Anda di halaman 1dari 10

MENERAPKAN SISTEM KEPEMIMPINAN PROFESIONAL DALAM AKTIVITAS

SYARIAH ENTREPRENEURSHIP

ABSTRAK
Kajian ini mendeskripsikan mengenai definisi kepemimpinan Islam, teori kepemimpinan
entrepreneurship, dan kepemimpinan Islamic entrepreneurship. Kajian ini dilakukan dengan
menggunakan studi kepustakaan (library research). Teknik pengumpulan data yang digunakan
yaitu dengan melakukan telaah dan mengeksporasi jurnal, buku dan dokumen pendukung lainnya
yang relevan dengan kajian ini.

PENDAHULUAN
Menurut Kartono (2004), kepemimpinan muncul bersama-sama adanya peradaban
manusia yaitu sejak zaman nabi dan nenek moyang manusia yang berkumpul bersama, kemudian
bekerja bersama-sama untuk mempertahankan eksistensi hidupnya yang menantang kebuasan
binatang dan alam di sekitarnya. Sejak itulah terjadi kerja antarmanusia dan ada unsur
kepemimpinan. Pada saat itu pribadi yang ditunjuk sebagai pemimpin ialah orang-orang yang
paling kuat, paling cerdas dan paling berani. Seorang pemimpin adalah orang yang
mengarahkan, mempengaruhi, dan memimpin orang lain (bawahan dan pengikut) untuk
mencapai tujuan. Pemimpin dapat dikatakan baik apabila memiliki sikap kepercayaan diri,
menciptakan visi dan memotivasi orang lain untuk mencapai visi mereka. Menurut James M.
Black dalam Rivai (2009) menyatakan bahwa kepimpinan adalah kemampuan meyakinkan orang
lain supaya bekerja sama dibawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai atau
melakukan suatu tujuan tertentu. (Arifah et al., 2020)

Hampir seluruh umat manusia di seluruh belahan dunia, khususnya umat Islam
mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Nabi akhir zaman yang telah diangkat oleh
Allah SWT menjadi utusan (Rasulnya) untuk memimpin umat manusia dan membimbing untuk
selalu berada di jalan Allah SWT. Sifat kepemimpinannya yang jujur, dan amanahnya dalam
segala hal, melahirkan kesenangan dan kepercayaan penuh terhadap dirinya dari semua orang
yang berinteraksi dengannya, tak terkecuali kerabat dan orang yang memusuhinya. Dan sangat
pantaslah beliau diaulic Al- Shiddiq yang berarti benar ( dalam perkataan dan perbuatannya) dan
Al- Amin yang berarti (dapat dipercaya).

Nabi Muhammad SAW tak hanya dari segi kepemimpinan beliau ,tetapi juga dari
kehidupan sehari-hari beliau sebagai entrepreneurship yang sukses. Jiwa entrepreneur beliau
telah dibangun sejak beliau berumur 12 tahun yang pada ketika itu paman beliau, Abu Thalib
telah mengajak melakukan perjalanan bisnis di Syam yang meliputi negeri Syiria, Jordan, dan
Lebanon. Sebagai seorang anak yatim piatu yang tumbuh besar bersama pamannya beliau dilate
untuk tumbuh menjadi wirausahawan yang mandiri. Hingga beliau mencapai puncak keemasan
entrepreneurship nya pada usia 20-25 tahun. (Rizqi Fajar Adi Nugroho, n.d.)

Dalam pembahasan ini, melihat era sekarang cukup sulit untuk menemukan sosok
pemimpin yang professional, maka dari itu artikel ini akan membahas mengenai bagaimana
menerapkan sistem kepemimpinan professional dalam aktivitas syariah entrepreneurship.

PEMBAHASAN
Definisi kepemimpinan islam

Kepemimpinan dalam bahasa inggris disebut Leadership dan dalam bahasa arab disebut
Zi’amah atau Imamah. dalam terminologi yang dikemukakan oleh Marifield dan Hamzah.
Kepemimpinan adalah menyangkut dalam menstimulasi, memobilisasi, mengarahkan,
mengkoordinasi motif-motif dan kesetiaan orang-orang yang terlibat dalam usaha bersama
(F.Charis et al., 2020)

Begitu urgensinya posisi kepemimpinan tersebut, sehingga dalam pandangan Islam,


kepemimpinan merupakan Amanah dan tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggung
jawabkan kepada anggota-anggota yang dipimpinnya, tetapi juga akan dipertanggung jawabkan
di hadapan Allah. Sehingga pertanggung jawaban kepemimpinan dalam Islam tidak hanya
bersifat horizontal- formal sesama manusia, tetapi bersifat vertikal-moral, yakni tanggungjawab
kepada Allah di akhirat nanti. Seorang pemimpin akan dianggap lolos dari tanggung jawab
formal dihadapan orang-orang yang dipimpinnya, tetapi belum tentu lolos ketika ia bertanggung
jawab dihadapan Allah. Kepemimpinan sebenarnya bukan sesuatu yang mesti menyenangkan,
tetapi merupakan tanggungjawab sekaligus amanah yang amat berat yang harus diemban dengan
sebaik-baiknya. Allah berfirman dalam QS al-Mu’minun:

Artinya : Dan orang-orang yang memelihara amanah (yang diembankannya) dan janji
mereka, dan orang-orang yang memelihara sholatnya, mereka itulah yang akan mewarisi
surga firdaus, mereka akan kekal didalamnya.

Seorang pemimpin harus bersifat amanah, sebab ia akan diserahi tanggung jawab. Jika
pemimpin tidak mempunyai sifat amanah, maka mudah terjadi penyalahgunaan jabatan dan
wewenang kepada hal-hal yang tidak baik. Itulah sebabnya Rasulullah saw mengingatkan agar
menjaga amanah kepemimpinan, sebab hal itu akan dipertanggungjawabkan, baik di dunia
maupun di akhirat. Rasulullah bersabda:
kullu kum ra’in wa kullu kum mas-ulun ‘an ra’iyyatuhu (setiap kalian adalah pemimpin,
dan akan dimintai pertanggungjawaban atas orang-orang yang dipimpinnya.’) (HR.
Bukhori).(Shalihah, 2015)
Islam menentukan karakterkarakter seorang pemimpin, karena di dalam Islam setiap
pemimpin harus sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Hadits.11 Jadi pimpinan yang ada di dalam
Islam itu adalah pimpinan yang informal yaitu pimpinan yang diangkat tidak berdasarkan
pengangkatan resmi seperti pimpinan suatu negara, partai politik, perusahaan, lembaga
pendidikan dan lain-lain. Tetapi yang menjadi dasar pengangkatannya adalah sifat-sifat yang
dipunyai sungguhsunguh memiliki kharismatik ke-Islamannya. Sehingga dari kedua kategori
tersebut dapat dilihat bahwa kepemimpinan Islam ditentukan oleh aturan-aturan kepemimpinan
yang harus dijalankan sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits. Tidak ada pemutusan hubungan kerja
(PHK) dalam kepemimpinan Islam sepanjang kharismatik keislamannya masih bisa
dipertahankan. (F.Charis et al., 2020)

Teori kepemimpinan entrepreneurship

Seorang entrepreneur mesti mempunyai sifat kepemimpinan, kepeloporan, keteladanan. Ia


senantiasa menampilkan produk dan jasa-jasa baru dan berbeda sehingga bisa menjadi pelopor
baik dalam proses produksi maupun marketing serta memanfaatkan perbedaan sebagai nilai
tambah.
Menurut G.R. Terry dalam Abbas (2009) ada delapan teori kepemimpinan, yaitu :

1. The Theory Autocratic


Menurut teori ini, kepemimpinan didasarkan atas perintah- perintah dan pemaksaan
terhadap bawahannya. Seorang pemimpin melakukan pengawasan yang ketat terhadap
semua pekerja staf, agar dapat berjalan secara efisien. Pemimpim yang menerapkan teori
otokratis senang meberikan intruksi mengenai apa yang harus dilakukan dan harus
dipatuhi oleh pegawainya dengan melaksanakan sesuai dengan petunjuk atau perintah
yang diberikan.
2. Teori psikologis (the psychological theories)
Pada teori memperlihatkan fungsi dari seorang pemimpin yaitu dengan mengembangkan
sistem motivasi terbaik, untuk memberi stimulus supaya bawahan atau staf bersedia
bekerja. Pemimpim menstimulus bawahannya agar mereka bekerja kearah pencapaian
sasaran organisasi maupun untuk tujuan-tujuan pribadi. Kepemimpinan yang dapat
memotivasi orang lain, akan sangat mementingkan aspek-aspek psikis manusia, seperti;
pengakuan, kepastian, emosional, memperhatikan kebutuhan dan keinginan staf,
penghargaan, kegairahan kerja, minat, suasana hati, dan sebagainya.
3. Teori suportif ( the supportive theories)
Teori ini beranggapan bawha para pengikut ngin berusaha sebaik-baiknya dan pemimpin
dapat membimbing mereka dengan sebaik-baiknya melalui tindakan-tindakan tertentu.
Untuk maksud tersebut, pemimpin menciptakan suatu lingkaran kerja yang membantu
mempertebal kemauan setiap anggota kelompoknya, untuk melaksanakan pekerjaan
sebaik mungkin, berkenan bekerjasama dengan pihak lain, mau meningkatkan skillnya
dan memiliki motivasi yang kuat untuk mewujudkan tujuan organisasi. Teori ini sering
dikenal dengan teori partisipatif atau teori kepemimpinan demkratis.
4. Teori sosiologis (the sociological theories)
Pada teori ini, kepemimpinan dianggap sebagai usaha- usaha untuk melancarkan
hubungan antar relasi dalam suatu organisasi. Melalui teori ini penyelesaian konflik
organisasi dapat diatasi antar anggota kelompok, guna tercapainya kerjasama yang baik.
Pemimpin menentukan tujuan-tujuan dengan menyertakan para pengikut dalam
pengambilan keputusan terakhir. Pemimpin menetapkann tujuan dan petunjuk yang
diperlukan bagi staf untuk melakukan setiap tindakan, berkaitan dengan kepentingan
organisasinya. Setiap anggota kelompok mengetahui hasil apa, keyakinan apa, dan
kelakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh pemimpin dan kelompoknya. Pemimpin
diharapkan dapat mengambil tindakan-tindakan korektif apabila terdapat sesuatu yang
salah atau menyimpang dalam organisasi.
5. Teori laissez faire ( the theory laissez faire)
Kepemimpinan laissez faire ditampilkan oleh seorang tokoh ketua dewan yang
sebetulnya tidak mampu mengurus, dan dia menyerahkan semua tanggung jawab kepada
bawahannya atau anggota organisasinya. Dalam prakteknya, seorang pemimpin yang
menerapkan teori laissez faire biasanya tidak memiliki ketrampilan teknis. Sedangkan
kedudukan sebagai pemimpin dimungkinkan oleh sistem nepotisme ataupun penyuapan.
Jika dia memiliki ketrampilan teknis, namun disebabkan oleh karakternya yang lemah
dan tidak berpendirian atau tidak berprinsip, maka semua itu akan mengakibatkan tidak
adanya kontrol dan kewibawaan dirinya.
Dalam kepemimpinan laissez faire, seorang pemimpin tidak memiliki kemampuan
mengkoordinasikan semua pekerjaan, dan tidak mempunyai kekuatan menciptakan
suasana kerja yang kooperatif. Akibatnya, suatu organisasi labil, kocar-kacir, atau identik
dengan kapal yang kehilangan nakhodanya. Pemimpin yang menerapkan prinsip laissez
faire pada intinya bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian yang sebenarnya.
6. Teori kelakuan pribadi (the theory personal behavior)
Kepemimpinan akan muncul berdasarkan kualitas-kualitas atau pola kelakuan para
pemimpinnya. Teori ini menjelaskan, bahwa seorang pemimpin senantiasa mengambil
tindakan yang sama dalam setiap situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, seorang
pemimpin harus mampu bersikap fleksibel, memiliki daya elastis tinggi, karena sebagai
pemimpin harus mampu mengambil langkahlangkah elegan terhadap suatu masalah dan
semua kalangan. Penyelesaian masalah sosial tidak akan pernah identik dalam rentang
waktu yang berbeda. Pola tingkah laku pemimpin tersebut berkaitan dengan; (a). Bakat
dan kemampuannya, (b). Situasi dan kondisi yang dihadapi, (c). keinginan untuk
memecahkan dan memutus permasalahan yang muncul dan, (d). Derajat supervisi dan
ketajaman evaluasi.
7. Teori sifat (the theory of characteristic)
Pemimpin dalam teori ini mengedepankan beberapa hal seperti; memiliki inteligensia
tinggi, banyak inisiatif, energik, memiliki kedewasaan emosional, memiliki daya
persuasive, memiliki kepercayaan diri, peka, kreatif, memberikan partisipasi sosial yang
tinggi dan sebagainya
8. Teori situasi (the theory of situation)
Teori ini menjelaskan bahwa, seorang pemimpin harus memiliki daya lentur/fleksibel,
tidak kaku, dan mudah menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan situasi dan
zamannya. Kepemimpinan dalam teori situasi harus bersifat 'multi-dimensional', agar
mampu melibatkan dan menyesuaikan diri terhadap situasi yang cepat berubah. Teori ini
memiliki landasan dasar, bahwa kepemimpinan terdiri atas tiga elemen dasar yaitu;
pemimpin, pengikut, dan situasi. Situasi dianggap sebagai elemen penting karena situasi
dapat memengaruhi pemimpin dan orang yang dipimpinnya.
Ketiadaan kepemimpinan menjadi sumber lahirnya masalah-masalah di
masyarakat, bahkan masalah kemanusiaan secara umum. Pemimpin merupakan pahlawan
(hero), idola (idol), dan insan kamil (rausyan al-fikr), tanpa pemimpin umat manusia
dapat mengalami disorientasi dan alienasi. Ketika masyarakat menginginkan sosok
pemimpin, maka seorang yang mengerti akan kenyataan masyarakatlah yang layak
memikul amanah kepemimpinan. Pemimpin tersebut harus dapat memimpin masyarakat
menuju kesempurnaan yang sesungguhnya (Mu‘min, 2016).
Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang bisa mengelola atau mengatur
organsasi secara efektif dan mampu melaksanakan kepemimpinan secara efektif pula.
Untuk itu pemimpin harus betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang
pemimpin. Karena pemimpin dalam suatu organisasi mempunyai peran penting, tidak
saja secara internal organisasi bersangkutan, namun juga dalam menghadapi berbagai
pihak eksternal organisasi yang kesemuanya dimaksudkan untuk meningkatkan keahlian
organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Peran tersebut dapat
klasifikasikan dalam tiga bentuk, yaitu yang bersifat interpersonal, informasional, dan
dalam kancah pengambilan keputusan (Dr. Kabul Wahyu Utomo, M.Si Rizqon Halal
Syah Aji, Ph.D Havis Aravik, M.SI, 2022)
Kepemimpinan Islamic entrepreneurship

Kepemimpinan sangat penting dalam entrepreneur. Karena kepemimpinan merupakan


proses menuntun perilaku orang lain untuk mencapai tujuan, maka tindakan ini menjadikan
orang lain bertindak dengan mengikuti arah tertentu.(Dr. Kabul Wahyu Utomo, M.Si Rizqon
Halal Syah Aji, Ph.D Havis Aravik, M.SI, 2022) Karakteristik utama pemimpin menurut
perspektif Islam adalah semua wirausaha muslim harus memiliki hubungan yang dekat dengan
bawahan mereka. Islam memiliki nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang entrepreneur yang
pada dirinya melekat jiwa kepemimpinan. Ia harus mengarahkan sumber daya manusia di
sekelilingnya untuk mencapai tujuan bisnisnya secara efektif dan efisien. Jiwa kepemimpinan
yang berdasarkan nilai-nilai Islam akan menjadi kekuatan bagi dirinya dalam mengembangkan
bisnis .(Arifah et al., 2020)

Selain itu, menurut Abdul Aziz Yusof (2010), seorang pemimpin dalam konteks
kewirausahaan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan. Ini karena banyak perubahan telah
terjadi di banyak bidang baru-baru ini, maka pengusaha perlu berbagi pengetahuan dan
keterampilan mereka kepada orang lain. Selain itu, para pemimpin juga harus dapat melakukan
beberapa pemikiran cepat dalam membuat keputusan terutama mengenai masalah yang terkait
dengan Isu saat ini. Pengusaha yang menjadi pemimpin harus menunjukkan contoh yang baik
untuk usaha mereka. Islam menyerukan kepada para pengusaha Muslim untuk memberikan
beberapa contoh yang baik kepada karyawan mereka.(Arifah et al., 2020)

Adapun sifat kepemimpinan Islamic Entreprenuer adalah sebagai berikut:

1. Berani. Seorang islamic entrepreneur harus berani. Berani untuk memulai bisnis
walaupun dengan nol modal. Karena bisnis tidak harus dimulai dengan uang, melainkan
dengan ide dan bagaimana merealisasikan gagasan tersebut menjadi uang. Keberanian
bagi seorang islamic entrepreneur akan tumbuh jika ia mampu menyikapi risiko
kegagalan dengan bijak. Selain itu, keberanian juga akan tumbuh bila ia menyakini
bahwa satu-satunya modal sesungguhnya melekat pada dirinya merupakan karunia dari
Allah SWT dan bersyukur atas itu semua yang diaplikasikan dalam ketaatan dan
kejujuran dalam berbisnis.
2. Tumbuh bersama (ukhuwah). Nilai ukhuwah haruslah menjadi sesuatu yang melekat
dalam jiwa islamic entrepreneur, terutama dalam kaitannya dengan jiwa kepemimpianan
yang melekat pada seorang wirausaha. Hal itu karena pada dasarnya tidak ada seorang
pun yang tidak membutuhkan orang lain. Oleh karena itu, seorang islamic entrepreneur
harus menyadari bahwa kebersamaan dengan orang lain dalam hal apa saja merupakan
sebuah nilai positif bagi dirinya. Realisasi spirit ukhuwah ini dapat diwujudkan dalam
bentuk saling mengasihi dan menyayangi sesama saudara mukmin, saling memberi
bantuan dan pertolongan dalam memenuhi segala kebutuhan, saling berkunjung, saling
menjaga nama baik, kehormatan dan harga diri, serta saling mendoakan dan memohon
ampunan kepada Allah SWT (QS. Al-Hasyr [59]: 10). Ketiga, Pembelajar. Islamic
entrepreneur dituntut untuk selalu aktif mengejar berbagai ketertinggalan yang ada pada
dirinya, terutama yang berhubungan dengan hokum-hukum syar’i dalam praktek
perdagangan yang menjadi concern dirinya. Maka seorang islamic entrepreneur yang
menjadi pembelajar
3. Teladan. Setiap islamic entrepreneur dituntut untuk dapat merealiasikan tujuan utama
Islam, yakni mewujudkan masyarakat Islam sebagai Khaira Ummah, sebaik-baiknya
ummat, yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran (QS. Ali Imran
[3]: 10), dan Ummatan Wahidah, umat yang satu (QS. Al-Baqarah [2]: 213) dalam
bingkai Baldatun thayyibah wa rabbun ghafur; negeri subur, makmur, adil dan aman
(Q.S. Saba' [34]:15).
Maka segala bentuk, sifat, sikap dan prilaku yang melekat pada dirinya dan
aplikasikan dalam aktivitas interaksi dengan manusia lain harus dapat menjadi teladan.
Sebagaimana yang sudah dicontohkan Rasulullah SAW yang menjadi uswatun hanasah
(teladan yang baik) (QS. Al-Ahzab [33]: 21). Teladan tersebut tercermin dari selalu
berkata benar (Shiddiq), dapat dipercaya (amanah), punya kapasitas kecerdasan dan
profesionalitas (fathanah), menyampaikan segala yang ada pada dirinya tanpa mengurai
sedikitpun (tabliqh) dan teguh pada kebenaran (istiqamah).
4. Adil. Islamic entrepreneur dituntut untuk berlaku adil dalam arti yang sebenarnya, tidak
pilih kasih, berat sebelah, melainkan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya atau
sesuai porsinya. Sikap adil menjadi cerminan dari keimanan seseorang. Seorang
pemimpin yang mampu bersikap adil akan tercipta stabilitas keamanan pada orang-orang
yang dipimpinnya. Dalam konteks Negara misalnya, akan jauh dari kekacauan dan
kekerasaan yang berkepanjangan (QS. Hud [11]: 116-119). Ganggungan atas keamanan
negara tetap terkendali dan terjaga untuk membangun program peningkatan ekonomi
rakyat (QS. An-Nisa‘ [4]: 58).
Untuk menjalankan keadilan, seorang pemimpin dituntut mempunyai sifat- sifat
kepemimpinan penunjang lainnya seperti pengetahuan (knowledge), kearifan (wisdom),
kesabaran (patience), kesedarhanaan (simplicity) dan sifat terpuji (commendable nature)
lainnya, sehingga dalam dirinya memang terdapat suatu otoritas yang memungkinkan
dirinya menjalankan kepemimpinann yang adil tersebut

Nabi Muhammad SAW adalah hamba yang diutus dan dipilih Allah SWT untuk
menjadi model atau tauladan bagi semua aspek kehidupan umat sesudahnya. Termasuk
salah satunya dalam hal kepemimpinan. Sesuai dengan sifat yang wajib dimiliki Nabi,
ada empat model kepemimpinan yang melekat pada diri Nabi, yaitu

a. Shiddiq secara etimologi berarti benar, jujur, apa adanya, dan tidak pernah
menyembunyikan sesuatu.
b. Amanah secara etimologi berarti orang yang dapat dipercaya, Nabi Muhammad
sejatinya adalah orang yang dapat dipercaya untuk mengemban suatu
yangdiamanahkan.
c. Tabligh menurut bahasa adalah menyampaikan, atau mengutarakan kepada orang lain
d. Fathanah berarti cerdas, pandai, pintar dan masih banyak lagi arti yang semisal.

Keempat model kepemimpinan Rasulullah yang dikemukakan diatas, yakni


Shiddiq, amanah, tabligh, fathanah, adalah sebuah sifat dan karakter yang terbaik untuk
dijadikan tauladan dalam mengembangkan potensi kepemimpinan individu maupun
kelompok. Nilai-nilai yang terkandung dalam keempat sifat tersebut memiliki kekuatan
yang luar biasa. Keempat sifat tersebut adalah satu kesatuan yang sinergis dan saling
melengkapi. (Dr. Kabul Wahyu Utomo, M.Si Rizqon Halal Syah Aji, Ph.D Havis Aravik, M.SI,
2022)

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan sangat penting
dalam entrepreneur. Karena kepemimpinan merupakan proses menuntun perilaku orang lain
untuk mencapai tujuan, maka tindakan ini menjadikan orang lain bertindak dengan mengikuti
arah tertentu. Entrepreneur yang berhasil merupakan orang yang berhasil memimpin para
bawahannya dengan baik, seorang pemimpin dalam konteks kewirausahaan harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan. Gaya kepemimpinan Islam digambarkan oleh sosok Nabi
Muhammad SAW.

DAFTAR PUSTAKA

Arifah, U., Azizah, A., Salwa, D. K., & Rohyanti, I. (2020). Kepemimpinan Dan Bakat.
LABATILA: Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, 4(1), 1–19.
https://ejournal.iainu-kebumen.ac.id/index.php/lab

Dr. Kabul Wahyu Utomo, M.Si Rizqon Halal Syah Aji, Ph.D Havis Aravik, M.SI, M. (2022).
Islamic Entrepreneurship: Konsep Berwirausaha Ilahiyah. Edu Pustaka, 1–266.

F.Charis, M., Amar, M., Wijongko, D., & A. Faza, M. (2020). “Kategori Kepemimpinan dalam
Islam” Jurnal Edukasi NonFormal. Jurnal Edukasi Nonformal, 1(Kategori Kepemimpinan
dalam Islam), 171–187.

Rizqi Fajar Adi Nugroho. (n.d.). Konsep Dan Praktik Kepemimpinan Islam Dalaam
Kewirausahaan.

Shalihah, M. (2015). Peran Kepemimpinan Islami dalam Peningkatan Manajemen Usaha


Perusahaan. Tahkim, 11(2), 115–129.

Anda mungkin juga menyukai