Anda di halaman 1dari 9

MENTORING BUDAYA ORGANISASI OLEH

MANAJER KEPERAWATAN

Kusnadi Jaya*
* Program Studi Magister Keperawatan, Jurusan Keperawatan FK Undip
Semarang, Jawa Tengah, 50244, Indonesia

Email: Kusnadijaya1@gmail.com

Abstrak
Profesionalisme perawat sebagai employeeakan menumbuhkan iklim kerja yang kondusif sehingga
kinerja perawat dapat berkontribusi terhadap pencapaian visi dan tujuan-tujuan rumah sakit sebagai
organisasi bisnis. Karena itu profesionalisme harus dibangun diatas nilai-nilai budaya organisasi yang
unik. Tujuan: Mengintegrasikan perawatkedalam budaya organisasi Rumah Sakit.
Inovasi: Mentoring budaya organisasi dalam fungsi manajemen seorang Manajer Keperawatan di Rumah
Sakit. Diskusi: Profesionalisme harus diikuti dengan perilaku legal, etis, serta peka terhadap budaya yang
ada dalam lingkungan kerja, termasuk budaya organisasi. Perawat bekerja bukan hanya mentaati standar
profesi dan kode etik profesinya saja, tetapi juga menanamkan kecintaan terhadap rumah sakit dan
menjadi bagian penting dari budaya organisasi itu sendiri. Menerapkan perilaku caring terhadap
organisasinya dan membiasakan perilaku efektif sebagai seorang profesional, dengan strategi mentorship.
Kesimpulan: Penanaman budaya organisasi akan memberikan makna terhadap eksistensi perawat bagi
organisasi sehingga perilaku pelayanan menjadi sinergi dan iklim pengembangan diri perawat menjadi
kondusif.

Kata Kunci: Mentoring, Budaya Organisasi, Manajer Keperawatan

Pendahuluan dilakukan perawat seolah-olah tidak


mendapat tempat dalam diskusi-diskusi
Pengembangan profesionalis-me pengembangan organisasi pada level
perawat sangat bergantung pada iklim top manager.
kerja rumah sakit yang kondusifdan Harian Kompas edisi 29 Juli
disisi lain performa dari sebuah rumah 2015, halaman 13 mengangkat judul
sakit sangat bergantung pada "Kinerja Perawat Belum Optimal" dan
profesionalisme perawat. mengemukakan hasil survei Kemenkes
Profesionalisme umumnya difahami terhadap RS di Indonesia tahun 2014,
dalam dua perspektif. Profesional dalam bahwa perawat belum menjalankan
konteks Komite Keperawatan adalah fungsinya secara optimal. Sekitar 54-74
memiliki kewenangan klinis tertentu persen perawat melaksanakan instruksi
berdasarkan proses kredensial. medis, dan 26 persen perawat
Sedangkan profesional dalam konteks mengerjakan tugas administrasi
perawat sebagai employeeadalah (Kompas, 2015). Dengan perspektif
memiliki perilaku pelayanan yang perawat, situasi tersebut
berkontribusi pada pencapaian visi dan mengindikasikan bahwa secara umum
tujuan-tujuan rumah sakit. Faktanya, perawat belum profesional. Namun
perspektif kedua sangat jarang dalam perspektif bisnis dari para top
digunakan dalam membangun manager, situasi tersebut mungkin saja
profesionalisme perawat di rumah sakit. menguntungkan, karena dengan rangkap
Karenanya sangat wajar jika, usaha jabatan maka rumah sakit dianggap
membangun profesionalisme yang sudah mengaplikasikan prinsip “minim

94 Jurnal Manajemen Keperawatan . Volume 2, No. 2, November 2014; 94-102


struktur kaya fungsi”. Perbedaan dicapai. Budaya organisasi memiliki
paradigma inilah yang nampaknya kedudukan strategis dalam “memagari”
menjadi penyebab mengapa perawat perilaku-perilaku anggota organisasi
kurang mendapat tempat dalam rencana agar berkontribusi mencapai hasil yang
jangka panjang organisasi. Dan harus diharapkan (Kreitner & Kinicki, 2014;
disadari salah satu dampak penerapan Moorhead & Griffin, 2013; Robbins,
PPK-BLUD dalam manajemen 2009). Dengan demikian
keuangan rumah sakit memaksa rumah profesionalisme yang diinginkan
sakit untuk mengoptimalkan nilai perawat juga harus memberikan
manfaat dari unit-unitnya, termasuk manfaat bagi rumah sakit baik secara
perawat. langsung maupun tidak langsung.
Solusi “menang-menang” yang dapat Manfaat tersebut dapat berupa efisiensi
diambil adalah bagaimana mewujudkan anggaran, efektifitas setiap tindakan
pengembangan profesionalisme perawat keperawatan, keamanan dari tuntutan
yang berkontribusi pada terwujudnya hukum, maupun jaminan terpenuhinya
brand rumah sakit serta tercapainya visi standar-standar akreditasi secara terus-
dan tujuan-tujuan rumah sakit sebagai menerus.
organisasi bisnis. Melalui artikel ini Budaya organisasi sejatinya
penulis menawarkan inovasi untuk memiliki 4 fungsi : 1) memberikan
mengintegrasikan proses penanaman sebuah identitas bagi para anggota
budaya organisasi melalui kegiatan organisasi; 2) memfasilitasi komitmen
mentoring dalam evaluasi kinerja bersama; 3) mempromosikan stabilitas
Kepala Ruangan di rumah sakit. sistem sosial; dan 4) membentuk
perilaku dengan membantu para
Budaya Organisasi anggota memahami lingkungan di
Budaya organisasi secara umum sekitar mereka (sense-making device)
meliputi nilai-nilai, paradigma- (Ostroff, Kinicki, & Tamkins, 2003;
paradigma, perilaku-perilaku yang Schein, 2004, 2010). Penelitian di
secara holistik membuat lingkungan Rumania membuktikan bahwa persepsi
kerja menjadi lebih kondusif dalam terhadap budaya organisasi secara
mencapai tujuan (Kreitner & Kinicki, kompleks merupakan prasayarat dalam
2014; Ndraha, 2010; Robbins, 2009). manajemen sumber daya manusia dalam
Rumah sakit adalah salah satu contoh organisasi. Manajemen dikatakan
sektor pelayanan publik yang berkaitan sukses apabila kompeten dalam
erat dengan kegiatan yang berpusat memuaskan kebutuhan-kebutuhan staff,
pada budaya organisasi. Para pegawai pelanggan dan stakeholder lainnya. Dan
yang terlibat harus mampu berinteraksi semua itu dapat terwujud berkat
dengan orang-orang dengan berbagai pemahaman tentang budaya organisasi
budaya yang berbeda (Chopra, 2015). (Neagu & Nicula, 2012). Kajian
Budaya organisasi juga disebut sebagai terhadap budaya dan nilai-nilai
penggabungan dari keyakinan, kode etik profesional dapat menjembatani praktik
dan etika kerja serta berbagai macam kolaborasi perawat dari budaya yang
kepribadian dan perilaku lintas profesi berbeda (Alfred et al., 2013).
(Conger, Knuth, & McDonald, 2014). Pemahaman terhadap budaya organisasi
Dengan demikian budaya organisasi jugadapat dijadikan aspek penilaian
merupakan panduan bagi seluruh unit dalam kegiatan sertifikasi perawat
organisasi dalam berperilaku sehingga (Barbe, 2015). Artefak budaya yang
tujuan-tujuan organisasi menjadi mudah tampak misalnya akronim, logo, simbol,

Mentoring Budaya Organisasi Oleh Manajer Keperawatan 95


Kusnadi Jaya
visi, misi, motto, semboyan dan lain- perilaku-perilaku yang mengurangi
lain (Kreitner & Kinicki, 2014). kinerja atau tidak berpengaruh terhadap
Budaya organisasi juga pencapaian kinerja organisasi.Beberapa
mencakup kepribadian organisasi, dan perilaku disfungsional antara lain:
para peneliti perilaku organisasi sepakat absensi (absenteeism), berhenti /pindah/
tentang lima besar ciri kepribadian mutasi (turnover), pencurian dan
organisasi, yaitu: 1) Keramahan: sabotase, pelecehan seksual dan rasial,
merujuk pada kemampuan bergaul para serta kekerasan di tempat kerja
pegawainya. Keramahan yang tinggi (Moorhead & Griffin, 2013).
menyebabkan pegawai bersikap ramah, Selain perilaku-perilaku negatif
kooperatif, mudah memaafkan, tadi, melakukan kegiatan yang menurut
pengertian dan bersikap baik dan begitu perspektif manajerial mengancam
juga sebaliknya; 2) Kehati-hatian: efektifitas dan efisiensi, perilaku yang
merujuk pada jumlah sasaran yang menyebabkan pemborosan, tata kelola
difokuskan oleh seseorang. Pegawai “profesionalisme” yang terlalu rumit,
yang fokus pada sedikit sasaran (goal) juga termasuk perilaku disfungsional.
lebih mungkin untuk terorganisir,
sistematiks, berhati-hati, menyeluruh, Mentoring
bertanggung jawab dan disiplin; 3) Secara umum disepakati bahwa
Emosionalistas Negatif: merujuk pada mentoring adalah proses yang
emosi negatif yang berkembang di menggunakan berbagai aspek termasuk
organisasi. Sedikitnya emosional kemahiran oleh seorang mentor yang
negatif membuat pegawainya lebih berpengalaman melalui bimbingan,
seimbang, tenang, tabah, dan merasa pendidikan dan latihan kepada mentee
aman; 4) Ekstraversi: merujuk tingkat bagi tujuan pembelajaran, yang
kenyamanan dalam hubungan. memerlukan kepercayaan dan perasaan
Organisasi ekstrover lebih suka bergaul, penuh tanggung jawab mengenai masa
pandai berbicara, tegas dan terbuka depanmentee (Christina, 2012;
menjalin hubungan baru; dan 5) Ghorbanhosseini, 2013, 2013;
Keterbukaan: Mencerminkan kekakuan Graduates, Professionals, LeDuc, &
pegawai atas keyakinan dan luasnya Kotzer, 2009; Shaw & Degazon, 2008).
ketertarikan. Pegawai yang terbuka Nilai-nilai, budaya dan
bersedia mendengarkan ide-ide baru dan kepribadian yang baik dari organisasi
mengubah ide lama serta keyakinan dan yang didesain pada tingkat manajerial
sikap mereka sendiri terhadap ide baru harus disosialisasikan kebawah dan
yang lebih baik (Moorhead & Griffin, dilekatkan pada para pegawai dengan
2013). cara mentoring (Kreitner & Kinicki,
Kepribadian baik itu harus 2014). Mentor harus seorang perawat
ditanamkan kepada para pegawai, yang faham tentang nilai-nilai, budaya
melalui kegiatan yang terencana. dan kepribadian organisasi. Mentor
Perilaku di tempat kerja secara umum diseleksi dari peserta kegiatan
dibedakan menjadi perilaku kinerja dan sosialisasi organisasi yang dilakukan
perilaku disfungional. Perilaku kinerja manajemen. Mentor harus seminat dan
(performance behaviors) adalah seluruh satu ruangan dengan mentee. Mentor
terkait pekerjaan yang diharapkan dilatih dan disupervisi oleh manajer
organisasi untuk ditampilkan individu keperawatan. Karakter mentor yang
sedangkan perilaku disfungsional baik adalah: memiliki motivasi, percaya
(dysfunctional behaviors) adalah diri, antusias dan terbuka terutama saat

96 Jurnal Manajemen Keperawatan . Volume 2, No. 2, November 2014; 94-102


berinteraksi dengan mentee (Li, Wang, competent, empatethic, respectful, dan
Lin, & Lee, 2011). Mentor caring. Profesionalisme ini dapat
menceritakan pengalaman berharga dan dicapai dengan membiasakan “7 habbits
kisah hidupnya bersama organisasi of effective behavior”dari Stephen
kepada mentee. Menceritakan arahan- Covey: 1) Menjadi proaktif;2) Memulai
arahan yang pernah diterima dari para sesuatu dalam kondisi sudah
top manajer dalam menanggapi memikirkan bagian akhirnya; 3)
komplain pasien, merespon komplain Memprioritaskan hal yang harus
pegawai, merespon tuntutan dari luar dilakukan terlebih dahulu; 4) Berpikir
organisasi dan bagaimana rumah sakit “menang-menang”; 5) Memahami
bertahan selama ini. Mentor orang lain sebelum berusaha difahami;
menanamkan nilai-nilai dan membantu 6) Bersinergi; dan 7) Selalu mengasah
mentee menjadi pegawai yang ramah, kemampuan (Anderson, 2013; Covey,
berhati-hati, memiliki emosi positif, 2012; Ellsworth, Harris, & Moore,
ekstrover dan terbuka. Penilaian 2011).
terhadap pencapaian hasil mentorship
dilakukan oleh manajer keperawatan
menggunakan tool perilaku profesional
yang dirumuskan oleh organisasi
(Kreitner & Kinicki, 2014).
Indikator profesional dalam
konteks organisasi dapat merujuk pada
ciri kepribadian organisasi yang baik
(Moorhead & Griffin, 2013).
Sedangkan indikator profesional dalam
perspektif pasien, meliputi: trustworthy,

Integrasi Mentoring Budaya Dalam Fungsi-Fungsi Manajerial Kepala Ruang


Tabel 1. Mentoring dalam fungsi-fungsi manajerial Kepala Ruang

Fungsi
No Kegiatan Indikator
Manajemen
1 Perencanaan - Menyiapkan artefak budaya Akronim, visi, misi, logo, dan
semboyan organisasi ada di Ruang
Rawat
- Menyiapkan jadwal mentoring Hari “berbagi” disepakati
- Menentukan milestonependidikan Progress topik mentoring dalam 1
budaya organisasi tahun
2 Pengorganisasian - Mengumumkan jadwal mentoring Jadwal diketahui seluruh perawat
- Mendiskusikan reward maupun Reward – Sanksi disepakati
sanksi ketidakhadiran dalam hari
“berbagi”
- Mengidentifikasi dan memobilisasi Deskripsi tugas stakeholder
stakeholder
3 Pengarahan - Mengumumkan “kata mutiara” 1 “kata mutiara”/hari saat morning
harian sesuai nilai nilai budaya conference
organisasi
- Memberikan nasihat dan motivasi “Quote of the day” via media sosial
4 Pengendalian - Melakukan rapat evaluasi bulanan Perilaku tak lazim dapat diidentifikasi
untuk bahan mentoring bulan
berikutnya

Mentoring Budaya Organisasi Oleh Manajer Keperawatan 97


Kusnadi Jaya
Tabel 1 menerangkan organisasi memberikan inducement
pelaksanaan mentoring oleh seorang berupa bayaran dan kesempatan karir
Kepala Ruang kepada perawat. Kepala (Moorhead & Griffin, 2013).
Ruang dalam konteks ini adalah Tidak mudah mensinergikan
representasi dari manajer organisasi perawat untuk berkontribusi terhadap
tingkat bawah (low-manager). Dalam pencapaian yang diinginkan oleh rumah
melakukan mentoring budaya sakit sebagai sebuah organisasi bisnis.
organisasi, Kepala Ruang harus Penelitian di Instalasi Rawat Inap
menyadari bahwa perawat di Ruang BRSUD Banjarnegara, menemukan
Rawat adalah bagian penting dari bahwa hanya sebagian kecil kepala
organisasi yang harus dikendalikan ruangan yang mengetahui rencana
perilakunya agar menjadi perilaku pengembangan rumah sakit sehingga
kinerja dan tidak menjadi perilaku tidak pernah berkoordinasi dengan
disfungsional. manajemen dalam membuat
Melalui kegiatan mentoring perencanaan kebutuhan ruangan.
seorang Kepala Ruang berusaha Struktur organisasi yang ditetapkan
menanamkan nilai-nilai profesional tidak dijalankan dan hanya sedikit
dalam konteks organisasi. Karena itu kepala ruangan yang memberikan
sudut pandang Kepala Ruang harus orientasi kepada staff baru. Tidak ada
berubah. Jika sebelumnya Kepala kepala ruangan yang secara konsisten
Ruang selalu “berjuang keatas” demi melakukan rapat rutin untuk monitoring
kesejahteraan staff, maka dalam konteks dan evaluasi maupun pengarahan
ini paradigma yang harus dibangun (Wahyuni, 2007).
adalah “berjuang kebawah” agar staff Penelitian terhadap Komite
menjadi layak untuk sejahtera. Medik dan Komite Keperawatan pada
Rumah Sakit Umum Daerah di Provinsi
Diskusi Jambi mengidentifikasi bahwa kedua
komite berjalan tanpa interaksi.
Selama ini perawat cenderung Hubungan kemitraan tidak berjalan
melakukan pelayanan semata-mata seperti yang diharapkan. Kondisi ini
demi dirinya sendiri. Demi profesinya berdampak pada kinerja rumah sakit
sendiri. Seorang perawat berperilaku rendah (Saragih, 2005). Penelitian
secara profesional karena itu kewajiban terhadap Komite Keperawatan di RSU
dari kontrak sosialnya dengan pasien. Kota Palu menemukan bahwa Komite
Tetapi sering dilupakan bahwa perawat Keperawatan belum mempunyai
juga memiliki kontrak sosial dengan struktur organisasi tersendiri,
organisasi. pembangian tugas belum terkoordinasi
Kontrak sosial dalam konteks dengan baik, dukungan pimpinan belum
hubungan perawat sebagai employee maksimal dan SDM yang ada belum
dan rumah sakit sebagai organisasi, memenuhi standar yang diharapkan.
adalah rangkaian dari seluruh ekspektasi Penelitian ini menyimpulkan bahwa
sang pegawai tentang apa yang akan ia Komite Keperawatan di RSU Kota Palu
kontribusikan terhadap organisasi dan belum berperan secara optimal dan
apa yang akan diberikan oleh oragnisasi diperlukan pembenahan mulai dari
sebagai imbalannya. Kontribusi yang struktur organisasi, dukungan pimpinan,
diberikan pegawai berupa: usaha, sistem pembagian tugas dan SDM
keterampilan, kemampuan, waktu dan (Masriani, 2006). Hasil-hasil penelitian
loyalitas. Sebagai imbalan maka tersebut menunjukkan bahwa perilaku

98 Jurnal Manajemen Keperawatan . Volume 2, No. 2, November 2014; 94-102


kinerja perawat masih belum melaksanakan pekerjaan, adalah juga
menunjang performa organisasi. yang dialami oleh organisasi.
Seharusnya, dikotomi bahwa Caring terhadap organisasi dapat
pengembangan organisasi menjadi diaplikasikan dalam bentuk : 1)
tanggung jawab para manager dan Knowing (memahami nilai-nilai
pelayanan langsung kepada pasien profesional yang harus ditunjukkan
merupakan tanggung jawab perawat dan demi nama baik organisasi); 2) Being
tenaga kesehatan lainnya, harus segera With (terlibat, ambil bagian, mengambil
diakhiri. Penanaman nilai-nilai tanggung jawab terhadap penciptaan
organisasi harus menjadi bagian dari “nama baik” organisasi); 3) Doing For
aktivitas keperawatan, bahkan menjadi (meniatkan seluruh pelayanan
“ruh” dari profesionalisme itu sendiri. keperawatan yang diberikan semata-
Kerangka Kerja Kompetensi mata untuk membesarkan “nama baik”
Keperawatan (PPNI dan BNSP, 2006) organisasi); 4) Enabling (menjamin
salah satunya mengusung kompetensi turun temurunnya nilai-nilai dan
“Melaksanakan praktik profesional, budaya-budaya organisasi dan menjadi
akuntabel, etis, dan legal serta “penciri” atas nilai-nilai dan budaya
pekabudaya”. Artinya, profesionalisme organisasi); dan 5) Maintaining Belief
harus diikuti dengan akuntabilitas, (menjadi agen-agen perubahan demi
praktik yang etis dan legal serta sensitif tertanamnya nilai-nilai dan budaya
terhadap budaya-budaya yang ada di organisasi dan melaksanakan siklus
lingkungan kerjanya. Dalam konteks penjaminan mutu demi terpeliharanya
peningkatan kontribusi perawat nilai-nilai tersebut)(Fagermoen, 1997;
terhadap visi dan tujuan rumah sakit Faithfull & Hunt, 2005; Gray &
maka budaya yang dimaksud adalah Thomas, 2006; Horton, Tschudin, &
budaya organisasi rumah sakit tempat Forget, 2007; Schein, 2004). Dan hal itu
perawat melakukan praktik dapat diwujudkan salah satunya dengan
profesionalnya (Kornela, Hariyanto, & pendekatan mentoring dari Kepala
Pusparahaju, 2014; Kreitner & Kinicki, Ruang kepada perawat.
2014; Moorhead & Griffin, 2013; van Setelah perawat dikondisikan
Asen, 2013). supaya sinergi dengan kinerja
Nilai pelayanan yang selalu organisasi, memahami sudut pandang
diusung oleh perawat saat merawat organisasi terhadap pelayanan serta
pasien di rumah sakit adalah nilai-nilai terlibat aktif menjadi “kaki-tangan”
yang menjadi dimensi caring. Caring organisasi maka langkah selanjutnya
terhadap klien dan keluarga, sejawat, adalah melakukan setting budaya pada
rekan kerja lintas profesi maupun level middle manager, dalam hal ini
manajer. Tetapi yang belum banyak adalah Kepala Bidang Keperawatan.
dilakukan adalah caring terhadap Ketika perawat sudah memberikan
organisasi. Merawat pasien dengan baik kontribusinya terhadap organisasi, maka
dan ramah semata-mata demi organisasi harus merespon dengan
kepentingan organisasi dan menjadi memberikan inducement (Moorhead &
bagian tak terpisahkan dari organisasi. Griffin, 2013). Banyak pola inducement
Menjadi penciri dari organisasi, yang telah diterapkan di berbagai rumah
sehingga apapun yang dilakukannya sakit, misalnya pengembalian Jasa
adalah mewakili organisasi dan apapun Pelayanan, indeks remunerasi, maupun
yang dialami oleh perawat dalam penerapan jenjang karir Perawat Klinik
yang diikuti perubahan remunerasi pada

Mentoring Budaya Organisasi Oleh Manajer Keperawatan 99


Kusnadi Jaya
setiap jenjang karir klinik. Tetapi hal ini dalam sikap dan perilaku perawat
nampaknya belum adekuat sehari-hari.
menumbuhkan kecintaan perawat
terhadap nilai-nilai yang ada dalam Daftar Pustaka
organisasinya. Dan organisasi pun Alfred, D., Yarbrough, S., Martin, P.,
masih belum memandang perawat Mink, J., Lin, Y.-H., & Wang, L.
sebagai aset masa depan bagi S. (2013). Comparison of
organisasi. professional values of Taiwanese
Mata rantai yang berperan and United States nursing students.
penting dalam hal ini adalah Kepala Nursing Ethics, 20(8), 917–26.
Bidang Keperawatan. Sebagai middle http://doi.org/10.1177/0969733013
manager seorang Kepala Bidang dapat 484486
melakukan dua pendekatan. Kebawah: Anderson, R. (2013). Stephen Covey,
memastikan nilai-nilai organisasi The 7 habits of highly effective
tertanam dengan kuat dan seluruh people. Alberta Law Review, 50(4),
pegawai (termasuk perawat) telah 908.
memberikan kontribusinya kepada http://doi.org/10.1215/0961754x-
organisasi. Sedangkan keatas: 2010-055
memastikan bahwa organisasi telah Barbe, T. (2015). Preliminary
merasakan manfaat dari kontribusi- Psychometric Analysis of the
kontribusi yang diberikan dari bawah Modified Perceived Value of
dan memastikan organisasi memenuhi Certification Tool for the Nurse
kewajibannya. Tanpa imbal hasil yang Educator. Nursing Education
sesuai dan sepadan maka perilaku Perspectives, 36(4), 244–248.
disfungsional akan berkembang. http://doi.org/10.5480/14-1429
Chopra, P. (2015). Achieving a
Conclusion Cohesive Organizational Culture.
Talent Development, (July), 54–58.
Menyelaraskan kinerja Christina, M. (2012). Mutu Pelayanan
pelayanan dalam sebuah organisasi Kesehatan. UGM.
rumah sakit adalah sebuah tantangan Conger, M., Knuth, M., & McDonald, J.
sekaligus kewajiban apabila perawat (2014). Creating a Culture for
ingin eksistensinya bermakna bagi Value Measurement. Healthcare
organisasi. Penanaman nilai-nilai Financial Management, 55–62.
profesionalisme harus diselenggarakan Covey, S. (2012). Covey’sIdeas ,
baik dalam konteks internal profesi Influence Will Live on New
keperawatan (melalui forum komite Digital. NT, (September), 13.
keperawatan rumah sakit) maupun Ellsworth, J. B., Harris, P. R., & Moore,
dalam konteks interaksi perawat dengan S. L. (2011). The Purpose Project:
rumah sakit sebagai sebuah organisasi. Of School Reform, Covey, and
Hubungan simbiosis mutualisme Sun Tzu: The Conversation
antara perawat dan organisasi yang Begins. TechTrends, 55(5), 20–23.
dipagari oleh nilai-nilai dan budaya http://doi.org/10.1007/s11528-011-
organisasi, akan terwujud jika pengelola 0523-7
pelayanan keperawatan mulai Fagermoen, M. S. (1997). Professional
mengambil peran dalam menanamkan identity: values embedded in
nilai-nilai dan budaya yang telah meaningful nursing practice.
didesain oleh top managerorganisasi ke Journal of Advanced Nursing,

100 Jurnal Manajemen Keperawatan . Volume 2, No. 2, November 2014; 94-102


25(3), 434–441. Inap Rumah Sakit (Clinical
http://doi.org/10.1046/j.1365- Nursing Career Model
2648.1997.1997025434.x Development in Inpatient Units of
Faithfull, S., & Hunt, G. (2005). Hospital). Jurnal Kedokteran
Exploring Nursing Values in the Brawijaya, 28(1), 58–63.
Development of a Nurse-Led Kreitner, R., & Kinicki, A. (2014).
Service. Nursing Ethics, 12(5), Perilaku organisasi. (D. A. Halim,
4400–452. Ed.) (9th ed.). Jakarta: Salemba
Ghorbanhosseini, M. (2013). the Effect Empat.
of Organizational Culture, Li, H. C., Wang, L. S., Lin, Y. H., &
Teamwork and Organizational Lee, I. (2011). The effect of a peer-
Development on Organizational mentoring strategy on student
Commitment: the Mediating Role nurse stress reduction in clinical
of Human Capital. Utjecaj practice. International Nursing
Organizacijske Kulture, Timskog Review, 58(2004), 203–211.
Rada I Razvoja Organizacije Na Masriani. (2006). Komite keperawatan
Predani Rad U Organizaciji: di Badan Rumah Sakit Umum Kota
Posrednička Uloga Ljudskog Palu Provinsi Sulawesi Tengah.
Kapitala., 20(6), 1019–1025. Universitas Gadjah Mada.
Retrieved from Moorhead, G., & Griffin, R. W. (2013).
http://search.ebscohost.com/login.a Perilaku Organisasi: manajemen
spx?direct=true&db=a9h&AN=93 sumber daya manusia dan
360282&site=ehost-live organisasi. (D. A. Halim, Ed.) (9th
Graduates, N., Professionals, S., LeDuc, ed.). Jakarta: Salemba Empat.
K., & Kotzer, M. (2009). Ndraha, T. (2010). Budaya Organisasi.
BRIDGING THE GAP : A Jakarta: Rineka Cipta.
Comparison of the Professional Neagu, E. R., & Nicula, V. (2012).
Nursing Values. Nursing Influence of Organizational
Education Perspectives, 30(5), Culture on Company Performance.
279–284. Management and Economics, 6(1),
Gray, D. P., & Thomas, D. J. (2006). 65–77.
Critical Reflections on Culture in Ostroff, C., Kinicki, A., & Tamkins, M.
Nursing. Journal of Cultural (2003). Organizational Culture and
Diversity, 13(2). Climate. In W. C. Borman, D. R.
Horton, K., Tschudin, V., & Forget, A. Ilgen, R. J. Klimoski, & I. B.
(2007). The Value of Nursing : a Weiner (Eds.), Handbook of
literature review. Nursing Ethics, Psychology (12th ed.). John Wiley
14(6). & Sons, Inc.
Kompas. (2015). Kinerja Perawat Robbins, S. P. (2009). Perilaku
Belum Optimal. Retrieved October Organisasi. (D. Sunardi, Ed.) (12th
2, 2015, from ed.). Jakarta: Salemba Empat.
http://print.kompas.com/baca/2015 Saragih, B. (2005). Kondisi dan
/07/29/Kinerja-Perawat-Belum- Sinergisme Komite Medik dan
Optimal Komite Keperawatan pada Rumah
Kornela, F., Hariyanto, T., & Sakit Umum Daerah di Propinsi
Pusparahaju, A. (2014). Jambi. Universitas Gadjah Mada.
Pengembangan Model Jenjang Schein, E. H. (2004). Organizational
Karir Perawat Klinis di Unit Rawat Culture and Leadership. Jossey-

Mentoring Budaya Organisasi Oleh Manajer Keperawatan 101


Kusnadi Jaya
Bass Business & Management yang perlu diketahui setiap
Series (13th ed.). San manajer. (R. P. Hilabi, Ed.) (02
Francisco,USA: Jossey-Bass. ed.). Jakarta: Penerbit Erlangga.
http://doi.org/10.1007/s13398-014- Wahyuni, S. (2007). Analisis
0173-7.2 Kompetensi Kepala Ruang Dalam
Schein, E. H. (2010). Organizational Pelaksanaan Standar Manajemen
Culture and Leadership (4th ed.). Pelayanan Keperawatan Dan
San Fransisco: John Wiley & Sons, Pengaruhnya Terhadap Kinerja
Inc. Perawat Dalam
Shaw, H. K., & Degazon, C. (2008). Mengimplementasikan Model
Integrating the core professional Praktik Keperawatan Profesional
values of nursing: a profession, not Di Instalasi Rawat Inap BRSUD
just a career. Journal of Cultural Banjarnegara. Universitas
Diversity, 15(1), 44–50. Diponegoro.
Van Asen, M. (2013). Key Management
Models : 60 model manajemen

102 Jurnal Manajemen Keperawatan . Volume 2, No. 2, November 2014; 94-102

Anda mungkin juga menyukai