PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau
berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam
kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah.
Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling
menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah
impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana
yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola
lingkungan dengan baik. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan
sosial manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya
sendiri. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan
dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah
dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat
terselesaikan dengan baik. Kepemimpinan pun pada akhirnya akan melahirkan kekuasaan.
Kekuasaan tersebut diharapkan dapat digunakan dengan baik dan tidak disalahgunakan.
I.2 Permasalahan
Dari latar belakang yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis dapatkan.
Permasalahan tersebut antara lain :
Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai
dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan.
Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
1. Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang
kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari
pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
2. Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang
formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang
bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan
perusahaan.
3. Menurut Prof. Maccoby, Pemimpin pertama-tama harus seorang yang mampu
menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya.
Pemimpin yang baik untuk masa kini adalah orang yang religius, dalam artian menerima
kepercayaan etnis dan moral dari berbagai agama secara kumulatif, kendatipun ia sendiri
mungkin menolak ketentuan gaib dan ide ketuhanan yang berlainan.
4. Menurut Lao Tzu, Pemimpin yang baik adalah seorang yang membantu mengembangkan
orang lain, sehingga akhirnya mereka tidak lagi memerlukan pemimpinnya itu.
5. Menurut Davis and Filley, Pemimpin adalah seseorang yang menduduki suatu posisi
manajemen atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan memimpin.
6. Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang
mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas
utama dari kepemimpinan Pancasila adalah : Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus
mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi
orang – orang yang dipimpinnya. Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu
membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang
dibimbingnya. Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang
yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai
apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para
bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat penulis simpulkan bahwa :
Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik
untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk
melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan pap yang diinginkan pihak
lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing
obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”.
Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian
rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk
menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang
diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang
dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk
menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor.
Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut
pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat
– sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap
teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi
yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada
dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
b) Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing,
commanding, controling, dsb.
II.2 Teori-teori Kepemimpinan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana
kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang
kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang
teori dan gaya kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai
referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara
lain :
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri.
Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa
pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The
Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku
pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya
dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu
antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan
organisasi, antara lain :
o Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas
kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi
pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pengikutnya.
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal,
seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat
pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini
kebenarannya.
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan
untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif
dan efisien.
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu
berpihak kepadanya
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki
kecendrungan kearah 2 hal.
o Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang
menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti
: membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan
bawahan.
o Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan
batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam
pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin
yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula.
Ø Teori Psikoanalitis
Teori ini menginterpretasikan pemimpin sebagai figur seorang ayah, sebagai sumber dari kasih
dan ketakutan, sebagai simbol dari superego, sebagai tempat pelampiasan kekecewaan, frustrasi
dan agresivitas para pengikut, tetapi juga sebagai orang yang berbagi kasih kepada para
pengikutnya. Banyak pemimpin seperti ini yang dapat ditelusuri karakteristik kepemimpinannya
sejak anak-anak, dari budaya dan dari hubungan dengan orang tuanya. Tipe kepemimpinan
semacam Hitler dapat digolongkan seperti ini
Teori Lingkungan
Banyak teori sebelumnya yang mengatakan bahwa tampilnya seorang pemimpin adalah sebagai
hasil ramuan dari waktu, tempat, situasi dan keadaan. Tiap masa mempunyai keunikan dan
melahirkan pemimpin yang mampu mengisi kekosongan pada saat itu. Tampilnya seorang
pemimpin sebenarnya tergantung pada kemampuan dan keterampilannya menyelesaikan masalah
sosial yang memang saat dibutuhkan disaat timbul ketegangan, perubahan-perubahan dan
adaptasi. Corazon Aquino mungkin salah satu contoh dari pemimpin yang dilahirkan oleh
lingkungan dimana massa tidak mempersoalkan kualitasnya sebagai seorang negarawan ulung.
Banyak tokoh dunia yang telah menentukan arah sejarah umat manusia. Tanpa Winston Churcill
Misalnya, Inggris sudah hilang pada tahun 1940. Faktor keberuntungan juga melengkapi atribut
seorang tokoh dunia yang berhasil mengarahkan sejarah. Misalnya Lenin, andaikata ia digantung
oleh rezim lama dan tidak diasingkan, maka sejarah Uni Soviet akan lain pula. Di samping itu,
latar belakang keturunan keluarga Monarkhi telah terbukti dari penelitian F.A. Woods tahun
1913 bahwa saudara-saudara para raja juga mempunyai pengaruh yang luas dalam kerajaan
tersebut. Bukan itu saja. Perkawinan antar keluarga kerajaan telah melahirkan kelompok
aristokrat yang juga ikut berpengaruh luas di dalam masyarakat.
Teori Antisipasi-Interaksi
Model teori ini antara lain Leader Role Theory dimana variabel utama dari kepemimpinan ini
adalah action, interaction dan sentiments. Apabila frekuensi interaksi dan peran serta dalam
aktifitas bersama itu meningkat, maka perasaan saling memiliki itu akan timbul dan norma-
norma kelompok akan makin jelas. Apalagi semakin tinggi jabatan orang-orang dalam
kelompok, semakin mungkin aktifitas mereka mendekati atau sesuai dengan norma-norma
kelompok, semakin melebar interaksi itu dan semakin banyak orang dalam kelompok itu yang
terlibat dalam interaksi
Teori Manusiawi
Teori ini menekankan pada pertumbuhan dan perkembangan dari suatu organisasi yang efektif
dan kohesif. Kalau manusia adalah organisme yang dapat dimotivasi, maka organisasi justru
dapat dimanipulasi dan dikendalikan. Oleh karena itu fungsi kepemimpinan disini adalah
memodifikasi organisasi sedemikian rupa sehingga orang-orang dalam organisasi merasa
memiliki kebebasan untuk merealisasikan potensi motivasionalnya dalam memenuhi
kebutuhannya, tetapi juga pada saat bersamaan dapat memberikan kontribusi dalam mencapai
tujuan organisasi.
Teori Pertukaran
Teori ini berpandangan bahwa interaksi sosial merupakan suatu bentuk pertukaran, yang
anggota-anggota kelompok memberi dan menerima kontribusi secara sukarela atau Cuma-Cuma.
Interaksi ini berjalan terus karena anggota-anggota merasakan manfaat darinya, bukan saja antar
sesama mereka sebagai anggotatetapi bermanfaat juga antar sebagai bawahan dan pimpinannya
sebagai atasan
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan
tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin
yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya.
Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi
dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa
berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu.
Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana
perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila
pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis
maupun nonekonomis) berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika
pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya
kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam
banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
lainnya. ü Otokratis
ü Partisipasif
ü Demokrasi
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar
dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung – jawab,
kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan
menanggulangi masalahnya sendiri.
Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu gaya
konsideral dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi tugas.
Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai
dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang dominan.
Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur, percaya bahwa mereka
memperoleh hasil dengan tetap membuat orang – orang sibuk dan mendesak mereka untuk
berproduksi.
Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan
Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman
dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (muturity)
pengikutnya.perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan
situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak
pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok , pengikut dapat menemukan kekuatan pribadi
apapun yang dimiliki pemimpin.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst), masing – masing gaya
kepemimpinan ini hanya memadai dalm situasi yang tepat meskipun disadari bahwa setiap orang
memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun
perlu.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya
yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari
sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang
pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya.
Keempat gaya tersebut adalah
~ Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki
pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah
tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan.
Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat
menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan,
pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di
lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.
~ Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga
menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan
juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih
termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu
membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
~ Supporting
Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam
melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi
tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini
akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah
mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan
waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan
kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.
~ Delegating
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung
jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya
telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas
atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari
lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka
kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”. Situational leadership
mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang – orang
yang dipimpinnya.
Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf
/ individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi, penerapan keempat
gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud
dengan situasional lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu
memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
Q Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman
dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
Q Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk
menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi.
Q Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk menjelaskan
kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita terapkan.
Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin
harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah
informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making)
(Gordon, 1996 : 314-315).
ü Liaison ® Menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan
organisasi.
ü Disseminator ® Menyampaikan informasi, nilai – nilai baru dan fakta kepada bawahan.
ü Spokeman ® Juru bicara atau memberikan informasi kepada orang – orang di luar
organisasinya.
ü Disturbance Handler ® Mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam
keadaan menurun.
ü Resources Allocator ® Mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu
dengan melakukan penjadwalan, memprogram tugas – tugas bawahan, dan mengesahkan setiap
keputusan.
ü Negotiator ® Melakukan perundingan dan tawar – menawar.
Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan ( 1996 : 156 ) mengemukakan 3 macam peran
pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni :
ü Aligning ® Menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang
menuju ke arah yang sama.
ü Allowing ® Memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara
kerja mereka.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar
biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut
mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak
mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat
yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari
kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi
pemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu. Tidak akan bisa
mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan akan bagus, kokoh,
megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun
masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong jika tidak diawali dengan diri sendiri.
Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa
mengendalikan diri.
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan
formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya
dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan
adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir
tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu
kepemimpinan yang melayani.
A. Karakter Kepemimpinan
Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu
transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari
dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah
pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang diterima
oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan betapa banyak pemimpin yang mengaku
wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa
yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan yang
dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan – kawan, ada sejumlah ciri –ciri dan nilai yang
muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani,yaitu tujuan utama seorang
pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan
untuk kepentingan diri pribadi maupun golongan tapi justru kepentingan publik yang
dipimpinnya.
Seorang pemimpin memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang
dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelomponya. Hal ini sejalan dengan
buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You.
Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang
– orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi
sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat
mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan
berkembang dan menjadi kuat.
Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih
itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian da harapan dari
mereka yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas ( accountable ). Istilah
akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh
perkataan,pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada public atau kepada
setiap anggota organisasinya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap
kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpin. Pemimpin yang melayani adalah
pemimpin yang dapat mengendalikam ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan
public atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri
ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat,selalu dalam keadaan
tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak mudah emosi.
B. Metode Kepemimpinan
Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi juga harus
memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak
sekali pemimpin memiliki kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter dan integritas seorang
pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak
memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin yang diperlukan untuk
mengelola mereka yang dipimpinnya.
Tidak banyak pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah
diajarkan di sekolah – sekolah formal. Keterampilan seperti ini disebut dengan Softskill atau
Personalskill. Dalam salah satu artikel di economist.comada sebuah ulasan berjudul Can
Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode kepemimpinan)
dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada 3 hal
penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :
v Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah daya
atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan
kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang – orang
yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing motivates change more
powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya
perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner yaitu
memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana
adalah proses untuk membawa orang – orang atau organisasi yang dipimpin menuju suatu tujuan
yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong
sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar serta berkembang dalam
mempertahankan survivalnya sehingga bias bertahan sampai beberapa generasi. Ada 2 aspek
mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak
hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tapi memiliki kemampuan
untuk mengimplementasikan visi tsb ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai visi itu.
v Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang responsive. Artinya dia selalu tanggap
terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan, dan impian dari mereka yang dipimpin. Selain itu
selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang
dihadapi.
v Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang – orang
yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemempuan untuk menginspirasi,
mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana
kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dsb), melakukan kegiatan sehari –
hari seperti monitoring dan pengendalian, serta mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.
C. Perilaku Kepemimpinan
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki
kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan
seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka perilaku seorang pemimpin, yaitu :
Ø Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh
memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang
sejalan dengan firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam
setiap apa yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya.
Ø Pemimpin focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi.
Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak.
Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia
lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan
dengan status dan kekuasaan semata.
Ø Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik
pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan
(recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude
(keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).
Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat relevan dengan
situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar,
penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolak ukur
kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Bahkan dalam
suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan pemimpin
– pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah
pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang –orang yang memiliki
integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami spiritualitas yang
tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan
karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau
gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika
seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace)
dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai
memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan
dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin
bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan
berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from
the inside out ).
Sering kali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang
dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan
mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang
pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dam maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para
pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor & praise)
dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa
dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan
pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup
Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari
negara yang rasialis menjadi negara yang demokratis dan merdeka.Selama penderitaan 27 tahun
penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam diri Beliau. Sehingga Beliau
menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya
menderita selam bertahun – tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan
dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan
karakter adalah segala – galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam,
tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan
menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah
menjadi pemimpin sejati.
Sebuah jenis kepemimpinan yaitu Q Leader memiliki 4 makna terkait dengan kepemimpinan
sejati, yaitu :
Ø Q leader berarti kepemimpinan yang memiliki kualitas(quality), baik dari aspek visioner
maupun aspek manajerial.
Ø Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi ( dibaca ‘chi’ dalam bahasa Mandarin
yang berarti kehidupan).
Ø Q keempat adalah qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang
sungguh – sungguh mengenali dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya
(self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan
bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence-quality-qi-qolbu) yang
lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna
kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Rangkuman kepemimpinan Q dalam 3 aspek penting yang disingkat menajadi 3C, yaitu :
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh,
belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal,
kemampuan teknis, pengatahuan,dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain
(pengembangan kemampuan interpersonal dan metode kepemimpinan). Seperti yang dikatakan
oleh John Maxwell, ” The only way that I can keep leading is to keep growing. The the day I
stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is way it always it.” Satu-satunya
cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya
berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tsb.
Kearifan local yaitu spirit local genius yang disepadankan maknanya dengan pengetahuan,
kecerdikan,kepandaian, keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan dan
berkenaan dengan penyelesaian masalah yang relative pelik dan rumit,
Dalam suatu local (daerah ) tentunya selalu diharapkan kehidupan yang selaras, serasi dan
seimbang (harmonis). Kehidupan yang penuh kedamaian dan suka cita. Kehidupan yang
dipimpin oleh pimpinan yang dihormati bawahannya. Kehidupan yang teratur dan terarah yang
dipimpin oleh pimpinan yang mampu menciptakan suasana kondusif.
Kehidupan manusia tidak lepas dari masalah. Serangkaian masalah tidaklah boleh didiamkan.
Setiap masalah yang muncul haruslah diselesaikan. Dengan memiliki jiwa kepemimpinan,
seseorang akan mampu menaggulangi setiap masalah yang muncul.
Manusia di besarkan masalah. Dalam kehidupan local masyarakat, setiap masalah yang muncul
dapat ditanggulangi dengan kearifan local masyarakat setempat. Contohnya adalah masalah
banjir yang di alami masyarakat di berbagai tempat. Khususnya di Bali, seringkali terjadi banjir
di wilayah Kuta. Sebagai tempat tujuan wisata dunia tentu hal ini sangat tidak
menguntungkan. Masalah ini haruslah segera ditangani. Dalam hal pembuatan drainase dan
infrastruktur lainnya, diperlukan kematangan rencana agar pembangunan yang dilaksanakan
tidak berdampak buruk. Terbukti, penanggulangan yang cepat dengan membuat gorong – gorong
bisa menurunkan debit air yang meluber ke jalan.
Sebagai pemimpin lokal, pihak Camat Kuta, I Gede Wijaya sebelumnya telah melakukan
sosialisasi terkait pembangunan gorong – gorong. Camat Kuta secara langsung dan tertulis telah
menyampaikan hal tersebut kepada pengusaha serta pemilik bangunan dalam surat No.
620/676/ke/07 , tertanggal 27 desember 2007 (1)
KEKUASAAN
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kekuasaan.
Konsep kekuasaan sangat penting untuk memahami bagaimana orang mampu saling
mempengaruhi dalam organisasi (Mitzberg, 1983; feffer , 1981, 1992), kekuasaan melibatkan
kapasitas dari satu pihak (agen) untuk mempengaruhi pihak lain(target). Konsep ini lebih
fleksibel untuk digunakan dengan berbagai cara . istilah ini sangat perpewngaruh agen terhadap
seseorang sebagai satu target , atau terhadap berbagai orang yang menjadi target.terkadang istilah
ini menunjukan potensi pengaruh atas hal-hal atau peristiwa dan juga sikap dan prilaku.
Terkadang agen merupakan kelompok atasu organisasi bukannya individual .
Terkadang kekuasaan didefenisikan dalam konteks relatif bukanya absolut yang berarti batasan
dimana agen tersebut mempunyai pengaruh lebih besar terhadap target dibandingkan dengan
yang dimiliki target terhadapagen.akhirnya terdapat berbagai jenis kekuasaan dan satu agen bisa
mempunyai lebih banyak .
2. Otoritas
Otoritas melibatkan hak , prerogatif, keewajiban dan tugas yang berkaitan dengan posisi khusus
dalam organisasi atau sistem sosial. Otoritas pemimpin biasahnya meliputi hak untuk membuat
keputusan khusus untuk organisasi. Pemimpin yang memiliki wewenang langsung terhadap
seorang target mempunyai hak yang sah untuk memberikan membuat permintaan yang
konsisten dengan otoritasnya, seorang yang menjadi target itu memiliki kewajiban untuk
mematuhinya. Sebagai contoh menejer umumnya mempunyai hak yang sah untuk memberikan
aturan kerja dan memberikan tugas kepada bawahan . otoritas juga melibatkan hak agen untuk
menerapkan engendalian untuk berbagai hal , seperti keuwangan, sumber daya, peralatan dan
material dan pengendalian ini merupakan sumber-sumber kekuasan yang lainnya.
Tiga hasil yang dimaksud and alah komitmen, kepatuhan dan perlawanan.
Komitmen, Istilah komitmen menjelaskan hasil dimana seorang target secara internal menyetujui
keputusan atau permintaan agen dan memberikan dukungan penuh untuk melaksanakan apa yang
menjadi permintaan atau mengimplementasikan keputusan secara efektif. Untuk tugas yang
kompleks dan sulit , komitmen umumnya merupakan hasi.l yang paling berhasil dari perspektif
agen yang melakukan usaha untuk mempengaruhi .
Kepatuhan, istilah kepatuhan menjelaskan hasil dimana Target tersedia melakukan apa yang
agen iginkan tetapi lebih didasarkan pada rasa apatis dari pada rasa antusiaisme dan hanya
memberikan sedikit dukungan. Agen telah mempengaruhi rilaku seorang target tetapi tidak
terhadap sikapnya.
v Proses mempengaruhi
Kepatuhan instrumental . seorang target melaksanakan tindakan yang diminta untuk tujuan
mendapatkan imbalan yang pasti atau menghindari hukuman yang dikendalikan oleh agen .
motivasi perilku itu murni instrumental : satu –satunya alasan kepatuhan adalah untuk
mendapatkan manfaat nyata dari agen. Level dukungan yang diberikan mungkin sangat kecil
yang diperlukan untuk mendapatkan penghargaan atau untuk menghindari hukuman.
Internalisasi. Seorang target memiliki komitmen untuk mendukung dan menerapkan proposal
yang diajukan oleh agen terlihat seperti yang diharapkan secara instrinsik dan sesuai dalam
hubungannya dngan nilai , keyakinan dan citra pribadi dari target. Pengaruhnya, proposal agen
(seperti tujuan , rencana , strategi , kebijakan dan prosedur). Akan menyatu dengan nilai dan
keyakinditerima.
identifikasi personal . seorang target meniru prilaku agen atau mengambil sikap yang sama agar
disukai oleh agen dan menjadi agen seperti agen itu. Motivasi target mungkin berkaitan dengan
kebutuhan seorang target untuk diterima atau dihargai dengan melakukan sesuatu untuk
mendapat persetujuan dari agen , target dapat menjaga hubungan yang memuwaskan kebutuhan
untuk di trima.
Konseptualisasi lain dari sumber kekuasaan yang secara luas di rerima adalah dikotomi
antara ‘kekuasaan posisi’dan’kekuasaan personol(Bass,1960’Etzioni1961).Berdasarkan
konseptualisasi dua faktor ini,kekuasaan sebagaian berasal dari suatu kesempatan yang mekekat
pada posisi seseorang dalam organisasi ,dan sebagian merupakan bagian dari atribut hubungan
agen dan hubungan agen target.
Kekuasaan memberi penghargaan (Reward power). Para target patuh terhadap perintah
untuk memperoleh penghargaan yang dikendalikan oleh agen.
Kekuasaan memaksa ( power): para target patuh terhadap perintah untuk menghindari
hukuman yang dikendalikan oleh agen.
Kekuasaan yang memiliki legitimasi (legitimate power); para target patuh karena
merekapercaya bawha agen memiliki untuk memerintah dan seorang target wajib
mematuhinya.
Kekuasaan berdasarkan keahlian (Expert power) : para target patuh karena mereka
percaya bahwa magen memiliki pengetahuan khusus mengenai cara menyelesaikan suatu
pekerjaan
Kekuasaan berdasarkan referensi (Referent power): para target patuh karena mereka
mengagumi atau mengenal agen dan ingin mendapatkan persetujuan agen.
KEKUASAAN POSISI
KEKUASAN PERSONAL
Kepatuhan terhadap aturan dan perintah yang sah akan lebih mungkin terjadi kepada anggota
yang mengakui organisasi dan loyal terhadapnya. Kepatuhan ini juga akan lebih mungkin terjadi
kepada anggota yang mengalami inrenalisasi nilai yang tepat untuk memenuhi tokoh yang
memiliki otoritas , menghormati hokum dan mengikuti tradisi . diterimahnya wewenang
tergantung pada apakah agen dirasa sebagai orang yang memiliki wewenang dalam posisi
kepemimpinannya . prosedur spesifik untuk memilih pemimpin biasanya didasarkan pada tradisi
dan berbagai ketentuan hukum yang resmi atau konstitusi . penyimpangan dari proses seleksi
yang dianggap sah oleh para angggota yang melemahkan otoritas pemimpin baru .
Besarnya kekuasaan yang memiliki legitimasi juga berkaitan dengan cakupan weweang yang
dimiliki seseorang . manajer pada level yang lebih tinggi biasanya mempunyai wewenang lebih
banyak dibandingkan dengan manajer dengan level yang lebih rendah, dan wewenang seorang
manajer jauh lebih kuat dalam hubungannya dengan bawahan dari pada hubungannya dengan
rekan sejawat, atasan atau pihak luar organisasi . meskipun demikian, terhadap target yang
berada diluar rentang kendali (seperti rekan sejawat atau orang lain), agen masih mempunyai hal
yang memiliki legitimasi dalam memberikan perintah yang diperlukan untuk melaksankan
tanggung jawab pekerjaan, seperti permintaan informasi,pasokan pelayanan dukungan, saran
teknis dan bantuan untuk menyelesaikan tugas yang saling berhubungan .
Hal yang ditolak kebenrannya oleh bawahan dalam melaksanakan perintah atau permintaan yang
memiliki legitimasi itu menurunkan kewenangan pemimpin dan meningkatkan kemungkinan
ketidakpatuhan dimasa datang. Perintah yang tidak dapat dilaksanakna sebaiknya jangan
diserahkan. Jika wewenang agen dal permintaan diragukan , perlu dilakukan verifikasi legitimasi
taktik. Terkadang bawahan menunda melaksanakan permintaan yang tidak biasa atau tidak
menyenangkan untuk menguji apakah pamimpin benar-benar serius dengan permintaannya. Jika
pemimpin tidak menindaklanjuti permintaan awal tadi dengan memeriksa apakah telah
diselesaikan, bawahan dapat mengambil kesimpulan bahwa permintaan tersebut mungkin dapat
diabaikan .
Kekuasaan memberi penghargaan adalah persepsi dari seorang target bahwa agen mempunyai
kendali terhadap sumber daya yang penting dan penghargaan yang diinginkan oleh target .
kekusaan memberi penghargaan itu berasal dari bentuk wewenag formal untuk mengalokasikan
sumber daya dan imbalan. Wewenang ini memiliki banyak variasi diantara organisasi dan antara
satu tipe posisi manajemen dengan posisi lainnya dalam organisasi yang sama . pengendalian
yang lebih banyak atas sumber daya yang langkah biasanya wewenangnya lebih banyak
dipegang oleh level eksekutif tinggi dari pada oleh manajer level rendah. Eksekutif memiliki
wewenang untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pengalokasian sumber daya untuk
berbagai subunit dan aktivitas , dan mereka juga memiliki hak untuk meninjau dan menngubah
keputusan pengalokasian sumber daya yang dibuat pada level yang lebih rendah.
Kekuasaan memberi penghargaan tidak hanya tergantung pada kendali aktual dari manajer atas
sumber daya dan penghargaan,tetapi juga oleh persepsi seorang target bahwa agen memilki
kapasitas dan keinginan untuk memenuhi janjinya. Suatu upaya untuk menggunakan kekusaan
memberi penghargaan tidak akan berhasil jika agen itu kekurangan kredibilitas sebagai sumber
dari sumber daya penghargaan .
Kekuasaan memberi penghargaan sebagian besar diterapkan dengan janji secara eksplisit atau
implisit untuk memberikan sesuatu kepada seorang target yang digunakan sebagi agen control
dalam melaksanakan permintaan atau melakukan sebuah tugas. Kepatuahan akan didapatkan jika
penghargaannya dianggap merupakan sesuatu yang bernilai oleh seorang target,dan agen merasa
penghargaan yang diberikan adalah sumber daya yang kredibel. Jadi, penting untuk menentukan
penghargaan apa yang bernilai bagi orang yang ingin dipengaruhi, dan kredibilitas agen tidak
akan berisiko dengan memberika janiji yangb tidak realistis atau gagal memenuhi janji setelah
pekerjaann selesai.
Ketika penghargaan sering digunakan sebagai sumber untuk mempengaruhi, orang akan merasa
hubungan mereka dengan pemimpin benar-benar didasarkan pada ekonomi belaka. Mereka akan
mengharapkan penghargaan setiap kali mereka diminta melaksanakn sesuatu yang baru atau
bukan hal yang rutin. Akann lebih memuaskan bilah kedua pihak memandanng hubungan
mereka berdasarkan kesetiaan dan persahabatan bersama. Dibandingkan menerapkan
penghargaan sebagi intensif secara impersonal dengan cara mekanis, maka mereka harus lebih
banyak digunakn dengan cara simbolis untuk menghargai prestasi dan memberikan
penghargaan secara pribadi untuk konstribusi khusus atau dukungan yang diharapkan.
Digunakan dengan car ini, kekuasaan memberi penghargaan dapat menjadi8 sumber untuk
meningkatkan kekuasaan referensi dari waktu kewaktu (French & reven,1959).
Ø Kekusaan memaksa
Pemimpin yang menerapkan kekuasaan memaksa kepada bawahan membuat dasar pada
wewenang memberi hokum, yang memiliki variasi amat banyak pada berbagai organisasi berada.
Kekuasaan memaksa oleh pemimpin militer dan politik biasanyan lebih besar daripada
kekuasaan manajer suatu perusahan. Dalam dua abad terakhir, secara umum terjadi penurunan
penerpan legimitasi yang memaksa pada semua tipe pemimpin (katz&khan,1978). Sebagi
contoh manajer pernah mempunyai hak untuk memecat karyawan karenan berbagi alasan yang
mereka pikir benar. Seorang kapten kapal dapat memukul kelasinya yang tidak patuh atau
dianggap tiidak rajin dalam menjalankan tugasnya. Perwira militer dapt menghukum
prajurit karena dsisersi atau tidak mematuhi perintah dalam pertempuran. Sekrang ini, buentuk
kekuasaan memaksa telah dilarang atau dengan tegas dibatasi pada sebagian besar Negara.
Dalam hubungan yang sejajar, terdapat beberapa kesempatan untuk menerapkan kekuasaan
memaksa. Jika rekan sejawat tergantung pada bantuan manajer dalam melaksanakan tugas
pentingnya, manajer mungkin akan mengancam permintaannya. Akam tetapi karena saling
ketergantungan juga terdapat diantara meningkat , menjadi konflik yang tidak akan
menguntungkan pihak manapun.
Referensi
· Memulai janji.
Pengetahuan dan ketrampilan yang relevan dengan tugas adalah sumber utama kekuasaan
personal di dalam organisasi. Pengetahuan yang unik mengenai cara terbaik untuk
melaksanakan tugas atau menyelesaikan masalah penting memberikan pengaruh
potensi kepada bawahan, rekan sejawat dan atasan. Akan tetapi, keahlian merupakan hanya
jika orang lain tergantung pada agar untuk memberikan saran. Kekuasaan ini akan semakin
besar bila masalah yang dihadapi oleh target hanya dapat diselesaikan oleh keahlian yang
dimiliki oleh agen. Ketergantungan akan meningkat ketika target tidak dapat dengan mudah.
Pengetahuan khusus dan ketrampilan teknis akan tetapi menjadi sumber kekuasaan hanya
selama ada ketergantungan terhadap mereka yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan
tersebut. Jika masalah diselesaikan dengan tuntas atau orang lain belajar bagaimana
menyelesaikan masalah tersebut sendiri, keahlian agen tidak lagi bernilai tinggi. Jadi,
orang terkadang berusaha melindungi kekuasaan berdasarkan keahlian dengan
mempertahankan produser dan teknik tetap sebagai rahasia yang terselubung, dengan
menggunakan bahasa teknis sehingga pekerjaan kelihatan lebih sulit dan misterius, dan
menghilangkan sumber informasi alternative tentang produser kerja seperti kerja seperti
panduan tertulis, diagram, cetak biru dan program computer (Hickson el al, 1971)
Ketika agen mempunyai banyak kekuasaan berdasarkan keahlian diperlihatkan dalam Tabel 6-7.
Proposal atau permintaan harus dibuat dengan cara yang jelas dan meyakinkan, dan agen harus
menghindari membuat pernyataan yang kontradiktif atau bimbang dalam posisi yang tidak
konsisten. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa keahlian atasan juga dapat
menyebabkan kebencian jika digunakan dengan menyiratkan bahwa target adalah bodoh atau
payah. Dalam proses memberikan argument yan g rasional, beberapa orang melakukannya
dengan cara arogan yang merendahkan diri. Dalam upaya untuk menjual proposalnya, mereka
berapi-rapi dalam menyampaikan argumennya, secara kasar melakukan intrupsi
Sumber kekuasaan lain yang juga penting adalah kendali atas informasi. Tipe kekuasaan
ini melibatkan akses terhadap informasi vital dan kendali atas distribusi informasi kepada orang
lain (Pettingrew, 1972). Beberapa akses untuk informasi merupakan hasil dari kedudukan
seseorang dalam jaringan komunikasi dalam organisasi. Posisi manajerial sering kali
memberikan kesempatan untuk mmendapatkan informasi yang tidak secara langsung tersedia
bagi bawahan atau rekan sejawat (Minzberg, 1973, 1983). Batasan posisi peran ( seperti
pemasaran, pembelian, hubungan masyarakat) memberikan akses pada informasi penting
mengenai pristiwa dilingkungan eksternal organisasi. Akan tetapi, hal ini tidak hanya masalah
kedudukan pada posisi penting dan memiliki informasi yang seolah muncul begitu saja;
seseorang harus secara aktif terlibat dalam usaha membangun jaringan sumber informasi dan
mengumpulkan informasi tersebut dari mereka (Kottler, 1982).
Pemimpin yang mengendalikan arus informasi vital mengenai pristiwa diluar organisasi
memiliki sempatan untuk menginterprestasikan pristiwa ini untuk bawahan dan mempengaruhi
persepsi dan sikap mereka (Kuhn 1963). Najer mengubah. Beberapa manajer mengubah
informasi untuk membujuk orang lalin melakukan melakukan serangkaian tindakan yang
diharapkannya. Contoh informasi yang diubah adalah mengedit laporan dan dokumen secara
selektif, membiaskan inter prestasi data dan menyampaikan informasi yang salah. Beberapa
manajer menggunakn kendali mereka atas distribusi informasi sebagai sebuah cara memperkuat
kekuasaan mereka berdasrkan keahlian dan menigkatkan ketergantungan. Jika pemimpin
merupakan satu-satunya orang yang “mengetahui apa yang sedang terji.” Bawan akan
kekurangan bukti untuk membantah hak pimpinannya bahwa sebuah keputusan yang tidak
populer itu dibenarkan karena alasan tertentu. Selain itu, kendali atas informasi akan
memudahkan pemimpin untuk menutupi kekeliruan dan kesalahan yang sebaliknya akan
merendahkan citra keahlian yang decara hati-hati telah diperihara. (Pfeffer, 1977a)
Menjelaskan alasan dari permintaan atau proposal dan mengapa hal tersebut penting.
Dengarkan dengan serius orang yang memberi perhatian dan menyampaikkan usulan.
Bertindak yakin dan tegas dalam sebuah krisis.
Kendali atas informasi merupakan sumber pengaruh keatas dan keatas dan kebawah dan kepada
orang yang posisinya sejajar. Jika pemimpin benar-benar tergantung terhadap bawahan
menginterpretasikan analisis yang konples dari hasil informasi operasi, bawahan akan dijadikan
partisipasi langsung untuk membuat keputusan yang didasarkan pada analisi tersebut (Korda,
1975). Akan tetapi meskipun tampa partisipasi langsung, seorang bawahan yang memiliki
kendali akan informasi akan mempengaruhi keputusan atasan.
Salah satu bentuk rekayasa situasi adalah dengan memodifikasi rancangan pekerjaan
bawahan untuk meningkatkan motivasi bawahan (Oldham, 1980; Lawler, 1986). Pengelolaan
aktivitas pekerjaan dan rancangan struktur formal adalah bentuk lain dari rekayasa situasi.
Bentuk lain dari rekayasa situasi adalah kendali atas lingkungan fisik tempat kerja.
Sebagai contoh, pencahayaan atau suara pemberi tanda pada peralatan dapat digunakan untuk
memberitahu operator bahwa telah waktunya untuk melakukan perawatan yang diperlukan atau
mengingat operator untuk menghentikan pekerjaannya melakukan sesuatu karena bila
dilanjutkan akan mengakibatkan kecelakaan atau mesin akan rusak. Rancangan aliran pekerjaan
dan susunan fasilitas fisik menentukan karyawan mana yang saling berinteraksi dan siapa yang
mengambil tindakan insiatif terhadap siapa. Lini perakitan yang menggunakan mesin
menentukan kecepatan pekerjaan karyawan.
bentuk fundamental dari interaksi sosial adalah pertukaran manfaat atau bantuan, yang
bukan hanya meliputi manfaat material, tetapi juga manfaat psikologis, seperti pernyataan
persetujuan, respek, penghargaan dan kasih sayang. Orang belajar untuk terlibat dalam
pertukaran sosial mulai dari masa kanak-kanak, dan membentuk harapan mengenai pertukaran
dan keseimbangan timbal balik.
Harapan dari anggota mengenai peran kepemimpinan apa yang harus dimiliki seseorang
dalam kelompok terpengaruh oleh loyalitas orang itu dan kompetensi yang dipelihatkannya.
Besarnya status dan kekuasaan yang sesuai bagi seseorang adalah proporsional terhadap evaluasi
kelompok atas potensi kontribusi relatif orang tersebut dengan anggota lainnya. Kontribusi
tersebut melibatkan pengendalian atas sumber daya yang langka, akses kepada informasi vital,
atau ketrampilan dalam menghadapi masalah tugas yang kritis. Selain meningkatnya status dan
pengaruh, seseorang yang telah memperlihatkan penilaian yang baik telah mengumpulkan “nilai
istimewa” dan diberikan ruang gerak yang lebih besar daripada anggota lain untuk menyimpan
dari norma kelompok yang tidak penting. Para anggota kelompok biasanya akan bersedia
menunda penilaiannya dan mengikuti proposal inovatif orang tersebut untuk mencapai tujuan
kelompok itu terhadap keahlian pemimpinnya akan semakin kuat, sehingga makin besar status
dan pengaruh yang dimiliki oleh orang tersebut.
Sementara itu, jika proposal pemimpin terbukti gagal, maka konteks hubungan
pertukaran akan dipertimbangkan kembali oleh kelompok. Efek negatifnya akan lebih besar jika
kegagalan tersebut terlihat disebabkan karena penilain yang buruk atau dianggap tidak kompeten
dan bukan karena keadaan yang berada diluar kendali pemimpin itu. Evaluasi yang negatif akan
diberikan bila pemimpin dipandang hanya mengejar motivasi pribadi dibandingkan memberi
loyalitas kepada kelompok. Motivasi pribadi dan sikap tidak bertanggung jawab akan lebih
dihungkan dengan pemimpin yang menyimpan dari norma dan tradisi kelompok. Jadi, inovasi
pemimipin akan seperti pedang bermata dua yang memotong ke dua arah.
Berdasarkan teori pertukaran sosial inovasi tidak hanya dapat diterima tetapi juga diharapkan
dari pemimpin ketika diperlukan untuk menyelesaikan masalah dan penghalang yang serius.
Pemimpin yang gagal menunjukan inisiatif dan menyelesaikan masalah dengan serius dengan
tegas akan kehilangan penghargaan dan pengaruh, seperti pemimpin yang mengusulkan tindakan
yang ternyata tidak berhasil.
Teori pertukaran sosial menekankan pada kekuasaan dan wewenang berdasarkan keahlian, dan
bentuk lain dari kekuasaan tidak terlalu dibahas. Sebagai contoh, teori ini tidak menjelaskan
bagaimana proses pengaruh timbal balik mempengaruhi kekuasaan memberi imbalan dan
kekuasaan berdasarkan referensi dari pemimpin itu. Bukti yang mendukung dari teori ini dapat
dillihat dari penelitian kelompok kecil dengan metode laboratorium (Hollander, 1960,1961, 1979
), sementara diperlukan penelitian lapangan longitudinal mengenai proses petukaran sosial pada
pemimpin dalam organisasi besar untuk mengesahkan bahwa prosesnya sama.
Seluruh organisasi harus menanggulangi kontingensi dan kritis, khususnya maslah dalam proses
penggunaan teknologi yang dipakai dalam oprasional organisasi dan masalah beradap tasi
dengan pristiwa dalam lingkungan yang tidak dapat diprediksi. Keberhasilan dalam
menyelesaikan masalah penting dalam sumber kekuasaan berdasarkan keahlian dalam subunit,
sama seperti untuk individu. Kesempatan untuk memperlihatkan keahlian dan memperoleh
kekuasaan darinya lebih besar bagi sebuah subunit yang bertanggung jawab untuk
menyelesaikan masalah yang kritis. Masalah dianggap kritisbika esensinya jelas berkaitan
dengan kelangsungan hidup dan kekayaan organisasi. Tipe utama masalah dianggap penting bila
terdapat tingkat ketergantungan yang tinggi antara subunit, dan subunit lainnya tidak dapat
menjalankan fungisinya kecuali masalah tersebut ditangani dengan efektif. Yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan masalah kritis yang dihadapi, maka semakin besar kepuasan yang diperoleh
karena memilki keahlian tersebut.
Dukungan terhadap teori ini akan dijumpai pada beberapa studi (Brass, 1984, 1985, Hambrick,
1981; Hills dan Mahoney, 1978; Hinings, Hickson, Pennings dan Schneck, 1974; Peffer &
Salancik, 1974). Akan tetapi, teori gagal untuk mempertimbangkan kemungkinan bahwa subunit
atau koalisi yang memiliki kekusaan dapat menggunakan kekuasaannya untuk melindungi posisi
dominannya dalam organisasi dengan meningkatkan keahlian dan meniadakan saingan potensial
yang dapat membuktikan keahlian lebihnya. Proses politik dan implikasi terhadap perubahan
organisasi ini akan dijelaskan pada bab 12.
Bagian ini membahas penelitian mengenai implikasi dari memiliki atau menggunakan
berbagai tipe kekuasaan. Sebagian besar penelitian ini menggunakan berbagai tipe kekuasaan.
Sebagian besar penelitian ini menggunakan taksonomi kekuasaan dari French dan raven (1959)
atau variasinya. Dalam beberapa studi, kuesioner yang dilakukan terhadap bawahan untuk
mengukur bagaimana setiap tipe kekuasaan mempunyai hubungan dengan kepuasan atau kinerja
bawahan (seperti, Hinkin dan Schriesheim, 1989; Rahim 1989; Schreisheim, Hinkin & Podsakof,
1991). Sebagian besar studi kekuasaan menemukan bahwa kekuasaan berdasarkan keahlian dan
refernsi mempunyai korelasi positif dengan kepuasan dan kinerja bawahan. Untuk kekuasaan
yang memiliki legitimasi, memberi penghargaan dan kekuasaan memaksa hasilnya tidak
konsisten, dan korelasinya dengan kriteria biasanya negatif atau tidak signifikan dibandinkan
hasil positif. Secara keseluruhan, hasil studi itu menyatakan bahwa pemimpin yang efektif lebih
mengandalkan diri pada kekuasaan berdasarkan keahlian dan refensi untuk mempengaruhi
bawahannya.
Sebagian besar studi awal kekuasaan meminta responden untuk membuat peringkat atau
penilaian berbagai tipe kekuasaan yang penting sebagai alasan untuk memenuhi permintaan
pemimpin. Keterbatasan metedologi dalam studi ini mengakibatkan keraguan serius terhadap
hasil temuannya (Podsakoff & Schriesheim, 1985). Dalam sebagian besar studi selanjutnya,
responden diminta untuk memberi nilai pada berbagai posisi atau atribut personal yang menjadi
sumber kekuasaan (Hinkin & Schriesheim, 1989; Rahim, 1989; Yukl & Falbe, 1991). Akan
tetapi, hasil dari sumua studi kekuasaan mungkin bias terhadap atribusi, sifat yang disukai oleh
masyarakat dan streotip. Sebagai contoh, bawahan yang berada di dalam kelompok yang
memilki kinerja tinggi akan lebih menghubungkan kekuasaan berdasarkan keahlian kepada
atasan mereka daripada kepada bawahan dari kelompok yang mempunyai kinerja yang rendah.
Karena bias ini, pentingnya bentuk kekuasaan yang tidak terlalu diinginkan secara sosial
mungkin tidak diperhitungkan.
Kekuasaan memberi penghargaan dan kekuasaan memaksa akan relevan bila digunakan
dengan cara yang tepat dan didukung oleh penelitian mengenai pemimpin yang menggunakan
perilaku penghargaan kontingensi. Dalam tinjauan terhadap penelitian ini, Podsakof et al., (1984)
berkesimpulam bahwa membuat penghargaan yang diinginkan tergantung pada kinerja bawahan
mengarah pada kepuasan dan kinerja yang tinggi bawahan tersebut. Penelitian ini juga
berpendapat bahwa hukuman kontingensi akan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja
bawahan ketika pengunaannya dikombinasikan dengan penghargaan (Arvey & Ivancevich, 1980;
Podsakof, Todor & Skov, 1982).
Keterbatasan lainnya dari sebagian besar studi kekuasaan adalah kegagalan mereka untuk
menghadapi hubungan diantara berbagai sumber kekuasaan. French dan Raven (1959)
berpendapat bahwa tipe berbagai kekuasaan saling berkaitan dengan cara yang kompleks.
Sebagai contoh, pemimpin yang memiliki wewenang cukup besar akan memiliki kekuasaan akan
memberi penghargaan dan kekuasaan memaksa yang juga lebih besar, dan menggunakan bentuk
kekuasaan seperti ini mungkin akan berpengaruh pada pemimpin yang kekuasaannya
berdasarkan referensi. Studi kekuasaan tidak berusaha untuk memisahkan perbedaan pengaruh
tipe kekuasaan, dan juga tidak menguji interaksi antara berbagai tipe kekuasaan.
Jelas bahwa pemimpin membutuhkan kekuasaan agar dapat efektif, tetapi tidak berarti
bahwa memiliki kekuasaan yang besar selalu lebih baik. Besarnya kekuasaan keseluruhan yang
sangat penting untuk kepemimpinan yang efektif dan campuran dari berbagai tipe kekuasaan
yang menjadi pertanyaan yang mulai dijawab oleh peneliti. Jelas bahwa besarnya kekuasaan
yang diperlukan tergantung pada apa yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan dan
ketrampilan pemimpin dalam menggunakan kekuasaan yang tersedia. Kekuasaan yang tidak
terlalu besar dibutuhkan oleh pemimpin yang mempunyai ketrampilan menggunkan kekuasaan
secara efektif dan yang mengetahui pentingnya berkosentrasi pada tujuan yang paling penting.
Bauer (1968, hlm 17) menjelaskan cara yang bijaksana dalam menggunakan kekuasaan secara
selektif dan hati-hati.
Beberapa situasi kepemimpinan membutuhkan lebih banyak kekuasaan daripada dalam
situasi lainnya agar seorang pemimpin dapat efektif. Akan lebih banyak pengaruh yang
dibutuhkan dalam organisasi yang sedang melakukan perubahan besar, sementara ada berbagai
pihak yang menentang proposal perubahan yang diajukan oleh pemimpin tersebut. Khususnya
amat sulit bagi seorang pemimpin yang mengetahui bahwa organisasinya akan menghadapi krisis
di masa yang akan datang, krisis yang hanya dilampaui jika persiapannya dilakukan sejak awal,
tetapi bukti-bukti akan terjadi krisis belumlah cukup untuk dapat membujuk para anggota untuk
melakukan tindakan segera. Situasi yang sama adalah kasus di mana pemimpin berkeinginan
untuk membuat perubahan yang membutuhkan pengorbanan jangka pendek dan
diimplementasikan dalam jangka waktu yang lama sebelum keuntungan benar-benar diraih,
sementara banyak tentangan dari pihak-pihak yang memiliki perspektif jangka pendek. Dalam
situasi yang sulit seperti ini, pemimpin membutuhkan kekuasaan berdasarkan keahlian dan
referensi yang memadai untuk meyakinkan anggotanya bahwa perubahan tersebut diperlukan
dan diinginkan, atau kekuasaan politik dan kekuasaan posisi yang kuat untuk mengatasi orang-
orang yang menentang dan berusaha untuk menunjukan bahwa proposal perubahan yang
diajukan tersebut memang diperlukan dan akan efektif. Kombinasi kekuasaan personal dan posisi
meningkatkan kemungkinan untuk berhasil, tetapi memaksakan perubahan adalah selalu
beresiko.
Akan tetapi, posisi kekuasaan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mungkin akan
merusak. Pemimpin yang memiliki kekuasaan posisi yang terlalu besar mungkin akan tergoda
untuk bergantung padanya daripada membangun kekuasaan personal dan menggunakan
pendekatan lainnya (seperti konsultasi, bujukan) untuk mempengaruhi orang lain agar mau
menuruti kemauannya atau mendukung perubahan. Gagasan bahwa adalah korup khususnya
relevan dengan kekuasaan posisi. Sepanjang sejarah telah banyak pemimpin politik yang
memiliki kekuasaa posisi yang kuat menggunakan posisinya untuk mendominasi dan
mengeksploitasi bawahan. Penggunaan kekuasaan secara etis akan dibahas lebih rinci dalam Bab
14.
Seberapa mudahnya kekuasaan dapat merusak pemimpin dapat dilihat dari eksperimen
yang dilakuakan oleh Kipnis (1972). Dia menemukan bahwa pemimpin yang memiliki
kekuasaan yang besar dalam hal memberi penghargaan menganggap bawahan sebagai objek
yang dapat dimanipulasi, memandang bawahan dengan rendah, menghubungkan dukungan
bawahan dengan kekuasaan pemimpin, menjaga jarak sosial dengan bawahan dan lebih sering
menggunakan penghargaan untuk mempengaruhi bawahan. Meskipun hanya melakukan
eksperimen di laboraturium terhadap mahasiswa, penelitian dengan jelas memperlihatkan bahaya
dari kekuasaan posisi yang terlalu berlebihan. Secara umum, pemimpin seharusnya hanya
memiliki kekuasaan posisi yang jumlahnya sedang, meskipun jumlah optimalnya bervariasi dan
tertanggung pada situasi.
Studi mengenai jumlah pengaruh yang digunakan pada level yang berbeda dalam
hierarkhi dalam wewenang organisasi memperlihatkan bahwa sebagian besar organisasi yang
efektif mempunyai tingkat pengaruh timbal balik yang tinggi (Dechan, Smith dan Selesinger,
1963). Menurut hasil studi tersebut pemimpin dalam organisasi yang efektif membangun
hubungan yang kuat dimasa mereka memiliki pengaruh yang kuat atas bawahan tetapi mereka
juga menerima pengaruh dari bawahannya. Bukannya berusaha untuk melembagakan
kekuasaanya dan mendikte sebagaimana suatu pekerjaan harus dikerjakan, seorang eksekutif
yang efektif mendelegasikan wewenang kepada bawahan dalam organisasi untuk menemukan
dan menerapkan cara baru dan lebih baik untuk melakukan sesuatu.
Salah satu cara terbaik untuk yakin bahwa pemimpin dapat merespons kebutuhan
pengikutnya adalah dengan memberikan mekanisme formal dalam meningkatkan pengaruh
timbal balik dan menghindari tindakan sewenang-wenang dari pemimpin. Aturan dan kebijakan
memainkan peran untuk mengatur penggunaan kekuasaan posisi, khususnya kekuasaan memberi
penghargaan dan kekuasaan yang memaksa. Prosedur keluhan dan permintaan dapat dijalankan
dan dewan peninjau yang independen didirikan untuk melindungi bawahan dari penyalagunaan
kekuasaan oleh para pemimpin. Peraturan kelompok, perjanjian yang telah di tetapkan dan
kebijkan resmi dapat dibuat yang meminta pemimpin untuk berkonsultasi dengan bawahan dan
perusaan untuk mendapatkan persetujuan mereka atas jenis keputusan tertentu. Survei terhadap
sikap umum dapat dilakukakn untuk mengatur keputusan bawahan terhadap pemimpinnya.
Dalam tipe organisasi dimana hal ini sering terjadi, pemeliharaan secara periodik atau
pemungutan suara yang tidak curang dapat dijadikan patokan untuk menentukan apakah
pemimpin tersebut tetap dalam jabatannya. Prosedur penggantian (Recall) dapat digunakan untuk
menggantikan pemimpin yang tidak kompeten dalam cara yang menurut aturan. Akhirnya
pemimpin itu sendiri dapat mempermudah pengaruh timbal balik dengan mendorong bawahan
untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan penting dan dengan mengembangkan para
bawahan serta melakukan inofasi pemberian penghargaan.
Berbagai studi telah mengidentifikasikan beberapa tipe dari taktik pengaruh proaktif
(Kitnis, Schmidt dan Wilkonson, 1980; Mouday, 1978; Porter, Allen & Angel, 1981; Schilit &
Locke, 1982; Schreisheim & Hinkim, Yukel & Falbe, 1990) berdasarkan studi terakhirnya, Yukl
dan para kolegannya (seperti Yukl & Falbe, 1990; Yukl, Lepsinger & Lucia, 1982) telah
mengidentifikasikan 11 taktik mempengaruhi proaktif yang relevan untuk mempengaruhi
bawahan, rekan sejawat dan atasan pada organisasi besar. Taktik tersebut dijelaskan dalam tabel
6-8. Setiap taktik akan dijelaskan secara singkat, dan kondisi yang mendukung penggunaannya
akan diuraikan.
Persuasi Rasional : Agen menggunakan argumen yang logis dan bukti yang faktual dalam
menunjukan proposal atau permintaan itu memungkinkan dan relevan untuk mencapai tujuan
tugas.
Memberi Inspirasi : Agen memberikan pertimbangan nilai dan idealisme atau berusaha
menimbulkan emosi dari target untuk mendapatkan komitmen terhadap permintaan atau
proposal.
Konsultasi : Agen mendorong target untuk menyarankan perbaikan dalam proposal, atau
membantu merencanakan aktivitas atau perubahan di mana dukungan dan bantuan dari target itu
dibutuhkan.
Pertukaran : Agen menawarkan insentif, menyarankan pertuakaran yang baik atau menunjukan
kesediannya untuk saling timbal balik nantinya jika target mau melakuakan apa yang diminta
oleh agen.
Kolaborasi : Agen menawarkan untuk memberikan sumber yang relevan dan bantuan jika target
mau melaksanakan permintaan atau menerima perubahan yang diusulkan.
Daya Tarik Personal : Agen meminta kepada target untuk melaksanakan permintaan atau
mendukung proposal berdasarkan persahabatan atau meminta kebaikan personal sebelum
mengatakan apapun.
Mengambil Hati : Agen memberikan pujian dan bujukan sebelum atau selama memberikan
pengaruh atau keyakinan terhadap kemampuan target untuk melaksanakan permintaan yang sulit.
Taktik Legitimasi : Agen berusaha untuk membangun legitimasi dari permintaan atau
memferifikasi wewenang dengan mengacu kepada aturan, kebijakan forml atau dokumen resmi.
Tekanan : Agen memberikan tuntutan, ancaman, sering, melakukan pemeriksaan, atau terus-
menerus mengingatkan pengaruhnya terhadapa target.
Taktik Kualisi : Agen mencari bantuan orang lain untuk mendesak target untuk melakukan
sesuatu atau menggunakan dukungan dari orang lain sebagai alasan agar target menyetujuinya.
Persuasi Rasional
Persuasi rasional harusmenggunakan penjelasan, argumen yang logis dan bukti yang
faktual untuk menunjukan bahwa sebuah permintaan atau proposal memungkinkan dan relevan
untuk mencapai tujuan pekerjaan. Bentuk lemah dari persuasi rasional bisa meliputi penjelasan
singkat tentang alasan permintaan itu, atau penegasan yang tidak terdokumentasi bahwa usulan
perubahan itu dinginkan dan memungkinkan .
Memberi Penilaian
Dengan taktik ini agen menjelaskan mengapa permintaan atau proposal akan memberikan
keuntungan kepada target secara individual. Salah satu tipe keuntungan yang di tawarkan adalah
karir target, yang membantu memberikan kesempatan mempelajari keterampilan baru, bertemu
dengan orang penting, atau meningkatkan kemampuan dan reputasi yang lebih tinggi.
Memberi Inspirasi
Taktik ini melibatkan emosi atau nilai yang didasarkan daya tarik, berbeda dengan
argumen logis yang digunakan dalam persuasi rasional. Memberi inspirasi adalah upaya untuk
membangun antusiasme dan komitmen dengan membentuk emosi yang kuat dan
menghubungkan sebuah permintaan atau proposal dengan kebutuhan, nilai, harapan, dan
idealisme bagi seseorang.
Konsultasi
Pertukaran
Tipe ini merupakan taktik mempengaruhi yang secara eksplisit dan implisit menawarkan
untuk memberikan sesuatu yang target inginkan sebagai imbalan bila mau melakukan sebuah
permintaan. Taktik ini sangatlah berguna ketika target tidak tertarik atau enggan memenuhi
permintaan karena tidak memberikan keuntungan yang di harapkan dan membutuhkan dukungan
yang besar dan kesulitan.
Kolaborasi
Ini adalah taktik mempengaruhi yang menawararkan sumber yang diperlukan atau
bantuan jika target mau melaksanakan permintaan atau menyetujui proposal. Kolaborasi tampak
mempunyai persamaan dengan pertukaran dalam taktik menawarkan untuk melakukan sesuatu
kepada target.
Daya tarik personal melibatkan meminta kepada seseorang agar mau melakukan
kebaikan demi persahabatan atau kesetiaan terhadap agen. Taktik mempengaruhi ini tidak dapat
melakukan bila target tidak menyukai agen atau tidak tertarik dengan yang terjadi pada agen.
Makin kuat rasa persahabatan atau loyalitasnya, maka makin banyak yang dapat diminta orang
itu dari target.
Mengambil Hati
Mengambil hati adalah perilaku yang membuat target merasa lebih baik terhadap agen.
Contohnya adalah memberikan pujian, melakukan kebaikan yang tidak diminta, berperilaku
menghormati dan menghargai, dan berperilaku amat bersahabat. Ketika tindakan mengmbil hati
itu di rasakan tulus maka hal ini akan cenderung menguatkan pendatangan positif dan membuat
target lebih bersedia memenuhi keinginan agen.
Taktik Legitimasi
Taktik legitimasi adalah usaha untuk membangun legitimasi wewenang atau hak
seseorang untuk melakukan suatu tipe permintaan yang penting. Permintaan akan terpenuhi jika
permintaan mempunyai legitimasi dan tepat.
Ada beberapa tipe taktik legitimasi yang berbeda, sebagian dari tipe itu cocok satu sama
lain. Contohnya meliputi memberi teladan sebelumnya, memperlihatkan konsistensi terhadap
kebijakan dan aturan organisasi, memperlihatkan konsistensi peran profesionalisme yang
diharapkan dan memperlihatkan bahwa permintaan disetujui oleh seseorang yang memiliki
wewenang yang tepat.
Tekanan
Taktik dengan tekanan berupa ancaman, peringatan, dan tindakan tagas seperti
mengulang permintaan atau sering melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah orang lain
menyelesaikan permintaan itu. Taktik dengan tekanan terkadang dapat berhasil memenuhi
permintaan, khususnya bila target malas atau apatis bukan menentangnya dengan kuat.
Taktik koalisi
target. Pasangan koalisi bisa saja rekan sejawat, bawahan, atasan atau orang luar. Ketika bantuan
diberikan oleh atasan dari target, taktik seperti ini biasanya disebut “pendekatan ke atas”. Tipe
taktik koalisi lain adalah menggunakan persetujuan sebelumnya dari orang lain yang akan
membantu mempengaruhi target agar mau mendukung proposal anda.
Studi yang menggunakan koesioner (Hinkin dan Scrieresheim,1990; Kapoor dan Ansari
1988) atau peristiwa mempengaruhi ( Yukl, Kim & Falbe, 1996 ) menemukan bahwa keuasaan
dan perilaku mempengaruhi memiliki bentuk yang berbeda. Akan tetapi, hubungan antara
bentuk kekuasaan yang spesifik, perilaku mempengaruhi terdapat 5 tipe efek yang
memungkinkan dan kelimanya tidak mempunyai hubungan imbal balik.
Efek dari Kekuasaan dan Perilaku Mempengaruhi dari Agen pada Hasil
Mempengaruhi Kekuasaan agen dapat secara langsung mempengaruhi pilihan agen dalam
memilih taktik mempengaruhi. Beberapa taktik membutuhkan tipe kekuasaan yang khusus agar
efektif, dan pemimpin kekuasaan yang relevan akan lebih mungkin menggunakan taktik ini.
Bebrapa taktik mempengaruhi mungkin mempunyai efek terhadap sikap atau perilaku
target, tanpa melihat kekuasaan agen. Akan tetapi, sebagian besar usaha mempengaruhi, akan
tampak bahwa kekuasaan bertindak sebagai fariabel penengah untuk menungkatkan atau
menurunkan efektivitas taktik yang digunakan oleh agen. Efek penengah kekuasaan ini
kebanyakan terjadi pada tipe kekuasaan yang secara langsung relevan dengan taktik yang
digunakan dalam usaha mempengaruhi. Efek menengahi yang serupa barangkali terjadi pada
kekuasaan memberi penghargaan dan taktik pertukaran. Seorang agen yang memiliki kekuasaan
tinggi dalam memberi penghargaan akan mendapatkan lebih banyak keberhasilan menawarkan
sebuah pertukaran daripada agen yang memiliki kekuasaan yang rendah dalam memberi
penghargaan. Perhatikan bahwa persepsi target terhadap kekuasaan agen dalam memberi
penghargaan lebih penting daripada kendali agen yang sebenarnya terhadap penghargaan itu.
Juga dimungkinkan bahwa kekuasaan agen dapat memperkuat keberhasilan dari taktik
mempengaruhi dimana kekuasaan tidak relevan secara langsung. Agen yang memiliki kekuasaan
yang kuat berdasarkan referensi mungkin akan lebih berhasil menggunakan persuasi rasional
untuk mendapatkan dukungan atas proposalnya. Agen yang memiliki kekuasaan memaksa yang
kuat mungkin akan lebih berhasil dalam memperoleh kepatuhan dari permintaan yang sederhana,
meskipun tidak menggunakan taktik tekanan atau pertukaran. Kekuasaan berdasarkan keahlian
akan meningkatkan kredibilas sebuah permintaan yang tidak berhubungan dengan keahlian
agen.
Kemungkinan lain adalah kekuasaan agen dapat mempengaruhi target, tidak masalah
apakah agen itu melakukan upaya mempengaruhi yang jelas. Sebagai contoh, orang akan lebih
bekerja sama dengan agen yang memiliki kekuasaan yang besar dalam memberi penghargaan
dengan harapan akan mendapatkan penghargaan dimasa depan.
Hanya ada sedikit penelitian yang menyelidiki hubungan antara kekuasaan dan pengaruh.
Ditemukan hanya ada sedikt bukti tentang usulan bahwa kekuasaan berpengaruh terhadap cara
nenilih taktik mempengaruhi. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa kekuasaan menjadi
penengah efektivitasdalam suatu taktik mempengaruhi yang spesifik. Hanya ada bukti berupa
anekdot bahwa kekuasaan akan meningkatkan kepatuhan atau mengubah perilaku target secara
independen dari Penggunaan taktik yang didasarkan pada kekuasaan ini. (2)