Anda di halaman 1dari 32

A.

Pengertian pengarahan
Pengarahan meruapakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para
bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien
dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Di dalam manajemen, pengarahan ini bersifat
sangat kompleks karena disamping menyangkut manusia juga, menyangkut berbagai tingkah
laku manusia yang berbeda-beda (Muninjaya, 1999).
B. Tujuan pengarahan
Menurut Muninjaya (1999), terdapat lima tuuan dan fungsi pengarahan yaitu sebagai berikut.
1. Pengarahan bertujuan menciptakan kerjasama yang lebih efisien.
Pengarahan memungkinkan terjadinya komunikasi antara atasan dan bawahan. Manajer
keperawatan setingkat kepala ruangan yang mampu menggerakkan dan mengarahkan
bawahannya akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan efisiensi kerja. Sebagai
contoh, kegiatan supervisi tindakan keperawatan akan dapat mengurangi atau
meminimalisasi kesalahan tindakan sehingga akan dapat meminimalisasi bahan, alat, atau
waktu tindakan bila dibandingkan jika terjadi kesalahan karena tidak ada supervisi.
2. Pengerahan bertujuan mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf.
Banyak halyang terkait dengan kegiatan pengarahan didalam ruang perawatan akan dapat
memberikan peluang bagi yang diberikan delegasi untuk mengerjakan tugas dan
tanggung tjawab secara otonomi.
3. Pengarahan bertujuan menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan.
Perawat yang diarahkan jika salah, diberi motivasi jika kinerja menurun, dan diberi
apresiasi atas hasil kerja akan memberikan penguatan rasa memiliki dan menyukai
pekerjaannya.
4. Pengarahan bertujuan mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi kerja staf.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menciptakan lingkungan kerja yang
kondusif, dan menciptakan hubungan interpersonal yang harmonis. Selain itu,
kepemimpinan yang adil merupakan kunci sukses dalam memberikan motivasi kerja dan
meningkatkan prestasi kerja perawat bawahan.
5. Pengarahan bertujuan membuat organisasi berkembang lebih dinamis.
Uraian-uraian tadi jika mampu diterapkan di ruang perawatan, dapat mengembangkan
organisasi pelayanan keperawatan dinamis.
C. Unsur-unsur pengarahan
Pengarahan atau juga disebut “penggerakan” merupakan upaya memengaruhi bawahan agar
melakukan sesuatu untuk mencaapi tujuan yang telah di tetapkan. Guna mengarahkan atau
menggerakakan bawahan, ada beberapa unsur yang perlu dipahami atau diperhatikan bagi
seorang manejer, termasuk manager keperawatan. Berikut adalah unsur-unsur penggerakan
yang dimaksud.
1. Kepemimpinan
a. Pengertian
Menurut Harsey, Blanchard dan Johnson (1999 dalam Huber, 2006), kepemimpinan
adalah proses memengaruhi aktivitas individu atau kelompok dalam upaya mencapai
tujuan paad suatu situasi. Sedangkan menurut Hasibuan (2005), Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinana menyangkut
tiga hal:
1) Kepemimpinan menyangkut orang lain
Orang lain disini maksudnya adalah bawahan. Kepemimpinan seorang manejer
keperawatan akan efektif jika bawahan bersedia menerima pengarahan dari
pemimpinnya. Bawahan sangat menetukan kedudukan pemimpin dan menetukan
pula jalannya proses kepemimpinan
2) Kepemimpinan menyangkut pembagian kekuasaan yang tidak seimbang antara
pemimpin dan bawahan
Seorang pemimpin berwenang dalam mengarahkan secara langsung terhadap
kegiatan bawahan, tetapi bawahan tidak dapat mengarahkan secara langsung
kegiatan pemimpin walaupun dapat melalui berbagai cara secara tidak langsung.
3) Kepemimpinan menyangkut pengaruhnya kepada bawaahan.
Seorang pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahannya, tetapi juga dapat
memengaruhi bawahan agar mau bertindaka atau bekerja dengan baik dan tepat.
b. Sifat-sifat kepemimpinan
Menurut edwin ghiselli (1971 dalam Handoko, 1999), seorang manajer dapat
menjadi pemimpin yng efektif jika mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) Pemimpin yang efektif mempunyai kemampuan dalam pengawasan (supervisory
ability) pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, terutama fungsi pengarahan dan
pengawasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan.
2) Pemimpin yang efektif mengerti kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan.
Seorang pemimpin yang efektif bertanggung jawab atas pekerjaannya dan selalu
mempunyai keinginan untuk maju dan sukses.
3) Pemimpin yang efektif mempunyai kecerdasan. Seorang pemimpin yang efektif
harus mampu dalam merumuskan ataupun membuat serta mempunyai pemikiran
yang kreatif dan daya pikir.
4) Pemimpin yang efektif harus mempunyai ketegasan (decisiveness). Ketegasan
merupakan kemampuan dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah
secara cakap dan tepat.
5) Pemimpin yang efektif harus mempunyai kepercayaan diri. Kepercayaan diri
merupakan kemampuan pemimpin dalam memandang dirinya untuk menghadapi
masalah.
6) Pemimpin yang efektif mempunyai inisiatif. Inisiatif merupakan kemampuan
untuk bertindak tanpa tergantung orang lain, kemampuan untuk mengembangkan
berbagai kegiatan, dan mampu menemukan cara-cara baru atau inovasi.
c. Gaya-gaya kepemimpinan
1) Gaya kepemimpinan demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang
menitikberatkan pada hubungan antar-manusia dan kerja kelompok. Dalam
kepemimpinan gaya ini, bawahan bekerja sama dalam pencapaian tujuan yang
yang telah ditetapkan oleh pemimpin. Selain itu, dalam gaya kepemimpinan ini,
seorang pemimpin juga melibatkan bawahannya dalam proses pengambilan
keputusan.
2) Gaya kepemimpinan otokratis
Gaya kepemimpinan otokratis mempunyai ciri bahwa wewenang dan keputusan
mutlak pada pimpinan. Gaya ini bermanfaat atau efektif pada tahap awal
beroperasinya suatu organisasi, atau pada saat terjadi kontroversi/perselisihan.
3) Gaya kepemimpinan permisif
Gaya kepemimpinan ini mempunyai ciri bahwa seorang pemimpin memberikan
kebebasan kepada bawahan untuk melakukan tugasnya, dan minimalnya atau
bahkan hampir idak ad pemimpina pengarahan/bimbingan kepada bawahan.
Seorang pemimpin akan memberikan kepemimpinannya saat diminta.
Pendapat lain mengatakan bahwa gaya kepemimpinan dibagi menjadi dua, yaitu
sebagai berikut :
a) Orientasi tugas (task-oriented)
Manejer dengan gaya kepemimpinan task-oriented melakukan pekerjaannya
berorientasi pada tugas untuk mengarahkan dan mengawasi bawahan secara
tertutup guna menjamin bahwa tugas yang dilakukan bawahan sesuai dengan
keinginannya. Gaya kepemimpinan ini lebih berorientasi pada pekerjaan bila
dibandingkan pengembangan dan pertumbuhan organisasi. Terutama pada
karyawan.
b) Orientasi karyawan (employee-oriented)
Memotivasi bawahan lebih di utamakan bila dibandingkan mengawsi
bawahan. Menejer lebih mendorong bawahan untuk dapat mengembangkan
diri dan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Suasana
pertemanan, saling menghormati, dan saling mempercayai di antara anggota
kelompok selalu diciptakan oleh pemimpin.
d. Teori kepemimpinan
1) Pendekatan kesifatan
Teori ini menekankan bahwa sifat kepemimpinan seseorang sudah dibawa sejak
lahir, bukan dibuat. Seseorang yang dilahirkan sudah membawa atau tidak
membawa sifat yang diperlukan oleh seorang pemimpin. Seseorang dilahirkan
sudah atau tidak membawa sifat yang diperlukan seorang pemimpin. Seseorang
dilahirkan membawa karakteristik yang berbeda-beda dengan orang lain.
2) Teori situasional (pendekatan situasi)
Teori ini menjelaskan bahwa peranan kepemimpinan seorang manejer
dipengaruhu situasi-situasi tertentu. Efektivitas kepemimpinan berhubungan eart
dengan situasi yang menguntungkan. Menurut Fiedler, situasi empiris tersebut
dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu hubungan pimpinan dengan anggota, tingkat
dalam struktur tugas, dan posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan melalui
wewenang formal. Situasi tersebut diatas akan menguntungkan pemimpin jka
mempunyai derjat tinggi. Akan tetapi, jika sebaliknya, akan tidak
menguntungkan. Kombinasi gaya kepemimpinan yang menyesuaikan dengan
situasi menguntungkan akan menetukan efektivitas organisasi.
Siagian (2007) menyatakan beberapa situasi yang memengaruhi kepemimpinan
seorang manejer, yaitu (1) kompleksitas pekerjaan; (2) jenis pekerjaan; (3)
teknologi yang digunakan; (4) persepsi,sikap, dan gaya kepemimpinan; (5) nilai
dan norma yang dianut; (6) rentang kendali yang dianggap tepat; (7) ancaman,
hambatan dan gangguan; (8) tingkat stress yang mungkin muncul; (9) iklim
organisasi.
3) Teori  Path-Goal
Teori ini mengarah pada analisis pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi dan
pelaksanaan kerja bawahan. Teori ini mengajukan empat tipe gaya
kepemimpinan sebagai berikut:
a) Directive Leadership (Kepemimpinan Direktif)
Model kepemimpinan ini mencirikan bahwa tidak adanya partisipasi oleh
bawahan sehingga model ini terjadi pada gaya kepemimpinan otokratik.
Komunikasi yang terjadi pada directive leadership adalah satu arah sehingga
hanya berupa perintah.
b) Supportive Leadership (Kepemimpinan Suportif)
Gaya kepemimpinan ini mengarah pada pemberian dukungan dan juga
dorongan kepada bawahan. Selain itu, seorang pemimpin akan berusaha dekat
dengan bawahan, tidak menjaga jarak, dan berusaha untuk mendengarkan
keluhan bawahan. Gaya kepemimpinan ini berpengaruh sangat positif
terhadap bawahan yang sedang frustasi, menghadapi pekerjaan yang banyak
tekanan, merasa tidak puas, dan kurang motivasi. 
c) Participative Leadership (Kepemimpinan Partisipasi)
Penekanan gaya kepemimpinan ini adalah pada partisipasi aktif dari bawahan
walaupun pembuatan keputusan ada di tangan pemimpin. Model
kepemimpinan ini mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan kerja
bawahan.
d) Achievement Oriented Leadrship (Kepemimpinan Berorientasi Prestasi)
Gaya kepemimpinan ini mempunyai ciri, yaitu seorang pemimpin suka
memberikan tantangan yang dapat merangsang bawahan atas pekerjaan yang
dilakukan. Harapannya, bawahan dapat menunjukan kemampuannya untuk
bekerja dengan baik.

2. Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin movere berarti dorongan atau menggerakkan.
motivasi adalah suatu dorongan proses psikologi yang menimbulkan perilaku tertentu
dan ikut menentukan intensitas, arah, ketekunan, dan ketahanan pada perilaku
tersebut sesuai tujuan yang ditetapkan.
b. Lingkaran Motivasi
Motivasi merupakan istilah yang sering dipakai silih berganti dengan istilah
kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive), maupun impuls (Thoha,
2007). Setiap orang mempunyai keinginan, dorongan, dan kebutuhan yang berbeda
dalam melakukan tindakan. Kekuatan motivasi seseorang akan menentukan kualitas
kegiatan yang dilakukan. Secara logika, motivasi seseorang akan berbanding lurus
dengan kegiatan yang dilakukan. Motivasi ini pula yang dapat mengendalikan dan
mengarahkan perilaku seseorang.
c. Tujuan Motivasi
Manajer keperawatan  sebagai pimpinan dalam organisasi pelayanan keperawatan
harus mampu menciptakan  iklim motivasi. Iklim motivasi yang kondusip akan
membawa berbagai dampak yang dapat meningkatkan kepuasan pasien, keluarga
pasien, dan kepuasan perawat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasibuan (2005)
yang mengatakan bahwa tujuan motivasi dalam suatu organisasi adalah sebagai
berikut:
1) Motivasi bertujuan meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
Dorongan, dukungan, perhatian, dan apresiasi yang diberikan oleh manajer 
keperawatan kepada bawahan dapat meningkatkan moral bawahan. Hal ini dapat
mempengaruhi motivasi bawahan. Seorang perawat yang mempunyai motivasi
kerja yang  baik, cenderung melaksanakan tugas keperawatan sesuai tanggung
jawabnya dan berusaha memberikan pelayanan secara profesional. Jika hasil
yang dikerjakan dapat diselesaikan dengan baik, akan memberikan kepuasan
tersendiri.
2) Motivasi bertujuan meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
Seseorang yang diberi dukungan dan apresiasi terhadap hasil kerjanya akan
meningkatkan motivasinya. Tingginya motivasi kerja seorang perawat akan
mempengaruhi kinerjanya dengan asumsi: semakin tinggi motivasi, akan semakin
baik pula kinerjanya sehingga produktivitasnya akan meningkat.
3) Motivasi bertujuan mempertahankan kestabilan karyawan.
Turn over yang tinggi dan produktivitas yang rendah merupakan salah satu bukti
kalau motivasi kerja orang-orang yang ada dalam organisasi adalah juga rendah.
Kestabilan perawat dalam menjaga produktivitasnya dan rendahnya turn over
perawat tergantung motivasinya. Dengan demikian, seorang menajer keperawatan
harus dapat selalu menjaga kestabilan perawat bawahannya dengan cara selalu
memberikan  motivasi.
4) Motivasi bertujuan meningkatkan kedisiplinan karyawan.
Tingginya motivasi perawat dalam melakukan pekerjaannya berdampak pada
keinginannya untuk selalu tepat waktu dan penuh rasa tanggung jawab dalam
setiap memulai dan menyelesaikan pekerjaan, bekerja sesuai protap, dan lain-
lain.
5) Motivasi bertujuan mengefektifkan kedisiplinan karyawan.
Seorang perawat yang bekerja dengan motivasi tinggi akan berusaha untuk
bekerja penuh dedikasi dan rasa tanggung jawab.
6) Motivasi bertujuan menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
Motivasi tinggi yang tertanam dalam setiap jiwa perawat akan  membawa luaran
pada tingginya tanggung jawab pada masing-masing personel dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
7) Motivasi bertujuan meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan.
Loyalitas, kreativitas, dan partisipasi seorang perawat akan berlipat pada saat
mempunyai motivasi tinggi.
8) Motivasi bertujuan meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
Kesejahteraan karyawan tidak hanya menyangkut kesejahteraan fisik, tetapi juga
psikologis, sosial, dan spiritual. Motivasi akan dapat meningkatkan produktivitas.
Tingginya produktivitas berdampak pada intensif yang lebih sehingga pendapatan
meningkat. Motivasi juga dapat mengangkat moral dan kepuasan karyawan,
menciptakan suasana, dan hubungan kerja yang baik.
9) Motivasi bertujuan mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-
tugasnya.
10) Motivasi bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
Tingginya rasa tanggung jawab akan berdampak pada keinginan menyelesaikan
tugas secara tepat waktu, bekerja sebaik mungkin, dan sesuai protap yang ada.
Dengan demikian, akan dapat meminimalisasi kesalahan sebagai bidang
pemborosan alat maupun bahan baku.
d. Azas-Azas Motivasi
1) Partisipasi
Kegiatan mengikutsertakan bawahan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
manajerial, seperti memberikan kesempatan kepada perawat bawahan untuk
menyampaikan ide, gagasan, maupun masukan dalam proses pembuatan
keputusan dapat menumbuhkan minat bawahan dalam ikut bertanggung jawab
atas tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini juga akan meningkatkan
moral dan gairah kerjanya.
2) Komunikasi
Komunikasi dalam suatu organisasi merupakan salah satu kunsi yang dapat
menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan
yang ingin dicapai, bagaimana cara mengerjakan suatu pekerjaan, kendala-
kendala yang  dihadapi suatu organisasi, maupun keberhasilan organisasi dalam
mencapai tujuan sangat penting diinformasikan kepada seluruh anggota
organisasi. Seringnya mengomunikasikan hal-hal yang terjadi di organisasi
dengan seluruh anggota akan dapat meningkatkan minat, perhatian, dan rasa
memiliki terhadap  organisasiyang secara otomatis akan berpengaruh pada
motivasinya.
3) Kompensasi dan Penghargaan
Pengakuan dan penghargaan dengan tepat dan wajar atas prestasi yang dicapai
oleh anggota organisasi akan dapat meningkatkan keinginan dan motivasinya
untuk bekerja lebih baik lagi. Pengakuan dan penghargaan yang diberikan di
depan umum (anggota lain) akan mempunyai dampak ganda. Selain
meningkatkan motivasi yang mendapatkan penghargaan, juga akan menggugah
motivasi anggota lainnya.
4) Wewenang yang Didelegasikan
Wewenang yang didelegasikan memungkinkan bawahan untukdapat mempunyai
kebebasan dalam mengambil keputusan atas tugas-tugas manajer. Pemberian
wewenang yang didelegasikan dapat meningkatkan moral dan kepercayaan diri
bawahan. Sebagai catatan,  jika mendelegasikan suatu wewenang, hal yang harus
diperhatikan oleh seorang manajer adalah harus mampu meyakinkan kepada
bawahan yang diberi delegasi bahwa dirinya mampu melakukan tugas-tugas
tersebut.
5) Perhatian Timbal Balik
Perhatian timbal balik maksudnya adalah bahwa apa yang dilakukan oleh
karyawan menentukan keberadaan organisasi. Jika organisasi semakin
berkembang dan mapan, secara otomatis akan berdampak pada kesejahteraannya.
e. Metode Motivasi
Kegiatan memotivasi seseorang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Motivasi langsung (direct motivation) adalah motivasi yang diberikan
secara langsung kepada setiap individu untuk memenuhi kebutuhan maupun
kepuasannya. Termasuk metode langsung, antara lain pujian, penghargaan, bonus,
insentif, bintang jasa, tunjangan hari raya, dan lain sebagainya.
Motivasi tidak langsung (indirect motivation) adalah motivasi-motivasi yang
diberikan hanya berupa fasilitas-fasilitas pendukung yang menunjang gairah kerja
atau kelancaran tugas sehingga bawahan semangat dalam melakukan suatu
pekerjaan. Termasuk metode ini adalah ruang kerja yang nyaman, fasilitas kerja yang
mendukung, penempatan yang sesuai dengan keahliannya, dan lain sebagainya.
f. Alat-Alat Motivasi
Alat-alat motivasi yang dapat menjadi perangsang bawahan dalam melakukan suatu
pekerjaan  yang optimal adalah insentif material ddan insentif nonmaterial. Insentif
material adalah alat motivasi yang berupa uang atau barang-barang. Sedangkan, alat
insentif nonmaterial adalah piagam penghargaan, penempatan yang tepat, ruang kerja
yang nyaman,pekerjaan yang terjamin, bintang jasa, dan lain sebagainya.
g. Teori Motivasi
1) Teori Motivasi Kebutuhan
Teori motivasi kebutuhan muncul didasarkan bahwa individu dalam hidupnya
ingin memenuhi kebutuhannya, baik fisiologis maupun psikologis secara
baik/cukup. Menurut Kreitnar dan Kinicki (2000), kebutuhan diartikan sebagai
kekurangan fisiologis atau psikologis yang mendorong timbulnya perilaku.
Beberapa teori kebutuhan motivasi yang terkenal antara lain sebagai berikut:
a) Teori Motivasi Maslow
Teori ini dikemukakan oleh Abraham H. Maslow. Teori ini didasarkan pada
teori holistik dinamis yang mencakup kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan
aktualisasi. Oleh karena itu, teori motivasi ini dikenal dengan “Teori
Kebutuhan”.
b) Teori kebutuhan McClland
Teori Mc zclleand imni dikenal dengan teori kebutuhan untuk mencapai
prestasi yang di kemukakan oleh david McClland. Teori ini mnyatakan bahwa
seorng mempunyai mootivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan
kebutuhan seseorang akan prestasi. Teori ii berfokus pada tiga kebutuhan,
yaitu kebutuhan akan prestasi (n. Ach-need for Achiefment) ; kebutuhan akan
kekuasaan (n Pow-need for power); dan kebutuhan akan kelompok
pertemanan /afilasi (nAff-need for Afiliation).
Menurut McClland, karakteristik orang-orang berprestasi tinggi (high
achiever) memiliki tiga ciri umum, yaitu (1) sebah referensi untuk
mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat (2) enyukai situasi-
situasi ketika kinerja mereka timbul karena upaya mereka sendiri (3)
menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,
dibandingakan dngan keberhasilan yang berprestasi rendah.
2) Teori penguatan
Thorndike dan skinner berpendapat bawa perilaku individu di kendalikan oleh
konsekuensinya. Individu akan mengulangi perilaku yang diikuti oleh
konsekuensi yang mendukung dan menghindari perilaku yang mengakibatkan
konsekuensi yang tidak mendukung. Artinya, seseorang yang dapat melakukan
pekerjaan secara maksimal sampai akhirnya mengalami kepuasan kerja dapat
menjadi motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebi baik lagi.
Bahkan, penghargaan dari organisasi juga dapat mempengaruhi motivasi
individu dalam kinerjanya.
3) Teori keadilan
Teori keadilan mengemukakan bahwa individu dalam organisasi akan cendeung
membandingkan antara segala sesuatu yang dia berikan kepada organisasi dan
hasil/ penghargaan yang dia dapatkan atau dia terima.  Individu juga akan
membandingkan penghargaan yang dia terima dan yang diterima individu lain
dalam pekerjaan dan tanggung jawab yang sama. Individu mempunyai motivasi
tinggi jika penghargaan yang dia terima atas pekerjaan dan tanggung jawabnya
dirasa memnuhi keadilan.
h. faktor –faktor yang mempengaruhi Motivasi kerja
Menurut herzberg, motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik
(Stamps, 1997).
1) Faktor Intrinsik
a) Otonomi
Otonomi adalah kebebasan untuk memilih tindakan tanpa kendali dari luar.
Artinya, jika seorang perawat elakukan tindakan  keperawatan, pada saat itu
tidak ada intrvensi dari perawat lain, . otonomi merupakan salah satu
komponen yang penting dari disiplin profesional, yaitu penetapan mekanisme
untuk pengaturan sendiri dan penyelenggaraan mandiri. Deinisi lain
mengatakan bahwa otonomi  merupakan kebebasan seseorang dalam
melakukan tindakan yang  akan di lakukan dan kemampua dala mengatasi
masalah yang ada,. Kondisi semacam ini dapat membantu meningkatkan
motivasi dalam kepuasan kerja.
b) Status professional
Status profesional adalah keterampilan professional, kegunaan pekerjaan,
status pekerjaan dan harga diri terhadap profesi keperawatan. Menurut
Maslow dan Hezberg, menigkatnya harga diri atau status individu akan
menigkatkan kebutuhan psikologis sehingga motivasi menjadi meningkat
c) Tututan tugas
Menurut slavitt, tuntutan tugas adalah tugas yang harus dilakukan sesuai
dengan pekerjaan dan kemampuan yang merupakan tanggung jaab dan
kewajibannya d\atau segala macam tugas atau kegiatan yang harus di
selesaikan sebagai bagian reguler dari pekerjaan
d) Pencapaian
Pencapaian hasil kerja secara maksimal atau sesuai denganang di inginkan
dapat menjadi pemicu munculnya motivasi dan kepuasan kerja. Jika seorang
perawat mempu mengatasi permasalahan yang terjadi pada pasien, hal ini
akan dapat memberikan semangat berlipat untuk dapat melaukan pekerjaan
yang lebih baik lagi.
e) Penguatan
f) Seorang yang dapat melakukan pekerjaan secara maksimal sampai akhirnya
megalai kepuasan kerja dapat menjadi kotivasi seseorang untuk melakukan
pekerjan yang lebih baik lagi.
2) Faktor ekstrinsik
a) Gaji/Upah dan Kompensasi
Upah adalah pembayaran dalam bentuk barng atau uan dan keuntungan-
keuntungan yang di terima oleh individu karena telah bekerja esuai dengan
pekerjaannya. Upah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seorang
merasa puas setelah melakukan pekerjaan.
Perhatian pihak manajemen tentang cara memberikan kopensasi kepada para
kariawan atau perawat akan memberikan pengaruh terhadap otivasi
kerjanya ]. Kompensasi yang di maksud conthnya adalah memberikan
jaminan pengobatan (perawatan di tmpat kerja / rumah sakit) secaragratis
kepada perawat dan keluarganya jika mengalami sakit.
b) Kondisi tempat kerja
Kondisi tempat kerja yang sehat, aman, nyaman dan kondsif mempengaruhi
motivasi seseorang sehingga akan berdampak pada hasil produktivitas kerja.
c) Keselamatan kerja
Faktor keselamatan kerja memungkinkan seseorang dapa bekerja ecara
maksimal, atau juga memungkikan pekerja mengalami kecelakaan atau
penyakit akibat kerja. Faktor penjaminan keselamatan kerja akan
meningkatkan motivasi seorang dalam bekerja
d) Peraturan dan prosedur kerja
Peraturan dan prosedur kerja angat  di perlukan diketahui oleh semua
pekerja. Peraturan dan prosedur kerja yang jelas dan terperinci aan
memudahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya.
e) Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah kebtuhan akan kerja sama secara timbal balik
antara perawat dan atasan, teman sekerja, tim kesehatan lain, dan pasien.
Semakin baik hubungan interpersonal seseorang, semakin terbuka untuk
mengungkapkan dirinya dan semakin cermat memersepsikan tentang oran
glain dan diri sendiri sehingg semakin efektif komunikasi yang berlangsung
antara ndividu.
f) Interaksi
Interaksi adalah kesempatan dan kemampuan individu dalam melakukan
percakapan , baik formal maupun informal selama bekerja. Interaksi di
perlukan untuk selalu melakukan tindakan dengan benar. Interksi yang
dilakukan dengan benar dapat :
(1) Menurunkan konflik diantara tenaga kesehatan
(2) meningkatkan partisipasi
(3) meningkatkan keterampilan.
g) Supervisi
Supervisor yang baik berarti bukan mencari kesalahan bawhan, melainkan
mau menghargai pekerjaan bawahannya. Jika ada kesalahan maupun kendal
dalam menyelesaikan pekerjaan, supervisor harus sering di anggap sebagai
pengayom dan sekaligus atasannya.
h) Pekerjaan
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan ketermpilan dan kemempuan mereka atau
menawarkan tugas, kebebasan , dan umpan balik mengenai bertapa baik
mereke mengerjakan. Karakteristik ini membuat mereka bekerja secara
mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kuran gmenantang menciptakan
kebosanan, tetapi yang terlal banyak menantang dapat menciptakan frustasi
dan perasaan gagal,. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan
karyawan mengalami kesengangan dan kepuasan.

i. Peran Manajer Dalam Menciptakan Iklim Motivasi


Manajer keperawatan yang baik harus mencirpakan iklim motivasi di lingkungan
kerjanya. Keberadaan manajer keperawatan sangat menentuka keberhasilan staf
dalam melakukan suatu pekerajaan secara epektif dan efisien. Salah satu unsur
penting yang harus dimiliki oleh seorang manajer keperawatan adalah keterampilan
dalam memotivasi staf. Berikut adalh kegiatan d]yang dapat di lakukan manajer
keperawatan dalam memotivasi staf ( Nursalam, 2002).
1) Mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan komunikasikan harapan
tersebut kepada staf-stafnya
2) Adil dan konsisten
3) Pembuatan keputusan secara tepat, cepat dan sesuai
4) Mengembangkan konsep dan tim kerja
5) Akomodasikan kebuthan dan keinginan staf terhadap tujuan organisasi
6) Tunjukkan kepada staf bahwa anda memahami perbedaan dan keunikan dari
masing-masing staf
7) Hindarkan kelompok-kelompok / perbedaan antar staf
8) beri keselamatan kepada staf untuk menyelesaikan pekerjaan/ tugasnya dan
melaksanakan tantangan-tantangan yang akan memberikan pengalaman
bermakna
9) Mintalah tanggapan, saran dan masukan kepada staf terhadap eputusa yang akan
di buat oraganisasi
10) Pastikan bahwa staf menghetahui  dampak dari keputusan an tindakan yang
dilakukan
11) Beri kesempatan kepada setiap staf untuk mengambil keptusan sesuai tugas
limpah yang di emban
12) Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaandengan staf
13) Berikan kesempatan kepada staf untuk melakukan koreksi dan pengawasan
terhadap tugas yang dilakukan
14) Jadilah role model bagi staf
15) Berikan dukungan yang positif terhadap staf
16) Jadilah sebagai coach (pelatih) bagi seluruh staf (penulis)
3. Komunikasi
a. Operan
suatu kegiatan komunikasi yang bertujua mengoperkan asuhan keperawatan kepada
shift berikutnya. Kegiatan operan ini di pimpin oleh manajer ruangan (kepala ruang)
atau penanggung jawab shift jika tidak ada kepala ruang. Pemimpin oeran bertugas
dalam mengatuur kegiatan operan, sekaligus juga memberikan penguatan-penguatan
yang bertujuan untuk menggerakkan perawat bawahannya
b. Pre-confrence
komunikasi ketua tim/ penaggung jawab shift dengan pearwat pelaksana setelah
selesai operan. Kegatan ini di laiukan paa masing-masing tim. Krgiatan pre-
confrence di pimpin oleh ketua tim/perawat primer, penanghung jawabnya. Isinya
adalah ketua tim /perawat primer. Penanggung jawan shift memberikn arahan
(pembagian penangung jawabmasing-masing pasen, menanyakan rencana harian, dan
lain-lain) kepada perawat pelaksana sebelum terjun kepasien.
c. Post conference
komunikasi ketua tim /perawat peimer/penanggung jawab shift dengan perwat
pelaksana sebelum timbng terima /operan/ mengakhiri dinas dilakuakn. Kegiatan ini
juga dilakukan pada msing-masing tim. Isi komunikasi  dalam kegiatan. Ini
membahas segala hal yang telah di laksanakan dalam asuhan keperawatan kepaa
pasien, apasaja yang belum di laksanakan dan prlu disamppaikan kepada shift
berikutnya, apasaja yang perlu di laporka terkait dengan kondisi pasien, kendala-
kendala yang dialami selama memberikan aushan keperawatan, dan lain-lain.
d. Pendelegasian
kegiatan melakukan pekerjaan melalui orang lain yang bertujua agar aktivitas
organisasi dapat tetap berjalan sesuai tujua yang di tetapkan. Bentuk delgasi di
ruangan prawatan antara lain kepala ruang endelegasikan tugas kepada ketua tim/
perawat primer atau penagung jawab shift. Sedangkan, ketua tim/ perawat primer
mendelegasikan keada perawat pelaksana. Agar kegiatan pendelegasian dapt berjalan
sesuai tujuan yang di inginkan, harus dilakukan komunikasi dngan baik, baik secara
lisan maupun tulisan antar person yang mamberika delgasi person yang diberikan
delagasi.
e. Supervisi
Merupakan bentuk komunikasi yang bertujuan untuk memastikan kegiatan yang
dilaksanakan sesuai dengan tujuan dengan cara melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kegiatan tersebut. Supervisi dilakukan untuk memastikan kegiatan yang
dilaksanaka sesuai dengan standar yang telah di tetapkan.
Dalam supervisi keperawatan fokus utamanya bukan pada kegiatan pemeriksaan
yang mencari-cari kesalahan, melainkan pada kegiatan supervisi ini lebih mengarah
pada pengawasan parisipatif. Kegiatan supervisi keoerawatan memungkinkan
terjadinya pemberian penghargaan, diskusi, dan juga bimbingan yang bertujuan
untuk mencari jalan keluar jika terjadi kesulitan dalam tingakan keperawatan.
Kegiatan supervisi keperawatan dilaksanakan secara yterjadwal dengan sebagi
berikut : tanggal akan dilaksanakan supervisi, siapa suprvisornya, siapa yang
disupervisi, dan materi/kegiatan apa yang akan di supervisi. Maksud pembuatan
jadwal supervisi adalah karena tujuan supervisi keperawatan bukan untk mencari
kesalahan, melainkan lebih pada kegiatan pengawasan partisipatif kedua belah pihak
yang terlibat dalam kegiatan supervisi ama-sama sudah mempersiapkan diri.
Secara struktur, supervisi d alam ruang perawatan terjadi secara berjenjang
tergantung metode penugasan yang diterapkan diruangan. Berikut atah contoh
jenjang supervisi dsalam ruangan yang menerapkan metode tim/perawatan primer
dan perawat pelaksana, sedangkan ketua tim / perawat primer mensupervisi prawat
pelaksana, materi supervisinya juga disesuaikan dengan uraian tugas dari masing—
masing posisi. Sebagai contoh seorang ketua tim / perawat perimer di supervisi oleh
kepala ruang tentang pengelolaan dimasing-masing timnya dan pelaksanaan asuhan
keperawatan, kepala ruang mendupervisi perawat pelaksana hanya terfokus pada
pelaksanaan asuhan keperawatan saja.
f. Manajemen konflik Dalam ruangan Keperawatan
Ruang perawatan merupakan suatu sistem tempat manusia beriteraksi . interaksi yang
terjadi dalam ruang perawatan mempunyai kemungkinan tejadinya konflik. Konflik
dapat terjadi antara individu dan individu, individu dan kelompok, atau juga
kelompok dengan kelompok.
Munculnya konflik dalam organisasi pelayanan keperawatan harus selalu diantisipasi
oleh manajer keperawatan. Peran manajer keperawatan sangat menentukan hasil
akhir pelayanan yang dipengaruhi konflik. Dengan demikian, manajer keperawatan
harus dapat mengenali konflik sejak awal munculnya konflik. Penyelesaian konflik
secara konstruktif sangat diperlukan.
1) Pengertian Konflik
konflik merupakan proses yang bermula ketika interaksi pihak satu dengan yang
lain memunculkan masalah internal maupun eksternal sebagai akibat perbedaan
pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan-keyakinan.
2) Penyebab atau Sumber Konflik
Sumberkonflik dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu variabel
komunikasi, variabel struktur, dan variabel pribadi.
a) Variabel Komunikasi
Penyampaian informasi yang tidak jelas akibat kesalahan semantik, saluran
informasi yang terganggu, dan kemampuan komunikan menerima pesan
dapat menyebabkan kesalahpahaman yang menjadi potensi konflik.
b) Variabel Struktur
Konflik yang didasarkan atas variabel struktur adalah konflik yang terjadi
antara bagian satu dan bagian yang lain, bukan didasarkan atas konflik
pribadi. Menurut Robbins (2003), struktur yang digunakan dalam konteks ini
mencakup variabel ukuran kelompok, derajat spesialisasi dalam tugas yang
diberikan ke anggota kelompok, kecocokan anggota, gaya kepemimpinan,
sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar-kelompok.
Semakin besar ukuran kelompok, sebakin besar pula potensi konflik. Hal
tersebut disebabkan semakin besar kelompok, semakin banyak ide dan
kemauan sehingga semakin sulit untuk disatukan. Kelompok muda
menpunyai potensi konflik lebih besar dibandingkan kelompok tua karena
kelompok muda lebih idealis dan lebih menyukai tantangan. Ketidakjelasan
peran dan tanggung jawab juga dapat meningkatkan konflik dalam
organisasi.
Gaya kepemimpinan menentukan pula timbulnya konflik. Gaya
kepemimpinan tertutup dan pengamatan ketat secara terus-menerus dapat
meningkatkan potensi konflik. Akan tetapi, gaya kepemimpinan yang terlalu
mengandalkan partisipasi juga dapat merangsang konflik.
Ketidakadilan dalam sistem imbalan juga dapat meningkatkan potensi
konflik. Kelompok yang sangat tergantung dengan kelompok lain (tidak
salang tergantung) merangsang timbulnya konflik.
c) Variabel Pribadi
Sistem nilai dan karakteristik yang dimiliki setiap individu dapat
menyebabkan timbulnya perbedaan antar-individu yang secara nyata dapat
menyebabkan timbulnya konflik.
3) Jenis Konflik
a) Dalam Diri Individu (Intrapersonal)
Konflik yang terjadi dalam diri individu dapat terjadi karena adanya
ketidakcocokan antara keinginan dan kenyataan, status pekerjaan yang tidak
pasti, ketidakmampuan individu untuk berbuat sesuai tanggung jawabnya,
dan lain-lain.
b) Antara Individu dan Individu (Interpersonal)
Kesalahpahaman, pertentangan, dan perbedaan pendapat antar-individu dapat
menyebabkan konflik.
c) Antara Individu dan Kelompok
Konflik ini dapat terjadi jika ada ketidakcocokan atau pertentangan antara
keinginan individu dan kelompok. Individu melanggar kesepakatan
kelompok juga dapat menyebabkan konflik ini.
d) Antara Kelompok dan Kelompok (Intergroup)
Konflik ini dapat terjadi karena kesalahpahaman, pertentangan, dan juga
perbedaan pendapat antar kelompok
e) Antara Organisasi dan Organisasi
Konflik ini dapat timbul karena adanya persaingan terhadap produk-produk
yang dihasilkan oleh organisasi. Dengan adanya konflik ini, akan berdampak
ke arah pengembangan produk yang dihasilkan. Organisasi akan bersaing
untuk menghasilkan produk yang berkualitas, efisien dan terjangkau.
4) Proses Konflik
a) Tahap I: Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan
Tahap pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang
menciptakan kesempatan timbulnya konflik. Pada tahap ini, kondisi yang
memengaruhi timbulnya konflik adalah variabel komunikasi, struktur, dan
variabel individu, seperti pada penjelasan pada sumber konflik. Variabel-
variabel tersebut mendorong terjadinya konflik.
b) Tahap II: Kognisi dan Personalisasi
Tahap kedua merupakan wujud adanya oposisi dan ketidakcocokan pada
kondisi anteseden. Pada tahap ini, terdapat dua macam konflik, yaitu konflik
yang dipersepsikan dan konflik yang dirasakan. Kesadaran individu
diperlukan untuk dapat memersepsikan adanya konflik. Menurut Robbins
(2003), konflik yang dipersepsikan muncul jika adanya kesadaran salah satu
pihak atau lebih atas adanya kondisi yang menciptakan peluang terjadinya
konflik. Konflik yang dipersepsikan belum tentu konflik tersebut
dipersonalisasikan (dirasakan sebagai kecemasan, ketegangan) karena tidak
memengaruhi atau berdampak pada perasaannya. Konflik yang dirasakan
terjadi jika individu-individu menjadi terlibat secara emosional sampai
munculnya kecemasan, ketegangan, frustasi, atau permusuhan.
c) Tahap III: Menentukan Maksud
Maksud (keinginan, niat) merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara
tertentu guna menangani konflik yang dirasakan. Penanganan konflik yang
dirasakan dan sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya dapat dilakukan
dengan cara bersaing, kerja sama, berkompromi, menghindar, atau
mengakomodasi.
d) Tahap IV: Perilaku
Tahap ini merupakan upaya-upaya nyata dari individu-individu yang
mengalami konflik. Upaya ini dapat berupa pernyataan, tindakan, atau juga
reaksi terhadap terjadinya konflik.
e) Tahap V: Hasil
Tahap ini menghasilkan konsekuensi yang telah dibuat oleh pihak yang
terlibat konflik. Hasil yang diperoleh dapat bersifat fungsional
(meningkatkan kinerja) atau disfungsional (merintangi kinerja kelompok
5) Manajemen Konflik
Pendekatan penanganan konflik yang dilakukan adalah problem solving(Keliat,
dkk., 2006) yang selalu mengedepankan upaya win-win solutiondengan langkah
sebagai berikut.
a) Identifikasi akar permasalahan yang terjadi dengan mengklarifikasi kepada
pihak-pihak yang terlibat konflik.
b) Identifikasi penyebab timbulnya konflik.
c) Identifikasi alternatif-alternatif penyelesaian masalah yang mungkin dapat
dilakukan.
d) Pilih alternatif penyelesaian masalah yang terbaik untuk diterapkan.
e) Terapkan solusi yang dipilih.
f) Evaluasi hasil penyelesaian konflik.
6) Penanganan Konflik
a) Persaingan
Persaingan merupakan penanganan konflik yang mempunyai keinginan untuk
memuaskan keinginan seseorang tanpa memedulikan dampak pada pihak lain
dalam konflik tersebut. Penanganan konflik ini sering disebut win-lose
solution. Persaingan dilakukan jika suatu persoalan memerlukan tindakan
secara cepat dan tegas, atau juga dapat dilakukan jika persoalannya vital
dianggap darurat untuk segera dipecahkan.
b) Kolaborasi
Dalam proses kolaborasi ini, pihak-pihak yang terlibat konflik melakukan
kerjasama untuk memecahkan konflik. Kolaborasi merupakan penanganan
konflikyang menitikberatkan pada situasi yang mana pihak-pihak yang
berkonfliksepenuhnya saling memuaskan kebutuhan semua pihak.
Penanganan konflik inidisebut win-win solution.
Penanganan konflik ini dilakukan untuk mencari pemecahan masalah secara
bersama-sama dan terintegrasi. Hal ini dilakukan dengan alasan karena kedua
pandangan atau kepentingan sama-sama sangat penting sehingga tidak
memungkinkan untuk dilakukan kompromi.
c) Penghindaran
Konflik yang terjadi disadari oleh pihak-pihak yang berkonflik, tetapi
penanganan yang dipilih adalah dengan cara menghindar/ ingin menarik diri
dari konflik/ mengabaikan konflik/ tidak menyelesaikan konfliknya.
Penghindaran dilakukan jika persoalan dianggap tidak terlalu penting bila
dibandingkan persoalan lainnya, efek negatif lebih besar dibandingkan
manfaat dari pemecahan masalah, dan tidak memberikan kepuasan pada
kepentingan individu yang terlibat konflik.
d) Akomodasi
Akomodasi adalah penanganan konflik bila salah satu pihak berusaha
memuaskan atau memenangkan pihak lain yang terlibat konflik.
Kemungkinan ada kesediaan dari satu pihak dalam konflik untuk
memperlakukan kepentingan pesaing/ lawan di atas kepentingan sendiri.
Penanganan konflik ini bertolak belakang dengan persaingan.
Akomodasi dilakukan jika individu menyadari dan merasa bahwa
pandangannya adalah salah, padahal individu masih ingin mendapatkan posisi
untuk dihargai dan didengar.
e) Kompromi
Kompromi merupakan penanganan konflik, yaitu masing-masing pihak yang
terlibat konflik bersedia mengorbankan sesuatu dan sepakat untuk
kepentingan bersama. Penanganan ini sering disebut lose-lose situation.
Penanganan konflik secara kompromi ini dapat dilakukan untuk mencapai
pemecahan masalah secara sementara terhadap masalah yang kompleks.
f) Negosiasi/ Perundingan
Perundingan/negosiasi sering dilakukan sebagai cara untuk mengurangi
benang kusut atau permasalahan yang terjadi pada suatu organisasi. Dengan
demikian, manajer keperawatan harus mempunyai keterampilan melakukan
perundingan/ negosiasi secara baik
(1) Pengertian Negosiasi/Perundingan
Menurut Wall (1985), perundingan merupakan proses ketika dua pihak
atau lebih bertukar barang atau jasa yang berupaya menyepakati nilai
tukar barang dan jasa tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, tidak serta-merta perundingan hanya
terbatas pada tukar-menukar barang/jasa, tetapi juga dapat digunakan
untuk menyepakati hal-hal lain untuk memecahkan suatu
permasalahan/konflik.
(2) Pendekatan Perundingan/Negosiasi
Menurut Walton dan McKersie (1965 dalam Robins, 2003), perundingan/
negosiasi dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan berikut.
(a) Tawar-menawar Distributif
Tawar-menawar distributif adalah suatu bentuk pendekatan yang
menghasilkan kesepakatan dengan prinsip atau kondisi menang-
kalah. Artinya, setiap keuntungan dari hasil negosiasi karena ada
pihak yang dikorbankan/dikalahkan. Sebagai contoh, pada saat kita
menawar harga baju, kemudian si pihak penjual mau menurunkan
harga sesuai atau mendekati penawaran kita, secara tidak sengaja
keadaan tersebut mengorbankan pihak penjual dan memenangkan
pihak pembeli.
(b) Tawar-menawar Integratif
Tawar-menawar integratif merupakan bentuk pendekatan yang
menghasilkan kesepakatan dengan prinsip atau kondisi menang-
menang. Artinya, keuntungan hasil negosiasi diperoleh oleh kedua
belah pihak yang berunding.
Perundingan/ negosiasi sedapat mungkin dilakukan oleh pihak-pihak
yang bersangkutan. Akan tetapi, jika perundingan/ negosiasi tidak
mencapai kesepakatan, dapat menggunakan pihak ketiga yang
disebut mediator. Mediator adalah pihak ketiga netral yang
memfasilitasi penyelesaian perundingan dengan menggunakan
penalaran dan persuasi serta menyarankan alternatif-alternatif.
Seperti telah dibahas di atas, perundingan memunculkan
kemungkinan terjadi pihak menang-kalah. Jika ini terjadi, mediator
harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
 Memaksimalkan kemenangan kedua pihak untuk mencapai
tujuan bersama.
 Meminimalkan kekalahan dan bagi yang kalah tetap dapat
mengikuti tujuan bersama.
 Membuat kedua pihak mencapai kepuasan atas hasil negosiasi.

D. Kepuasan Kerja
Beberapa pendapat mengatakan bahwa motivasi kerja individu terkait dengan kepuasan kerja
yang dirasakan. Dengan adanya hubungan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja, dalam
kesempatan ini perlu juga dibahas kepuasan kerja.
1. Pengertian
Kreitner dan Kinicki (2000) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu efektivitas atau
respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Menurut Hasibuan (2005),
kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Berdasarkan kedua pengertian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang disebut
kepuasan kerja adalah suatu respons emosional seseorang terhadap pekerjaan yang
dilakukan.
2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja
a. Pemenuhan Kebutuhan
Faktor ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan oleh karakteristik pekerjaan yang
memungkinkan individu terpenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, jika individu
dalam bekerja tidak mendapatkan kebutuhan yang cukup, individu akan merasa tidak
puas. Kenyataan ini dapat membuat individu keluar dari pekerjaanya. Sebaliknya,
jika individu terpenuhi kebutuhannya, dia akan merasa puas dengan pekerjaannya.
b. Ketidakcocokan
Kepuasan akan terjadi jika antara harapan dan kenyataan sesuai, atau bahkan
kenyataan melampaui harapan. Akan tetapi, jika harapan lebih besar nilainya bila
dibandingkan dengan kenyataan, individu akan tidak puas. Bahkan, beberapa
penelitian menyatakan bahwa harapan yang terpenuhi secara signifikan berhubungan
dengan kepuasan kerja.
c. Pencapaian Nilai
Kepuasan berasal dari persepsi terhadap suatu pekerjaan yang memungkinkan
individu terpenuhinya nilai-nilai kerja yang penting. Sebaliknya, jika individu dalam
bekerja tidak mencapai nilai yang diinginkan, akan membuat individu tidak puas.
Nilai-nilai kerja dapat terpenuhi dengan memberikan pengakuan maupun
penghargaan atas hasil, wewenang, dan tanggung jawab yang dilakukan pekerja.
d. Persamaan
Kepuasan dalam model persamaan ini terfokus pada keadilan yang diterima oleh
pekerja. Individu yang diperlakukan adil dalam imbalan maupun promosi akan
membuat individu puas. Beberapa penelitian mendukung model ini yang menyatakan
bahwa karyawan merasakan keadilan terhadap upah dan promosi secara signifikan
berkorelasi dengan kepuasan kerja.
e. Genetik
Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini dapat
diamati saat ada individu yangmerasakan kepuasan pada situasi apapun dilingkungan
kerja, sedangkan ada oranglain yang merasa tidak puas. Ada penelitian yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara sifat pribadi dan
kepuasan kerja.
f. Kepemimpinan
Kepuasan kerja banyak dipengaruhi sikap pemimpin dalam kepemimpinannya.
Model kepemimpinan partisipatif memberikan peluang kepada karyawan untuk inut
aktif dalam menyampaikan pendapatnya dalam menentukan kebijakan-kebijakan
organisasi sehingga kepuasan kerja karyawan akan terpenuhi. Sedangkan, model
kepemimpinan otoriter atau juga permisif akan memengaruhi kepuasan kerja
karyawan menjadi menurun atau tidak merasakan kepuasan dalam kerjanya.
Audit Keperawatan
1. Pengertian
Gillies(1994), adalah suatu proses analisa data yang menilai tentang proses
keperawatan/ hasil asuhan keperawatan pada pasien untuk mengevaluasi kelayakan
dan keefektifan tindakan keperawatan akan bertanggung jawab hal ini akan
meningkatkan akuntabilitas dari perawat.
Audit keperawatan merupakan upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam
medisnya yang dilaksanakan oleh profesi perawat dan bidan. Sesuai dengan
Permenkes No 49 tahun 2013 tentang komite keperawatan, Audit keperawatan
merupakan tugas Subkomite profesi yaitu subkomite keperawatan.
Audit keperawatan secara teori konsep pelaksanaannya hampir sama dengan audit
klinis atau yang sering dikenal clinical audit. Clinical audit berisi audit keperawatan
dan audit medik. Diperlukan keterlibatan perawat dan medik dalam proses kegiatan
audit klinis, sehigga hasil akhirnya akan meningkatkan mutu asuhan keperawatan dan
mutu medis.
Program Audit Keperawatan merupakan upaya peningkatan mutu untuk
mencegah kesalahan dalam penanganan atau tindakan keperawatan dan menjamin
keselamatan pasien (patient safety). Program Audit ini menggunakan suatu kriteria
atau standar untuk melihat apakah penanganan suatu kasus/pasien telah sesuai atau
belum sesuai, menemukan adanya penyimpangan (gap), menjelaskan sebab-sebab
adanya penyimpangan, merumuskan perbaikan, lakukan langkah perbaikan,
menyusun program kerja.

2. Tujuan audit keperawatan


a. Mengevaluasi keefektifan asuhan keperawatan
b. Menetapkan kelengkapan dan keakuratan pencatatan asuhan keperawatan
3. Manfaat audit keperawatan untuk tingkat manejemen 1
a. Administrator
1) Memberikan evaluasi program tertentu
2) Mendukung permintaan untuk akreditasi
3) Melandasi perencanaan program baru oleh perubahan
4) Memungkinkan identifikasi kekuatan dan kelemahan
5) Menentukan pengaruh pola ketenagaan
6) Sebagai data pengkajian efisiensi
b. Supervisor
1) Mengidentifikasi area asuhan keperawatan yang diperlukan
2) Memberikan landasan rencana diklat
3) Mengindentifikasi kebutuhan pengawasan bagi perawat pelaksana
c. Kepala Ruangan dan Perawat pelaksana
1) Intropeksi dan evaluasi diri
2) Identifikasi jenis asuhan keperawatan
3) Identifikasi kebutuhan tambahan pengetahuan
4. Lingkup audit keperawatan
a. Audit struktur
Berfokus pada tempat dimana pemberian askep dilaksanakan
1) Fasilitas
2) Peralatan
3) Petugas
4) Organisasi, prosedur dan pencatatan pelaporan

b. Audit proses
Merupakan penilaian terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan apakah
dilaksanakan sesuai standar.
Proses audit menggunakan proses pendekatan retrospektif yaitu dengan
mengukur kualitas asuhan keperawatan setelah pasien pulang atau setelah beberap
pasien dirawat (Swansburg.1990)
c. Audit hasil
dapat dilakukan secara concurrent atau retrospective yang berdasarkan konsep
Henderson sehingga asuhan keperawatan yang diberikan akan menghasilkan
1) Kebutuhan pasien terpenuhi
2) Pasien memiliki pengetahuan untuk memenuhi kebutuhannya
3) Pasien memiliki keterampilan dan kemampuan
4) Pasien memiliki motivasi
5. Pelaksanaan audit proses hasil
a. Identifikasi kesenjangan
b. Analisa penyebab
c. Tindakan perbaikan
1) Menyusun rencana
2) Implementasi
d. Kaji tindakan keberhasilan, tindakan kebaikan
6. Pelaksanaan Audit Keperawatan menggunakan Instrument A (dokumentasi penerapan
SAK), Instrumen B (Evaluasi persepsi pasien terhadap mutu pelayanan Asuhan
Keperawatan), Instrumen C (observasi tindakan keperawatan), indikator kegiatan
ruang rawat dan indikator mutu pelayanan keperawatan.
7. Proses audit keperawatan
a. Tentukan aspek yang akan dievaluasi dan pendekatan yang digunakan
b. Identifikasi kekurangan dan tentukan langkah perbaikan
c. Tentukan standar dan kriteria
d. Susun instrument evaluasi
e. Tentukan jumlah sampel dan lamanya waktu penilaian
f. Kumpulkan data dan susun data serta penilaiannya
g. Analisa data
h. Buat kesimpulan tingkat mutu aspek yang dinilai
i. Identifikasi kekurangan dan tentukan langkah perbaikan
KREDENSIAL DAN REKREDENSIAL KEPERAWATAN

Landasan hukum :
 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan.
 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
 Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 77 tahun 2015 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit.
 Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 90 tahun 2017 tentang Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia.
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 17 tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor HK 02.02/
Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 49 tahun 2013 tentang
Komite Keperawatan Rumah Sakit.
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 46 tahun 2015 tentang
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter
Gigi.
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien.
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 34 tahun 2017 tentang
Akreditasi Rumah Sakit.
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 40 tahun 2017 tentang
Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat Klinis.
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 26 tahun 2019 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor
35 tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Perawat.
1. Perawat klinik (PK) adalah perawat yang memberikan asuhan keperawatan langsung
kepada pasien/ klien baik secara individu, keluarga kelompok maupun masyarakat.
2. Kompetensi adalah spesifikasi dari sikap, pengetahuan, ketrampilan atau keahlian serta
penerapannya secara efektif dalam pekerjaan sesuai standar kinerja yang
dipersyaratkan.
3. Standar kompetensi Perawat Indonesia adalah ukuran atau patokan yang disepakati
yang berisi kemampuan perawat Indonesia.
4. Asesmen kompetensi adalah suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan,
memverifikasi bukti kompetensi, membandingkan bukti dengan standar kompetensi,
membuat rekomendasi/keputusan apakah seseorang kompeten atau belum kompeten
pada unit atau kualifikasi tertentu.
5. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan
kelayakan pemberian kewenangan klinis.
6. Rekredensial adalah proses re-evaluasi terhadap tenaga keperawatan yang telah
memiliki kewenangan klinis untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan
klinis tersebut, apakah kewenangan klinisnya dinilai masih layak, berkurang atau
bertambah pada suatu periode tertentu (minimal sekali dalam tiga tahun).
7. Kewenangan Klinis Perawat adalah uraian intervensi keperawatan yang dilakukan oleh
tenaga keperawatan berdasarkan area praktiknya
8. Surat Penugasan Klinis (SPK) adalah surat penugasan yang diberikan pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan kepada seorang perawat untuk melakukan praktik
keperawatan sesuai dengan kewenangan klinis yang telah ditetapkan berdasarkan
rekomendasi komite keperawatan
9. Rincian Kewenangan Klinis (RKK) adalah daftar hak khusus seorang perawat untuk
melakukan praktik keperawatan tertentu

Sumber : PerMenKes RI No 49/MENKES/PER/VII/2013 tentang


Komite Keperawatan Rumah Sakit
1. Komite Keperawatan adalah wadah non struktural rumah sakit yang mempunyai fungsi
utama untuk mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan
melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi dan pemeliharaan etika dan
disiplin profesi Keperawatan.
2. Komite Keperawatan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah organ non struktural
yang bertanggungjawab dalam mengawal professionalisme keperawatan di puskesmas
3. Buku Putih/ White Paper adalah dokumen yang berisi syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh perawat yang digunakan untuk menentukan kewenangan klinis.
4. Mitra Bestari adalah sekelompok tenaga keperawatan dengan reputasi dan kompetensi
yang baik di bidang pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku, untuk menelaah
segala hal yang terkait dengan profesi keperawatan

PMK no. 40 Tahun 2017


tentang Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat Klinis
disebutkan bahwa proses kredensial terdiri dari tiga (3) rangkaian utama yang
saling bersinergi satu sama lain ASESMEN KOMPETENSI, PENETAPAN
KEWENANGAN KLINIS DAN PEMBERIAN PENUGASAN KLINIS dengan tujuan
untuk menjamin mutu asuhan keperawatan dan keselamatan pasien dengan penyediaan
perawat yang kompeten dan memiliki kewenangan klinis yang jelas.

a. Asesmen kompetisi
Asesmen kompetensi dikelola oleh bidang keperawatan melalui asesor keperawatan
yang diberikan tugas untuk melaksanakannya sesuai dengan kompetensi dari masing-
masing area kliniknya.
b. Penetapan kewenangan klinis
Penetapan kewenangan klinis dilakukan oleh Komite Keperawatan rumah sakit/oleh
Komite Keperawatan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Bersama-sama dengan Mitra
Bestari Keperawatan
c. pemberian penugasan klinis
Direktur Rumah Sakit/ Pimpinan fasilitas Pelayanan Kesehatan akan menerbitkan
Surat Penugasan Klinis (SPK) dan Rincian Kewenangan Klinis (RKK)
Tingkat kewenangan klinis dibagi menjadi 3 (tiga) tingkat kewenangan klinis, yaitu sebagai
berikut:

1. Tidak memiliki kewenangan klinis


2. Memiliki kewenangan klinis penuh (Mandiri)
3. Memiliki kewenangan klinis dibawah supervisi

Akhir kewenangan klinis

1. Kewenangan klinis berakhir bila surat penugasan klinis habis masa berlakunya atau
dicabut oleh direktur Rumah Sakit/ Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2. Masa berlakunya kewenangan klinis selama 3 (tiga) tahun / sesuai ketentuan yang
berlaku
3. Dengan dibekukan atau diakhirinya penugasan klinis (clinical appointment) seorang staf
perawat tidak berwenang lagi melakukan pelayanan keperawatan di rumah
sakit/fasyankes tersebut.
4. Dapat dilakukan rekredensial

Penambahan dan Pencabutan Kewenangan Klinis

Penambahan kewenangan klinis

1. Pendidikan
2. Perizinan (Lisensi)
3. Kegiatan penjagaan mutu profesi
4. Kualifikasi personal
5. Pengalaman dibidang keprofesian

Pencabutan Kewenangan Klinis.

1. didasari pada kinerja profesi, misalnya perawat yang bersangkutan terganggu


kesehatannya, baik fisik maupun mental
2. terjadi kecelakaan kerja yang diduga karena inkompetensi atau karena melakukan
tindakan yang melanggar etik keperawatan

Anda mungkin juga menyukai