Anda di halaman 1dari 3

Kepemimpinan Ulul Albab

Oleh:

Salman Fathurrahman

(Ketua PD. Hima Persis 2019-2020)

Kepemimpinan dapat terjadi pada setiap ruang dan waktu, dengan catatan
ada seseorang yang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, tanpa
mengindahkan bentuk alasannya. Dengan demikian kepemimpinan bisa saja terjadi
karena berusaha mencapai tujuan seseorang atau kelompok, dan itu bisa selaras
atau tidak dengan tujuan organisasi.

Setiap organisasi, apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang


pemimpin, dan pimpinan tertinggi (pimpinan puncak) atau manajer tertinggi (top
Manager) yang harus menjalankan kegiatan kepemimpinan (leardership action) atau
manajemen (management) bagi keseluruhan organisasi sebagai satu kesatuan.
Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk
berperan aktif dalam melaksanakan peran kepemimpinan, baik peran sebagai
penentu arah, agen perubahan, juru bicara maupun pelatih untuk meningkatkan
kinerja atau semangat kerja pengurus pada sebuah organisasi. Peran tersebut
mempunyai pengaruh jika para pimpinan memiliki kemampuan menerapkan gaya
kepemimpinan untuk menggerakkan pengikut kearah pencapaian visi organisasi.
Memadukan gaya kepemimpinan dengan karakteristik pengikut, maka organisasi
akan menuju pada kesuksesan.

Organisasi harus dimanage secara baik dan profesional, oleh seorang


pemimpin yang terlebih dahulu meng-ulul albab-kan dirinya sendiri, sehingga dia
akan mampu meng-ulul albab-kan orang lain. Dalam ayat-ayat ulul albab yang
terdapat dalam al-Qur’an, Allah memberikan penjelasan secara komprehensif
tentang manusia ideal ini dengan ragam karakteristik yang berbeda. Sehingga
manusia berpredikat ulul albab menjadi tujuan dan cita-cita seluruh umat untuk
dapat mencapai strata tersebut.

Sosok ulul albab yang dimaksud, menurut Dawam Rahardjo memiliki ciri
sebagai berikut: (1) Mempunyai pengetahuan atau orang yang tahu. (2) Yang
memenuhi perjanjian dengan Allah dan tidak ingkar janji, (yakni beriman, berbuat
baik dan menjauhi hal-hal yang keji dan mungkar). (3) Menyambung apa yang
diperintahkan Allah untuk disambung (misalnya: ikatan kasih sayang). (4) Takut
kepada Tuhan (jika berbuat dosa) karena takut pada hasil penghitungan yang
buruk. (5) Sadar karena ingin mendapat keridhaan Tuhan. (6) Menegakkan shalat
(7) Membelanjakan rizki yang diperoleh untuk kemanfaatan orang lain, baik secara
terbuka maupun secara tersembunyi. (8) Menolak kejahatan dengan kebaikan.

Sementara itu Didin Hafidhuddin menjelaskan ciri-ciri ulul albab, sebagai


berikut: pertama, senantiasa melakukan zikrullah, dalam arti luas, dalam segala
gerak-gerik aktivitasnya, dibarengi dengan kegiatan tafakur (penelaahan, penelitian,
nazhar) terhadap alam ciptaan-Nya, baik yang terdapat dalam dirinya sendiri
maupun pada alam sekitarnya (ali-Imran: 190-191) sehingga melahirkan kesadaran
tauhid dalam arti yang sesungguhnya (ali-Imran: 191). Kedua, bersungguh-sungguh
dalam menuntut ilmu sehingga mencapai tingkat rasikh “mendalam” (ali-Imran: 7).
Ketiga, mampu memisahkan yang buruk (khabits) dengan yang baik (thayib),
kemudian ia memilih, berpihak, dan mempertahankan yang baik itu meskipun
sendirian, sementara yang berpihak dan mempertahankan yang buruk itu ialah
kebanyakan orang (al-Maidah: 100).

Keempat, Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-


nimbang ucapan, teori, preposisi, ataupun dalil dan argumentasi yang
dikemukakan orang lain, dan senantiasa memilih alternatif yang terbaik (ahsanah)
(az-Zumar: 18). Kelima, bersedia mendakwahkan ilmu yang dimilikinya kepada
masyarakat, senantiasa berusaha memperbaiki masyarakat dan lingkungannya,
memiliki kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan kegiatan amar makruf nahi
mungkar (Ibrahim: 52). Keenam, tidak takut kepada siapapun, kecuali hanya kepada
Allah (al-Baqarah: 197). Ketujuh, senantiasa ruku’ dan sujud pada sebagian
malamnya, merintih kepada Allah Swt, dan semata-mata hanya mengharapkan
rahmat dan ridha-Nya (az-Zumar: 9).

Dalam menghadapi realitas, tidak semua pemimpin yang telah meng-ulul


albab-kan dirinya akan selalu berhasil, hal ini dikarenakan beberapa faktor, selain
karena kepribadian dan kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin, juga karena
sikap dan prilaku orang-orang yang dipimpin. Faktor yang menentukan sikap dan
tingkah laku pemimpin sangat beragam, antara lain: keahlian dan pengetahuan
yang dimiliki, jenis dan sifat pekerjaannya, sifat-sifat kepribadian pemimpin dan
pengikut/yang dipimpin, serta bentuk sanksi/hukuman yang ada di tangan
pemimpin.

Kemudian yang menjadi pembeda antara pemimpin ulul albab dengan yang
lainnya adalah tentang bagaimana membangun orang-orang yang dipimpin
memiliki kepribadian loyal, taat dan patuh (sami’na wa atha’naa, selama bukan
dalam kemunkaran), harmonis, bekerja keras serta ikhlas sehingga membentuk satu
langkah menuju tercapainya cita-cita. Keempat faktor tadi, menjadikan pemimpin
ulul albab memiliki kemampuan yang lebih dibanding dengan yang lainnya.

AM Saefuddin menyatakan bahwa pemimpin ulul albab adalah intelektual


muslim atau mufakkir yang mempunyai ketajaman analisis atas fenomena dan
proses alamiah, dan menjadikan kemampuan tersebut untuk memkonstruk dan
mengcreate kemaslahatan bagi kehidupan manusia.

Pemimpin ulul albab adalah seorang pemimpin yang mempunyai karakter:


ketajaman analisis, memiliki kepekaan spiritual, optimisme dalam menghadapi
hidup, memiliki keseimbangan jasmani-ruhani; individual-sosial; dunia-akhirat,
memiliki kemanfaatan bagi kemanusiaan, pelopor dalam transformasi sosial,
berkepribadian kokoh, serta memiliki kemandirian dan tanggungjawab.

Kecerdasan pemimpin ulul albab meliputi; kecerdasan profesional,


kecerdasan personal dan kecerdasan manajerial. Ketiga kecerdasaan ini harus
saling berkaitan satu dengan yang lainnya, lalu dibingkai oleh kecerdasan personal,
yakni pemimpin yang memiliki skill dan pengetahuan untuk melakukan hubungan
secara vertikal kepada Allah dengan baik, dan secara horizontal kepada sesama
manusia, agar hubungan tersebut dapat terjaga dengan baik.

Penekanan keberhasilan kepemimpinan ulul albab terletak pada kuatnya


komunikasi dengan Allah (hablu min-allah), disamping menggerakkan masyarakat
dengan menjalin komunikasi yang lebih baik, oleh karena itu model kepemimpinan
ini disebut juga sebagai kepemimpinan kharismatik (charismatic leadership).

Cahrismatic leadership adalah kemampuan mempengaruhi pengikutnya


didasarkan pada bakat supernatural dan kekuasaan atraktif. Pengikut menikmati
bersama charismatic leader karena mereka merasa terinspirasi, benar dan penting.
Pemimpin kharismatik mempunyai kualitas bakat yang luar biasa, charisma, yang
memungkinkan mereka memotivasi pengikut untuk mencapai kinerja luas biasa.
Atas dasar perhatiannya pada masa depan, pemimpin kharismatik dapat
diklasifikasi dalam dua tipe: (a) visionary charismatic leader memfokuskan pada
jangka panjang, dan (b) crisis -based charismatic leader memfokus pada jangka
pendek.

Orang-orang yang dipimpin/bawahan, akan merespon beberapa hal terhadap


kepemimpinan kharismatik ulul albab, antara lain: pengikut menaruh kepercayaan
terhadap keyakinan dan kebenaran pemimpin, timbulnya kesamaan keyakinan
pengikut dan pemimpin, terbentuknya rasa kasih sayang (affection) yang dipimpin
kepada pemimpin begitupun sebaliknya, kemudian keterlibatan secara emosional
dari yang dipimpin terhadap pemimpin, serta munculnya keyakinan dari yang
dipimpin, bahwa pemimpin kharismatik (ulul albab) akan selalu memberikan
bantuan demi keberhasilan cita-cita organisasi. Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai