Anda di halaman 1dari 20

"Kebanyakan orang mengatakan

intelektualitaslah yang membuat


seorang ilmuwan  hebat. Mereka salah,
yang membuatnya hebat adalah karakter"
- Albert Einstein

Dear Rony,

Jenderal H. Norman Schwarzkopf pernah


mengatakan, "Kepemimpinan adalah
kombinasi yang sangat kuat dari
strategi dan karakter. Namun jika
harus memilih salah satunya, pilihlah
karakter."

Karakter dan kredibilitas selalu berjalan bersama. Kepemimpinan tanpa kredibilitas cepat atau lambat
akan hancur.

Lihat saja kepemimpinan yang diguncang oleh skandal korupsi, sex atau hak asasi manusia, seperti yang
terjadi pada mantan presiden Amerika, Richard Nixon, Bill Clinton atau para petinggi perusahaan Enron
yang
memanipulasi data keuangannya.

Karakter membuat kita dipercaya dan rasa percaya membuat kita bisa memimpin. Seorang pemimpin
tidak pernah membuat komitmen kecuali ia melaksanakannya dan ia benar-benar melakukan segalanya
untuk menunjukan integritas, sekalipun hal itu tidak nyaman baginya.

Seorang pemimpin berkarakter kuat akan dipercayai banyak orang. Mereka mempercayai kemampuan
pemimpin tersebut untuk mengeluarkan kemampuan mereka yang tertahan.

Jika seorang pemimpin tidak memiliki karakter yang kuat, ia tidak mendapatkan respek dari pengikutnya.
Respek diperlukan bagi sebuah kepemimpinan yang bertahan lama. Seorang pemimpin memperoleh respek
dengan mengambil keputusan yang berani dan mengakui  kesalahannya. Ia juga lebih mendahulukan
kepentingan terbaik pengikut dan organisasi dibandingkan kepentingan pribadinya.

Kepercayaan adalah dasar kepemimpinan. Rusak kepercayaan, berakhir pulalah sebuah


kepemimpinan

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

I. Definisi Kepemimpinan
 
Kepemimpinan mengacu pada suatu proses untuk menggerakkan sekumpulan manusia menuju ke suatu
tujuan yang telah ditetapkan dengan mendorong mereka bertindak dengan cara yang tidak memaksa.
Kepemimpinan yang baik menggerakkan manusia ke arah jangka panjang, yang betul-betul merupakan
kepentingan mereka yang terbaik. Arah tersebut bisa bersifat umum, seperti penyebaran Islam ke seluruh
dunia, atau khusus seperti mengadakan konferensi mengenai isu tertentu. Walau bagaimanapun, cara dan
hasilnya haruslah memenuhi kepentingan terbaik orang-orang yang terlibat dalam pengertian jangka panjang
yang nyata.
 
Kepemimpinan adalah suatu peranan dan juga merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain.
Pemimpin adalah anggota dari suatu perkumpulan yang diberi kedudukan tertentu dan diharapkan dapat
bertindak sesuai dengan kedudukannya. Seorang pemimpin adalah juga seorang dalam suatu perkumpulan
yang diharapkan menggunakan pengaruhnya dalam mewujudkan dan mencapai tujuan kelompok. Pemimpin
yang jujur ialah seorang yang memimpin dan bukan seorang yang menggunakan kedudukannya untuk
memimpin.
 
Fenomena kepemimpinan dapat dijelaskan melalui konsep-konsep dasar berikut:
1. Kepemimpinan adalah suatu daya yang mengalir dengan cara yang tidak diketahui antara pemimpin
dengan pengikutnya, mendorong para pengikut supaya mengerahkan tenaga secara teratur menuju sasaran
yang dirumuskan bersama. Bekerja menuju sasaran dan pencapaiannya memberikan kepuasan bagi
pemimpin dan pengikutnya.
2.Kepemimpinan juga mewarnai dan diwarnai oleh media, lingkungan, dan iklim di mana dia berfungsi.
Kepemimpinan tidak bekerja dalam ruangan yang hampa, tetapi suasana yang diciptakan oleh berbagai
unsur.
3.Kepemimpinan senantiasa aktif, bisa saja berubah-ubah derajatnya, intensitasnya dan keluasannya.
Bersifat dinamis atau tidak ada.
4.Kepemimpinan bekerja menurut, prinsip, alat dan metode yang pasti dan tetap.
 
 II. Kepemimpinan yang Efektif
 
A. Apakah kepemimpinan yang efektif?
  
Kepemimpinan yang efektif ialah suatu proses untuk menciptakan wawasan, mengembangkan suatu strategi,
membangun kerjasama dan mendorong tindakan. Pemimpin yang efektif:
*menciptakan wawasan untuk masa depan dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang
kelompok yang terlibat.
*mengembangkan strategi yang rasional untuk menuju ke arah wawasan tersebut.
*memperoleh dukungan dari pusat kekuasaan yang bekerjasama, persetujuan, kerelaan atau kelompok
kerjanya dibutuhkan untuk menghasilkan pergerakan itu.
*memberi motivasi yang kuat kepada kelompok inti yang tindakannya merupakan penentu untuk
melaksanakan strategi.
 
 Suatu kombinasi dari proses biologis, sosial dan psikologi yang kompleks menentukan potensi
kepemimpinan seorang individu. Potensi ini harus dibina dengan baik supaya efektif. Bisa saja seseorang
memiliki sifat kepemimpinan dan tidak memanfaatkannya. Dalam kehidupan orang-orang yang berbeda,
sifat ini mungkin diwujudkan dalam suatu situasi yang bervariasi, dan muncul pada tahap yang berbeda.
Pelaksanaan kepemimpinan dipengaruhi oleh lingkungan dan peluang serta keadaan yang terbatas.
 
 B. Pemimpin, Pengawas, dan Pengikut
  
Pemimpin mengendalikan bawahannya untuk mencapai tujuan dengan motivasi dan teladan pribadi.
Pengawas memperoleh tingkah laku yang diinginkan dengan menggunakan wewenang resmi mereka yang
lebih tinggi dalam struktur organisasi.
 
Pemimpin yang baik menyadari bahwa mereka juga harus menjadi pengikut yang baik. Boleh dikatakan,
pemimpin juga harus melapor kepada seseorang atau kelompok. Oleh sebab itu mereka juga harus mampu
menjadi pengikut yang baik. Pengikut yang baik harus menghindari persaingan dengan pemimpin, bertindak
dengan setia, dan menanggapai ide, nilai dan tingkah laku pemimpin secara konstruktif.
 
Pengikut atau pemimpin terikat dalam suatu hubungan yang terarah. Pemimpin harus senantiasa memberi
perhatian pada kesejahteraan anak buahnya.
 
III. Ciri-Ciri Pemimpin Islam
 
Nabi Muhammad saw bersabda bahwa pemimpin suatu kelompok adalah pelayan kelompok tersebut. Oleh
karena itu, pemimpin hendaklah melayani dan menolong orang lain untuk maju. Beberapa ciri penting yang
menggambarkan kepemimpinan Islam adalah sebagai berikut:
 
A. Setia
Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada Allah.
 
B. Tujuan
Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok tetapi juga dalam ruang
lingkup tujuan Islam yang lebih luas.
 

C. Berpegang pada Syariat dan Akhlak Islam


Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang pada perintah
syariat. Waktu mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika
berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tak sepaham.
 
 D. Pengemban Amanah
Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang disertai oleh tanggung jawab yang besar.
Qur'an memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap baik kepada
pengikutnya.
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka, niscaya mereka mendirikan shalat,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar... "(QS.22:41).
  
IV. Prinsip-prinsip Dasar Operasional Kepemimpinan Islam
 
Ada tiga prinsip dasar yang mengatur pelaksanaan kepemimpinan Islam: musyawarah, keadilan, dan
kebebasan berpikir.
 
A. Musyawarah
 
Musyawarah adalah prinsip pertama dalam kepemimpinan Islam. Qur'an menyatakan dengan jelas bahwa
pemimpin Islam wajib mengadakan musyawarah dengan orang yang mempunyai pengetahuan atau dengan
orang yang dapat memberikan pandangan yang baik.
"Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedangkan urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang kami
berikan kepadanya". (QS. 42 : 38).
Rasulullah saw juga diperintahkan oleh Allah supaya melakukan musyawarah dengan sahabat-sahabat
beliau:
"Maka rahmat Allah-lah yang telah menyebabkan kamu berlemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan
tersebut. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertawakal kepadaNya" (QS. 3 : 159).
Pelaksanaan musyawarah memungkinkan anggota organisasi Islam turut serta dalam proses pembuatan
keputusan. Pada saat yang sama musyawarah berfungsi sebagai tempat mengawasi tingkah laku pemimpin
jika menyimpang dari tujuan umum kelompok.
Tentu saja pemimpin tidak wajib melakukan musyawarah dalam setiap masalah. Masalah rutin hendaknya
ditanggulangi secara berbeda dengan masalah yang menyangkut pembuatan kebijaksanaan. Apa yang rutin
dan apa yang tidak harus diputuskan dan dirumuskan oleh masing-masing kelompok sesuai dengan ukuran,
kebutuhan, sumber daya manusia dan lingkungan yang ada. Pemimpin harus mengikuti dan melaksanakan
keputusan yang telah diputuskan dalam musyawarah. Dia harus menghindari dirinya dari memanipulasi
bermain kata-kata untuk menonjolkan pendapatnya atau mengungguli keputusan yang dibuat dalam
musyawarah.
 
Secara umum petunjuk berikut dapat membantu untuk menjelaskan lingkup musyawarah:
Pertama : Urusan-urusan administrasi dan eksekutif diserahkan kepada pemimpin.
* Kedua : Persoalan yang membutuhkan keputusan segera harus ditangani pemimpin dan disajikan kepada
kelompok untuk ditinjau dalam pertemuan berikutnya atau langsung melalui telepon.
* Ketiga : Anggota kelompok atau wakil mereka harus mampu memeriksa ulang dan menanyakan tindakan
pemimpin secara bebas tanpa rasa segan dan malu.
* Keempat : Kebijaksanaan yang harus diambil, sasaran jangka panjang yang direncana- kan dan keputusan
penting yang harus diambil para wakil terpilih diputuskan dengan cara musyawarah. Masalah ini tidak boleh
diputuskan oleh pemimpin seorang diri.
B. Adil
 
Pemimpin seharusnya memperlakukan manusia secara adil dan tidak berat sebelah. Lepas dari suku bangsa,
warna kulit, keturunan, atau agama. Qur'an memerintahkan agar kaum muslimin berlaku adil bahkan ketika
berurusan dengan para penentang mereka.
"Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum antara manusia supaya kamu berlaku adil..." (QS. 4 : 58).
'Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil lebih dekat kepada takwa..." (QS. 5 : 8)
"Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
walaupun terhadap dirimu sendiri, ibu-bapak, dan kau kerabatmu. Apakah ia kaya atau miskin, karena
Allah akan melindungi... "(QS.4 : 135).
 
Selain memenuhi prinsip keadilan yang menjadi basis tegaknya masyarakat Islam, pemimpin organisasi
Islam juga mesti mendirikan badan peradilan internal atau lembaga hukum atau komisi arbitrasi untuk
menyelesaikan berbagai perbedaan atau pengaduan dalam kelompok itu. Anggota-anggota lembaga tersebut
harus dipilih dari orang-orang yang berpengetahuan, arif, dan bijaksana.
 
C. Kebebasan Berpikir
 
Pemimpin Islam hendaklah memberikan ruang dan mengundang anggota kelompok untuk dapat
mengemukakan kritiknya secara konstruktif. Mereka dapat mengeluarkan pandangan atau keberatan-
keberatan mereka dengan bebas, serta mendapat jawaban dari segala persoalan yang mereka ajukan. Al-
Khulafa' al-Rasyidin memandang persoalan ini sebagai unsur penting bagi kepemimpinan mereka. ketika
seorang wanita tua berdiri untuk mengoreksi Saidina Umar ibn al-Khattab waktu beliau berpidato di sebuah
masjid, beliau dengan rela mengakui kesalahannya, dan bersyukur kepada Allah SWT, karena masih ada
orang yang mau membetulkan kesalahannya. Pada suatu hari Saidina Umar pernah pula bertanya kepada
umat Islam mengenai apa yang dilakukan oleh mereka jika beliau melanggar prinsip-prinsip Islam. Seorang
lelaki menyebut bahwa mereka akan meluruskan dengan sebilah pedang, Saidina Umar bersyukur kepada
Allah karena masih ada orang di lingkungan umat yang akan mengoreksi kesalahannya.
 
Pemimpin hendaklah berjuang menciptakan suasana kebebasan berpikir dan pertukaran gagasan yang sehat
dan bebas, saling kritik dan saling menasehati satu sama lain sedemikian rupa, sehingga para pengikutnya
merasa senang mendiskusikan masalah atau persoalan yang menjadi kepentingan bersama.
 
Seorang muslim diminta memberikan nasihat yang ikhlas apabila diperlukan. Tamim bin Aws meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: "Agama adalah nasihat", Kami berkata: "Kepada siapa?" Beliau
menjawab: "Kepada Allah, Kitab-kitab-Nya, Rasul- Nya, pemimpin umat Islam dan kepada masyarakat
kamu" (HR. Muslim).
 
Secara ringkas kepemimpinan Islam bukanlah kepemimpinan tirani dan tanpa kordinasi. Pemimpin Islam,
setelah mendasari dirinya dengan prinsip-prinsip Islam, bermusyawarah dengan sahabat-sahabat secara
obyektif dan dengan penuh rasa hormat, membuat keputusan seadil-adilnya. Dia bertanggungjawab bukan
hanya kepada para pengikutnya tetapi juga yang lebih penting adalah kepada Allah SWT.
Tipe kepemimpinan participatif seperti ini adalah tipe yang terbaik dalam membantu tumbuhnya persatuan di
kalangan anggota dan meningkatkan kualitas penampilan mereka ***.
KONSEP KEPEMIMPINAN ISLAM
Study Normatif, Komparatif dan Historis
Oleh: Mahmud Sutarwan Waffa

I. Pendahuluan

Konsep kepemimpinan dalam Islam sebenarnya memiliki dasar-dasar yang sangat kuat dan kokoh. Ia
dibangun tidak saja oleh nilai-nilai transendental, namun telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu
oleh nabi Muhammad SAW, para Shahabat dan Al-Khulafa’ Al-Rosyidin. Pijakan kuat yang bersumber dari
Al-qur’an dan Assunnah serta dengan bukti empiriknya telah menempatkan konsep kepemimpinan Islam
sebagai salah satu model kepemimpinan yang diakui dan dikagumi oleh dunia internasional.

Namun dalam perkembangannya, aplikasi kepemimpinan Islam saat ini terlihat semakin jauh dari harapan
masyarakat. Para tokohnya terlihat dengan mudah kehilangan kendali atas terjadinya siklus konflik yang
terus terjadi. Harapan masyarakat (baca: umat) akan munculnya seorang tokoh muslim yang mampu dan bisa
diterima oleh semua lapisan  dalam mewujudkan Negara yang terhormat, kuat dan sejahtera nampaknya
masih harus melalui jalan yang panjang.

II. Tinjauan Umum Mengenai Kepemimpinan

Secara etimologi kepemimpinan berarti Khilafah, Imamah, Imaroh, yang mempunyai makna daya
memimpin atau kualitas seorang pemimpin atau tindakan dalam memimpin.  Sedangkan secara
terminologinya  adalah suatu kemampuan untuk mengajak orang lain agar mencapai tujuan-tujuan tertentu
yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah upaya untuk mentransformasi-kan semua
potensi yang terpendam menjadi kenyataan. Tugas dan tanggungjawab seorang pemimpin adalah
menggerakkan dan mengarahkan, menuntun, memberi mutivasi serta mendorong orang yang dipimpin untuk
berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Sedangkan tugas dan tanggungjawab yang dipimpin adalah
mengambil peran aktif dalam mensukseskan pekerjaan yang dibebankannya. tanpa adanya kesatuan
komando yang didasarkan atas satu perencanaan  dan kebijakan yang jelas, maka rasanya sulit diharapkan
tujuan yang telah ditetapkan akan tercapai dengan baik. Bahkan sebaliknya, yang terjadi adalah kekacauan
dalam pekerjaan. Inilah arti penting komitmen dan kesadaran bersama untuk mentaati pemimpin dan
peraturan yang telah ditetapkan.

III. Kepemimpinan dalam Islam

III. a. Hakekat Kepemimpinan

Dalam pandangan Islam, kepemimpinan merupakan amanah dan tanggungjawab yang tidak hanya
dipertanggungjawabkan kepada anggota-anggota yang dipimpinnya, tetapi juga akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Jadi, pertanggungjawaban kepemimpinan dalam Islam tidak
hanya bersifat horizontal-formal sesama manusia, tetapi bersifat vertical-moral, yakni tanggungjawab
kepada Allah Swt di akhirat nanti. Seorang pemimpin akan dianggap lolos dari tanggungjawab formal di
hadapan orang-orang yang dipimpinnya, tetapi belum tentu lolos ketika ia bertanggungjawab di hadapan
Allah Swt. Kepemimpinan sebenarnya bukan sesuatu yang mesti menyenangkan, tetapi merupakan
tanggungjawab sekaligus amanah yang amat berat yang harus diemban dengan sebaik-baiknya. Allah Swt
berfirman:

“Dan orang-orang yang memelihara amanah (yang diembankannya) dan janji mereka, dan orang-orang
yang memelihara sholatnya, mereka itulah yang akan mewarisi surga firdaus, mereka akan kekal di
dalamnya” (QS.Al Mukminun 8-9)

Seorang pemimpin harus bersifat amanah, sebab ia akan diserahi tanggungjawab. Jika pemimpin tidak
mempunyai sifat amanah, tentu yang terjadi adalah penyalahgunaan jabatan dan wewenang untuk hal-hal
yang tidak baik. Itulah mengapa nabi Muhammad SAW juga mengingatkan agar menjaga amanah
kepemimpinan, sebab hal itu akan dipertanggungjawabkan, baik didunia maupun diakhirat. Nabi bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”
(HR. Bukhori) Nabi Muhammad Saw juga  bersabda: “Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah saat
kehancuran. Waktu itu ada seorang shahabat bertanya: apa indikasi menyia-nyiakan amanah itu wahai
Rasulullah? Beliau menjawab: apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka
tunggulah saat kehancurannya” (HR. Bukhori)

Oleh karenanya, kepemimpinan mestinya tidak dilihat sebagai fasilitas untuk menguasai, tetapi dimaknai
sebagai sebuah pengorbanan dan amanah yang harus diemban dengan sebaik-baiknya. Kepemimpinan juga
bukan kesewenang-wenangan untuk bertindak, tetapi kewenangan untuk melayani dan mengayomi dan
berbuat dengan seadil-adilnya. kepemimpinan adalah sebuah keteladanan dan kepeloporan dalam bertindak.
Kepemimpinan semacam ini akan muncul jika dilandasi dengan semangat amanah, keikhlasan dan nilai-nilai
keadilan.

III. b. Hukum dan Tujuan Menegakkan Kepemimpinan

Pemimpin yang ideal merupakan dambaan bagi setiap orang,  sebab pemimpin itulah yang akan membawa
maju-mundurnya suatu organisasi, lembaga, Negara dan bangsa. Oleh karenanya, pemimpin mutlak
dibutuhkan demi tercapainya kemaslahatan umat. Tidaklah mengherankan jika ada seorang pemimpin yang
kurang mampu, kurang ideal misalnya cacat mental dan fisik, maka cenderung akan mengundang
kontroversi, apakah tetap akan dipertahankan atau di non aktifkan.

Imam Al-mawardi dalam Al-ahkam Al sulthoniyah  menyinggung mengenai hukum dan tujuan menegakkan
kepemimpinan. beliau mengatakan bahwa menegakkan  kepemimpinan dalam pandangan Islam adalah
sebuah keharusan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Lebih lanjut, beliau
mengatakan bahwa keberadaan pemimpin (imamah) sangat penting, artinya, antara lain karena imamah
mempunyai dua tujuan: pertama: Likhilafati an-Nubuwwah fi-Harosati ad-Din, yakni sebagai pengganti
misi kenabian untuk menjaga agama.  Dan kedua: Wa sissati ad-Dunnya, untuk memimpin atau mengatur
urusan dunia. Dengan kata lain bahwa tujuan suatu kepemimpinan adalah untuk menciptakan rasa aman,
keadilan, kemasylahatan, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, mengayomi rakyat, mengatur dan
menyelesaikan problem-problem yang dihadapi masyarakat.
Dari sinilah para ulama’ berpendapat bahwa menegakkan suatu kepemimpinan (Imamah) dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara adalah suatu keniscayaan (kewajiban). Sebab imamah merupakan syarat bagi
terciptanya suatu masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan serta terhindar dari
kehancuran dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, tampilnya seorang pemimpin yang ideal yang
menjadi harapan komponen masyarakat menjadi sangat urgen.

III. c. Kriteria Pemimpin yang Ideal dalam Islam

Imam Al Mawardi dalam Al-ahkam Al sulthoniyyah-Nya memberikan beberapa kriteria seorang pemimpin
yang ideal agar tampilnya pemimpin tersebut dapat mengantarkan suatu Negara yang adil dan sejahtera
seperti yang diharapkan.

-          Seorang pemimpin harus mempunyai sifat adil (‘adalah)

-          Memiliki pengetahuan untuk memanage persoalan-persoalan yang ada kaitannya dengan kehidupan
berbangsa dan bernegara.

-          Sehat panca indranya seperti pendengaran, penglihatan dan lisannya. Sehingga seorang pemimpin
bisa secara langsung mengetahui persoalan-persoalan secara langsung bukan dari informasi atau
laporan orang lain yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

-          Sehat anggota badan dari kekurangan. Sehingga memungkinkan seorang pemimpin untuk bergerak
lebih lincah dan cepat dalam menghadapi berbagai persoalan ditengah-tengah masyarakat.

-          Seorang pemimpin harus mempunyai misi dan visi yang jelas. bagaimana memimpin dan memanage
suatu Negara secara berstruktur, sehingga ada perioritas tertentu, mana yang perlu ditangani terlebih
dahulu dan mana yang dapat ditunda sementara.

-          Seorang pemimpin harus mempunyai keberanian dan kekuatan. Dalam hal ini seorang pemimpin
harus mempunyai keberanian dan kekuatan dalam menegakkan hukum dan keadilan.

-          Harus keturunan Quraisy. Namun menurut pandangan Ibnu Khaldun dalam Muqoddimah-Nya bahwa,
hadits “Al Aimmatu min Quraisyin” (HR. Ahmad dari Anas bin Malik) tersebut dapat dipahami
secara konstektual, bahwa hak pemimpin itu bukan pada etnis Quraisy-nya, melainkan pada
kemampuan dan kewibawaannya. Pada masa Nabi Muhammad Saw orang yang memenuhi
persyaratan sebagai pemimpin dan dipatuhi oleh masyarakat adalah dari kaum Quraisy. Oleh karena
itu, apabila pada suatu saat ada orang yang bukan dari Quraisy tapi punya kemampuan dan
kewibawaan, maka ia dapat diangkat sebagai pemimpin termasuk kepala Negara.

IV. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Islam

Sebagai  agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Islam memberikan prinsip-prinsip dasar dan tata nilai
dalam mengelola organisasi atau pemerintahan. Al-qur’an dan As-sunnah dalam permasalahan ini telah
mengisyaratkan beberapa prinsip pokok dan tata nilai yang berkaitan dengan kepemimpinan, kehidupan
bermasyarakat, berorganisasi, bernegara (baca: berpolitik) termasuk di dalamnya ada system pemerintahan
yang nota-benenya merupakan kontrak sosial. Prinsip-prinsip atau nilai-nilai tersebut antara lain: prinsip
Tauhid, As-syura (bermusyawarah) Al-’adalah (berkeadilan) Hurriyah Ma’a Mas’uliyah (kebebasan disertai
tanggungjawab) Kepastian Hukum, Jaminan Haq al Ibad (HAM) dan lain sebagainya.

IV. 1. Prinsip Tauhid

Prinsip tauhid merupakan salah satu prinsip dasar dalam kepemimpinan Islam (baca: pemerintahan Islam).
Sebab perbedaan akidah yang fundamental dapat menjadi pemicu dan pemacu kekacauan suatu umat. oleh
sebab itu, Islam mengajak ke arah satu kesatuan akidah di atas dasar yang dapat diterima oleh semua lapisan
masyarakat, yaitu tauhid. Dalam alqur’an sendiri dapat ditemukan dalam surat An-nisa’ 48, Ali imron 64 dan
surat al Ikhlas.

1. IV.  2. Prinsip Musyawarah (Syuro)

Musyawarah berarti mempunyai makna mengeluarkan atau mengajukan pendapat. Dalam menetapkan
keputusan yang berkaitan dengan kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat, paling tidak mempunyai tiga
cara: 1. keputusan yang ditetapkan oleh penguasa. 2. kepeutusan yang ditetapkan pandangan minoritas.  3.
keputusan yang ditetapkan oleh pandangan mayoritas, ini menjadi ciri umum dari demokrasi, meski perlu
diketahui bahwa “demokrasi tidak identik dengan syuro” walaupun syuro dalam Islam membenarkan
keputusan pendapat mayoritas, hal itu tidak bersifat mutlak. Sebab keputusan pendapat mayoritas tidak boleh
menindas keputusan minoritas, melainkan tetap harus memberikan ruang gerak bagi mereka yang minoritas.
Lebih dari itu, dalam Islam suara mayoritas tidak boleh berseberangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat.
Dalam Al-quran ada beberapa ayat yang berbicara tentang musyawarah. Pertama: musyawarah dalam
konteks pengambilan keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak-anak, seperti menyapih anak.
Hal ini sebagaimana terdapat pada surat al-Baqarah ayat 233. “apabila suami-istri ingin menyapih anak
mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan musyawarah antar mereka, maka tidak ada dosa atas
keduanya” Kedua: musyawarah dalam konteks membicarakan persoalan-persoalan tertentu dengan anggota
masyarakat, termasuk di dalamnya dalam hal berorganisasi. Hal ini sebagaimana terdapat pada surat Ali-
imron ayat 158. “bermusyawarahlah kamu (Muhammad) dengan mereka dalam urusan tertentu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakkalah kepada Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt
mencintai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.  meskipun terdapat beberapa Al-qur’an dan As-
sunnah yang menerangkan tentang musyawarah. Hal ini bukan berarti al-Qur’an telah menggambarkan
system pemerintahan secara tegas dan rinci , nampaknya hal ini memang disengaja oleh Allah untuk
memberikan kebebasan sekaligus medan kreatifitas berfikir hambanya untuk berijtihad menemukan sistem
pemerintahan yang sesuai dengan kondisi sosial-kultural. Sangat mungkin ini salah satu sikap demokratis
tuhan terhadap hamba-hambanya.

IV. 3. Prinsip Keadilan (Al-’adalah)

Dalam memanage pemerintahan, keadilan menjadi suatau keniscayaan, sebab pemerintah dibentuk antara
lain agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur. Tidaklah berlebihan kiranya jika al- Mawardi dalam Al-
ahkam Al-sulthoniyahnya memasukkan syarat yang pertama seorang pemimpin negara adalah punya sifat
adil. Dalam al-Qur’an, kata al-’Adl dalam berbagai bentuknya terulang dua puluh delapan kali. Paling tidak
ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh ulama.  pertama: adil dalam arti sama. Artinya tidak
menbeda-mbedakan satu sama lain.  Persamaan yang dimaksud adalah persamaan hak. Ini dilakukan dalam
memutuskan hukum. Sebagaimana dalam al qur’an surat an-Nisa’ 58. “Apabila kamu memutuskan suatu
perkara di antara manusia maka hendaklah engkau memutuskan dengan adil”. Kedua: adil dalam arti
seimbang. Di sini keadilan identik dengan kesesuaian. Dalam hal  ini kesesuaian dan keseimbangan tidak
mengharuskan persamaan kadar yang besar dan kecilnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya. Ini
sesuai dengan al-Qur’an dalam surat al infithar 6-7 dan al Mulk 3. ketiga: adil dalam arti perhatian terhadap
hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada pemiliknya. Keempat: keadilan yang dinisbatkan
kepada Allah Swt. Adil di sini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi. Dalam hal ini
Allah memiliki hak atas semuanya yang ada sedangkan semua yang ada, tidak memiliki sesuatau di sisinya.
Jadi, system pemerintahan Islam yang ideal adalah system yang mencerminkan keadilan yang meliputi
persamaan hak di depan umum, keseimbangan (keproposionalan) dalam memanage kekayaan alam
misalnya, distribusi pembangunan, adanya balancing power antara pihak pemerintah dengan rakyatnya.

IV. 4. Prinsip Kebebasan (al-Hurriyah)

Kebebasan dalam pandangan al-Qur’an sangat dijunjung tinggi termasuk dalam menentukan pilihan agama
sekaligus. Namun demikian, kebebasan yang dituntut oleh Islam adalah kebebasan yang bertanggungjawab.
Kebebasan di sini juga kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dalam konteks kehidupan
politik, setiap individu dan bangsa mempunyai hak yang tak terpisahkan dari kebebasan dalam segala bentuk
fisik, budaya, ekonomi dan politik serta berjuang dengan segala cara asal konstitusional untuk melawan atas
semua bentuk pelanggaran.

V. Demokrasi dalam Perspektif Islam

Secara historis, demokrasi muncul sebagai respon terhadap system monarchi diktator Yunani pada abad 5 M.
pada waktu demokrasi ditetapkan dalam bentuk systemnya di mana semua rakyat (selain wanita, anak dan
budak) menjadi pembuat undang-undang. Secara umum demokrasi itu kompatibel dengan nilai-nilai
universal Islam. Seperti persamaan, kebebasan, permusyawaratan dan keadilan. Akan tetapi dalam dataran
implementatif hal ini tidak terlepas dari problematika. Sebagai contoh adalah ketika nilai-nilai demokrasi
berseberangan dengan hasil ijtihad para ulama’. Contoh  kecil adalah kasus tentang orang yang pindah
agama dari Islam (baca: murtad). Menurut pandangan Islam berdasarkan hadits: “Man baddala dinahu
faqtuluhu” mereka disuruh taubat dahulu, jika mereka tidak mau maka dia boleh dibunuh atau diperangi.
Dalam system demokrasi hal ini tidak boleh terjadi, sebab membunuh berarti melanggar kebebasan mereka
dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Kemudian dalam demokrasi ada prinsip kesamaan antara warga
Negara. Namun dalam Islam ada beberapa hal yang sangat tegas disebut dalam al-Qur’an bahwa ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan, misalnya tentang poligame. (QS. An-nisa’ 33) tentang hukum
waris (QS. An-nisa’ 11) tentang kesaksian (QS. Al-baqarah 282). Di samping itu, demokrasi sangat
menghargai toleransi dalam kehidupan sosial, termasuk dalam ma’siat sekalipun. Seperti pacaran perzinaan.
Sedangkan dalam Islam hal ini jelas-jelas dilarang dalam Al-qur’an. Demikian juga dalam Islam dibedakan
antara hak dan kewajiban kafir dzimmi dengan yang muslim. Hali ini dalam demokrasi tidak boleh terjadi,
sebab tidak lagi menjunjung nilai persamaan. Melihat adanya problem di atas, berarti tidak semuanya
demokrasi kompatibel dengan ajaran Islam. dalam dataran prinsip, ide-ide demokrasi ada yang sesuai dan
selaras dengan Islam, namun pada tingkat implementatif  sering kali nilai-nilai demokrasi berseberangan
dengan ajaran Islam dalam al-Qur’an, Assunnah dan ijtihad para ulama’

VI. Kepemimpinan Rasulullah SAW

 Kepemimpinan  Rasulullah Saw tidak bisa terlepas dari kehadiran beliau yaitu sebagai pemimpin spiritual
dan pemimpin rakyat. Prinsip dasar dari kepemimpinan beliau adalah keteladanan. Dalam memimpin beliau
lebih mengutamakan Uswah Al- hasanah pemberian contoh kepada para shahabatnya. Sebagaimana
digambarkan dalam Al-qur’an:  ” Dan sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berada dalam akhlaq
yang sangat agung” (QS. Al-qolam 4).  Keteladanan  Rasulullah Saw  antara lain tercermin dalam sifat-sifat
beliau, Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah. Inilah karakteristik kepemimpinan Rasulullah Saw:

1. Shiddiq, artinya jujur, tulus. Kejujuran dan ketulusan adalah kunci utama untuk membangun sebuah
kepercayaan. Dapat dibayangkan jika pemimpin sebuah organisasi, masyarakat atau Negara, tidak
mempuyai kejujuran tentu orang-orang yang dipimpin (baca: masyarakat) tidak akan punya
kepercayaan, jika demikian yang terjadi adalah krisis kepercayaan.
2. Amanah, artinya dapat dipercaya. Amanah dalam pandangan Islam ada dua yaitu: bersifat teosentris
yaitu tanggungjawab kepada Allah Swt, dan bersifat antroposentris yaitu yang terkait dengan kontak
sosial kemanusiaan.
3. Tabligh, artinya menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan. Dalam hal ini adalah risalah
Allah Swt. Betapapun beratnya resiko yang akan dihadapi, risalah tersebut harus tetap disampaikan
dengan sebaik-baiknya.
4. Fathonah, artinya cerdas. Kecerdasan Rasulullah Saw yang dibingkai dengan kebijakan mampu
menarik simpati masyarakat arab. dengan sifat Fathonahnya, rmampu memanage konflik dan
problem-problem yang dihadapi ummat pada waktu itu. Suku Aus dan Khazraj yang tadinya suka
berperang, dengan bimbingan Rasulullah Saw mereka akhirnya menjadi kaum yang dapat hidup
rukun.

Dalam kepemimpinannya, Rasulullah Saw juga menggunakan pendekatan persuasif dan tidak menggunakan
dengan kekerasan atau represif.  Hal ini antara lain tampak dalam sikap nabi ketika mengahadapi seorang
badui yang baru masuk Islam yang belum mau meninggalkan kebiasaan jeleknya. Juga beliau dalam
kepimpinannya menerapkan gaya inklusif indikasinya beliau mau dikritik dan diberi saran oleh para
shahabatnya. Ini tampak ketika beliau memimpin perang badar. Beliau pada waktu itu hendak menempatkan
pasukannya pada posisi tertentu ekat dengan mata air. Seorang shahabat anshor bernama Hubab bin Mundhir
bertanya: ya Rasulullah, apakah keputusan itu berdasarkan wahyu, Sehingga tidak dapat berubah atau hanya
pendapat engkau?  Beliau menjawab ini adalah ijtihadku. Kata Hubab, wahai utusan Allah, ini kurang tepat,
Shahabat tersebut lalu mengusulkan agar beliau menempatkan pasukannya lebih maju ke depan, yakni
kemata air yang lebih dekat, kita bawa tempat air lalu kita isi, kemudian mata air itu kita tutup dengan pasir,
agar musuh kita tidak bisa memperoleh air. Akhirnya beliau mengikuti saran shahabat tersebut.

VII. Kepemimpinan Al-Khulafa’ Al Rasyidin


Sepeninggal Nabi, kepemimpinan umat Islam digantikan oleh para penggantinya yang dikenal dengan Al-
Khulafa’ Al Rasyidin. Masa Al-Khulafa’ Al Rasyidin dapat dipetakan menjadi empat, yaitu: Abu Bakar
Assiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. System pergantian kepemimpinan
dari masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda. Sebab Rasulullah Saw tidak pernah berwasiat tentang
sistem pergantian kepemimpinan. Alqur’an juga tidak memberi petunjuk secara jelas bagaimana system
suksesi kepemimpinan dilakukan, kecuali hanya prinsip-prinsip umum, yaitu agar umat Islam menentukan
urusannya  melalui musyawarah. Nampaknya hal itu disengaja diserahkan kepada ummat Islam agar sesuai
dengan tuntutan kemaslahatan yang ada.

Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai Khalifah pertama setelah meninggalnya Rasulullah Saw (11-13 H atau 632-
634 M) terpilih sebagai khalifah melalui musyawarah terbuka dibalai pertemuan Bani Saidah yang dihadiri
oleh lima tokoh perwakilan dari golongan umat Islam, anshor dan  muhajirin. Yaitu, Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Abu Ubaidah bin Jarrah, Basyir bin Sa’ad dan Asid bin Khudair. Inilah salah satu embrio demokrasi
dalam sejarah kepemimpinan Islam. setelah berakhirnya masa kepemimpinan Abu Bakar selama kurang
lebih dua tahun, terpilihlah Umar bin Khattab (12-23H atau 634-644 M), namun terpilihnya Umar bin
Khattab menjadi khalifah ini atas wasiat Abu Bakar sebelum meninggal dunia. Ini beliau lakukan, karena
beliau khawatir dan trauma adanya perselisihan di antara umat Islam, sebagaimana yang terjadi sepeninggal
Rasulullah Saw. Sepeninggal Umar bin Khattab, maka estafet kepemimpinan dilanjutkan oleh Usman bin
Affan  (23-35 H atau 644-654 M). namun system pengangkatan Usman ini berbeda dengan system pada
masa Abu Bakar dan Umar. Usman diangkat menjadi khalifah melalui “dewan formatur” yang terdiri dari
lima orang yang ditunjuk oleh Umar sebelum beliau meninggal dunia. Yaitu, Ali bin Abi Tholib, Usman bin
Affan, Saad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam, Abdurrohman bin Auf dan Thalhah bin Ubaidillah. Setelah
Usman bin Affan menyelesaikan tugas kepemimpinannya, maka tongkat komando kepemimpinan Islam
dipegang oleh Ali bin Abi Tholib melalui pemilihan dan pertemuan terbuka.

VIII. Penutup

Pemerintah Negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah
Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Namun kenyataanya, kekuatan kapitalisme global dengan bebas mengeruk kekayaan alam Indonesia,
membiarkan rakyatnya termiskinkan, sehingga jurang antara kaya dan miskin menganga. Dan mayoritas
rakyatnya tetap dalam penderitaan. dengan merasakan penderitaan rakyat, menyimak peringatan Allah Swt,
merenungkan sinyalemen Rasulullah Saw, dan menyaksikan musibah yang silih berganti, maka tidak ada
pilihan lagi selain menjadikan tuntunan Allah Swt  yang maha kuasa (baca: Syari’at Allah) sebagai pedoman
dalam mengelola bangsa dan Negara kesatuan republik Indonesia, dan satu-satunya solusi terhadap masalah
bangsa.

Indonesia yang mayoritas penduduknya umat Islam selalu mendambakan tampilnya kepemimpinan Islam di
dalam setiap level kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang diharapkan mampu untuk
memperjuangkan kepentingan umat Islam dan menjalankan  system pemerintahan berdasarkan syari’at Islam
secara kaffah, bukan dengan system demokrasi yang identik dengan kekufuran. Juga untuk menjaga
kemurnian ajaran ahlussunnah wal jama’ah versi wali-songo sekaligus untuk mengamandemen undang-
undang yang bertentangan dengan syari’at Islam, diganti dengan undang-undang yang sesuai dengan syari’at
Islam yang berpihak dengan kepentingan umat Islam, sehingga tidak ada lagi aset-aset Negara yang dikuasai
oleh perusahaan-perusahaan asing seperti blok Cepu, Freeport, dan lain-lain. Untuk mewujudkan cita-cita
luhur itu, diperlukan kesatuan visi antara umat Islam dan dukungan dari orang-orang yang punya kapabilitas
ketokohan Islam, pondok pesantren, lembaga-lembaga dan organisasi Islam serta membangun poros Islam
yang melibatkan semua partai yang berbasis dan berazaskan  Islam.

Syari’at Islam diperuntukkan bagi kemaslahatan hidup di dunia dan di akhirat. Dan cakupan syari’at Islam
meliputi wilayah agama dan negara. syari’at Islam berlaku umum untuk seluruh umat manusia dan bersifat
abadi sampai hari kiamat. Hukum-hukumnya saling menguatkan dan mengukuhkan satu sama lain, baik
dalam bidang akidah, ibadah, etika maupun mu’amalah, demi mewujudkan puncak keridlaan Allah Swt,
ketenangan hidup, keimanan, kebahagian, kenyamanan dan keteraturan hidup bahkan memberikan
kebahagian dunia secara keseluruhan. Semua itu dilakukan melalui kesadaran hati nurani, rasa tanggung
jawab atas kewajiban, perasaan selalu dipantau oleh Allah Swt dalam seluruh sisi kehidupan, baik ketika
sendirian maupun di hadapan orang lain, serta dengan memuliakan hak-hak orang lain. Lebih lanjut lagi,
Syari’at Islam merupakan satu-satunya syariat yang sesuai dengan perkembangan zaman, cocok untuk segala
generasi, dan selaras dengan realitas kehidupan. Dalam prinsip-prinsip syariat Islam, terdapat kekuatan
paripurna yang akan selalu membantu kita dalam menetapkan hukum yang selalu hidup, tumbuh, dan
berkembang bagi kehidupan manusia dengan beragam latar-belakang budayanya. Syariat Islam yang dinamis
sungguh menjamin rasa keadilan, ketenangan, dan kehidupan yang mulia dan bersih. Mampu membawa
izzul Islam wal muslimin dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Baldatun Thoyibatun Wa
Robbun Ghofur.

Wallahu a’lam bissowab

Sarang, 26 April 2009

Referensi;

Al-Qur’anul Karim, Imam Bukhori dalam Shohih Bukhori, Imam Ahmad dalam Musnad Imam Ahmad,
Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkam Al-Sulthoniyyah, Syaikh Moh. Najih Maimoen dalam Al-Risalah Al-
Islamiyah, Drs. KH. Muhadi Z. dan Abd. Mustaqim dalam Study Kepemimpinan Islam. Buletin Forum Umat
Islam (FUI)

Antara Pemimpin dan Pimpinan

Permasalahan perbedaan antara dua kata ini pertama kali saya dengar adalah ketika saya mengikuti sebuah
pelatihan berjudul LKMM praTD (Latihan Kepemimpinan dan Managemen Mahasiswa praTingkat Dasar) di
sebuah institusi pendidikan. Saat itu trainer bertanya; apa perbedaan pemimpin dan pimpinan.
Ketika itu, trainer mencontohkan perbedaan keduanya lebih kurang sebagai berikut:

“Pada sebuah rapat yang dipimpin oleh seorang kepala, salah satu anggota rapat meninggalkan rapat untuk
pergi ke kantin karena rapat membosankan. Lalu, anggota-anggota yang lain mengikutinya pergi ke kantin
sehingga tidak ada yang mengikuti rapat.”

Dalam contoh ini, kepala yang yang memimpin rapat adalah pimpinan, sedangkan orang yang pergi ke
kantin pertama kali dan diikuti teman-temannya itu adalah pemimpin. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain (terlepas baik atau buruknya),
sedangkan pimpinan tidak lebih hanya jabatan secara struktural saja.  Kesimpulannya, pimpinan tidak selalu
seorang pemimpin dan untuk bisa menjadi pemimpin tidak harus menjadi pimpinan.
Ketika pertama menerima materi ini, saya sangat senang. Saya menganggapnya sebagai pengetahuan baru
yang sangat menarik dan saya memegang pemahaman ini hingga beberapa lama.
Sampai kemudian, karena suatu hal, saya Out dari institusi tadi dan masuk pendidikan lain yang berkenaan
dengan mempelajari Bahasa Indonesia. Sebuah perkuliahan di kelas semantik menyadarkan saya sesuatu.
Begini penjelasannya:
Kata ‘pemimpin’ dan ‘pimpinan’ sama-sama berasal dari kata dasar ‘pimpin’. Yang membedakan adalah;
pada kata ‘pemimpin’, bentuk dasar ‘pimpin’mendapat afiks berupa awalan ‘pe-‘; pada kata ‘pimpinan’,
bentukdasar ‘pimpin’ mendapat afiks berupa akhiran ‘-an’.

Lha terus, apa masalahnya?

Pada kata ‘pemimpin’ memang tidak ada masalah. Masalahnya ada pada kata ‘pimpinan’.
Awalan ‘pe-‘ dalam Bahasa Indonesia berarti ‘orang yang me-’. Berarti kata ‘pemimpin’ memiliki arti ‘orang
yang memimpin’. Tidak ada masalah dalam hal ini. Arti yang berdasarkan TBBI sesuai dengan pengertian
sehari-hari ataupun dengan penjelasan trainer di atas.
Sedangkan, pada kata ‘pemimpin’ dalam keseharian maupun dalam penjelasan trainer di atas dipahami
sebagai ‘orang yang berkedudukan sebagai atasan’ atau ‘orang yang memimpin’. Padahal, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia,  akhiran ‘-an’ berarti:

Kesuksesan Rasulullah dalam Melakukan Perubahan Sosial


Posted on 1 February 2012 by Ahmad Syafaat

The Ensyclopedia Brittanica says that:  “Muhammad is the most successful of all Prophets and religious
personalities”.

Itulah sosok Rasulullah yang sangat dihormati dan diagungkan sepanjang masa. Saat umat dalam kegelapan
dan kehilangan pegangan hidupnya Nabi Muhammad Saw datang sebagai rahmatan lil’aamin. Nabi
Muhammad Saw melahirkan peradaban baru yang demokratis, egaliter dan manusiawi[1]. Perjuangan dan
model kepemimpinan Nabi Muhammad Saw yang membela rakyat kecil dan mendahulukan kepentingan
public, patut kita aplikaskan.

Kebesaran Nabi Muhammad Saw sebagai seorang tokoh dunia yang berhasil mengubah keadaan
masyarakatnya melalui pemerintahan beliau dan perubahan sosial yang dilakukan beliau sudah diakui oleh
seluruh dunia dan tertoreh dalam  tulisan pujangga dan filosofis dunia. Seperti Muhammad Iqbal, Thomas
carley, Arnold Toynbee, Will Durant dan Michael Hart yang menuliskan pujian yang sangat agung. Bahkan
M. Hart meletakkan Nabi Muhammad Saw sebagai tokoh nomor satu di antra seratus tokoh yang paling
berpengaruh di dunia. Will Durant menganggap Nabi Muhammad Saw sebagai pribadi yang lengkap, karena
beliau adalah seorang sosiolog, psikolog, politisi, agamawan juga seorang pemimpin besar. Asghar Ali
Enginger juga menegaskan bahwa  sosok pemimpin yang sangat redah hati, tapi berhati luhur dan berotak
luar biasa cerdas. Dan meminjam istilah Antonio Gramsci dan Ali Syari’ati beliau adalah sosok intelektual
organic dan rausyan fikr yang ideal. Karena dalam perjalanan hidupnya, beliau berhasil menyatukan
idealisme intelektual dan aktivisme sosial sebagai pemandu perjuangan dan visi gerakan langkahnya dalam
menjalani kehidupan ini.

Berangkat dari pemahaman itu saya mengawali  pembahasan saya dari situasi pemerintahan Nabi
Muhammad Saw dan situasi masyarakat Arab menjelang lahirnya Islam dengan penekanan khusus pada
aspek politik, ekonomi, sosial, agama dan sastra.. Lalu dilanjutkan dengan berbagai peran Nabi Muhammad
Saw baik itu sebagai nabi, rasul, pendiri bangsa, pemimpin masyarakat, politik, militer, pendidikan dan
sebagai perancang ekonomi. Dan di akhiri dengan sajian kondisi masyarakat dan perubahan sosial yang
terjadi. Dengan mengkaji aspek-aspek itu maka akan jelas bahwa Islam lahir dalam suasana politik yang
didominasi oleh dua kekuatan raksasa, yaitu Sasania (Persia) di Timur dan Bizantium (Romawi) di Barat[2].

Dan dalam waktu yang relative singkat, Islam berkembang pesat menjadi suatu kekuatan politik yang
menentukan perjalanan sejarah. Di sini pun akan disajikan bagaimana peran Islam dalam menanmkan bentuk
kepercayaan baru yang melahirkan sisterm sosial dan gaya hidup yang baru. Pemerintahan Islam yang
dipimpin oleh Nabi Muhammad Saw kekuasaan tertinggi ada pada syari’at Islam sebagaimana yang
terkandung dalam Al-Qur’an, berlaku bagi seluruh ummat Islam termasuk Nabi Muhammad Saw sebagai
pemimpin. Apabila ada masalah yang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an maka keputusannya berada di
tangan Nabi.

Di sini Nabi Muhammad Saw menjabat peran ganda yaitu sebagai Nabi dan sebagai kepala pemerintahan.
Walau Nabi Muhammad Saw menjabat otoritas tertinggi, namun beliau sering mengajak musyawarah para
sahabat untuk memutuskan masalah-masalah penting.

Kebijakan pertama yang dilakukan Nabi Muhammad Saw di Madinah adalah membangun masjid yang
dikenal sebagai Masjid Nabawi, yang menjadi pusat kegiatan pemerintahan Islam. Selain sebagai tempat
ibadah, juga berfungsi sebagai kantor pemerintah pusat dan peradilan. Perjanjijan dan jamuan terhadap
delegasi asing, penetapan surat perintah kepada para gubernur dan pengumpulan pajak pun diselenggarakan
di masjid. Sebagai hakim, Nabi memeriksa dan memutuskan perkara di masjid. Nabi Muhammad Saw
merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan kepada masyarakat Arab tentang sisterm pendapatan
dan pembelanjaan pemerintahan. Beliau mendirikan lembaga kekayaan masyarakat di Madinah. Lima
sumber utama pendapat Negara Islam yaitu zakat, jizyah[3], kharaj[4], ghanimah[5], dan al-fay[6]. Zakat
merupakan kewajiban bagi setiap muslim atas harta kekekayaan yang berupa binatang ternak, hasil
pertanian, emas, perak, harta perdagangan dan pendapatan lainnya yang diperoleh seseorang.

Nabi Muhammad Saw juga merupakan pimpinan tertinggi tentara muslim. Beliau turut serta dalam
peperangan dan ekspedisi militer. Bahkan memimpin beberapa perang besar seperti perang Badar[7],Uhud,
Khandaq[8], Hunayn[9], Tabuk[10] dan dalam penaklukan kota Makkah. Peperangan dan ekspedisi yang
lebih kecil diserahkan kepada para komandan yang ditunjuk oleh Nabi.

Nabi Muhammad Saw juga selalu mendorong masyarakat untuk giat belajar. Setelah hijrah ke Madinah,
Nabi mengambil prakasa mendirikan lembaga pendidikan. Pasukan Quraisy yang tertawan dalam perang
Badar dibebaskan dengan syarat setiap mereka mengajarkan baca tulis kepada sepuluh anak-anak muslim.
Sejak saat itu kegiatan belajar baca tulis dan kegiatan pendidikan lainnya berkembang dengan pesat di
kalangan masyarakat. Dan ketika Islam telah tersebar ke seluruh penjuru jazirah Arab, Nabi mengatur
pengiriman guru-guru untuk ditugaskan mengajarkan al-Qur’an kepada masyarakat suku-suku terpencil.
Selain sebagai Nabi bagi seluruh umatnya, dalam perkembangan Islam selanjutnya Nabi menduduki peranan
yang sangat penting, di antaranya:

Nabi Muhammad Saw Sebagai Nabi Dan Rasul

Sebagai Nabi dan rasul, Nabi Muhammad Saw mendakwahkan agama Islam dengan akhlak yang sesuai
dengan Al-Qur’an. Sebagiai da’i beliau menunjukkan sifat-sifat sabar, lemah lembut, toleransi, tega dan
istiqomah dalam ajaran yang dibawanya, terutama tentang aspek akidah. Beliau juga melakukan aktifitas
dakwah dengan dedikasi yang sangat tinggi.

Nabi Muhammad Saw Sebagai Pendiri Bangsa

Nabi Muhammad Saw tidak sekedar sebagai pembaharu masyarakatnya, tetapi Nabi Muhammad Saw juga
berperan sebagai pendiri bangsa yang besar. Nabi berjuang pada tahap awal dengan mendrikan sebuah
kebangsaan dengan menyatukan para pemeluknya, lalu beliau merancang sebuah imperium yang dibangun
berdasarkan kesepakatan dan kerjasama berbagai kelompok yang terkait. Pada saat awal ini, Nabi
Muhammad Saw berhasil mendirikan sebuah Negara Madinah, yang semula hanya terdiri dari suatu
kelompok masyarakat yang heterogen satu sama yang lainnya saling bermusuhana. Maka dengan hadirnya
Nabi Muhammad Saw masyarakat Madinah menjadi bersatu dalam kesatuan Negara Madinah. Selajutnya
Nabi Muhammad Saw memberlakukan beberapa ketentuan hukum untuk semua tanpa pengecualian dalam
kedudukan yang sama, tidak mengenal perbedaan kedudukan karena nasab, kelas sosial dan lain sebagainya.

Nabi Muhammad Saw Sebagai Pemimpin Masyarakat

Peran Nabi Muhammad Saw dapat kita lihat juga sebagai pemimpin masyarakat ketika beliau sampai di
Madinah, beliau berhasil menghapus permusuhan tradisi di antara suku Aus dan Khazraj yang keduanya
digabungkan oleh Nabi Muhammad Saw menjadi golongan Anshar. Setelah itu, golongan Anshar ini
digabungkan pula dengan orang-orang Quraisy yang datang dari Mekkah dan biasa disebut golongan
Muhajirin. Dengan demikian keberhasilan Baginda merupakan tokoh pertama yang menyatukan bangsa
Arab yang berasal dari keturunan yang berbeda menjadi satu umat yang kuat dan kokoh. Selain itu, sebagai
pemimpin, beliau telah menentukan beberapa hal yang menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Antara lain:
ibadah, munakahat, jenayah, kenegaraan dan sebagainya.

Nabi Muhammad Saw Sebagai Pemimpin Politik

Keunggulan Nabi Muhammad Saw sebagai pemimpin politik dapat kita lihat dari beberapa hal, antaranya:

-          Menyelesaikan Masalah Perpindahan Hajar Al-Aswad Ke Tempat Asal

Nabi Muhammad Saw menunjukkan citra kepemimpinanya ketika berhasil menyelesaikan masalah yang
timbul di kalangan pemimpin bani-bani dalam kabilah Quraisy yang merebutkan hak untuk meletakkan
hajarul aswad di tempatnya yang asa di penjuru dinding ka’bah. Peristiwa itu terjadi setelah kota Mekkah
dilanda banjir dan sebagiian bangunan ka’bah runtuh. Ketika akan meletakkan hajar aswad ketempat semula
yaitu di sudut dinding Ka’bah, bani-bani di Mekkah saling memperebutkannya. Karena batu itu dianggap
sangat suci dan mulia sehingga hanya tangan yang mulia dari bani atau suku yang mulia saja yang layak
meletakkan batu itu ke tempat semula. Akhrnya mereka memililih Nabi Muhammad Saw sebagai hakim
untuk meyelesaikan masalah tersebut. Lalu Nabi Muhammad Saw meletakkan batu tersebut di atas sehelai
kain. Setelah itu setiap wakil Bani memegang bagian ujung kain tersebut dan bersama-sama mengangkatnya.
Nabi Muhammad Saw sendiri meletakkan batu tersebut ke tempat asalnya di sudut Ka’bah. Solusi dari Nabi
Muhammad Saw menyebabkan seuruh pihak yang terlibat konflik itu merasa puas.

-          Membentuk Piagam Madinah

Pada tahun pertama Hijriah Nabi Muhammad Saw brhasil melahirkan piagam Madinah[11] yang merupakan
perlembagaan tertulis yang pertama di dunia. Piagam Madinah ini berhasil mewujudkan sebuah Negara
Islam yang pertama di dunia yang terdiri dari banyaknya rakyat dan ragam agama. Sesungguhnya
perlembagaan ini lebih bersifat satu alat untuk menyelesaikan masalah masyarakat majemuk yang ingin
hidup aman dan damai dalam sebuah Negara yang sama. Dengan kata lain, ini adalah teori dan aplikasi
toleransi yang pertama  kali di lahirkan oleh Nabi Muhammad Saw sebagai pioneer sekaligus adanya
legitimasi secara tidak langsung dari seluruh masyarakatnya baik yang telah memeluk Islam maupun yang
belum.

-          Mengadakan Perjanjian Hudaibiah

Perhanjian Hudaibiah yang diadakan di antara umat Islam Madinah dengan kaum Quraisy Mekah
merupakan satu lagi bukti yang menunjukkan bahwa beliau Nabi Muhammad Saw adalah pemimpin yang
sangat bijaksana. Tak ada satupun yang menyangkalnya termasuk Sayyidina Umar sendiri bahwa perjanjian
Husaibiah yang dianggap kontroversi itu telah memberikan ketegasan pada kaum Quraisy dalam semua
bidang. Sebagai buktinya, setelah perjanjian Hudaibiyah, tiga pahlawan unggulan Quraisy yaitu Khalid bin
Walid, Amr bin Ash, dan Osman bin Talba memeluk Islam, umat Islam bertambah sebanyak lebih dari lima
kali lipat dari dua tahun saja. Serta tewasnya Mekkah tanpa pertumpahan darah dua tahun kemudian.
Jelaslah sudah bahwa Nabi Muhammad Saw membuktikan kebijaksanaannya dalam dunia percaturuan
politik tanah Arab.

-          Mengadakan Hubungan Diplomat

Walaupun Nabi Muhammad Saw buta huruf, namun beliau membuktikan kualitasnya sebagai seorang
pemimpin sebuah kerajaan. Beliau mengadakan hubungan diplomatic dan mengirim utusan-utusan ke
berbagai daerah di dalam dan di luar Tanah Arab seperti Habsyah, Farsi Byzantine, Ghassan, Hirah, dan lain
sebagainya.

Nabi Muhammad Saw Sebagai Pemimpin Militer

Nabi Muhammad Saw meletakkan akidah, syariat dan akhlak yang mulia sebagai asas kepemimpinannya.
Beliau dan sahabatnya menetapkan dasar tertentu semasa perang seperti: tidak memerangi orang lemah,
orang tua dan anak-anak serta wanita, tidak memusnahkan harta benda. Beliau juga mengaplikasikan sifat
amanah dalam melaksanakan perintah Allah dan juga seluruh umat Islam dalam memimpin. Nabi
Muhammad Saw bersifat adil terhadap harta rampasan perang, yaitu dengan membaginya secara rata pada
tentara yang turut dalam peperangan dan tidak mengejar musuh yag sudah lari dari medan peperangan. Nabi
Muhammad Saw adalah panglima tentara dan ahli strategi. Dengan ilmu dan pengalaman yang luas, beliau
berhasil membawa kejayaan kepada tentara Islam.

Nabi Muhammad Saw Sebagai Perancang Ekonomi

System ekonomi yang dikembangkan sebelumya adalah system ekonomi kapitasis dan absolutistic yang
berpusat pada suku-suku tertentu. Nabi Muhammad Saw datang untuk  memperkenalkan system ekonomi
baru yang menggantikan dasar ekonomi zaman Jahiliah. Beliau menggalakkan icon kerja keras dan rajin
dalam bidang perniagaan dan pertanian. Nabi Muhammad Saw telah membangun ekonomi umat Islam
seperti menebus blik dan mengolah tanah yang tergadai kepada kaum Yahudi.

Kondisi Sosial Masyarakat Dan Perubahan Sosial Yang Terjadi

Periode Madinah adalah pekerjaan besar yang di lakukan oleh Rasulullah Saw berupa pembinaan terhadap
masyarakat Islam yang baru terbentuk. Karena masyarakat merupakan wadah dari pengembangan suatu
kebudayaan maka diletakkan pula dasar-dasar Islam[12]. Ini merupakan representasi dari sejumlah nilai dan
norma yang mengatur manusia dan masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan ibadah, sosial, ekonomi
dan politik yang bersumber dari al-qur’an dan sunnah.

Ada banyak hal yang dirubah pada masa pemerintahan Nabi Muhammad Saw khususnya dalam era
periodisasi Islam, antara lain:

Politik

Seperti yang kita ketahui bahawa Arab pra Islam didominasi oleh dua kerajaan besar yaitu Bizantium dan
Persia sehingga secara geografis Mekkah tidak hanya sulit dijangkau tapi juga sikap pemimpinnya yang
menjalankan politik non-blok sehingga Negara-negara Asing menaruh hormat terhadap bangsa Arab pada
saat itu. Setelah datangnya Islam, kebijakan politik itu pada awanya tetap dipertahankan, namun dengan
berkembangnya Islam kebijakan itu mengalami perubahan menjadi sebuah kebijakan yang tidak hanya
sekedar memihak salah satu Negara adi kuasa yang ada saat itu, tapi sudah mulai menancapkan pengaruhnya
ke dalam daerah-daerah di bawah kekuasaannya[13]. Selain itu, tentang pemilihan pemimpin, bangsa Arab
sudah memilliki nilai-nilai demokratis dengan dipraktikannya  musyawarah. Mereka memilih pemimpin
yang bijaksana dan adil dan menekanan senioritas serta pengalaan berdasarkan kesepakatan bersama.

Kemudian model kepemimpinan tersebut dilanjutkan dan disempurnakan oleh Islam sebagaimana dapat kita
lihat pada model kepemimpinan Nabi Muhammad Saw dan Khilafa Rasyidin. Yaitu model pemilihan yang
tidak hanya didominasi oleh salah satu kaum atau suku Arab. Islam mengajarkan bahwa kepemimpinan bisa
diperoleh  oleh kaum atau suku manapun asaka ia memenuhi kuaifikasi adil, egalite dan fraternity[14].
Demikian pula dengan ghanimah yang pembagiannya disempurnakan oleh Islam dengan bervisi adil dan
pemerataan yaitu nabi, keluarga, memelihara anak yatim da administrasi Negara mendapat seperlima
sedangkan sisanya di bagi sesuai dengan kualitas tentara.[15]

Ekonomi

Dua ratus tahun sebelum masa kenabian Nabi Muhammad Saw, Arab sudah mengenal peralatan pertaniah
semi modern[16]. Mereka pun mampu membuat bendungan raksasa yang dinamakan al-ma’arib. Mereka
menggunakan tiga sistem dalam mengelola pertanian yaitu sewa menyewa, bagi hasil produk, dan sistem
pandego.

Mekkah juga merupakan jalur persilangan ekonomi internasional sehinggga Mekkah memiliki peranan
penting dan strategis untuk berpartisipasi dalam dunia perekonomian. Mereka digolongkan menjadi tiga
yaitu, kolongmerat yang memiliki modal, pedagang yang mengolah modal dan para perampok dan rakyat
biasa yang memberikan jaminan keamanan kepada para khafilah pedagang.[17] Dapat dipahami bahwa
tradisi pertanian dan perdagangan di Arab sebenarnya sudah ada jauh sebelum Islam, namun tidak ada
landasan keadilan dan persamaan di dalamnya. Ini bisa kita lihat dietika permodalan dikuasai oleh elite
politik penguasa permodalan.

Islam lalu memasukkan nilai-nilai keadilan dan persamaan dalam perekonomian masyarakat Arab. Sehingga
tidak ada lagi monopoi perekonomian dan perbudakan serta mengimplementasikan niai keadilan,kejujuran
dan kesamaan sehingga tidak ada yang dirugikan.

Sosial

Tidak disesalkan apabila masyarakat arab mempunyai sifat keras dan perilaku yang kasar, karena hal ini
dipengarhi oleh factor geografis negaranya yang bertanah tandus, berdebu, berpasir dan berbatu. Dikenalnya
masyarakat arab sebagai masyarakat jahiliyyah lebih tepatnya karena mereka memiliki moral yang rendah.
Walaupun tidak semuanya, tapi kepala sukulah yang memiliki muru’ah. Strategi perng mereka terdiri dari
lima pasukan inti, yaitu al-Muqaddam (pasukan pembawa bendera), al-Maimanah (sayap kanan),  al-
Maisarah (sayap kiri), al-saqaya (pasukan pembawa obat-obatan serta sukarelawan) dan al-Qalb (pasukan
inti). Strategi ini diadopsi total oleh Nabi Muhammad Saw dalam melakukan peperangan melawan orang-
orang kafir Quraisy[18].

Mereka juga memiliki fanatis terhadap suku yang sangat tinggi sehingga kesenjangan perekonomian pun
Nampak sangat mencolok. Selain itu, terdapat pula tradisi penguburan anak perempuan hidup-hidup pada
beberapa suku. Juga menganut tradisi perkawinan mut’ah, zawaq, istibda, khadn, mutadamidah, badal,
syighar, maq, saby, hamba sahaya, antar saudara lelaki dan saudara wanitanya atau ayah dan putrinya, atau
suami istri[19].

Kondisi sosial arab tidak semuanya jelek, hanya saja ada beberapa yang perlu diperbaiki khususnya tatanan
kehidupan sosialnya.karena itu setelah Islam datang kebiasaan mengubur anak perempuan hidup-hidup,
tradisi perkawinan yang sama sekali tidak menghargai perempuan serta perlakuan yang tidak manusiawi
terhadap budak-budak, Islam mengarahkan masyarakat arab tentang kemanusiaan dan memberikan world
view yang luas tentang keberagamaan, kesamaan dan penghargaan terhadap gender. Konkritnya Islam
mengajarkan agar memiliki istri maksimal empat, itupun jika suami bisa berbuat adil. Perlu digaris bawahi
bahwa dalam konteks sekarang sangat perlu tafsiran yang baru dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi
yang berkembang saat ini.

Sastra

Sastra jahiliyyah adalah cermin langsung bagi seluruh kehidupan bangsa arab pra Islam, karena di dalamnya
dapat kita lihat kehidupan, alam, budaya dan peradaban yang murni maupun yang telah dipengaruhi oleh
bangsa asing.

Namun demikian ada beberapa syair arab yang  sangat imaginer dan simbolis sehingga sulit dicerna oleh
kalangan umum. Sastra Arab telah melahirkan penyair-penyair yang handal sehingga tidak heran jika umat
Islam dikenal dengan kemahirannya membuat syair dan puisi yang mengandung unsur spiritual theologs dan
humanism yang kental.[20]

Agama
Mesikpun tidak berpengaruh besar, namun Yahudi dan Nasrani telah berkembang jauh sebelum Islam lahir di
Mekkah. Melainkan kuatnya paganisme[21] yang bercokol dalan keberagamaan mereka. Ini merupakan
pengkomparasian antara vetieisme[22], toteisme[23] dan animisme[24]. Namun adapula yang menganut
ajaran hanif dari nabi Ibrahim a.s.

Di sinilah  Islam membawa dan mengarahkan bangsa arab untuk memiliki keimanan yang proporsional
kepada Allah SWT. Islam meluruskan keimanan dan aqidah mereka yang tidak bisa disamakan dengan
semua jenis makhluk di dunia ini. Di sinlah peran vital Islam  memberikan pemahaman tentang tauhid yang
tidak hanya sekedar terbatas pada pengesaan Tuhan, tapi juga kemanusiaan yag kemudian diwujudkan dalam
bentuk persamaan dan keadilan.

Bargaining Position Islam Terhadap Peradaban Dunia Pasca Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw

Sejarah telah mencatat sekian prestasi gemilang Muhammad. Bangsa Arab yang mula-mula hanya kabilah-
kabilah yang saling memerangi satu sama lain, mudah dipecah-belah dan tidak menjadi subjek terhadap
antroposentris sejarah bangsa-bangsa besar di Dunia. Walhasil, ajaran-ajaran Islam menjadi titik tolak
semangat eksplorasi dan kejayaan bangsa Arab. Sangat bijak kiranya Michael H. Hart memposisikan Nabi
Muhammad Saw sebagai tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah. Apakah pengaruh Nabi Muhammad
yang paling mendasar terhadap sejarah umat manusia? Seperti halnya agama yang lain, Islam punya
pengaruh luar biasa besrnya terhadap para penganutnya. Jika diukur dari jumlah banyaknya pemeluk agama
Nasrani dua kali lipat besarnya dari pemeluk agama Islam, dengan sendirinya timbul tanda Tanya apa alas an
menempatkan urutan Nabi Muhammad Saw lebih tinggi dari Nabi Isa dalam daftar tokoh yang paling
berpengaruh?

Ada dua alasan pokok, menurut Michael H. Hart. Pertama, Nabi Muhammad Saw memainkan peranan jauh
lebih pentin dalam pengembangan Islam ketimbang peranan Nabi Isa terhadap agama Nasrani. Biarpun Nabi
Isa bertanggung jawab terhadap ajaran-ajaran pokok moral dan etika Kristen. Sebaliknya dengan Nabiyullah
Muhammad bukan saja bertanggungjawab terhadap teologi Islam tapi sekaligus juga terhadap pokok-pokok
etika dan moralnya. Di samping itu pula dia pencatat Kitab Suci al-Qur’an, kumpulan wahyu kepada Nabi
Muhammad Saw yang diyakininya berasal langsung dari Allah. Sebagian terbesar dari wahyu ini disalin
dengan penuh kesungguhan hingga kini. Dengan demikian al-Qur’an berkaitan erat dengan pandangan-
pandangan Nabi Muhammad serta ajaran-ajarannya karena beliau bersandar pada wahyu Tuhan. Sebaliknya
tak ada satupun kumpulan yang begitu terperinci dari ajaran-ajaran Nabi Isa yang masih dapat dijumpai di
masa sekarang. Karena al-Qur’an bagi kaum Muslim sedikit banyak sama pentingnya dengan Injil bagi
kaum Nasrani, pengaruh Muhammad dengan perantaraan al-Qur’an teramatlah besarnya. Kemungkinan
pengaruh Nabi Muhammad dalam Islam lebih besar dari pengaruh Nabi Isa dan St. Paul dalam dunia Kristen
digabung jadi satu.

Kedua,  berbeda dengan Nabi Isa, Nabi Muhammad bukan semata pemimpin agama tapi juga pemimpin
duniawi. Fakta menunjukkan selaku kekuatan pendorong terhadap gerak penaklukan yang dilakukan bangsa
Arab, pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu. Membentang dari
Irak hingga Maroko, terbentang rantai bangsa Arab yang berstu, bukan semata berkat anutan agama Islam
tapi juga dari sudut bahasa Arabnya , sejarah dan kebudayaan. Posisi sentral al-Qur’an di kalangan kaum
Muslimin dan tertulisnya dalam bahasa Arab, merupakan sebab yang sangat rasional mengapa bahasa Arab
tidak terpecah-pecah ke dalam dialek-dialek yang berantakan.

Hingga Nabi kita Muhammad Saw telah wafat, ajaran-ajarannya senantiasa menjiwai dada kaum muslimin.
Beliaulah orang pertama dalam sejarah, berkat dorongan kuat kepercayaan kepada keesaan Allah, pasukan
Arab yang kecil mampu melakukan serentetan penaklukan yang mencengangkan dalam sejarah manusia.

Perlu dicatat pula bahwwa Islam bukanlah agama haus darah . Hal ini jelas sekali kita ketahui ketika Beliau
memberi amnesty kepada kaum kafir Quraisy ketika kembali ke Mekkah. Sebuah penaklukan yang sangat
indah dalam sejarah. Tanpa adanya pertumpahan darah, meskipun secara manusiawi balas dendam adalah hal
yang sangat mendasar, namun beliau tidak melakukannya. Di era media global dan komunisasi instant saat
ini, bermunculan banyak statemen sensasional yang menyudutkan Islam. Islam yang dihadirkan media Barat
sebagai teroris, pembunuh berdarah dingin, rasial, dan lainnya. Hal ini sebagai titik distorsi pemahaman
Barat tentang Islam. Paradigma Islam yang dideskripsikan Nabi dalam periode penaklukan Mekkah menjadi
sanggahan yang sangat kuat untuk itu.

Dari beberapa uraian di atas dapat saya simpulkan bahwa pemerintahan Nabi Muhammad Saw adalah suatu
karya cipta pemerintahan yang sempurna melalui usaha yang tidaklah mudah. Dan merupakan reperesentasi
dari pemerintahan yang berdaulat.. Modal intelektual kepemimpinan Nabi Muhammad Saw adalah pelajaran
bagaimana meneumbuhkan rasa kebersaman dan optimisme dala bingkai ketaatan. Perjalanan kepemimpinan
Nabi Muhammad Saw adalah suatu proses kreatif dan berlangsung secara continue, berkembang dan
beradaptasi denga kebutuhan. Intelektual capital merupakan konsep yang tidak dapat ditawar lagi dalam
membangun sebuah tim menjadi lebih baik. Dengan kalimat lain, intelektual capital ini berfungsi untuk learn
how to learn da sebagai uatan utama dalam membangun performance management of war. Selain itu,
sebenarnya bangsa arab memiliki khasanah tersendiri di bidang politik, ekonomi, sosial, sastra dan agama.
Lalu proses interaksi yang dilalui Islam melahirkan pemeliharaan dan pengembangan beberapa hal seperti
system moral, tata pergaulan strategi perang dan hokum keluarga. Islam juga memperbaiki dan
menyempurnakan system tersebut dengan kadar dan kodrat manusia. Dan dengan didukung oleh kreatifitas
umat Islam, al –qur’an dan sunah memberikan perubahan yang nyata tentang pandangan dunia, tujuan hidup,
peribadatan dan sebagainya yang mejadikannya sebagai core system dari pemikiran dan peradaban Islam.

Anda mungkin juga menyukai