Anda di halaman 1dari 128

BAB I.

KEPEMIMPINAN DAN INOVATIF

A. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan berasal dari Bahasa Inggris leader yang memiliki arti
pemimpin atau tokoh. Selain itu pemimpin juga memiliki arti secara luas meliputi
proses mempengaruhidalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku
pengikut atau anggota untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya.
Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi. kepemimpinan hanya ada
dalam proses relasi dengan orang lain (para pengikut). Apabila tidak ada pengikut,
maka tidak ada pemimpin. tersirat dalam definisi ini adalah premis bahwa
pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan
berralasi dengan para pengikut mereka.
Kepemimpinan merupakan suatu proses. agar bisa mempimpin, pemimpin
harus melakukan sesuatu. sprti telah diobservasi oleh john gardner (1986-1988)
kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi otoritas
yang diformalkan mungkin sangat mendorong suatu proses kepemimpinan,
namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi
pemimpin.
Kepemimpinan harus membujuk orang lain untuk mengambil tindakan.
Pemimpin membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seoerti menggunakan
otoritas yang terelegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan
sasaran, memberi imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi dan
mengkomonikasikan visi.
Pengertian dari kepemimpinan memiliki banyak sekali pendapat dari para
ahli, hal ini dikarenakan setiap orang memandang pemimpin dari sudut pandang
yang berbeda-beda. Seorang pemimpin memberikan pengaruh kepada anggota
atau bawahan yang dipimpinnya. Setiap anggota tentunya mendapatkan
pengaruh yang berbeda-beda karena pada dasarnya setiap orang memiliki cara
pandang yang berbeda.
Teori tentang kepemimpinan selalu mengalami perubahan dari masa ke
masa. Hal ini dipengaruhi oleh cara pikir orang yang selalu berkembang sehingga
pemahaman atau pengertian dari kepemimpinan selalu berkembang. Pada
dasarnya semua pengertian memiliki kekurangan dan kelebihan karena
disesuaikan dengan situasi dan masalah yang dihadapi.
Teori yang pertama berkembang hingga tahun 1940-an yaitu teori
kepimpinan yang didasarkan pada teori sifat. Pada teori ini seorang pemimpin
haruslah memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan yang bukan pemimpin
Sifat yang dimiliki seorang pemimpin misalnya ambisi dan erergi, keinginan untuk
memimpin, kejujuran dan integritas, rasa percaya diri dan lain-lain Menurut teori
ini sifat seseorang merupakan bawaan dari lahir sehingga seseorang yang tidak
memiliki sifat kepemimpinan tidak dapat menjadi pemimpin yang baik.
Selanjutnya pada tahun 1940-an hingga 1960-an berkembang teori
kepemimpinan berdasarkan pada teori tingkah laku. Pada teori ini tingkah laku
seorang pemimpin berbeda dengan tingkah laku bawahanya atau anggotanya
yang bukan pemimpin. Berdasarkan teori tingkah laku seorang pemimpin dapat
diajarkan sehingga untuk menjadi pemimpin yang baik hanya perlu berusaha dan
berlatih secara terus menerus.
Teori kepemimpinan yang berkembang antara tahun 1960-an sampai
tahun 1970-an teori kemungkinan. Teori ini juga bisa disebut teori situasional,
karena keberhasilan seorang pemimpin tidak berdasarkan sifat atau tingkah laku
akan tetapi dipengaruhi oleh situasi tertentu. Sehingga setiap situasi memerlukan
cara atau gaya yang berbeda-beda untuk mengatasinya.
1. Jenis-jenis kepemimpinan
Menurut Hasibuan (2002) Ada beberapa jenis kepemimpinan yang antara
lain adalah:
a. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang sebagian besar
mutlak tetap berada pada pimpinan atau pimpinan itu mengganti sistem
sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijakan hanya
ditetapkan sendiri oleh pimpinan. Bahwa tidak diikutsertakan untuk
memberikan saran, ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan
keputusan.
b. Kepemimpinan Partisipatik
Kepemimpinan partisipatif adalah apabila di dalam kepemimpinannya
dilakukan secara persuasif, menciptakan kerjasama yang serasi,
menumbuhkan realitas dan pertisipasi para bawahan, pemimpin motivasi
bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Pemimpin dengan cara
partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan hal mengambil keputusan.
Dengan demikian, pemimpin yang selalu membina bawahan untuk menerima
tanggung jawab yang lebih besar.
c. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan
wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap dengan demikian bawahan
dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa
dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin yang tidak peduli cara
bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya
diserahkan kepada bawahan.
d. Kepemimpinan Situasional
Fokus pendekatan situasional terhadap kepemimpinan terletak pada perilaku
yang di observasi atau perilaku nyata yang terlihat, bukan pada kemampuan
atau potensi kepemimpinan yang dibawa sejak lahir. Penekanan pendekatan
situasional adalah pada perilaku pemimpin dan anggota dan pengikut dalam
kelompok dan situasi yang variatif. Menurut kepemimpinan situasional tidak
ada satupun cara terbaik untuk mempengaruhi orang lain. kepemimpinan
yang harus digunakan terhadap individu atau kelompok tergantung pada
tingkat kesiapan pada orang yang akan dipengaruhi.
Sedangkan menurut Ahmad Taufik Nasution (2009) jenis kepemimpinan
secara garis besar dikelompokkan kepada dua golongan besar, yaitu sebagai
berikut:
a. Pemimpin sekuler.
Pemimpin seperti ini beranjak dari landasan materialisme. Ia meyakini bahwa
jabatan yang mereka peroleh adalah hasil dari kerja keras, tanpa campur
tangan siapapun. Mereka meyakini usaha dan kesungguhan pasti akan
membuahkan kesuksesan. Contoh pemimpin seperti ini adalah Adolf Hitler,
Mussolini, dan lain-lain. Bagi mereka kekuasaan adalah tujuan hidup, jabatan
itu adalah akhir dari segala-galanya.
b. Pemimpin spiritual.
Kelompok ini yakin bahwa jabatan yang di peroleh semata-mata amanah yang
di berikan Allah kepada mereka. Apapun yang di peroleh tidak hanya
tergantung dengan kerja keras, dan kesungguhan, tapi juga sangat di tentukan
oleh kekuatan-kekuatan di luar eksistensi manusia. Contoh pemimpin seperti
ini di palestina adalah Syekh Ahmad Yasin, di India ada Mahatma Gandhi.
Pemimpin hebat yang pernah ada di muka bumi adalah Rasulullah Sallallahu
Alaihi Wasallam dan para Nabi-nabi alaihissalam serta para Khulafaur
Rasyidin.
Antara tahun 1970-an hingga tahun 2000-an berkembang teori
kepemimpinan mutakhir, seperti teori kepemimpinan atribusi, teori kepemimpinan
karismatik dan teori kepemimpinan transformasional atau kepemimpinan
transaksional. Teori atribusi menyatakan bahwa kepemimpinana hanyalah sebuah
atribusi yang dibuat oleh orang (bawahan atau anggota) kepada orang lain
(pemimpin). Teori kepemimpinan karismatik menyatakan bahwa seorang
pemimpin memiliki pengaruh luar bisasa pada oraganisasi. Hal ini dikarenakan
seorang pemimpin memiliki tingkat kepemimpinan yang tinggi, dominasi
kepemimpinana, serta keyakinan akan kebenaran moral dari keyakinannya.
Sedangkan teori kepemimpinan transformasional adalah teori yang
mengemukakan bahwa seorang pemimpin memandu atau memotivasi
bawahannya untuk mencapai tujuan dan penegasan pada tugas bawahan
masing-masing Pemimpin memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual
yang diindividualkan, dan memiliki karisma.
2. Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional.
Konsep kepemimpinan transformasional dan transaksional didasari oleh
teori kebutuhan atau motivasi maslow. Menurut Bass dalam Robbins, (2008)
kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah bisa dipenuhi dengan baik oleh pola
kepemimpinan transaksional sedangkan pemuasan kebutuhan pada tingkat yang
lebih tinggi hanya bisa dipenuhi oleh pemimpin yang menerapkan pola
kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan Transformasional.
Menurut Bass dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa
kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan
untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan
kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal
dan tanggap kepada pimpinannya.
Kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin yang
menginsprirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi
mereka dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa, Aspek utama
dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan pada pembangunan
pengikut, oleh karena itu, ada tiga cara seorang pemimpin transformasional
memotivasi karyawannya, yaitu dengan:

1. Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;


2. Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan
3. Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan
aktualisasi diri.
Bass dalam Robbin dan Judge, (2008) mengemukakan adanya empat ciri
karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu:
a. Kharisma (Charisma) / Pengaruh yang Ideal
Merupakan proses pemimpin mempengaruhi bawahan dengan menimbulkan
emosi-emosi yang kuat, Kharisma atau pengaruh yang ideal berkaitan dengan
reaksi bawahan terhadap pemimpin. Pemimpin di identifikasikan dengan
dijadikan sebagai penutan oleh bawahan, dipercaya, dihormati dan mempunyai
misi dan visi yang jelas menurut persepsi bawahan dapat diwujudkan.
Pemimpin mendapatkan standard yang tinggi dan sasaran yang menantang
bagi bawahan.
b. Rangsangan intelektual (intellectual stimulation)
Berarti mengenalkan cara pemecahan masalah secara cerdik dan cermat,
rasional dan hati-hati sehingga anggota mampu berpikir tentang masalah
dengan cara baru dan menghasilkan pemecahan yang kreatif. Rangsangan
intelektual berarti menghargai kecerdasan mengembangkan rasionalitas dan
pengambilan keputusan secara hati-hati. Pemimpin yang mendorong bawahan
untuk lebih kreatif, menghilangkan keengganan bawahan untuk mengeluarkan
ide-idenya dan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada menggunakan
pendekatan-pendekatan baru yang lebih menggunakan intelegasi dan alasan-
alasan yang rasional dari pada hanya didasarkan pada opini-opini atau
perkiraan-perkiraan semata.
c. Inspirasi (Inspiration)
Pemimpin yang inspirasional adalah seorang pemimpin yang bertindak dengan
cara memotivasi dan menginspirasi bawahan yang berarti mampu
mengkomunikasikan harapan-harapan yang tinggi dari bawahannya,
menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan pada kerja keras,
mengekspresikan tujuan dengan cara sederhana.
Pemimpin mempunyai visi yang menarik untuk masa depan, menetapkan
standar yang tinggi bagi para bawahan, optimis dan antusiasme, memberikan
dorongan dan arti terhadap apa yang perlu dilakukan. Sehingga pemimpin
semacam ini akan memperbesar optimisme dan antusiasme bawahan serta
motivasi dan menginspirasi bawahannya untuk melebihi harapan motivasional
awal melalui dukungan emosional dan daya tarik emosional.
d. Perhatian Individual (Individualized consideration)
Perhatian secara individual merupakan cara yang digunakan oleh pemimpin
untuk memperoleh kekuasaan dengan bertindak sebagai pembimbing,
memberi perhatian secara individual dan dukungan secara pribadi kepada
bawahannya.
Pemimpin mampu memperlakukan orang lain sebagai individu,
mempertimbangkan kebutuhan individual dan aspirasi-aspirasi, mendengarkan,
mendidik dan melatih bawahan. Sehingga pemimpin seperti ini memberikan
perhatian personal terhadap bawahannya yang melihat bawahan sebagai
individual dan menawarkan perhatian khusus untuk mengembangkan bawahan
demi kinerja yang bagus. Pimpinan memberikan perhatian pribadi kepada
bawahannya, seperti memperlakukan mereka sebagai pribadi yang utuh dan
menghargai sikap peduli mereka terhadap organisasi.
Kepemimpinan transaksional
Burns mendefinisikan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan
yang memotivasi bawahan atau pengikut dengan minat-minat pribadinya.
Kepemimpinan transaksional juga melibatkan nilai-nilai akan tetapi nilai-nilai itu
relevan sebatas proses pertukaran (exchange process), tidak langsung
menyentuh substansi perubahan yang dikehendaki. Kudisch, mengemukakan
kepemimpinan transaksional dapat digambarkan sebagai:
1. Mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan
bawahannya.
2. Intervensi yang dilakukan sebagai proses organisasional untuk mengendalikan
dan memperbaiki kesalahan.
3. Reaksi atas tidak tercapainya standar yang telah ditentukan.
Kepemimpinan transaksional menurut Metcalfe (2000) pemimpin
transaksional harus memiliki informasi yang jelas tentang apa yang dibutuhkan
dan diinginkan bawahannya dan harus memberikan balikan yang konstruktif untuk
mempertahankan bawahan pada tugasnya. Pada hubungan transaksional,
pemimpin menjanjikan dan memberikan penghargaan kepada bawahannya yang
berkinerja baik, serta mengancam dan mendisiplinkan bawahannya yang
berkinerja buruk.
Bernard M. Bass mengemukakan kepemimpinan transaksional adalah
kepemimpinan di mana pemimpin menentukan apa yang harus dikerjakan oleh
karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi dan
membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas
tersebut.
Jadi kepemimpinan transaksional merupakan sebuah kepemimpinan
dimana seorang pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja dengan
menyediakan sumberdaya dan penghargaan sebagai imbalan untuk motivasi,
produktivitas dan pencapaian tugas yang efektif.
Bass dalam Yukl, (2007) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin
transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni:
1) Pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa
yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan;
2) Pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan
imbalan; dan
3) Pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan
tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.
Karakteristik kepemimpinan transaksional ditunjukkan dengan prilaku
atasan sebagai berikut (Bass dalam Robbins – Judge, 2008):
a) Imbalan Kontinjen (Contingensi Reward). Pemimpin melakukan kesepakatan
tentang hal-hal apa saja yang dilakukan oleh bawahan dan menjanjikan
imbalan apa yang akan diperoleh bila hal tersebut dicapai.
b) Manajemen dengan pengecualianeksepsi Aktif (Active Manajemen by
exception). Pada manajemen eksepsi aktif pemimpin memantau deviasi dari
standar yang telah ditetapkan dan melakukan tindakan perbaikan, serta
melakukan tindakan perbaikan.
c) Manajemen dengan pengecualian/eksepsi pasif (Pasive Manajemen by
exception). Pada manajemen eksepsi pasif pemimpin melakukan tindakan jika
standar tidak tercapai.
3. PERBEDAAN KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DENGAN
TRANSFORMASIONAL
Kepemimpinan transaksional dan transformasional memiliki perbedaan
esensial dalam konstruksi perilaku kepemimpinan tetapi sifatnya saling
melengkapi dan tidak saling meniadakan. Seberapa besar kombinasinya
tergantung dari situasi masing-masing.
Menurut pemikiran Bass (2007), kepala sekolah transaksional bekerja di
dalam budaya organisasi sekolah seperti yang ada, sedangkan kepala sekolah
transformasional mengubah budaya organisasi sekolah. Perbedaan esensial
antara pemimpin transaksional dan transformasional berikut ini:
Kepemimpinan Transaksional
1. Pemimpin menyadari hubungan antara usaha dan imbalan
2. Kepemimpinan adalah responsif dan orientasi dasarnya adalah berurusan
dengan masalah sekarang.
3. Pemimpin mengandalkan bentuk-bentuk standar bujukan, hadiah, hukuman dan
sanksi untuk mengontrol pengikut.
4. Pemimpin memotivasi pengikutnya dengan menetapkan tujuan dan menjanjikan
imbalan bagi kinerja yang dikehendaki.
5. Kepemimpinan tergantung pada kekuatan pemimpin memperkuat bawahan
untuk berhasil tawar-menawar.
Kepemimpinan Transformasional
1. Pemimpin membangkitkan emosi pengikut dan memotivasi mereka bertindak di
luar kerangka dari apa yang digambarkan sebagai hubungan pertukaran.
2. Kepemimpinan adalah bentuk proaktif dan harapan-harapan baru pengikut.
3. Pemimpin dapat dibedakan oleh kapasitas mereka mengilhami dan memberikan
pertimbangan individual (bentuk perhatian, dukungan, dan pengembangan bagi
pengikut), stimulasi intelektual (upaya pemimpin untuk meningkatkan kesadaran
terhadap permasalahan organisasional dengan sudut pandang yang baru) dan
pengaruh ideal (membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat terhadap visi
organisasi) untuk pengikut.
4. Pemimpin menciptakan kesempatan belajar bagi pengikut mereka dan
merangsang pengikutnya untuk memecahkan masalah.
5. Pemimpin memiliki visi yang baik, retoris dan keterampilan manajemen untuk
mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan pengikutnya.
6. Pemimpin memotivasi pengikutnya bekerja untuk tujuan yang melampaui
kepentingan pribadi.
B. Inovasi
Inovasi adalah suatu penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada
atau yang sudah dikenal sebelumnya. orang atau wirausahawan yang
slalu berinovasi, maka ia sapat dikatakan sebagai seorang wirausahwan yang
inovatif. seseorang yang inovatif akan selalu berupaya melakukan perbaikan,
menyajikan sesuatu yang baru/unik yang berbeda dengan yang sudah ada.
Inovatif juga merupakan sikap penting bagi yang hendaknya dimiliki oleh seorang
wirausahawan. Wirausahawan yang slalu melakukan inovasi dalam usahanya.
maka keuntungan dan kesuksesan akan ia dapat. Inovatif merupakan implikasi
dari karakteristik wirausahawan yang mampu membawa perubahan pada
lingkungan sekitarnya.
Inovatif secara tidak langsung menjadi sifat pembeda antara
wirausahawan dengan orang biasa, maupun pengusaha. Seorang wirausahawan
akan selalu memikirkan untuk melakukan sesuatu yang berbeda, tidak seperti
yang dipikirkan dan dilakukan oleh kebanyakan orang. Kreatif dan inovatif adalah
suatu kemampuan untuk memindahkan sumber daya yang kurang produktif
menjadi sumber daya yang produktif sehingga memberikan nilai ekonomis.
Baik langsung maupun tidak langsung seorang wirausahawan adalah
orang yangmampu membawa perubahan pada lingkunganya. Disisi lain ia juga
orang yang sanggup menerima perubahan yang terjadi dan menyikapi perubahan
tersebut dengan positif. Ia juga berani mengambil resiko berhasil ataupun gagal di
setiap jalan yang ia ambil. Wirausahawan mampu bertahan pada kondisi
perekonomian yang sulit dan serba kalut. karena disaat semua resah, ia memiliki
kreasi dan inovasi untuk memindahkan sumber daya yang kurang produktif
menjadi sumber daya yang produktif sehingga memberikan nilai ekonomis.
Definisi Inovasi menurut Para Ahli
 Everett M. Rogers (1983), Mendefisisikan bahwa inovasi adalah suatu ide,
gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu
hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.
 Stephen Robbins (1994), Mendefinisikan, inovasi sebagai suatu gagasan baru
yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau
proses dan jasa.
 Rosabeth Mass Kanter (1996); inovasi adalah sebuah hasil karya pemikiran
baru yang di terapkan dalam kehidupan manusia.
 Amabile & Kantil (1999; inovasi merupahkan impementasi.
Berdasarkan pengertian tersebut, Robbins lebih memfokuskan pada tiga
hal utama yaitu:
1. Gagasan baru yaitu suatu olah pikir dalam mengamati suatu fenomena yang
sedang terjadi, termasuk dalam bidang pendidikan, gagasan baru ini dapat
berupa penemuan dari suatu gagasan pemikiran, Ide, sistem sampai pada
kemungkinan gagasan yang mengkristal.
2. Produk dan jasa yaitu hasil langkah lanjutan dari adanya gagasan baru yang
ditindak lanjuti dengan berbagai aktivitas, kajian, penelitian dan percobaan
sehingga melahirkan konsep yang lebih konkret dalam bentuk produk dan jasa
yang siap dikembangkan dan dimplementasikan termasuk
hasil inovasi dibidang pendidikan.
3. Upaya perbaikan yaitu usaha sistematis untuk melakukan penyempurnaan dan
melakukan perbaikan (improvement) yang terus menerus sehingga buah
inovasi itu dapat dirasakan manfaatnya.
Inovasi mempunyai 4 (empat) ciri yaitu:
1. Memiliki kekhasan / khusus artinya suatu inovasi memiliki ciri yang khas dalam
arti ide, program, tatanan, sistem, termasuk kemungkinan hasil yang
diharapkan.
2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan, dalam arti suatu inovasi harus memiliki
karakteristik sebagai sebuah karya dan buah pemikiran yang memiliki kadar
Orsinalitas dan kebaruan.
3. Program inovasi dilaksanakan melalui program yang terencana, dalam arti
bahwa suatuinovasi dilakukan melalui suatu proses yang yang tidak tergesa-
gesa, namun keg-inovasi dipersiapkan secara matang dengan program yang
jelas dan direncanakan terlebih dahulu.
4. Inovasi yang digulirkan memiliki tujuan, program inovasi yang dilakukan harus
memiliki arah yang ingin dicapai, termasuk arah dan strategi untuk mencapai
tujuan tersebut.
Sifat Perubahan Dalam Inovasi Ada 6 Kelompok Yaitu
1. Penggantian (substitution)
Misalnya: Inovasi dalam penggantian jenis sekolah, penggantian bentuk
perabotan, alat-alat atau sistem ujian yang lama diganti dengan yang baru.
2. Perubahan (alternation)
Misalnya: Mengubah tugas guru yang tadinya hanya bertugas mengajar,
ditambah dengan tugas menjadi guru pembimbing dan penyuluhan /
mengubah kurikulum sekolah yang semula bercorak teoretis akademis menjadi
kurikulum dan mata pelajaran yang berorientasi bernuansa keterampilan hidup
praktis.
3. Penambahan (addition)
Misalnya: Adanya pengenalan cara penyusunan dan analisis item tes objektif
di kalangan guru sekolah dasar dengan tidak mengganti atau mengubah cara-
cara penilaian yang sudah ada.
4. Penyusunan kembali (restructuring)
Misalnya: Upaya menyusun kembali susunan peralatan, menyusun kembali
komposisi serta ukuran dan daya tampung kelas, menyusun kembali urutan
mata-mata pelajaran / keseluruhan sistem pengajaran, sistem kepangkatan,
sistem pembinaan karier baik untuk tenaga edukatif maupun tenaga
administratif, teknisi, dalam upaya perkembangan keseluruhan sumber daya
manusia dalam sistem pendidikan.
5. Penghapusan (elimination)
Contohnya: Upaya menghapus mata-mata pelajaran tertentu seperti mata
pelajaran menulis halus, atau menghapus kebiasaan untuk senantiasa
berpakaian seragam
6. Penguatan (reinforcement)
Misalnya: Upaya peningkatan atau pemantapan kemampuan tenaga dan
fasilitas sehingga berfungsi secara optimal dalam permudahan tercapainya
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Jenis-jenis Inovasi
 process
 product
 paradigma
 position
Prinsip Inovasi (Peter Drucker. 1993)
 inovasi sebuah usaha sistematis dengan tujuan yang jelas.
 inovasi tidak hanya berdasarkan perseptual, tetapi juga secara konseptual.
 diawali dengan ide sederhana,mudah dan fokus pada satu tujuan.
 diawali dengan inovasi kecil
 jangan merasa pintar diri,akan menyebabkan kurang hati-hati.
Hambatan inovasi (Kanter 2002)
 pimpinan tidak menghargai gagasan
 melempar tanggung jawab untuk memberi penyelesaian inovasi
 pemimpin mengkritik dan selalu berangkat dari kelemahan
 takut gagal
 proleksionistik
 membuat peraturan tanpa diskusi.
BAB II. ORGANISASI INOVATIF

A. Perubahan dalam Organisasi


Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersama-
sama serta saling berhubungan satu sama lain dengan demikian maka perlu
adanya kepemimpinan. Seperti di dunia bisnis dan didunia pendidikan.
Pemerintahan negara adalah seorang pemimpin sangat menentukan dari
tercapainya kesuksesan dan efisiensi kerja. Pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang mampu membawa lembaga/organisasi kepada sasaran dalam jangka waktu
yang ditentukan. Di zaman modern sekarang ini, seorang pemimpin sangat
diperlukan, tetapi pemimpin juga lahir bukan karena keturunan dari seorang
bangsawan atau bakat yang dibawanya sejak lahir. Tetapi perlu adanya pendidikan
dan pengalaman sebagai bekal.
Dalam masyarakat modern dan dinamis tempat dimana suatu organisasi
berada, pertanyaan tentang apakah perubahan organisasi perlu dilakukan menjadi
tidak relevan lagi. Mungkin pertanyaan yang lebih relevan adalah bagaimana cara
para manajer atau pemimpin mengatasi desakan perubahan yang tidak dapat
dielakkan serta menghadang aktivitas kerja mereka sehari-hari dalam upaya
mempertahankan organisasi agar tetap aktif dan mutakhir. Meskipun perubahan
merupakan suatu realitas, seorang pemimpin tentu tidak lagi dapat membiarkan
perubahan terjadi sebagaimana apa adanya terutama apabila ia ingin
membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang dianggap efektif. Dengan kata lain,
mereka harus pandai menyusun strategi untuk merencanakan, mengarahkan, dan
mengendalikan perubahan. Bagaimanapun perubahan merupakan cara pandang
dan cara hidup yang diperlukan yang mengiringi dan terjadi disekeliling kita dan
senantiasa menawarkan berbagai pengalaman baru bagi setiap orang.
Organisasi dapat mencapai keseimbangan dalam struktur sosialnya jika ia
dapat mengembangkan hubungan yang mapan dengan lingkungan, dalam hal ini
para pekerja dapat menyesuaikan diri dengan keseimbangan yang terwujud.
Sebaliknya, apabila timbul perubahan dalam organisasi maka para pekerja harus
melakukan penyesuaian baru pada saat organisasi mencari keseimbangan baru,
sebagai suatu siklus perubahan yang terus-menerus. Salah satu tugas pemimpin
adalah memperhatikan para pekerja yang terimbas oleh suatu perubahan, yaitu
dengan memperbaiki dan menjaga keseimbangan kelompok serta menata dan
menyesuaikan kembali pribadi-pribadi para pekerja yang merasa terganggu oleh
terjadinya perubahan.
Dalam prinsip homeostatis, untuk menjaga keseimbangan, suatu kelompok
dapat memberikan respon yang dipandang terbaik apabila terjadi perubahan,
setiap tekanan akan meimbulkan tekanan balik dari dalam kelompok. Oleh karena
itu diperlukan mekanisme ketahanan “dari dalam”, yaitu menghimpun energi untuk
memperbaiki keseimbangan apabila perubahan merupakan sumber ancaman.
Karakteristik organisasi yang memiliki mekanisme memperbaiki diri sendiri ini
disebut homeostatis, yaitu para pelaku di dalam organisasi bertindak untuk
menciptakan keadaan dimana kebutuhan mereka tetap terpenuhi dan secara
otomatis melindungi mereka dari gangguan terhadap keseimbangan itu.
Para pemimpin yang bermaksud melakukan perubahan dalam tim kerja
atau organisasi perlu membekali dirinya dengan ketrampilan atau paling sedikit
memiliki dua hal, yakni daya diagnosa dan kemampuan menerapkan perubahan.
Yang dimaksud daya diagnosa adalah suatu kecakapan untuk mengajukan
pertanyaan, sensasi atau kepekaan terhadap lingkungan organisasi, menetapkan
metoda observasi dan pengumpulan data yang efektif serta menyusun cara
mengolah dan menafsirkan data.
Dalam melakukan diagnosa, para pemimpin perlu mengetahui tentang apa
yang aktual sedang terjadi sekarang, apa yang mungkin sedang terjadi, apa
perubahan yang diinginkan oleh organisasi agar terjadi secara ideal, serta apa saja
kendala yang menghambat gerak-laju dari keadaan aktual ke ideal. Untuk
menerapkan perubahan para pemimpin harus mampu menerjemahkan data
diagnosa kedalam tujuan dan rencana, strategi dan prosedur perubahan.
Pertanyaan yang perlu diajukan dalam perubahan ini adalah, bagaimana
melakukan perubahan dalam tim kerja atau organisasi serta bagaimana setiap
individu sebagai komponen organisasi dapat menerima perubahan. Disamping itu,
apa saja yang mendukung dan menghambat perubahan dalam lingkungan. Ketika
kita melakukan diagnosa paling tidak ada tiga langkah yang harus dilakukan,
pertama, mengidentifikasi sudut pandang, kedua, mengidentifikasi masalah, dan
ketiga, melakukan analisis. Sebelum melakukan upaya diagnosa dalam organisasi,
perlu ada kejelasan dari sudut pandang mana situasi akan diamati, apakah dari
sudut pandang kita sendiri, atasan kita, rekan kerja kita, konsultan dari luar
organisasi, atau sudut pandang lain.
Idealnya sedapat mungkin kita mengkaji seluruh situasi dari sudut pandang
banyak pihak yang akan terkena oleh dampak perubahan itu. Meskipun
adakalanya realitas menghambat perspektif luas seperti itu, sehingga perlu
dipahami benar kerangka acuan yang kita pergunakan dari sejak awal. Melalui
identifikasi masalah, adalah sejauh mana kita dapat mendeteksi kesenjangan
antara apa yang sesungguhnya terjadi dan apa yang diinginkan untuk terjadi.
Sebagaimana diketahui suatu perubahan dilakukan untuk memperkecil
kesenjangan antara kenyataan (aktual) dengan apa yang diinginkan (ideal). Boleh
jadi setelah dilakukan diagnosa, disadari bahwa keinginan kita selama ini tidak
realistis yang karenanya perlu disepadankan dengan hal-hal yang sesungguhnya
terjadi.
Melalui analisis, apabila kesenjangan dapat diidentifikasi maka tujuan
analisis adalah menentukan ihwal mengapa suatu masalah timbul. Tentu saja
pemisahan antara identifikasi dan analisis masalah tidak selalu jelas, karena
mengidentifikasi bidang-bidang kesenjangan seringkali merupakan pekerjaan
menganalisis. Apabila kesenjangan telah dapat diidentifikasi, maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan variabel kausal atau variabel bebas yang dapat
diubah oleh para pemimpin, apakah gaya kepemimpinan atau gaya manajemen,
struktur organisasi, visi dan misi ataupun tujuan organisasi serta aspek lainnya.
Untuk bisa bertahan hadapi tantangan dan krisis yang tidak terduga,
organisasi harus memiliki strategi baru. Strategi baru tersebut adalah tentang
beradaptasi secara konstan, untuk berubah dalam lanskap yang terus berubah.
Ya, organisasi harus menerima perubahan dengan mensyaratkan metode
baru, memaksa para pemimpin untuk memahami peran dan tanggung jawab
organisasi dalam konteks yang lebih holistik, ibarat mengemudikan mobil balap
dengan kecepatan tinggi di sirkuit ketika elemen cuaca ekstrim, mereka harus lebih
siap menghadapi tantangan dramatis yang bisa muncul setiap detiknya. Setiap
perubahan arah harus dicermati mengingat tingkat keefektifan suatu organisasi
tergantung pada sejauh mana kemampuan mereka dapat menyesuaikan diri
terhadap perubahan tersebut.

Mengarah pada Efektivitas


Pada dasarnya semua perubahan yang dilakukan oleh organisasi
diarahkan untuk meningkatkan efektivitas organisasi dengan tujuan
mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri,
menghadapi perubahan lingkungan juga perubahan perilaku anggota
organisasinya.Dalam mengelola perubahan, organisasi harus memfokuskan diri
untuk meningkatkan kemampuannya dalam memanfaatkan tantangan dan peluang
yang muncul. Artinya, organisasi membutuhkan perubahan perilaku manusia dan
perubahan proses untuk berhasil. Disinilah organisasi membutuhkan peran
manajemen perubahan, khususnya mengelola akibat-akibat yang dimungkinkan
terjadi ketika perubahan berlangsung.
Ada dua hal yang bisa mendorong perubahan di organisasi, yaitu karena
faktor internal dan faktor eksternal. Perubahan internal atau yang berasal dari
dalam organisasi, biasanya disebabkan oleh:

1. Perubahan perangkat keras organisasi (hard system tools) yang biasa disebut
dengan struktural meliputi perubahan srategi, struktur organisasi dan sistem,
serta
2. Perubahan perangkat lunak organisasi (soft system tools) atau perubahan
kultural yang meliputi perubahan perilaku manusia dalam organisasi, kebijakan
sumber daya manusia dan budaya organisasi.

Sedangkan perubahan eksternal atau yang berasal dari luar organisasi


seperti perubahan teknologi yang semakin terintegrasi ke dalam sistem. Untuk
diketahui bahwa setiap perubahan organisasi harus merangkul semua komponen
organisasi termasuk struktur, strategi, sistem, dan perilaku manusia di dalamnya.
Ini dimaksudkan agar efektivitas perusahaan bisa meningkat, menjadikan
organisasi dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman.
B. Strategi Perubahan dalam Organisasi
Dalam menerapkan perubahan, perlu diidentifikasi alternatif pemecahan
dan strategi penerapan yang tepat untuk mengurangi kesenjangan. Disamping itu
perlu mengantisipasi konsekuensi yang akan muncul dari penerapan masing-
masing strategi alternatif, yang pada akhirnya perlu memilih strategi spesifik yang
cocok untuk diterapkan, berbarengan dengan penentuan alternatif pemecahan
masalah. Sebelum kita menerapkan suatu strategi perubahan perlu juga ditentukan
hal-hal apa saja yang perlu kita miliki (sebagai faktor pendukung) untuk melakukan
upaya perubahan dan hal- hal apa yang merintanginya (sebagai faktor
penghambat).
Berdasarkan pengalaman, bahwa apabila pemimpin mulai menerapkan
strategi perubahan tanpa melakukan langkah analisis terlebih dahulu, mereka
dapat dihadapkan pada berbagai kesukaran tanpa mengetahui apa penyebabnya.
Untuk memanfaatkan teknik analisis dalam menyusun strategi perubahan, ada
beberapa pedoman yang dapat dipergunakan. Pertama, apabila kekuatan dan
frekuensi faktor pendukung jauh melebihi bobot faktor penghambat dalam situasi
perubahan, maka pemimpin dapat bergerak lebih jauh mengatasi faktor
penghambat untuk mendorong terjadinya perubahan yang dikehendaki. Kedua,
apabila terjadi keadaan sebaliknya dimana faktor penghambat jauh lebih kuat dari
pada faktor pendukung. maka pemimpin akan dihadapkan kepada beberapa
pilihan, yaitu menghentikan upaya perubahan dengan menyadari akan
kesukarannya jika hal tersebut dipaksakan, atau mengubah setiap faktor
penghambat satu demi satu menjadi faktor pendukung dengan tetap
mempertahankan kekuatan faktor-faktor pendukung. Ketiga, apabila faktor
pendukung dan faktor penghambat memiliki kekuatan yang sama, para pemimpin
dapat lebih memperkuat faktor pendukung, sekaligus pada saat yang sama
mengubah atau memperkecil kekuatan, baik sebagian atau seluruh faktor
penghambat. Khusus dalam upaya mengubah faktor perilaku manusia dalam
organisasi, terdapat gradasi tingkat kesulitan untuk melakukan perubahan. Apabila
perilaku individual cukup sulit untuk diubah, maka akan jauh lebih sulit apabila kita
berupaya hendak mengubah perilaku suatu tim kerja atau organisasi.
Terhadap perubahan perilaku manusia ini kita dapat membaginya
kedalam empat tingkat perubahan, yaitu perubahan pengetahuan, perubahan
sikap, perubahan perilaku individual dan perubahan prestasi tim kerja atau
organisasi. Perubahan pengetahuan sebagai aspek kognitif mungkin lebih mudah
dilakukan, cukup dengan meminta membaca buku, artikel, atau kolom ataupun
dengan mendengar ceramah dari para pakar yang mereka percayai.
Adapun struktur sikap berbeda dengan struktur pengetahuan, dimana
dalam struktur sikap telah melibatkan evaluasi emosional dari individu untuk
memberikan penilaian positif atau negatif yang stereotipe terhadap suatu hal.
Bertambahnya kedalaman emosi seringkali lebih menyulitkan untuk melakukan
perubahan sikap dibandingkan dengan mengubah pengetahuan seseorang,
disebabkan telah terbentuknya predisposisi rasa suka dan tidak suka terhadap
sesuatu hal. Begitu pula untuk mengubah perilaku seseorang akan memerlukan
tingkat kesukaran dan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan apabila kita
mengubah sikap dan pengetahuan seseorang. Jika perilaku individual sulit untuk
diubah, maka upaya akan jauh lebih sulit apabila perubahan hendak dilakukan
terhadap perilaku tim kerja atau organisasi.
Mengubah gaya kepemimpinan satu atau dua orang manajer atasan
mungkin akan berjalan efektif, namun ambisi mengubah partisipasi manajer
bawahan secara drastis merupakan proses yang dapat menyita banyak waktu.
Dalam hal ini kita perlu menyadari bahwa pada dasarnya kita tengah mengubah
kebiasaan, adat istiadat, dan tradisi yang telah berkembang sekian lama.
Namun demikian dengan menyadari hal tersebut, perubahan tetap bisa
dilakukan dengan mengkaji dua daur perubahan yang berbeda. Pertama, daur
perubahan partisipatif, dengan asumsi apabila telah tersedia pengetahuan yang
kondusif dari tim kerja atau organisasi untuk menerima perubahan, maka sikap dan
sinerjitas positif dapat diarahkan terhadap perubahan yang diinginkan. Strategi
yang efektif adalah dengan melibatkan setiap individu, tim kerja atau organisasi
secara langsung dalam upaya membantu atau memilih dan melembagakan
metoda-metoda baru dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan dan ikut serta
dalam memecahkan permasalahan. Strategi lain yang efekif adalah
mengidentifikasi beberapa pemimpin informal dan formal yang memiliki pengaruh
di dalam tim kerja atau organisasi yang mudah memperoleh dukungan dari
bawahan untuk terlaksananya perubahan yang diinginkan. Dengan demikian daur
perubahan partisipatif biasanya mengikuti alur yang dimulai dari perubahan
pengetahuan, sikap, perilaku individual, tim kerja atau organisasi.
Yang kedua adalah daur perubahan direktif, yang mana daur perubahan ini
dimulai dengan perubahan yang dilakukan terhadap organisasi secara keseluruhan
oleh kekuatan atau faktor eksternal, seperti otoritas kekuasaan pemimpin yang
lebih tinggi, kekuatan tuntutan masyarakat dan peraturan perundang-undangan
baru. Proses perubahan seperti ini cenderung berlangsung melalui saling
pengaruh antara jaringan interaksi pada tingkat individual. Hubungan dan pola
perilaku ini menciptakan pengetahuan baru yang membentuk predisposisi sikap
untuk mendukung atau resistensi terhadap perubahan tersebut. Daur perubahan
yang berlangsung dalam konteks ini berjalan sebaliknya dari perubahan
partisipatif, disebabkan karena adanya kewenangan otoritas kekuasaan, maka
sentuhan perubahan dapat dimulai dari perilaku organisasi atau tim kerja,
individual, sikap, dan pengetahuan.
Tentu saja tidak ada strategi terbaik untuk menerapkan suatu perubahan,
yang terpenting adalah bagaimana kita dapat mengadaptasikan strategi dengan
tuntutan masing-masing. Daur perubahan pertisipatif bukanlah perubahan yang
lebih baik dari daur perubahan direktif dan begitu juga sebaliknya. Strategi yang
tepat bergantung kepada situasi atau kondisi dimana masing-masing strategi
memilki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Daur perubahan partisipatif lebih
sesuai diterapkan terhadap para pekerja atau tim kerja yang termotivasi untuk
berprestasi, bersedia mencari wewenang dan tanggung jawab lebih besar, serta
memiliki kemampuan dan pengalaman yang cukup untuk mengembangkan cara-
cara baru dalam melaksanakan tugas. Apabila perubahan dimulai maka pekerja
tipe ini jauh lebih mampu untuk memikul wewenang dan tanggung jawab dalam
melaksanakan perubahan yang diinginkan, mereka mampu memotivasi diri sendiri
dan aktif berkonsultasi dalam keseluruhan proses perubahan tersebut.
Adapun perubahan direktif mungkin akan lebih tepat dan produktif apabila
diterapkan terhadap para pekerja atau tim kerja yang kurang ambisius, yaitu
mereka yang selalu bergantung kepada orang lain dan menghindari wewenang
dan tanggung jawab baru, kecuali apabila mereka terpaksa melakukannya. Para
pekerja tipe ini mungkin lebih menyukai instruksi atau arahan serta komando dari
pemimpin mereka disebabkan mereka belum cukup berpengalaman dalam
pengambilan keputusan yang diperlukan. Sekali lagi perlu diingatkan bahwa dalam
hal ini diagnosa sangatlah penting.
Strategi perubahan partisipatif tidak dapat diterapkan terhadap para pekerja
yang tidak pernah diberikan kesempatan memikul suatu wewenang dan tanggung
jawab, dan sudah terbiasa dengan arahan dari atasan. Demikan juga sebaliknya
suatu tugas tidak dapat dipaksakan terhadap para pekerja yang telah siap dan
bersedia melakukan perubahan dan memikul wewenang dan tanggung jawab.
Daur perubahan partisipatif cenderung efektif jika diterapkan oleh para pemimpin
yang memiliki kuasa pribadi, yaitu mereka yang memiliki basis kuasa prestasi,
informasi dan keahlian. Sedangkan daur perubahan direktif memerlukan seorang
pemimpin dengan kuasa posisi yang signifikan dengan basis kuasa paksaan,
koneksi, ganjaran dan legitimasi. Dalam hal ini apabila pemimpin ingin melakukan
perubahan yang otokratis, maka harus memperoleh dukungan yang kuat dan
legitim dari atasan dan sumber kuasa lainnya. Perubahan melalui daur partisipatif
lebih bermanfaat apabila ide perubahan diterima secara menyeluruh, maka hal itu
cenderung akan bertahan dalam waktu yang lama, mengingat semua pekerja telah
dilibatkan dalam perencanaan perubahan sehingga mereka harus berwenang dan
bertanggung jawab untuk mempertahankannya.
Kelemahan strategi partisipatif adalah cenderung lamban dan evolusioner
untuk terjadinya perubahan yang signifikan. Sebaliknya melalui strategi perubahan
direktif, dengan menggunakan kekuasaan, perubahan dapat berlangsung cepat
namun hanya dapat dipertahankan selama pemimpin yang berkuasa memiliki
kuasa posisi untuk membuat perubahan itu tetap tegak. Dalam kasus ekstrim,
strategi ini cenderung rawan, karena sering mengakibatkan sikap apatis,
permusuhan, dan perilaku merusak untuk menjatuhkan seorang pemimpin yang
tidak disukai. Dengan demikian, menggabungkan kedua strategi tersebut secara
tepat akan menghasilkan tingkat perubahan yang diinginkan sesuai dengan tujuan
perubahan organisasi. Pada akhirnya, kita perlu menghilangkan rintangan-
rintangan yang resisten terhadap suatu perubahan, dan membuka ruang
organisasi kita terhadap kreativitas individu. Hanya dengan melakukan itu semua,
yang memungkinkan kita mengubah suatu organisasi menjadi inovatif. Organisasi
inovatif yang kita impikan baru dapat terwujud, jika adanya kemauan keras dari
semua kalangan stakeholder, baik internal dan eksternal, yang aktif maupun pasif.

C. Tipe-tipe Perubahan Dalam Organisasi


Perusahaan penasehat dan penelitian global, Gartner, melaporkan
pada 2018, bahwa rata-rata organisasi telah mengalami lima kali perubahan
dalam tiga tahun terakhir. Hampir 75% organisasi berharap untuk
melipatgandakan inisiatif perubahan besar yang akan mereka lakukan dalam
tiga tahun ke depan. Namun setengah dari inisiatif perubahan tersebut
gagal, 34% yang berhasil, dan 16% memiliki hasil beragam. Dengan kata
lain, 50% perusahaan yang melakukan perubahan organisasi mengalami
kegagalan.
Apa yang salah? Apa yang perlu dipahami para pemangku
kepentingan?
Perubahan organisasi merupakan peristiwa ketika perusahaan atau
bisnis mengubah komponen utama organisasi. Sebut saja seperti
memperluas divisi, menambah karyawan, budaya kerja, mengadaptasi
teknologi terkini untuk beroperasi, dan masih banyak lagi.
Perubahan organisasi erat kaitannya dengan persaingan. Ini terlihat
dari bentuk-bentuk perubahan organisasi yang bisa kita temukan,
dikategorikan ke dalam perubahan internal dan perubahan eksternal.
Perubahan internal mencakup perubahan visi, misi, strategi, struktur
organisasi, sistem, prosedur, dll. Sedangkan perubahan eksternal dapat
berbentuk perubahan target pasar, branding/image, kondisi geografis, dll.
 Tantangan utama dalam perubahan organisasi adalah mengurangi potensi gesekan
serta penolakan terhadap perubahan, dengan memastikan semua karyawan
memahami alasan perubahan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
 Namun hal tersebut dapat dihindari atau diminimalisir. Caranya dengan
mempersiapkan langkah sebaik mungkin.

Tipe-tipe Perubahan Organisasi

Tim manajemen organisasi harus memahami tipe perubahan


organisasi sebelum memikirkan langkah melakukan perubahan yang dimaksud.
Tujuannya untuk menyelaraskan antara tipe dan langkah yang akan dilakukan
organisasi untuk membuat suatu perubahan.
1. Perubahan karyawan
Tipe perubahan karyawan tak bisa dihindari. Terlebih ketika dunia dilanda
pandemi covid-19. Tak sedikit perusahaan melakukan perubahan besar-besaran
untuk menyelamatkan keuangannya. Maka mereka terpaksa memutuskan
hubungan kerja kepada para karyawan.
Saat new normal, perusahaan akan membutuhkan dan merekrut karyawan
baru. Sehingga manajemen atau HR harus mampu menjembatani antara karyawan
lama dan baru agar kinerja mereka sesuai dengan perusahaan.
Rotasi Pekerjaan: Manfaat dan Panduan Sukses
2. Perubahan seluruh organisasi

Tipe perubahan seluruh organisasi atau perubahan skala besar akan


memengaruhi semua karyawan dan stakeholder.

Bahkan perubahan ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi


perusahaan. Oleh karena itu, ada baiknya manajemen membuat atau
menambahkan kebijakan baru untuk menyelaraskan semua karyawan dari entry-
level hingga top management.

3. Perubahan perbaikan

Seperti namanya, perubahan perbaikan dilakukan ketika organisasi tidak


berjalan sesuai rencana. Tim HR dan tim terkait akan mengidentifikasi perubahan
yang akan dilakukan. Biasanya penerapan perubahan tersebut hanya
memengaruhi mereka yang memiliki kinerja buruk.

4. Perubahan tak terencana

Terkadang organisasi harus melakukan perubahan tak terencana. Hal itu


terjadi ketika industri bisnis terkena dampak pandemi, bencana alam, perubahan
peraturan atau undang-undang sehingga memengaruhi seluruh tenaga kerja.

5. Perubahan Transformasional

Tipe perubahan organisasi yang terakhir adalah perubahan


transformasional. Ini adalah perubahan yang memengaruhi struktur dan mengusik
kegiatan perusahaan dalam jangka waktu tertentu.
Organisasi yang menerapkan perubahan tersebut harus menempatkan tim
andal yang mampu merancang program inovatif sekaligus meminimalisir waktu
adaptasi. Di lain pihak, mereka memaksimalkan pengetahuan yang harus dipelajari
oleh staf mengenai perubahan baru tersebut.
Faktor Pendorong Perubahan Organisasi

Apa yang bisa menyebabkan organisasi memutuskan untuk melakukan


perubahan organisasi? Ternyata ada faktor-faktor yang memengaruhi perubahan
organisasi. Mereka bisa datang dari internal maupun eksternal. Ini dia faktor-faktor
yang mencetus sebuah perubahan pada organisasi.

1. Demografi Tenaga Kerja


Demografi tenaga kerja adalah hal yang pasti memengaruhi perubahan
organisasi. Ini biasanya faktor yang memengaruhi strategi retensi karyawan.
Contohnya, seiring berjalannya waktu, generasi yang mendominasi tenaga kerja
akan terus berubah. Kebutuhan mereka pun berubah menyesuaikan keadaan
ekonomi, sosial, hingga politik.
Mendukung kebutuhan karyawan bisa jadi faktor Anda dalam merancang
strategi mempertahankan karyawan, dan perubahan sistem mungkin tidak
terelakkan.
2. Teknologi
Teknologi adalah faktor yang paling bisa dilihat dan dirasakan oleh kita.
Semakin hari selalu ada inovasi teknologi baru yang mendukung keseharian kita.
Sekarang hampir semua orang sadar bahwa pekerjaan mereka sedikit banyak bisa
dibantu dengan teknologi. Akhirnya, organisasi pun mulai berani melibatkan
teknologi ke dalam operasionalnya.
3. Globalisasi
Perubahan yang terjadi secara global biasanya memengaruhi gerak bisnis
juga. Tuntutan pasar bisa berubah sewaktu-waktu. Jika tidak memperhatikan
perubahan yang terjadi secara mendunia dengan baik, Anda akan segera
tertinggal dari kompetitor. Siap tidak siap, Anda harus menyiapkan strategi dan
tujuan baru.
4. Pertumbuhan Perusahaan
Bahkan ketika perusahaan Anda tumbuh dengan baik sekali pun, Anda
tidak bisa bergerak statis. Lagipula bagi pebisnis, akan selalu ada dorongan kuat
untuk selalu melakukan lebih untuk organisasinya. Pertumbuhan perusahaan, yang
baik atau buruk, biasanya menjadi faktor pendorong perubahan organisasi paling
dasar dan paling besar.
Melihat contoh perubahan pada British Air

 Pada 1981, perusahaan penerbangan milik negara itu menunjuk John


King sebagai pemimpin perusahaan.
 Sejak awal, perusahaan merugi, sangat tidak efektif, dan tidak mampu
memanfaatkan tenaga kerja yang berkualitas. Maka King menerapkan sejumlah
perubahan di seluruh organisasi untuk memperoleh keuntungan.
 Perubahan yang dilakukan: memutuskan hubungan kerja kepada 22.000
karyawan, mengganti pesawat lama dengan model jet terbaru, dan menghapus
rute tidak menguntungkan.
 Namun sebelumnya, ia menginformasikan kepada seluruh orang tentang alasan
perubahan tersebut.
Kisah British Airways menunjukkan bahwa King berhasil membawa
perusahaan yang berada pada masa-masa sulit menjadi bisnis menguntungkan.
Hal itu tak lepas dari keterampilannya dalam berkomunikasi dan memimpin

organisasi.

D. Langkah Melakukan Perubahan Organisasi

Perubahan itu penting meskipun sulit. Dalam area bisnis, perubahan yang
sukses harus didahului dengan langkah-langkah yang tepat. Ia menguraikan
bagaimana menerapkan perubahan secara sistematis dan efektif dalam suatu
organisasi.

1. Menciptakan urgensi

Langkah pertama dalam perubahan organisasi adalah menciptakan urgensi atau


hal yang sangat mendesak pada semua orang. Tim perubahan akan membuat
karyawan hingga manajer membutuhkan perubahan atau perubahan adalah hal
penting untuk pertumbuhan perusahaan.
Tanpa dukungan mereka, perubahan akan sulit tercapai. Oleh karena itu,
perusahaan harus menyiapkan sekaligus mendukung inisiatif perubahan, seperti
melakukan analisis SWOT hingga diskusi secara berkala dan tak ragu meminta
bantuan para ahli, jika membutuhkannya.

2. Menyusun tim

Langkah berikutnya menyusun –misal berdasarkan divisi– untuk menyatukan tim


yang kompeten dengan keterampilan, kualifikasi, reputasi, koneksi, dan kekuatan
yang tepat. Langkah ini akan menciptakan rasa kepemimpinan dalam perubahan
serta memengaruhi pemangku kepentingan.
Setelah itu, semua tim harus memahami kebutuhan untuk berubah, memiliki misi
dan tujuan, mempunyai ide yang jelas tentang peran dan tanggung jawab, hingga
mengetahui faktor risiko dan tantangan terkait perubahan.
3. Menciptakan visi dan strategi

Tujuan langkah ini adalah menciptakan visi yang realistik dan strategi yang efektif
guna membantu seluruh tim berhasil mencapai perubahan. Hal-hal yang bisa
dilakukan antara lain menyelaraskan nilai-nilai perusahaan terhadap perubahan,
menggunakan data-data sebagai pendukung perubahan, dan memastikan visi
serta strategi dipahami oleh semua orang.

4. Komunikasi rencana perubahan

Manajemen wajib mengkomunikasikan visi dan strategi perubahan kepada seluruh


anggota. Berikan kesempatan masing-masing orang untuk menyampaikan
pendapat atau kegelisahan ketika mereka menghadapi perubahan.
Misal perubahan cara kerja dari atasan ke bawahan. Dengan demikian mereka tak
ragu untuk mendukung dan menerima perubahan sistem di perusahaan.

5. Menyingkirkan masalah

Ketika mengimplementasikan perubahan seluruh organisasi, kemungkinan


masalah akan sering muncul. Masalah bisa datang dari karyawan yang menolak
perubahan, manajer yang melemahkan sistem, peraturan perusahaan, dan
lainnya.
Maka yang dibutuhkan langkah ini adalah tim yang telah disusun membantu
manajemen untuk mengidentifikasi sekaligus menyingkirkan masalah di
atas. Dalam proses perubahan organisasi, tim akan menerapkan:
 Pemberdayaan para karyawan untuk melakukan kinerja terbaik dalam
menghadapi perubahan melalui program pelatihan, pendampingan, dan
pembinaan.
 Memastikan visi perubahan baru sesuai dengan proses, struktur, peraturan,
hingga penghargaan perusahaan terhadap karyawan.
6. Rayakan kesuksesan jangka pendek

Hasil perubahan organisasi tak serta merta terjadi dalam hitungan hari. Proses ini
membutuhkan waktu. Untuk menjaga semangat karyawan, ada baiknya
merayakan kesuksesan jangka pendek yang diperoleh karyawan. Langkah ini
penting, karena memberikan penghargaan dan contoh kepada karyawan lain.
7. Mempertahankan perubahan

Untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam proses perubahan, semua orang


harus mampu mempertahankan perubahan itu sendiri. Artinya, leader memastikan
anggota timnya bekerja mencapai target sambil mengukur kemajuan dan tetap
menjaga komunikasi.

8. Menjadikan perubahan sebagai budaya

Langkah terakhir yaitu menjadikan perubahan sebagai budaya perusahaan.


Adapun implementasi perubahan antara lain mengidentifikasi dan menggabungkan
nilai yang memperkuat perubahan serta memperbaiki proses perubahan yang
harus sejalan dengan budaya baru di tubuh perusahaan.
Menilai Budaya Organisasi Terhadap Perubahan
2020-2021 merupakan tahun penuh gejolak bagi pelaku usaha karena
pandemi COVID-19. Banyak ahli meneliti pandemi masih berlangsung di tahun
depan. Di tengah ketidakpastian yang berkepanjangan, organisasi harus
memanfaatkan semua sumber daya yang tersedia untuk mengembangkan bisnis
dan talenta. Selain itu, organisasi juga harus menilai ulang budayanya terhadap
perubahan. Apakah masih relevan atau tidak?
Karena perubahan organisasi terkait dengan budaya organisasi, yang
mencerminkan seperangkat perilaku, harapan, dan tujuan bersama, maka
manajemen dan HR wajib memahami budaya organisasi sebelum melakukan
perubahan. Dengan demikian tim manajemen akan menilai menilai budaya saat ini.
Jika organisasi perlu berubah, maka apa yang melandasi perubahan, apakah data-
data tersedia, dan apakah perubahan sesuai dengan nilai, visi, misi, atau tidak.
Mengimplementasikan perubahan organisasi tidaklah mudah. Upaya
perubahan membutuhkan persiapan, kegigihan, dan kesabaran yang tidak
sebentar. Dengan menjalankan 8 langkah tersebut membuat perusahaan berada di
jalurnya untuk meningkatkan kinerjanya.

E. Menciptakan Organisasi yang Inovatif (Kerangka Mazzarol)


Organisasi yang inovatif
adalah organisasi yang mampu
merespons perubahan dengan
cepat dan tepat. Tidak hanya harus
tepat, tapi juga mesti cepat. Bila
tidak cepat maka akan tertinggal
dengan yang lain. Jadi, organisasi
yang inovatif adalah organisasi
yang menjadi leader, bukan
follower. Mereka menjadi leader
karena mampu menciptakan
peluang pasar baru, produk baru,
atau sistem baru.
Sesuatu yang baru itu tidak harus hasil invensi, bisa jadi modifikasi atau
inovasi dari sesuatu yang telah ada sebelumnya. Dengan inovasi baru itu ia
mampu membuka pasar baru dan kemudian memimpinnya. Kita semua tahu
bagaimana Samsung memimpin pasar telepon seluler dan layar LED. Di Indonesia
pada pasar otomotif, inovasi Toyota dan Daihatsu telah membawa mereka menjadi
pemimpin pasar mobil MPV dan mendatangkan keuntungan luar biasa.
Lalu, apakah inovasi ini muncul dengan tiba-tiba? Tentu saja tidak.
Samsung pada awalnya hanyalah supplier kartu memory bagi Sony yang saat itu
menjadi raja monitor dan televisi. Samsung belajar dan terus belajar dan akhirnya
berkembang menjadi seperti sekarang ini.
Belajar berkelanjutan adalah kunci dari inovasi. Namun, dalam
mengembangkan sebuah organisasi yang inovatif perlu sebuah kerangka utama
untuk membangunnya.
Seperti kita ketahui bahwa organisasi yang inovatif adalah organisasi yang
terus belajar dan berkembang sehingga mampu merespons perubahan dengan
cepat dan tepat. Mazzarol (2004) menawarkan sebuah kerangka kerja untuk
pengembangan inovasi kewirausahaan dalam organisasi.
Kerangka Mazzarol Untuk Menciptakan Organisasi yang Inovatif

Kerangka untuk menciptakan organisasi yang inovatif dari Tim Mazzarol ini
memiliki lima elemen, yaitu:

1. Orientasi pasar;
2. Kepemimpinan inovatif;
3. Perencanaan strategis non-linier;
4. Struktur ambidextrous; dan
5. Budaya yang berfokus pada inovasi.

Penjelasan dari kerangka Mazzarol untuk menciptakan organisasi yang


inovatif tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1. Orientasi Pasar

Orientasi pasar yang kuat akan memungkinkan perusahaan untuk


memantau dan menanggapi kebutuhan pelanggan dengan cermat dan tepat
menjadi elemen kunci dalam pengembangan inovasi yang berhasil. Inovator yang
berhasil membangun kemitraan strategis dalam rantai pasokan industri mereka,
mengembangkan hubungan dekat dengan pelanggan utama dan pemasok utama,
serta mitra jaringan sumber daya pihak ketiga seperti bank, pemasok modal
ventura, dan penyedia teknologi baru.
Meskipun semua pelanggan itu penting, pelanggan utama adalah yang
paling penting. Pelanggan utama adalah pelanggan yang dominan dalam industri
mereka dan umumnya memiliki tingkat daya saing di atas rata-rata.
Pelanggan seperti itu sering kali menuntut dan mendorong pemasok
mereka ke tingkat kinerja yang lebih baik. Pelanggan utama membantu proses
inovasi dengan menuntut standar tinggi dan perbaikan berkelanjutan baik dalam
diferensiasi produk maupun pengurangan biaya melalui peningkatan efisiensi.
Mereka juga peduli agar firma inovator mendapat informasi tentang tren
pasar baru dan sering berfungsi sebagai mitra membangun, menghasilkan ide
untuk inovasi dan membantu implementasi. Hubungan serupa dapat
dikembangkan dengan pemasok utama atau pemasok yang menyediakan
komponen penting kepada perusahaan.
Dalam jaringan bisnis, interaksi antara perusahaan pemasok dan
pelanggan utamanya dapat mengarah pada jenis inovasi dan proses difusi.
Kolaborasi untuk mengidentifikasi produk atau proses baru dapat dicapai jika
hubungan pelanggan-pemasok seperti itu dimanfaatkan dengan baik dan hati-hati.
2. Kepemimpinan Inovatif
Inovasi adalah proses, bukan tujuan. Proses ini melibatkan seluruh rantai
pelaku yang terdiri dari rantai nilai perusahaan dan rantai pasokan industri, mulai
dari pelanggan di seluruh perusahaan dan pemasok. Manajemen, terutama
manajer senior, memainkan peran penting dalam proses inovasi.
Mengelola inovasi dalam suatu organisasi membutuhkan kepemimpinan
untuk menetapkan arah strategis, untuk memotivasi dan memberdayakan
karyawan, dan untuk memandu aktivitas ke arah yang diinginkan. Setidaknya ada
empat masalah manajemen kunci dalam proses manajemen inovasi.
Yang pertama adalah terkait dengan sumber daya manusia, yang secara
khusus menarik perhatian orang dan memfokuskan upaya mereka pada inovasi.
Secara alami, orang cenderung fokus pada mempertahankan status quo dan
menikmati strategi atau teknologi yang sudah mapan daripada mencari solusi baru.
Semakin sukses sebuah organisasi, semakin puas orang-orangnya.
Masalah kedua terkait dengan proses, khususnya bagaimana mendapatkan
ide-ide inovatif dari kepala orang dan menjadi tindakan. Beberapa perusahaan jasa
besar di Eropa kini telah mendirikan departemen inovasi yang hanya berfokus
pada menangkap ide-ide bagus dan menganalisis kelayakannya.
Masalah ketiga terkait dengan struktur organisasi. Di sini manajer harus
menemukan cara untuk mengintegrasikan berbagai tanggung jawab fungsional
dan intelektual atau disiplin profesional bersama-sama untuk mencapai hasil yang
optimal. Itu karakteristik struktur organisasi yang inovatif, dan hal ini memberi
tekanan pada struktur dan budaya di dalam perusahaan.
Keempat adalah masalah strategi. Inovasi mengarah pada perubahan
dinamis dalam perusahaan dan dalam industri. Karena perubahan sering kali
berisiko dan sulit bagi organisasi, harus ada kepemimpinan kelembagaan yang
kuat untuk memandu perubahan dan menemukan cara untuk mengubah struktur
dan budaya perusahaan atau organisasi yang inovatif.
Penelitian tentang faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi perilaku
inovatif di antara karyawan menyoroti pentingnya kepemimpinan dan role model
dari para manajer atau atasan. Harapan yang dilihat manajer terhadap perilaku
inovatif adalah sangat penting. Ketika karyawan memahami bahwa manajer
mengharapkan mereka berperilaku dengan cara yang inovatif, mereka lebih
cenderung merespons.
Untuk mendukung hal ini adalah kualitas keseluruhan hubungan antara
manajer dan karyawan harus terjamin, dan bagaimana pertukaran itu berfungsi
untuk memperkuat komitmen manajer terhadap inovasi dalam organisasi. Penting
sekali kepemimpinan dalam organisasi yang berusaha menjadi lebih inovatif.
Hanya jika manajer berperan sebagai panutan, dan mengkomunikasikan
keinginan mereka untuk inovasi dan bagaimana inovasi tersebut dapat dicapai,
karyawan akan merespons dengan perilaku inovatif yang kuat. Itulah salah satu ciri
ciri budaya organisasi yang inovatif.
3. Perencanaan Strategis Non-linier
Organisasi yang ingin meningkatkan inovasi mereka perlu memiliki proses
perencanaan strategis yang bersifat non-linier. Strategi non-linier adalah strategi
yang menyiratkan fleksibilitas dan kapasitas untuk bakat kewirausahaan. Poin ini
mengacu pada kemampuan proses perencanaan untuk tetap fleksibel dan
mengizinkan semua area fungsional perusahaan untuk berkontribusi pada proses
tersebut.
Manajemen inovasi harus dilihat sebagai proses strategis dengan rencana
inovasi strategis formal yang dikembangkan oleh manajemen tingkat atas untuk
menjelaskan tujuan organisasi dalam kaitannya dengan produk baru atau
penciptaan usaha. Manajer harus memulai dengan menetapkan tujuan yang jelas
untuk inovasi dalam perusahaan. Mereka harus mempertimbangkan area spesifik
apa yang akan ditargetkan oleh inovasi dan apa kapasitas saat ini dalam
perusahaan untuk inovasi (misalnya kompetensi inti).
Setelah masalah ini ditangani, manajer dapat menentukan tindakan masa
depan yang diperlukan untuk mengimplementasikan perubahan. Perhatian harus
diberikan untuk menggunakan inovasi sebagai cara untuk meningkatkan laba atas
investasi, memperluas peluang pengembangan produk baru, atau menurunkan
biaya.
Manajer yang ingin mencapai hal ini dapat mempercepat adopsi teknologi
baru untuk membantu peningkatan produk dan proses. Mempersingkat siklus
pengembangan dan implementasi untuk produk atau usaha baru dan kreasi dalam
budaya inovasi juga merupakan bagian dari proses manajemen inovasi.
Dengan demikian, manajer juga perlu belajar bagaimana mengidentifikasi
hambatan inovasi dalam perusahaan. Hambatan tersebut mungkin termasuk
budaya yang merugikan pengambilan risiko, atau kurangnya penghargaan atau
insentif untuk ide-ide baru.
Perencanaan strategis sering kali bersifat logis, sistematis dan preskriptif,
sementara pemikiran strategis lebih intuitif, cair, kreatif dan berbeda. Strategi
adalah proses ‘putaran ganda’ (berulang dan berkelanjutan) atau non-linier,
sedangkan perencanaan telah dipandang sebagai proses ‘putaran tunggal’.
Perencanaan formal dan linier tidak cocok dengan pendekatan strategis
dinamis yang diadopsi oleh pengusaha, yang melibatkan proses penyaringan
peluang secara terus menerus, penyiangan dari pemilihan pilihan yang kurang
menjanjikan, dan eksploitasi yang cepat biasanya dengan hanya analisis terbatas.
Sementara perusahaan besar mempertimbangkan opsi dengan hati-hati
dan berinvestasi terhadap tolok ukur keuangan yang ditentukan dengan jelas,
wirausahawan bertindak lebih intuitif, mengambil risiko yang diperhitungkan dan
menggunakan visi kreatif dan peluang pasar sebagai panduan mereka.
Perencanaan strategis sekuensial atau linier terdiri dari: identifikasi
peluang, evaluasi nilai strategisnya, perumusan strategi, komitmen sumber daya,
pengalihan tanggung jawab kepada tim pelaksana, dan implementasi strategi.
Proses ini umumnya berisiko dan membutuhkan waktu yang cukup lama dari
konsepsi hingga penerimaan pasar.
Sebaliknya, proses perencanaan strategis non-linier atau simultan terdiri
dari proses: identifikasi peluang, penyaringan peluang, alokasi dan implementasi
sumber daya, yang berlangsung secara bersamaan dan dengan waktu siklus yang
lebih pendek. Untuk membuat proses perencanaan strategis non-linier
memerlukan kombinasi dari empat elemen kunci lainnya.
Kemitraan yang erat dengan pelanggan utama memberikan kesempatan
organisasi untuk mengembangkan produk dan layanan baru dan membawa
mereka ke pasar dengan cepat, yakin akan penerimaan yang siap dan akhirnya
menyebar. Kepemimpinan inovatif oleh manajer senior karyawan yang didukung
oleh budaya inovatif dan struktur ambidextrous lebih cenderung merangkul
persyaratan dinamis dan menantang dari perencanaan strategis non-linier.
Strategi yang efektif harus fokus pada pasar atau pelanggan, dengan
kemampuan untuk terus disesuaikan dalam menghadapi perubahan eksternal
sambil juga mempertahankan fokus yang jelas pada kompetensi inti yang
menjamin keunggulan kompetitif perusahaan. Strategi tersebut juga harus
dikomunikasikan dengan jelas kepada semua pemangku kepentingan utama
termasuk pelanggan, pemasok, karyawan dan jaringan sumber daya.
4. Struktur Ambidextrous
Untuk organisasi besar yang ingin mendorong inovasi tingkat tinggi,
hambatan yang paling umum adalah struktur organisasi mereka sendiri.
Berdasarkan sifatnya, inovasi melibatkan kombinasi baru dari keterampilan,
sumber daya, dan teknologi.
Dalam bentuknya yang paling radikal, hal itu membawa risiko yang lebih
tinggi, dan sering kali bertambah dengan menempatkan tanggung jawab atas
produk atau proses baru ke tangan tim lintas fungsi dengan kemampuan untuk
melihat proyek tersebut dari awal hingga akhir.
Persyaratan tersebut dapat memberikan tekanan pada struktur organisasi
yang ada di mana orang dan sumber daya lainnya sudah berkomitmen pada status
quo dan mungkin menolak perubahan baru atau melupakan seluruh upaya inovasi.
Struktur organisasi yang lebih cocok untuk inovasi radikal biasanya memiliki
struktur manajemen yang lebih kecil dan lebih datar serta tim lintas fungsi yang
beroperasi dengan otonomi yang lebih besar daripada biasanya untuk organisasi
yang lebih besar. Namun, mereka tetap terkait dengan organisasi induk dengan
kemampuan untuk memanfaatkan kekuatannya dalam sumber daya dan
keterampilan implementasi (misalnya pemasaran dan produksi).
Organisasi ambidextrous perlu mengembangkan dua bentuk organisasi
yang berbeda. Pertama, bisnis eksplorasi yang berfokus pada inovasi dan
pertumbuhan. Mereka mudah beradaptasi dan berwirausaha, dengan aturan dan
regulasi yang relatif longgar dan kapasitas yang lebih besar untuk mengambil risiko
dan memanfaatkan peluang baru secara kewirausahaan. Kedua, bisnis eksploitatif
yang berfokus pada biaya dan keuntungan. Kekuatan mereka terletak pada
efisiensi yang tinggi dalam implementasi operasional dan dalam menekan biaya
melalui sistem dan prosedur rutin yang dirancang dengan baik.
Namun, perusahaan semacam itu juga lebih kaku dalam budaya mereka
dan kurang fleksibel atau terbuka untuk kreativitas dan pengambilan risiko.
‘Struktur ambidextrous’ ini mencerminkan kebutuhan akan organisasi yang lebih
besar dan lebih eksploitatif untuk membangun sub-unit yang lebih kecil dan lebih
eksploratif yang mungkin pada akhirnya akan keluar dari perusahaan induk
mereka.
Internal corporate ventures (ICV) sering dibentuk sebagai unit bisnis yang
terpisah untuk memasuki pasar yang berbeda dan mengembangkan produk baru
atau inovasi proses lebih cepat dan dengan sedikit campur tangan birokrasi.
Struktur ICV seperti itu biasanya memiliki otonomi dalam fungsi pemasaran dan
R&D, dan memiliki manajer usaha dengan hubungan yang baik dengan
manajemen senior melalui sponsor usaha atau mentor yang berbasis di
perusahaan induk.
Contohnya di jaman sekarang sangat banyak. Samsung yang telah saya
sebut di atas punya banyak sekali ICV dan bergerak dalam berbagai unit usaha.
Google pun demikian, Perusahaan gawai yang lainnya seperti BBK Electronics
sebagai produsen OPPO kemudian melahirkan Vivo Realme, OnePlus, dan iQOO.
5. Budaya Inovasi
Orientasi kewirausahaan dalam perusahaan kecil biasanya merupakan
tanggung jawab pengusaha yang menetapkan arah strategis perusahaan dan
biasanya memimpin inovasinya. Dalam organisasi yang lebih besar, tantangannya
adalah untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan di antara karyawan melalui
proses penjelajahan perusahaan internal yang dapat mempromosikan inovasi.
Perilaku inovatif karyawan terkait secara positif dengan tingkat dukungan
untuk inovasi yang ditimbulkan dalam budaya organisasi. Ini lebih penting daripada
ketersediaan sumber daya untuk melakukan kegiatan inovatif.
Budaya organisasi yang inovatif yang menumbuhkan kreativitas cenderung
lebih kondusif untuk inovasi. Manajemen tingkat atas dalam perusahaan semacam
itu juga perlu lebih toleran terhadap kegagalan, dan mendorong staf bawahan
untuk lebih otonom dan bersedia mengambil risiko yang diperhitungkan. Inisiatif
semacam itu mungkin semakin penting dalam industri di mana teknologi produk
dan proses telah mencapai batas pengembangan lebih lanjut.
Dalam kondisi seperti itu, investasi dalam sumber daya manusia melalui
pelatihan dan pengembangan keterampilan dapat menjadi sumber keunggulan
kompetitif. Dalam upaya menghasilkan iklim yang cocok untuk inovasi, organisasi
harus melihat kebijakan manajemen sumber daya manusia strategis mereka.
Pertama, mereka perlu memeriksa struktur penghargaan mereka untuk
memastikan bahwa karyawan diakui dan diberi penghargaan yang sesuai untuk
inovasi dan pengambilan risiko. Ini perlu mempertimbangkan umpan balik
penetapan tujuan, tanggung jawab individu dan penghargaan atas usaha. Sistem
penghargaan yang memadai perlu memperkuat dan meningkatkan perilaku inovatif
dan kreatif. Perusahaan harus ditandai dengan memberikan penghargaan yang
bergantung pada kinerja, memberikan tantangan, meningkatkan tanggung jawab,
dan membuat ide-ide dari orang-orang inovatif diketahui orang lain dalam hierarki
organisasi.
Kedua, manajer menengah dan karyawan harus didorong untuk percaya
bahwa inovasi adalah bagian dari peran mereka di dalam perusahaan. Alokasi
sumber daya dalam perusahaan juga harus diperiksa. Alokasi sumber daya yang
menakutkan untuk proyek-proyek yang bersaing dengan tingkat risiko dan
pengembalian yang berbeda adalah tugas utama organisasi yang ingin mendorong
inovasi.
Ketiga, waktu dan beban kerja harus ditinjau untuk memastikan bahwa tim
memiliki kapasitas untuk mengejar ide-ide baru. Harus ada toleransi pengambilan
risiko dalam organisasi, dan fleksibilitas struktur untuk beradaptasi dan berubah
sesuai kebutuhan.
BAB III. PEMIMPIN PERUBAHAN

A. Kepemimpinan Dalam Inovasi

Dalam era sekarang ini, kepemimpinan dalam inovasi harus mengalami


perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan lingkungannya. Selain itu,
tiga jenis perubahan yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan tersebut
adalah perubahan rutin, perubahan pengembangan dan inovasi sendiri. Mengelola
suatu perubahan memanglah hal yang sulit. Ukuran kapasitas kepemimpinan
seseorang salah satunya adalah kemampuannya dalam mengelola perubahan.
Kemampuan ini penting sebab pada masa kini pemimpin dituntut untuk mampu
mempelopori perubahan lingkungan. Diibaratkan, ketika kepala kita sakit maka
bagian tubuh yang lain akan terganggu, begitu juga ketika kepala kita sehat, maka
sehat pula seluruh tubuh kita. Seperti itulah pemimpin kita ibaratkan, ketika
kepemimpinan berjalan buruk maka rusaklah lembaga atau organisasinya, namun
ketika kepemimpinan dijalankan dengan cara yang baik, maka baik pula lembaga
atau organisasi tersebut.

Ada beberapa pokok utama yang harus dimiliki untuk menciptakan


pemimpin di era modern ini. Pertama adalah “sifat, perilaku, situsional”. Dalam
mencari sifat kepemimpinan yang dapat diukur adalah pendekatan pemimpin dan
bukan pemimpin, dan pemimpin efektif dan tidak efektif. Perilaku kepemimpinan
digunakan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif,
bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi,
bagaimana mereka menjalankan tugasnya, dan sebagainya (Handoko, 1999).
Keberhasilan seorang pemimpin juga ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan
perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan
situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan
ruang. Ke tiga tadi adalah pokok utama pembangun pemimpin masa depan tetapi
untuk itu semua kita harus melihat apa faktor yang harus kita miliki untuk
pencapaian visoner di era modern ini.

1. Melalui pokok sifat pemimpin haruslah memiliki:


 Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas,
obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan;
 Rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, keteladanan, ketegasan,
keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik.
 Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala
prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan
mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
2. Melalui pokok perilaku pemimpin haruslah memiliki:
 cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah, mau
berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan
memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat
dirinya.
 Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang
berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan
atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan
bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku
bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi
memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan,
pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian
tujuan.
 Bertaqwah dan takut kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Melalui pokok situasional pemimpin haruslah memiliki:
 kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya
kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan
situasi tersebut.
 Mau melihat peluang dan juga memberitahukan, menjual dan mengajak
serta bawahan.
 Jiwa memotivasi dan memberi inovasi.
Sehingga dari tiga pokok utama “sifat, perilaku, situsional” adalah pola
berpikir dan hal pokok yang harus dimiliki pemimpin di era modern ini. Seorang
pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana,
mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai
tujuan bersama. Seorang pemimpin harus mempunyai terobosan-terobosan
(inovasi) yang baik untuk melakukan perubahan secara terus menerus dalam
acuan untuk menjadai lebih baik sesuai dengan perkembangan zaman. Organisasi
yang mampu secara terus menerus melakukan penciptaan pengetahuan disebut
sebagai learning organization. Untuk merangkum wacana saya ini seorang
pemimpin yang dibutuhkan di era modern adalah pemimpin yang “Inovatif dan
Tranformator”. Artinya, di mana ada pemimpin maka di sana ada inovasi dan
gagasan baru serta perubahan baru tanpa takut mengambil resiko dalam
pengabdiannya tetapi untuk itu sang pemimpin harus tahu konteks dan situasi dari
institusi yang dia pimpin.

B. Kepemimpinan atau pemimpin yang inovatif

Definisi Pemimpin Dan Kepemimpinan Harry S. Truman (1975): Pemimpin


adalah seseorang yang memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain untuk
melakukan suatu pekerjaan yang sebenarnya tidak disukainya dilakukan secara
sukarela;
Kepemimpinan adalah kemampuan khusus yang dimiliki oleh seseorang
dalam mempengaruhi orang atau pihak lain untuk mengerjakan sesutau sesuai
keinginan pemimpin.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inti dari kepemimpinan dalam
organisasi adalah “pengaruh” sang pemimpin yang dapat meningkatkan kepatuhan
pihak lain secara mekanis terhadap perintah yang diberikan. Hal ini senada dengan
dengan ungkapan dua ahli Herman dan Scott yang menyatakan bahwa: “Leadership
is a process by which people are directed, guided and influences in choosing and
achieving goals”.
Dengan melihat definisi dari
kepemimpinan di atas bahwa kepemimpinan
menjadi suatu kemampuan khusus yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin untuk
dapat melakukan perubahan, menjadi
seorang yang motivasi dan menjadi pemimpin
yang inovatif. Dalam hal ini saya akan
membahas bagaimana seorang pemimpin
mampu memberikan pengaruh yang
berinovasi atau menjadi seorang yang inovatif
dan menjadi pengaruh kepada pihak lain
untuk inovatif?
Perbedaan Inovasi dan Inovatif Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI):
a. Inovasi adalah penemuan sesuatu yang baru atau perubahan yang jauh berbeda
dengan sesuatu yang sudah ada sebelumnya; pembaharuan
b. Inovatif adalah bersifat memperkenalkan sesuatu yang baru; berkenaan dengan
pembaharuan
Melalui pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara inovasi
dan inovatif terletak pada waktu dan sifat, dimana inovasi adalah sebuah penemuan
yang berasal dari ide-ide dan terletak sebelum adanya inovatif karena inovatif adalah
sebuah cara yang dimiliki setelah sesorang itu memiliki inovasi atau penemuan akan
pembaharuan sehingga inovatif bekerja sebagai wadah untuk memperkenalkan
sebuah inovasi tersebut.
Seorang pemimpin yang inovatif adalah seorang pemimpin yang memiliki
gaya kepemimpinan sebagai democratic style atau gaya kepemimpinan yang tidak
mengambil keputusan dari sudut pandangnya saja melainkan mengumpulkan semua
ide-ide dari seluruh pegawainya lalu melakukan musyarawah dan diputuskan
bersama. Artinya menjadi seorang pemimpin yang inovatif adalah melalui gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin tersebut.
Di dalam membuat sebuah inovasi dan inovatif seorang pemimpin harus
memiliki berbagai macam acuan untuk merumuskan proses penerapan inovasi agar
terciptanya orang-orang inovatif, diantaranya:
a. Buatlah rumusan yang jelas tentang inovasi apa yang akan diterapkan;
b. Terapkan democratic style atau gaya kepemimpinan demokrasi untuk dengan
mudah memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk berpartisipasi aktif
dalam usaha merubah pribadi maupun lembaga tempat ia bekerja;
c. Gunakan berbagai macam alternatif untuk mempermudah penerapan inovasi;
d. Gunakan data atau informasi yang sudah ada untuk bahan pertimbangan dalam
menyusun perencanaan penerapan inovasi;
e. Gunakan tambahan data untuk mempermudah fasilitas terjadinya penerapan
inovasi;
f. Gunakan kemanfaatan dari pengalaman;
g. Berbuatlah secara positif untuk mendapatkan kepercayaan;
h. Menerima tanggungjawab pribadi;
i. Usahakan adanya pengorganisasian kegiatan yang memungkinkan
terjadinya kepemimpinan yang efektif;
j. Usahakan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan dasar tentang
inovasi tersebut.
1. Hubungan Kepemimpinan dan Inovasi atau Inovatif
Apa hubungan antara pemimpin dan inovasi? Kenapa pemimpin harus selalu
berinovasi? Apakah inovasi ang tiada henti akan membuat kepemimpinan seseorang
menjadi lebih baik?
Menurut pendapat saya pemimpin dan inovasi adalah dua hal yang harus
selalu beriringan. Artinya, di mana ada pemimpin di sana ada inovasi dan gagasan-
gagasan baru serta perencanaan untuk melakukan perbaikan dan perubahan. Untuk
melakukan hal ini seorang pemimpin harus mampu membaca dan mempelajari
konteks institusi dan situasi dalam lembaga di mana ia memimpin.
Lalu kenapa harus berinovasi? Ada qoutes yang mengatakan bahwa “tidak hal
yang tidak pasti di dunia ini selain perubahan”. Oleh karena itu harus selalu ada
inovasi disetiap sudut di dunia ini entah itu perubahan kecil dan besar pasti akan
berdampak. Inovasi adalah tugas semua orang, terutama untuk pemimpin adalah
untuk mengamati perubahan dan menyiapkan dirinya dan institusi untuk menghadapi
perubahan yang akan terjadi, karena kecerdasan melihat masa depan atau VISI
adalah kunci utama seorang pemimpin.
Ya, dan tentunya inovasi terus menerus tiada henti pasti akan membawa
kebaikan bagi dirinya dan juga institusi. Misalnya, perusahaan Apple yang dipimpin
leh Steve Jobs yang sangat inovatif, kini mulai melangkahi hegemoni Microsoft di
pasar gadget IT. Hal ini terjadi karena penerapan inovasi yang terus menerus yang
dilakukan oleh Steve Jobs.
Perilaku Pemimpin mempengaruhi perilaku inovatif
Studi tentang kepemimpinan dengan menggunakan pendekatan perilaku
kepemimpinan tidak digunakan untuk mencari jawaban tentang sifat-sifat pemimpin,
tetapi untuk menentukan apa yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif, bagaimana
mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi, bagaimana
mereka menjalankan tugasnya, dan sebagainya (Handoko, 1999). Handoko juga
menambahkan bahwa pendekatan perilaku kepemimpinan memusatkan perhatiannya
pada aspek fungsi-fungsi kepemimpinan
Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Agar organisasi dapat berjalan secara efektif, maka seorang pemimpin harus
melaksanakan dua fungsi utamanya yaitu fungsi yang berhubungan dengan tugas
(task oriented) dan fungsi pemeliharaan kelompok. Yukl (2007) menyebutkan bahwa
perilaku kepemimpinan yang efektif akan melibatkan tiga perhatian atau tujuan
berikut ini.
1. Berorientasi padatugas. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan penyelesaian
tugas, menggunakan personil dan sumber daya secara efisien, dan
menyelenggarakan operasi yang teratur dan dapat diandalkan.
2. Berorientasi pada hubungan. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan
perbaikan hubungan dan membantu orang, meningkatkan kooperasi dan kerja
tim, meningkatkan kepuasan kerja, dan membangun identifikasi dengan
organisasi.
3. Berorientasi pada perubahan. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan
perbaikan keputusan strategis, beradaptasi terhadap perilaku lingkungan,
meningkatkan fleksibilitas dan inovasi, membut perubahan besar di bidang
proses, produk, dan jasa, dan mendapatkan komitmen terhadap perubahan.

C. Sifat Kepemimpinan Inovatif yang Millennials Harus Tahu

Ada sebuah nasehat Steve Jobs yang


sudah hangat di telinga kita, Innovation
distinguishes between a leader and a follower.
Saya sering katakan bahwa tidak ada inovasi
tanpa kepemimpinan. Oleh karena itu, untuk
membangun inovasi berkelanjutan, pertama yang
harus kita lakukan adalah menciptakan
kepemimpinan yang inovatif dalam perusahaan
kita atau menjadikan pribadi kita pemimpin yang
inovatif.

Apa kepemimpinan yang inovatif itu?

Kepemimpinan yang inovatif adalah karakter kepemimpinan yang


memungkinkan inovasi lahir dan tumbuh subur di organisasi atau perusahaan yang ia
pimpin. Disana kita harus membangun nilai, standar, dan orientasi inovasi secara
menyuluruh pada semua proses, kinerja, dan alur bisnis yang kita bangun yang pada
akhirnya melahirkan produk atau layanan yang inovatif. Saya menyebutnya
innovative leadership style.

Mengapa pemimpin yang inovatif itu menjadi sebuah keharusan?

Karena dalam membangun inovasi itu penuh dengan resiko kegagalan dan
kerugian, serta terdapat kompleksitas masalah yang butuh kesabaran dan keberanian
dalam mengambil keputusan. Itulah kenapa saya katakan bahwa kepemimpinan
menjadi salah satu bagian terpenting dari lahirnya produk atau layanan yang
inovatif. Behind innovative product or services, there is innovative leadership.

Setelah kita tahu bahwa kepemimpinan yang inovatif itu penting,


pertanyaannya adalah bagaimana kita menjadi pemimpin yang inovatif atau memilih
pemimpin yang inovatif atau mencetak pemimpin yang inovatif?

Penelitian McKinsey Global Institute menunjukkan bahwa kebanyakan senior


executive pada umumnya kecewa dengan kemampuan mereka untuk merangsang
inovasi. Sekitar 65% senior executive yang telah disurvei menyatakan bahwa mereka
“agak”, “sedikit,” atau “tidak sama sekali” percaya diri akan keputusan yang mereka
buat terkait inovasi. Oleh karena itu penting bagi para executive untuk mempelajari
karakter-karakter apa saja yang akan membentuk jiwa kepemimpinan yang inovatif.

Saya meyakini bahwa seorang inovator harus melihat kegagalan sebagai


bagian kecil yang harus dilalui dalam proses pembentukan inovasi. Ia harus
memahami bahwa dalam inovasi senantiasa ada failure period, sebelum ia
mencapai success period. Tapi yakinlah, setiap resiko besar itu layak kita ambil jika
hal itu memberikan peluang kita melahirkan inovasi yang berdampak luas atau
revolusioner. Oleh karenanya, inovasi bukan hanya butuh kewirausahaan, tapi juga
butuh kesabaran, pengorbanan, dan keberanian.

Pemimpin-pemimpin yang berani mengambil resiko itu sedang pergi dari


kerumunan orang untuk bersaing dengan lebih sedikit orang yang sama-sama punya
keberanian yang besar dan pemimpin-pemimpin yang bersabar itu sedang pergi dari
kerumunan orang untuk bersaing dengan lebih sedikit orang yang sama-sama punya
kesabaran yang panjang. Itulah prinsip dasar innovative leadership style.

Innovative Leadership Style adalah filosofi dan cara yang mengkombinasikan


leadership style yang berbeda untuk mempengaruhi karyawan dan menciptakan
ekosistem di organisasi sehingga dapat memproduksi ide, produk, dan layanan yang
inovatif.

Siapakah pemimpin yang inovatif? Apa kualitas mereka? Bagaimana mereka


mendorong inovasi dalam sebuah organisasi? Dalam sebuah penelitian, yang
berjudul 10 Traits of Innovative Leaders oleh Jack Zenger dan Joseph Folkman
menyimpulkan 10 sifat kepemimpinan yang inovatif, antara lain:

1. Menampilkan visi strategis yang unggul (strategic vision)


Kepemimpinan inovatif yang paling efektif mampu menggambarkan secara jelas
visi mereka tentang hasil akhir dari inovasi mereka. Mereka mampu
melukiskannya dengan sangat baik, sehingga menginspirasi orang-orang yang
dipimpinnya untuk bekerja keras mewujudkan gambaran itu. Ia memulai segala
sesuatu dengan begin with the end in mind.
2. Memiliki fokus yang kuat pada customer (customer oriented)
Apa yang dianggap menarik oleh para customer menjadi sangat menarik bagi
pemimpin yang inovatif. Mereka akan berusaha keras untuk mampu melihat dari
sudut pandang customer, terhubung dengan para customer, dan terus bertanya
tentang kebutuhan dan keinginan mereka. Dengan demikian pemimpin yang
inovatif akan melibatkan customer dalam berinovasi dan menjadikan customer
sebagai orientasi.
3. Menciptakan iklim saling percaya (mutual trust)
Inovasi sering berhadapan dengan berbagai resiko pada berbagai level, mulai dari
regulasi yang belum mendukung, ketersediaan sumber daya yang terbatas,
berhadapan dengan kompetitor, dan berbagai tantangan lain. Pemimpin yang
sangat inovatif ini mampu membangun tim yang solid, hubungan yang hangat
antar tim, dan membangun kolaborasi dengan para inovator yang bekerja untuk
mereka. Karakter ini menjadikan pemimpin yang inovatif itu pada umumnya
sangat terbuka dan mampu berkomunikasi dengan sangat baik. Pada akhirnya
mereka akan mampu mentransformasi innovative leadership memjadi innovative
team.
4. Menunjukkan kesetiaan untuk melakukan sesuatu yang benar bagi
organisasi dan customer (true)
Pemimpin yang inovatif ini akan terus bekerja untuk memeriksa berbagai hal di
perusahaan dan melakukan perbaikan yang berkelanjutan (continuous
improvement). Mereka akan selalu berada di belakang untuk mengevaluasi
semua lini organisasi sehingga mampu menggerakkan semua elemen dalam
mencapai visi inovasinya. Kepemimpinannya tegas dalam memastikan semua
level di organisasi harus bergerak untuk mencapai visi yang ia kejar.
5. Mereka mendengar inovasi dari level bawah (listen)
Pemimpin ini tidak lagi berfikir bahwa mereka inovatif dan inovasi harus lahir dari
mereka. Mereka percaya bahwa gagasan yang terbaik dan paling inovatif bisa
lahir dan tumbuh dari manapun, termasuk dari tingkat bawah (bottom up). Oleh
karenanya mereka selalu menciptakan budaya untuk terus mendengar ide,
menerima gagasan, dan menghormati pemikiran yang baik dari semua pihak
dalam struktur organisasi. Dalam hal ide mereka membangun kesetaraan pada
semua level organisasi.
6. Persuasif (persuasive)
Pemimpin inovatif punya kemampuan yang sangat efektif untuk membuat orang
lain menerima gagasan–gagasan yang inovatif. Mereka mampu membuat orang
lain berfikir “wow” saat mendengar mereka menceritakan inovasinya. Mereka tidak
memaksakan gagasan inovatif mereka kepada tim, namun mereka akan
menceritakan gagasan dengan sangat antusias, mantap, dan meyakinkan,
sehingga anggota tim akan percaya dan terpengaruh untuk mengikuti gagasan
tersebut secara sukarela.
7. Mengatur jangkauan tujuan dengan sangat baik (acheivable)
Pemimpin yang inovatif akan mampu merumuskan tujuan akhir, tujuan pada
setiap tahapan perkembangan, dan menterjemahkannya pada tiap tingkatan kerja.
Mereka mampu menterjemahkan tujuan menjadi target-target yang terukur dari
ketersediaan sumber daya yang ada, kemudian menetapkan metrik atau indikator
atau parameter yang tepat pada setiap tahapan perkembangan. Mereka sangat
ambisius, tapi juga realistis. Mereka mengambil resiko-resiko yang terukur.
8. Menekankan kecepatan (Speed)
Value adalah inti dari sebuah inovasi, namun menghasilkan sebuah value dari
inovasi adalah pekerjaan yang sulit, panjang, dan berat. Oleh karenanya inovator
selalu berkejaran dengan waktu dalam mewujudkan inovasinya, mereke
berhadapan dengan ketersediaan sumber daya yang terbatas dan juga competitor
yang tangkas. Oleh karena itu, mereka akan bekerja keras untuk mendorong
organisasi atau perusahaan bergerak lebih cepat. Mereka menciptakan sistem
yang efektif dan efisien dalam bekerja, menentukan metric–metrik yang terukur
sebagai target organisasi atau perusahaan, lalu mengalokasikan berbagi sumber
daya untuk mencapainya dalam tempo sesingkat-singkatnya.
9. Terbuka dalam berkomunikasi (open)
Pemimpin yang inovatif akan memberikan feedback yang jujur, terus terang, dan
apa adanya, walaupun terkadang sangat tajam dan kritis. Karakter kepemimpinan
ini akan mengakibatkan orang-orang yang dipimpinnya memahami pola pikir
pemimpin mereka dan merasa percaya kepadanya, sehingga membantu mereka
dalam beperan pada tugas dan fungsi masing-masing dalam mengikuti logika,
keyakinan, dan pemikiran pemimpin mereka. Karakter ini juga akan membangun
kepercayaan dalam tim, sehingga mereka semua memahami masalah dan
tantangan yang sedang dan akan mereka hadapi.
10.Menginspirasi dan memotivasi melalui tindakan (inspirative)
Pemimpin yang inovatif akan mampu terinspirasi dan tergerak oleh imaginasi akan
realisasi inovasi itu. Ia mengimajinakan inovasinya dan melibatkan hati secara
emosional untuk mampu menggerakkan dirinya dan orang-orang yang
dipimpinnya untuk bekerja lebih keras sehingga dapat dengan segera
merealisasikan gagasan inovatif tersebut. Bukanlah pekerjaan yang mudah untuk
membuat orang-orang yang dipimpinnya mengejar ambisi atau cita-cita akan
inovasi yang dimimpikannya, disanalah kemampuannya menginspirasi dan
memotivasi menjadi sesuatu yang mutlak untuk melahirkan antusiasme, energi,
menjadi daya tarik yang terus menarik timnya bekerja keras untuk merealisasikan
inovasi itu.

Apakah sifat – sifat tersebut sudah ada pada pribadi anda? Jika belum, latih
dan bentuklah karakter Innovatie Leadership Style dalam diri anda.

D. Cara Menjadi Pemimpin yang Inovatif


Dalam menjalankan kepemimpinan, manager
seringkali menghadapi berbagai kendala, konflik atau
kejenuhan yang harus segera dicarikan solusinya.
Terkadang hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan
dan bahkan bisa membuat seorang pemimpin
merasa terombang-ambing. Suatu hal yang cukup
menakutkan apabila membayangkan yang akan
terjadi pada awak kapal kalau nakhodanya
kehilangan arah dan tidak tahu kearah mana sang
kapal akan melaju?

Jika situasi ini terjadi pada sebuah organisasi


perusahaan atau tim yang Anda pimpin, maka cepat
atau lambat kelangsungan hidup organisasi tersebut terancam. Umumnya hal tersebut
terlihat ketika pemimpin tak lagi lantang menyuarakan visi dan misinya, tujuan perusahaan
semakin nampaknya semakin jauh dari target, dan lajunya semakin lambat bahkan jalan
ditempat.

Tapi kondisi tersebut bukan harga mati, masih ada cara memperbaikinya,
salah satunya dengan lebih agresif meningkatkan inovasi. Dengan memiliki visi dan
misi yang progresif, yang senantiasa menawarkan ide-ide segar yang mengusung
perubahan dan pembaharuan, Anda akan lebih tahu apa yang harus dilakukan atau
lebih siap memberikan solusi konstruktif terhadap permasalahan yang sedang
dihadapi.

Beberapa cara lain guna membiasakan diri untuk menjadi pemimpin yang
inovatif, seperti berikut:
1. Memiliki visi. Ini adalah syarat mutlak bagi pemimpin manapun. Inovasi lahir dari
visi dan misi yang jelas, terukur dan memiliki tujuan/sasaran. Share visi Anda
kepada anak buah dengan gamblang karena hal ini mengilhami mereka untuk
mencari cara demi meraihnya dan menyiapkan solusi untuk menghadapi
tantangannya.
2. Terbuka terhadap perubahan. Perubahan adalah kebutuhan, bukan hambatan.
Pemimpin inovatif tidak mudah puas dengan hasil yang didapat dan selalu
berambisi untuk berbuat lebih baik. Perlihatkan a better future painting, untuk
menularkan optimisme dan keyakinan Anda bahwa perubahan yang Anda
inginkan akan berbuah sukses, layak dilakukan dan tidak akan sia-sia.
3. Langgar aturan main. Maksudnya untuk tidak terlalu terpaku pada aturan yang
berlaku dan dapat melakukan sedikit ‘improvisasi’. Inovasi, terutama yang radikal
berarti melakukan sesuatu yang berbeda dari yang pernah ada. Oleh karena itu,
pikiran lateral yang menghasilkan cara-cara baru dalam menciptakan dan
menjalankan inovasi sangat dibutuhkan.
4. Mencari alternatif. Himbaulah diri Anda dan anak buah untuk melakukan dua hal,
pertama melakukan pekerjaannya dengan seefektif mungkin dan yang kedua
dengan cara baru. Arahkan mereka untuk berpikir dan mempertanyakan kembali
peranan dan cara kerja mereka sehingga pikiran mereka lebih terbuka dan
mampu melihat hal lain yang tak terpikirkan sebelumnya.
5. Siap menghadapi kegagalan. Bahkan innovator terbesar pun pernah merasakan
kegagalan. Tanamkan pada diri sendiri dan orang lain bahwa kegagalan
merupakan jalan menuju sukses.
6. Ujicobakan inovasi Anda. Selalu uji cobakan inovasi Anda terlebih dahulu untuk
melihat respon dan hasilnya. Usahakan melakukannya langsung kepada sasaran
agar lebih representatif dan mencerminkan hasil sebenarnya.
7. Selalu bersemangat. Fokus pada hal-hal yang ingin diubah dan tantangan yang
akan dihadapi. Tularkan semangat dan energi Anda pada anak buah agar mereka
turut mendukung Anda dengan sepenuh hati dan tenaga. Selalu tunjukkan
antusiasme dan keyakinan Anda dan sebarkan setiap kali Anda berkomunikasi.
Pemimpin yang Inovatif

Pemimpin inovatif adalah pemimpin yang tidak pernah cepat puas dengan
pencapaian hasil kinerjanya. Ia akan terus-menerus menciptakan peluang dan ide
yang baru.

LIMA BELAS SIFAT PEMIMPIN INOVATIF


Dr. Upton membuat daftar lima belas karakteristik yang dimiliki oleh pemimpin
yang inovatif, berdasarkan pengamatannya selama membangun relasi dengan para
pemimpin dan para pemimpin tradisi lainnya. Dr. Upton mengatakan bahwa karakter
dalam daftar ini tidak disusun berdasarkan prioritas, namun dapat diamati dalam diri
para pemimpin yang telah ditemuinya di negara-negara seluruh dunia.
2. Seorang pemimpin menciptakan peluang.
Dr. Upton mengatakan bahwa pemimpin hidup dalam konteks penemuan,
eksplorasi, dan pembelajaran. Dari konteks keingintahuan itulah, para pemimpin
membuka ruang-ruang bagi terciptanya hal-hal baru.
3. Seorang pemimpin boleh berkata, "Saya tidak tahu."
Mengakui dengan jujur bahwa Anda sebagai seorang pemimpin tidak memiliki
semua jawaban, akan membuka jalan bagi orang lain untuk mengeksplorasi,
bereksperimen, dan menemukan hal-hal yang bahkan tidak terpikirkan oleh Anda
sebagai seorang pemimpin. Dr. Upton berpendapat bahwa saat seorang
pemimpin berkata "Saya tidak tahu," ia memberi izin kepada orang lain untuk
"mencari tahu", sementara pemimpin itu menawarkan masukan dan dukungan
bagi mereka yang mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru.
4. Seorang pemimpin bukanlah pemain terbaik, tetapi lebih merupakan seorang
yang mengembangkan bakat setiap anggotanya.
Upton menggunakan ilustrasi sebuah orkestra yang dipimpin oleh seorang
konduktor. Seorang konduktor mungkin tidak cukup terampil untuk duduk dalam
bagian musik apa pun, tetapi dia menyatukan semua bakat para pemusik ke
dalam suatu orkestra sehingga menjadi perpaduan yang indah dari harmoni dan
energi.
5. Seorang pemimpin membagikan visi mengenai suatu harapan.
Saat ini, istilah "membagikan visi" berarti menyajikan program atau konsep yang
telah tersusun rapi. Akan tetapi, Upton menentang hal itu dengan berpendapat
bahwa para pemimpin besar seperti Churchill dan FDR (Franklin Delano
Roosevelt, presiden Amerika Serikat pada masa perang dunia II, red.)
membagikan visi mengenai suatu harapan. Dari sebuah harapan, seseorang akan
menuju pada suatu kesempatan, berinovasi dalam situasi mereka. Hal ini akan
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan yang dapat diharapkan dari visi
tunggal seorang pemimpin.
6. Seorang pemimpin bertumbuh di dalam sebuah paradoks.
Para pemimpin besar mampu menerima dua pandangan yang bertentangan
dalam pikirannya dan menghasilkan solusi yang mempertimbangkan semua
kemungkinan. Saya merekomendasikan sebuah sumber [bacaan] yang baik
mengenai hal ini: "The Opposable Mind: Winning Through Integrative Thinking"
oleh Roger L. Martin.
7. Seorang pemimpin akrab dengan kekacauan.
John Upton mengamati bahwa pemimpin yang baik selalu memiliki sesuatu yang
dapat digambarkan secara metafora sebagai persediaan pita perekat untuk
memperbaiki segala sesuatu dengan cepat dalam keadaan darurat. Menurut
pengamatan Upton, seorang pemimpin dapat "merasa nyaman di tengah-tengah
kegilaan", suatu istilah yang, menurut saya, artinya tidak sama dengan "merasa
nyaman di tengah-tengah kekurangan fokus".
8. Seorang pemimpin melakukan sesuatu dan mengulanginya lagi.
Tidak ada solusi yang mutlak dalam setiap organisasi. Solusi hari ini dapat
menjadi kendala di esok hari. Seorang pemimpin menyadari perlunya meninjau
dan mengevaluasi ulang tujuan maupun prestasi organisasinya, namun tetap
terukur.
9. Seorang pemimpin tahu kapan harus menunggu.
Pemilihan waktu dapat sama pentingnya dengan visi. Belajar menunggu dengan
sabar untuk waktu, suasana, dan orang yang tepat untuk diikutsertakan dalam
suatu proyek dapat menjadi hal yang sangat penting untuk keberhasilan proyek
itu. Kesabaran adalah suatu nilai yang baik, bukan hanya dalam teori, melainkan
juga dalam hal memimpin suatu organisasi.
10.Seorang pemimpin bersifat optimis.
Menurut pendapat Upton, memiliki sifat optimis berarti "percaya bahwa dunia ini
bisa menjadi tempat yang lebih baik, kita bisa membuat perbedaan". Optimisme
bukanlah pengabaian realitas secara membabi-buta, melainkan suatu sikap
pengharapan jangka panjang.
11.Seorang pemimpin menyampaikan gambaran besar, tetapi juga mengurus detail-
detailnya.
Sebuah skema yang besar memang mengagumkan dan orang-orang
membutuhkan visi yang menyeluruh. Namun, sebagaimana yang konon dikatakan
oleh arsitek Mies van der Rohe, "Allah hadir dalam detail-detail kecil", rupanya, itu
tak hanya berlaku dalam bidang arsitektur, tetapi juga dalam hal memimpin
organisasi.
12.Seorang pemimpin juga membuat kesalahan, tetapi menciptakan budaya tidak
menyalahkan.
"Saya lebih suka menghargai kegagalan besar daripada menghargai keberhasilan
yang biasa-biasa saja," Upton berkomentar. Melakukan kegagalan tanpa terus-
menerus dipersalahkan bukanlah sesuatu yang buruk dalam berorganisasi, hal itu
bahkan merupakan bagian dari pembelajaran dalam budaya yang inovatif.
13.Seorang pemimpin sungguh-sungguh menghargai suatu bakat.
Para pemimpin besar, menurut Jim Collins, mengelilingi diri mereka dengan
orang-orang yang sangat berbakat, dan menunjukkan pribadi yang rendah hati
ketika berbicara tentang prestasi kelompok mereka. Menurut Upton, pemimpin
besar menarik, memelihara, mendidik, dan menghargai suatu bakat.
14.Seorang pemimpin berjejaring untuk belajar dari pemimpin yang lain.
Pemimpin yang benar-benar baik bukanlah satu-satunya sumber ide atau
informasi dalam organisasi mereka. Jejaring yang menghubungkan mereka
dengan sesama pemimpin di organisasi, departemen, atau kelompok sejenis
organisasi lainnya menciptakan budaya ingin mengetahui lebih banyak dan
bereksplorasi.
15.Seorang pemimpin mengenal dirinya dengan baik.
Ini mungkin salah satu kualitas yang paling sulit dalam bidang kepemimpinan.
Pengenalan terhadap diri sendiri yang dibarengi dengan disiplin pribadi,
memisahkan pemimpin yang baik dengan pemimpin yang terbaik dalam bidang
ini. Seorang pemimpin yang mengakui bahwa "Saya tidak memegang kendali"
atas segala sesuatu, yang merupakan sepupu dari "Saya tidak mahatahu",
memungkinkan orang lain untuk berhasil, dan menyatakan bahwa pemimpin itu
memahami keterbatasan dirinya sendiri.
16.Seorang pemimpin mengambil waktu untuk beristirahat.
Tidak ada imbalan bagi para pemimpin yang berkata, "Saya tidak pernah
mengambil liburan." Seorang pemimpin perlu untuk beristirahat dari tekanan
kepemimpinan supaya ia dapat mengambil jeda, mengisi ulang energinya, dan
membuat evaluasi ulang. Pikirkan pemeliharaan preventif bagi para pemimpin,
maka Anda pasti dapat membayangkannya. Seorang pemimpin besar mengambil
jarak, memiliki ketertarikan kepada hal yang lain, memperhatikan hubungan-
hubungan yang mereka miliki, dan mengenali kebutuhan mereka untuk
memandang dari jauh.
KUTIPAN
Meskipun tak ada orang yang dapat mundur lagi dan membuat sebuah langkah awal
baru, setiap orang mampu mulai dari sekarang dan membuat sebuah akhir yang
baru.
(Anonim)

Inilah waktu untuk berkompetisi. Di era global ini, jarang dan hampir tak ada
yang bisa menjadi pemilik pasar. Semua lubang sudah terisi oleh persaingan yang
ketat. Jika tak siap dalam dunia bisnis yang makin kompetitif, bisa dipastikan kita
akan tereliminasi. Hal yang sama juga berlaku bagi kita sebagai pekerja. Jika potensi
kita tak berkembang, atau prestasi kita sangat minim atau produktivitas kerja kita jauh
dari kata efisien dan efektif, bersiap-siaplah meninggalkan kursi dan sebaliknya
mempersilakan orang lain menempatinya.
Namun, sungguh bijak seandainya kita tidak membenci situasi yang
mengharuskan kita berkompetisi, apalagi harus membenci pesaing kita. Sebab, ada
banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan dalam sebuah kompetisi jika kita bisa
menyikapi dengan sudut pandang yang positif. Pertama, persaingan bisa menjadi
bahan bakar untuk memacu perusahaan kita. Tanpa persaingan, mungkin kinerja kita
sangat biasa, namun setelah ada ancaman dari kompetitor mau tidak mau kita harus
meningkatkan kinerja kita sebaik mungkin. Kalau tidak, kita akan mati!
Kedua, persaingan membuat kita tahu posisi kita. Keberhasilan pesaing bisa
kita gunakan sebagai barometer atau tolok ukur. Paling tidak, kita akan tahu apakah
kita jauh tertinggal atau sekarang ini, kitalah yang jadi pemimpin pasar. Jika kita
menyadari bahwa kita tertinggal, kita akan dengan cepat mengejar ketertinggalan itu.
Ketiga, persaingan akan membuat kita makin kreatif dan inovatif. Tak ada istilah puas
setelah mencapai titik tertentu, bahkan saat kita sudah menjadi pemimpin pasar
sekalipun karena kita tak ingin posisi kita didahului oleh pesaing kita. Mau tidak mau,
kita akan terus berupaya untuk kreatif dan inovatif. Keempat, khusus bagi Anda yang
hidup dalam persaingan di antara sesama rekan kerja, yakinlah bahwa dengan
adanya persaingan, Anda bisa memunculkan potensi terbaik yang Anda miliki. Anda
akan terus melakukan perbaikan pribadi karena sebuah persaingan. Bukankah
persaingan itu baik?
Tanpa persaingan, kita akan menjadi statis dan gagal mencapai yang terbaik
dalam diri.
BAB III BAGAIMANA MENJADI INOVATIF?

A. Kepentingan Inovasi
Pada setiap organisasi yang memiliki ciri-ciri inovatif, selalu ada seorang
pemimpin yang membuat organisasi tersebut menghasilkan inovasi. Pemimpinlah
yang menjadi penggerak dan sumber motivasi team membernya untuk mencapai
tujuan organisasi. Biasanya seorang pemimpin inovatif memiliki visi strategis,
mampu menginspirasi team untuk ikut memiliki visi tersebut dan mewujudkannya
menjadi kenyataan, membangun kreatifitas dan inovasi. Pemimpin inovatif berani
mengambil risiko dengan hal-hal baru, perubahan. Mereka adalah orang yang
berpikiran positif terhadap team membernya dan memperlakukan mereka dengan
penuh kepercayaan agar dapat mewujudkan potensi kreatifnya semaksimal
mungkin.
Kreatifitas adalah proses melahirkan ide atau gagasan. Proses ini
merupakan perpaduan dari motivasi, waktu, usaha dan pengetahuan. Sedangkan
inovasi adalah ide yang aplikatif dan tindakan yang mendatangkan hasil. Inovasi
menciptakan hal yang berbeda dari sebelumnya atau sudah ada. Inovasi lahir dari
gabungan pengetahuan yang sudah ada dan pengembangan pengetahuan yang
baru. Karena pada umumnya manusia cenderung lebih menyukai perbedaan,
maka kita harus selalu menciptakan hal-hal yang berbeda dari umumnya. Untuk
menjadi sosok yang inovatif, kita perlu membuka diri untuk hal-hal yang baru dan
mulai mencerna dan mempelajarinya.
Menurut Everett M. Rogers, inovasi adalah sebuah gagasan, ide, rencana,
praktek atau benda yang diterima dan disadari sebagai sebuah hal yang baru dari
seseorang atau kelompok untuk di implementasikan atau diadopsi. Sedangkan
menurut Stephen Robbins, inovasi didefinisikan sebagai sebuah gagasan atau ide
baru yang diterapkan untuk memperbaiki suatu produk dan jasa. Dari
pengertiannya tersebut Stephen Robbins memfokuskan inovasi pada tiga hal:
1. Gagasan atau ide baru, yaitu pengolahan pola pikir dalam mengamati
fenomena yang sedang terjadi dalam segala bidang termasuk bidang
pendidikan, gagasan atau ide baru ini bisa berupa suatu penemuan dari sebuah
gagasan pemikiran, ide, sampai dengan kemungkinan gagasan yang
mengkristal.
2. Produk dan jasa merupakan hasil dari langkah lanjutan adanya gagasan atau
ide baru yang di follow up dengan segala kegiatan, kajian, percobaan dan
penelitian, sehingga dapat melahirkan konsep yang konkret dalam bentuk
produk dan jasa yang siap diimplementasikan dan dikembangkan.
3. Upaya perbaikan, ialah usaha yang sistematis untuk melakukan perbaikan dan
melakukan penyempurnaan secara bertahap dan terus menerus agar hasil
inovasi itu dapat terasa manfaatnya.

Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi:


1. Keunggulan relatif (Relative Advantage)
Keunggulan relatif adalah derajat di mana suatu inovasi dianggap lebih baik
unggul daripada yang pernah ada. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi,
seperti segi ekonomi, prestise sosial, kenyamanan. dan kepuasan. Semakin
besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi. Semakin cepat inovasi
tersebut dapat diadopsi.
2. Kompatibilitas (Compatibility)
Kompalibilitas adalah derajat di mana inovasi tersebut dianggap konsisten
dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan
pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, inovasi itu tidak dapat diadopsi
dengan mudah sebagairnana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
3. Kerumitan (Complexity)
Kerumitan adalah derajat di mana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit
untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan
mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang
sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi.
semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
4. Kemampuan diujicobakan (Trialability)
Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat di mana suatu inovasi dapat
diuji coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat diujicobakan dalam seting
sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan
cepat diadopsi. suatu inovasi harus mampu mengemukakan keunggulannya.
5. Kemampuan untuk diamati (Observability)
Kemampuan untuk diamati adalah derajat di mana hasil suatu inovasi dapat
dilihat orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil suatu inovasi,
semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut
mengadopsi.
Semakin besar keunggulan relatif, kesesuaian, kemampuan untuk
diujicobakan, dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya,
semakin cepat inovasi dapat diadopsi. Ada beberapa tipe inovasi menurut para
ahli, yaitu:

1. Inovasi produk
Melibatkan pengenalan barang baru, pelayanan baru yang secara substansial
meningkat. Juga melibatkan peningkatan karakteristik fungsi, kemampuan
teknisi, mudah menggunakannya
2. Inovasi proses
Melibatkan implementasi peningkatan kualitas produk yang baru atau
pengiriman barangnya
3. Inovasi pemasaran
Mengembangkan metode mencari pangsa pasar baru dengan meningkatkan
kualitas desain, pengemasan, dan promosi
4. Inovasi organisasi
Kreasi organisasi baru, praktek bisnis, cara menjalankan organisasi atau
perilaku berorganisasi
5. Inovasi model bisnis
Mengubah cara berbisnis berdasarkan nilai yang dianut
6. Inovasi radikal
Mengubah proses manual menjadi proses berbasis teknologi keseluruhannya
Tujuan utama inovasi adalah:

 Meningkatkan kualitas
 Menciptakan pasar baru
 Memperluas jangkauan produk
 Mengurangi biaya tenaga kerja
 Meningkatkan proses produksi
 Mengurangi bahan baku
 Mengurangi kerusakan lingkungan
 Mengganti produk atau pelayanan
 Mengurangi konsumsi energi
 Menyesuaikan diri dengan undang-undang
Penyebab umum gagalnya suatu proses inovasi, dapat disaring ke dalam 5
macam, yaitu:
1. Definisi tujuan yang buruk
2. Buruknya mensejajarkan aksi untuk mencapai tujuan
3. Buruknya partisipasi anggota tim
4. Buruknya pengawasan produk
5. Buruknya komunikasi dan akses informasi
Setiap tanggal 1 November, kita Bangsa Indonesia memperingati hari Inovasi
Indonesia. Hari tersebut bertujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang
pentingnya Inovasi dalam kehidupan, karena adanya inovasi tersebut, kehidupan
kita bisa terbantu.
Kita bisa bayangkan jika tidak ada telepon, mobil, alat-alat medis ketika ada
orang yang sakit, betapa repot dan resikonya dalam menyelamatkan orang
tersebut. Maka oleh karena itu inovasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita.
Inovasi adalah suatu kreasi yang baru yang dapat memberi solusi dari
masalah-masalah yang ada. Baik setiap perusahaan ataupun individu harus
memiliki inovasi-inovasi untuk mewujudkan perubahan dan pembaruan untuk
menjadi lebih berkembang dan lebih baik.
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersama-
sama serta saling berhubungan satu sama lain dengan demikian maka perlu
adanya kepemimpinan. Seperti di dunia bisnis dan didunia pendidikan.
Pemerintahan negara adalah seorang pemimpin sangat menentukan dari
tercapainya kesuksesan dan efisiensi kerja. Pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang mampu membawa lembaga/organisasi kepada sasaran dalam jangka waktu
yang ditentukan.
Di zaman modern sekarang ini, seorang pemimpin sangat diperlukan, tetapi
pemimpin juga lahir bukan karena keturunan dari seorang bangsawan atau bakat
yang dibawanya sejak lahir. Tetapi perlu adanya pendidikan dan pengalaman
sebagai bekal. Para ahli kepemimpinan telah memberikan berbagai defisini
mengenai kepemimpinan, serta menghasilkan berbagai konsep dan teori
kepemimpinan.
Dalam era sekarang ini, kepemimpinan dalam inovasi harus mengalami
perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan lingkungannya. Selain itu,
tiga jenis perubahan yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan tersebut
adalah perubahan rutin, perubahan pengembangan dan inovasi sendiri.
Mengelola suatu perubahan memanglah hal yang sulit. Ukuran kapasitas
kepemimpinan seseorang salah satunya adalah kemampuannya dalam mengelola
perubahan. Kemampuan ini penting sebab pada masa kini pemimpin dituntut untuk
mampu mempelopori perubahan lingkungan.
Kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam suatu
bangsa. Berjalannya roda pemerintahan suatu bangsa sangat tergantung pada
sosok pemimpinnya. Kepemimpinan suatu negara dapat dianalogikan seperti
bagian tubuh yang saling bersinergi.
Diibaratkan, ketika kepala kita sakit maka bagian tubuh yang lain akan
terganggu, begitu juga ketika kepala kita sehat, maka sehat pula seluruh tubuh
kita. Seperti itulah pemimpin kita ibaratkan, ketika kepemimpinan berjalan buruk
maka rusaklah negara, namun ketika kepemimpinan dijalankan dengan cara yang
baik, maka baik pula pemerintahan tersebut.
Perubahan-perubahan dibidang teknologi, ekonomi, politik, sosial budaya
membawa dampak positif dan negatif terhadap dunia pendidikan dan tidak terlepas
terhadap para pemimpin yang mengelolanya.
Perubahan dramatis dan tidak dapat diproduksi ini mengakibatkan adanya
tuntutan kepemimpinan yang dapat mengantisipasi melalui perubahan terencana.
Manusia merupakan faktor penting dalam perubahan terencana.
Pemimpin era globalisasi adalah seorang pemimpin yang harus mempunyai
pandangan luas, kreatif, inovatif tidak menaruh ketakutan dan suka akan ide-ide
baru, punya visi dan mau belajar terus. Ia juga harus dapat menerima dan
mengatasi hal-hal yang sama sekali baru dan mungkin hal yang tidak
diharapkannya. Pemimpin global harus mampu menangani situasi baru yang tak
pasti dan kompleks.
Dalam pandangan Islam kepemimpinan tidak jauh berbeda dengan model
kepemimpinan pada umumnya, karena prinsip-prinsip dan sistem-sistem yang
digunakan terdapat beberapa kesamaan. Kepemimpinan dalam Islam pertama kali
dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kepemimpinan Rasulullah tidak bisa dipisahkan
dengan fungsi kehadirannya sebagai pemimpin spiritual dan masyarakat.
Prinsip dasar kepemimpinan beliau adalah keteladanan. Dalam
kepemimpinannya mengutamakan uswatun hasanah pemberian contoh kepada
para sahabatnya yang dipimpin. Rasulullah memang mempunyai kepribadian yang
sangat agung, hal ini seperti yang digambarkan dalam al-Qur'an surah al-Qalam
ayat 4. “Dan Sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berada dalam akhlak
yang agung”.
Dari ayat di atas menunjukkan bahwa Rasullullah memang mempunyai
kelebihan yaitu berupa akhlak yang mulia, sehingga dalam hal memimpin dan
memberikan teladan memang tidak lagi diragukan. Kepemimpinan Rasullullah
memang tidak dapat ditiru sepenuhnya, namun setidaknya sebagai umat Islam
harus berusaha meneladani kepemimpinan-Nya.
Seorang pemimpin yang inovatif adalah seorang pemimpin yang memiliki
gaya kepemimpinan sebagai democratic style atau gaya kepemimpinan yang tidak
mengambil keputusan dari sudut pandangnya saja melainkan mengumpulkan
semua ide-ide dari seluruh pegawainya lalu melakukan musyarawah dan
diputuskan bersama. Artinya menjadi seorang pemimpin yang inovatif adalah
melalui gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin tersebut.
Pemimpin dan inovasi adalah dua hal yang harus selalu beriringan. Artinya,
di mana ada pemimpin di sana ada inovasi dan gagasan-gagasan baru serta
perencanaan untuk melakukan perbaikan dan perubahan. Untuk melakukan hal ini
seorang pemimpin harus mampu membaca dan mempelajari konteks institusi dan
situasi dalam lembaga di mana ia memimpin.
Semoga Pilpres dan Pilkada yang dilakukan setiap lima tahun sekali bisa
melahirkan pemimpin dan kepemimpinan yang penuh inovasi. Sehingga dibawah
kepemimpinannya berbagai masalah yang timbul dapat teratasi dengan elegan.
Menjelang pemilihan pemimpin (Pilpres dan Pilkada) tahun 2024 nanti, tentu kita
sangat mengharapkan lahirnya pemimpin yang mempunyai inovasi tiada henti.
Karena apabila mereka terpilih nanti akan menghadapi berbagai permasalahan
sangat rumit yang membutuhkan inovasi untuk menanggulanginya.

B. Kepemimpinan Dan Inovasi


1. Pentingnya Pemimpin dalam Inovasi
Definisi kepemimpinan menurut Rost adalah sebuah hubungan yang saling
mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut yang menginginkan perubahan
nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya.
Menurut Danim kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh
individu untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok
lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Menurut Yukl kepemimpinan didefinisikan sebagai proses-proses
mempengaruhi, yang mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa bagi para
pengikut, pilihan dari sasaran bagi kelompok atau organisasi, pengorganisasian
dari aktivitas kerja untuk mencapai sasaran tersebut, motivasi dari para pengikut
untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerjasama dan teamwork, serta
perolehan dukungan dan kerjasama dari orang-orang yang berada di luar
kelompok atau organisasi.
Menurut Hemhiel and Coons Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang
individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang
ingin dicapai bersama
Dari definisi-definisi yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan itu merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri
seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor.
Determinasi kepemimpinan terdiri atas faktor orang, posisi, dan faktor situasi atau
tempat.
Kata inovasi atau innovation berasal dari bahasa latin innovatio yang
berarti renewal atau renovation, berdasar pada novus (new). Dalam situs
Wikipedia diartikan sebagai “proses” dan/atau “hasil” pengembangan dan/atau
pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan
teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk (barang
dan/atau jasa), proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai yang
berarti atau secara signifikan (terutama ekonomi dan sosial).
Inovasi berkaitan dengan aktivitas penciptaan perubahan dan perbaikan.
Perubahan yang berarti juga mengenalkan sesuatu yang baru dengan
menggantikan yang lama menuju ke suatu hal yang lebih baik. Perubahan
merupakan sebuah proses yang pasti terjadi, karena untuk bisa survive kita harus
menyesuaikan (adaptif) dengan perkembangan yang terjadi baik di dalam
lingkungan internal maupun eksternal.
Inovasi juga membutuhkan proses yang memakan waktu. Seringkali
sebuah proses yang instan kurang bisa menghasilkan sesuatu yang tidak optimal
karena lemahnya variabel pengalaman dan pengamatan, sehingga untuk
mencapai hasil yang optimal diperlukan persiapan.
Inovasi berbeda dengan kreatifitas. Kreatifitas lebih berfokus pada
penciptaan ide sedangkan inovasi berfokus pada bagaimana mewujudkan ide.
Karena inovasi adalah proses mewujudkan ide, maka diperlukan dukungan dari
faktor-faktor organisasional dan leaderships (kepemimpinan). Untuk melakukan
inovasi di lembaga pendidikan dan pelatihan dibutuhkan petunjuk-petunjuk sebagai
acuan seorang pemimpin diantanya adalah sebagai berikut:

1) Buatlah rumusan yang jelas tentang inovasi yang akan diterapkan.


2) Gunakan metode atau cara yang memberikan kesempatan anggota sistem
sekolah untuk berpartisipasi secara aktif dalam usaha merubah pribadi maupun
sekolah.
3) Gunakan berbagai macam alternatif untuk mempermudah penerapan inovasi.
4) Gunakan data atau informasi yang sudah ada untuk bahan pertimbangan
dalam menyusun perencanaan penerapan inovasi.
5) Gunakan tambahan data untuk mempermudah fasilitas terjadinya penerapan
inovasi.
6) Gunakan kemanfaatan dari pengalaman sekolah atau lembaga lain.
7) Berbuatlah secara positif ujntuk mendapatkan kepercayaan.
8) Menerima tanggung jawab pribadi.
9) Usahakan adanya pengorganisasi kegiatan yang memungkinkan terjadinya
kepemimpinan yang efektif.
10)Usahakan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan dasar tentang
inovasi di sekolah.

Dengan adanya petunjuk ini seorang pemimpin dapat menentukan


keberhasilannya dalam melakukan inovasi. Inovasi berkaitan erat dengan proses
penciptaan pengetahuan. Proses penciptaan pengetahuan dilakukan dengan
melakukan observasi atas kejadian, mengolahnya menjadi data, lalu data dijadikan
informasi, dan informasi diberikan konteks sehingga menjadi pengetahuan.
Pengetahuan inilah yang oleh seorang pemimpin dijadikan arah atau bekal untuk
melakukan inovasi. Seorang pemimpin harus mempunyai terobosan-terobosan
(inovasi) yang baik untuk melakukan perubahan secara terus menerus dalam
acuan untuk menjadai lebih baik sesuai dengan perkembangan zaman. Organisasi
yang mampu secara terus menerus melakukan penciptaan pengetahuan disebut
sebagai learning organization.
Walaupun demikian proses inovasi itu sendiri dapat diartikan sebagai
seperangkat tahapan atau fase-fase penerimaan sejak adanya inovasi sampai
berakhir diterima atau ditolaknya inovasi oleh masyarakat yang menjadi sasaran.
Sehingga seorang pemimpin juga harus memahami tahapan inovasi yang meliputi
(1) proses pengambilan keputusan, (2) tahap pengenalan inovasi, (3) tahap
penerimaan dan penolakan inovasi.
2. Teori kepemimpinan dan pengaruhnya pada inovasi
Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan
kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang
terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh
karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari
masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang
kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri
perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan
latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan
pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi
kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).
Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan
penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan
mengemukakan beberapa segi antara lain: Latar belakang sejarah pemimpin dan
kepemimpinan. Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia.
Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa. Sebab-sebab
munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara
lain:

1. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi


pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh
kemauan sendiri.

2. Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan


kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai
dengan tuntutan lingkungan.

Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan


kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan. Adapun teori-teori dalam
kepemimpinan adalah sebagai berikut

1. Teori Sifat
Teori ini menekankan keberhasilan organisasi pada diri pemimpin.
Studi tentang kepemimpinan didasarkan pada karakteristik pemimpin
yang berhasil. Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan
seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang
dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan
bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan
oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang
dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau
ciri-ciri di dalamnya. Dalam mencari sifat kepemimpinan yang dapat
diukur adalah pendekatan pemimpin dan bukan pemimpin, dan pemimpin
efektif dan tidak efektif.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P
Siagian (1994:75-76) adalah:
a) Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas,
obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa
depan;
b) Rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, keteladanan, ketegasan,
keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang
baik.
c) kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan
skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting,
keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain:
terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang
dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai
teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan
akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri
atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang
menerapkan prinsip keteladanan.
2. Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku
seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok
ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi
perilaku:
a) Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan
memiliki ciri ramah tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela,
mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan
serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula
kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas
organisasi.
b) Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang
berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan
atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan
kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian,
kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang
berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada
segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan
penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan. Pada sisi lain, perilaku
pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua
yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin
dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap
hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan
perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah
fungsi dan gaya kepemimpinan.
3. Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional
ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang
disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi
organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan
ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan
tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah sbb:
a) Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
b) Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
c) Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
d) Norma yang dianut kelompok;
e) Rentang kendali;
f) Ancaman dari luar organisasi;
g) Tingkat stress;
h) Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan
“membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya
kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan
situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah
kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu
karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut
berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:
C. CARA MENUMBUHKAN JIWA KREATIF DAN INOVASI
Kreativitas dan inovasi merupakan dua aspek yang paling penting dalam
meningkatkan kesuksesan karier. Kreativitas dan inovasi dapat memberikan ide-
ide segar, yang belum pernah ditemukan sebelumnya.
Selain itu, bisa memberikan solusi efektif terhadap permasalahan yang
sedang dihadapi, dan dapat menerima perbedaan sudut pandang baik dari atasan,
kolega, maupun dari orang sekitar. Tak heran, jika kreativitas dan inovasi dapat
meningkatkan karier, karena kreativitas dan inovasi merupakan ide yang besar,
yang bisa muncul dari ide-ide yang kecil.
Namun, bagi sebagian orang, bahwa ide-ide kecil ini berakhir begitu saja
tanpa rencana untuk dimanifestasikan. Pada dasarnya, dengan cara sederhana
untuk merealisasikan ide-ide “kecil” maka akan mengubahnya menjadi cetusan
inovasi dan kreativitas.
Kreativitas dan inovasi dapat hadir melalui rasa ingin tahu yang membuat
kita banyak mencoba hal yang baru atau yang berbeda. Banyak cara untuk
menumbuhkan kreativitas dan inovasi. Beberapa cara untuk menumbuhkan
kreativitas dan inovasi yaitu:
1. Peluang dan kesempatan
Kita harus bisa mengamati setiap peluang dan kesempatan di sekitar. Jika
situasi sudah terbaca, maka kita dapat menetapkan tujuan yang akan kita
buat.
2. Tumbuhkan rasa ingin tahu
Memiliki keingintahuan yang tinggi, bisa meningkatkan pengetahuan maupun
bakat yang baru. Kita juga akan lebih kritis dalam menentukan kebijakan, atau
langkah yang akan diambil.
3. Membuka jaringan yang luas
Membuka jaringan yang luas juga bisa dimulai dengan sering berdiskusi
dengan teman. Hal itu juga dapat menambah wawasan baru dengan bertukar
pikiran. Membangun jaringan atau koneksi dengan memilih lingkungan serta
pergaulan yang tepat, sebagai pendorong kita untuk menumbuhkan Kreativitas
dan inovasi.
4. Berani
Mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam
menghadapi berbagai keadaan, jangan malu dan ragu untuk bertanya. Kita
harus berani mengambil keputusan dengan risiko yang akan kita tanggung
sendiri. Jangan takut kegagalan, dengan kegagalan yang dialami nantinya,
akan lebih mendewasakan diri kita sendiri.
5. Berfikir positif
Berpikir positif sangat diperlukan, agar bisa terhindar dari rasa pesimis yang
berlebih. Melihat tantangan sebagai kesempatan, untuk mencoba hal-hal yang
baru.
Kreativitas dan inovasi tak harus berasal dari ide yang besar, bahkan ia
bisa muncul dari ide-ide yang kecil. Namun, bagi sebagian orang, ide-ide kecil ini
berakhir begitu saja tanpa rencana untuk dimanifestasikan. Dengan mengerti cara
sederhana untuk merealisasikan ide-ide “kecil” yang Anda miliki, akan bisa
mengubahnya menjadi cetusan inovasi dan kreativitas.
Sepuluh cara di bawah ini tak hanya menjadi pancingan semangat
kreativitas, tapi juga bisa membantu Anda menjaga ide untuk terus
mengalir. Dengan menjadikan langkah-langkah ini sebagai bagian dari hidup Anda,
akan memberi dukungan fondasi kreativitas yang kuat, memfasilitasi inovasi, dan
memudahkan proses mengatasi masalah.
1. Tahu Apa Yang Membuat Bergairah
Anda bisa mencapainya dengan menciptakan misi, pedoman, atau hal penting.
Dengan menemukan apa yang sungguh-sungguh membuat Anda terinspirasi,
Anda memusatkan perhatian pada bakat dan kreativitas. Proses ini penting bagi
orang kreatif, terutama yang dilimpahi ide-ide.
2. Temukan Ide
Berapa kali ide-ide luar biasa terhenti sampai akhirnya Anda lupa? Menciptakan
sistem untuk menangkap ide tadi, bisa membantu Anda menyadari, Anda punya
banyak pemikiran kreatif yang mengagumkan. Anda bisa mencatatnya di buku,
PDA, tape recorder, atau HP, yang penting di tempat yang biasa Anda gunakan
dan nyaman. Kuncinya, konsisten dan ada variasi.
3. Rapikan Pikiran
Sebaiknya, mulai mencatat kegiatan harian untuk menyimpan pikiran Anda
yang mengembara ke mana-mana. Tulis apa saja yang ada dalam pikiran Anda.
Buat daftar dari hasil pembicaraan, pengembangan ide-ide baru, dan
dokumentasikan impian. Cara ini sangat baik dilakukan di pagi hari saat bangun
tidur, dan malam hari ketika akan tidur.
4. Nikmati Ritual Kreatif
Ikuti kegiatan yang menyenangkan dan menghibur. Menikmati semangat kreatif
ini bisa membuat Anda tetap segar dan mengeluarkan inovasi. Ritualnya bisa
sederhana saja, cukup dua menit tertawa secara intens. Tujuannya, memberi
inspirasi pada Anda untuk melakukan hal baru dan berbeda, yang bisa mengisi
kembali kreativitas dan menstimulasi imajinasi Anda.
5. Sisihkan Waktu Untuk Refleksi & Introspeksi
Sisihkan waktu untuk merenung. Perilaku atau pikiran apa yang menghambat
kreativitas berkembang? Bagaimana situasi hidup yang bisa menghilangkan
energi hingga mengurangi produksi kreatif Anda? Menyembuhkan diri Anda dari
hambatan-hambatan tadi merupakan langkah tepat.
6. Bersyukur
Bersyukur merupakan bagian “terbesar” dari kreativitas. Jika Anda
mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih pada hal-hal sederhana, Anda
akan diberkahi ide-ide baru. Gunakan catatan harian untuk membuat daftar
semua hal yang disyukuri. Jika Anda menderita karena ide terhambat, duduk
dan tuliskan 10 hal yang harus disyukuri. Jika Anda mengalami hal-hal yang
baik, tuliskan rasa terima kasih Anda.
7. Menghargai
Temukan hal untuk dihargai atas apa pun yang Anda lihat dan alami, misalnya
menghargai pribadi, kecantikan, usaha orang lain, atau hasil kerajinan.
Perhatikan dan hargai hasil karya yang ada di sekeliling Anda.
8. Ciptakan Komunitas
Ciptakan komunitas agar Anda bisa berbagi minat yang sama. Ceritakan
perasaan-perasaan Anda, baik yang membuat bergairah atau sebaliknya
seperti keberhasilan, rasa frustrasi, atau hal-hal yang membuat gila. Komunitas
bisa Anda jumpai di internet, hubungan telepon, secara perorangan atau lewat
cara lain.
9. Abaikan Suara Negatif
Jangan pedulikan suara-suara negatif di kepala Anda yang mengatakan, Anda
tak mampu, tak bisa berubah, atau menjadi kreatif bukan untuk Anda melainkan
untuk orang lain. Sadari, suara-suara tadi hanyalah ilusi dalam pikiran yang
menghambat Anda berkembang mejadi lebih baik.
10. Rayakan Kemenangan Kecil
Kreativitas tak selalu harus muncul dari hal besar atau skala besar. Tindakan
berarti bagi seseorang, bisa merupakan kemenangan luar biasa bagi orang lain.
Jika Anda mencoba, paling tidak satu di antara tips di atas, yakinlah Anda pasti
bisa meraih kemenangan kecil.
Memiliki kepribadian inovatif itu sangat diperlukan bagi para pegawai,
pelajar termasuk lulusan kampus. karena, berjiwa Inovatif selalu memiliki ide yang
kreatif, dan jika bisa dimanfaatkan akan sangat berguna bagi kemajuan lingkungan
sekitar.
Tetapi, bagaimana cara mengembangkan diri agar bisa berjiwa inovatif?
Ternyata hal ini bisa dilatih lewat kebiasaan sehari-hari. Berikut lima tipsnya yang
bisa kamu ikuti untuk menambah sisi inovatif mu:
1. Mulai dari hal yang kecil
Kamu bisa mulai dari kehidupan sehari-hari. Misal saat kamu berada di ruang
kerja, kamu bisa coba memikirkan ide agar pemikiran inovatif bisa muncul untuk
menghasilkan sesuatu yang mampu meringankan pekerjaanmu. Misalnya,
mencari ide bagaimana menciptakan tempat atau alat penyimpanan arsip-arsip,
agar bisa lebih mudah tersusun dan sangat gampang saat dicari. Itu bisa
menjadi inovasi baru dari sesuatu yang sudah ada.
2. Apapun hal di sekelilingmu, jadikan inspirasi
Mulai perhatikan sekelilingmu, temukan masalah yang ada, kemudian cari ide
untuk menyelesaikannya. Misal saat hendak minum kopi tapi kamu berkendala
dengan suhu panas dari kopi tersebut, maka kendala tersebut bisa jadi
inspirasi. Kamu bisa menghasilkan ide yang cemerlang dan berharga tinggi,
yaitu gelas yang bisa menyesuaikan suhu air kopi yang ingin kamu minum
setiap saat.
3. Pergunakan skill
Jika kamu ahli dalam suatu bidang, mulailah berpikir bagaimana cara
mengembangkan keahlianmu untuk mendapatkan suatu ide ide yang
cemerlang. Coba buat daftar apa saja hal di bidang pekerjaan atau skill yang
kamu dalami, yang kini sudah tidak relevan lagi. Hal-hal itu bisa kamu cari
gantinya atau solusinya, untuk diperbarui dan disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Ini bisa menambah nilai jual tinggi untuk pekerjaanmu,
juga memudahkan dalam bekerja.
4. Pertajam naluri bisnis
Di masa pandemi ini, banyak perusahaan atau pelaku bisnis yang terpaksa
gulung tikar karena tidak bisa melihat peluang. Tapi pelaku bisnis yang
bernaluri tajam akan cepat berpikir dan melakukan inovasi, baik dalam
produknya maupun dalam pelayanan bisnisnya. Kamu bisa melakukan Pivot,
yaitu perubahan strategi bisnis atau model bisnis dengan tetap
mempertahankan visi bisnis itu sendiri. Perubahan strategi bisnis ini termasuk
dalam inovasi.
5. Masuk komunitas atau perkumpulan
Tips melatih diri jadi pribadi yang inovatif selanjutnya adalah dengan bergabung
di komunitas atau perkumpulan tertentu. Ikuti komunitas yang berisi orang
orang yang kreatif dan penuh ide cemerlang. Tips tambahan untuk menjadi
pribadi yang inovatif adalah melihat dunia dengan cara yang berbeda. Menjadi
inovatif bisa bermanfaat bagi diri kita sendiri, bisnis, dan lingkungan.

D. Mengasah Kreativitas dan Inovasi untuk Pribadi yang Lebih Baik

Kreativitas dan inovasi adalah dua aspek


yang paling penting dalam meningkatkan karir
Anda. QuBisa sebagai platform
belajar online Indonesia, kali ini akan berbagi
cara mengasah kreativitas dan inovasi untuk
pribadi yang lebih baik.
1. Kreativitas dan Inovasi Dukung Peningkatan Karir Anda
Apa yang membuat kreativitas dan inovasi menjadi bagian dari peningkatan
karir Anda? Kedua hal ini akan memunculkan rasa ingin tahu Anda, mendorong
Anda untuk mencoba hal baru, menerima tantangan, serta membuka pikiran Anda
menjadi lebih luas dan terbuka. Sederhananya, kreativitas dan inovasi membantu
Anda meningkatkan soft skill menjadi power skill.
Anda dikatakan seorang yang memiliki kreativitas dan inovasi, ketika Anda
dapat memberikan ide-ide segar yang belum pernah ditemukan sebelumnya,
memberikan solusi efektif terhadap permasalahan yang sedang dihadapi, dan
dapat menerima perbedaan sudut pandang baik dari atasan, kolega, maupun dari
orang sekitar.
Anda juga mampu melihat dan menganalisis fenomena yang terjadi,
sehingga dapat membantu Anda menemukan inspirasi untuk menciptakan sesuatu
yang baru. Kreativitas dan inovasi dapat dimiliki oleh setiap orang. Kedua hal ini
bukan hanya ditujukan pada profesi yang membutuhkannya, seperti content
creator, pembuat film, seniman, atau desainer, tapi juga dibutuhkan oleh semua
bidang pekerjaan.
Karakteristik orang kreatif sangat bergantung pada cara berpikir, begitu
yang dikatakan John Alexander, Director of Training at Search Engine
Workshop yang sering mengisi pelatihan di Amerika Utara, Australia dan Asia.
Alexander menambahkan, bahwa dalam menghasilkan sebuah ide yang luar biasa,
orang yang berpikir kreatif harus selalu dibarengi dengan rekan yang dapat berpikir
analitis. Dengan tim yang terdiri oleh orang kreatif dan analitis, maka dapat
dihasilkan sebuah inovasi yang dapat diterima oleh masyarakat.
2. Cara Mengasah Kreativitas dan Inovasi untuk Pribadi yang Lebih Baik

Seperti yang disebutkan di atas, kreativitas dan inovasi dapat diasah dan
dilatih. Ada banyak cara yang bisa dilakukan, mulai dari membangun kebiasaan
baru, banyak membaca buku, belajar hal-hal baru melalui
kegiatan webinar gratis, kursus online gratis, atau ikut kelas-kelas online lainnya,
seperti yang banyak pula disediakan di Qubisa. Selain itu, Anda bisa pula
melakukan beberapa hal berikut:
a. Pelihara Rasa Ingin Tahu Anda
Kreativitas dan inovasi dilahirkan dari rasa ingin tahu yang tinggi. Lantas,
bagaimana cara Anda memelihara rasa ingin tahu itu? Anda dapat selalu
mengajukan pertanyaan, sehingga menemukan jawaban yang Anda inginkan.
Dari jawaban ini, Anda dapat menghasilkan sesuatu yang baru, yang belum
pernah ditemukan sebelumnya, dan dapat diterima dengan baik serta
bermanfaat bagi masyarakat.
b. Bekerja sama dengan Tim Lain
Dalam perusahaan, Anda cenderung ditempatkan dengan tim yang memiliki
kemampuan yang sama dengan Anda. Hal ini dilakukan, untuk memudahkan
pembagian tanggung jawab hingga dapat meringankan pekerjaan satu sama
lain.
Dengan bekerja tim, ditambah adanya communication skill yang efektif antar
anggota tim, maka tim yang terbentuk bisa menjadi tim yang unggul. Anda
mungkin akan mendapatkan sudut pandang baru, bahkan wawasan yang lebih
luas karena Anda keluar dari zona nyaman Anda. Dengan hal ini, Anda dapat
mengaktifkan kemampuan berpikir terbuka hingga dapat meningkatkan
kreativitas dan inovasi dalam diri Anda.
c. Berani Mengambil Risiko
Untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi, Anda harus berani mengambil
risiko dari keputusan yang telah Anda tetapkan. Beranikan diri untuk melakukan
eksperimen terkait suatu hal yang memang perlu Anda kuasai, namun belum
pernah Anda lakukan sebelumnya.
d. Dalam hal membangun keterampilan kreatif dan inovatif, Anda harus bersedia
menerima tantangan yang akan meningkatkan kemampuan Anda dalam
bekerja. Upaya ini memang tidak selalu berhasil, namun Anda tetap dapat
meningkatkan bakat kreatif dan inovatif yang akan membantu Anda untuk
peningkatan karir Anda di masa yang akan datang.
e. Membangun Networking

Meningkatkan kreativitas dan inovasi dapat dilakukan dengan


cara membangun relasi, networking atau jaringan. Lingkungan akan
membentuk diri dan cara Anda berpikir. Oleh sebab itu, Anda perlu
membangun relasi dengan orang-orang yang sefrekuensi untuk dapat
meningkatkan kemampuan.
Dengan menempatkan diri pada lingkaran orang-orang yang kreatif dan
inovatif, Anda dapat memperluas sudut pandang, menambah wawasan, dan
membantu Anda berpikiran terbuka. Pada saat yang bersamaan, Anda dapat
mengaplikasikannya dalam pekerjaan Anda dan mencapai jenjang karir yang
Anda inginkan.
f. Bertahan dalam Segala Situasi
Ide kreatif dan inovatif yang Anda hasilkan mungkin tidak berjalan sesuai
dengan harapan. Dalam hal ini, Anda harus dapat bertahan dan tidak mudah
menyerah dalam menjalankan rencana kreatif dan inovatif lainnya untuk
membayar kegagalan Anda sebelumnya.
Dalam kasus lain misalnya, saat ide yang Anda ajukan tidak diterima dengan
baik oleh atasan atau kolega Anda, atau ketika ide Anda dicuri, Anda harus
mampu mempertahankannya dan mampu membuktikan bahwa ide Anda dapat
membawa perubahan. Untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi, Anda harus
optimis dan idealis.
Anda dapat mengasah kreativitas dan inovasi Anda agar menjadi individu yang
lebih baik dengan beberapa cara. Di antaranya adalah menjaga rasa ingin tahu,
bekerja sama dengan orang lain, berani mengambil resiko, memperluas
jaringan, dan bertahan dalam situasi apa pun.
BAB V. MENGEMBANGKAN KREATIVITAS DAN INOVASI

A. MENINGKATKAN KEMAMPUAN KREATIFITAS

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan


kreativitas. Berikut adalah hal yang dapat membantu mengembangkan
kemampuan pribadi dalam program peningkatan kreativitas sebagaimana
dikemukakan oleh James L. Adams (1986).
Pertama, mengenali hubungan. Banyak penemuan dan inovasi lahir
sebagai cara pandang terhadap suatu hubungan yang baru dan berbeda antar
obyek, proses, bahan, teknologi dan orang. Seperti mencampurkan aroma bunga
melati dengan air, kemudian dibotolkan menjadi teh botol yang harum dan segar
rasanya.
Untuk membantu meningkatkan kreativitas, kita dapat melakukan cara
pandang kita yang statis terhadap hubungan orang dan lingkungan yang telah ada.
Di sini kita coba melihat mereka dengan cara pandang yang baru dan berbeda.
Orang yang kreatif akan memiliki hubungan intuisi tertentu untuk dapat
mengembangkan dan mengenali hubungan yang baru dan berbeda dari fenomena
tersebut. Hubungan ini nantinya dapat memperlihatkan ide produk dan jasa yang
baru. Sebagai contoh kita melakukan latihan dengan melihat hubungan antara kue
coklat dan es krim vanili, atlet dan pelatih serta manajer dengan buruh.
Kedua, mengembangkan perspektif fungsional. Jika dikembangkan lebih
lanjut, kita dapat melihat adanya suatu perspektif yang fungsional dari benda dan
orang. Seseorang yang kreatif akan dapat melihat orang lain sebagai alat untuk
memenuhi keinginannya dan membantu menyelesaikan suatu pekerjaan. Misalnya
sering secara tidak sadar kita menggunakan pisau dapur untuk memasang baut
gara-gara palu yang kita cari tidak ditemukan. Cara lain kita harus memulainya dari
cara pandang yang non konvenional dan dari perspektif yang berbeda. Sebagai
contoh: cobalah sebutkan fungsi lain dari sebuah kursi, buku yang kita pegang dan
lain-lain.
Ketiga, gunakan akal. Penelitian terhadap penggunaan fungsi otak pada
bagian yang terpisah antara kiri dan kanan telah dilakukan sejak tahun 1950-an
dan tahun 1960-an. Otak bagian kanan dipakai untuk hal seperti analogi, imajinasi
dan lain-lain. Sedangkan otak bagian kiri dipakai untuk kerja seperti analisis,
melakukan pendekatan yang rasional terhadap pemecahan masalah dan lain-lain.
Meski secara fungsi ia berbeda, tetapi dalam pekerjaannya ia harus saling
berhubungan. Proses kreativitas meliputi pemikiran logis dan analitis terhadap
pengetahuan, evaluasi dan tahap implementasi. Jadi bila kita ingin lebih kreatif, kita
harus melatih dan mengembangkan kemampuan kedua otak kita tersebut. Contoh
latihan dapat kita buat sesuai dengan fungsi belahan otak.
Keempat, hapus perasaan ragu-ragu. Banyak kebiaaan mental yang
membatasi dan menghambat pemikiran kreatif. Sebuah studi menemukan bahwa
orang dewasa hanya menggunakan 2-10 persen potensi kreativitas yang
dimilikinya. Contoh: banyak orang memiliki kecenderungan membuat penilaian
yang cepat terhadap sesuatu orang ataupun ide-ide.
Dalam membangun Kreativitas dan Inovasi dalam menjalankan program
KOTAKU, memang setiap individu dan tim diharapkan mampu membaca situasi
dan kondisi masing-masing dengan melakukan pemetaan-pemetaan sumber daya.
Adapun tahapan-tahanpan membangun kreativitas adalah pertama, tahap
persiapan. Setiap pelaku memahami maksud, tujuan dan sasaran program, serta
output dan outcome. Merupakan tahapan awal yang berisi kegiataan pengenalan
masalah, pengumpulan data informasi yang relevan, tetapi belum sampai
menemukan sesuatu.
Kedua, tahap inkubasi. Adalah tahap dimana setiap pelaku memikirkan
langkah-langkah yang kan ditempuh dalam pencapaian target dengan membangun
strategi pencapaian target dengan memaksimalkan segala potensi dan sumber
daya yang dimilikinya. Masa inkubasi dikenal luas sebagai tahap istrirahat, masa
menyimpan informasi yang sudah dikumpulkan, lalu dapat menghasil kemampuan
pikiran dalam mengaitkan berbagai gagasan, ide-ide yang baru dan unik.
Ketiga, tahap pencerahan. Tahap pencerahan dikenal luas sebagai
pengalaman lapangan yang akan memberikan wawasan dan pengetahuan
terhadap ide-ide atau gagasan baru yang brilian.
Keempat, tahap pelaksanaan/pembuktian. Pada tahap ini titik tolaj
seseorang memberi bentuk pad aide atau gagasan baru, untuk menyakinkan
bahwa gagasan tersebut dapat diterapkan. Dalam tahap ini ada gagasan yang
dapat berhasil dengan cepat dan ada pula yang perlu waktu dalam
mengemplementasikan sesuai kondisi lapang.
Kreativitas adalah sebuah proses perubahan sosial adalah perubahan yang
terjadi dalam suatu lingkungan sosial yang meliputi berbagai unsur dan
menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem sosial dalam lingkungan tersebut.
Perubahan sosial meliputi perubahan struktur dan fungsi masyarakat, termasuk di
antaranya, nilai-nilai sosial, norma, dan berbagai pola dalam kehidupan manusia.
Perubahan terjadi karena adanya modifikasi dari berberapa pola kehidupan yang
sedang kita jalani. (Sosiolog, Emile Durkheim)
Jadi kesimpulannya adalah bahwa kreativitas merupakan penjelmaan
integratif dari tiga faktor utama dalam diri manusia, yaitu: pikiran, perasaan, dan
keterampilan. Adapun faktor ketiga sebagai berikut, (1) faktor pikiran terdapat
imajinasi, persepsi dan nalar, (2) faktor perasaan terdiri dari emosi, estetika dan
harmonisasi, (3) faktor keterampilan mengandung bakat, faal tubuh dan
pengalaman.
Hal-Hal yang Dapat Dikembangkan dalam Berinovasi
Pertanyaan yang mendasar dalam mengembangkan inovasi adalah, modal
mental. Mental yang paling inti agar kita menjadi orang yang efektif dalam
menghadapi perubahan (personal effectiveness) atau winner.
Satu, pengendalian diri (self control). Modal mental pertama adalah
kemampuan menggunakan (mengontrol) berbagai ledakan emosi (self-control).
Orang yang rendah kemampuannya di sini akan reaktif dan terus reaktif (terbawa
hanyut ke dalam situasi yang sulit). Sedangkan orang yang tinggi kemampuannya
di sini akan cepat proaktif/punya kesadaran untuk memilih yang positif.
Dua, kepercayaan diri. Modal mental kedua adalah kepercayaan-diri (pede).
Seperti yang sudah kita bahas di sini, pede adalah sejauhmana kita punya
keyakinan atas kemampuan yang kita miliki berdasarkan alasan, bukti, atau
semangat yang positif untuk mewujudkan tujuan atau untuk mengatasi masalah.
Orang yang pede-nya rendah akan terus menuding faktor eksternal dengan tujuan
hanya untuk menuding. Sebaliknya, orang yang pede-nya tinggi akan cepat act on
decision (memutuskan langkah perbaikan sebagai panggilan tanggung jawab).
Kalau saat ini kita merasa belum pede (rendah), kita bisa meningkatkannya
dengan cara-cara berikut ini. Pertama, lakukan hal-hal yang sanggup kita lakukan
sampai bisa melihat bukti (hasil) bahwa ternyata kita mampu. Ini bisa kita pilih dari
apa yang sudah kita bahas di Bagian Kedua. Semakin banyak bukti yang sanggup
kita kumpulkan, bahwa ternyata kita sanggup mewujudkan rencana dan sanggup
mengatasi masalah, maka semakin kuatlah pede kita.
Kedua, melihat orang lain yang sudah berhasil dan sangat mungkin bisa
kita ikuti langkah-langkahnya (learn from others). Kalau mental kita sedang down,
jangan mencari orang lain yang sedang down juga. Nanti bisa malah tambah down.
Temukan orang lain yang bisa meng-inspirasi.
Ketiga, menambah pengetahuan dengan berbagai cara, entah membaca
buku, artikel, mendengarkan ceramah, dan lain-lain. Intinya, kita perlu mengganti
atau mengisi pikiran ini dengan masukan-masukan positif.
Keempat, memperkuat keimanan pada Tuhan. Misalnya saja: kalau kita
masih dikasih hidup, pasti tidak ada masalah apapun yang bisa membuat kita mati.
Misalnya lagi, sesulit apapun masalah yang kita hadapi, pasti masih ada sesuatu
yang bisa kita lakukan.
Tiga, kemampuan berpikir. Modal mental ketiga adalah kemampuan
berpikir. Ini sebetulnya sudah kita bahas di Bagian Pertama. Intinya, kemampuan
berpikir ini terkait dengan sejauhmana kita bisa membuat target, sasaran, atau
arah pengembangan dan perbaikan yang akurat (bisa kita capai dari keadaan kita),
sejauhmana kita bisa membedakan masalah eksternal dan internal, persepsi dan
fakta (analitis), dan sejauhmana kita bisa melihat berbagai kemungkinan yang bisa
kita tempuh (kreatif).
Nah, apa yang sudah kita bahs di atas, tentang hal-hal yang bisa kita
lakukan, dari yang paling tidak ideal sampai ke yang paling ideal, itu semua adalah
cara-cara untuk melatih kemampuan berpikir. Yang perlu kita jauhi adalah, jangan
sampai kita mempertahankan diri hanya karena untuk kepentingan egoisme-
kebenaran-sendiri sehingga langkah kita terjepit karena salah berpikir. Atau juga
terobsesi mendapatkan hasil besar dengan cara cepat tanpa dibekali pengetahuan
yang akurat tentang diri.
"Satu-satunya yang membuat seseorang lari dari masalah adalah
kepercayaan-diri yang rendah". (Mohammad Ali, petinju)
B. MERANGSANG DAN MEMELIHARA KREATIVITAS DAN INOVASI
Ada tiga variabel yang ternyata mampu merangsang kreativitas dan inovasi
seseorang, antara lain, pertama, struktur organik. Karena jenis organisasi itu
rendah formalisasi, sentralisasi, dan spesialisasi kerjanya, Struktur organic
memudahkan fleksibilitas, kemampuan beradaptasi, dan pemupukan silang yang
dibutuhkan untuk memunculkan inovasi.
Kedua, sumber daya melimpah. Melimpahnya sumber daya berarti
manajemen mampu membeli inovasi, mampu membayar biaya melembagakan
inovasi dan mampu menyerap kegagalan.
Ketiga, komunikasi. Tim lintas fungsi,satuan tugas,dan desain organisasi
semacam itu mampu memperlancar interaksi dan komunikasi antar individu.
Keempat, manajemen tekanan waktu. Organisasi yang inovatif mencoba
meminimalkan tekanan waktu yang ekstrem pada kegiatan kreatif dengan
mengesampingkan permintaan lingkungan.
Meski kreativitas dan Inovasi terus didengungkan, sebuah survey
menemukan bahwa 75% populasi orang bekerja, tidak mengedepankan kreativitas
dalam pola pikir dan pola bekerjanya. Artinya: di tempat kerja, tuntutan dan
tekanan masih mengarah pada produktivitas, yang tidak dikaitkan dengan
kreativitas. Sebanyak 55% dari populasi sampel memang menyatakan pentingnya
kreativitas dan mengungkapkan keinginan untuk kreatif, namun kebanyakan
mereka tetap beranggapan itu bukan harapan terpenting dirinya.
Padahal era saat ini adalah era kompetesi, di mana setiap orang harus
mampu menunjukkan karya-karya terbaiknya di masa sekarang, sulit sekali kita
bisa bertahan di mana pun kita bekerja bila masih menerapkan cara berpikir ‘abad
lalu’. Segala sesuatu akan mengalami perubahan, suatu saat akan terlindas oleh
hal-hal inovatif yang tidak terpikirkan sebelumnya.
Saat ini DNA kreativitas menjadi tuntutan utama dalam darah setiap
pekerja, bukan hanya ditumpukan pada segelintir golongan elit yang dianggap
spesial. Permasalahannya, adakah kita masih salah kaprah mendefinisikan
kreativitas itu?
Berpikir kreatif adalah kemampuan mempersepsikan sesuatu yang unik
dalam gejala di sekitar kita, kemudian memperbaharui dan menemukan jalan
keluar baru. Dan, jalan keluar baru itu adalah sesuatu yang dicari secara konstan,
tidak ditemukan secara tiba-tiba. Jadi, bersikap dan berpikir kreatif justru perlu
dianggap sebagai way of life dan way of thinking kita.

C. MELATIH BERPIKIR KRITIS DAN MANFAATNYA

Berpikir kritis merupakan salah satu soft-skill yang diperlukan dalam


peningkatan karir atau dalam memimpin tim. Manfaat berpikir kritis sering kali
dikaitkan dengan kepemimpinan yang sukses. Berpikir kritis adalah berpikir logis
dan sistematis dalam membuat keputusan atau menyelesaikan suatu
permasalahan. Pada artikel kali ini, Anda bisa mempelajari cara melatih berpikir
kritis dan manfaatnya.
Robert Ennis menyimpulkan, berpikir kritis adalah penalaran tentang
keyakinan dan tindakan yang masuk akal, yang berfokus pada memutuskan apa
yang dipercaya atau dilakukan.
Dengan kata lain, berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir secara
rasional dan melihat permasalahan secara objektif sehingga hasil yang didapatkan
tidak bias dan sesuai dengan fakta yang ada.
Seorang pemimpin dengan keterampilan berpikir kritis dapat memahami
hubungan logis antara ide, argumen, atau kesalahan dalam penalaran, sehingga
bisa membuat keputusan yang tepat. Asalkan, pemimpin juga memahami perspektif
berpikir sistematis.
Contoh berpikir kritis dapat ditemukan pada diskusi yang dilakukan oleh
sebuah tim. Misalnya, dalam mengidentifikasi masalah, anggota tim mampu
menentukan mana informasi yang relevan dengan isu yang sedang dibahas atau
tidak, mengenali bias dan propaganda, dan faktor emosional.
Selain itu, juga ada kemampuan memprediksi kemungkinan risiko yang
akan terjadi, serta mampu membedakan antara fakta dan opini. Ini adalah contoh
logika yang sering kali digunakan dalam berpikir kritis.
Manfaat Berpikir Kritis
Mengapa berpikir kritis sering kali
dikaitkan dengan sebuah kesuksesan?
Berikut manfaat berpikir kritis bagi Anda
dalam meningkatkan kepemimpinan Anda.

a. Dapat Melihat Masalah


dari Berbagai Perspektif
Dalam hal ini, penting untuk
memahami perbedaan permasalahan dan persoalan. Dari sini, Anda akan mudah
menghargai sudut pandang orang lain dalam menanggapi suatu isu. Kemudian,
menjadi lebih mudah pula dalam mengambil keputusan yang bijak karena telah
menganalisis berbagai sudut pandang.
b. Dapat Diandalkan
Manfaat berpikir kritis, logis dan sistematis berikutnya, Anda dapat
diandalkan oleh tim Anda karena mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Selain
itu, Anda memiliki kemampuan untuk mengajak anggota tim Anda bekerja dengan
maksimal.
Jika Anda adalah seorang pemimpin, tentunya penting untuk memberikan
kursus online dan pelatihan bagi karyawan atau anggota tim untuk berpikir lebih
kritis dan obyektif. Memiliki tim yang mampu berpikir kritis akan membuat mereka
lebih efektif. Mengajari keterampilan orang lain juga akan membuat Anda lebih kuat
dalam keterampilan itu sendiri.
c. Mandiri dalam Menghadapi Permasalahan
Berpikir kritis adalah berpikir secara mandiri, sehingga Anda
mampu mengatasi permasalahan dengan cepat. Anda mampu melihat apa yang
terjadi lebih dewasa dan dengan pandangan terbuka.

d. Menemukan Ide dan Peluang Baru

Manfaat berpikir kritis lainnya adalah Anda dapat dengan mudah


menghasilkan ide brilian yang inovatif dan mampu mencari peluang untuk
mewujudkannya. Kemampuan untuk menemukan ide baru dengan mudah, akan
melepaskan diri Anda akan rasa khawatir ide Anda dicuri. Meski begitu, Anda tetap
perlu memiliki sikap antisipatif menghadapi si pencuri ide.

Pada kesempatan yang sama, Wahid yang juga Kepala Dinas Pendidikan Jatim
tersebut menjelaskan, saat ini penting bagi seorang pemimpin birokrasi untuk bisa
mencontoh model kepemimpinan swasta yakni kepemimpinan model CEO perusahaan
atau enterpreneurship leadership. Pemimpin dalam dengan model ini mampu
melaksanakan manajemen secara profesional, efektif dan efisien. Mereka juga dituntut
untuk selalu inovatif, kreatif, kolaboratif, mampu melakukan perubahan dan mampu
membangun jaringan.

Wahid memaparkan kompetensi dasar dari enterpreneurship leadership yang harus


dimiliki seorang pimpinan antara lain, mampu merespon setiap peluang untuk
memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat atau opportunity seeker.
Selanjutnya berani mengambil resiko yang telah ditetapkan, memiliki kemampuan
manajemen resiko atau risk taker, serta mampu memanfaatkan dan memberdayakan
seunber daya yang ada atau resource allocator.

Pengertian Kepemimpinan Kewirausahaan

Pemimpin yang memotivasi timnya untuk terus bergerak menuju tujuan


bersama, terkadang menempatkan diri sebagai rekan, merupakan
ciri entrepreneurial leadership.

Jika pemimpin pada umumnya menganalisis baru bertindak, maka


pemimpin wirausaha akan bereksperimen, belajar dan mengulang, ketika
menghadapi persoalan asing. Kepemimpinan kewirausahaan adalah pola
pikir yang mengarahkan organisasi mampu mengubah masalah menjadi
peluang yang menciptakan nilai ekonomi dan sosial.

Hal tersebut merupakan definisi entrepreneurial leadership menurut


Stephen Spinnel Jr selaku Presiden Babson College.

Profesor Jay Rao mengungkapkan pemimpin wirausaha bukan hanya


sekadar manajer risiko, tetapi sosok yang ambidextrous serta ahli
menghadapi ketidakpastian.
Sosok pemimpin ini selama memandang masa depan dengan positif,
sehingga selalu berusaha memperbaiki keadaan.

Nan Langowitz selaku profesor dan peneliti Babson mengatakan kunci


seorang pemimpin wirausaha adalah keterbukaan dalam belajar. Serta
mampu memobilisasi tim untuk melakukan hal yang sama yaitu belajar.

Karena, pemimpin yang terbaik adalah pelajar, semakin mentalitas belajar


berkembang, maka Anda semakin baik dalam mendengar ide-ide baru.

Jadi, Anda tetap terbuka dengan pendapat orang lain atau


mempertimbangkan sudut pandang berlawanan, agar mencapai keputusan
lebih baik.

Jadi, bisa dikatakan entrepreneurial leadership itu keberadaannya


dipersiapkan, bukan dilahirkan. Karena, untuk menjadi pemimpin
wirausaha membutuhkan waktu dan latihan untuk mengembangkan sosok
pemimpin itu sendiri.

Komponen Kunci Kepemimpinan Entrepreneurial

Ada tiga karakteristik umum pada pemimpin wirausaha pemula menurut


DR Widder selaku wakil presiden inovasi Babson. Pertama, pemimpin
wirausaha berkeinginan menyelesaikan masalah secara kolaboratif.

Kedua, pemimpin wirausaha akan menghargai tindakan anggota timnya,


serta berorientasi pada hasil. Ketiga, pemimpin wirausaha itu percaya
bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik, melalui pengaruh
kuat suatu pemimpin.

Berikut ini komponen kunci kepemimpinan entrepreneurial secara umum,


pada pemimpin wirausaha.

#1 Terampil dalam Berkomunikasi

Seorang pemimpin mampu mengartikulasikan idenya secara jelas untuk


mencapai tujuan bersama. Pemimpin juga menghindari ambiguitas dan
generalisasi, serta mampu menghindari konflik serta kesalahpahaman
akibat komunikasi yang buruk.

[Baca Juga: Apa Yang Dimaksud Dengan Kepemimpinan Kewirausahaan]

#2 Memiliki Visi Jelas

Pemimpin wirausaha memiliki visi jelas dan tahu persis akan pergi ke
mana, serta mengetahui caranya. Visi tersebut akan dikomunikasikan
kepada tim, lalu bersama-sama mewujudkan visi tersebut.

#3 Mendukung Anggota Tim

Biasanya, pemimpin tidak menjatuhkan hukuman kepada karyawan, ketika


karyawannya mengambil risiko yang telah diperhitungkan. Pemimpin
wirausaha akan melakukan analisis bersama karyawan mengenai hal yang
salah, dan bekerja sama dengan karyawannya memperbaiki kesalahan
tersebut.
#4 Melibatkan Diri dengan Tim

Dalam entrepreneurial leadership, pemimpin wirausaha melibatkan dirinya


untuk berinteraksi dengan karyawan dan melihat pekerjaannya. Tidak
jarang pemimpin tersebut meluangkan waktu untuk bercakap-cakap secara
informal dengan karyawan.

#5 Menciptakan Suasana Kondusif

Pemimpin wirausaha akan menciptakan suasana yang membuat timnya


dapat berbagi ide, tumbuh dan berkembang. Selain itu, pemimpin ini akan
memberikan umpan balik positif, saat karyawannya mengemukakan
pendapat.

#6 Jujur

Pemimpin yang jujur akan cepat mendapatkan kepercayaan dari anggota


timnya. Karena, orang-orang akan lebih menghormati pemimpin yang
bersikap jujur.

#7 Tekun

Ketika keadaan sedang sulit, pemimpin wirausaha akan menemukan


sesuatu untuk mengatasi keadaan tersebut. Keadaan sulit tidak akan
membuatnya berhenti, justru mencari cara untuk bertahan.

#8 Mau Belajar

Seorang pemimpin wirausaha juga mendorong timnya untuk selalu


meningkatkan pengetahuan dan memperluas pengalaman. Serta,
mendorong karyawannya untuk berpikir anti mainstream dan
mengemukakan solusi kreatif.
Kecerdasan Entrepreneur dalam Kepemimpinan

Seperti yang diketahui kecerdasan entrepreneur dalam kepemimpinan


tidak hanya dibutuhkan dalam membangun bisnis, tetapi lebih dari sekadar
itu.

Dengan membentuk pola pikir yang menghasilkan kreativitas dan inovasi,


sehingga dapat memberi nilai tambah pada sumber daya yang dimiliki.

Salah satu ciri dari entrepreneurial leadership adalah percaya diri, yang
merupakan sifat dari wirausahawan. Dalam sebuah studi, mahasiswa
wirausaha memiliki tingkat percaya diri lebih baik daripada mahasiswa
yang tidak tertarik berbisnis.

Orang yang tampil dengan percaya diri bisa menarik orang lain serta
memancarkan rasa aman. Karena itu, sifat ini sangat dibutuhkan dalam diri
seorang pemimpin wirausaha.

Pemimpin juga harus dapat beradaptasi dengan cepat, hal ini juga sejalan
dengan wirausahawan yang harus mampu beradaptasi secara cepat.

Karena tren pasar atau perubahan pasar dapat terjadi begitu saja. Maka,
ketika Anda hanya berpegang teguh pada ide lama, tentunya tidak bisa
bertahan lama.

Begitu juga dengan prinsip kepemimpinan dalam bekerja. Sebagai


pemimpin, Anda harus bisa menerapkan prinsip kepemimpinan adaptif,
untuk terjalinnya kerjasama yang baik dengan anggota tim.

Selain itu, pemimpin wirausaha tidak takut mengambil risiko, hal ini
merupakan karakter dari wirausahawan. Menilai risiko serta berani untuk
mengambil risiko merupakan bagian dari kepemimpinan yang sukses.

Dalam kepemimpinannya, para pemimpin juga harus mempertimbangkan


tren yang berubah, serta perspektif mengenai kepemimpinan.

Misalkan, seperti yang dilakukan Mark Zuckerberg serta rekan-rekannya di


Silicon Valley, yang menghadiri rapat mengenakan jeans dan hoodie.
Mungkin saja hal ini menjadi mode bagi mereka, dan bisa mengurangi
kelelahan dalam mengambil keputusan.

Berdasarkan pemaparan di atas, terdapat


hubungan leadership dan entrepreneurship, dapat dilihat dari pembahasan
mengenai karakter pemimpin wirausaha.

Beberapa karakter pemimpin wirausaha sejalan dengan karakter yang


harus dimiliki dalam kepemimpinan.

Seorang pemimpin wirausahawan juga harus memiliki pengetahuan yang


luas dalam mengatur keuangan bisnisnya. Karena itu, Finansialku
menyediakan sarana untuk mempelajari keuangan bagi para pebisnis
dalam audiobook di bawah ini.

Kesimpulannya,
dalam entrepreneurial leadership bahwa leadership dan entrepreneurship
memiliki hubungan yang saling berkaitan.

Kepemimpinan seperti ini yang dibutuhkan generasi sekarang, yaitu


pemimpin yang merangkul anggotanya, bukan hanya memberi perintah.

Entrepreneurial leadership merupakan bentuk kepemimpinan yang cocok


untuk diterapkan dan disukai oleh generasi milenial.

Sebab, pemimpin tidak bersifat otoriter, tetapi mampu merangkul, dan


menjadi fasilitator bagi anggotanya untuk berkembang.

Apakah Anda siap untuk menjadi seorang entrepreneur dengan jiwa


leadership tinggi? Ayo share informasi di atas pada sesama pebisnis
pemula, terima kasih.

g lain juga dipengaruhi oleh perilaku dan karakter seorang pemimpin. Dalam rangka
mengkonseptualisasikan entrepreneurial leadership diperlukan pemahaman terhadap karakter-
karakter yang dapat dikaitkan secara konsisten dengan kepemimpinan yang berjiwa
entrepreneurship. Entrepreneurial leadership mencerminkan suatu kepemimpinan yang berjiwa
entrepreneur. Bahwa, diperlukan pemimpin-pemimpin yang inovatif yang diharapkan membawa
organisasi mampu bertahan dan unggul dalam persaingan. Tujuan studi ini adalah untuk
mengembangkan kerangka konseptual berkaitan dengan identifikasi karaketristik dari
entrepreneurial leadership. Jenis penelitian ini adalah studi konseptual atau studi literatur,
analisis dilakukan berdasarkan telaah referensi teori yang relevan dengan sasaran penelitian.
Rumusan masalah dalam studi ini adalah bagaimana karakteristik entrepreneurial leadership
secara konseptual?

Konsep Entrepreneurship Kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan suatu sikap mental


untuk selalu aktif, inovatif, dan kreatif dalam rangka menciptakan value-added atau
meningkatkan value dari sesuatu yang belum ada menjadi ada atau memperbaharui sesuatu yang
sudah ada untuk dapat dinikmati secara luas. Sebagai suatu disiplin ilmu, kewirausahaan tidak
hanya sebagai bakat bawaan sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari dan diajarkan. Apa yang
dipelajari dalam kewirausahaan? Yaitu, berkaitan dengan nilai, kemampuan, dan perilaku
seseorang dalam berkreasi dan berinovasi menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh
peluang dengan mempertimbangkan berbagai risiko yang mungkin dihadapi (Ferdian, 2013).
Ferdian (2013) menyebutkan bahwa kewirausahaan dapat dimaknai sebagai penerapan
kreativitas dan keinovasian untuk mencari solusi, memanfaatkan peluang, dan mengambil
keputusan secara tepat. Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru
sebagai upaya untuk menemukan cara-cara baru dalam mencari solusi, memanfaatkan peluang,
dan mengambil keputusan (“thinking new things”). Keinovasian merupakan kemampuan untuk
menerapkan kreativitas sebagai upaya untuk mencari solusi, memanfaatkan peluang, dan
mengambil keputusan (“doing new things”). 2. METODE PENELITIAN Studi ini merupakan
studi konseptual atau studi literatur. Analisis studi dilakukan berdasarkan telaah referensi teori
dan empiris yang relevan dengan sasaran penelitian. Referensi yang dimaksudkan berkaitan
dengan: 1) Teori Kepemimpinan, 2) Teori Perilaku dan Teori Karakter, dan 3) konsep
entrepreneurship. Referensi tersebut menjadi rujukan dalam mengkonseptualisasikan
entrepreneurial leadership. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Konseptualisasi Entrepreneurial
Leadership Entrepreneurial leadership sebagai kepemimpinan yang siap membawa organisasi
pada perubahan yang lebih maju. Konsep entrepreneurial leadership didasarkan pada seorang
pemimpin yang mampu menciptakan, mengidentifikasi, dan memanfaatkan peluang dengan cara
yang inovatif dan berani mengambil risiko (Renko et al., 2015; Purhantara, 2010; Nwachukwu et
al., 2017; Sulistyowati, 2018). Salah satu karakter yang sangat penting dalam entrepreneurial
leadership adalah kemampuan berinovasi, yaitu adanya kemauan dan kemampuan untuk
beradaptasi dan bergerak maju mengikuti perubahan lingkungan yang dinamis (Larsen & Lewis,
2007; Smith et al., 2011; Sulistyowati, 2018). Sedangkan, Seminar Nasional dan Call for Papers
(SENIMA 3) Jurusan Manajemen-Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya 453
keberanian mengambil risiko dimaknai sebagai kesediaan untuk menyerap ketidakpastian
(Mokhber et al., 2016). Berdasarkan studi literatur, hasil analisis studi ini mengembangkan
kerangka konseptual berkaitan dengan identifikasi karaketristik dari entrepreneurial leadership.
Bahwa, kepemimpinan yang berjiwa entrepreneurship secara konseptual dijabarkan sebagai
seorang pemimpin yang memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) innovator, diidentikan dengan
seseorang yang memiliki kepercayaan pada kekuatan pemberdayaan diri, keaktifan dan
kreativitas dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan membawa organisasi mampu bertahan
dan unggul dalam persaingan. Karakter individu ini cenderung mengajak orang lain memulai
bergerak dari diri mereka sendiri. Perubahan tidak bisa dihindari, untuk dapat mengikuti laju
perubahan yang cepat, maka diperlukan ide-ide inovatif, berpikir kreatif, bergerak maju, dan
melakukan perbaikan terus-menerus; 2) opportunity seeker diidentikan dengan seseorang yang
mampu membaca peluang. Namun ia tidak mengejar peluang, akan tetapi menciptakan peluang;
3) risk taker diidentikan dengan seseorang yang mampu menganalisis risiko, berani dan sanggup
menghadapi risiko, mampu mendorong perubahan dan menginspirasi orang lain untuk berani
mengambil tindakan; 4) resources allocator diidentikan dengan seseorang yang
bertanggungjawab atas sumber daya yang dimiliki, bersikap arif dan bijaksana dalam
menentukan dan menjalankan kebijakan, memahami bahwa pertumbuhan setiap sumber daya
manusia adalah tanggungjawabnya, mengetahui cara mendengarkan, mendukung menunjukkan
empati, dan menempatkan sumber daya manusia sesuai dengan minat dan kemampuannya; dan
decision maker diidentikan dengan seseorang yang cermat dan tepat dalam mengambil
keputusan. 4. KESIMPULAN Hasil studi ini menyimpulkan bahwa, secara konseptual,
entrepreneurial leadership adalah seorang pemimpin yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) innovator, 2) opportunity seeker, 3) risk taker, 4) resource allocator, dan 5) decision maker.
Pemahaman terhadap kerakteristik ini diharapkan mampu melahirkan pemimpin dan
wirausahawan muda yang tidak takut perubahan. Apakah entrepreneurial leadership hanya
dibutuhkan pada sektor bisnis atau industri? Proses penanaman jiwa entrepreneurship bukan
hanya ditujukan pada pemimpin bisnis, akan tetapi juga pemimpin pada segala sektor.

Model kontinuum Otokratik-Demokratik

Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus
diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya
otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol
ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas. Sedangkan
pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri
kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai
perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.

1. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”

Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang
terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut
mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi
pemimpin yang efektif, apabila:

* Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik;

* Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi;
* Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.

1. Model Situasional

Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada


pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat
kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini
adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan
hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang
dapat digunakan adalah

* Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;

1. Model ” Jalan- Tujuan ”

Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu
menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk
mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan
perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku
pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi
bawahannya.

1. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan”

Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses
pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas
yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma
tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam
menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan.
Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang
dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
1. Hubungan Kepemimpinan dan Inovasi

Jung dkk (2008) menemukan dalam penelitian mereka bahwa ada hubungan yang
sangat signifikan antara gaya kepemimpinan transformational dengan inovasi dalam
perusahaan. Semakin transformasional pemimpin dalam perusahaan, semakin banyak
inovasi yang muncul dalam perusahaan.

Beberapa faktor berikut inilah yang membuat ketiga tipe gaya kepemimpinan tersebut
mampu mendorong inovasi dalamperusahaan, yakni:

1. Mengajak pengikut (followers) untuk membangun visi perusahaan bersama-sama.


Apabila visi yang dibangun memiliki tujuan yang mulia, maka karyawan akan
merasa hidupnya bermakna. Keinginan untuk hidup bermakna ini akan memacu
motivasi dari dalam diri.

2. Mengapresiasi gagasan yang muncul dari pengikut membuat karyawan merasa


dirinya berharga.

3. Karyawan diberi tantangan dan diberdayakan.

4. Karyawan diajak untuk berpikir secara tidak lazim (out of the box thinking)

5. Memperhatikan kebutuhan dan peduli dengan permasalahan karyawan.

GAYA KEPEMIMPINAN INOVATIF


Gaya kepemimpinan bisnis banyak ragamnya. Dari yang laizess faire,otoriter
sampai yang demokratis. Ada lagi gaya kepemimpinan bisnis yang bersifat
transaksional dan transformasional. Yang transaksional cenderung tidak memiliki visi
jauh ke depan. Orientasinya lebih pada rutinitas dan kurang responsive pada
perubahan. Sifatnya berupa transaksi yakni apabila karyawan berkinerja baik atau
sesuai harapan baru diberi imbalan. Sementara kepemimpinan transformasional selain
karismatik dan inspirasi intelektual juga bersifat visioner dan menempatkan perusahaan
sebagai subyek perubahan yang bersinambung. Selain itu menempatkan karyawan
sebagai mitra kerja yang efektif.

Konsep pentingnya manajemen perubahan didasarkan bahwa dunia bisnis tidak


bisa mengabaikan pada perubahan-perubahan dinamis beragam sisi kehidupan. Antara
lain perubahan yang menyangkut peningkatan kesejahteraan ekonomi, tingkat
pendidikan masyarakat, tingkat kepekaan konsumen tehadap pelayanan dan mutu
produk, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi.
Perusahaan yang senang bertengger pada zona kenyamanan dalam jangka panjang
akan tertinggal oleh perusahaan-perusahaan yang siap untuk berubah. Perubahan itu
tentunya membutuhkan pemimpin perusahaan yang peka terhadap perkembangan
internal dan eksternal organisasi. Seseorang yang menganggap inovasi sebagai
sebagai salah satu instrument keberhasilan perubahan maka dialah yang disebut
sebagai kepemimpinan inovatif. Untuk itu dia membuat suatu road map penelitian yang
jelas; apa yang ingin dicapai berikut langkah-langkah strategis dan target waktunya.

Seseorang yang memiliki kepemimpinan inovatif hampir tidak cepat puas dengan
kinerja yang dicapai perusahaan. Dia ingin selalu terus belajar dan mencari temuan-
temuan baru yang unik. Gagasan-gagasan baru hampir tak pernah berhenti. Hal ini
karena rasa ingin tahu begitu besarnya. Kemampuan berimajinasi sangat dominan
dalam menciptakan sesuatu yang baru. Pemimpin model seperti ini menyadari tidak
mungkin proses penemuan inovasi baru bisa dilakukan sendiri. Karena itu dia selalu
mendorong para karyawannya untuk berpikir dan mengembangkan gagasan-gagasan
baru yang inovatif. Tidak jarang lalu dibentuk tim inovasi yang anggota-anggotanya
terdiri dari karyawan berlatar belakang sesuai dengan kompetensinya.Untuk itu dia
membuat suatu road map penelitian yang jelas apa yang ingin dicapai berikut langkah-
langkah strategis dan target waktunya.
Dorongan pada karyawan agar kreatif tidaklah cukup. Pemimpin yang inovatif
melengkapinya dengan kebijakan-kebijakan dalam pemberian penghargaan. Mereka
yang punya gagasan bagus, katakanlah dari suatu kompetisi yang diselenggarakan
perusahaan, diberikan penghargaan misalnya berupa kesempatan untuk sekolah lagi.
Selain itu para karyawan diberi kesempatan untuk melakukan percobaan-percobaan
dalam merancang suatu inovasi secara bersinambung. Kalau pun ditemui kegagalan,
pemimpin inovatif mengganggapnya sebagai suatu proses belajar menuju keberhasilan.
Dan tak tertutup kemungkinan karyawan diberi kebebasan berpikir dan bekerja di luar
“kotak” aturan yang ada. Intinya adalah tak ada gagasan yang buruk. Bahkan dengan
cara ini pemimpin yang inovatif akan selalu memeroleh wawasan dan perspektif baru.
Pada gilirannya akan diperoleh suatu terobosan-terobosan yang memiliki nilai tambah
lebih tinggi.

Kepemimpinan Efektif dalam Organisasi Belajar

Masalah pendidikan di Indonesia sepertinya tidak pernah akan habis dibicarakan dan di
bahas dalam berbagai kesempatan. Kita menyadari bahwa pendidikan merupakan
kunci utama bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global. Namun
berbagai upaya yang dilakukan pemerintah tidak juga memuaskan harapan kita akan
kemajuan pendidikan untuk bersaing dengan Negara lain yang pengelolaan dan
prestasi pendidikannya memang telah di akui dunia. Berdasarkan data
dalam Education For All(EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis,
Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang
diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), indeks pembangunan pendidikan
atau education development index (EDI) Indonesia berdasarkan data tahun 2008
berada pada posisi ke-69 dari 127 negara di dunia, Ditingkat Asia Tenggara Indonesia
masih lebih baik dari, Laos, Kamboja Dan Filiphina.[2]
Masalah pendidikan di Indonesia ibarat benang kusut. Sistem Pendidikan kita
sepertinya dikelola secara tidak terencana, masih hangat dalam ingatan kita kurikulum
2004, berubah lagi dengan kebijakan kuriklum 2006, dan di penghujung tahun 2013 ini
pemerintah dengan mantera “Simsalabim, Abrakadabra” kembali meluncurkan
kurikulum 2013. Pertanyaan kemudian yang sedikit menganggu adalah “Apa yang salah
dengan kurikulum 2004 dan 2006 ? ”, tidak pernah ada kajian yang komprehensif untuk
mendeteksi dimana titik kelemahan system pendidikan kita, paling tidak untuk
mengatasi kekurangan-kekurangan yang terjadi, sekaligus mencarikan solusi
penyelesaiannya.
B. Permasalahan

Pendidikan perlu memiliki modal intelektual yang kuat agar mampu terus menerus
belajar secara cepat dan tepat,[3] agar keputusan yang di hasilkan dapat bermanfaat
bagi kemajuan dunia pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu kepemimpinan yang efektif
sangat dibutuhkan bila suatu organisasi pendidikan ingin sukses dalam mencapai
tujuan. Tanpa kepemimpinan yang kuat, masing-masing individu dalam
penyelenggaraan organisasi pendidikan akan berjalan mengikuti ambisi dan tujuan
pribadi masing-masing tanpa memperhatikan pencapaian tujuan organisasi, karenanya
kepemimpinan efektif sangat diperlukan untuk memberikan pengarahan dan bimbingan
terhadap individu sehingga diharapkan tujuan dari organisasi dapat dicapai dengan
baik. Permasalahan sekarang adalah bagaimana menciptakan kepemimpinan
pendidikan yang efektif ?
C. Pembahasan

Perbaikan mutu pendidikan sesungguhnya tergantung pada kualitas sumber daya


manusia yang terlibat di dalamnya dan pengelolaan organisasi di mana seluruh stake
holder pendidikan dapat mengalaminya sebagai bagian dari kehidupannya sehari-hari.
Satu hal yang penting untuk di garis bawahi bahwa dalam kehidupan organisasi dan
manajemen dewasa ini adalah adanya trend yang mengarah pada perubahan.
Perubahan tersebut menyebabkan transformasi-transformasi dasar yang menuntut
adanya perubahan dari paradigma organisasi tradisional ke paradigma baru. Organisasi
yang menganut paradigma tradisional akan berjalan secara efektif dalam keadaan yang
stabil, tetapi sering tidak bekerja dengan baik dalam lingkungan yang berubah cepat.
[4] Tidak cukup dengan kepemimpinan yang efektif dan pengelolaan budaya organisasi
yang sehat untuk dapat menjawab tantangan pendidikan yang semakin kompleks,
maka dunia pendidikan perlu mengadopsi paradigma baru dalam organisasi
yakni organisasi pembelajar. Dalam organisasi pembelajar, anggota organisasi tersebut
terus menerus memperbesar kapasitasnya untuk menciptakan hasil yang benar-benar
mereka inginkan, berpola pikir ekspansif dan terpelihara dengan baik, di mana aspirasi
kolektif terwadahi, terus menerus belajar dan melihat secara bersama dan menyeluruh.
[5]
1. Kepemimpinan Efektif
Istilah kepemimpinan merujuk pada adanya kebutuhan suatu kelompok untuk memiliki
orang yang dapat mengorganisasi aktivitas-aktivitas individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan tertentu. Achua dan Lussier mendefinisikan kepemimpinan
sebagai “…the influencing process of leaders and followers to achieve organizational
objectives through change.[6] Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi para
pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan organisasi melalui perubahan.
Kepemimpinan merupakan hal terpenting dalam proses kerja sama diantara manusia
dalam mencapai tujuannya. Secara universal pemimpin harus memiliki sifat yang sama,
namun tidak ada kesepakatan yang sama antara para pakar mengenai ciri seorang
pemimpin yang efektif, tetapi paling tidak ada beberapa ciri pemimpin efektif yang
konsisten yang ada dalam diri setiap pemimpin yang membedakannya dengan orang
lain, dan tidak semua pemimpin efektif memiliki sifat-sifat ini namun dapat
dikembangkan dengan usaha yang serius.
Seorang pemimpin paling tidak memiliki: (a) Pengaruh yang besar terhadap orang lain,
mereka harus bisa memiliki dominasi yang besar jika berada ditengah-tengah orang
banyak. (b) Energik; memiliki stamina tinggi dan selalu berpikir positif untuk bekerja
keras dalam mencapai tujuan dan mampu mentolerir tekanan yang dapat menyebabkan
konsentrasi menjadi menurun., memiliki antusiasme dan tidak memiliki kata menyerah.
(c) Percaya diri, menampilkan keyakinan diri tentang kemampuan mereka, kepercayaan
terhadap orang lain, dan rasa hormat. Kepercayaan diri yang positif berkaitan dengan
efektivitas dan merupakan prediktor untuk menjadi sukses. (d) Menguasai Keadaan;
Seorang pemimpin harus memiliki control terhadap diri dan orang lain. Seorang
pemimpin yakin bahwa mereka mengendalikan nasib orang lain dan bahwa perilaku
mereka secara langsung mempengaruhi kinerja pengikut mereka. Pemimpin yang
efektif cenderung berorientasi ke masa depan, menetapkan tujuan dan bagaimana cara
mencapainya. (e) Stabilitas; Pemimpin yang stabil adalah pemimpin yang secara
emosional dapat mengendalikan diri mereka, tidak mengeksploitasi kemarahan mereka
yang bisa berakibat negatif. Penanganan emosi dapat membantu dalam melakukan
pekerjaan. (f) Integritas; mengacu pada perilaku yang jujur dan etis, membuat
seseorang dapat dipercaya. Integritas adalah kebalikan dari mencari kepentingan
pribadi dengan mengorbankan orang lain. (g) Kecerdasan; mengacu pada kemampuan
kognitif untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Hal ini
juga disebut sebagai kemampuan mental umum. (h) Emotional Intelligence; adalah
kemampuan untuk bekerja dengan baik dengan orang-orang, dan EI sangat penting
untuk hubungan yang sehat. (i) Keluwesan; mengacu pada kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan situasi yang berbeda. (j) Sensitivitas terhadap Lainnya;
mengacu pada pemahaman anggota kelompok sebagai individu, Pemimpin perlu
memiliki dan menyampaikan ketertarikan pada orang lain.
2. Organisasi Pembelajar
Menurut Garvin dalam Wibawa, Organisasi pembelajar adalah organisasi yang mampu
mencipta, mendapatkan, menafsirkan, mentransfer, dan mempertahankan
pengetahuan, dan memodifikasi perilakunya sesuai tujuan yang direfleksikan
pemahaman akan pengetahuan baru.[7]
Menurut Peter Senge ada lima disiplin (lima pilar) yang membuat suatu organisasi
menjadi organisasi pembelajar.[8]
 Personal Mastery – belajar untuk memperluas kapasitas personal dalam
mencapai hasil kerja yang paling diinginkan, dan menciptakan lingkungan organisasi
yang menumbuhkan seluruh anggotanya untuk mengembangkan diri mereka
menuju pencapaian sasaran dan makna bekerja sesuai dengan harapan yang
mereka pilih.
 Mental Models – proses bercermin, sinambung memperjelas, dan meningkatkan
gambaran diri kita tentang dunia luar, dan melihat bagaimana mereka membentuk
keputusan dan tindakan kita.
 Shared Vision – membangun rasa komitmen dalam suatu kelompok, dengan
mengembangkan gambaran bersama tentang masa depan yang akan diciptakan,
prinsip dan praktek yang menuntun cara kita mencapai tujuan masa depan tersebut.
 Team Learning – mentransformasikan pembicaraan dan keahlian berpikir
(thinking skills), sehingga suatu kelompok dapat secara sah mengembangkan otak
dan kemampuan yang lebih besar dibanding ketika masing-masing anggota
kelompok bekerja sendiri.
 Systems Thinking – cara pandang, cara berbahasa untuk menggambarkan dan
memahami kekuatan dan hubungan yang menentukan perilaku dari suatu sistem.
Faktor disiplin kelima ini membantu kita untuk melihat bagaimana mengubah system
secara lebih efektif dan untuk mengambil tindakan yang lebih pas sesuai dengan
proses interaksi antara komponen suatu system dengan lingkungan alamnya.
3. Peran Pemimpin dalam Menciptakan Organisasi Belajar
Pemimpin memainkan peran kunci dalam mengembangkan budaya belajar. Para ahli
setuju bahwa Knowledge management adalah kuncinya. Pengetahuan telah
diidentifikasi sebagai salah satu sumber daya yang paling penting yang berkontribusi
pada keunggulan kompetitif organisasi. Kinerja yang unggul dicapai ketika pengetahuan
yang baru diperoleh, ditafsirkan dan diintegrasikan dengan pengetahuan yang ada dan
diterapkan untuk memecahkan masalah.
Masalah yang terkait dengan upaya gagal untuk menciptakan budaya belajar sering
dikaitkan dengan kepemimpinan yang buruk. Untuk menciptakan kepemimpinan
berbasis pengetahuan, pemimpin ditantang untuk mengubah organisasi mereka
menjadi sistem yang fleksibel yang mampu belajar dan beradaptasi. Menghapus
keengganan dari beberapa anggota untuk berbagi informasi, meningkatkan tidak hanya
proses belajar tetapi juga penciptaan dan pertukaran pengetahuan. Pemimpin dalam
organisasi belajar menghadapi tantangan ganda untuk mempertahankan operasi yang
efisien dan menciptakan sebuah organisasi adaptif pada waktu yang sama.[9]
Syarat seorang pemimpin yang kreatif untuk meningkatkan pembelajaran dan
mengarah pada pengetahuan baru.

1. Mendorong Berpikir Kreatif


Meskipun kapasitas organisasi untuk menjadi lebih kreatif harus dimulai pada tingkat
individu namun kreatifitas pada tingkat organisasi juga penting. Pada tingkat individu,
para pemimpin dapat meningkatkan pembelajaran para anggota dan berusaha
mendorong untuk “Thinking Out Of the Box“, dengan kata lain, pikirkan kemungkinan
yang ada daripada menanggapi tantangan, anggota didorong untuk menciptakan masa
depan sebagai budaya yang mendorong inovasi. Orang dengan ide radikal atau
berbeda harus diberi ruang dalam sebuah organisasi pembelajaran, tidak harus dilihat
sebagai sesuatu yang mengganggu atau merepotkan. Pada tingkat organisasi,
kreativitas dipengaruhi oleh jenis gaya kepemimpinan, budaya, iklim, struktur, sumber
daya, keahlian dan sistem yang memiliki oleh organisasi tersebut.
Pendekatan lain untuk meningkatkan berpikir kreatif adalah mendorong karyawan untuk
meneliti dan belajar dari beberapa kompetitor terbaik dari organisasi yang lain. Proses
ini, dikenal sebagai benchmarking. sebuah organisasi pembelajar harus memperbaiki
praktek-praktek terbaik dari pesaing dan menciptakan inovasi dari hasil benchmarking.
[10]
2. Menciptakan Iklim Eksperimentasi dan Inovasi

Pemimpin harus menciptakan budaya eksperimentasi dan inovasi. Semua orang


diharapkan untuk menyumbangkan ide-ide, menunjukkan inisiatif, dan mengejar
perbaikan terus-menerus. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah untuk
menciptakan rasa urgensi dalam organisasi, sehingga orang melihat perubahan dan
inovasi sebagai suatu kebutuhan.

3. Reward

Penggunaan insentif dan penghargaan merupakan alat yang ampuh yang dapat
diterapkan pemimpin untuk mendorong pembelajaran dan inovasi. Pemimin sering
dikritik karena berhasil melakukan kooordinasi dan manajerial dalam sebuah organisasi
tetapi tidak mampu memberikan dukungan untuk memotivasi mereka. Penghargaan
untuk ide-ide sukses dan inovatif harus diberikan. Penghargaan dan insentif
memperkuat belajar yang positif dan inovatif dalam organisasi.
4. Membangun Keyakinan untuk Belajar dan Beradaptasi

Lingkungan dalam budaya kerja yag menerapkan konsep organisasi pembelajaran


adalah salah satunya adalah perubahan yang cepat dalam lingkungan kerja itu sendiri.
Memberikan kesempatan bagi karyawan untuk memecahkan masalah dalam kelompok
atau unit akan meningkatkan kepercayaan dan kebanggaan diri mereka. Setiap
keberhasilan akan memberikan keyakinan yang lebih besar dalam menghadapi
perubahan.

5. Mendorong Berpikir Sistem

Untuk meningkatkan pembelajaran, pemimpin harus membantu karyawan menganggap


organisasi sebagai suatu sistem di mana setiap orang bekerja mempengaruhi kerja
orang lain. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi mempertimbangkan
bagaimana tindakan mereka mempengaruhi unsur-unsur lain dari organisasi.

6. Menciptakan Budaya Belajar Individu dan Tim

Pemimpin harus menciptakan budaya di mana setiap orang dihargai, dan organisasi
mempromosikan dan mendukung orang untuk mengembangkan potensi mereka. Aspek
lain dari menciptakan budaya yang kondusif untuk belajar adalah konsep
keanekaragaman tim. Pemimpin harus memastikan bahwa keragaman hadir dalam tim
mereka. Sebuah kelompok yang beragam akan meningkatkan pembelajaran karena
anggotanya terdiri dari berbagai bidang keahlian yang bergabung untuk menghasilkan
wawasan atau pengetahuan baru.

7. Preserving Knowledge untuk Ide Kreatif dan Inovatif.


Kelahiran ide baru atau pengetahuan dimulai dengan individu. Membuat pengetahuan
pribadi tersedia untuk orang lain adalah kegiatan utama dala menciptakan organisasi
pengetahuan. Pengetahuan yang dibagi dapat membantu karyawan dengan masalah
yang sulit atau memberikan kesempatan bagi karyawan dari berbagai bagian dari
organisasi untuk berinteraksi satu sama lain, mendapatkan nasihat dan memberikan
dukungan tentang masalah umum. Ide yang dihasilkan dalam atau di luar organisasi
dapat menjadi sumber produk baru atau inovasi.

8. Buat Visi Bersama untuk Belajar.

Menciptakan visi bersama meningkatkan pembelajaran sebagai anggota organisasi


mengembangkan tujuan dan komitmen bersama untuk membuat belajar merupakan
bagian berkelanjutan dari organisasi. Jika karyawan semua percaya bahwa organisasi
tersebut sedang bergerak menuju kebesaran, mereka akan termotivasi untuk menjadi
bagian dari itu dengan belajar dan menyumbangkan ide-ide dan solusi terbaik mereka.

9. Memperluas Wawasan Masa Depan.

Untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam belajar, akan sangat membantu bagi
para pemimpin untuk memperluas wawasan karyawan dalam melihat organisasi dan
lingkungan eksternal. Belajar dibatasi ketika para pemimpin dan pengikut mereka gagal
untuk melihat dunia dari perspektif yang berbeda dan karena itu tidak dapat membantu
organisasi beradaptasi dengan lingkungan yang berubah. Wawasan karyawan yang
luas akan memberikan beberapa perspektif dan berbagai pendekatan untuk
memecahkan masalah dan memfasilitasi pembelajaran dan perbaikan terus-menerus.

10. Belajar dari Kesalahan.

Dari beberapa penelitian yang dilkaukan bahwa banyak organisasi ketika menemui
kegagalan kecenderungannya adalah segera meninggalkan kegiatan dan menghindari
konsekuensi negatif.[11] Seorang pemimpin harus menyadari bahwa pembelajaran
berlangsung dari hal-hal yang salah dari pada dari hal-hal yang benar. Oleh karena itu,
untuk mendorong pembelajaran, pemimpin harus mengkomunikasikan pandangan
bahwa kegagalan adalah awal dari kesuksesan yang tertunda. Kemudian, memberikan
kesempatan memperbaiki untuk menciptakan kesuksesan.
Dalam organisasi yang menganut konsep organisasi pembelajar, pemimpin harus
mengkomunikasikan pesan bahwa belajar dan peningkatan terus menerus merupakan
keharusan dalam lingkungan yang sangat dinamis saat ini. Pemimpin harus memimpin
dalam menantang status quo dan menciptakan kondisi organisasi yang kondusif untuk
belajar dan berinovasi secara berkelanjutan.
Permasalahan utama dalam penyelenggaraan System Pendidikan Nasional adalah
tingkat pencapaian kualitas hasil pendidikan yang masih rendah, diantara sekian
banyak faktor yang mempengaruhi adalah kurang kepemimpinan yang efektif yang bisa
mengelola organisasi disetiap unit pengelola pendidikan yang tantanganya begitu
kompleks.

Pengelolaan pendidikan yang cenderung tradisional juga merupakan kendala yang


sangat jelas kelihatan dibeberapa penyelenggaraan pendidikan baik ditingkat pusat
maupun ditingkat daerah. Hal ini menyebabkan tidak berjalannya organisasi sebagai
suatu system dalam sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Dalam menghadapi
persaingan global yang demikian pesat dan cendrung berubah, maka transformasi dari
paradigma penyelenggaraan organisasi tradisional kearah paradigma baru yang
menuntut anggota organisasi tersebut terus menerus memperbesar kapasitasnya untuk
menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, berpola pikir ekspansif dan
terpelihara dengan baik, di mana aspirasi kolektif terwadahi, terus menerus belajar dan
melihat secara bersama dan menyeluruh.

Sinergi antara kepemimpinan efektif dan pengelolaan organisasi yang modern


diharapkan akan mengubah pola pikir dan perilaku kerja yang mampu mencipta,
mendapatkan, menafsirkan, mentransfer, dan mempertahankan pengetahuan, dan
memodifikasi perilakunya sesuai tujuan yang direfleksikan pemahaman akan
pengetahuan baru.

Kepemimpinan dalam Islam

Secara rasional setiap komunitas membutuhkan seorang pemimpin. Karena sebagai


makhluk sosial, manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk mencapai
hubungan yang harmonis diantara anggota masyarakat, maka diperlukan seorang
pemimpinan yang mengatur dan menata interaksi sosial tersebut.
Akal sulit menerima apabila ada sekelompok masyarakat hidup tanpa seorang
pemimpin. “Nabi Muhammad saw berpesan, apabila kalian bertiga atau lebih dalam
suatu perjalanan, maka angkatlah salah seorang diantara kalian sebagai
pemimpinnya.”
Ini menunjukkan signifikasi seorang pemimpin dalam masyarakat.
Secara normatif, al-Qur’an menggunakan tiga term yang menunjukkan makna
kepemimpinan.
1. Khilafah
“Khilāfah” adalah sebuah sistem kepemimpinan yang pernah dirumuskan dan
diaplikasikan pada masa islam klasik. Para ulama masa lalu telah mencoba
memahami dan memformulasikan konsep khilafah sebagaimana yang termaktub
dalam al-Qur’an tentang kehidupan bermasyarakat, berpolitik dan berbangsa.
Allah Ta’ala berfirman,
‫َخ ِليَفًة ۖ َقاُلوا َأَت ْج َع ُل ِفيَه ا َم ْن ُيْف ِس ُد ِفيَه ا َو َيْس ِفُك الِّد َم اَء َو َن ْح ُن ُنَس ِّبُح‬ ‫َو ِإْذ َقاَل َر ُّب َك ِلْلَم اَل ِئَك ِة ِإِّن ي َج اِع ٌل ِفي اَأْلْر ِض‬
‫ِبَح ْم ِدَك َو ُنَقِّد ُس َلَكۖ َقاَل ِإِّن ي َأْع َلُم َم ا اَل َت ْع َلُم وَن‬
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. al-Baqarah/2: 30)
Pertanyaan malaikat bukan protes atau kritik kepada Allah Ta’ala tetapi keinginan
mereka untuk menjadi khalifah karena mereka telah bertasbih dan menyucikan-Nya.
Permohonan ini juga menjadi isyarat bahwa khilafah itu bukan sistem politik dunia
tetapi sistem universal yang berlaku dunia dan akhirat hingga malaikat berhasrat juga
untuk menjadi khalifah. Namun, Allah Ta’ala menjawab bahwa pengetahuan malaikat
tentang itu tidak cukup hingga Allah Ta’ala menegaskan bahwa Dia Maha tahu dari
apa yang diketahui oleh malaikat. Dari sini dapat dipahami bahwa makna khilafah
bersifat universal.
2. Wilayah
“Wilayah” artinya kepemimpinan. Orang yang memimpin disebut wali. Secara umum
pemimpin umat adalah Allah Ta’ala, Rasulullah saw dan orang-orang beriman.
Allah Ta’ala berfirman.
‫ِإَّن َم ا َو ِلُّي ُك ُم ُهَّللا َو َر ُس وُلُه َو اَّلِذيَن آَم ُنوا اَّلِذيَن ُيِقيُم وَن الَّص اَل َة َو ُيْؤ ُتوَن الَّز َك اَة َو ُه ْم َر اِك ُع وَن‬
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah).” (QS. al Mā’idah/5: 55).

Para ulama berbeda pendapat tentang makna wali. Sebagian berpendapat bahwa
makna wali adalah “teman dekat.” Sebagian yang lain berpendapat wali artinya
“penolong” dan sebagian ulama mengatakan wali adalah “pemimpimpin.”
Dalam terminologi keindonesiaan, kata wali bermakna pemimpin, seperti kata wali
kota artinya pemimpin kota bukan penolong kota dan bukan pula teman kota.
Allah Ta’ ala berfirman,
‫َي ا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا اَل َتَّت ِخُذ وا اْلَك اِفِر يَن َأْو ِلَي اَء ِمن ُدوِن اْل ُم ْؤ ِمِنيَن ۚ َأُتِر يُدوَن َأن َت ْج َع ُلوا ِهَّلِل َع َلْي ُك ْم ُس ْلَط اًن ا ُّم ِبيًن ا‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu
mengadakan alasan yang nyata bagi Allah ?” (QS. al-Nisā’/4: 144)

Ayat ini menjelaskan larangan mengangkat orang kafir sebagai pemimpin bukan
larangan berteman dengan orang kafir.
3. Imamah
“Imamah” adalah sistem kepemimpinan dan orang yang memimpin disebut
imam. Imamah adalah kepemimpinan yang bersifat umum, baik kepemimpinan
negara atau kepempinan “ibadah mahdah” seperti shalat. Pemimpin dalam ruang
lingkup orang-orang yang bertakwa adalah “imām li al-muttaqīn” atau pemimpin bagi
bagi orang-orang yang bertakwa.
Pemimpin orang yang beriman disebut “imām li al-mukminin” atau pemimpin orang
beriman dan pemimpin manusia disebut “imām li al-nās” atau pemimpin seluruh
manusia tanpa membedakan agama, suku, daerah dan sebagainya. Kepemimpinan
ketiga inilah yang pernah “eksis” pada masa Rasulallah saw.
Allah Ta’ala berfirman
‫َو ِإِذ اْب َت َلٰى ِإْبَر اِهيَم َر ُّب ُه ِبَك ِلَم اٍت َفَأَت َّمُهَّن ۖ َقاَل ِإِّن ي َج اِع ُلَك ِللَّن اِس ِإَم اًم اۖ َقاَل َو ِمْن ُذ ِّر َّي ِتيۖ َقاَل اَل َي َن اُل َعْه ِدي الَّظ اِلِميَن‬
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan
larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, sesungguhnya Aku akan
menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata, Dan saya mohon juga
dari keturunanku. Allah berfirman, Janji-Ku ini tidak mengenai orang yang yang
zalim.” (QS. al-Baqarah/2: 124)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin harus adil dan orang-orang zalim
tidak boleh menjadi pemimpin. Nabi Ibrahim adalah hamba Allah, setelah melalui
proses pendekatan diri kepada Allah, hingga naik menjadi kekasih Allah atau
“khalilullāh.” Setelah menjadi “khalilullāh” naik lagi menjadi rasulallah dan saat beliau
menjadi Rasulallah saw, Allah Ta’ala mengangkatnya menjadi “imam” bagi seluruh
manusia. Saat Nabi Ibrahim berharap agar semua keturunannya menjadi imam, Allah
Ta’ala menjawab bahwa kepemimpinan tidak akan jatuh ke tangan orang-orang yang
zalim.
Syarat pemimpin
Pemimpin adalah orang yang paling berkualitas diantara anggota komunitas. Allah
Ta’ala Maha Tahu siapa diantara umatnya yang paling berkualitas hingga diangkat
menjadi nabi dan rasul. Nabi dan rasul adalah “al-musthafā” atau orang pilihan dan
yang memilih dan mengangkatnya adalah Allah Ta’ala.
Pemimpin yang bukan nabi dan rasul dipilih dan diangkat oleh orang-orang diantara
mereka.
Karena yang mengetahui orang cerdas hanyalah orang cerdas. Memberikan hak pilih
kepemimpinan kepada orang awam hanya akan melahirkan kegagalam dalam
memilih pemimpin. Oleh sebab itu politik adalah perwakilan komunitas bukan
perwakilan pribadi. Al-Qur’an mengisyaratkan umat islam dengan “khairu ummat”,
umat terbaik atau umat pilihan.
Allah Ta’ala berfirman,
ۚ ‫ُكْنُتْم َخ ْيَر ُأَّم ٍة ُأْخ ِر َج ْت ِللَّن اِس َت ْأُمُر وَن ِباْلَمْع ُر وِف َو َتْن َهْو َن َع ِن اْل ُم ْنَك ِر َو ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّللۗ َو َلْو آَم َن َأْه ُل اْلِك َت اِب َلَك اَن َخ ْي ًر ا َلُهْم‬
‫ِم ْن ُهُم اْل ُم ْؤ ِم ُنوَن َو َأْك َث ُر ُه ُم اْلَفاِس ُقوَن‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali
Imrān/3:110).

Rasulallah saw ditanya tentang “khairu umat.”


Beliau menjawab, khairu umat itu mempunyai empat syarat, yaitu; Pertama, mereka
yang paling banyak membaca teks maupun konteks. Kedua, orang yang paling
bertaqwa, baik individual maupun sosial. Ketiga, orang yang paling banyak
membangun jaringan silaturahim. Keempat, mereka selalu melalukan amar ma’ruf
dan nahi munkar.
Dari beberapa ayat dan riwayat para ulama memformulasikan bahwa syarat
pemimpin itu adalah.
1. Adil
2. Berilmu pengetahuan yang luas
3. Sehat indrawi seperti sehat pendengaran, penglihatan dan pembicaraan.
4. Sehat anggota tubuh dari kekurangan yang menghalanginya melakukan aktivitas.
5. Memiliki pemikiran yang cerdas dalam menyikapi perkembangan politik dan
kemaslahatan umat.
6. Berani dalam menegakkan kebenaran. Wallahu a’lam

Kepemimpinan merupakan tema yang selalu menarik diperbincangkan dan tak


pernah habis untuk dibahas. Hal tersebut, karena paradigma kepemimpinan adalah
sesuatu yang sangat dinamis dan memiliki kompleksitas yang tinggi. Islam sebagai
ad-din (agama) menempatkan secara khusus masalah kepemimpinan pada sebuah
bingkai/tema/bab yang harus dipelajari, diamalkan oleh setiap manusia.

Islam mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus dapat dijadikan panutan atau
suritauladan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan moralitas dalam
kehidupannya, dengan selalu memiliki keluhuran hati dan jiwa, rendah hati, jujur,
tidak suka segala bentuk penindasan dan kekerasan, pemaaf, penuh kasih sayang
dan dapat dipercaya.

Salah satu prinsip-prinsip atau sistem kepemimpinan yang dapat diimplementasikan


dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan cara mengadopsi model praktek shalat
berjamaah. Dalam hal ini mencakup bagaimana kualitas dan kompetensi imam;
masalah kesehatan imam; penempatan atau posisi antara imam (pemimpin) dengan
ma’mum (masyarakat yang dipimpin); imam berfungsi sebagai pembimbing dan
pengarah; imam harus memahami kondisi jamaah; imam harus benar-benar disiplin
dalam pelaksanaan shalat; adanya loyalitas ma’mum (masyarakat) terhadap imam
(pemimpin); imam siap menerima koreksi, kritik dan saran dari ma’mum; dan yang
terakhir imam siap mundur melepas jabatannya bila memang dia melakukan hal-hal
yang membathalkan shalat.

Secara sosiologis, masyarakat dan kepemimpinan merupakan dua istilah yang tidak
dapat dipisahkan. Ketiadaan kepemimpinan menjadi sumber munculnya problem-
problem masyarakat, bahkan masalah kemanusiaan secara umum. Pemimpin adalah
pahlawan, idola, dan insan kamil, tanpa pemimpin umat manusia akan mengalami
disorientasi dan alienasi (Ali Syariati dalam Haidar Bagir, 1989: 16-17). Ketika
masyarakat membutuhkan seorang pemimpin, maka seorang yang paham akan
realitas masyarakatlah yang pantas mengemban amanah kepemimpinan tersebut.
Pemimpin tersebut harus dapat membawa masyarakat menuju kesempurnaan yang
sesungguhnya.

Islam sebagai Ad-din (baca: agama) memiliki banyak pandangan atau pendapat
mengenai kepemimpinan. Hal tersebut dapat ditelusuri dalam sejarah Islam, dimana
setelah wafatnya Rasulullan SAW. berdasarkan fakta sejarah, umat Islam terpecah
belah akibat perbedaan mengenai kepemimpinan dalam Islam, khususnya mengenai
proses pemilihan pemimpin dalam Islam dan siapa yang berhak atas kepemimpinan
Islam.

Sejarah mencatat dengan tinta emas, bahwa kepemimpinan Islam setelah Nabi
Muhammad SAW. wafat dipimpin oleh Abu Bakar As-sidiq, Umar bin Khattab Al-
faruq, Utsman bin Affan Dinurain, Ali bin Abi Thalib Karomallahu wajhah, Dinasti
Umayyah yang didirikan oleh Muawiyyah bin Abi Sufyan, Dinasti Abbasiyyah yang
didirikan olen Abdullah bin Abbas As-saffah. Setelah itu, kepemimpinan Islam
terpecah-pecah ke dalam kesultanan-kesultanan kecil.

Prinsip kepemimpinan sebenarnya dapat diadopsi dari praktek shalat berjama’ah.


Sebagaimana yang telah diajarkan dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. pada
masa kepemimpinannya. Prinsip tersebut diantaranya adalah menyangkut kualitas
dan kompetensi Imam (baca: pemimpin), kesehatan imam, posisi imam, sebagai
pembimbing dan pengarah, memahami kondisi jama’ah, disiplin, loyalitas, siap
menerima koreksi, dan siap mundur dari jabatan.

Kualitas dan Kompetensi

Dari Ibnu Mas’ud al-anshary r.a., Rasulullah SAW. bersabda:”Orang-orang yang


pantas jadi imam (dalam shalat) ialah orang-orang yang paling pandai membaca
Kitabullah. Jika mereka sama pandai, maka ambil yang lebih pandai tentang
Sunnaturasulullah. Jika mereka sama alim, ambil yang paling dulu hijrah. Jika
mereka bersamaan dalam hijrah, maka ambil yang lebih tua usianya. Janganlah
kamu menjadi imam di wilayah kekuasaaan orang lain dan jangan pula duduk di
tempat yang disediakan khusus untuk kemuliaan seseorang, kecuali dengan
izinnya”(H.R. Muslim).

Seorang imam yang dipilih ma’mumnya sudah pasti harus memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan sebagaimana dipaparkan dalam hadits diatas, antara lain lebih
fasih dalam melafadzkan bacaan al-qur’an (baik tajwid maupun makharizul hurufnya),
suaranya jelas dan tegas, keshalehannya dapat diteladani dan lain sebagainya (Nana
Rukmana, 2007: 83).

Dengan menganalogikan hadits tersebut dalam kepemimpinan, maka seorang


pemimpin harus betul-betul mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang paripurna
dalam dirinya. Dengan meminjam teori Q Leader, maka seorang pemimpin harus
mempunyai empat makna Q. Yaitu, pertama Q Leader dalam arti kecerdasan atau
intelligence, seperti dalam IQ (kecerdasan Intelektual), EQ (kecerdasan emosionanl)
dan SQ (kecerdasan spiritual); kedua Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki
Quality, baik dari aspek visioner maupun dari aspek manajerial; ketiga Q Leader
berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca “chi” bahasa mandarin yang
mempunyai arti energi kehidupan); dan keempat Q Leader, yaitu seorang pemimpin
harus mempunyai Qolbu (Inner self) sebagaimana yang selalu dipopulerkan oleh K.H.
Abdullah Gymanastiar (AA.Gim) lewat manajemen qolbunya. Dengan demikian
menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar
dan bertumbuh untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence, quality, qi dan
qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi
maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.

Kesehatan

Sebagaimana diutarakan dalam hadits diatas, orang yang paling tepat menjadi imam
dalam shalat berjama’ah salah satu syaratnya adalah orang yang fasih dalam
melafadzkan bacaan Al-qur’an. Tentu saja bukan hanya fasih dalam membaca ayat-
ayat Al-qur’an, tapi suaranya juga suaranya harus jelas, sehingga saat menjadi imam
dapat melantunkan ayat-ayat Al-qur’an dengan suara yang baik dan enak didengar
oleh ma’mumnya. Oleh karena itu Imam harus dalam kondisi kesehatan yang prima.
Bisa dibayangkan, bagaimana kalau shalat berjama’ah, tiba-tiba imam terus menerus
batuk bahkan ditambah bersin-bersin. Tentu hal ini akan mengganggu konsentrasi
dan kekhusuan ma’mum dalam shalat.

Berbeda dengan Imam yang fasih membacakan ayat-ayat Al-qur’an, baik tajwid dan
makharijul hurupnya serta merdu suaranya; walaupun ia membaca surat-surat yang
panjang, ma’mum akan tetap khusyu’ dan nikmat mendengarkannya. Bahkan dengan
kekhusyu’an menikmati suara imam yang merdu ini secara langsung akan
memfungsikan kedua belahan otak ma’mum (otak kiri dan otak kanan). Otak kiri
ma’mum akan menyimak setiap ayat yang diucapkan imam, sedangkan otak kanan
ma’mum dapat menikmati suara merdu dari imam. Keadaan ini tentu saja akan
membuat semua jama’ah shalat lebih rileks, shalatnya lebih khusyu’ sehingga dapat
memberi pengaruh pada kesehatan fisik maupun psikis.

Kesehatan fisik dan psikis merupakan syarat pokok bagi para pemimpin yang harus
bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama (siang malam) yang kadangkala
tidak teratur, dan ditengah-tengah situasi yang sering tidak menentu. Oleh karena itu
dalam praktek kepemimpinan di negara kita, faktor kesehatan ini sudah diberlakukan
sebagai persyaratan utama yang harus dipenuhi oleh para pemimpin. Bahkan untuk
masuk sekolah kepemimpinan, faktor kesehatan ini menjadi persyaratan utama.
Semua calon peserta harus melakukan tes kejiwaan, tes kesemaptaan, melakukan
general check-up di sebuah Rumah Sakit yang sudah ditetapkaan oleh Lembaga.
Untuk itu Sedarmayanti (2009: 124) mengemukakan bahwa keberhasilan manajerial
salah satunya disebabkan karena pemimpin memiliki kemampuan luar biasa dalam
masalah fisik (selalu prima dalam masalah kesehatan).

Posisi

Dalam shalat berjama’ah posisi imam sudah pasti di depan ma’mum, tidak sejajar
dengan ma’mum atau tidak di belakang ma’mum. Hal ini mengandung muatan yang
luas dan filosofi yang dalam. Maksudnya seorang pemimpin yang baik adalah orang
yang berani berjalan di depan, untuk menjadi ujung tombak dan tameng atau perisai
di arena perjuangan; untuk menghadapi rintangan dan bahaya-bahaya dalam merintis
segala usaha. Dengan tekad besar dan keberanian yang membara dia harus
sanggup bekerja paling berat, sambil menegakkan disiplin diri sendiri maupun disiplin
pengikutnya. Di depan dia menjadi tauladan yang baik, sehingga menimbulkan rasa
hormat dan keyakinan anak buahnya (J. Kaloh, 2006: 90)

Dia harus sanggup mengabdikan diri kepada kepentingan umum dan kepentingan
anggotanya. Dia bukan hanya pandai memberi perintah saja, akan tetapi juga
bijaksana dalam memberikan petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat, perlindungan dan
pertimbangan. Sebagai pemimpin, dia harus memiliki sifat-sifat teguh, tanggon dan
tanggung (Kartini Kartono, 2008: 333).

Teguh artinya seorang pemimpin harus memupuk kekuatan badan dan kesentosaan
bathin dengan jalan bekerja keras, berani menghadapi bahaya karena menjadi
pengayom (peneduh) segenap anak buahnya, dan kuat memegang prinsip dalam
menjalankan kepemimpinannya. Tanggon berarti kokoh hati, juga kekar dan perkasa
badannya, besar kemauannya dalam menanggulangi bahaya lahir dan bathin, dan
tidak silau melihat bahaya dan kemilauan kekayaan duniawi. Tanggung artinya
seorang pemimpin harus berani bertanggung jawab, walaupun mengalami banyak
kesulitan. Dia harus menjadi perintis di bagian depan dan menjadi pembimbing,
penuntun dan pengayom bagi para pengikutnya.

Pembimbing dan Pengarah

Seorang imam yang baik harus selalu mengingatkan ma’mumnya sebelum shalat
dimulai, misalnya dengan menyuruh jamaahnya untuk meluruskan dan merapatkan
barisan dan kalau perlu dianjurkan pula untuk mengingatkan hal-hal yang
membatalkan shalat. Hal ini mengandung makna bahwa seorang pemimpin harus
membimbing dan mengarahkan masyarakat yang dipimpinnya agar bersatu padu
dalam berjuang menuju cita-cita dan keridloan Allah SWT. Bahkan lebih jauh lagi,
seorang pemimpin harus dapat memberikan motivasi dan mengarahkan kepada
masyarakat yang dipimpinnya agar mau menuntut ilmu serta selalu melaksanakan
amar ma’ruf nahi munkar, sehingga suatu saat dapat menggantikan posisi pimpinan.
Hal tersebut dijelaskan dalam firman Allah SWT.:”Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik”.(Q.S. Ali-Imran: 110)

Membimbing dan mengarahkan ini tentunya harus kearah yang baik sesuai
kaidah/norma yang berlaku dalam pergaulan kehidupan manusia, yaitu norma
agama, hukum, adat dan kesusilaan; bukan sebaliknya yang bertabrakan dengan
norma-norma tersebut. Sehingga akhir dari bimbingan dan arahan tersebut membuat
semua anggota kelompok (masyarakat) mau bekerjasama dan bekerja secara ikhlas
serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha
pengorganisasian (Malayu S.P. Hasibuan, 2008: 21).

Memahami Kondisi Jamaah

Dalam perannya sebagai imam, ia harus tahu siatuasi dan kondisi ma’mumnya. Hal
ini yang selalu Allah SWT. laksanakan ketika mengutus rasul-Nya kepada tiaptiap
umat di setiap jaman, sebagaimana dalam firman-Nya: ”Kami tidak mengutus
seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi
penjelasan dengan terang kepada mereka”. Oleh karena itu lebih diutamakan
seorang imam shalat juga berasal dari lingkungan disekitarnya (shohibul bait), bukan
pendatang. Kecuali kalau “shohibul bait” tidak ada yang bersedia menjadi imam,
karena berbagai keterbatasan pengetahuan dan kemampuannya.

Dengan demikian seorang imam yang bijaksana tidak akan membaca surat yang
panjang-panjang kalau tahu bahwa kondisi fisik ma’mumnya tidak memungkinkan
untuk tahan berdiri lama, atau mayoritas ma’mumnya sudah lanjut usia. Hal ini
mengandung makna bahwa seorang pemimpin harus tahu persis kondisi masyarakat
yang dipimpinnya, agar pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat serta sepenuhnya untuk melayani seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu
seorang pemimpin harus benarbenar dekat dengan rakyatnya dan memahami kondisi
masyarakatnya, sering turba (turun kebawah) atau kelapangan, melakukan
anjangsana atau silaturrahmi kepada masyarakat, seperti yang selalu dilakukan
Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Tidak seperti yang kebanyakan dilakukan
calon Bupati/Wali Kota, Gubernur, Presiden, DPR, DPD, DPRD dan lain-lain yang
sering datang, berupaya mendekati dan merangkul kalau ada maunya (ada
kepentingan) menjelang pemungutan suara atau pemilihan umum dan PILKADA
serta PILPRES, setelah terpilih menjadi pemimpin seringkali melupakan rakyat yang
memilihnya.

Disiplin

Berdasarkan hadits yang shahih bahwa Rasulullah SAW. dan para sahabatnya,
dalam melaksanakan shalat selalu berjamaah dan dilaksanakan tepat waktu atau
pada awal waktu. Mengacu pada hadits tersebut, maka imam dan ma’mum harus
bersiap-siap melaksanakan shalat berjamaah diawal waktu yang didahului dengan
adzan kemudian qomat.
Bagi mereka yang datang terlambat harus rela menempati baris dibelakang, tidak
peduli dia orang terhormat, tokoh masyarakat maupun pejabat, kalau memang
datangnya terlambat atau belakangan harus menempati dibelakang. Kalau waktunya
shalat sudah tiba, maka tidak ada ketentuan yang mengharuskan menunggu orang-
orang tertentu untuk memulai shalat berjamaah. Bahkan kalau seseorang yang biasa
menjadi imam datang terlambat, maka otomatis diantara jamaah yang ada
dipersilahkan untum memimpin shalat berjamaah, menggantikan posisi imam yang
datang terlambat. Itulah prinsip kedisiplinan yang harus ditegakkan dalam suatu
komunitas atau organisasi dan harus dipatuhi oleh semua komponen/anggota dalam
komunitas atau organisasi tersebut, mulai dari pimpinan yang tertinggi sampai staf
yang terendah, semua harus tunduk dan patuh terhadap aturan yang telah
ditetapkan.

Dalam praktek sehari-hari berorganisasi seringkali justru pimpinannya yang tidak


pernah disiplin dengan waktu. Kadang-kadang staf harus menunggu berjamjam untuk
memulai rapat karena pimpinannya belum datang, dan tidak pernah ada peserta
rapat yang berani untuk mengambil alih sebagai pimpinan rapat. Jarang terjadi atau
bahkan mungkin sulit ditemukan dalam suatu organisasi, seorang pemimpin selalu
datang paling awal dan tepat waktu dalam memimpin rapat. Pemimpin biasanya tidak
mau masuk ke ruang rapat sebelum pesertanya hadir semua, walaupun waktu rapat
sudah melewati jam yang telah ditetapkan. Bahkan sering terjadi justru peserta rapat
harus menunggu lama, dan diminta berdiri ketika pimpinan datang.

Ketika shalat berjamaah dimulai dengan takbiratul ihram, yang mengandung makna
“takbir yang mengharamkan”, maka pada saat itu pula semua jamaah diharamkan
untuk melakukan segala gerakan/tindakan dan ucapan yang tidak ada kaitannya
dengan shalat. Gerakan dan ucapan yang dilakukan oleh jamaah harus sesuai
dengan ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan shalat. Bila
menyimpang dari ketentuan dan aturan tersebut, maka akan menyebabkan bathal
shalatnya dan harus mundur dari barisan shalat berjamaah. Semua harus patuh dan
tunduk (disiplin) terhadap ketentuan dan aturan yang ada. Ketika mulut mengucapkan
“Allahu Akbar”, serempak hati juga mengakui akan kebesaran Allah. Ketika
badan/jasad ruku, sujud dan duduk bersimpuh, hati juga mengikutinya menghinakan
diri dihadapan Allah SWT. Setinggi apapun pangkat dan jabatannya, sebanyak
apapun kekayaannya, sedalam apapun ilmunya, sebesar apapun pengaruhnya,
semuanya kecil dihadapan Allah SWT. dan ini harus dicerminkan ketika shalat
menghadap Allah SWT.

Kalau diidentikkan atau dianalogikan dengan rapat, maka ketika pimpinan rapat
sudah memulai memimpin rapat, maka semua peserta rapat tidak boleh ngobrol
sendiri-sendiri atau berkelompok dengan membicarakan masalah lain diluar topik
yang dibahas dalam rapat. Bahkan seharusnya menerima telepon atau SMS pun
tidak boleh dilakukan selama berlangsungnya rapat, karena akan mengganggu
konsentrasi semua peserta rapat.

Loyalitas

Ketika shalat berjamaah dimulai oleh imam dengan takbiratul ihram (mengucap
Allahu akbar), maka semua jamaah harus tunduk dan patuh mengikuti segala gerak
yang dilakukan oleh imam, mereka takbir, ruku, sujud dan duduk bersimpuh
mengikuti komando dari seorang imam. Tidak boleh ada seorang ma’mum yang
menggerakan anggota badannya mendahului gerakan imam, karena bila hal itu
dilakukan oleh seorang ma’mum maka akan menyebabbkan ma’mum tersebut bathal
shalatnya. Semua gerakan harus dilakukan serempak mengikuti komando dan
gerakan imam. Itulah prinsip loyalitas yang diajarkan Islam. Ma’mum harus loyal
kepada imam, sepanjang imamnya ada dalam koridor yang benar, yaitu
melaksanakan gerakan dalam shalat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan
oleh syariat (dalam hal ini sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah
SAW. Sebagaimana dalam sabdanya:“ Shalatlah kalian semua (para sahabat)
sebagaimana kamu melihat aku dalam melaksanakan shalat“.

Seandainya seorang imam melakukan gerakan diluar kaidah-kaidah syara dalam


shalat berjamaah, atau bahkan melakukan atau mempraktekkan ajaran sesat, maka
seorang ma’mum atau jamaah berhak untuk tidak mengikuti imam atau tidak loyal
pada imam. Dengan demikian bila kita analogikan pada masalah kehidupan sehari-
hari, maka seorang bawahan atau masyarakat bila diajak oleh pimpinannya untuk
melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah atau norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat, maka ia berhak menolaknya untuk melakukan hal
tersebut. Misalkan seorang pemimpin mengajak anak buahnya untuk melakukan
minum-minuman (mabuk), mengajak bersama-sama mendatangi tempat prostitusi
atau kegiatan lain yang mendekati kepada perjinahan, mengajak bersama-sama
untuk melakukan korupsi berjamaah dan lain sebagainya yang bertentangan dengan
norma-norma yang hidup dalam masyarakat.

Siap Menerima Koreksi

Dalam shalat berjamaah, diutamakan agar ma’mum yang berdiri dibarisan depan,
khususnya yang paling dekat dengan imam diupayakan orang (ma’mum) yang
memenuhi persyaratan tertentu, sehingga sewaktu-waktu siap menggantikan posisi
imam, atau paling tidak dia dapat memperbaiki kesalahankesalahan bacaan imam
apabila ia lupa, atau mengingatkan imam ketika ia melakukan gerakan-gerakan
shalat karena lupa atau kurang konsentrasi.

Tata cara mengoreksi imam diatur dalam Islam, yaitu dengan cara mengucapkan
“Subhanallah“ bagi ma’mum laki-laki dan dengan cara memberi isyarat “menepuk
tangan“ bagi ma’mum wanita. Artinya si ma’mum tidak begitu saja dengan seenaknya
mengoreksi imam tanpa mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Maka bila
ma’mum mengoreksi imam diluar tata cara tersebut (tidak sesuai dengan syara)
mengakibatkan ia bathal dalam shalatnya.

Shalat berjamaah mengajarkan kepada kita agar antara pemimpin dan yang dipimpin
(bawahan) unjtuk saling menghargai. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
selalu meminta dan menerima saran-saran dari bawahannya (Miftah Thoha, 2006:
97). Dengan demikian seorang staf atau bawahan dapat memberikan koreksi dan
saran-saran kepada atasannya, tentunya dengan cara yang santun dan elegan tidak
menyinggung perasaan pemimpin, apalagi menghinakan atau merendahkan martabat
pemimpin. Tidak seperti dalam kenyataan sehari-hari yang kadang-kadang koreksi
yang dilayangkan dalam bentuk surat kaleng, yang sifatnya hanya menghasut,
memfitnah dan memojokkan tanpa didukung dengan data-data yang valid, faktafakta
yang benar, atau hal-hal lain yang tidak sejalan atau tidak dibenarkan oleh agama
dan tidak sesuai dengan nilai-nilai moral. Atau koreksi yang sengaja diterbitkan dalam
surat kabar dan diberitakan dalam televisi-televisi yang isi beritanya penuh
kebohongan, atau laporan-laporan yang sifatnya memfitnah sekedar untuk
menyisihkan saingan bisnisnya atau kompetitor dalam jabatannya. Itu semua mereka
lakukan dengan tujuan mencapai cita-cita yang ia harapkan, apakah bentuk
kekayaan, jabatan atau yang lainnya, yang penting semua yang ia dambakan
tercapai, tidak peduli menyakiti perasaan orang, menginjak kepala orang, menyikut
orang lain dan lain sebagainya.

Siap Mundur dari Jabatan

Ketika seorang imam sedang memimpin shalat, lalu ia merasa bathal yang
disebabkan oleh berbagai hal yang menyebabkan bathalnya shalat, seperti keluar
angin, menetes air kencing karena tiba-tiba sakit atau kedinginan, dan lain
sebagainya, walaupun hal tersebut tidak diketahui oleh ma’mum, maka seorang imam
dengan penuh kesadaran harus meninggalkan posisinya sebagai imam (pemimpin)
dan digantikan oleh ma’mum yang berdiri paling dekat dengan posisi imam. Hal
tersebut ia lakukan karena semata-mata sadar bahwa Allah SWT. mengetahui segala
gerak dan perilaku seseorang, termasuk bathalnya seorang imam pada saat
memimpin shalat.

Kejadian tersebut memberikan pelajaran kepada segenap para pemimpin, agar siap
mundur dari jabatannya kalau memang merasa tidak mampu memegang jabatan
yang diamanahkan kepadanya. Rasulullah SAW. Pernah bersabda: “Orang mu’min
seharusnya tidak menjerumuskan dirinya sendiri (pada kesulitan)“. Sahabat bertanya:
“Bagaimana dia menjerumuskan dirinya sendiri?“ Rasulullah menjawab:“Dia
memikulkan pada dirinya urusan-urusan yang tidak mampu dipikulnya“.
Manusia banyak melakukan pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan tersebut
didukung dan diimbangi oleh pengetahuan tentang pekerjaan yang dikerjakannya.
Bahkan walaupun sudah berkali-kali mengalami kesulitan dan kegagalan di dalam
tugasnya, namun ia tidak pernah mau melepaskan jabatannya. Allah SWT. berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentannya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggung jawaban“.

Realita yang terjadi di negara kita tidak demikian. Contoh kasus kecelakaan
transportasi yang terjadi berturut-turut hampir disemua daerah, baik daratan, lautan
maupun udara, saat itu banyak masyarakat berbondong-bondong berdemonstrasi
menuntut Pejabat tersebut mundur dari jabatannya, namun hal itu tidak dilakukan
oleh mereka; atau gubernur, walikota dan bupati yang tidak menempati janjinya waktu
kampanye pilkada, bahkan mereka melakukan korupsi baik secara pribadi maupun
berjamaah dengan anggota legislatif, menyalahgunakan wewenang jabatannya
sampai berurusan dengan polisi, kejaksaan, bahkan sudah dinyatakan terdakwa
dipengadilan, mereka tidak mau mundur dari jabatannya dengan dalih “asas praduga
tak bersalah” dan belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkra). Imam Malik
pernah menyatakan bahwa rakyat/masyarakat suatu bangsa sangat bergantung pada
kepribadian akhlak para penguasa/pemimpinnya (Achmad Sanusi, 2009: 31). Dengan
demikian bila pemimpinnya baik, jujur dan amanah maka masyarakatnya akan lebih
baik dan sejahtera, sebaliknya bila pemimpin mempunyai sifat dajjal, sifat
syaithoniyyah maka keruksakan dan malapetaka akan muncul dimana-mana.

Ilustrasi kepemimpinan dalam shalat (berjamaah) yang dipaparkan di atas


seyogiyanya dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat serta dalam rangka
memilih seorang pimpinan di lingkungan masyarakat. Mengingat orientasi masyarakat
dan budaya bangsa kita masih bersifat paternalistik, maka yang penting dalam
kepemimpinan adalah faktor keteladanan dari pemimpin. Keteladanan berarti
melakukan apa yang harus dilakukan dan tidak melakukan hal-hal yang tidak boleh
dilakukan, baik karena keterikatan kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku maupun karena limitasi yang ditentukan oleh nilai-nilai moral, etika dan sosial
(Sondang P. Siagian, 2003: 105).

Diantara prinsip keteladanan yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah adanya
kepribadian yang religius, memiliki rasa kebersamaan, kekeluargaan, kehidupan
dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan. Semua prinsip keteladanan
tersebut bermuara pada kepribadian yang religius dan inti kepribadian yang religius
adalah pada keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena tanpa keyakinan
hidup ini bagaikan sehelai bulu dihembus oleh angin, berkelana tanpa tujuan (H.
Gibran, 2009: 11)

Dengan modal keyakinan bahwa Tuhan itu ada, bersifat kasih sayang, yang
menguasai seluruh hidup dan kehidupan, pemberi kekuasaan dan kekuatan serta
pelindung seluruh mahluk-Nya dan sifat-sifat lainnya yang ada pada Tuhan Yang
Maha Esa, maka kalbu dan hati seorang pemimpin menjadi bersih dan suci lahir dan
bathin dan ia akan menjadi heneng, hening, heling dan waspada (Kartini Kartono,
2008: 330). Heneng artinya seorang pemimpin bersifat teduh dan tenang, dia selalu
imbang tenang, tidak pernah gentar, tidak mudah gugup dalam menghadapi masalah.
Hening artinya bening, bersih, suci, sejati, ceria, jernih dan murni. Pemimpin itu harus
memiliki keheningan bathin, yaitu ketulusan, kelurusan dan keikhlasan, dia selalu
jujur terhadap dirinya dan terhadap para pengikutnya, tanpa memilikin pamrih kecuali
mengabdi dan melayani kepada masyarakatnya. Heling artinya ingat, sadar, dan
insyaf. Yaitu menyadari hakikat alam dengan segala hukum-hukumnya, juga selalu
ingat pada perilaku yang luhur, baik dan jujur, serta ingat bahwa keserakahan,
kemunapikan dan kejahatan akan selalu menyebarkan malapetaka dan kesedihan,
baik pada diri sendiri maupun bagi orang banyak. Waspada maksudnya tajam
penglihatan, atau bahkan waskita (menembus penglihatan kedepan) atau weruh
sadurunging winarah (tahu sebelum terjadinya sesuatu).

DAFTAR BACAAN

Amini, Ibrahim, 2005. Para Pemimpin Teladan. Jakarta: Al-Huda.


As-Salus, Ali, 1997. Imamah dan Khilafah dalam Tinjauan Syar’i. Jakarta: Gema
Insani.

Al-kahlany, Sayyid Imam Muhammad bin Ismail, tt. Subulussalam Jeddah:


Alharamain.

Bagir, Haidar, 1989. Ummah dan Imamah, Suatu Tinjauan Sosiologis. Bandung:
Pustaka Hidayah.

Depag RI, tt. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: PT. Syaamil Cipta Media.

Gibran, Hajjar, 2009. Kembalinya Sang Nabi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hasibuan, Malayu, 2008. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

J. Kaloh, 2006. Pemimpin Antara Keberhasilan dan Kegagalan. Jakarta: Kata Hasta
Pustaka.

Kartono, Kartini, 2008. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Rukmana, Nana, 2007. Etika Kepemimpinan. Bandung: Penerbit Alfabeta

Sanusi, Achmad, 2009. Kepemimpinan Sekarang dan Masa Depan. Bandung:


Penerbit Prospect.

Siagian, Sondang, 2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Sedarmayanti, 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, Dan


Kepemimpinan Masa Depan. Bandung : PT. Refika Aditama.
Thoha, Miftah, 2006. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

Andreas Budihardjo, Organisasi:Menuju Pencapaian Kinerja Optimum, Prasetya


Mulya, Jakarta, 2011.
Basuki Wibawa, Makalah:Teknologi Kinerja, Konsep dan Implementasinya di
Organisasi dan Masyarakat Belajar, disampaikan dalam Seminar Nasional Teknologi
Pendidikan, Jakarta, 2011.
Christopher A. Achua and Robert N. Lussier, Effective Leadership 4th Editions, South
Western, Ohio, 2010.
Iskandar Agung, Strategi Mengembangkan Organisasi Pembelajar di Sekolah, Bee
Media, Jakarta, 2012.
Senge, Peter. M., The Fifth Discipline: the art and practice of the learning
organization, A Currency Paperback, New York, 1994.
http://edukasi.kompas.com. Diakses tanggal, 3 Desember 2013

[1] Mahasiswa Program Doktor Teknologi Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta.


[2] http://edukasi.kompas.com. Diakses tanggal, 3 Desember 2013.
[3] Andreas Budihardjo, Organisasi:Menuju Pencapaian Kinerja Optimum, Prasetya
Mulya, Jakarta, 2011, h. 53.
[4] Iskandar Agung, Strategi Mengembangkan Organisasi Pembelajar di
Sekolah, Bee Media, Jakarta, 2012, h.48.
[5] Basuki Wibawa, Makalah:Teknologi Kinerja, Konsep dan Implementasinya di
Organisasi dan Masyarakat Belajar, disampaikan dalam Seminar Nasional Teknologi
Pendidikan, Jakarta, 2011.,
[6] Christopher A. Achua and Robert N. Lussier, Effective Leadership
4th Editions, South Western, Ohio, 2010, p. 6.
[7] Basuki Wibawa, (Op. Cit. 2011)
[8] Peter M. Senge, The Fifth Discipline: the art and practice of the learning
organization, A Currency Paperback, New York, 1994, p. 10-12.
[9] Achua, C. A. and Lussier, R.N., Op. Cit. p. 419.
[10] ibid. p. 420).
[11] Achua , C. A. and Lussier, R.N., op.cit. p. 422.
Share this:

https://ushuluddin.uinjkt.ac.id/kepemimpinan-dalam-islam/ Dr. H.M. Zuhdi Zaini,


MA, Kepemimpinan Dalam Isalam, Artikel
https://nasional.kompas.com/read/2008/08/29/13334847/~Perempuan~Karir.
https://www.kompas.com/edu/read/2021/04/19/130000271/lima-cara-mengasah-jiwa-inovatif-dan-
jadi-lebih-kreatif?page=all
https://www.qubisa.com/article/mengasah-kreativitas-dan-inovasi
https://www.qubisa.com/article/melatih-berpikir-kritis-dan-manfaatnya
http://kotaku.pu.go.id:8081/wartaarsipdetil.asp?mid=8806&catid=2&

Sumber Referensi:

 Admin. 10 Entrepreneurial Leadership Characteristics. Yscouts.com –


https://bit.ly/3xU591P
 Larry Alton. 14 Oktober 2019. 9 Essential Qualities of Entrepreneurial
Leadership. Thebalancesmb.com – https://bit.ly/3bcusm6
 Elizabeth Atwater. 28 Januari 2020. What Is Entrepreneurial
Leadership? Entrepreneurship.babson.edu – https://bit.ly/3bbSw8v

Sumber Gambar:

 Leadership 01 – https://bit.ly/3uwLxP9

Fahmi, I. 2012. Manajemen: Teori, Kasus, dan Solusi. Alfabeta. Bandung.


Ferdian, E. 2013. Konsep Kewirausahaan.
http://erlanggaferdian41.wordpress.com/kewirausahaan/konsepkewirausahaan/.
Diakses tanggal 10 September 2018. Seminar Nasional dan Call for Papers (SENIMA
3) Jurusan Manajemen-Fakultas Ekonomi 454 Universitas Negeri Surabaya
Kadarusman, D. 2012. Natural Intelligence Leadership: Cara Pandang Baru terhadap
Kecerdasan dan Karakter Kepemimpinan. Raih Asa Sukses. Jakarta.
Krause, D.G. 2000. The Way of the Leader. Diterjemahkan oleh PT. Gramedia. Kiat
Sang Pemimpin. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Larsen, P., Lewis, A. 2007. How Award Winning SMEs Manage The Barriers to
Innovation. Journal Creativity and Innovation Management, 141-151.
Mokhber, M., Tan, G.G., Vakilbashi, A., Zamil, N.A.M., Basiruddin, R. 2016. Impact of
Entrepreneurial Leadership on Organization Demand for Innovation: Moderating Role of
Employees Innovative Self-Eficacy. International Review of Management and
Marketing, 6(3): 415-421.
Nwachikwu, C.H., Chladkova, H., Zufan, P. 2017. The Relationship between
Entrepreneurial Orientation, Entrepreneurial Competencies, Entrepreneurial Leadership,
and Firm Performance: a Proposed Model. Business Trends, 7(1): 3-16.
Purhantara, W. 2010. Kepemimpinan Bisnis Indonesia di Era Pasar Bebas. Jurnal
Ekonomi & Pendidikan, 7(1):18-33.
Renko, M., El Tarabishy, A., Carsrud, A. L., Brannback, M. 2015. Uderstanding and
Measuring Entrepreneurial Leadership Style. Journal of Small Business Management,
53(1): 54-74.
Sagala, H.S. 2008. Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan: Pemberdayaan
Organisasi Pendidikan ke Arah yang Lebih Profesional dan Dinamis di Provinsi,
Kabupaten, Kota, dan satuan Pendidikan. Alfabeta. Bandung.
Smith, A., Courvisanos, J., Mceavhern, S. 2011. Building Innovation Capacity: the Role
of Human Capital Formation in Enterprises Review of the Literature. Occasional Paper,
NCVER Department of Education, Employment and Workplace Relation. Australia
Government. Sulistyowati, A. 2018. Pengaruh Entrepreneurial Leadership dan
Innovation Capacity terhadap Competitive Advantage pada Usaha Keci, dan Menengah
(UKM) Binaan Dinas Perdagangan Kota Surabaya. Jurnal Aplikasi Administrasi, 21(1):
31-41.
Yudiaatmaja, F. 2013. Kepemimpinan: Konsep, Teori dan Karakternya. Media
Komunikasi. 12 (2): 29-38.

Anda mungkin juga menyukai