Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Ivansevich dan Matteson (2008) menyatakan kepemimpinan merupakan
kemampuan untuk memakai pengaruh dalam lingkungan atau situasi organisasi,
untuk menghasilkan efek yang berarti dan berdampak langsung terhadap
pencapaian tujuan yang menantang.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk berbuat guna
mewujudkan tujuan-tujuan yang sudah ditentukan. Kepemimpinan selalu
melibatkan upaya seseorang (pemimpin) untuk mempengaruhi perilaku seseorang
pengikut atau para pengikut dalam suatu situasi. (Manullang.M.,& Manullang. M,
2001).
Robbin S.P, (2002) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan. Sedangkan menurut
Ishak. A dan Hendry. T (2003), kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan
seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang
berbeda-beda menuju pencapaian tertentu. Dari definisi-definisi kepemimpinan
yang berbeda-beda tersebut, pada dasarnya mengandung kesamaan asumsi yang
bersifat umum seperti :
1. Di dalam satu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua orang atau
lebih,
2. Di dalam melibatkan proses mempengaruhi, dimana pengaruh yang
sengaja (intentional influence) digunakan oleh pemimpin terhadap bawahan.
Disamping kesamaan asumsi yang umum, di dalam definisi tersebut juga
memiliki perbedaan yang bersifat umum pula seperti :
1. Siapa yang mempergunakan pengaruh,
2. Tujuan daripada usaha untuk mempengaruhi, dan
3. Cara pengaruh itu digunakan.
Berdasarkan uraian tentang definisi kepemimpinan di atas, terlihat bahwa
unsur kunci kepemimpinan adalah pengaruh yang dimiliki seseorang dan pada
gilirannya akibat pengaruh itu bagi orang yang hendak dipengaruhi.

Peranan penting dalam kepemimpinan adalah upaya seseorang yang


memainkan peran sebagai pemimpin guna mempengaruhi orang lain dalam
organisasi/lembaga tertentu untuk mencapai tujuan.
a. Karakteristik pemimpin sukses
a. Cerdas
b. Terampil secara konseptual
c. Kreatif
d. Diplomatis dan taktis
e. Lancar berbicara
f. Memiliki pengetahuan ttg tugas kelompok
g. Persuasive
h. Memiliki keterampilan social
b. Fungsi fungsi kepemimpinan
a. Menyampaikan Informasi
b. Memberikan Perintah
c. Mendelegasikan wewenang
d. Memberikan motivasi
e. Menerima Umpan balik
f. Mengkoordinasikan manusia dan pekerjaan
g. Melakukan Pengendalian.
c. Sifat sifat seorang pemimpin
a. Kemampuan mendapatkan kerjasama
b. Kemampuan administrasi
c. Daya Tarik
d. Kemampuan bekerja sama
e. Kemampuan mengasuh
f. Popularitas
g. Kecakapan hubungan antar manusia
h. Partisipasi social
i. Cepat tanggap.
d. Sifat sifat yang berhubungan dengan tugas
a. Kebutuhan berprestasi
b. Dorongan bertanggung jawab
c. Inisiatif
d. Tanggung jawab dalam mengejar sasaran
e. Orientasi tugas.

B. Tipe-tipe Gaya Kepemimpinan


Gaya kepemimpinan dapat diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih
atau yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap
dan perilaku para anggota organisasi/bawahannya. Dibawah ini ada beberapa
definisi dari gaya kepemimpinan menurut para ahli, diantaranya :
1. Menurut Dharma, Agus, (1984:37), gaya kepemimpinan adalah pola tingkah
laku yang ditunjukkan seseorang pada saat ia mencoba mempengaruhi orang
lain.
2. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2007:170), gaya kepemimpinan adalah suatu
cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya, agar mereka mau bekerja
sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Menurut Rivai (2008:64), gaya kepemimpinan didefinisikan sebagai pola
menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang
tidak tampak oleh bawahannya.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya gaya
kepemimpinan adalah pola tingkah laku para pemimpin dalam mengarahkan
bawahannya untuk mengikuti kehendaknya dalam mencapai suatu tujuan.
Menurut Nawawi (2003:15), ada beberapa gaya kepemimpinan, yaitu :
1. Gaya Kepemimpinan Demokratis.
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan
pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada
diri sendiri) dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini
bukan terletak pada person atau individu pemimpin, akan tetapi kekuatan justru
terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
2. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Gaya kepemimpinan otoriter ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya
kepemimpinan yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu-satunya
penentu, penguasa, dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam
usaha mencapai tujuan organisasi.
3. Gaya Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Pada gaya kepemimpinan bebas ini sang pemimpin praktis tidak memimpin,
dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin
tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya, semua pekerjaan
dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri.

Ada tiga tipe gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Malayu S.P
Hasibuan (2007:170), yaitu :
1. Kepemimpinan Otoriter Kekuasaan atau wewenang
Sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau pimpinan itu
menganut

sistem

sentralisasi

wewenang.

Pengambilan

keputusan

dan

kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak


diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan. Karakteristik dari Kepemimpinan Otoriter, sebagai
berikut :
a. Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan
pemimpin.
b. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan
paling cakap.
c. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi/ perintah,
hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat.
2. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan
dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan
loyalitas, dan partisipatif para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar
merasa ikut memiliki perusahaan dan menjadi lebih loyal terhadap perusahaan.
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan
wewenang kepada bawahan dengan lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat
mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam
melaksanakan pekerjaan. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil
keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada
bawahan.
Menurut Siagian (2007:12) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan pada
dasarnya dibagi menjadi 5 (lima) tipe, yaitu :
1. Gaya Kepemimpinan Otokratik
Pengambilan keputusan seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri
dan memberitahukan bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu
dan para bawahan itu hanya berperan sebagai pelaksana karena tidak dilibatkan
sama sekali dalam proses pengambilan keputusan.
2. Gaya Kepemimpinan Paternalistik

Pemimpin paternalistik menunjukkan kecenderungan - kecenderungan


bertindak

sebagai

berikut

pengambilan

keputusan,

kecenderungnya

menggunakan cara mengambil keputusan sendiri dan kemudian berusaha menjual


keputusan itu kepada para bawahannya. Dengan menjual keputusan itu diharapkan
bahwa para bawahan akan mau menjalankan meskipun tidak dilibatkan didalam
proses pengambilan keputusan.
3. Gaya Kepemimpinan Karismatik.
Teori kepemimpinan belum dapat menjelaskan mengapa seseorang dipandang
sebagai pemimpin yang karismatik, sedangkan yang lain tidak. Artinya, belum
dapat dijelaskan secara ilmiah faktor-faktor apa saja yang menjadi seseorang
memiliki kharisma tertentu.
4. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire.
Karakteristik yang paling nampak dari seseorang pemimpin Laissez-faire
terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal
pengambilan keputusan, misalnya, seorang pemimpin Laissez-faire akan
mendelegasikan tugas-tugasnya kepada bawahannya, denganpengarahan yang
minimal atau bahkan sama sekali tanpa pengarahan sama sekali.
5. Gaya Kepemimpinan Demokratik
Pengambilan keputusan pemimpin demokratik pada tindakannya mengikut
sertakan para bawahannya dalam seluruh pengambilan keputusan. Seorang
pemimpin demokratik akan memilih model dan teknik pengambilan keputusan
tertentu yang memungkinkan para bawahan ikut serta dalam pengambilan
keputusan.
Menurut Robbins (2006) terdapat empat macam gaya kepemimpinan yaitu
sebagai berikut :
1. Gaya Kepemimpinan Kharismatik.
Adalah gaya kepemimpinan yang memicu para pengikutnya dengan
memperlihatkan kemampuan heroik atau luar biasa ketika mereka mengamati
perilaku tertentu pemimpin mereka.
2. Gaya Kepemimpinan Transaksional
Gaya kepemimpinan yang memadu atau memotivasi para pengikutnya menuju
kesasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas.
3. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan yang menginspirsi para pengikut untuk melampaui


kepentingan pribadi mereka dan mampu membawa dampak yang mendalam dan
luar biasa pada pribadi para pengikut.
4. Gaya Kepemimpinan Visioner
Gaya kepemimpinan yang mampu menciptakan dan mengartikulasi visi yang
realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit
orgnisasi yang tengah tumbuh dan membaik.
Dengan melihat uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa, perubahanperubahan yang terjadi dalam gaya kepemimpinan biasanya berlangsung
mengikuti situasi dan kondisi yang sesuai dengan tujuan dari perusahaan. Apabila
situasi dan kondisinya memerlukan pemikiran bersama antara pemimpin dan
pelaksana, maka gaya kepemimpinan akan menuju kepada demokrasi.
Sebaliknya bila situasi dan kondisinya memerlukan langkah-langkah darurat
yang cepat maka gaya kepemimpinan akan mengarah pada gaya otokratis. Jadi,
gaya kepemimpinanyangdilakukan pada suatu perusahaan tidak dapat berupa satu
gaya saja tetapi dapat dilakukan dengan penggabungan dari gaya-gaya
kepemimpinan yang ada.
Oleh karena itu, tidak ada gaya kepemimpinan yang lebih baik semua
tergantung pada situasi, kondisi atau lingkungannya.
C. Teori - teori dalam Studi Kepemimpinan
1. Teori Great Man
a. Kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan sejak seseorang lahir.
b. Bennis & Nanus (1990) menjelaskan bhw teori ini berasumsi pemimpin
dilahirkan bukan diciptakan.
c. Kekuasaan berada pd sejumlah org tertentu, yang melalui proses pewarisan
memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat
2.
a.
b.
c.

untuk menempati posisi sebagai pemimpin.


Teori Big Bang
Suatu peristiwa besar menciptakan seseorang menjadi pemimpin.
Mengintegrasikan antara situasi dan pengikut.
Situasi merupakan peristiwa besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan,

pemberontakan, reformasi dll.


d. Pengikut adalah orang yang menokohkan seseorang dan bersedia patuh dan
taat.
3. Teori Sifat (Karakteristik) Kepribadian
a. Seseorang dapat menjadi pemimpin apabila memiliki sifat yang dibutuhkan
oleh seorang pemimpin.

b. Titik tolak teori : keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat


kepribadian baik secara fisik maupun psikologis.
c. Keefektifan pemimpin ditentukan oleh sifat, perangai atau ciri kepribadian
yang bukan saja bersumber dari bakat, tapi dari pengalaman dan hasil belajar.
4. Teori Perilaku (Behavior Theories)
a. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung pada perilakunya dalam
melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan.
b. Gaya atau perilaku kepemimpinan tampak dari cara melakukan pengambilan
keputusan, cara memerintah (instruksi), cara memberikan tugas, cara
berkomunikasi, cara mendorong semangat bawahan, cara membimbing dan
mengarahkan, cara menegakkan disiplin, cara memimpin rapat, cara menegur
dan memberikan sanksi.
5. TeoriKontingensi atau Teori Situasional
a. Resistensi atas teori kepemimpinan sebelumnya yang memberlakukan asasasas umum untuk semua situasi.
b. Teori ini berpendapat bahwa tidak ada satu jalan (kepemimpinan) terbaik
untuk mengelola dan mengurus satu organisasi.
6. Filosofi Teori
a. Contingency Approach
Respon atau reaksi yang timbul berfokus pada pendapat bahwa dalam
menghadapi situasi yang berbeda diperlukan perilaku atau gaya kepemimpinan
yang berbeda.
b. Situational Approach
Perilaku atau gaya kepemimpinan harus sesuai dengan situasi yang dihadapi
oleh seorang pemimpin.
D. Contoh Kasus Kepemimpinan
Berikut contoh kasus peran kepemimpinan dalam krisis perusahaan Nissan :
Persaingan selalu menghasilkan pihak yang menang dengan pihak yang kalah.
Perusahaan yang mampu meraih keunggulan kompetitif, maka perusahaan itulah
yang keluar sebagai pemenang. Bagaimana dengan perusahaan yang kalah
bersaing? Hanya ada dua pilihan, yaitu gugur dalam persaingan bisnis atau
berubah, seperti ungkapan yang terkenal Dead or Change! Di sinilah letak peran
penting seorang pemimpin. Mau dibawa berlabuh ke manakah perusahaan itu?
Arah tujuan kapal tergantung oleh kapten kapal, begitu pula arah dan strategi
perusahaan yang sangat tergantung peran kepemimpinan untuk mencapai
tujuannya.

10

Peran kepemimpinan dalam kondisi krisis perusahaan dapat dilihat dari


kegigihan Nissan keluar dari jurang kegagalan. Pada tahun 1998, tanda-tanda
jatuhnya perusahaan otomotif raksasa Jepang itu semakin Nampak jelas. Para
petinggi Nissan sudah tidak berdaya menghadapi persaingan bisnis saat itu,
ditambah lagi timbunan hutang yang menggunung sekitar puluhan miliar US
Dollar. Ketika kondisi darurat seperti itu, dewi fortuna masih berpihak pada
Nissan. Perusahaan otomotif dari Perancis, Renault sepakat membeli 37 persen
saham Nissan dengan satu syarat yaitu menempatkan salah satu utusannya sebagai
CEO di Nissan. Dialah Carlos Ghosn, tokoh dibalik revolusi Nissan menggebrak
kembali pasar global.
Setibanya di Jepang, Ghosn segera menentukan langkah kunci yang terdiri
dari tiga langkah. Langkah awal Ghosn ialah membangun kepercayaan bangkit
untuk berubah pada setiap pekerja di saat puncak darurat itu. Laporan-laporan
menunjukkan fakta bahwa Nissan telah benar-benar berada di kegagalan. Tidak
ada jalan lain lagi bagi Nissan selain bangkit untuk berubah. Perubahan yang
dilakukan harus berdasarkan visi ke depan untuk menembus pasar global masa
depan, serta penerapan yang tegas atas strategistrategi perusahaan yang telah
disusun.
Langkah kedua, Ghosn menyusun dua strategi dalam suatu rencana yang dia
sebut Nissan Recovery Plan. Strategi pertama yaitu segera melakukan revitalisasi
produk-produk baru Nissan. Proses pengembangan produk-produk baru harus
dipercepat.

Untuk menjalankan strategi itu, Nissan merekrut Shiro Nakamura,

desainer mobil ternama di Jepang. Di sisi lain, strategi kedua yaitu melakukan
efisiensi biaya sebesar-besarnya. Menutup pabrik-pabrik operasional yang
dianggap kurang begitu mendesak, dan pengalihan operasional untuk lebih
terfokus pada operasional sentral.
Langkah ketiga Ghosn untuk menyempurnakan tahapan strateginya ialah
membentuk tim inti yang langsung dipimpin olehnya. Tugas tim inti sangan jelas
dan tegas, yaitu memastikan bahwa Recovery Plan dapat diimplementasikan
secara optimal. Bagaimana pun sempurnanya rencana yang disusun harus disertai
implementasi yang tegas. Di sini letak vital peran Ghosn untuk kembali
mengangkat kebesaran Nissan di pasar otomotif global.

11

Kerja keras dalam misi yang hampir mustahil itu berbuah manis pada tahun
2001 dan tahun-tahun berikutnya. Sang raksasa telah bangkit dengan
menunjukkan prestasi demi prestasi. Tahun 2005 produk andalannya Nissan XTrail melenggang menjadi primadona di pasar otomotif global. Diikuti Nissan
Grand Livina yang juga booming pada tahun 2007. Dibalik kesuksesan demi
kesuksesan Nissan, ialah peran Charles Ghosn yang membawa Nissan keluar dari
jurang kebangkrutan.
Kepemimpinan yang dimiliki dengan keyakinan penuh menghadapi situasi
krisis mampu mendorong kinerja optimal setiap pekerjanya untuk mencapai visi
Nissan yang besar dengan implementasi yang tegas. Itulah peran kepemimpinan
Carlos Ghosn dalam drama heroik untuk kembali mengibarkan kejayaan Nissan di
pentas global. Jadi Peran kepemimpinan sangat vital dalam strategi perusahaan
menghadapi masa krisis, dengan visi ke depan sebagai arah perusahaan disertai
penerapan yang tegas untuk kembali meraih keunggulan bisnis.

Anda mungkin juga menyukai