Anda di halaman 1dari 42

KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF

PSIKOLOGI

MATAKULIAH
LANDASAN AGAMA, FILOSOFI, PSIKOLOGI DAN SOSIOLOGI
DARI KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

Dosen Pengampu : Prof. Dr. DEDI MULYASANA


Program Studi : Manajemen Pendidikan
Nama Mahasiswa : 1. H. ARJIMAN
NIM. 4103810410106
2. IMAM TURMUDI
NIM. 4103810410098

PROGRAM PASCA SARJANA STRATA-3 (S-3)


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
( UNINUS )
BANDUNG
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam

hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesame serta dengan lingkungan.

Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam

kelompok kecil.Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan

kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati

& menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah

impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah

tugas manusia.

Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk

Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan

untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan

kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan

baik.Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social

manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya

manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak

untuk memimpin dirinya sendiri.Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat

mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam

penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan

1
seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat

terselesaikan dengan baik.

Kepemimpinan merupakan lokomotif organisasi yang selalu menarik

dibicarakan. Daya tarik ini didasarkan pada latar historis yang menunjukkan arti

penting keberadaan seorang pemimpin dalam setiap kegiatan kelompok dan

kenyataan bahwa kepemimpinan merupakan sentrum dalam pola interaksi antar

komponen organisasi (Suarjaya dan Akib, Usahawan bulan Nopember 2003:

42). Lebih dari itu, kepemimpinan dan peranan pemimpin menentukan

kelahiran, pertumbuhan dan kedewasaan serta kematian organisasi. Mengingat

arti penting dan peranan kepemimpinan itu maka tulisan ini diarahkan bukan

saja untuk menyegarkan pemahaman pembaca mengenai topik kepemimpinan,

melainkan pula – dengan menggunakan prinsip iklan – untuk memberitahukan

yang tidak tahu, mengingatkan yang lupa, dan mempengaruhi sikap dan perilaku

orang yang sudah tahu akan kepemimpinan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang

penulis dapatkan. Permasalahan tsb antara lain :

Bagaimana hakikat menjadi seorang pemimpin?

Adakah teori – teori untuk menjadi pemimpin yang baik?

Adakah tipe-tipe untuk menjadi pemimpin yang baik?

Bagaimanakah kepemimpinan menurut perspektif islam?

Apa & bagaimana menjadi pemimpin yang melayani?

2
Apa & bagaimana menjadi pemimpin sejati?

Apa & bagaimana perbedaan pemimpin dan manajemen ?

Bagaimana pendekatan –pendekatan mengenai kepemimpinan yang efektif ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah

• Melatih mahasiswa menyusun paper dalam upaya lebih meningkatkan

pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa.

• Agar mahasiswa lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya

tentang kepemimpinan , manajemen dan pendekatanya.

D.Metode Penulisan

Dari banyak metode yang penulis ketahui, penulis menggunakan metode

kepustakaan. Pada zaman modern ini metode kepustakaan tidak hanya berarti

pergi ke perpustakaan tapi dapat pula dilakukan dengan pergi ke warung internet

(warnet). Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif,

efisien, serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data – data tentang topik

ataupun materi yang penulis gunakan untuk karya tulis ini.

E. Ruang Lingkup

Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang penulis miliki

maka ruang lingkup karya tulis ini terbatas pada pembahasan mengenai

kepemimpinan , manajemen dan pendekatanya.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kepemimpinan

Robert dan Hunts (dalam Riyono & Zulaifah, 2001) mendefinisikan

seorang pemimpin adalah orang yang perilakunya dapat mempengaruhi atau

menentukan perilaku anggota lain dalam kelompoknya. Lester (2002)

mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi dan

mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, hormat dan kerja

sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama. Sementara

praktisi biasanya menerapkan pemimpin adalah orang yang menerapkan

prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin dan produktivitas

jika bekerjasama dengan orang lain, tugas dan situasi agar mencapai tujuan

organisasi.

Robbins (2002) mengamati bahwa definisi kepemimpinan begitu

banyak. Namun rangkuman dari berbagai definisi kepemimpinan itu adalah

kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok

ke arah tercapainya tujuan. Sumber dari pengaruh ini bisa formal, seperti

misalnya karena adanya penunjukkan dari organisasi. Pada model ini,

pemimpin dapat menjalankan peran kepemimpinan semata-mata karena

kedudukannya. Pemimpin yang semacam ini bisa saja dipatuhi oleh

kelompok karena kedudukannya, bisa juga tidak didukung oleh kelompok

apabila dirinya bertentangan dengan kepentingan kelompok. Selain itu juga

dijumpai pemimpin informal, dimana biasanya pemimpin ini tidak ditunjuk

4
oleh organisasi untuk memimpin kelompok, namun ia muncul dari anggota

kelompok sebagai orang yang berpengaruh dalam kelompok tersebut.

Daft (2005) mengembangkan konsep pengaruh dan pencapaian

tujuan ini dalam definisi tentang kepemimpinan yaitu” Leadership is an

influence relationship among leaders and followers who intend real

changes and outcomes that reflect their shared purposes (h.5)”. Dalam

konteks ini yang ditambahkan adalah adanya saling pengaruh antara

pemimpin dan yang dipimpin. Bahwa pemimpin juga akan dipengaruhi oleh

reaksi orang yang dipimpinnya, demikian sebaliknya. Kepemimpinan juga

menyiratkan adanya niat dari yang memimpin maupun yang dipimpin untuk

membuat sebuah perubahan yang berarti, yang tidak hanya didikte dari sang

pemimpin, tetapi merupakan refleksi keinginan baik pemimpin maupun

yang dipimpin. Definisi ini juga menyiratkan bahwa kepemimpinan terjadi di

antara individu, artinya, pemimpin adalah individu yang memiliki pengikut

serta dapat menjadi contoh bagi individu lainnya untuk bergerak.

B. Teori Kepemimpinan

Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seseorang menjadi

pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Ada beberapa

teori tentang kepemimpinan. Menurut Adam Ibrahim Indrawijaya (1993: 132-

133) "pada dasarnya ada dua teori kepemimpinan, yaitu teori sifat (traits

theory) dan teori situasiaonal (situational theory)", sementara Wursanto (

2004: 197 ) menyatakan ada enam teori kepemimpinan, yaitu; teori

kelebihan, teori sifat, teori keturunan, teori kharismatik, teori bakat, dan

teori sosial, sedangkan

5
Miftah Thoha mengelompokannya kedalam; teori sifat, teori kelompok,

teori situasional, model kepemimpinan kontijensi, dan teori jalan kecil-

tujuan ( path-goal theory).

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai teori-teori

kepemimpinan, maka di bawah ini akan diuraikan beberapa teori

kepemimpinan sebagaimana diungkapkan oleh ketiga pakar tersebut di atas.

1. Teori kelebihan,

Teori ini beranggapan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin

apabila ia memiliki kelebihan dari para pengikutnya. Pada dasarnya

kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup tiga

hal, pertama; kelebihan ratio, ialah kelebihan menggunakan pikiran,

kelebihan dalam pengetahuan tentang hakikat tujuan dari organisasi, dan

kelebihan dalam memiliki pengetahuan tentang cara-cara menggerakkan

organisasi, serta dalam pengambilan keputusan yang cepat dan tepat,

Kedua; Kelebihan Rohaniah, berarti seorang pemimpin harus mampu

menunjukkan keluhuran budi pekertinya kepada para bawahan. Seorang

pemimpin harus mempunyai moral yang tinggi karena pada dasarnya

pemimpin merupakan panutan para pengikutnya. Segala tindakan,

perbuatan, sikap dan ucapan hendaknya menjadi suri tauladan bagi para

pengikutnya, Ketiga, Kelebihan Badaniah; Seorang pemimpin

hendaknya memiliki kesehatan badaniah yang lebih dari para

pengikutnya sehingga memungkinkannya untuk bertindak dengan cepat.

Akan tetapi masalah kelebihan badaniah ini bukan merupakan faktor

pokok. (Wursanto, 2003: 197-198).

6
2. Teori sifat

Pada dasarnya sama dengan teori kelebihan. Teori ini menyatakan

bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik apabila memiliki

sifat-sifat yang lebih daripada yang dipimpin. Di samping memiliki

kelebihan pada ratio, rohaniah dan badaniah, seorang pemimpin

hendaknya memiliki sifat-sifat yang positif, misalnya; adil, suka

melindungi, penuh percaya diri, penuh inisiatif, mempunyai daya tarik,

energik, persuasif, komunikatif dan kreatif. (Wursanto, 2003: 198).

Menurut Miftah Thoha (2003:32-33) bahwa sesungguhnya tidak ada

korelasi sebab akibat antara sifat dan keberhasilan manajer,

pendapatnya itu merujuk pada hasil penelitian Keith Davis yang

menyimpulkan ada empat sifat umum yang berpengaruh terhadap

keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu; (1) Kecerdesan ( di atas

disebutkan kelebihan ratio). Hasil penelitian pada umumnya

membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian pemimpin

tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya, (2)

Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial, para pemimpin

cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta

mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-akltivitas sosial. Dia

mempunyai keinginan menghargai dan dihargai, (3) Motivasi dan

dorongan berprestasi, para pemimpin secara relatif mempunyai

dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka berusaha

mendapatkan penghargaan yang instrinsik dibandingkan dari yang

ekstrinsik, (4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, para

7
pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para

pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya, dalam istilah penelitian

Universitas Ohio pemimpin itu mempunyai perhatian, dan kalau

mengikuti istilah penemuan Michigan, pemimpin itu berorientasi pada

karyawan bukannya berorientasi pada produksi. Hal serupa juga

dinungkapkan oleh Adam Ibrahim Indrawijaya dalam bukunya prilaku

organisasi ( 1983: 132-133).

3. Teori keturunan

Teori Keturunan menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi

pemimpin karena keturunan atau warisan. Karena orang tuanya seorang

pemimpin maka anaknya otomatis akan menjadi pemimpin menggantikan

orang tuanya, seolah-olah seseorang menjadi pemimpin karena

ditakdirkan. (Wursanto, 2003: 199).

4. Teori kharismatik

Teori kharismatik menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin

karena mempunyai karisma (pengaruh) yang sangat besar. Karisma itu

diperoleh dari Kekuatan Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini ada suatu

kepercayaan bahwa orang itu adalah pancaran Zat Tunggal, sehingga

dianggap mempunyai kekuatan ghaib (spranatural power). Pemimpin

yang bertipe karismatik biasanya memiliki daya tarik, kewibawaan dan

pengaruh yang sangat besar. (Wursanto, 2003: 199)

5. Teori bakat,

Teori ini disebut juga teori ekologis, menyatakan bahwa

pemimpin itu lahir karena bakatnya. Ia menjadi pemimpin karena

mempunyai bakat

8
untuk menjadi pemimpin. Bakat kepemimpinan itu harus

dikembangkan, misalnya dengan memberi kesempatan orang tersebut

menduduki suatu jabatan. (Wursanto, 2003: 200).

6. Teori Sosial

Beranggapan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menjadi

pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin

asal dia diberi kesempatan. Setiap orang dapat dididik menjadi

pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui

pendidikan formal maupun melalui pengalaman praktek ( Wursanto,

2003: 200).

7. Teori Kelompok

Beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuan-

tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara

pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Teori kelompok ini dasar

perkembangannya pada psikologi sosial. (Miftah Thoha, 2003: 34).

8. Teori Situasional

Teori ini menyatakan bahwa beberapa variabel-situasional

mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan, dan

perilakunya termasuk pelaksanaan kerja dan kepuasan para

pengikutnya. Beberapa variabel sitasional diindentifikasikan, tetapi tidak

semua ditarik oleh situasional ini. (Miftah Thoha, 2003: 36).

9. Model kepemimpinan kontijensi

Teori ini ditemukan oleh Fiedler sebagai hasil pengujian hipotesa

yang telah dirumuskan dari penelitiannya terdahulu. Model ini berisi

tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang

9
menyenangkan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris

berikut ini: (1) Hubungan pimpinan-anggota. Variabel ini sebagai hal

yang paling menentukan dalam menciptakan situasi yang

menyenangkan,

(2) Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan urutan kedua

dalam menciptakan situasi yang menyenangkan, (3) Posisi kekuasaan

pemimimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini merupakan

urutan ketiga dalam menciptakan situasi yang menyenangkan. (Miftah

Thoha, 2003: 37-38).

10. Teori Jalan Tujuan (Path-Goal Theory)

Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Geogepoulos dan

kawan- kawannya di Universitas Michigan. Pengembangan teori ini

selanjutnya dilakukan oleh Martin Evans dan Robert House. Secara

pokok teori path- goal dipergunakan untuk menganalisa dan menjelaskan

pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan

pelaksanaan kerja bawahan. Ada Dua faktor situsional yang telah

diidentifikasikan, yaitu sifat personal para bawahan, dan tekanan

lingkungan dengan tuntutan-tuntutan yang dihadapi oleh para bawahan.

Untuk situasi pertama teori path-goal memberikan penilaian bahwa

perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan

melihat perilaku tersebut merupakan sumber yang segera bisa

memberikan kepuasan, atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan

masa depan. Adapun faktor situasional kedua, path-goal, menyatakan

bahwa perilaku pemimpin akan bisa menjadi faktor motivasi terhadap

para bawahan, jika; (1) Perilaku tersebut dapat memuaskan kebutuhan-

10
kebutuhan bawahan sehingga memungkinkan tercapainya

11
efektivitas dalam pelaksanaan kerja, (2) Perilaku tersebut merupakan

komplimen dari lingkungan para bawahan yang berupa memberikan

latihan, dukungan, dan penghargaan yang diperlukan untuk

mengefektifkan pelaksanaan kerja. (Miftah Thoha, 2003:

C. Tipe-Tipe Kepemimpinan

Tipe kepemimpinan sering disebut perilaku kepemimpinan atau gaya

kepemimpinan (leadership style). Menurut Miftah Toha ( 2003: 49 ) gaya

kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada

saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh

karenanya usaha menselaraskan persepsi di antara yang akan mempengaruhi

dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting.

Duncan menyebutkan ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu; otokrasi, demokrasi,

dan gaya bebas ( the laisser faire ). ( Adam Ibrahim Indrawijaya, 1938: 135 ).

Wursanto ( 2003) menambahkan tipe (gaya) paternalistik, militeristik, dan

open leadership. Sementara Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana ( 2000 )

melengakpinya dengan gaya kepemimpinan partisipatif, berorientasi pada

tujuan, dan situasional.

Di bawah ini akan diuraikan tipe-tipe (gaya-gaya) kepemimpinan

tersebut di atas dengan maksud memberikan gambaran yang jelas mengenai

persamaan dan perbedaannya, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam

memahami gaya kepemimpinan disebabkan pengistilahan yang berbeda

padahal maksud dan tujuannya sama.

12
a. Kepemimpinan Otokrasi

Kepmimpian otokrasi disebut juga kepemimpinan diktator

atau direktif. Orang yang menganut pendekatan ini mengambil keputusan

tanpa berkonsultasi dengan para karyawan yang harus melaksanakannya

atau karyawan yang dipengaruhi keputusan tersebut ( Fandi Tjiptono dan

Anastasia Diana, 2000: 161). Menurut Wursanto ( 2003: 201)

kepemimpinan otokrasi adalah kepemimpinan yang mendasarkan pada suatu

kekuasaan atau kekuatan yang melekat pada dirinya. Kepemimpinan

otokrasi dapat dilihat dari ciri-cirinya antara lain : (1) mengandalkan

kepada kekuatan atau kekuasaan yang melekat pada dirinya, (2)

Menganggap dirinya paling berkuasa, (3) Menganggap dirinya paling

mengetahui segala persoalan, orang lain dianggap tidak tahu, (4)

keputusan-keputusan yang diambil secara sepihak, tidak mengenal

kompromi, sehingga ia tidak mau menerima saran dari bawahan, bahkan ia

tidak memberi kesempatan kepada bawahan untuk meberikan saran,

pendapat atau ide, (5) Keras dalam menghadapi prinsip, (6) Jauh dari

bawahan, (7) lebih menyukai bawahan yang bersikap abs (asal bapak

senang), (8) perintah-perintah diberikan secara paksa, (9) pengawasan

dilakukan secara ketat agar perintah benar- benar dilaksanakan.

b. Kepemimpinan Demokrasi

Gaya atau tipe kepemimpinan ini dikenal pula dengan istilah

kepemimpinan konsultatif atau konsensus. Orang yang menganut

pendekatan ini melibatkan para karyawan yang melaksanakan keputusan

13
dalam proses pembuatannya, walaupun yang membuat keputusan akhir

adalah pemimpin, setelah menerima masukan dan rekomendasi dari

anggotan tim. ( Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana, 2000: 161). Menurut

Adam Ibrahim Indrawijaya (1983) "Gaya kepemimpinan demokratis pada

umumnya berasumsi bahwa pendapat orang banyak lebih baik dari

pendapatnya sendiri dan adanya partisipasi akan meninbulkan tanggung

jawab bagi pelaksananya". Asumsi lain bahwa partisipasi memberikan

kesempatan kepada para anggota untuk mengembangkan diri mereka.

c. Kepemimpinan Laisser Faire

Kepemimpinan laissez faire (gaya kepemimpinan yang bebas) adalah

gaya kepemimpinan yang lebih banyak menekankan pada keputusan

kelompok. Dalam gaya ini, seorang pemimpin akan menyerahkan keputusan

kepada keinginan kelompok, apa yang baik menurut kelompok itulah yang

menjadi keputusan. Pelaksanaannyapun tergantung kepada kemauan

kelompok. (Adam Ibrahim Indrawijaya, 1983: 136). Pada umumnya tipe

laissez faire dijalankan oleh pemimpin yang tidak mempunyai keahlian

teknis. Tipe laissez faire mempunyai ciri-ciri antara lain; (1) Memberikan

kebebasan sepenuhnya kepada bawahan untuk melakukan tindakan yang

dianggap perlu sesuai dengan bidang tugas masing-masing, (2) Pimpinan

tidak ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok, (3) Semua

pekerjaan dan tanggungjawab dilimpahkan kepada bawahan, (4) Tidak

mampu melakukan koordinasi dan pengawasan yang baik, (5) Tidak

mempunyai wibawa sehingga ia tidak ditakuti apalagi disegani oleh

bawahan, (6) Secara praktis pemimpin tidak menjalankan kepemimpinan,

ia

14
hanya merupakan simbol belaka. (Wusanto, 2003). Menurut hemat penulis

tipe laissez faire ini bukanlah tipe pemimpin yang sebanarnya, karena ia

tidak bisa mempengaruhi dan menggerakkan bawahan, sehingga tujuan

organisasi tidak akan tercapai.

d. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan partisipatif juga dikenal dengan istilah

kepemimpinan terbuka, bebas atau nondirective. Pemimpin yang

menganut pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses

pengambilan keputusan. Ia hanya sedikit menyajikan informasi mengenai

suatu permasalahan dan memberikan kesempatan kepada anggota tim

untuk mengembagkan strategi dan pemecahannya, ia hanya mengarahkan

tim kearah tercapainya konsensus. ( Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana,

2000: 162).

e. Kepemimpinan Paternalistik

Tipe paternalistik adalah gaya kepemimpinan yang bersifat

kebapakan. Pemimpin selalu memberikan perlindungan kepada para

bawahan dalam batas-batas kewajaran. Ciri-ciri pemimpin penganut

paternalistik antara lain: (1) Pemimpin bertindak sebagai seorang bapak,

(2) Memperlakukan bawahan sebagai orang yang belum dewasa, (3) selalu

memberikan perlindungan kepada para bawahan yang kadang-kadang

berlebihan, (4) Keputusan ada di tangan pemimpin, bukan karena ingin

bertindak secara otoriter, tetapi karena keinginan memberikan kemudahan

kepada bawahan. Oleh karena itu para bawahan jarang bahkan sama sekali

tidak memberikan saran kapada pimpinan, dan Pimpinan jarang bahkan

15
tidak pernah meminta saran dari bawahan, (5) Pimpinan menganggap

dirinya yang paling mengetahui segala macam persoalan. (Wursanto,

2003: 202).

f. Kepemimpinan Berorientasi Pada Tujuan

Gaya kepemimpinan ini juga disebut kepemimpinan berdasarkan

hasil atau sasaran. Penganut pendekatan ini meminta bawahan (anggota

tim) untuk memusatkan perhatiannya pada tujuan yang ada. Hanya strategi

yang dapat menghasilkan kontribusi nyata dan dapat diukur dalam

mencapai tujuan organisasilah yang dibahas, faktor lainnya yang tidak

berhubungan dengan tujuan organisasi diminimumkan. ( Fandi Tjiptono

dan Anastasia Diana, 2000: 162).

g. Kepemimpinan Militeristik

Kepemimpinan militeristik tidak hanya terdapat di kalangan militer

saja, tetapi banyak juga terdapat pada instansi sipil (non-militer). Ciri-ciri

kepemimpinan militeristik antara lain; (1) Dalam komunikasi lebih banyak

mempergunakan saluran formal, (2) Dalam menggerakkan bawahan

dengan sistem komando/perintah, baik secara lisan ataupun tulisan, (3)

Segala sesuatu bersifat formal, (4) Disiplin tinggi, kadang-kadang bersifat

kaku, (5) Komunikasi berlangsung satu arah, bawahan tidak diberikan

kesempatan untuk memberikan pendapat, (6) Pimpinan menghendaki

bawahan patuh terhadap semua perintah yang diberikannya. (Wursanto,

2003 ).

h. Kepemimpinan Sitasional

Gaya kepemimpinan ini dikenal juga sebagai kepemimpinan tidak

tetap (fluid) atau kontingensi. Asumsi yang digunakan dalam gaya ini

16
adalah bahwa tidak ada satu pun gaya kepemimpinan yang tepat bagi

setiap manajer dalam segala kondisi. Oleh karena itu gaya kepemimpinan

situasional akan menerapkan suatu gaya tertentu berdasarkan

pertimbangan atas faktor-faktor seperti pemimpin, pengikut, dan situasi (

dalam arti struktur tugas, peta kekuasaan, dan dinamika kelompok ).

( Fandi dan Anastasia, 2000: 162-163 ).

D. Kepemimpinan Dalam Perspektif Islam

Dalam Islam istilah kepemimpinan dikenal dengan kata Imamah,

sedangkan kata yang terkait dengan kepemimpinan dan berkonotasi

pemimpin dalam Islam ada tujuh macam, yaitu Khalifah, Malik, Wali, 'Amir

dan Ra'in, Sultan, Rais, dan Ulil 'amri, (Abdurrahman, 2002) . Menurut

Quraish Shihab (2000: 47), imam dan khalifah dua istilah yang digunakan

Al-Qur'an untuk menunjuk pemimpin. Kata imam diambil dari kata amma-

ya'ummu, yang berarti menuju, menumpu, dan meneladani. Kata khalifah

berakar dari kata khalafa yang pada mulanya berarti "di belakang". Kata

khalifah sering diartikan "pengganti" karena yang menggatikan selalu berada

di belakang, atau datang sesudah yang digantikannya. Selanjutnya ia

menyatakan bahwa Al- Qur'an menggunakan kedua istilah ini untuk

menggambarkan ciri seorang pemimpin, ketika di depan menjadi panutan,

dan ketika di belakang mendorong, sekaligus mengikuti kehendak dan arah

yang dituju oleh yang dipimpinnya.

Begitu banyak konsep-konsep kepemimpinan yang diajukan oleh para

pakar, mulai dari konsep kepemimpinan yang berbasis ilmu pengetahuan

17
yang bersifat teoritis, konsep kepemimpinan yang berbasis kemiliteran yang

bersifat praktis, konsep kepemimpinan yang berbasis agama, maupun

konsep kepemimpinan dengan berbagai pendekatan lainnya. Namun realitas

menunjukkan bahwa masih begitu banyak masalah yang timbul terkait

dengan kepemimpinan.

1. Kedudukan sebagai pemimpin merupakan ikatan perjanjian antara seorang

pemimpin dengan Allah ‘Azza wa Jalla. Kedudukan seseorang sebagai

pemimpin merupakan ikatan perjanjian antara seorang manusia dengan

Tuhannya, sebagaimana tersurat pada perjanjian Allah Subhana wa

Ta'ala dengan Ibrahim alaihi salam, "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang

yang dholim". (QS. 2:124). Oleh karena itu bila seorang pemimpin

berbuat dholim kepada pengikutnya, niscaya kedudukannya sebagai

pemimpin akan mendatangkan kenistaan, penyesalan dan penderitaan di

hari kemudian, saat dia diminta pertanggung jawaban oleh Allah Azza

wa Jalla (QS. 38:26). Saat itu seluruh pengikutnya, akan memberikan

kesaksian di depan Allah Ta'ala tentang kedholiman yang telah

dilakukannya. Naudzu billahi min dzalik.

2. Kedudukan sebagai pemimpin merupakan kepercayaan dari Allah ‘Azza

wa Jalla kepada manusia untuk menyebarkan rahmat untuk seluruh alam.

Meskipun para Malaikat; karena keterbatasannya sebagai mahluk;

meragukan kemampuan manusia dalam menyebarkan rahmat untuk

seluruh alam, akan tetapi Allah yang Maha Tahu tetap memberikan

kepercayaan kepada manusia dengan mengangkatnya sebagai khalifah di

18
muka bumi. Selain itu hal ini sekaligus pula menunjukkan betapa

besarnya rahmat dan kasih sayang yang diberikan Allah ‘Azza wa Jalla

kepada manusia, meskipun manusia sudah diperkirakan akan

menimbulkan kerusakan dan menumpahkan darah di muka bumi (QS.

2:30). Jelaslah alangkah rendahnya seorang manusia yang diberikan

kepercayaan sebagai pemimpin, lalu dia berbuat sewenang-wenang,

menebarkan penderitaan pada pengikutnya. Karena hal ini berarti

manusia tersebut telah menghianati Allah Azza wa Jalla yang telah

memberikan kepercayaan serta melimpahkan rahmat dan kasih sayang

kepada dirinya. Naudzu billahi min dzalik.

3. Kedudukan sebagai pemimpin merupakan kewajiban seorang pemimpin

untuk mengajak dan mengantar pengikutnya menuju gerbang kebahagiaan.

Kedudukan sebagai pemimpin pada dasarnya bukan merupakan

keistimewaan, bukan pula fasilitas, dan bukan pula kekuasaan untuk

bertindak. Melainkan merupakan pengorbanan, tanggung jawab dan

kesediaan untuk melayani pengikutnya. Seorang pemimpin harus memiliki

tanggung jawab serta keberanian untuk mengorbankan diri dalam melayani

pengikutnya sehingga mampu mengajak pengikutnya ke jalan yang benar

serta mampu mengantar mereka menuju gerbang kebahagiaan (QS. 38:22)

4. Kedudukan sebagai pemimpin menuntut seseorang untuk memegang teguh

kebenaran (al-haq). Seseorang yang berpegang teguh kepada kebenaran,

dia senantiasa akan menegakkan peraturan yang berlaku sehingga mampu

mengambil keputusan yang akurat serta dilandasi prinsip keadilan, dan

akan

19
terhindar dari keputusan-keputusan yang didasari oleh hawa nafsu, bersifat

emosional serta didasari oleh kepentingan diri semata (QS. 38:26).

Berdasar penjelasan singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam diri

setiap pemimpin harus tertanam norma dasar sebagai berikut :

1. Pangkat dan jabatan akan dan harus dipertanggung jawabkan kepada

Tuhan.

2. Pangkat dan jabatan merupakan kepercayaan dan kasih sayang dari

Tuhan.

3. Pemimpin memiliki kewajiban untuk mengajak dan mengantar

pengikutnya menuju gerbang kebahagiaan

4. Pemimpin harus memegang teguh dan menegakkan kebenaran.

Dengan demikian, insyaa Allah setiap pemimpin dapat diharapkan mampu

menjalankan peran sebagai imam dan khalifah bagi keluarga, satuan dan

masyarakat luas.

E. Kepemimpinan Yang Melayani

Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan

kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan

pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara

pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah

amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir

tidak ada pemimpin yang

20
sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan

yang melayani.

1. Karakter Kepemimpinan

Hati Yang Melayani

Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita.

Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan

karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam dan kemudian

bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah

pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi

pemimpin yang diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita

saksikan betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun

pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang

diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan

yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.

Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan – kawan, ada sejumlah

ciri –ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati

yang melayani,yaitu tujuan utama seorang pemimpin adalah melayani

kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk

kepentingan diri pribadi maupun golongan tapi justru kepentingan publik

yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin memiliki kerinduan untuk membangun dan

mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak

21
pemimpin dalam kelomponya. Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh

John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You. Keberhasilan

seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk

membangun orang – orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah

organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam

organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai

banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut

akan berkembang dan menjadi kuat.

Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka

yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan

kebutuhan, kepentingan, impian da harapan dari mereka yang dipimpinnya.

Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah

akuntabilitas ( accountable ). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh

tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan,pikiran

dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada public atau kepada

setiap anggota organisasinya.

Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau

mendengar setiap kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang

dipimpin. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat

mengendalikam ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan

public atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat

mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi

menjadi

22
begitu berat,selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak

mudah emosi.

2. Metode Kepemimpinan

Kepala Yang Melayani

Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter

semata, tapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar

dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki

kualitas sari aspek yang pertama yaitu karakter dan integritas seorang

pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif sama

sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah

para pemimpin yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.

Tidak banyak pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan

ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah – sekolah formal.

Keterampilan seperti ini disebut dengan Softskill atau Personalskill. Dalam

salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can

Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode

kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki

karakter kepemimpinan. Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan,

yaitu :

Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini

merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan,

yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat

23
melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang – orang

yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing

motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas

dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam

organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan

visioner yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan

menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk

membawa orang – orang atau organisasi yang dipimpin menuju suatu

tujuan yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama

sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa

tumbuh dan belajar serta berkembang dalam mempertahankan

survivalnya sehingga bias bertahan sampai beberapa generasi. Ada 2

aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role.

Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau

menciptakan visi bagi organisasinya tapi memiliki kemampuan untuk

mengimplementasikan visi tsb ke dalam suatu rangkaian tindakan atau

kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.

Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang responsive.

Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan,

harapan, dan impian dari mereka yang dipimpin. Selain itu selalu aktif

dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun

tantangan yang dihadapi.

24
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau

pendamping bagi orang – orang yang dipimpinnya (performance

coach). Artinya dia memiliki kemempuan untuk menginspirasi,

mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun

perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana

kebutuhan sumber daya, dsb), melakukan kegiatan sehari – hari seperti

monitoring dan pengendalian, serta mengevaluasi kinerja dari anak

buahnya.

3. Perilaku Kepemimpinan

Tangan Yang Melayani

Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan

integritas, serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus

menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku

Ken Blanchard disebutka perilaku seorang pemimpin, yaitu :

Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin,

tapi sungguh – sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk

memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan

dengan firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan

Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya.

Pemimpin focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar

kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk

dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan

25
untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih

26
mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan,

dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.

Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam

berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb.

Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating ) dirinya

terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui

solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman

Tuhan ).

Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard

yang sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh

bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual

Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolak ukur

kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant

leadership). Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay

Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan pemimpin – pemimpin yang

berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah

pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang –

orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah

hati, mampu memahami spiritualitas yang tinggi, dan selalu

mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang

lain.

F. Kepemimpinan sejati

Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari

27
proses perubahan karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang.

28
Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari

proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan

visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan

membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan

tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika

keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah

seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar

atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan

berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal

(leadership from the inside out ).

Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau jabatan

seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan

buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya

sendiri, bagi keluarga, bagi lingkungan pekerjaan, maupun bagi lingkungan

sosial dan bahkan bagi negerinya. ” I don't think you have to be waering stars on

your shoulders or a title to be leadar. Anybody who want to raise his hand can

be a leader any time”,dikatakan dengan lugas oleh General Ronal

Fogleman,Jenderal Angkatan Udara Amerika Serikat yang artinya Saya tidak

berpikir anda menggunakan bintang di bahu anda atau sebuah gelar pemimpin.

Orang lainnya yang ingin mengangkat tangan dapat menjadi pemimpin di lain

waktu.

Sering kali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh

mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka

seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya

29
sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager),

motivator, inspirator, dam maximizer.

Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin

tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan

penghormatan dan pujian (honor & praise) dari mereka yang dipimpinnya.

Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang

pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan

pada kerendahan hati (humble).

Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita

peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika

Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis menjadi negara yang

demokratis dan merdeka.Selama penderitaan 27 tahun penjara pemerintah

Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam diri Beliau. Sehingga Beliau

menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah

membuatnya menderita selam bertahun – tahun.

Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard,

bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani

mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala – galanya bagi

seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri,

tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan

menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang

tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.

30
Sebuah jenis kepemimpinan yaitu Q Leader memiliki 4 makna terkait

dengan kepemimpinan sejati, yaitu :

Q berarti kecerdasan atau intelligence. Seperti dalam IQ berarti kecerdasan

intelektual,EQ berarti kecerdasan emosional, dan SQ berarti kecerdasan

spiritual. Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan

IQ,EQ,SQ yang cukup tinggi.

Q leader berarti kepemimpinan yang memiliki kualitas(quality), baik dari

aspek visioner maupun aspek manajerial.

Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi ( dibaca ‘chi' dalam

bahasa Mandarin yang berarti kehidupan).

Q keempat adalah qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah

seseorang yang sungguh – sungguh mengenali dirinya (qolbunya) dan dapat

mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).

Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang

selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q

(intelligence-quality-qi-qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan

tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang

pemimpin.

Rangkuman kepemimpinan Q dalam 3 aspek penting yang disingkat

menajadi 3C, yaitu :

•Perubahan karakter dari dalam diri (character chage).

31
• Visi yang jelas (clear vision).

• Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence).

Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa

bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan

kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengatahuan,dll) maupun dalam

hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan

metode kepemimpinan). Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell, ” The only

way that I can keep leading is to keep growing. The the day I stop growing,

somebody else takes the leadership baton. That is way it always it.” Satu-

satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa

bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih

kepemimpinan tsb.

G. Perbedaan antara Kepemimpinan dan Manajemen

Daft (2005) mendefinisikan manajemen sebagai pencapaian tujuan

organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan,

organisasi, staffing, pengarahan (directing), dan pengontrolan sumber-sumber

organisasi.

Lebih lanjut Daft (2005) menjelaskan bahwa baik kepemimpinan

maupun manajemen sama-sama mengarahakan organisasi, tapi betapapun ada

perbedaannya. Manajemen lebih berfokus pada membuat perencanaan yang

detail, jadwal yang tepat untuk mencapai hasil tertentu, kemudian

mengalokasikan sumber daya yang ada di organisasi untuk melaksanakan

rencana. Sedangkan kepemimpinan lebih pada penciptaan visi yang

memikat

32
di masa depan, dan menciptakan strategi jangka panjang untuk mengadakan

perubahan yang dibutuhkan untuk mencapai visi tersebut. Jadi bisa

dikatakan bahwa manajemen bekerja pada dari atas ke bawah, dan hasil

jangka pendek sedangkan kepemimpinan mengarahkan dirinya untuk

mengawasi terlaksananya cita-cita jangka panjang.

Kotter (dalam Morehead dan Griffin, 1998) menyebutkan perbedaan

antara manajemen dan kepemimpinan adalah sebagai berikut:

Aktifitas
Manajemen Kepemimpinan

Penciptaan Agenda Merencanakan dan Membangun arah.

Membuat anggaran: Mengembangkan visi

meliputi kegiatan tahap masa depan, mendorong

demi tahap untuk perubahan-perubahan

mencapai hasil yang perlu diadakan

untuk tercapainya visi

tersebut.

Pengembangan Mengorganisasi dan Aligning people.

Network dengan mengatur staff Mengkomunikasikan

individu lain untuk (Staffing). arahan dengan kata-kata

mencapai Mengembangkan maupun perbuatan,

tujuan/agenda struktur mengatur staff, mempengaruhi orang

33
delegasi tugas, membuat untuk menciptakan

perencanaan dll. perubahan, membuat

mereka menerima visi

dan mau bekerja bersama.

Pelaksanaan Rencana Mengontrol dan Memotivasi dan

memecahkan Menginspirasi.

persoalan. Membuat individu

Memonitor hasil, bila berkobar untuk mengatasi

ada kesalahan berbagai masalah.

mencarinya, dan mencari

pemecahan masalah.

Hasil Menghasilkan sesuatu Menghasilkan sebuah

yagn biasanya sudah perubahan, kadang-

dapat ditebak, yang kadang dramatis, dan

diharapkan berbagai menghasilkan sesuatu

stakeholders. yagn sangat produktif dan

berguna.

H. Pendekatan-Pendekatan Mengenai Kepemimpinan

a. Pendekatan Sifat

Pendekatan ini percaya pada adanya karakteristik individu yang

sifatnya khas, berbeda dibandingkan individu lain, yang merupakan

34
karakteristik seorang pemimpin. Salah satu yang terkenal adalah pendekatan

”The Great Man”.

Collon dalam buku yang diedit oleh Timpe (2002) menyebutkan

adanya beberapa ciri sifat yang diidentifikasikan sebagai sifat yang dimiliki

oleh pemimpin yang berhasil yaitu:

Kelancaran berbicara. Dalam hal ini lebih luas darapida sekedar

memiliki perbendaharaan kata yang luas namun termasuk di dalamnya

kemampuan untuk memikat dan mempengaruhi orang lain untuk

mendengarkan apa yang dikatakannya.

Kemampuan untuk memecahkan persoalan. Termasuk di dalamnya

adalah bagaimana pemimpin juga dapat menempatkan ide-ide yang

segar bagi penyelesaian masalah dalam kelompoknya. Termasuk

bahkan di dalamnya kapan bertindak dan kapan tidak perlu bertindak

apa-apa.

Kesadaran akan kebutuhan. Seorang pemimpin yang efektif adalah

mereka yang sensitif dengan kebutuhan kelompok yang

dipimpinnya. Memiliki visi bagaimana cara untuk pemenuhannya.

Keluwesan. Pemimpin yang baik mampu menyesuaikan diri dalam

berbagai situasi, bahkan membawa kelompoknya untuk menghadapi

perubahan. Pemimpin yang efektif tidak akan takut dengan perubahan.

Kecerdasan. Kecerdasan di sini bukan diartikan sebagai kejeniusan.

Tetapi anggota kelompok perlu merasakan bahwa pemimpin mereka

memiliki kemampuan untuk membantu mereka mengatasi persoalan,

dan memiliki kemampuan yang lebih demi kemajuan kelompok.

35
Kesediaan menerima tanggung jawab. Pemimpin yang baik bersedia

memikul hal yang harus dikerjakannya dengan baik.

Ketrampilan sosial. Pemimpin yang efektif memiliki kemampuan

diplomasi sehingga kelompoknya mendapatkan penghargaan dari

orang sekitarnya.

b. Pendekatan Perilaku

Menurut pendekatan ini, pemimpin yang baik tidak dilihat dari sifat

apa yang dimiliki, tetapi bahwa siapa yang dapat mengembangkan perilaku

yang tepatlah yang akan menjadi pemimpin yang baik. Sehingga riset-riset

yang dikembangkan bukan mempelajari bagaimana karakteristik seorang

pemimpin tetapi apa yang dilakukan pemimpin dalam situasi-situasi yang ada

yang membuatnya menjadi pemimpin yang baik.

Dalam pendekatan ini dikenal istilah: Pemimpin yang autokratik

yaitu pemimpin yang cenderung mensentralkan otoritas dan mendapatkan

kekuasaan karena posisinya, karena kemampuannya memberikan hadiah

dan hukuman, serta pemimpin yang demokratis: yaitu pemimpin yang

mendelegasikan otoritas kepada orang lain, mendorong adanya partisipasi,

mengandalkan pengetahuan bawahan untuk penyelesaian tugas, dan

memanfaatkan perasaan respek dari bawahannya dalam memberikan

pengaruhnya.

Tannenbaum dan Schmidt (dalam Daft, 2005) menyarankan

penggunaan autokratik maupun demokratik harus disesuaikan dengan kondisi

organisasi. Misalnya dalam kondisi waktu yang genting dan anggota

36
organisasi harus belajar lama untuk mengambil keputusan, maka gaya

autokratik akan cenderung lebih efektif dibandingkan gaya demokratik.

Sementara bila anggota organisasi sudah memiliki kesiapan untuk dapat

mengambil keputusan sendiri maka gaya demokratis akan bisa

dikembangkan. Bila jarak ketrampilan antara anggota organsisasi dengan

pemimpin terlalu jauh, biasanya pemimpin akan mengembangkan gaya

autokratik.

c. Pendekatan Contingency

Pendekatan ini menekankan kefektifan perilaku seorang pemimpin

dalam suatu situasi mungkin tidak akan efektif apabila diterapkan dalam

situasi yang lain. Dalam hal ini contingency diartikan sebagai: tergantung.

Jadi seseorang akan menjadi pemimpin efektif itu tergantung dari banyak hal.

Menurut Fiedler Contingency Model, ada dua macam gaya

kepemimpinan. Yang pertama: pemimpin yang berorientasi hubungan, yaitu

pemimpin yang memperhatikan hubungan dengan sesama, ia sangat sensitif

dengan perasaan orang lain dan berusaha menjaga hubungan baik. Yang

kedua, adalah pemimpin yang berorientasi tugas, yaitu menekankan

pentingnya terselesaikannya tugas daripada perhatiannya pada individu/orang.

Fiedler menemukan bahwa keefektifan gaya kepemimpinan seorang

pemimpin akan tergantung dari bagaimana kondisi situasi-situasi yang ada,

yaitu: hubungan antara pemimpin-bawahan (bila ada kepercayaan antara

pemimpin-bawahan, rasa hormat, kepercayaan terhadap pemimpin maka

37
dikatakan hubungannya bagus), Tingkat Terstrukturnya tugas, (tugas yang

terstruktur adalah yang memiliki prosedur yang spesifik, jelas, tujuan juga

jelas, cenderung rutin, terdefinisi dengan jelas), Posisi Kekuasaan

Pemimpin (sejauhmana pemimpin memiliki kekuasan formal terhadap

bawahan. Disebut tinggi bila pemimpin memiliki kekuasaan untuk

merencanakan, mengarahkan pekerjaan bawahan, mengevaluasinya dan

memiliki kewenangan untuk memberikan hadiah dan hukuman).

38
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan

yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya

berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang

berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut

pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,

keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang

mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan

yang akan diterapkan.

Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin

bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya.

Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk

memperbaiki orang lain.

Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar

melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.

Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).

B. Saran

Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa

kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk

memimpin diri sendiri.


39
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan

menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin.

Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa

memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh

karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang

memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.

40
DAFTAR PUSTAKA

• Daft, R.L. 2005. The Leadership Experience. Ohio: Thomson – South

Western.

• Moorhead, G. & Griffin, R.W. 1998. Organizational Behavior. New York:

Houghton Mifflin Company.

• Indrajaya, Adam Ibrahim. (1983). Perilaku Organisasi, Sinar Baru, Bandung.

• Muhammad, Hasyim, (2002). Dialog antara Tasawuf dan Psikologi,

Yogyakarta: Walisongo Press dan Pustaka Pelajar.

• Mubarok, Achmad, (2003). Sunnatullah dalam Jiwa Manusia, Jakarta: IIIT

Indonesia

• Moedjiono, Imam. (2002). Kepemimpinan dan Keorganisasian, Yogyakarta:

UII Press.

• Rahmat, Jalaluddin, (1997). Renungan-Renungan Sufistik, Bandung: Mizan.

• Riawan Amin, A, (2004). The Celestial Management, Jakarta: Senayan

Abadai Publishing.

• Riyono, B. & Zulaifah, E. 2001. PSikologi Kepemimpinan, Yogyakarta:

UGM Press.

• Robbins, S.P. 1998. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prehallindo.

• Timpe, A.D. 1991. Seri Manajemen Sumber Daya Manusia. Kepemimpinan.

Jakarta: Elex Computindo.

41

Anda mungkin juga menyukai