Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

KECEMASAN (KOPING STRES) DAN KONSEP DIRI

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan Dasar

Profesi

Oleh:

Kelompok 3

Andriansyah

Iwan Setiawan

Maya Novita

Suci Dewi Utami

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN (UMS)

2021
A. Konsep Dasar Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Kecemasan atau dalam bahasa inggris berarti “anxiety” berasal dari
bahasa latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango anci” yang berarti
mencekik (Taufan, 2017). Menurut Stuart dan Sundeen dalam Anita (2018)
kecemasan adalah keadaan emosi tanpa objek tertentu. Kecemasan dipicu
oleh hal yang tidak diketahui dan menyertai semua pengalaman baru, seperti
masuk sekolah, memulai pekerjaan baru atau melahirkan anak. Karakteristik
kecemasan ini yang membedakan dari rasa takut. Menurut Kaplan, Saddock,
dan Grebb dalam Anita (2018) kecemasan adalah respon terhadap situasi
tertentu yang mengancam dan merupakan hal normal yang terjadi yang
disertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, serta dalam
menemukan identitas diri dan hidup. Kecemasan merupakan suatu perasaan
subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi
umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa
aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak
menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan perubahan fisiologis dan
psikologis. Kecemasan dalam pandangan kesehatan juga merupakan suatu
keadaan yang menggoncang karena adanya ancaman terhadap kesehatan.
2. Teori Kecemasan
Konsep kecemasan berkembangnya dari zaman dahulu sampai sekarang.
Masing – masing model mengembangkan beberapa teori tertentu dari
fenomena kecemasan. Teori-teori ini saling diperlukan untuk memahami
kecemasan secara komprehensif. Berikut beberapa teori kecemasan menurut
(Kaplan dan Sadock dalam Anita, 2018) yaitu :
a. Teori genetik
Pada sebagian manusia yang menunjukkan kecemasan, riwayat hidup
dan riwayat keluarga merupakan predisposisi untuk berperilaku cemas.
Sejak kanak – kanak mereka merasa risau, takut dan merasa tidak pasti
tentang sesuatu yang bersifat sehari – hari. Penelitian menunjukkan
bahwa riwayat keluarga dan anak kembar faktor genetik ikut
berperan dalam gangguan kecemasan.
b. Teori katekolamin
Situasi – situasi yang ditandai oleh sesuatu yang baru, ketidakpastian
perubahan lingkungan, biasanya menimbulkan peningkatan sekresi
adrenalin (epinefrin) yang berkaitan dengan intensitas reaksi – reaksi
yang subjektif, yang ditimbulkan oleh kondisi yang merangsangnya.
Teori ini menyatakan bahwa reaksi cemas berkaitan dengan peningkatan
kadar katekolamin yang beredar dalam badan.
c. Teori James-Lange
Kecemasan adalah jawaban terhadap rangsangan fisik perifer, seperti
peningkatan denyut jantung dan pernapasan.
d. Teori psikoanalisa
Kecemasan berasal dari impulse anxiety, ketakutan berpisah (separation
anxiety), kecemasan kastrisi (castriation anxiety) dan ketakutan terhadap
perasaan berdosa yang menyiksa (superego anxiety).
e. Teori perilaku atau teori belajar
Teori ini menyatakan bahwa kecemasan dapat dipandang sebagai sesuatu
yang dikondisikan oleh ketakutan terhadap rangsangan lingkungan yang
spesifik. Jadi kecemasan disini dipandang sebagai suatu respon yang
terkondisi atau respon yang diperoleh melalui proses belajar.
f. Teori belajar sosial
Kecemasan dapat dibentuk oleh pengaruh tokoh – tokoh penting masa
kanak – kanak.
g. Teori sosial
Kecemasan sebagai suatu respon terhadap stessor lingkungan, seperti
pengalaman – pengalaman hidup yang penuh dengan ketegangan.
h. Teori perilaku kognitif
Kecemasan adalah bentuk penderitaan yang berasal dari pola pikir
maladaptif.
i. Teori eksistensi
Kecemasan sebagai suatu ketakutan terhadap ketidakberdayaan dirinya
dan respon terhadap kehidupan yang hampa dan tidak berarti.
3. Tingkat Kecemasan
Ada 4 tingkat kecemasan menurut Stuart dalam Anita (2018), yaitu:
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari – hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada. Kecemasan
ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas. Tekanan darah tidak ada perubahan, nadi tidak berubah, dan
juga pernafasan tidak ada perubahan.
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan
sesuatu yang terarah. Tekanan darah meningkat, nadi cepat, dan
pernafasan meningkat.
c. Kecemasan berat
Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal
lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area yang lain. Tekanan darah meningkat, nadi
cepat, dan pernafasan meningkat.
d. Panik (kecemasan sangat berat)
Berhubungan dengan ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan
kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan. Tekanan darah meningkat kemudian
menurun, nadi cepat kemudian lambat, dan pernafasan cepat dan dangkal.
4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Kaplan dan
Sadock dalam Anita (2018) adalah :
a. Faktor intrinsik
1) Usia
Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering
pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar
kecemasan terjadi pada usia 21 – 45 tahun. Feist dalam Anita (2018)
mengungkapkan bahwa semakin bertambahnya usia, kematangan
psikologi individu semakin baik, artinya semakin matang psikologi
seseorang maka akan semakin baik pula adaptasi terhadap
kecemasan.
2) Pengalaman
Pengalaman awal pasien dalam pengobatan merupakan pengalaman –
pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada individu
terutama untuk masa – masa yang akan datang. Pengalaman awal ini
sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi
mental individu di kemudian hari.
3) Konsep diri dan peran
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian
yang diketahui individu terhadap dirinya dan mempengaruhi individu
berhubungan dengan orang lain
b. Faktor ekstrinsik
1) Kondisi medis
Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi
medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi
untuk masing – masing kondisi medis. Sebaliknya pada pasien
dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan.
2) Tingkat pendidikan
Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing – masing.
Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola
bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan
yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stresor dalam
diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan juga
mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus.
3) Akses informasi
Akses informasi adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang
membentuk pendapatnya berdasarkan sesuatu yang diketahuinya.
Informasi adalah segala penjelasan yang didapatkan pasien sebelum
pelaksanaan tindakan anestesi terdiri dari tujuan anestesi, proses
anestesi, resiko dan komplikasi serta alternatif tindakan yang
tersedia, serta proses administrasi.
4) Proses adaptasi
Tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal dan
eksternal yang dihadapi individu dan membutuhkan respon perilaku
yang terus menerus. Proses adaptasi sering menstimulasi individu
untuk mendapatkan bantuan dari sumber – sumber di lingkungan
dimana dia berada. Perawat merupakan sumber daya yang tersedia di
lingkungan rumah sakit yang mempunyai pengetahuan dan
keterampilan untuk membantu pasien mengembalikan atau mencapai
keseimbangan diri dalam menghadapi lingkungan yang baru.
5) Tingkat sosial
Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan
psikiatrik.
6) Jenis tindakan pengobatan
Semakin mengetahui tentang tindakan pengobatan, akan
mempengaruhi tingkat kecemasan pasien.
7) Komunikasi terapeutik
Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat maupun pasien.
5. Rentang respon kecemasan
a. Respon adaptif
Strategi adaptif biasanya digunakan seseorang untuk mengatur kecemasan
antara lain dengan bekerja kepada orang lain, menangis, tidur, latihan,
dan menggunakan teknik relaksasi (Stuart dan Sundeen dalam Anita,
2018).
b. Respon maladaptif
Koping maladaptif mempunyai banyak jenis termasuk perilaku agresif,
bicara tidak jelas, isolasi diri, banyak makan, konsumsi alkohol, berjudi
dan penyalahgunaan obat terlarang (Stuart dan Sundeen dalam Anita,
2018).
6. Alat Ukur Kecemasan
a. Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS – A)
Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok, dengan gejala masing masing
kelompok dirinci lagi dengan gejala – gejala yang lebih spesifik. Petunjuk
penggunaan alat ukur HRS – A adalah : penilaian 0 = tidak ada (tidak ada
gejala sama sekali); 1 = ringan (satu gejala dari pilihan yang ada); 2 =
sedang (separuh dari gejala yang ada); 3 = berat (lebih dari separuh dari
gejala yang ada); 4 = sangat berat (semua gejala yang ada). Penilaian
kecemasan skor < 6 = tidak ada kecemasan, skor 7 – 14 = kecemasan
ringan, skor 15 – 27 = kecemasan sedang, skor > 27 = kecemasan berat
(Hawari dalam Anita, 2018).
b. The Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS)
Menurut Firdaus dalam Anita (2018) The Amsterdam Preoperative
Anxiety and Information Scale (APAIS) merupakan salah satu instrument
yang digunakan untuk mengukur kecemasan pre operatif yang telah
divalidasi, diterima dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.
7. Hal yang Dapat Mengurangi / Menurunkan Kecemasan
a. Penatalaksanaan farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini
digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka
panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan
ketergantungan. Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti
buspiron (Busppar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs
dalam Anita, 2018).
b. Penatalaksanaan non farmakologi
Banyak pilihan terapi non farmakologi yang merupakan tindakan mandiri
perawat dengan berbagai keuntungan diantaranya tidak menimbulkan
efek samping, simple dan tidak berbiaya mahal (Roasdalh & Kawalski
dalam Anita, 2018). Perawat dapat melakukan terapi – terapi seperti
terapi relaksasi, distraksi, meditasi, imajinasi. Terapi relaksasi adalah
tehnik yang didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada
ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya.
Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis (Asmadi dalam
Anita, 2018). Terapi relaksasi memiliki berbagai macam yaitu latihan
nafas dalam, masase, relaksasi progresif, imajinasi, biofeedback, yoga,
meditasi, sentuhan terapeutik, terapi musik, serta humor dan tawa
(Kozier, Erb, Berman, & Snyder dalam Anita, 2018).
B. Konsep Koping Stres
1. Definisi Koping Stres
Koping melibatkan upaya untuk mengelola situasi yang membebani,
memperluas usaha untuk memecahkan masalah-masalah hidup, dan berusaha
untuk mengatasi dan menguragi stres. Keberhasilan dalam koping berkaitan
dengan sejumlah karakteristik, termasuk penghayatan mengenai kendali
pribadi, emosi positif, dan sumber daya personal (Folkman & Moskowitz
dalam Mas’udah, 2014).
Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Menurut
Ardani dalam Mas’udah (2014) dalam bukunya psikologi klinis bahwa stres
adalah keadaan dimana seseorang yang mengalami ketegangan karena
adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya.
2. Bentuk-bentuk Strategi Koping

a. Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)


mencakup bertindak secara langsung untuk mengatasi masalah
atau mencari informasi yang relevan dengan solusi (Lazarus
dan Folkman dalam Mas’udah, 2014).
b. Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping)
merujuk pada berbagai upaya untuk mengurangi berbagai
reaksi emosional negatif terhadap stres, contohnya dengan
mengalihkan perhatian dari masalah, melakukan relaksasi, atau
mencari rasa nyaman dan orang lain (Lazarus dan Folkman
dalam Mas’udah, 2014).
3. Macam-macam Koping
a. Koping psikologis
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stres
psikologis tergantung pada dua faktor, yaitu:
1) Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap
stressor, artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan
oleh individu tersebut terhadap stressor yang diterima
2) Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu,
artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang
digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik
dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika
sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik
maupun psikologis.
b. Koping psiko-sosial
Adalah reaksi psiko-sosial terhadap adanya stimulus stres
yang diterima atau dihadapi oleh klien. Menurut Struat dan
Sundeen mengemukakan bahwa terdapat 2 kategori koping
yang bisa dilakukan untuk mengatasi stres dan kecemasan:
1) Reaksi yang berorientasi pada tugas (task-oriented reaction)
Cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah,
konflik dan memenuhi kebutuhan dasar. Terdapat 3
macam reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu:
a. Perilaku menyerang (fight)
Individu menggunakan energinya untuk melakukan
perlawanan dalam rangka mempertahankan integritas
pribadinya.
b. Perilaku menaraik diri (with drawl)
Merupakan perilaku yang menunjukkan pengasingan
diri dari lingkungan dan orang lain.
c. Kompromi
Merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan
individu untuk menyelesaikan masalah melalui
musyawarah atau negoisasi.
2) Reaksi yang berorientasi pada Ego
Reaksi ini sering digunakan oleh individu dalam
menghadapi stres, atau ancaman, dan jika dilakukan dalam
waktu sesaat maka akan dapat mengurangi kecemasan,
tetapi jika digunakan dalam waktu yang lama akan dapat
mengakibatkan gangguan orientasi realita, memburuknya
hubungan interpersonal dalam menurunkan produktifitas
kerja (Rasmun, 2004).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Koping
Menurut Smet dalam Mas’udah (2014) perilaku koping
dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :
a. Kondisi individu: umur, tahap kehidupan, jenis kelamin,
temperamen, pendidikan, intelegensi, suku, kebudayaan, status
ekonomi dan kondisi fisik.
b. Karakteristik kepribadian: introvert-ekstrovert, stabilitas emosi
secara umum, kekebalan dan ketahanan.
c. Sosial-kognitif: dukungan sosial, dukungan yang diterima,
integrasi dalam jaringan sosial.
d. Strategi dalam melakukan koping.
5. Proses Koping
a. Tahap “reaksi peringatan” (tanggapan terhadap bahaya)
Tanggapan ini berfungsi untuk mengerahkan sumber daya tubuh melawan
stres. Pada awal tanggapan terhadap bahaya itu, untuk sesaat reaksi tubuh
turun di bawah normal.
b. Tahap “adaptasi atau resistensi”
Terjadi penyesuaian dengan perubahan lingkungan, dan bersangkutan
dengan ini terciptalah suatu peninggian “daya tahan”.
c. Tahap “kelelahan”
Orang dapat menjadi agresif, dapat menjadi depresi, dapat menderita
neurosis cemas, dapat menderita gangguan psikosomatik, dapat tidak
sehat badan, yaitu menderita penyakit fisik: tekanan darah tinggi, sakit
jantung, sakit kepala, sesak nafas, dan lain-lain.

C. Konsep Diri
1. Definisi Konsep Diri
Konsep diri adalah persepsi keseluruhan yang dimiliki seseorang
mengenai dirinya sendiri (Slameto dalam Ashari, 2017). Surya dalam Ashari
(2017) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan pandangan mengenai diri
sendiri yang bersumber dari satu perangkat keyakinan dansikap
terhadapdirinya sendiri.
2. Ciri-ciri Konsep Diri
a. Terorganisasikan
Individu mengumpulkan banyak informasi yang dipakai untuk
membentuk pandangan tentang dirinya sendiri. Untuk sampai pada
gambaran umum tentang dirinya ia menginformasikan itu ke dalam
kategori-kategori yanglebih luas dan banyak.
b. Multifaset
Individu mengkategorikan persepsi diri itu dalam beberapa wilayah
misalnya: social acceptance, physical attractiveness, athletic ability and
academic ability.
c. Stabil
General self concept itu stabil. Perlu dicatat bahwa area self concept
dapat berubah.
d. Berkembang
Self concept berkembang sesuai dengan umur dan pengaruh lingkungan.
e. Evaluatif
Selain membentuk deskripsi dirinya pada situasi yang istimewa, tetapi
individu juga mengadakan penilaian terhadap dirinya sendiri.

Menurut Hutagalung dalam Ashari (2017) terdapat sejumlah


karakteristik orang yang mempunyai konsep diri negatif, yaitu:

a. Sangat `peka dan cenderung sulit menerima kritik dari orang lain.
b. Mengalami kesulitan berbicara dengan oranglain.
c. Sulit mengakui bahwa kesalahan.
d. Kurang mampu mengungkapkan perasaan dengan cara yang wajar.
e. Senang mendapatkan pujian, setiap pujian adalah lebih baik daripada
tidak ada sama sekali.
f. Cenderung menunjukkan sikap mengasingkan diri, malu-malu dan
tidak ada minat padapersaingan.

Sedangkan karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif, adalah:

a. Orang yang terbuka.


b. Orang yang tidak memiliki hambatan untuk berbicara dengan orang
lain, bahkan dalam situasi yang masih asing sekalipun.
c. Orang yang cepat tanggap dalam situasi sekelilingnya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


Menurut Hutagalung dalam Ashari (2017) faktor-faktor yang
mempengaruhi konsep diri adalah:
a. Orang lain
Ketika individu telah dewasa, maka yang bersangkutan akan mencoba
untuk menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan
dengannya. Konsep ini disebut dengan generalized others, yaitu
pandangan seseorang mengenai dirinya berdasarkan keseluruhan
pandangan orang lain terhadap dirinya.
b. Kelompok acuan
Dalam kehidupannya, setiap orang sebagai anggota masyarakat menjadi
anggota berbagai kelompok. Setiap kelompok memiliki norma-norma
sendiri. Diantara kelompok tersebut, ada yang disebut kelompok acuan,
yang membuat individu mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma
dan nilai yang dianut kelompok tertentu. Kelompok inilah yang
memengaruhi konsep diri seseorang.
Sementara itu, Agustiani dalam Ashari (2017) konsep diri seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan
perasaan positif dan perasaan berharga.
b. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan oranglain.
c. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang
sebenarmya
4. Aspek – Aspek Konsep Diri
Konsep diri terbagi menjadi 2 dimensi (Agustiani dalam Ashari, 2017), yaitu:
a. Dimensi internal
1) Diri identitas (identity self)
Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep
diri dan mengacu pada pertanyaan, “siapakah saya”.
2) Diri pelaku (behavioral self)
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya,
yang berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh
dirinya.
3) Diri penerimaan atau penilai (judging self)
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan
evaluator.
b. Dimensi eksternal
1) Diri fisik (physical self)
Hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya,
penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan
keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk,dan kurus).
2) Diri etik-moral (moral-ethical self)
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari
standar pertimbangan nilai moral dan etika.
3) Diri pribadi (personal self)
Diri pribadi merupakan persepsi seseorang tentang keadaan
pribadinya.
4) Diri Keluarga (family self)
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam
kedudukannya sebagai anggota keluarga.
5) Diri Sosial (social self)
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya
dengan oranglain maupun lingkungan di sekitarnya.

D. Konsep Proses Keperawatan Dengan Kecemasan


1. Pengkajian
Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses
keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang
masalah-masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar itu digunakan
untuk menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan
keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah
klien. Pengumpulan data dimulai sejak pasien masuk Rumah Sakit, selama
klien dirawat secara terus menerus, serta pengkajian ulang untuk
menambah/melengkapi data (Prasetyo, 2010 dalam Liska, 2017). Adapun
tujuan pengumpulan data:
a. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien
b. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien
c. Untuk menilai keadaan kesehatan klien
d. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-
langkah berikutnya.

Data yang perlu dikaji ada dua tipe yaitu sebagai berikut:
a. Data Subyektif
Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap
suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh
perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status
kesehatannya, misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan,
kecemasan lemah, (Potter & Perry dalam Liska, 2017).
b. Data Obyektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur,dapat diperoleh menggunakan
panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik.
Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan,
tingkat kesadaran (Potter & Perry dalam Liska, 2017).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas
2. Koping Tidak Efektif
3. Kesiapan Peningkatan Konsep Diri
3. Perencanaan (Intervensi)

Tujuan dan
No Dx Intervensi
Kriteria Hasil
1. Ansietas Tujuan: setelah 1. Reduksi Ansietas
dilakukan tindakan Observasi
keperawatan  Identifikasi saat tingkat
selama ...x24 jam anxietas berubah (mis.
tingkat ansietas Kondisi, waktu, stressor)
klien menurun  Identifikasi kemampuan
KH : Tingkat mengambil keputusan
ansietas menurun,  Monitor tanda anxietas
TD, nadi, respirasi (verbal dan non verbal)
dalam batas normal Terapeutik

 Ciptakan suasana 
terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
 Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang
membuat anxietas
 Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Gunakan pedekatan yang
tenang dan meyakinkan
 Motivasi
mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
 Diskusikan perencanaan 
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
 Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
 Informasikan secara
faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
 Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
 Anjurkan
mengungkapkan perasaan dan
persepsi
 Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
 Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat anti anxietas, jika perlu

2. Terapi Relaksasi
Observasi
 Identifikasi penurunan
tingkat energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang menganggu
kemampuan kognitif
 Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah efektif
digunakan
 Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
 Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik
 Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
 Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara
lembut dengan irama lambat
dan berirama
 Gunakan relaksasi
sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika
sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis, relaksasi
yang tersedia (mis. music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
 Anjurkan mengambil
psosisi nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering
mengulang atau melatih
teknik yang dipilih’
 Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. napas
dalam, pereganganm atau
imajinasi terbimbing )

2. Koping Tujuan: setelah 1. Dukungan pengambilan


Tidak dilakukan tindakan keputusan
Efektif keperawatan Observasi
selama ...x24 jam  Identifikasi persepsi
diharapkan koping mengenai masalah saat
klien membaik pembuatan keputusan
KH : kesehatan
Tingkat
- Kemampuan Terapeutik
memenuhi  Fasilitasi mengklarifikasi
peran sesuai nilai dan harapan yang
usia membantu pilihan
- Perilaku  Diskusikan kelebihan dan
koping adaptif kekurangan dari setaip solusi
- Verbalisasi  Fasilitasi melihat situasi
pengakuan secara realistis
masalah  Motivasi mengungkapkan
- Verbalisasi tujuan perawatan yang
kelemahan diri diharapkan
- Perilaku asertif  Fasilitasi pengambilan
- Verbalisasi keputusan secara kolaboratif
menyalahkan
 Hormati hak pasien untuk
orang lain
menerima atau menolak
- Verbalisasi
informasi
rasionalisasi
 Fasilitasi menjelaskan
kegagalan keputusan kepada orang
Dengan kriteria lain, jika perlu
menurun, cukup  Fasilitasi hubungan antara
menurun, sedang, pasien, keluarga dan temaga
cukup meningkat, kesehatan lainnya.
meningkat Edukasi
 Informasikan alternative
solusi secara jelas
 Berikan informasi yang
diminta klien

2. Dukungan Penampilan
Peran
Observasi
 Identifikasi berbagai peran
dan periode transisi sesuai
tingkat perkembangan
 Identifikasi peran yang ada
dalam keluarga
3. Kesiapan Tujuan: setelah 1. Promosi Harga Diri
Peningkatan dilakukan tindakan Observasi
Konsep Diri keperawatan  Monitor verbalisasi
selama ...x24 jam merendahkan diri sendiri
diharapkan konsep  Monitor tingkat harga diri
diri klien membaik setiap waktu, sesuai
KH : kebutuhan terapeutik
Tingkat Terapeutik
- Verbalisasi  Motivasi terlibat dalam
kepuasan verbalisasi positif untuk diri
terhadap diri sendiri
- Verbalisasi  Diskusikan persepri negatif
kepuasan diri
terhadap harga Edukasi
diri  Jelaskan kepada keluarga
- Verbalisasi pentingnya dukungan dalam
kepuasan perkembangan positif klien
terhadap  Latih cara berpikir dan
penampilan berperilaku positif
peran 2. Promosi Koping
- Verbalisasi
Observasi
kepuasan
 Identifikasi kegiatan jangka
terhadap citra
pendek dan panjang sesuai
tubuh
tujuan
- Verbalisasi
 Identifikasi kemampuan
kepuasan
yayng dimiliki
terhadap
 Identifikasi sumber daya
identitas diri
yang tersedia untuk
Dengan kriteria
memenuhi tujuan
menurun, cukup
menurun, sedang,  Identifikasi pemahaman

cukup meningkat, proses penyakit

meningkat  Identifikasi dampak situasi


terhadap peran dan
hubungan
 Identifikasi metode
penyelesaian masalah
4. Implementasi

Hari
Dx Implementasi Hasil Paraf
/tgl
Ansietas 1. Reduksi Ansietas
Observasi
 mengidentifikasi saat
tingkat anxietas berubah
(mis. Kondisi, waktu,
stressor)
 mengidentifikasi
kemampuan mengambil
keputusan
 Memonitor tanda
anxietas (verbal dan non
verbal)

Terapeutik
 menciptakan suasana 
terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
 menemani pasien untuk
mengurangi kecemasan , jika
memungkinkan
 memahami situasi yang
membuat anxietas
 mendengarkan dengan
penuh perhatian
 menggunakan pedekatan
yang tenang dan meyakinkan
 memotivasi
mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
 mendiskusikan
perencanaan  realistis tentang
peristiwa yang akan datang
Edukasi
 menjelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
 menginformasikan secara
factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 menganjurkan keluarga
untuk tetap bersama pasien,
jika perlu
 menganjurkan
melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
 menganjurkan
mengungkapkan perasaan
dan persepsi
 melatih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
 melatih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
 melatih teknik relaksasi
Kolaborasi
 mengkolaborasi
pemberian obat anti anxietas,
jika perlu

2. Terapi Relaksasi
Observasi
 mengidentifikasi
penurunan tingkat energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang menganggu
kemampuan kognitif
 mengidentifikasi teknik
relaksasi yang pernah efektif
digunakan
 mengidentifikasi
kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
 memeriksa ketegangan
otot, frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
 memonitor respons
terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
 menciptakan lingkungan
tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
 memberikan informasi
tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 menggunakan pakaian
longgar
 menggunakan nada suara
lembut dengan irama lambat
dan berirama
 menggunakan relaksasi
sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika
sesuai.

Edukasi
 menjelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan jenis,
relaksasi yang tersedia (mis.
music, meditasi, napas
dalam, relaksasi otot
progresif)
 menjelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
 menganjurkan
mengambil psosisi nyaman
 menganjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
 menganjurkan sering
mengulang atau melatih
teknik yang dipilih’
 mendemonstrasikan dan
latih teknik relaksasi (mis.
napas dalam, pereganganm
atau imajinasi terbimbing )

Koping 1. Dukungan pengambilan


Tidak keputusan
Efektif Observasi
 mengidentifikasi persepsi
mengenai masalah saat
pembuatan keputusan
kesehatan.

Terapeutik
 memfasilitasi
mengklarifikasi nilai dan
harapan yang membantu
pilihan
 mendiskusikan kelebihan
dan kekurangan dari setaip
solusi
 memfasilitasi melihat situasi
secara realistis
 memotivasi
mengungkapkan tujuan
perawatan yang diharapkan
 memfasilitasi pengambilan
keputusan secara kolaboratif
 menghormati hak pasien
untuk menerima atau
menolak informasi
 memfasilitasi menjelaskan
keputusan kepada orang
lain, jika perlu
 memfasilitasi hubungan
antara pasien, keluarga dan
temaga kesehatan lainnya.
Edukasi
 menginformasikan
alternative solusi secara
jelas
 memberikan informasi yang
diminta klien
2. Dukungan Penampilan
Peran
Observasi
 mengidentifikasi berbagai
peran dan periode transisi
sesuai tingkat
perkembangan
 mengidentifikasi peran yang
ada dalam keluarga
Kesiapan 1. Promosi Harga Diri
Peningkat Observasi
an Konsep  memonitor verbalisasi
Diri merendahkan diri sendiri
 memonitor tingkat harga
diri setiap waktu, sesuai
kebutuhan terapeutik
Terapeutik
 memotivasi terlibat dalam
verbalisasi positif untuk diri
sendiri
 mendiskusikan persepri
negatif diri
Edukasi
 menjelaskan kepada
keluarga pentingnya
dukungan dalam
perkembangan positif klien
 melatih cara berpikir dan
berperilaku positif
2. Promosi Koping

Observasi
 mengidentifikasi kegiatan
jangka pendek dan panjang
sesuai tujuan
 mengidentifikasi
kemampuan yayng dimiliki
 mengidentifikasi sumber
daya yang tersedia untuk
memenuhi tujuan
 mengidentifikasi
pemahaman proses penyakit
 mengidentifikasi dampak
situasi terhadap peran dan
hubungan
 mengidentifikasi metode
penyelesaian masalah

Daftar pustaka

Anita, MDWI. 2018. Tinjauan Pustaka Kecemasan. Politeknik Kementrian


Kesehatan Yogyakarta. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id. Diakses pada tanggal
24 September 2021.

Ashari, R. 2017. Jurnal Konsep Diri. UIN Raden Intan Lampung.


http://repository.radenintan.ac.id. Diakses pada tanggal 25 September 2021.

Taufan, Andy. 2017. Pengaruh Terapi Doa Terhadap Skala Kecemasan Pasien Pre
Operasi di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. M. Ashari Pemalang.
Universitas Muhammadiyah Semarang. http://repository.unimus.ac.id. Diakses
pada tanggal 24 September 2021.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, PPNI.

Anda mungkin juga menyukai