yang futuristik, dan siap menghadapi
perubahan zaman secepat dan segila apapun. Dalam konteks perubahan zaman, Ulul Albab tidak
melawan ombak, tapi berselancar bersama ombak. Maka karakter Ulul Albab akan selalu up todate
dengan situasi dan kondisi apapun. Karena Progresivitasnya selalu hadir dalam setiap perubahan
zaman.

JARGON AKSI III : REVOLUSIONER


Revolusioner menurut bahasa: Cenderung menghendaki perubahan menyeluruh dan mendasar

Nilai Ke-7 : Memperjuangkan Keadilan

Selalu berpegang pada kebaikan dan keadilan. Ulul Albab mampu memisahkan yang baik dari yang
jahat, untuk kemudian memilih yang baik. Selalu berpegang dan mempertahankan kebaikan tersebut
walau sendirian dan walau kejahatan didukung banyak orang.

ِ ‫أُوِل ْاْلَلْب‬ ِ ِ‫ك َك ثْ رةُ ا ْْلَب‬


ِ ‫يث ۚ فَاتَّ قُ وا ال لَّوَ يَا‬ ُ ِ‫قُ ْل َال يَ ْس تَوِي ا ْْلَب‬
‫اب‬ َ َ َ َ‫ج ب‬ ُ ّْ‫يث َوال طَّي‬
َ ْ‫ب َولَ ْو أَع‬
ِ
ُ ‫لَعَ لَّ ُك ْم تُ ْف ل‬
‫ح و َن‬
“Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu
menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal agar kamu mendapat
keberuntungan".(Q.S. Al-Maaidah: 100)

Ayat ini menjelaskan karakter yang sangat jelas dari intelektual Ulul Albab. Jika intelektual biasa
sekedar mengungkapkan fakta apa adanya, Intelektual Ulul Albab menyampaikan kebenaran dan apa
yang seharusnya. Tidak berhenti di fakta, seorang Ulul Albab akan menjadikan fakta itu sebagai
inspirasi untuk memilih dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Maka seorang Ulul Albab tidak boleh berdiam diri berlama-lama di perpustakaan atau di tempat
semedi. Seorang Ulul Albab tidak boleh berlama-lama menyendiri mengasingkan diri. Dia harus muncul
di tengah-tengah masyarakat dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya komitmen dan konsisten
terhadap keadilan.

Seorang Ulul Albab juga harus menyadarkan masyarakat akan kejumudan yang selama ini
membelenggu mereka. Ulul Albab harus jadi pembebas dari kebodohan, kemiskinan, dan kejumudan.
Ulul Albab harus terjun ke tengah-tengah masyarakat membebaskan mereka dari penjajahan dan
ketidak-adilan.

Apapun profesi yang dipilih oleh seorang kader Ulul Albab, maka dia siap melakukan perubahan di
lingkungannya. Perubahan yang revolusioner yang memungkinkan keadilan akan terus bertahan.
Selama masih ada kezhaliman, selama masih ada ketidak-adilan, selama masih ada penindasaan,
selama masih ada kecurangan dan kemunafikan, maka kader Ulul Albab tidak akan berhenti berpikir
dan berjuang melakukan perubahan.

Perhatikanlah ayat di atas. Walaupun kejelekan/kejahatan itu menarik hatimu, dan memang biasanya
selalu begitu, namun seorang Ulul Albab tidak akan tergoda untuk memilih berada di barisan
kejelekan/kejahatan tersebut. Hal ini terjadi karena kuatnya landasan Tauhid dalam dirinya. Maka
perintah Allah ketika menghadapi kezaliman, adalah bertaqwa kepada-Nya (Fattaquullaah yaa Ulil
Albab), agar kalian mendapatkan kemenangan. Wujud dari bertaqwa adalah dengan berdoa. Kalau kita
kembali merujuk kepada Surat Ali Imran ayat 190 dan terusannya hingga ayat ke 194, dimana Ulul
Albab mengajukan proposal doa-doanya kepada Sang Maha Pencipta.

Dan di ayat 195, Allah berfirman:


“Maka Tuhan mereka mengabulkan dia mereka (Ulul Albab), seraya berfirman: Sesungguhnya Aku
tidak akan menyia-nyiakan amal (aksi) seorang yang beramal , baik laki-laki maupun perempuan.
Sebagian mereka atas sebagiannya yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, dan diusir dari
kampung halamannya, dan tersakiti di jalan-Ku, dan mereka berperang serta terbunuh, pasti akan
aku hapus dosa-dosa mereka, dan akan aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai sebagai pahala dari sisi Allah, dan Allah, baginya pahala terbaik”.

Ini menarik sekali, coba perhatikan ayat-ayat di atas. Setelah berdoa, Allah balas dengan mengabulkan
doa dan menghargai jerih payah para pejuang revolusioner itu. Ini berarti yang dilakukan oleh Ulul
Albab, bukan hanya berdoa, tapi terjun langsung melakukan perjuangan dan perubahan. Dan dalam
proses perjuangan itu, dia bisa mengalami beragam kesulitan, seperti diusir dari kampungnya (dipecat,
disingkirkan, tidak dipilih),bahkan hingga terbunuh (bisa berarti terbunuh posisinya, kariernya, bisa
juga finansialnya). Maka siapapun yang melakukan perjuangan itu, berani membela kebenaran,
membela hak-hak yang tertindas, membela rakyat lemah yang dizalimi, walaupun dengan susah payah,
maka dialah Ulul Albab, dan akan mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT.
Ini menjadi dalil bahwa seorang Ulul Albab wajib melakukan perubahan dan menjadi perubah
(revolusioner) di tengah-tengah masyarakat.

Bagi para revolusioner, Allah menjanjikan kemenangan baginya, dengan kalimat “La’allakum
tuflihuun”. Tidaklah mungkin kebaikan menang melawan kejahatan, jika tidak ada aksi dari para ulul
Albab. Maka dalam perjuangan revolusionernya, para Ulul Albab menyertainya dengan berdoa
memohon kekuatan kepada Allah, untuk kemudian melakukan aksinya secara aktif dan strategis.

Nilai Ke-8: Berorientasi Perubahan


ِ َّ ِ
‫ين َآمنُوا ۚ قَ ْد أَنْ َزَل اللَّوُ إِلَْي ُك ْم ِذ ْكًرا‬ ً ‫َع َّد اللَّوُ ََلُ ْم َع َذابًا َش ِد‬
ِ ‫يدا ۚ فَاتَّ ُقوا اللَّوَ يَا أ‬
َ ‫ُوِل ْاْلَلْبَاب الذ‬ َ‫أ‬
‫ت إِ ََل‬ ِ ‫ت ِمن ٱلظُّلُ ٰم‬ ِ ِ َّٰ ۚ‫ت لّْيخرِج ٱلَّ ِذين ءامنُواۚ وع ِملُوا‬ ٍ ِ ِ
َ َ ‫ٱلصل َٰح‬ ََ َ َ َ َ ْ ُ َ‫َّر ُس ًوال يَْت لُواۚ َعلَْي ُك ْم ءَايَٰت ٱللَّو ُمبَ يّْ ٰن‬
‫ين فِ َيهاۚ أَبَ ًدا ۚ قَ ْد‬ ِِ ِ ِ ٍٰ ِ ِ ‫ٱلنُّوِر ۚ ومن ي ؤِمنۚ بِٱللَّ ِو وي عمل‬
َ ‫صٰل ًحا يُ ْدخ ْلوُ َجنَّت ََْت ِرى من ََْتت َها ْٱْلَنْ َٰه ُر َٰخلد‬َ ْ َ ْ ََ ُْ َ َ
‫َح َس َن ٱللَّوُ لَ ۥوُ ِرْزقًا‬
ْ‫أ‬
“Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-
orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah
menurunkan peringatan kepadamu, (Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan
kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia
mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya.
Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan
memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik
kepadanya”. (Q.S. Ath-Tholaq: 10-11)

Dalam ayat ini Allah meminta Ulul Albab untuk bertaqwa , yaitu orang-orang yang beriman. Dan Allah
telah memberikan kepadamu peringatan (pelajaran, inspirasi) dengan mengutus seorang Rasul yang
membacakan ayat-ayat Allah dan mengeluarkan (merevolusi) orang-orang yang beriman dan amal
shaleh, dari kegelapan menuju cahaya.

Sosok Rasulullah SAW adalah seorang revolusioner sejati. Dimana beliau mampu melakukan revolusi
sosial yang sangat radikal terhadap bangsa Arab Jahiliyah menjadi sebuah masyarakat dengan
peradaban yang lebih baik dan lebih manusiawi . Rasulullah menyampaikan ajaran kebaikan,
persamaan derajat, kasih sayang, dan meninggikan kemanusiaan seseroang. Bukan hanya kepada
orang yang beriman, tapi kepada seluruh makhluk Tuhan di muka bumi ini.

Revolusi yang dilakukan oleh Rasulullah, diilustrasikan dengan istilah mengeluarkan dari “kegelapan
menuju cahaya”, yang bisa dimaknai sebagai sebuah upaya meninggikan derajat manusia. Maka,
revolusi ala Rasulullah adalah melakukan upaya memudahkan kehidupan manusia, mengangkat derajat
manusia, dan menjadikan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang menyebarkan
kedamaian, kasih sayang, keadilan, dan kesetaraan.

PENUTUP

Kader Hima Persis pada akhirnya akan berdiaspora, menyebar ke berbagai lini kehidupan, ke berbagai
profesi. Selama dan setelah aktif di Hima Persis, kader-kader ini akan memilih profesi sesuai dengan
potensi, kapasitas, dan passion nya masing-masing. Ada yang menjadi politisi, pengusaha, ulama,
akademisi, aktivis sosial, pedagang, investor, dll. Namun apapun profesinya, Nilai Ulul Albab tetap
terintegrasi dalam dirinya. Di manapun dia berada, nilai-nilai ini akan menetap dan muncul dalam
setiap aksi yang dilakukannya.

Hima Persis adalah organisasi kader. Tugasnya melahirkan kader-kader berkualitas dengan nilai Ulul
Albab yang melekat dalam dirinya. Ibarat kawah candradimuka, kader yang lahir dari Hima Persis ,
memiliki nilai yang kuat dalam dirinya. Dan kader ini bisa menjadi kader Jam’iyyah atau kader bangsa,
atau dua-duanya.

Kader Jam’iyyah adalah mereka yang aktifi di struktur Jam’iyyah Persatuan Islam dan bagian
otonomnya, atau di lembaga/badan yang berafiliasi dengan Jam’iyyah Persatuan Islam. Di sini, kader-
kader ini aktif membangun Jam’iyyah menjadi lebih baik, menanamkan jiwa ilmiah, aksi yang progresif,
dan meluncurkan perubahan revolusioner untuk kemajuan Jam’iyyah yang lebih baik.

Kader bangsa adalah mereka yang berada di luar struktur Jam’iyyah dan memberikan pengaruh bagi
perbaikan bangsa ini, apapun profesinya. Bisa menjadi politisi, PNS, pengusaha, aktivis sosial, dan yang
lainnya. Sebagai kader bangsa, kader Hima Persis ini memberikan kontribusi terbaiknya bagi kemajuan
bangsa dan negara ini. Dia berjuang sesuai profesinya mengangkat harkat dan martabat bangsa yang
lebih baik. Dengan nilai Ulul Albab yang sudah melekat dalam dirinya, aksi ilmiah, progresif, dan
revolusioner terus menjadi ciri khas nya, dimanapun dia berada.

Kader Hima Persis juga bisa menjadi kader Jam’iyyah sekaligus kader bangsa. Maka dia bertugas agar
Jam’iyyah Persatuan Islam tidak pernah absen menjadi bagian dari solusi dan kontribusi terhadap
masalah yang menghinggapi bangsa ini. Eksistensi Jam’iyyah diarahkan untuk membantu menyebarkan
kemaslahatan bagi bangsa ini dan bagi alam raya ini secara keseluruhan.

Wassalaamu’alaikum

ACHMAD FAISAL

Anda mungkin juga menyukai