Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP KECEMASAN
1. Definisi Kecemasan
Menurut sutejo (2018) Asietas atau kecemasan adalah suatu
perasaan takut akan terjadinya sesuatu yang di sebabkan oleh antisipasi
bahaya dan merupakan sinyal yang membantu individu untuk bersiap
mengambil tindakan menghadapi ancaman. Pengaruh tuntutan, persaingan
serta bencana yang terjadi dalam kehidupan dampat membawa dampak
terhadap kesehatan fisik dan pisikologi. Salah satu dampak pisikologi
yaitu asietas atau kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (2016).
2. Tanda Dan Gejala Kecemasan
Menurut sutejo 2018 tanda dan gejala kecemasan adalah sebagai berikut :
1) Khawatir
2) Firasat buruk
3) Takut akan fikirannya
4) Mudah tersinggung
5) Merasa tegang dan tidak tenang
6) Gelisah serata mengalami ganguan pola tidur
3. Macam – Macam Kecemasan
Menurut Zaviera (2016)
a. Kecemasan objektif (realistik) ialah jenis kecemasan yang
berorientasi pada aspek bahaya-bahaya dari luar seperti melihat
atau mendengar sesuatu yang dapat berakibat buruk.
b. kecemasan neurosis adalah suatu bentuk jenis kecemasan yang
apabila insting pada panca indra tidak dapat dikendalikan dan
menyebabkan seseorang berbuat sesuatu yang dapat dikenakan
sangsi hukum.
c. kecemasan moral adalah jenis kecemasan yang timbul dari
perasaan sanubari terhadap perasaan berdosa apabila seseorang
melakukan sesuatu yang salah.

4. Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan dapat dikelompokan dalam beberapa tingkat


diantaranya : (Soetjiningsih, 2017)
1) kecemasan ringan (Mild anxiety) dihubungkan dengan ketegangan
dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang lebih
waspada serta meningkatkan ruang persepsinya.
2) kecemasan sedang (Moderate anxiety) menjadikan seseorang untuk
berfokus pada hal yang dirasakan penting dengan mengesampingkan
aspek hal yang lain, sehingga seseorang masuk dalam kondisi
perhatian yang selektif tetapi tetap dapat melakukan suatu hal tertentu
dengan lebih terarah..
3) kecemasan berat (Severe anxiety) dapat menyebabkan seseorang
cenderung untuk memusatkan pada suatu yang lebih terperinci,
spesifik serta tidak dapat berfikir tentang prihal lain, serta akan
memerlukan bayak pengarahan agar dapat memusatkan perhatian
pada suatu objek lain.

Tabel tingkat Respon Kecemasan (Stuart, 2009)

Tingkat Ringan Sedang Berat Panik


kecemasan
Fisiologis

Tekanan darah ( TD tidak TD TD TD meningkat


Td) ada meningkat meningkat kemudian
perubahan menurun

Nadi Nadi tidak Nadi Nadi Nadi


ada meningkat meningkat meningkat
perubahan kemudian
menurun
Pernafasan Pernafasan Pernafasa Pernafasan Pernafasan
tidak ada meningkat meningkat meningkat
perubahan kemudia
menurun

5. Pengukuran Tingkat Kecemasan

Kecemasan sering di ukur degan menggunakan kuesioner.


Kuesioner dapat digunakan pada remaja dan orang dewasa, sebab tidak
dipengaruhi oleh keterbatasan vokabulari (kata-kata), pemahaman dan
perkembangan. Kuesioner yang sering digunakan untuk melakukan
penelitian kecemasan adalah Hamilton Ranting Scale For Anxiety (HRS-
A) dan Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A. Untuk mengetahui
sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat
atau berat sekali menggunakan alat ukur ( Instrument) yang di kenal :

1) Hamiltion Ranting Scale For Anxiety ( HRS-A ) Alat ukur ini terdiri dari
14 kelompok, dengan gejala masing-masing kelompok dirinci lagi degan
gejala- gejala yang lebih spesifik. Petunjuk penggunaan alat ukur HRS-
A adalah :
a. 0 = tidak ada ( Tidak ada geja sama sekali )
b. 1 =,Ringan ( satu gejala dari pilihan yang ada)
c. 2 = Sedang ( separuh dari gejala yang ada)
d. 3 = Berat ( lebih dari separuh dari gejala yang ada)
e. 4 = sangat berat ( Semua gejala yang ada )
2) Visual Analog Scale for Anxiety (VAS-A) Breivik H, Borchgrevink P.C,
Allen S cit. Hassyati (2018), mengemukakan VAS sebagai salah satu
skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur intensitas
kecemasan pasien yang biasa digunakan. Terdapat 11 titik, mulai dari
tidak ada rasa cemas (nilai 0) hingga rasa cemas terburuk yang bisa
dibayangkan (10). VAS merupakan pengukuran tingkat kecemasan yang
cukup sensitif dan unggul karena pasien dapat mengidentifikasi setiap
titik pada rangkaian, daripada dipaksa memilih satu kata atau satu
angka. Pengukuran dengan VAS pada nilai 0 dikatakan tidak ada
kecemasan, nilai 1 - 3 dikatakan sebagai cemas ringan, nilai 4 – 6
dikatakan sebagai cemas sedang, diantara nilai 7 – 9 cemas berat, dan 10
dianggap panik atau kecemasan luar biasa.

B. Konsep Tingkat pengetahuan


1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa ke ingin tahuan melalui
proses sensori, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam terbentuknya
prilaku terbuka atau open behavior (donsu 2017).
Pengukuran pengetahuan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-
pertanyaan tertulis atau angket (Notoatmojo, 2010). Pengetahuan dapat
berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut : mempunyai objek kajian, metode pendekatan, disusun secara
sistematis, bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum).
(Notoatmojo, 2012).
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor (Wawan dan Dewi, 2016):
a. Faktor Internal
a) Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat menentukan tingkat kemampuan
seseorang dalam memahami dan menyerap pengetahuan yang
telah di peroleh. Umumnya, pendididkan mempengaruhi suatu
proses pembelajaran, semakin tinggi tingkat pendididkan
seseorang semakin baik tingkat pengetahuannya.
b) Informasi
Jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, namun
mendapatkan informasi yang baik dari berbgai media seperti
telefisi, radio, surat kabar, majalah, dll, maka hal tersebut dapat
meningktkan pengetahuan seseorang.
c) Umur
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola fikir seseorang,
semakin bertambah usia maka semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola fikir seseorang. Setelah melewati usia madya
(40-60), daya tangkap dan pola fikir seseorang akan menurun.
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh dalam proses penyerapan
pengetahuan yang berada dalam suatu lingkungan. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi yang akan direspon sebagai pengetahuan
oleh setiap individu.
b. Sosial budaya
Tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat
dapat meningkatkan pengetahuannya. Selain itu, status ekonomi
juga dapat mempengaruhi pengetahuan degan tersedianya suatu
fasilitas yang di butuhkan oleh seseorang.
3. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domaim yang penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Wawan dan Dewi, 2016).
Pengetahuan yang cukup dalam kognitif mempunyai 4 tingkatan yaitu:
a. Tahu ( Know)
Tahu dapat diartikan apabila seseorang mengigat suatu materi
yang pernah dipelajari sebelumnya dan dapat menguraikannya,
mengidentifikai, menyatakan dan menyebutkan kembali.
b. Memahami (Comprehention).
Memahami artinya suatu kemampuan seseorang untuk dapat
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan di
mana dapat menginterpretasikannya secara benar.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang pernah dipelajari sebelumnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di
dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu
sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud adalah menunjukkan pada suatu
kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek
(Wawan dan Dewi, 2016).
4. Cara Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notatmojo (2010), mengemukakan
pengukuran pengetahuan dapat diketahui degan cara menanyakan
kepada seseorang agar ia mengungkapkan apa yang diketahui dalam
bentuk bukti atau jawaban lisan maupun tertulis. Bukti atau jawaban
tersebut yang merupakan reaksi dari stimulus yang diberikan baik
dalam bentuk pertanyaan langsung ataupun tertulis. Pengukuran
pengetahuan dapat berupa kuisioner dan wawancara .
Pengukuran pengetahuan dibagi ke dalam 3 kategori menurut
Arikunto (2006) dalam Budiman dan Riyanto (2010) membuat
kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang
didasarkan pada nilai persentase yaitu sebagai berikut :
a. Tingkat pengetatahuan yang baik bila responden dapat
menjawab 77-100% degan benar dari total jawaban
pertanyaan .
b. Tingkat pengetahuan yang cukup bila responden dapat
menjawab 56-75% dari jawaban pertanyaan
c. tingkat pengetahuan yang kurang bila responden dapat
menjawab kurang dari 56% dari total jawaban pertanyaan

C. KONSEP DIABETES MILITUS

1. Pengertian Diabetes Militus

Diabetes militus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi baik saat
pancreas tidak menghasilkan cukup insulin atau bila tubuh tidak dapat
secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Insulin adalah
hormon penting yang diproduksi di klenjar pancreas, yang mengatur
transport gula darah dari aliran darah kesel tubuh dengan mengubah
glukosa menjadi energi. Kurangnya insulin atau ketidak mampuan sel
untuk merespon insulin menyebabkan kadar glukosa darah tingi atau
hiperglikemia, yang merupakan ciri khas diabetes militus . Hiperglikemia,
jika dibiarkan tidak terkendali maka bisa menyebabkan kerusakan pada
sistim tubuh, yang mengarah pada komplikasi kesehatan yang mengancam
jiwa seperti penyakit kariovaskuler, meuropati, dan penyakit mata
(Word Health Oranization, 2016 ).

2. Klasifikasi Diabetes Militus


Menurut international Diabetes Fedration ( IDF) Tahun 2017
diabetes militus diklasifikasikan menjadi 4 yaitu :
1. Diabetes tipe – 1
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh reaksi outoimun dimana sistim
kekebalan tubuh menyerang sel beta penghasil insulin di pancreas.
Akibatnya, tubuh tidak menghasilkan insulin atau kekurangan
insulin yang di butuhkan. Penyebab dari proses destruktif ini tidak
sepenuhnya diketahui tetapi kombinasi kerentanan genetik dan
lingkungan seperti inveksi virus, toksin atau beberapa faktor
pemicunya. Penyakit ini bisa berkembang pada semua usia tetapi
diabetes militus tipe 1 paling sering terjadi pada anak anak remaja.
Orang dengan diabetes militus tipe 1 memerlukan suntikan
insulin setiap hari agar bisa mempertahankan kadar glukosa dalam
kisaran yang normal, tanpa insulin pasien tidak akan bisa bertahan
hidup. Orang dengan kebutuhan pengobatan insulin sehari hari,
pemantauan glukosa darah secara teratur dan pemeliharaan diet
sehat dan gaya hidup sehat bisa menunda atau menghindari
terjadinya komplikasi diabetes militus.
2. Diabetes tipe -2
Diabetes tipe-2 adalah diabetes yang paling umum
ditemukan, terhidung dari 90% dari semua kasus diabetes. Pada
diabetes tipe 2 hiperglikemia adalah hasil dari produksi insulin
yang tidak adekuat dan ketidak mampuan tubuh untuk merespon
insulin. Diabetes tipe-2 paling sering terjadi pada orang dewasa,
namun remaja dan anak- anak bisa juga mengalaminya karena
obesitas, ketidak efektipan aktifitas fisik dan pola makan yang
buruk.
3. Gestational Diabetes Mellitus (GDM)
Hiperglikemia (peningkatan kadar glukosa darah) yang
pertama kali dideteksi saat kehamilan bisa diklasifikasikan sebagai
Gestational Diabetes Millitus (GDM) atau hiperglikemia pada
kehamilan. (GDM) dapat didiagnosis pada trimester pertama
kehamilan tetapi dalam kebanyakan kasus diabetes keungkinan ada
sebelum kehamilan, tetapi tidak terdiagnosis.
4. Impaired glucose tolerance and impaired fasting glucose
5. Meningkatnya kadar glukosa darah diatas batas normal dan dibawah
ambang diagnosis diabetes merupakan kriteria dari ganguan
toleransi glukosa (IGT) Dan ganguan glukosa puasa (IFG).
Kondisi ini juga disebut intermediate hiperglikemia atau
pradiabetes. Di IGT, kadar glukosa lebih tinggi dari biasanya, tetapi
tidak cukup tinggi untuk membuat diagnosis diabetes yaitu
3. Faktor Faktor Resiko Diabetes Militus
Menurut Word Health Organization tahun 2016 berikut adalah faktor dari
diabetes militus :
1. Riwayat kluarga diabetes atau genetika
2. Usia yang lebih tua
3. Obesitas atau kenaikan berat badan yang berlebihan selama
kehamilan
4. Pola makan dan nutrisi yang buruk
5. Kurangnya aktifitas fisik
6. Riwayat diabetes gestasional
7. Merokok, ineksi , dan pengaruh lingkungan
8. Faktor faktor lain termasuk asuan buah dan sayuran yang tidak
memadai, serat makanan dan asupan makanan yan tingi lemak jenuh
4. Tanda Dan Gejala Klinis Diabetes Militus
Menurut (international Diabetes Fedration, 2017) tanda dan gejala
klinis DM sebagai berikut :
a. Diabetes tipe 1
Selalu merasa haus dan mulut kering (polydipsia), sering
buang air kecil (poliura), kekurangan tenaga, kelelahan, selalu
merasa lapar (polifagia), penuruan berat badan penurunan daya
penglihatan.
b. Diabetes tipe 2
Gejala diabetes tipe 2 mungkin sama dengan diabetes tipe-1
namun sering kali kurang dapat diketahui atau bisa juga tidak ada
gejala awal yang muncul dan penyakit ini terdiagnosis beberapa
tahun setelah komplikasi sudah ada. Berikut adalah gejala
diabetes tipe 2 selalu merasa haus (polidipsi), sering buang air
kecil (polyuria), kelelahan, penyembuhan luka yang lambat dan
sering infeksi, sering kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki
penglihatan kabur.
c. Gestational diabetes militus
Biasanya gejala hiperglikemia yang berlebihan selama
kehamilan jarang terjadi dan mungkin sulit untuk diketahui untuk
itu perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (OGTT) Antara
minggu ke 24 dan 28 kehhamilan, tetapi untuk perempuan yang
beresiko tinggi bisa di lakukan skrining lebih awal.
Secara umum menurut PERKENI (2015) keluhan diabetes
militus bisa dikategorikan sebagai berikut :
1) Keluhan klasik diabetes militus : poliura, polydipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat di
jelakan sebebnya.
2) Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada
wanita.
5. Komplikasi Diabetes Millitus
Berikut adalah komplikasi diabetes millitus menurut International
Diabetes Federation ( 2017 )
a. Diabetic Eye Disease ( DED)
Penyakit mata diabetes (DED) terjadi secara langsung
akibat kadar glukosa darah tinggi kronis yang menyebabkan
kerusakan kapiler retina, yang mengarah ke kebocoran dan
penyumbatan kapiler. Akhirnya menyebabkan hilangnya
penglihatan sampai kebutaan. DED terdiri dari diabetic
retinopathy (DR), diabetic macular edema (DME), katarak,
glukoma, hilangnya kemampuan fokus mata atau penglihatan
ganda.
b. Penyakit jantung
Faktor risiko penyakit jantung pada penderita diabetes
militus meliputi merokok, tekanan darah tinggi, kadar
kolesterol tinggi dan obesitas. Komplikasi yang bisa terjadi
seperti angina, coronary artery diseases (CADS), myocardial
infarction, stroke, peripheral arteri disease (PAD), gagal
jantung.
c. Oral Health
Penderita diabetes mengalami peningkatan risiko radang
gusi (periodontitis) atau hyperplasia gingiva jika glukosa darah
tidak dikelola dengan benar. Kondisi mulut terkait diabetes
lainnya termasuk pembusukan gigi, kandidiasis, gangguan
neurosensorik (burning mouth syndrome), disfungsi saliva.

6. Penata Laksanaan Diabetes Militus

Menurut PERKENI, (2015) tujuan penatalaksanan secara umum


adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes.

a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu
dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan
diabetes militus secara holistik. Materi edukasi terdiri dari
materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.
Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan
Kesehatan Primer yang meliputi: materi tentang perjalanan
penyakit diabetes militus, penyulit diabetes militus dan
risikonya, interaksi antara asupan makanan, aktivitas, dll.
Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan
Kesehatan Sekunder atau Tersier yang meliputi:
penatalaksanaan diabetes militus selama menderita penyakit
lain, pemeliharaan atau perawatan kaki, dll.
b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan
yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran
terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap
penyandang diabetes militus. Prinsip pengaturan makan pada
penyandang diabetes militus hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing masing
individu. Penyandang diabetes militus perlu diberikan penekanan
mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan
jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi
insulin itu sendiri. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri
dari: karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan
energi terutama karbohidrat yang berserat tinggi, asupan lemak
dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori, protein dibutuhkan
sebesar 10-20% total asupan energi, anjuran asupan natrium
untuk penyandang diabetes militus sama dengan orang sehat
yaitu <2300 mg perhari, penyandang diabetes militus dianjurkan
mengonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, pemanis aman
digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily
Intake/ ADI).
c. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan
secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45
menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani.
Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dl
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari
atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan jasmani
meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic dengan
intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti:
jalan cepat, bersepeda santai, joging, dan berenang. Denyut
jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220
dengan usia pasien. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani.
d. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat
antihi perglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan: pemacu
sekresi insulin (insulin Secretagogue; seperti sulfonylurea dan
glinid), peningkat sensitivitas terhadap insulin; seperti metformin
dan tiazolidindion (TZD), penghambat absorbs glukosa di
saluran pencernaan: seperti penghambat alfa glukosidase,
penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV): seperti
sitagliptin dan linagliptin, penghambat SGLT-2 (Sodium
Glucose Co-transporte 2); seperti canagliflozin dan
empagliflozin
D. KONSEP PRA LANSA
a. Definisi Pra Lansia
pra lansia yaitu seseorang yang berusia 45-59 tahun, yang memiliki
masalah kesehatan seperti diabetes militus atau hipertensi yang dapat
mempengaruhi peran dan tanggung jawab pra lansia. Pra lansia adalah usia
tepat untuk mempersiapkan diri menuju lanjut usia dan menidentifikasi pra
lansia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran
fisik dan mental. world health organization (WHO, 2016)
b. Batasan -Batasan Lanjut Usia
Menurut World health organization (WHO, 2016) usia lanjut di bagi
empat kriteria yaitu :
1) usia pertengahan (middle age) adalah usia antara 45-59tahun.
2) lanjut usia (elderly) adalah usia antara 60-74 tahun.
3) lanjut usia tua (old) adalah usia antara 75-90 tahun.
4) usia sangat tua (very old) adalah usia diatas 90 tahun.
c. Teori Proses Menua
Menurut depkes RI (2016). Tentang proses menua yaitu :
1) Teori – teori biologi
a. Teori genetik dan mutasi (somaticmutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terperogram secara genetik untuk
sepesiessepesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang di perogram oleh molokul- molokul /
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi
sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.
b. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stes menyebabkan sel-sel tubuh lelah
(rusak)
c. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto immune teori)
Didalam proses metabolism tubuh, suatu saat di produksi suatu
zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap
zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
b. Teori imunologi slow virus ( immunology slow virus teori)
Sistem immune menjadi efektif degan bertambahnya usia dan
masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh.
c. Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kesetabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stess
menyebabkan sel- sel tubuh telah terpakai.
d. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi
oksigen bahan- bahan organik seperti karbohidrat dan protein.
Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel- sel tidak dapat
regenerasi.
2) Teori kejiwaan social
a. Aktifitas atau kegiatan (aktivity theory)
Usia lanjut mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat
didalakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut bayak dalam kegiatan sosial.
b. Keperibadian berlanjut (continuity theori)
Dasar keperibadian atau tingkah laku seseorang tidak berubah.
Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang sangat di pengaruhi oleh type personality yang
dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadan ini mengakibatkan interaksi sosial
yang menurun.
d. Penyesesuaian-Penyesuaian Pada Pra Lansia
Beberapa penyesuaian yang dihadapi pra lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwanya diataranya :
1) Penyesuan terhadap masalah kesehatan
2) Penyesuaian pekerja dan masa pensiun
Sikap kerja sangat penting bagi semua tingkat usia terutama pra
lansia karena sikap kerja ini tidak hanya kualitas kerja yang mereka
lakukan tetapi juga sikapnya terhadap masa pensiun yang akan
datang (Hurlock, 2011).
3) Penyesuaian terhadap perubahan dalam keluarga
Penyesuaian yang dihadapi pra lansia diantaranya hubungan degan
pasangan, perubahan perilaku, seksual dan sikap sosialnya, dan
status ekonomi (Hurlock, 2011).
4) Penyesuaian terhadap hilangnya pasangan dan orang yang di cintai
Penyesuaian utama yang harus di lakukan oleh pra lansia adalah
penyesuaian yang dilakukan karena kehilangan pasangan hidup.
Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh kematian atau
perceraian (Hurlock, 2011).
Kondisi ini mengakibatkan ganguan emosional dimana pra lansia
akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang dicintainya
(Hidayat, 2012).

E. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka hipotesis yang menunjukan keterangan situasi
masalah yaitu faktor faktor yang berhubungan dengan kondisi masalah
(Lapau, 2013). Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

Diabetes Militus
Medis
1. pengertian
Obat – obatan
2. klasifikasi
Non medis
3. faktor resiko
a. edukasi
4. Tanda Gejala
b.terapi nutrisi
5. Komplikasi
c. latihan jasmani
6. Penata laksanaan

Penanganan

DM

Ringan

Faktor yang mempengaruhi


tingkat pengetahuan Penurunan
Cemas
Sedang
1. Internal

a. pendidikan

b. informasi

c. umur
GDS

Ket : Berat

Diteliti

Tidak di teliti

Sumber : IDF 2017, Wawan dan Dewi 2016, parenki


2015

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas dan
membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variable
dan akan membantu peneliti untuk menghubungkan hasil penemuan
dan teori (Nursalam,2015).
Adapun kerangka konseptual dari peneliti ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1
Kerangka konsep penelitian

Variable Independen Variabel Dependen

Tingkat pengetahuan
Cemas
 Baik
 Cukup  Ringan
 Kurang  Sedang
 Berat
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari sebuah pertanyaan dalam
penelitian mengenai hubungan 2 variabel atau lebih (Nursalam, 2015)
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
H0: Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang diabetes
militus dengan kemasan pada pra lansia
H1: Ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang diabetes militus
dengan kecamasan pada pra lansia.

C. Definisi Oprasional
Definisi oprasional adalah mengidentifikasi variable secara oprasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan
peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat
terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi oprasional ditentukan
berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran pada penelitian.
Sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana dapat di ukur dan
ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2014).

Table 3.1
Definisi oprasional

No Variable Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


oprasional ukur
1. Pengetahuan hasil dari wawancara 1. Baik ( 77-100%) Ordinal
rasa ke ingin 2. Cukup (56-75%)
tahuan 3. kurang (< 56%)
melalui
proses
sensori
2 Kecemasan perasaan Kuisioner 1. Ringan (4-6) Ordinal
takut akan VAS-A 2. Sedang (7-9)
terjadinya 3. Berat (10)
sesuatu yang
di sebabkan
oleh
antisipasi
bahaya
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Dan Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptip korelasi
yaitu peneliti yang digunakan untuk mendekrisipkan atau
menggambarkan fenomena yang terjadi dan melihat hubungan antara
variable satu dan variable lainnya (Hidayat, 2015). Kekuatan antara
variabel dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi. Dalam penelitian ini
peneliti mengunakan pendekatan cross sectional. Cross sectional yaitu
pengambilan data yang dilakukan pada satu waktu (Sujarweni, 2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan
antara variabel yang diteliti, yaitu hubungan antara tingkat
pengetahuan diabetes militus dengan kecemasan pada pra lansi di
Kp.Pekopen Cobra Tambun.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kp. Pekopen Cobra Tambun. Adapun
waktu penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 bulan, dari bulan
Maret sampai dengan bulan Agustus 2021 mulai dari persiapan,
pengambilan data, pengolahan dan analisis data sampai penulisan
laporan.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah semua objek/subjek yang ditetapkan sebagai
sasaran penelitian yang mempunyai karakteristik tertentu
(Fatimah,dkk, 2021). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
pra lansia yang berumus 45-59 tahun yang mengalami diabetes
militus di Kp. Pekopen Cobra Tambun dengan jumlah sebanyak
40 orang
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah populasi yang memiliki
karakteristik yang sama (Fatimah,dkk, 2021). Bila populasi yang
digunakan untuk penelitian sebanyak 40 orang. Untuk
mengetahui jumlah sampel memakai rumus Solvin:
N= N
1 + N .d
Keterangan :
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
d = Margin Of error (10%)
Dengan menggunakan rumus di atas dan tingkat kesalahan 10%
maka ukuran sampel dalam penelitian ini adalah :
N= n 40 40
N .d + 1 = 40.(0,10) + 1 = 8 = 4 orang

Sampel penelitian ini akan dilakukan skrining dengan


pertimbangan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi
adalah kriteria yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi
yang dapat diambil sebagai sempel (Notoatmodjo, 2018).
Sedangkan kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang
tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmojo, 2018). Syarat
kriteria inklusi dan eklusi yang sudah ditetapkan adalah sebagai
berikut :
a. Kriteria Inklusi
1) Bersedia menjadi responden
2) Pra lansia yang tinggal di Kp. Pekopen Cobra Tambun
3) Pra lansia yang berumur 45-59 tahun
4) Pra lansia yang bersedia mengisi kuisioner secara
mandiri ataupun diwancarai
b. Kriteria eksklusi
1) Pra lansia yang tidak bersedia menjadi responden
2) Pra lansia yang tiak tinggal di Kp. Pekopen cobra
tambun
3) Pra lansia yang belum berumur 45-59 tahun
4) Pra lansia yang tidak dapat mengisi kuisioner mandiri
atau tidak dapat di wawancarai

D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian yaitu :
1. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang
menjadi penyebab terjadinya variabel terikat (dependen)
(Donsu, 2016) Variabel Independen atau variabel bebas pada
penelitian ini adalah tingkat pengetahuan tentang diabetes militus.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi atau dikenal juga sebagai variabel yang menjadi
akibat karena adanya variabel independen (Zulfikar, 2016).
Variabel dependen atau variabel terikat pada penelitian ini adalah
kecemasan pada pra lansia di Kp. Pekopen Cobra Tambun
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik , lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah
diolah. (Arikunto, 2019) Intrumen yang digunakan dalam peneltian ini
yaitu lembar kuisioner VAS-A untuk tingkat kecemasan pada pra
lansia. Untuk variabel tingkat pengetahuan tentang diabetes militus
menggunakan wawancara kepada semua responden.
F. Validitas Dan Reliabilitas Intrumen
1. Uji validitas
uji validitas merupakan ukuran ketepatan antara data pertanyaan
dengan variabel penelitian (Fatimah,dkk, 2021). Tinggi rendahnya
validitas instrument menunjukan sejauh mana data yang terkumpul
tidak menyimpang dari gambaran variabel. Uji validitas pada
penelitian ini adalah pada variabel tingkat kecemasan
2. Uji Reliabilitas
Uji reabilitas merupakan indeks yang menunjukan sejauh mana
suatu alat pengukuran dapat di percaya. (Nursalam, 2015). Uji
reliabilitas dilakukan pada soal yang telah di nyatakan valid. Uji
reabilitas menggunakan rumus koefisien Alpa Cronbach. Nilai
dikatakan reliable apabila nilai Alfa Cronbach > 0.60 dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
G. Metode Penumpulan Data
1. Sumber data
a. Data primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara
langsung dari pra lansi Kp. Pekopen cobra Tambun. Data
dikumpulkan melalui wawancara dengan mengisi
formular kuisioner yang telah disediakan, data primer
menyangkut :
1. Identitas responden
2. Umur responden
3. Jenis kelamin
4. Data tingkat pengetahuan di diperoleh dari
wawancara
5. Pengukuran kecemasan di peroleh dari kuisioner
VAS-A
b. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitiaan ini diperoleh dari
literatur ilmiah dan penelitian-penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan variabel yang ada dalam peneitian.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Kuisioner
Kuisioner yaitu teknik pengumpulan data dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan oleh
peneliti kemudia dibagikan kepada tiap responden untuk
diisi. Kuisioner di isi di tempat, kemudian lembar kuisioner
yang telah diisi dikembalikan lagi kepada peneliti saat itu
juga. Dalam penelitian ini, kuisioner digunakan untuk
megukur tingkat kevemasan pra lansia di Kp. Pekopen
Cobra Tambun
b. Observasi yaitu teknik pengumpulan data dimana peneliti
melakukan pengamatan langsung kepada responden. Dalam
penelitian ini, observasi digunakan untuk melihat tingkat
pengetahuan tentang diabetes militus pada pra lansia di Kp.
Pekopen Cobra Tambun dengan mewawancarai satu persatu
responden
3. Proses Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada
subjektif dan proses pengumpulan karakteristik subjektif yang
di tetapkan dalam suatu penelitian (Nursalam,2013). Dalam
melakukan penelitian ini prosedur yang ditetapkan adalah
sebagai berikut :
a. Menentukan masalah dan mengajukan judul kepada
pembimbing
b. Menyusun proposal penelitian
c. Mengurus surat perizinan penelitian dan fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Assafiiyah
d. Menngantar surat izin penelitian kepada kepala rt 01
Kp. Pekopen Cobra Tambun
e. Menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian
yang akan dilakukan dan bila bersedia menjadi
responden diperkenankan mengisi inform consent.
f. Menjelaskan kepada responden tenntang pengisian
kuisioner.
g. Pembagian kuisioner kepada responden penelitian untuk
diisi semua daftar pertnyaan yang ada di dalamnya.
h. Melakukan pengecekan gula darah kepada responden
penelitian untk mengetahui terjadi dan tidak terjadinya
diabetes militus.
i. Pengambilan kuisioner yang telah diisi lengkap oleh
responden
j. Pengumpulan data dan setelah data terkumpul dilakukan
analisa data
k. Penyusunan laporan hasil penelitian
H. Metode Pengolahan Data
Berikut tahap-tahap dalam proses pengolahan data menurut
(Notoatmojo,2018)
a. Editing
Peneliti memeriksa kembali kelengkapan isi kuisioner, jika
terjadi kekurangan data, maka di Tanya ulang atau
mengganti responden.
b. Scoring
Peneliti memberikan sekor pada lembar kuisioner yang
telah diisi, kemudia peneliti menghitung dan
membandingkan dengan skor penilaian yang telah dibuat.
c. Coding
Peneliti melakukan penggantian data, diaman adata awal
yang berbentuk kuisioner diubah menjadi data dalam
bentuk angka. Dapat digunkan pada penelitian kuantitatif
untuk mempermudah dalam penggolaan data.
Pengkodean dalam peneliti ini adalah
Tingkat pengetahuan
Baik : 77-100%
Cukup : 56-75%
Kurang : <56%
Tingkat kecemasan
Ringan : 4-6
Sedang : 7-9
Berat : 10
d. Entry data
Peneliti memasukan data yang telah di ubah kedalam
program spss. Dalam memproses data dibutuhkan
ketelitian agar tidak terjadi kesalahan dari hasil penelitian
yang telah dilakukan.
e. Cleaning
Peneliti melakukan pengecekan kembali terhadap data-data
dari responden yang telah dimasukan kedalam program
SPSS, setelah dilakukan pembersihan data selesai maka
SPSS memberikan hasil dan kemudian dilakukan analisa
data
I. Analisis Data
Analisis data dibagi menjadi dua metode analisa Univariat dan
analisa Bivariat yaitu sebagai berikut :
a. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian
(Notoatmodjo, 2018). Analisis univariat pada penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui berbagai karakteristik seperti
frekuensi gambaran tingkat pengetahuan dan frekuensi
gambaran tingkat kecemasan pra lansia. Persentase
(gambaran) masing-masing variabel diukur secara proporsi
dengan rumus sebagai berikut :
P= f x 100%
n

Keterangan :
P : Presentase
F : frekuensi data kelompok
n : Jumlah sampel

b. Analisa Bivariate
Setelah analisis univariat dilakukan, akan diketahui hasil dari
karakteristik atau distribusi setiap variabel, kemudian dapat
dilanjutkan ke analisis bivariate. Analisis bivariate dilakuka
terhadap dua variabel yang diduga mempunyai hubungan atau
korelasi (Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini analisa
bivariate dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan diabetes militus dengan kecemasan pada pra
lansia di Kp. Pekopen Cobra Tambun. Analisa bivariat yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji statistic chi
square. Jika diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini
digunakan tingkat kemaknaan (a) = 0,05 yaitu jika diperoleh
p< 0,05 maka ada hubungan yang signnifikan antara tingkat
pengetahuan diabetes militus dengan kecemasan pra lansia
jika diperoleh nilai p > 0,05, maka tidak ada hubungan yang
signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kecemasan
J. Etika Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2018), etika penelitian adalah suatu
pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian
yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek
penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil
penelitian tersebut.
Dalam melaksanakan sebuah penelitian ada tiga prinsip yang
harus diperhatikan, yaitu :
1. Informed concent
Lembar persetujuan antara peneliti dengan responden yang
berisi penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan, tujuan
penelitian, dan manfaat penelitian yang diperoleh responden.
2. Anonymity
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan
nama responden, kecuali disetujui oleh responden
3. Confidentialy
Tidak akan menginformasikan data dan informasi isi
jawaban responden

Anda mungkin juga menyukai