Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Konsep

2.1.1. Konsep Dasar Kecemasan

1. Definisi Kecemasan

Kecemasan (ansietas / anxiety) adalah gangguan alam perasaan

yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang

mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai

realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi

masih dalam batasbatas normal (Hawari, 2011).

Kecemasan adalah suatu bentuk emosi tanpa adanya objek yang

jelas disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui dan akan

menghasilkan suatu bentuk pengalaman baru (Stuart & Sundeen, 2007).

Kecemasan (ansietas) merupakan suatu keadaan yang ditandai

oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatic yang menandakan

suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf autonomik. Ansietas

merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering

merupakan satu fungsi emosi. Kecemasan (ansietas) sangat

berhubungan dengan perasaan tidak pasti dan ketidakberdayaan sebagai

hasil penilaian terhadap suatu objek atau keadaan. Keadaan emosi ini

dialami secara subjektif, bahkan terkadang objeknya tidak jelas. Artinya


seseorang dapat menjadi cemas, namun sumber atau suatu yang

dicemaskan tersebut tidak Nampak nyata. (Asmadi, 2008).

Menurut (Stuart, 2006) ada beberapa teori yang menjelaskan

mengenai kecemasan. Teori tersebut antara lain:

1. Teori psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id

mewakili dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan

superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan

norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi mentuntut

dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi

kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2. Teori interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut

terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal.

Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma,

seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan

kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama

rentan mengalami kecemasan yang berat.

3. Teori perilaku, kecemasan merupakan hasil dari frustasi, yaitu

segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain

menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari


berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari

kepedihan.

4. Teori keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan

biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga

tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi.

5. Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor

khusus untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan

neuroregulator inhibisi asam gama-aminobitirat (GABA), yang

berperan penting dalam biologis yang berhubungan dengan

kecemasan.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

pengertian dari kecemasan adalah keadaan dimana seseorang mengalami

gelisah, kekhawatiran atau cemas dalam berespon terhadap ancaman

yang tidak jelas dan tidak spesifik dan dihubungkan dengan perasaan

tidak menentu dan tidak berdaya.

2. Epidemologi kecemasan

National Comorbidity Study melaporkan bahwa satu di antara

empat orang yang memenuhi kriteria, sedikitnya satu orang mengalami

anxietas. Angka prevalensi kecemasan yang diteliti selama 12 bulan

sebesar 17,7%. Perempuan (prevalensi seumur hidup 30,5%) lebih

cenderung mengalami anxietas dari pada laki-laki (prevalensi seumur

hidup 19,2%). Sebuah metaanalisis terhadap 46 studi menemukan bahwa


sekitar 17% orang suatu saat pernah mengalami kecemasan (Pinel

(2009). Prevalensi ansietas cenderung menurun dengan meningkatnya

status social ekonomi (Sadock, 2010). Sekitar dua pertiga individu

penderita kecemasan menyeluruh adalah perempuan, baik dalam sampel

klinis maupun dalam studi-studi epidemologi (Barlow dan Durand,

2006). Prevalensi kecemasan di pelayanan kesehatan primer adalah

ansietas menyeluruh adalah 7,9%, dan panik atau agorofobia 2,6%.

Perkiraan prevalensi kecemasan di masyarakat (per1000 orang) adalah

ansietas menyeluruh 30, panik atau agorofobia 20, fobia sosial 30, fobia

sederhana 45, dan obsesif compulsive (yang tidak terkomorbid dengan

anxietas lain) (Maramis, 2009).

2.1.2. Konsep Mahasiswa

Menurut Wikipedia bahasa Indonesia mahasiswa adalah pangilan

untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah

universitas atau perguruan tinggi, sedangkan menurut (Ilmi, 2003) dalam

(Kasenda, 2012) mahasiswa keperawatan merupakan seorang calon

perawat professional yang akan melaksanakan asuhan keperawatan di

pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan profesinya, mahasiswa rentan

terhadap stress dan cemas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat

stress dan cemas mahasiswa perawat dengan kategori tinggi sebesar 47%,

tingkat stress dan cemas tinggi cenderung mengarah pada gangguan

fisiologis seperti: sering mengalami sakit kepala (pusing), tekanan darah


meningkat, mengalami ketegangan dalam bekerja, sering mengalami

jantung berdebar, bola mata melebar, berkeringat dingin, serta nyeri leher

dan bahu.

2.1.3. Konsep Koping

Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan

dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus

yang melelahkan atau melebihi sumber individu (Lazarus, 1985 dalam

Nasir dan Muhith, 2011).

Koping yang efektif adalah koping yang membantu seseorang

untuk menoleransi dan menerima situasi menekan serta tidak merisaukan

tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Nasir dan Muhith, 2011).

Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam

menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan situasi

yang mengancam, baik secara kognitif maupun perilaku. Koping adalah

proses dimana seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang

diterima antara keinginan (demands) dan pendapatan (resources) yang

dinilai dalam suatu keadaan yang penuh tekanan, koping dapat diarahkan

untuk memperbaiki atau menguasai suatu masalah dapat juga membantu

mengubah persepsi atas ketidaksesuaian, menerima bahaya, melepaskan

diri atau mengindari situasi stres (Nasir dan Muhith, 2011).


2.2. Teori Umum

Pengertian dari istilah kecemasan menurut Sandock, 2010, yaitu:

1. Ansietas menyeluruh adalah kecemasan berlebihan dialami hampir

sepanjang hari yang berlangsung selama sedikitnya enam bulan

2. Panik adalah serangan panik tidak terduga dan spontan yang terdiri

atas periode rasa takut intens sampai sedikit serangan selama satu

tahun

3. Agorofobia adalah rasa takut sendirian di tempat umum atau tempat

sulit untuk keluar

4. Fobia sosial adalah rasa takut yang kuat dan menetap akan situasi

yang menimbulkan rasa malu

5. Obesif kompulsif adalah pikiran atau sensasi berulang untuk

melakukan perilaku yang disadari, dan standar secara berulang.

Etiologi kecemasan

Teori etiologi kecemasan yang dikutip dari buku Rencana Asuhan

Keperawatan Psikiatri (Doenges, 2006):

1. Psikodinamika Pandangan Freud meliputi komplik antara kebutuhan

id dan superego, dan ego yang bertindak sebagai mediator.

Kecemasan terjadi jika ego tidak cukup kuat untuk menyelesaikan

komplik. Kasih sayang / cinta bersyarat menyebabkan ego mudah

pecah dan kurang percaya diri.


2. Biologis Walaupun pengaruh biologis dan neurofisiologis pada

etiologi gangguan kecemasan telah diteliti, tidak ditemukan kaitannya.

Akan tetapi, tampaknya terdapat pengaruh genetik dengan insiden

keluarga tinggi. System saraf otonom yang terjadi dalam respon

terhadap implus takut dan emosi dimediasi oleh sistem limbic,

menyebabkan efek perifer sistem saraf otonom terlihat pada timbulnya

kecemasan.

3. Dinamika keluarga Perilaku disfungsi yang ditunjukkan oleh individu

terlihat sebagai gambaran masalah sistem keluarga. Individu yang

menderita kecemasan membawa masalah anggota keluarga lain, yang

tampak sebagai akibat hubungan. Interelasi (ketidakseimbangan)

antara anggota keluarga, bukan sebagai masalah individu itu sendiri.

Jenis-jenis kecemasan

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi 4 revisi

yang biasa disebut DSM_IV_TR (Sadock, 2010). Klasifikasi gangguan

kecemasan menurut DSM_IV_TR, yaitu kecemasam umum, kecemasan

berhubungan dengan kondisi medis, serangan panik, panik dengan atau tanpa

agoraphobia (rasa takut sendirian di tempat umum atau tempat sulit untuk

keluar), agoraphobia dengan atau tanpa riwayat panik, spesifik phobia, phobia

sosial, obsesi kompulsif, post-traumatic stress disorder, dan stress akut (Novita,

dkk, 2011).
Berikut respon fisik, kognitif, dan emosional berdasarkan tingkat

kecemasan menurut (Videbeck, 2008) yaitu:

Tabel 2.1. Respon fisik, kognitif dan emosional tingkat kecemasan


Tingkat Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional
Anxietas
Ringan 1. Tegang otot ringan a. Tenang, percaya 1. Perilaku otomatis
2. Rileks dan sedikit diri 2. Sedikit tidak sabar
gelisah b. Sedikit rasa gatal 3. Terstimulasi
3. Penuh perhatian c. Waspada banyak 4. Tenang
4. Rajin hal
d. Tingkat belajar
optimal
Sedang 1. Tegang otot sedang a. Tidak perhatian 1. Tidak nyaman
2. Tanda vital meningkat secara selektif 2. Mudah tersinggung
3. Pupil dilatasi dan b. Fokus stimulus 3. Tidak sabra
mulai berkeringat meningkat
4. Suara bergetar, nada c. Perhatian turun
suara tinggi penyelesaian
5x. Tegang masalah menurun
6. Sering berkemih, pola
tidur berubah
Berat 1. Tegang otot yang berat a. Sulit berpikir 1. Sangat cemas
2. Hiperventilasi b. Penyelesaian 2. Agitasi
3. Kontak mata buruk masalah buruk 3. Takut
4. Keringat banyak c. Egosentris 4. Bingung
5. Bicara cepat, nada d. Tidak mampu 5. Merasa tidak
tinggi mempertimbangkan adekuat 6. Menarik
informasi diri
e. Preokupasi dengan 7. Penyalahan
pikiran sendir 8. Ingin bebas
Panik 1. Flight, fight, atau a. Pikiran tidak logis, 1) Merasa terbebani
freeze 2. Ketegangan otot terganggu 2) Merasa tidak
sangat berat b. Pribadi kacau mampu atau tidak
3. Agitasi motorik kasar c. Tidak dapat berdaya
4. Pupil dilatasi, tanda menyelesaikan 3) Lepas kendali
vital meningkat masalah 4) Mengamuk, putus
kemudian menurun d. Fokus pada diri asa
5. Tidak dapat tidur sendiri 5) Marah, sangat takut
6. Hormone stress e. Tidak rasional 6) Kaget
neurotransmitter turun f. Sulit memahami 7) Lelah
7. Mulut menganga stimulasi eksternal
Patofisiologi

kecemasan adalah respon dari persepsi terancam yang diterima oleh

sistem saraf pusat akibat adanya rangsangan berupa pengalaman masa lalu dan

faktor genetik. Rangsang tersebut dipersepsikan oleh panca indra, diteruskan dan

direspon oleh sistem saraf pusat melibatkan, yaitu Cortex cerebri diteruskan ke

Limbic system lalu ke Reticular Activating system kemudian ke Hypothalamus

yang memberikan implus kepada kelenjar adrenal, selanjutnya memacu sistem

saraf otonom melalui mediator yang lain. Kecemasan menyeluruh menunjukkan

adanya gangguan reseptor serotonin, yaitu 5 HT_1A. sistem limbic terletak

diensefalon, terdiri atas hipokampus, girus singuli, dan nucleus amigdala yang

merupakan sentrum integrase emosi (Mudjadid, 2006).

Neurofisiologis kecemasan

Greenberg (2002), Guyton (2006), Molina (2010) & Videbeck (2008),

menjelaskan neurofisiologi kecemasan adalah sebagai berikut: respon sistem

saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas menimbulkan aktivitas involunter

pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme pertahanan diri. Secara fisiologi

situasi stress akan mengaktifkan hipotalamus, yang selanjutnya akan

mengaktifkan dua jalur utama stress, yaitu sistem endokrin (korteks adrenal) dan

sistem saraf otonom (simpatis dan parasimpatis).

Untuk mengaktifkan sistem endokrin, setelah hipotalamus menerima

stimulus stres atau kecemasan, bagian anterior hipotalamus akan melepaskan

Corticotrophin Releasing Hormone (CRH), yang akan menginstruksikan


kelenjar hipofisis bagian anterior untuk mensekresikan Adrenocorticotropin

Hormone (ACTH). Dengan disekresikannya hormone ACTH ke dalam darah

maka hormone ini akan mengaktifkan zona fasikulata korteks adrenal untuk

mensekresikan hormone glukortikoid yaitu kortisol. Hormone kortisol ini juga

berperan dalam proses umpan balik negatif yang dihantarkan ke hipotalamus dan

kemudian sinyal diteruskan ke amigdala untuk memperkuat pengaruh stress

terhadap emosi seseorang.

Selain itu, umpan balik negatif ini akan merangsang hipotalamus bagian

anterior untuk melepaskan hormon Thirotropic Releasing Hormone (TRH) dan

akan menginstruksikan kelenjar hipofisis anterior untuk melepaskan Thirotropic

Hormone (TTH). TTH ini akan menstimulasi kelenjar tiroid untuk

mensekresikan hormon tiroksin yang mengakibatkan perubahan tekanan darah,

frekuensi nadi, peningkatan Basal Metabolic Rate (BMR), peningkatan asam

lemak bebas, dan juga peningkatan ansietas. Mekanisme kedua dari stres yaitu

melalui jalur sistem saraf otonom. Setelah stimulus diterima oleh hipotalamus,

maka hipotalamus langsung mengaktifkan sistem saraf simpatis dan

parasimpatis.

Aktivasi sistem saraf simpatis akan mengakibatkan terjadinya

peningkatan frekuensi jantung, dilatasi ateri koronaria, dilatasi pupil, dilatasi

bronkus, meningkatkan kekuatan otot rangka, melepaskan glukosa melalui hati

dan meningkatkan aktivasi mental. Perangsangan saraf simpatis juga

mengakibatkan aktivasi dari medula adrenalis sehingga menyebabkan pelepasan


sejumlah besar epineprin dan norepinefrin ke dalam darah, untuk kemudian

kedua hormon ini dibawa oleh darah ke semua jaringan tubuh. Epinefrin dan

norepinefrin akan berikatan dengan reseptor β1 dan α1 adrenergik dan

memperkuat respon simpatis untuk meningkatkan tekanan darah dan frekuensi

nadi. Aktivasi saraf parasimpatis akan mengakibatkan terlepasnya asetilkolin

dari postganglion n. vagus, untuk selanjutnya asetilkolin ini akan berikatan

dengan reseptor muskarinik (M3) pada otot polos bronkus dan mengakibatkan

peningkatan frekuensi nafas. Ketika bahaya telah berakhir, serabut saraf

parasimpatis membalik proses ini dan mengembalikan tubuh pada kondisi

normal sampai tanda ancaman berikutnya dan mengaktifkan kembali respons

simpatis.

Tingkat kecemasan

Menurut Stuart (2007) kecemasan dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu:

1. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada

dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

2. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal

yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini

mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu


mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada

lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.

3. Kecemasan Berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu.

Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik

serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk

mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan

untuk berfokus pada area lain.

4. Panik Berhubungan

dengan ketakutan dan terror. Karena mengalami kehilangan kendali,

individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu

walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian

dan menimbulkan peningkatan aktivitas motoric, menurunya

kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Persepsi yang

menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.

Gejala kecemasan

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami

gangguan kecemasan menurut Hawari (2011) antara lain:

1. Cemas, khawatir, firasat buruk takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung

2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut

3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang


4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan

5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat

6. Keluhan-keluhan somatic, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengaran berdenging atau tinnitus, berdebardebar, sesak napas,

gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain

sebagainya.

Pengukuran kecemasan berdasarkan Hamilton Anxiety Ratting

Scale/HARS

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan baik itu kecemasan

ringan, sedang, berat, dan panik digunakan alat ukur kecemasan yang dikenal

Hamilton Anxiety Ranting Scale/ HARS. Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok

gejala yang masing-masing dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik.

Masingmasing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antar 0-4, yang

artinya adalah:

0 : Tidak ada (tidak ada gejala sama sekali)

1 : Ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)

2 : Sedang (separuh dari gejala yang ada)

3 : Berat ( lebih dari separuh dari gejala yang ada)

4 : Sangat Berat (semua gejala ada)

Masing-masing nilai angka (skor) dapat mengetahui derajat kecemasan

seseorang, yaitu:

Total nilai (score) :


Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan

Skor 14 sampai 20 = kecemasan ringan

Skor 21 sampai 27 = kecemasan sedang

Skor 28 sampai 41 = kecemasan berat

Skor 42 sampai 56 = panik

Pengukuran kecemasan berdasarkan Hamilton Anxiety Ranting Scale/

HARS (Nursalam, 2009) adalah sebagai berikut:

1. Perasaan cemas seperti firasat buruk, takut akan pikiran sendiri,

mudah tersingung

2. Ketegangan seperti merasa tegang, lesu mudah terkejut, tidak

dapat istirahat dengan nyenyak, mudah menangis, gemetar,

gelisah

3. Ketakutan seperti ada gelap, ditinggal sendiri, pada orang asing,

pada binatang besar, pada keramaian lalulintas, pada kerumunan

banyak orang

4. Gangguan tidur seperti sukar memulai tidur, tebangun malam

hari, tidak pulas, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan

5. Gangguan kecerdasan seperti daya ingat, sulit konsentrasi, sering

bingung

6. Perasaan depresi seperti kehilangan minat, sedih, bangun dini

hari, berkurangnya kesukaan pada hobi, perasaan berubah-ubah

sepanjang hari
7. Gejala somatic seperti telinga berdengung, penglihatan kabur,

muka merah dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk

8. Gejala sensorik: telinga berdengung, penglihatan kabur, muka

merah dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuktusuk

9. Gangguan kardivaskuler seperti denyut nadi cepat, berdebar,

nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemah seperti mau

pingsan, detak jantung hilang sekejap

10. Gangguan pernapasan seperti rasa tertekan di dada, perasaan

tercekik, merasa napas pendek/ sesak, sering menarik napas

panjang

11. Gangguan gastrointestinal seperti sulit menelan, mual muntah,

berat badan menurun, konstipasi/ sulit buang air besar, perut

melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum/sesudah

makan, rasa panas diperut, perut terasa penuh/kembung

12. Gejala urogenital seperti sering kencing, tidak dapat menahan

kencing, amenor/ menstruasi tidak teratur, frigiditasa

13. Gejala vegtatif/ otonom seperti mulut kering, muka kering,

mudah berkeringat, pusing/sakit kepala, bulu roma berdiri

14. Apakah ibu/bapak merasakan seperti gelisah, tidak terang,

mengerutkan dahi, muka tegang, ketegangan oto meningkat,

napas pendek dan cepat, muka merah.


Defenisi Mahasiswa

Menurut Susantoro (2003) mengemukakan mahasiswa merupakan

kalangan muda yang berumur antara 19 sampai 28 tahun yang memang dalam

usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa.

Sosok mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap kenyataan

objektif, sistemik dan rasional.

Rahmawati (2006) mengatakan bahwa mahasiswa (youth) adalah suatu

priode yang disebut “studenthood” yang terjadi hanya pada individu yang

memasuki post secondary education dan sebelum masuk ke dalam dunia kerja

yang menetap. Namun, visi pelayanan mahasiswa menyebutkan bahwa

mahasiswa adalah seseorang yang sedang mempersiapkan diri dalam keahlian

tertentu dalam tingkat pendidikan tinggi.

Mahasiswa mempunyai peran penting sebagai agen perubahan (agent of

change) bagi tatanan kehidupan yang secara realistis dan logis diterima oleh

masyarakat dan dalam gerakan-gerakan pembaharuan memiliki makna yaitu

sekumpulan manusia intelektual, memandang segala sesuatu dengan pikiran

jernih, positif, kritis yang bertanggung jawab, dan dewasa. Secara moral

mahasiswa akan dituntut tanggung jawab akademisnya dalam menghasilakan

“buah karya” yang berguna bagi kehidupan lingkungan (Chaerul, 2002).

Sehubung dengan pendapat Chaerul, Kartono dalam (Rahmawati, 2006)

menyebutkan bahwa mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang

mempunyai ciri-ciri tertentu di antaranya:


1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan

tinggi sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegenasi

2. Mahasiswa diharapkan dapat bertindak sebagai pemimpin masyarakat

maupun dalam dunia kerja.

3. Mahasiswa diharapkan dapat menjadi daya pergerak yang dinamis

bagi proses modernisasi

4. Mahasiswa diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga

yang berkualitas dan professional.

Diantara beberapa pendapat mengenai koping dapat disimpulkan bahwa

koping adalah cara atau langkah yang dilakukan oleh individu 11 untuk

mengatasi masalah yang dihadapi, beradaptasi dengan perubahan, serta respon

terhadap situasi yang mengancam atau melebihi batas kemampuan individu, baik

secara kognitif maupun perilaku. Model keperawatan jiwa supportive therapy

(Wermon, Rockland) bahwa pada konsep ini faktor biopsikososial dan respons

maladaptif akan berakumulasi menjadi satu, aspek biologis yang menjadi

masalah seperti sering sakit mag, batuk, dan lain-lain, sedangkan aspek

psikologis yang didapat dari kejadian itu diantaranya mudah cemas, sulit

berkonsentrasi, kurang percaya diri, mudah melamun, dan pemarah, serta pada

aspek sosialnya adalah susah bergaul, menarik diri, manja, tidak disukai,

bermusuhan, tidak mampu mendapat pekerjaan. Prinsip terapinya dengan

menguatkan respons koping adaptif, individu diupayakan mengenal kekuatan-


kekuatan yang ada pada dirinya, kemudian kekuatan mana yang akan menjadi

pemecahan masalah yang dihadapi (Kusumawati dan Hartono, 2010).

Klasifikasi koping

Mekanisme berdasarkan penggolongan dibagi menjadi dua (Stuart dan

Sundeen, 1995, dalam Nasir dan Muhith). Mekanisme koping adaptif merupakan

mekanisme yang mendukung fungsi integrasi (kesempurnaan atau keseluruhan),

pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara

dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan

seimbang, memiliki persepsi luas, dapat menerima dukungan dari orang lain dan

aktivitas konstruktif. Kemudian mekanisme koping maladaptif merupakan

mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi (kesempurnaan atau

keseluruhan memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi, dan cenderung

menguasai lingkungan. Kategorinya adalah perilaku cenderung merusak,

melakukan aktifitas yang kurang sehat seperti obat-obatan, jamu dan alkohol,

tidak mampu berfikir apa-apa atau disorientasi dan tidak mampu menyelesaikan

masalah.

Gaya Koping

Gaya koping menurut (Nasir dan Muhith, 2011) adalah penentuan gaya

seseorang atau ciri-ciri tertentu dari seseorang dalam memecahkan suatu

masalah berdasarkan tuntutan yang dihadapi. Gaya koping dibagi menjadi dua

yaitu gaya koping positif dan gaya koping negatif. Gaya koping positif adalah

gaya koping yang mampu mendukung integritas ego, gaya koping positif
mempengaruhi mekanisme koping adaptif sedangkan gaya koping negatif adalah

gaya koping yang akan menurunkan integritas ego, dimana gaya koping tersebut

akan merusak dan merugikan diri sendiri, gaya koping negatif mempengaruhi

mekanisme koping maladaptif. Beberapa kelompok dalam gaya koping positif

diantaranya :

1. Problem solving (masalah dihadapi dan dipecahkan)

2. Utilizing social support (dukungan dari orang lain untuk

menyelesaikan masalah)

3. Looking for silver lining (berfikir positif dan mengambil hikmah dari

masalah).

Beberapa kelompok dalam gaya koping negatif diantaranya :

1. Avoidance (membebaskan diri atau lari dari masalah)

2. Self-blame (menyalahkan diri sendiri)

3. Wishfull thinking (penentuan standar diri yang terlalu tinggi)

Strategi koping

Mekanisme berdasarkan strategi dibagi menjadi dua, (Lazarus dan

Folkman, 1984) dalam (Nasir dan Muhith 2010). Koping yang berfokus pada

masalah (problem focused coping). Problem focused coping yaitu usaha untuk

mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi

dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan seperti:

1. Problem focused coping ditujukan untuk mengurangi keinginan dari

situasi yang penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk


mengatasinya. Seseorang menggunakan metode problem focused coping

apabila mereka percaya bahwa sumber atau keinginan dari situasinya

dapat diubah. Strategi yang dipakai dalam problem focused coping antara

lain sebagai berikut:

A. Confrontative Coping : usaha untuk mengubah keadaaan yang

dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan

yang cukup tinggi, dan pengambilan risiko.

B. Seeking Social Support : usaha untuk mendapatkan kenyamanan

emosional dan bantuan informasi dari orang lain 14

C. Planful problem solving : usaha untuik mengubah keadaan yang

dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan

analitis.

2. Emotion focused coping Emotion focused coping yaitu usaha mengatasi

stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka

menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditumbulkan oleh suatu

kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotion focused

coping ditujukan untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi

stres. Seseorang dapat mengatur respon emosionalnya melalui

pendekatan perilaku dan kognitif. Strategi yang digunakan dalam

emosional focus coping antara lain sebagai berikut.

A. Self control : usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi

situasi yang menekan.


B. Distancing : usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti

menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau

menciptakan pandangan-pandangan yang positif, seperti

menganggapa masalah seperti lelucon.

C. Positive reappraisal : usaha mencari makna positif dari

permasalahan dengan berfokus dalam pengembangan diri, biasanya

juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius.

D. Accepting responsibility : usaha untuk menyadari tanggungjawab

diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba

menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik. 15

E. Escape/avoigen : usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan

lari dari situasi tersebut dengan beralih pada hal lain seperti makan,

minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.

F. Faktor yang mempengaruhi mekanisme koping individu Menurut

Siswanto (2007), stresor yang sama dapat menimbulkan respon

yang berbeda pada setiap individu sesuai dengan karakteristik yang

memiliki seperti:

1. Usia

Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stres

dan jenis stresor yang paling mengganggu. Usia dewasa

biasanya lebih mampu mengontrol stres dibanding dengan usia

anak-anak dan usia lanjut.


2. Jenis kelamin

Wanita biasanya memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap

stresor dibanding dengan pria terutama wanita-wanita di usia

produktif karena hormon-hormon masih bekerja secara normal.

3. Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, toleransi dan

pengontrolan terhadap stresor biasanya lebih baik.

4. Tingkat kesehatan

Orang yang sakit lebih mudah menderita akibat stres

dibandingkan orang yang sehat mengatasi stres dengan cara

mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan

lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan.

5. Kepribadian

Seseorang dengan kepribadian tipe A (tertutup) lebih mudah

terkena stres daripada orang dengan kepribadian tipe B

(terbuka).

6. Harga diri

Harga diri yang rendah cenderung membuat efek stres lebih

besar dibandingkan dengan orang yang memiliki harga diri

yang tinggi.
Metode Penelitian Kuantitatif

Metode kuantitatif adalah suatu pendekatan ilmiah untuk pengambilan

keputusan manajerial dan ekonomi (Render B. Etal 2006). Metode kuantitatif

adalah ilmu dan seni yang berkaitan dengan tata cara (metode) pengumpulan

data, analisa data, dan interpretasi hasil analisis untuk mendapatkan informasi

guna penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan (Tuban 1976 dalam

bukunya Silohun 2001).

metode penelitian kuantitatif, masalah yang diteliti lebih umum memiliki

wilayah yang luas, tingkat variasi yang kompleks. Penelitian kuantitatif lebih

sistematis, terencana, terstruktur, jelas dari awal hingga akhir penelitian. Akan

tetapi masalah-masalah pada metode penelitian kualitatif berwilayah pada ruang

yang sempit dengan tingkat variasi yang rendah, namun dari penelitian tersebut

nantinya dapat berkembangkan secara luas sesuai dengan keadaan di lapangan

(Robert Donmoyer dalam Given, 2008: 713).

Sedangkan Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan

pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu

fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang yang diamati dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif dilakukan

pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif,

peneliti sebagai instrumen pokok. Oleh karena hal itu, peneliti harus memiliki

bekal teori dan wawasan yang luas agar dapat melakukan wawancara secara
langsung terhadap responden, menganalisis, dan mengkontruksikan obyek yang

diteliti agar lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat

nilai (Cooper & Schindler 2006: 229)

Metode Kuantitatif Adalah metode yang lebih menekankan pada aspek

pengukuran secara obyektif terhadap fenomena social. Untuk dapat melakukan

pengukuran, setiap fenomena social di jabarkan kedalam beberapa komponen

masalah, variable dan indicator. Setiap variable yang di tentukan di ukur dengan

memberikan symbol – symbol angka yang berbeda – beda sesuai dengan

kategori informasi yang berkaitan dengan variable tersebut. Dengan

menggunakan symbol – symbol angka tersebut, teknik perhitungan secara

kuantitatif matematik dapat di lakukan sehingga dapat menghasilkan suatu

kesimpulan yang belaku umum di dalam suatu parameter (Griffin 2011: 22).

Tabel 2.2. Perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif


Penerapan Kualitatif Kuantitatif
Fokus riset · Pemahaman dan penjelasan · Penjabaran, penjelasan dan perkiraan
Keterlibatan · Tinggi – periset adalah peserta atau · Terbatas; dikontrol untuk mencegah bias
periset katalisator
Tujuan riset · Pemahaman mendalam: · Jelaskan atau perkirakan; mengembangkan
pengembangan teori dan menguji teori
Desain · Nonprobabilitas, bertujuan · Probabilitas
sampel
Ukuran · Keci · besar
sampel
Desain riset · Dapat berkembang dan diubah saat · Ditentukan sebelum pelaksanaan proyek ·
proyek berjalan · Sering Menggunakan metode tunggal atau
menggunakan beberapa metode campuran
secara bersamaan atau berurutan · Konsistensi sangat penting
· Konsistensi tidak begitu diharapkan · Menggunakan pendekatan lintas bagian
· Melibatkan pendekatan longitudinal (cross-sectional) atau longitudinal
Persiapan · Adanya pra-penugasan · Tidak ada persiapan yang dibutuhkan
peserta untuk menghindari bias peserta
Jenis dan · Deskripsi secara verbal atau gambar · Penjabaran verbal
persiapan · Diciutkan menjadi kode verbal · Diciutkan menjadi kode numerik untuk
data (kadangkala dengan bantuan analisis computer
komputer)
Analisis data · Analisis manusia setelah · Analisis dengan komputer – metode
pengkodean oleh komputer atau statistik dan matematik dominan
manual; terutama nonkuantitatif · Analsis dapat dilaksanakan pada saat
· Memaksa periset untuk melihat proyek berjalan
kerangka kontekstual dari fenomena · Mempertahankan perbedaan yang jelas
yang sedang diamati – perbedaan antara fakta dan kebijakan
antara fakta dan kebijakan kurang
begitu jelas
· Selalu dilakukan bersamaan dengan
pelaksanaan proyek
Gambaran · Tingkat pemahaman yang lebih · Dibatasi oleh peluang untuk menggali
dan makna dalam adalah normanya; ditentukan responden dan kualitas perangkat
oleh jenis dan kuantitas dari pengumpul data orisinal
pertanyaan respon-bebas · Pemahaman diperoleh setelah
· Partisipasi periset dalam terkumpulnya dan dimasukkannya data,
pengumpulan data memungkinkan dengan kemampuan untuk mewawancara
terbentuknya pemahaman yang dapat ulang peserta yang terbatas
langsung diuji selama proses berjalan
Keterlibatan · Dapat berpartisipasi dengan · Jarang sekali memiliki hubungan langsung
sponsor riset mengobservasi riset pada saat atau tidak langsung dengan peserta
dilakukan atau melalui rekaman
wawancara
Perputaran · Ukuran sampel yang lebih kecil · Sampel yang lebih besar memperpanjang
umpan balik membuat pengumpulan data lebih proses pengumpulan data; metodologi
cepat sehingga perputarannya lebih Internet memperpendek proses tetapi tidak
cepat cocok bagi sebagian studi
· Wawasan berkembang saat riset · Perkembangan pemahaman diperoleh
berjalan sehingga analisa data lebih setelah terkumpulnya dan dimasukkannya
pendek data, sehingga memperpanjang proses riset;
perangkat lunak pewawancara
memungkinkan perhitungan respon
sementara pengumpulan data sedang
berjalan
Keamanan · Lebih absolut karena menggunakan · Riset yang sedang berjalan sering sekali
data fasilitas yang aksesnya dibatasi dan diketahui oleh pesaing; pesaing bisa
ukuran sampel yang lebih kecil memperoleh pemahaman dari beberapa studi
lapangan yang dapat dilihat langsung

Sebagian peneliti kualitatif berkeberatan dengan landasan filosofis

konsep reliabilitas dan validitas. Misalnya konsep triangulasi yang sering

dianggap analog dengan konsep reliabilitas karena triangulasi berupaya

menggali sumber data berbeda, ternyata sering berbeda makna dengan konsep

reliabilitas (West & Turner 2010: 112-28).


Desain Kuantitatif

1. Spesifik, jelas, dan rinci

Maksud dari spesifik, jelas dan rinci di sini adalah metode kuantitatif

lebih mengacu kepada penjelasan mengenai teori dan data data yang jelas

secara dasar, objektive rinci. Penelitian kuantitatif merupakan studi yang

diposisikan sebagai bebas nilai (value free).Dengan kata lain, penelitian

kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas. Objektivitas

itu diperoleh antara lain melalui penggunaan instrumen yang telãh diuji

validitas dan reliabilitasnya. Peneliti yang melakukan studi kuantitatif

mereduksi sedemikian rupa hal-hal yang dapat membuat bias, misalnya

akibat masuknya persepsi dan nilai-nilai pribadi. Jika dalam penelaahan

muncul adanya bias itu maka penelitian kuantitatif akan jauh dari kaidah-

kaidah teknik ilmiah yang sesungguhnya (Sudarwan Danim, 2002: 35).

2. Ditentukan secara mantap Sejak Awal

Maksud ditentukan secara mantap sejak awal adalah pada awal

penelitian metode kuantitif telah menyiapkan segala hal berupa teori,

konsep-konsep, dan definisi. Selain itu metode ini telah menmberikan

teknik, cara-cara, dan langkah langkah sehingga pada proses awal penelitian

ini sudah dipersiapkan secara matang. penelitian kuantitatif dimulai dengan

mengutamakan penggunaan kuisioner. Dari segi hipotesis, penelitian

kuantitatif merumuskan hipotesis sejak awal, yang berasal dari teori relevan

yang telah dipilih, sedang penelitian kualitatif bisa menggunakan hipotesis


dan bisa tanpa hipotesis. Jika ada maka hipotesis bisa ditemukan di tengah

penggalian data, kemudian “dibuktikan” melalui pengumpulan data yang

lebih mendalam lagi. Sehingga sejak awal metode ini sudah dipersiapkan

dengan baik (Tafsir, 1990: 15).

3. Menjadi pegangan langkah demi langkah

Maksud menjadi pegangan langkah demi langkah adalah dalam

metode penelitian apa yang telah di tulis, baik teori, definisi, dan data akan

menjadi pegangan dalam langkah selanjutnya. Metode kuantitatif lebih

menggunakan pendekatan etik, dalam arti bahwa peneliti mengumpulkan

data dengan menetapkan terlebih dahulu konsep sebagai variabel-variabel

yang berhubungan yang berasal dari teori yang sudah ada yang dipilih oleh

peneliti. Kemudian variabel tersebut dicari dan ditetapkan

indikatorindikatornya. Hanya dari indikator yang telah ditetapkan tersebut

dibuat kuesioner, pilihan jawaban dan skor-skornya (Avery, 2006: 168-69).


2.3. Keaslian Penelitian

No Judul / Pengarang Desain Sampel Variabel Instrumen Analisis Hasil


1. Judul: Deskriptif Random Pengaruh yang Kuesioner uji t test Berdasarkan
HUBUNGAN TINGKAT korelasi sampling. berhubungan independent hasil yang
KECEMASAN SEBELUM dengan Tingkat yang di diperoleh r =
PRAKTIK KLINIK DI Kecemasan perlakukan 0,539 dengan P
RUMAH SAKIT DENGAN Sebelum terhadap value = 0,000
KEJADIAN INSOMNIA Praktek Klinik mahasiswa yang yang
PADA MAHASISWA D-III di Rumah Sakit mengalami menunjukkan
KEPERAWATAN terhadap kecemasan bahwa korelasi
SEMESTER II STIKES mahasiswa sehingga terjadi antara skor
MUHAMMADIYAH insomnia ketika kecemasan dan
SAMARINDA TAHUN melakukan skor insomnia
2016 praktik klinik di adalah
rumah sakit bermakna. Nilai
Pengarang : Fatimah korelasi pearson
menunjukkan
korelasi positif
dengan
kekuatan
korelasi sedang.
2. KECEMASAN Deskriptif Random Pengaruh yang Kuesioner Uji t test Hasil: 65
MAHASISWA PERAWAT sampling berhubungan Nursing Skills independent responden
SEBELUM MENGIKUTI dengan Tingkat Test Anxiety sengaja di (73%)
UJIAN KETRAMPILAN DI Kecemasan Scale (NSTAS) lakukan secara mengalami
LABORATORIUM pada saat sedang langsung pada kecemasan
bersiap saat mahasiswa dengan sebagian
Pengarang : Suyanto, Retno mengikuti ujian selesai besar jenis
Isrovianingrum keterampilan di mengikuti ujian kelamin adalah
laboratorium keterampilan di perempuan
laboratorium (89,9%), dan 56
responden
(62,9%) berusia
18 tahun.
Faktor-faktor
No Judul / Pengarang Desain Sampel Variabel Instrumen Analisis Hasil
yang memiliki
nilai tinggi
antaralain faktor
situasi
lingkungan
(50,5%), ujian
(44,9%) dan
sikap observer
(44,9%).
3. HUBUNGAN ANTARA non purposive Pengaruh yang kuesioner uji korelatif Hasil
RESPON KOPING eksperimental sampling berhubungan Gamma menunjukan
DENGAN KECEMASAN dengan respon terhadap bahwa 51,6 %
MAHASISWA S1 koping dan hubungan responden
KEPERAWATAN SAAT kecemasan yang respon koping mempunyai
PERTAMA KALI dialami dengan respon koping
PRAKTIK DIRUMAH mahasiswa saat kecemasaan maladaptif dan
SAKIT melakukan mahasiswa 60.9 %
praktik di rumah kperawatan saat responden
Pengarang : sakit untuk yang pertama kali mempunyai
Dwi Heppy Rochmawati , pertama kali praktik di rumah cemas sedang.
Nawangsari Wahyuningtyas sakit dengan Tidak ada
Abdussamad menggunakan hubungan antara
metode cross respon koping
sectiona dengan
kecemasan
mahasiswa S1
keperawatan
pertama saat
kali praktik di
rumah sakit p
value 0,081
(>0,05)
No Judul / Pengarang Desain Sampel Variabel Instrumen Analisis Hasil
4. HUBUNGAN TINGKAT deskriptif cross purposive Pengaruh yang Kuesioner Zung Mengukur
KECEMASAN DAN sectional sampling berhubungan Self Rating tingkat
MEKANISME KOPING dengan Anxiety Scale kecemasan dan
TERHADAP MAHASISWA mekanisme (ZSAS) mekanisme
KEPERAWATAN KELAS koping dan koping terhadap
AMBON DALAM kecemasan yang mahasiswa
MENGHADAPI UJIAN dialami keperawataan
OSCE DI STIKES mahasiswa yang siap
MALUKU HUSADA keperawatan menghadapi
saat menghadapi ujian OSCE.
Pengarang : ujian osce
Yoce Saija

Anda mungkin juga menyukai