Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak
memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang
terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin,
dapat penulis simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta
memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang
lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan
apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta
kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat
dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama
lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa
kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah
itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang
dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya
kepemimpinan yang akan diterapkan.
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu
fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang
bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi
dan menyediakan fasilitasnya.
Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing,
staffing, directing, commanding, controling, dsb.
1. Teori Genetis
Inti dari ajaran teori ini tersimpul dalam sebutan : “leaders are born and not made”.
Teori ini mengatakan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia telah
dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan yang alami. Pemimpin itu tidak dibuat
melainkan dilahirkan. Jadi dapat dikatakan bahwa pemimpin itu ada dengan membawa
bakat-bakat memimpin yang luar biasa sejak ia dilahirkan. Dalam teori ini dikatakan
bahwa dia ditakdirkan untuk menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi yang
bagaiamanapun juga.
Seseorang bisa menjadi pemimpin karena kelahirannya. Sejak ia lahir, bahkan sejak ia
di dalam kandungan, ia telah ditakdirkan untuk menjadi pemimpin. Pelbagai
pengalaman dalam hidupnya akan semakin melengkapinya untuk menjadi pemimpin
di kemudian hari. Teori ini mengatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin
karena keturunan. Karena orang tuanya menjadi pemimpin, maka anaknya juga
menjadi pemimpin. Kalau orang tuanya dulu tidak menjadi pemimpin, maka
dipandangnya orang tidak cakap menjadi pemimpin. Teori ini biasanya dianut dan
hidup dikalangan kaum bangsawan. Misalnya di Yogyakarta yang dapat menjadi
Sultan (Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta) hanyalah keturunan Sultan Yogyasaja.
Seseorang bisa menjadi pemimpin karena mewarisi posisi atau jabatan kepemimpinan
dari orang tuanya. Teori ini biasanya berlaku pada zaman dinasti kekaisaran atau
kerajaan. Kadang-kadang yang bersangkutan tidak memenuhi syarat untuk bisa
menjadi pemimpin, tetapi karena ketentuan dinasti itulah, maka ia tetap bisa menjadi
pemimpin. Tidak heran jika kemudian timbul pelbagai masalah akibat
ketidakmampuan tersebut.
2. Teori Sosial
Inti ajaran teori sosial ini ialah bahwa “leaders are made and not born”, jadi merupakan
kebalikan dari teori genetis. Teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan
bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila memang disiapkan dan diberikan
pendidikan atau pengalaman yang cukup, di samping juga atas kemauannya sendiri.
Teori ini mengungkapkan bahwa pemimpin itu disiapkan, di didik, dan di bentuk
melalui pelatihan dan tidak begitu saja dilahirkan. Setiap orang bisa menjadi pemimpin
melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan dari diri sendiri.
Seseorang bisa menjadi pemimpin karena pembentukan. Jika ia memiliki keinginan
yang kuat, sekalipun ia tidak dilahirkan sebagai seorang pemimpin, ia bisa menjadi
seorang pemimpin yang efektif. Pemimpin yang baik mengembangkan dirinya melalui
proses tiada henti baik dalam belajar mandiri, pendidikan, pelatihan, dan pengalaman.
Pada hakikatnya semua orang sama dan dapat menjadi pemimpin. Tiap-tiap orang
mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin, hanya saja memiliki kesempatan atau
tidak.
3. Teori Ekologis
Teori ini timbul sebagai reaksi terhadap teori genetis dan teorikejiwaan/sosial yang
pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi seorang pemimpin
yang baik apabila pada waktu lahir telah memiliki bakat kepemimpinan, dan bakat
tersebut kemudian dikembangkan melalui proses pendidikan yang teratur dan
pengalaman- pengalaman yang memungkinkan untuk mengembangkan lebih lanjut
bakat-bakat yang memang telah dimilikinya itu.
Teori genetis berpendapat, bahwa orang menjadi pemimpin karena memang sudah
ditakdirkan dan teori kejiwaan/sosial mengemukakan bahwa kepemimpinan itu bukan
ditakdirkan, akan tetapi dibentuk oleh pengaruh lingkungan, maka teori ekologis
mengakui kedua-duanya, artinya bahwa seseorang itu hanya akan bisa menjadi
pemimpin yang baik apabila pada waktu lahir telah memiliki bakat-bakat
kepemimpinan dan bakat-bakat itu kemudian diasah melalui pendidikan.
Semua teori di atas dapat digunakan dalam pemunculan seorang pemimpin, tergantung
pada situasi dan kondisi yang ada. Seseorang yang memang “ditakdirkan” sebagai
pemimpin pun, jika tidak bersedia mengembangkan diri dalam pelbagai proses yang
melengkapi dirinya, tidak akan bisa memimpin dengan baik. Tetapi semua bakat
pemimpin itu tidak ada gunanya jika ia tidak diberi kesempatan untuk memimpin.
Adanya kesempatan yang diberikan akan sangat menolong. Menurut Ordway Tead,
timbulnya seorang pemimpin itu karena:
Membentuk diri sendiri (self constituted leader, self made man, born leader).
Dipilih oleh golongan. Ia dipilih karena jasa-jasanya, karena kecakapannya,
keberaniannya dan sebagainya terhadap organisasi.
Ditunjuk oleh atasan. Ia menjadi pemimpin karena dipercaya dan disetujui oleh
pihak atasan.
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana
kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta
menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini
akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.
Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang
tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai
kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya
memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pengikutnya.
Teori ini mempercayai bahwa pemimpin memiliki cara yang bervariasi karena mereka
memiliki karakteristik atau disposisi yang sudah melekat dalam dirinya. Teori tentang
analisis kepemimpinan berdasarkan ciri yang dalam bahasa inggris dikenal dengan
"traits theory" memberi petunjuk bahwa ciri-ciri ideal tersebut ialah:
Pengetahuan umum yang luas
Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang
Sifat inkuisitif
Kemampuan analitik
Daya ingat yang kuat
Kapasitas integratif
Keterampilan berkomunikasi secara efektif
Keterampilan mendidik
Rasionalitas
Objektivitas
Pragmatisme
Kemampuan menentukan skala prioritas
Kemampuan membedakan yang urgen dan yang penting
Rasa tepat waktu
Rasa kohesi yang tinggi
Naluri relevansi
Keteladanan
Kesediaan menjadi pendengar yang baik
Adaptabilitas
Fleksibilitas
Ketegasan
Keberanian
Orientasi masa depan
Sikap yang antisipatif
Teori kepemimpinan berdasarkan ciri-ciri ternyata tidak bebas dari kelemahan tertentu,
yang terpenting di antaranya ialah adanya asumsi bahwa jika seseorang pemimpin
memiliki ciri-ciri tersebut, ia dengan sendirinya akan menjadi pemimpin yang efektif.
Tidak demikian halnya dengan teori kepemimpinan berdasarkan ciri-ciri terlalu
menekankan pandangan bahwa bakat yang dibawa sejak lahir merupakan jaminan
keberhasilan seseorang menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannya.
Kelemahan lain dari teori kepemimpinan berdasarkan ciri-ciri ialah adanya anggapan
bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dialihkan in toto dari satu situasi
organisasional ke situasi organisasional yang lain dengan tingkat keberhasilan yang
sama. Dengan kata lain, terdapat pandangan bahwa keberhasilan seseorang memimpin
satu organisasi sudah merupakan jaminan mutlak untuk keberhasilannya memimpin
organisasi yang lain, meski pun tujuan, misi, fungsi, sasaran, dan kegiatannya berbeda
Perbedaan yang paling mendasar antara teori karakter dan teori perilaku adalah terletak
pada asumsi yang mendasarinya. Jika teori karakter yang benar, maka pada dasarnya
kepemimpinan dibawa dari lahir. Sedangkan jika teori perilaku yang benar, maka
kepemimpinan bisa diajarkan atau ditanamkan
Salah satu model kepemimpinan yang paling banyak digunakan dewasa ini adalah yang
berdasarkan teori situasional yang dikembangkan oleh paul harsey dan ken blanchard.
Teori ini terkadang disebut "teori kontijensi" kepemimpinan. Teori ini sangat menarik
untuk didalami karena paling sedikit tiga alasan, yaitu: penggunaannya yang meluas,
daya tariknya secara intuitif dan karena tampaknya didukung oleh pengalaman didunia
nyata.
"Menjual,"
Jika seorang pemimpin berperilaku "menjual" berarti bertitik tolak dari
orientasi perumusan tugasnya secara tegas digabung dengan hubungan atasan-
bawahan yang bersifat intensif.
Melakukan pendelegasian.
Seorang pemimpin dalam menghadapi situasi tertentu dapat pula menggunakan
perilaku berdasarkan orientasi tugas yang rendah digabung dengan intensitas
hubungan atasan-bawahan yang rendah pula.
Teori sifat 1940- Terdapat sejumlah sifat atau Teori sifat cenderung
1950 karakteristik tertentu yang deterministic, yaitu
berkaitan dengan keberhasilan mengatribusi seluruh aspek
dan kegagalan dari pemimpin kepemimpinan dan cenderung
mengabaikan pengaruh lingkungan
serta pentingnya perilaku yang
dipelajari
Tidak menyinggung pengikut atau
hubungan antara pemimpin dan
pengikut
Tidak semua sifat dapat
diidentifikasi dengan baik apakah
merupakan factor bawaan atau
perilaku yang dapat dipelajari
Semua pendekatan sifat berasumsi
bahwa hanya ada satu cara terbaik
untuk menjadi pemimpin
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang
pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil
yang tinggi pula.
2. Teori Kewibawaan Pemimpin
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus
bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
4. Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif
antara pemimpin dengan pengikutnya.
Fielder berpendapat bahwa tipe kepemimpinan yang berorientasi pada tugas bisa
berhasil dalam situasi yang sangat menyenangkan.
“di dalam kondisi-kondisi yang sangat menyenangkan di mana pemimpin mempunyai
kekuasaan, dukungan informal, dan tugas yang relatif tersusun secara baik, maka
kelompok siap untuk diarahkan dan meminta di perhatikan berbuat apa saja. Ambillah
contoh kapten sebuah penerbangan di saat terakhir mau mendarat. Kita sulit meminta
kepadanya untuk berdiskusi terlebih dahulu dengan anak buahnya memperdebatkan
bagaimana caranya mendarat”.
Teori ini menggunakan kerangka teori motivasi. Menurut versi House teori path goal
memasukkan empat tipe kepemimpinan yaitu:
Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang
otokratis
Kepemimpinan yang mendukung. Tipe ini mempunyai kesediaan untuk
menjelaskan sendiri, bersahabat, dan mempunyai perhatian kemanusiaan
kepada para bawahan
Kepemimpinan partisipatif. Pada tipe ini pemimpi berusaha meminta saran-
saran dari bawahannya
Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan ini
menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk
berpartisipasi.
9. Teori Psikologis
Teori ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah memunculkan dan
mengembangkan sistem motivasi terbaik untuk merangsang kesediaan bekerja para
anak buahnya guna mencapai sasaran-sasaran organisatoris maupun untuk memenuhi
tujuan-tujuan pribadi. Pemimpin pada teori ini mementingkan aspek-aspek psikis
manusia seperti pengakuan, martabat, status sosial, kepastian emosional, dan lain-lain.
Penganut teori ini merumuskan tesis leader are made, pemimpin itu dapat diciptakan
atau dipersiapkan secara khusus, musalnya melalui pendidikan dan pelatihan.
Menurut teori ini, para pengikut harus berusaha sekuat mungkin dan bekerja dengan
penuh gairah, sedangkan pemimpin akan membimbing dengan sebaik-baiknya melalui
kebijakan tertentu. Teori suportif ini biasa dikenal dengan teori partisipatif atau teori
kepemimpinan demokratis.
Pemimpin pada teori ini sebenarnya tidak mampu mengurus, dan menyerahkan
tanggung jawab serta pekerjaan kepada bawahannya. Pada teori ini, pemimpin adalah
seorang ketua yang bertindak sebagai simbol, dan biasanya tidakmemiliki ketarampilan
teknis.
Kepemimpinan jenis ini akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau pola
kelakuan para pemimpinnya. Pemimpin dalam kategori ini harus mampu mengambil
langkah-langkah yang paling tepat untuk suatu masalah. Masalah sosial itu tidak akan
pernah identik sama didalamruntunan waktu yang berbeda.
Cikal bakal seorang pemimpin dapat diprediksi dan dilihat dengan melihat sifat,
karakter, dan perilaku orang-orang besar yang tersebut sudah sukses dalam
menjalankan kepemimpinannya. Dengan demikian, ada beberapaciri-ciri unggul
sebagai predisposisi yang diharapkan akan dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu
memiliki inteligensi, memiliki daya persuasif dan keterampilan komunikatif, memiliki
kepercayaan diri, peka, kreatif, mau memberikan partisipasi sosial yang tinggi dan lain-
lain.
Fungsi kepemimpinan manurut teori ini yaitu merealisasi kebebasan manusia dan
memenuhi setiap kebutuhan insani yang dicapai melalui interaksi pemimpin dengan
rakyat. Untuk melakukan hal ini, perlu adanya organisasi yang baik dan pemimpin mau
memperhatikan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Organisasi tersebut berperan
sebagai sarana untuk melakukan kontrol sosial agar pemerintahan melakukan
fungsinya dengan baik, serta memerhatikan lemampuan dan potensi rakyat.
Proses begitu cepat dan luas menuntut perubahan bahwa “perubahan dan perbaikan”
dilakukan sebagai sebuah proses yang berkelanjutan, sehingga konsep kepemimpinan
yang berbeda diperlukan. Kepemimpinan transformasional dianggap menunjukkan
jalan. Pemimpin transformasional tidak hanya mengelola struktur dan tugas, tetapi
berfokus pada orang-orang yang membawa mereka kerjasama dan berkomitmen.
Mereka mencoba untuk secara aktif mempengaruhi “budaya” dari sekolah sehingga
memungkinkan untuk lebih merangsang kerjasama, koherensi dalam belajar dan
bekerja lebih bebas.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori
kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership
Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap
filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang
pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam
mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas
dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu.
Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif,
dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan.
Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward
(baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah digunakan gaya kepemimpinan
yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau
punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini
dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan
kerugian manusiawi.
Diantara gaya kepemimpinan tersebut yaitu:
Otokratis
Partisipasif
Demokrasi
Kendali Bebas
Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang diterapkan,
yaitu gaya konsideral dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan
orientasi tugas. Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan
kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya
kepemimpinan yang dominan. Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas
yang terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap membuat
orang – orang sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang.
Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang
mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini
dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain
adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah
Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum
memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau
apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan
apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian,
biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat
menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses
pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses
yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan
dengan detil yang sudah dikerjakan.
Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan
tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung
proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan.
Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman
dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan
kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu
membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
Supporting
Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya
bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak
memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses
pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan
berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan
telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini
kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih
melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan
saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.
Delegating
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang
dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik
apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga
kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas
kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat
tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari
bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”.
Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus
menyesuaikan keadaan dari orang – orang yang dipimpinnya.
Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya
perilaku staf / individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai efektivitas
organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan
tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situasional lesdership,sebagaimana
telah disinggung di atas. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk dapat
mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga
kemampuan khusus yakni :
Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat
pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu
kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat
berdasarkan analisa terhadap situasi.
Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk
menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita
terapkan.
Sebuah penelitian yang dilaukan oleh para peneliti dari universitas of michigan
menemukan bahwa terdapat tiga jenis perilaku kepemimpinan efektif, yaitu:
Perilaku yang berorientasi tugas
Para pemimpin yang efektif tidak menggunakan waktu dan usahanya dengan
melakukan pekerjaan yang sama seperti bawahannya. Sebaliknya, para
pemimpin yang efektif berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang berorientasi
pada tugas seperti merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasikan
kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan dan bantuan
teknis yang dibutuhkan.
Kepemimpinan partisipatif
Para pemimpin yang efektif lebih banyak menggunakan supervisi kelompok
daripada mengendalikan tiap bawahan sendiri-sendiri. Pertemuan kelompok
memudahkan partisipasi bawahan dalam mengambil keputusan, memperbaiki
komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik.
Peran pemimpin dalam pertemuan kelompok yang utama adalah harus
memandu diskusi dan membuatnya mendukung, konstruktif, dan berorientasi
pada pemecahan masalah.
SUMBER
Danim, Sudarwan. 2012. Motivasi, Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta:
Rineka Cipta
Kartono, Kartini. 2008. Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah kepemimpinan
abnormal itu?. Jakarta: Rajawali Press
Siagian, Sondang P. 2003. Teori Dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta
Sinagar, Sondang.P. 1998. Teori dan Praktek kepemimpinan. Jakarta: PT RINEKA
CIPTA
Fatah, Nanang. 2008. “Landasan Manajemen Pendidikan”. Bandung : Remaja Rosda
Karya.
http://www.mediapendidikan.info/2010/09/permendiknas nomor 13 tahun 2007.html
Sutikno, M. Sobri. 2010. “Pengelolaan Pendidikan”. Bandung : Prospect Bandung.