Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan Dasar
Profesi
Oleh:
Kelompok 3
Andriansyah
Iwan Setiawan
Maya Novita
2021
A. Konsep Dasar Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Kecemasan atau dalam bahasa inggris berarti “anxiety” berasal dari
bahasa latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango anci” yang berarti
mencekik (Taufan, 2017). Menurut Stuart dan Sundeen dalam Anita (2018)
kecemasan adalah keadaan emosi tanpa objek tertentu. Kecemasan dipicu
oleh hal yang tidak diketahui dan menyertai semua pengalaman baru, seperti
masuk sekolah, memulai pekerjaan baru atau melahirkan anak. Karakteristik
kecemasan ini yang membedakan dari rasa takut. Menurut Kaplan, Saddock,
dan Grebb dalam Anita (2018) kecemasan adalah respon terhadap situasi
tertentu yang mengancam dan merupakan hal normal yang terjadi yang
disertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, serta dalam
menemukan identitas diri dan hidup. Kecemasan merupakan suatu perasaan
subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi
umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa
aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak
menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan perubahan fisiologis dan
psikologis. Kecemasan dalam pandangan kesehatan juga merupakan suatu
keadaan yang menggoncang karena adanya ancaman terhadap kesehatan.
2. Teori Kecemasan
Konsep kecemasan berkembangnya dari zaman dahulu sampai sekarang.
Masing – masing model mengembangkan beberapa teori tertentu dari
fenomena kecemasan. Teori-teori ini saling diperlukan untuk memahami
kecemasan secara komprehensif. Berikut beberapa teori kecemasan menurut
(Kaplan dan Sadock dalam Anita, 2018) yaitu :
a. Teori genetik
Pada sebagian manusia yang menunjukkan kecemasan, riwayat hidup
dan riwayat keluarga merupakan predisposisi untuk berperilaku cemas.
Sejak kanak – kanak mereka merasa risau, takut dan merasa tidak pasti
tentang sesuatu yang bersifat sehari – hari. Penelitian menunjukkan
bahwa riwayat keluarga dan anak kembar faktor genetik ikut
berperan dalam gangguan kecemasan.
b. Teori katekolamin
Situasi – situasi yang ditandai oleh sesuatu yang baru, ketidakpastian
perubahan lingkungan, biasanya menimbulkan peningkatan sekresi
adrenalin (epinefrin) yang berkaitan dengan intensitas reaksi – reaksi
yang subjektif, yang ditimbulkan oleh kondisi yang merangsangnya.
Teori ini menyatakan bahwa reaksi cemas berkaitan dengan peningkatan
kadar katekolamin yang beredar dalam badan.
c. Teori James-Lange
Kecemasan adalah jawaban terhadap rangsangan fisik perifer, seperti
peningkatan denyut jantung dan pernapasan.
d. Teori psikoanalisa
Kecemasan berasal dari impulse anxiety, ketakutan berpisah (separation
anxiety), kecemasan kastrisi (castriation anxiety) dan ketakutan terhadap
perasaan berdosa yang menyiksa (superego anxiety).
e. Teori perilaku atau teori belajar
Teori ini menyatakan bahwa kecemasan dapat dipandang sebagai sesuatu
yang dikondisikan oleh ketakutan terhadap rangsangan lingkungan yang
spesifik. Jadi kecemasan disini dipandang sebagai suatu respon yang
terkondisi atau respon yang diperoleh melalui proses belajar.
f. Teori belajar sosial
Kecemasan dapat dibentuk oleh pengaruh tokoh – tokoh penting masa
kanak – kanak.
g. Teori sosial
Kecemasan sebagai suatu respon terhadap stessor lingkungan, seperti
pengalaman – pengalaman hidup yang penuh dengan ketegangan.
h. Teori perilaku kognitif
Kecemasan adalah bentuk penderitaan yang berasal dari pola pikir
maladaptif.
i. Teori eksistensi
Kecemasan sebagai suatu ketakutan terhadap ketidakberdayaan dirinya
dan respon terhadap kehidupan yang hampa dan tidak berarti.
3. Tingkat Kecemasan
Ada 4 tingkat kecemasan menurut Stuart dalam Anita (2018), yaitu:
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari – hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada. Kecemasan
ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas. Tekanan darah tidak ada perubahan, nadi tidak berubah, dan
juga pernafasan tidak ada perubahan.
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan
sesuatu yang terarah. Tekanan darah meningkat, nadi cepat, dan
pernafasan meningkat.
c. Kecemasan berat
Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal
lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area yang lain. Tekanan darah meningkat, nadi
cepat, dan pernafasan meningkat.
d. Panik (kecemasan sangat berat)
Berhubungan dengan ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan
kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan. Tekanan darah meningkat kemudian
menurun, nadi cepat kemudian lambat, dan pernafasan cepat dan dangkal.
4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Kaplan dan
Sadock dalam Anita (2018) adalah :
a. Faktor intrinsik
1) Usia
Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering
pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar
kecemasan terjadi pada usia 21 – 45 tahun. Feist dalam Anita (2018)
mengungkapkan bahwa semakin bertambahnya usia, kematangan
psikologi individu semakin baik, artinya semakin matang psikologi
seseorang maka akan semakin baik pula adaptasi terhadap
kecemasan.
2) Pengalaman
Pengalaman awal pasien dalam pengobatan merupakan pengalaman –
pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada individu
terutama untuk masa – masa yang akan datang. Pengalaman awal ini
sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi
mental individu di kemudian hari.
3) Konsep diri dan peran
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian
yang diketahui individu terhadap dirinya dan mempengaruhi individu
berhubungan dengan orang lain
b. Faktor ekstrinsik
1) Kondisi medis
Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi
medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi
untuk masing – masing kondisi medis. Sebaliknya pada pasien
dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan.
2) Tingkat pendidikan
Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing – masing.
Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola
bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan
yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stresor dalam
diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan juga
mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus.
3) Akses informasi
Akses informasi adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang
membentuk pendapatnya berdasarkan sesuatu yang diketahuinya.
Informasi adalah segala penjelasan yang didapatkan pasien sebelum
pelaksanaan tindakan anestesi terdiri dari tujuan anestesi, proses
anestesi, resiko dan komplikasi serta alternatif tindakan yang
tersedia, serta proses administrasi.
4) Proses adaptasi
Tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal dan
eksternal yang dihadapi individu dan membutuhkan respon perilaku
yang terus menerus. Proses adaptasi sering menstimulasi individu
untuk mendapatkan bantuan dari sumber – sumber di lingkungan
dimana dia berada. Perawat merupakan sumber daya yang tersedia di
lingkungan rumah sakit yang mempunyai pengetahuan dan
keterampilan untuk membantu pasien mengembalikan atau mencapai
keseimbangan diri dalam menghadapi lingkungan yang baru.
5) Tingkat sosial
Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan
psikiatrik.
6) Jenis tindakan pengobatan
Semakin mengetahui tentang tindakan pengobatan, akan
mempengaruhi tingkat kecemasan pasien.
7) Komunikasi terapeutik
Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat maupun pasien.
5. Rentang respon kecemasan
a. Respon adaptif
Strategi adaptif biasanya digunakan seseorang untuk mengatur kecemasan
antara lain dengan bekerja kepada orang lain, menangis, tidur, latihan,
dan menggunakan teknik relaksasi (Stuart dan Sundeen dalam Anita,
2018).
b. Respon maladaptif
Koping maladaptif mempunyai banyak jenis termasuk perilaku agresif,
bicara tidak jelas, isolasi diri, banyak makan, konsumsi alkohol, berjudi
dan penyalahgunaan obat terlarang (Stuart dan Sundeen dalam Anita,
2018).
6. Alat Ukur Kecemasan
a. Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS – A)
Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok, dengan gejala masing masing
kelompok dirinci lagi dengan gejala – gejala yang lebih spesifik. Petunjuk
penggunaan alat ukur HRS – A adalah : penilaian 0 = tidak ada (tidak ada
gejala sama sekali); 1 = ringan (satu gejala dari pilihan yang ada); 2 =
sedang (separuh dari gejala yang ada); 3 = berat (lebih dari separuh dari
gejala yang ada); 4 = sangat berat (semua gejala yang ada). Penilaian
kecemasan skor < 6 = tidak ada kecemasan, skor 7 – 14 = kecemasan
ringan, skor 15 – 27 = kecemasan sedang, skor > 27 = kecemasan berat
(Hawari dalam Anita, 2018).
b. The Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS)
Menurut Firdaus dalam Anita (2018) The Amsterdam Preoperative
Anxiety and Information Scale (APAIS) merupakan salah satu instrument
yang digunakan untuk mengukur kecemasan pre operatif yang telah
divalidasi, diterima dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.
7. Hal yang Dapat Mengurangi / Menurunkan Kecemasan
a. Penatalaksanaan farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini
digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka
panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan
ketergantungan. Obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti
buspiron (Busppar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs
dalam Anita, 2018).
b. Penatalaksanaan non farmakologi
Banyak pilihan terapi non farmakologi yang merupakan tindakan mandiri
perawat dengan berbagai keuntungan diantaranya tidak menimbulkan
efek samping, simple dan tidak berbiaya mahal (Roasdalh & Kawalski
dalam Anita, 2018). Perawat dapat melakukan terapi – terapi seperti
terapi relaksasi, distraksi, meditasi, imajinasi. Terapi relaksasi adalah
tehnik yang didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada
ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya.
Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis (Asmadi dalam
Anita, 2018). Terapi relaksasi memiliki berbagai macam yaitu latihan
nafas dalam, masase, relaksasi progresif, imajinasi, biofeedback, yoga,
meditasi, sentuhan terapeutik, terapi musik, serta humor dan tawa
(Kozier, Erb, Berman, & Snyder dalam Anita, 2018).
B. Konsep Koping Stres
1. Definisi Koping Stres
Koping melibatkan upaya untuk mengelola situasi yang membebani,
memperluas usaha untuk memecahkan masalah-masalah hidup, dan berusaha
untuk mengatasi dan menguragi stres. Keberhasilan dalam koping berkaitan
dengan sejumlah karakteristik, termasuk penghayatan mengenai kendali
pribadi, emosi positif, dan sumber daya personal (Folkman & Moskowitz
dalam Mas’udah, 2014).
Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Menurut
Ardani dalam Mas’udah (2014) dalam bukunya psikologi klinis bahwa stres
adalah keadaan dimana seseorang yang mengalami ketegangan karena
adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya.
2. Bentuk-bentuk Strategi Koping
C. Konsep Diri
1. Definisi Konsep Diri
Konsep diri adalah persepsi keseluruhan yang dimiliki seseorang
mengenai dirinya sendiri (Slameto dalam Ashari, 2017). Surya dalam Ashari
(2017) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan pandangan mengenai diri
sendiri yang bersumber dari satu perangkat keyakinan dansikap
terhadapdirinya sendiri.
2. Ciri-ciri Konsep Diri
a. Terorganisasikan
Individu mengumpulkan banyak informasi yang dipakai untuk
membentuk pandangan tentang dirinya sendiri. Untuk sampai pada
gambaran umum tentang dirinya ia menginformasikan itu ke dalam
kategori-kategori yanglebih luas dan banyak.
b. Multifaset
Individu mengkategorikan persepsi diri itu dalam beberapa wilayah
misalnya: social acceptance, physical attractiveness, athletic ability and
academic ability.
c. Stabil
General self concept itu stabil. Perlu dicatat bahwa area self concept
dapat berubah.
d. Berkembang
Self concept berkembang sesuai dengan umur dan pengaruh lingkungan.
e. Evaluatif
Selain membentuk deskripsi dirinya pada situasi yang istimewa, tetapi
individu juga mengadakan penilaian terhadap dirinya sendiri.
a. Sangat `peka dan cenderung sulit menerima kritik dari orang lain.
b. Mengalami kesulitan berbicara dengan oranglain.
c. Sulit mengakui bahwa kesalahan.
d. Kurang mampu mengungkapkan perasaan dengan cara yang wajar.
e. Senang mendapatkan pujian, setiap pujian adalah lebih baik daripada
tidak ada sama sekali.
f. Cenderung menunjukkan sikap mengasingkan diri, malu-malu dan
tidak ada minat padapersaingan.
Data yang perlu dikaji ada dua tipe yaitu sebagai berikut:
a. Data Subyektif
Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap
suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh
perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status
kesehatannya, misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan,
kecemasan lemah, (Potter & Perry dalam Liska, 2017).
b. Data Obyektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur,dapat diperoleh menggunakan
panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik.
Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan,
tingkat kesadaran (Potter & Perry dalam Liska, 2017).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas
2. Koping Tidak Efektif
3. Kesiapan Peningkatan Konsep Diri
3. Perencanaan (Intervensi)
Tujuan dan
No Dx Intervensi
Kriteria Hasil
1. Ansietas Tujuan: setelah 1. Reduksi Ansietas
dilakukan tindakan Observasi
keperawatan Identifikasi saat tingkat
selama ...x24 jam anxietas berubah (mis.
tingkat ansietas Kondisi, waktu, stressor)
klien menurun Identifikasi kemampuan
KH : Tingkat mengambil keputusan
ansietas menurun, Monitor tanda anxietas
TD, nadi, respirasi (verbal dan non verbal)
dalam batas normal Terapeutik
Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
Pahami situasi yang
membuat anxietas
Dengarkan dengan penuh
perhatian
Gunakan pedekatan yang
tenang dan meyakinkan
Motivasi
mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
Informasikan secara
faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
Anjurkan
mengungkapkan perasaan dan
persepsi
Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
obat anti anxietas, jika perlu
2. Terapi Relaksasi
Observasi
Identifikasi penurunan
tingkat energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang menganggu
kemampuan kognitif
Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah efektif
digunakan
Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik
Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan nada suara
lembut dengan irama lambat
dan berirama
Gunakan relaksasi
sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika
sesuai
Edukasi
Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis, relaksasi
yang tersedia (mis. music,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
Anjurkan mengambil
psosisi nyaman
Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
Anjurkan sering
mengulang atau melatih
teknik yang dipilih’
Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. napas
dalam, pereganganm atau
imajinasi terbimbing )
2. Dukungan Penampilan
Peran
Observasi
Identifikasi berbagai peran
dan periode transisi sesuai
tingkat perkembangan
Identifikasi peran yang ada
dalam keluarga
3. Kesiapan Tujuan: setelah 1. Promosi Harga Diri
Peningkatan dilakukan tindakan Observasi
Konsep Diri keperawatan Monitor verbalisasi
selama ...x24 jam merendahkan diri sendiri
diharapkan konsep Monitor tingkat harga diri
diri klien membaik setiap waktu, sesuai
KH : kebutuhan terapeutik
Tingkat Terapeutik
- Verbalisasi Motivasi terlibat dalam
kepuasan verbalisasi positif untuk diri
terhadap diri sendiri
- Verbalisasi Diskusikan persepri negatif
kepuasan diri
terhadap harga Edukasi
diri Jelaskan kepada keluarga
- Verbalisasi pentingnya dukungan dalam
kepuasan perkembangan positif klien
terhadap Latih cara berpikir dan
penampilan berperilaku positif
peran 2. Promosi Koping
- Verbalisasi
Observasi
kepuasan
Identifikasi kegiatan jangka
terhadap citra
pendek dan panjang sesuai
tubuh
tujuan
- Verbalisasi
Identifikasi kemampuan
kepuasan
yayng dimiliki
terhadap
Identifikasi sumber daya
identitas diri
yang tersedia untuk
Dengan kriteria
memenuhi tujuan
menurun, cukup
menurun, sedang, Identifikasi pemahaman
Hari
Dx Implementasi Hasil Paraf
/tgl
Ansietas 1. Reduksi Ansietas
Observasi
mengidentifikasi saat
tingkat anxietas berubah
(mis. Kondisi, waktu,
stressor)
mengidentifikasi
kemampuan mengambil
keputusan
Memonitor tanda
anxietas (verbal dan non
verbal)
Terapeutik
menciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
menemani pasien untuk
mengurangi kecemasan , jika
memungkinkan
memahami situasi yang
membuat anxietas
mendengarkan dengan
penuh perhatian
menggunakan pedekatan
yang tenang dan meyakinkan
memotivasi
mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
mendiskusikan
perencanaan realistis tentang
peristiwa yang akan datang
Edukasi
menjelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
menginformasikan secara
factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
menganjurkan keluarga
untuk tetap bersama pasien,
jika perlu
menganjurkan
melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
menganjurkan
mengungkapkan perasaan
dan persepsi
melatih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
melatih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
melatih teknik relaksasi
Kolaborasi
mengkolaborasi
pemberian obat anti anxietas,
jika perlu
2. Terapi Relaksasi
Observasi
mengidentifikasi
penurunan tingkat energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang menganggu
kemampuan kognitif
mengidentifikasi teknik
relaksasi yang pernah efektif
digunakan
mengidentifikasi
kesediaan, kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
memeriksa ketegangan
otot, frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
memonitor respons
terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
menciptakan lingkungan
tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
memberikan informasi
tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
menggunakan pakaian
longgar
menggunakan nada suara
lembut dengan irama lambat
dan berirama
menggunakan relaksasi
sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika
sesuai.
Edukasi
menjelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan jenis,
relaksasi yang tersedia (mis.
music, meditasi, napas
dalam, relaksasi otot
progresif)
menjelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
menganjurkan
mengambil psosisi nyaman
menganjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
menganjurkan sering
mengulang atau melatih
teknik yang dipilih’
mendemonstrasikan dan
latih teknik relaksasi (mis.
napas dalam, pereganganm
atau imajinasi terbimbing )
Terapeutik
memfasilitasi
mengklarifikasi nilai dan
harapan yang membantu
pilihan
mendiskusikan kelebihan
dan kekurangan dari setaip
solusi
memfasilitasi melihat situasi
secara realistis
memotivasi
mengungkapkan tujuan
perawatan yang diharapkan
memfasilitasi pengambilan
keputusan secara kolaboratif
menghormati hak pasien
untuk menerima atau
menolak informasi
memfasilitasi menjelaskan
keputusan kepada orang
lain, jika perlu
memfasilitasi hubungan
antara pasien, keluarga dan
temaga kesehatan lainnya.
Edukasi
menginformasikan
alternative solusi secara
jelas
memberikan informasi yang
diminta klien
2. Dukungan Penampilan
Peran
Observasi
mengidentifikasi berbagai
peran dan periode transisi
sesuai tingkat
perkembangan
mengidentifikasi peran yang
ada dalam keluarga
Kesiapan 1. Promosi Harga Diri
Peningkat Observasi
an Konsep memonitor verbalisasi
Diri merendahkan diri sendiri
memonitor tingkat harga
diri setiap waktu, sesuai
kebutuhan terapeutik
Terapeutik
memotivasi terlibat dalam
verbalisasi positif untuk diri
sendiri
mendiskusikan persepri
negatif diri
Edukasi
menjelaskan kepada
keluarga pentingnya
dukungan dalam
perkembangan positif klien
melatih cara berpikir dan
berperilaku positif
2. Promosi Koping
Observasi
mengidentifikasi kegiatan
jangka pendek dan panjang
sesuai tujuan
mengidentifikasi
kemampuan yayng dimiliki
mengidentifikasi sumber
daya yang tersedia untuk
memenuhi tujuan
mengidentifikasi
pemahaman proses penyakit
mengidentifikasi dampak
situasi terhadap peran dan
hubungan
mengidentifikasi metode
penyelesaian masalah
Daftar pustaka
Taufan, Andy. 2017. Pengaruh Terapi Doa Terhadap Skala Kecemasan Pasien Pre
Operasi di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. M. Ashari Pemalang.
Universitas Muhammadiyah Semarang. http://repository.unimus.ac.id. Diakses
pada tanggal 24 September 2021.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, PPNI.