Anda di halaman 1dari 21

TUTORIAL KLINIK

Pembimbing:
dr. Santi Yuliani,M.Sc,Sp.KJ

Wahyu Fathurrachman I4061172041


Irna Aprilia I4061172044
Ayunda Larassati Basadi I4061172040
Yosep Adrianu Loren I4061172089
Thevany I4061172038
Gilang Pramanayudha I4061172059
Kevin Chikrista I4061172039
Makmur Sejati I4061172057
Fahmi Majid I4061172049

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RSJ PROF DR SOEROJO MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
26 NOVEMBER–29 DESEMBER 2018

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan cemas, merupakan keadaan dimana dapat kita temukan dalam
kehidupan sehari-hari. Gangguan cemas merupakan salah satu kelainan jiwa yang
termasuk dalam golongan neurosis.1Gangguan cemas sendiri merupakan kelaiinan
psikiatri yang paling sering. The National Comorbidity Study melaporkan bahwa
satu dari empat orang yang ditemui.2Gangguan cemas atau gangguan anxietas
sendiri dari PPDGJ III dibagi menjadi dua kelompok yaitu: gangguan anxietas
fobik, dan gangguan anxietas lainnya.3
Kecemasan sebenarnya merupakan hal yang normal, dimana setiap orang
pasti pernah merasa cemas. Kecemasan pada seseorang sendiri secara umum dapat
terkarakterisasi secara tidak sadar, rasa takut yang samar-samar, terkadang diikuti
dengan gejala otonomik seperti nyeri kepala, debar-debar, dan sulit untuk
bersantai seperti tidak dapat duduk dengan tenang dalam jangka waktu yang lama.
Kecemasan sendiri seperti peringatan terhadap sesuatu yang mungkin
membahayakan, sehingga kecemasan sebenarnya adalah suatu yang wajar-wajar
saja tetapi menjadi tidak wajar bila suatu kecemasan merupakan suatu gangguan
jiwa,2
1.2 Tujuan
Mengetahui cara mendiagnosa dan mengetahui jenis gangguan cemas atau
anxiety dan dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat sasaran pada pasien
dengan gangguan cemas atau anxiety.
1.3 Manfaat
1. Mendiagnosis gangguan cemas atau anxiety
2. Melakukan penatalaksanaan psikofarmaka yang tepat pada gangguan
cemas
3. Mengetahui Psikotherapi yang tepat pada gangguan cemas.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anxietas
Kecemasan seperti yang dikatakan sebelumnya merupakan suatu hal yang
wajar terjadi pada manusia. Setiap orang pasti pernah mengalami rasanya cemas.
Cemas atau anxietas dapat timbul dengan tidak teras, rasa takut, dan dapat disertai
dengan gejala-gejala autonom semperti: nyeri kepala, debar-debar, rasa menekan
di dada, nyeri perut yang ringan, kurangnya tidur, ketidak mampuan untuk diam
atau dalam bertahan dalam satu posisi yang lama.2
Cemas hampir sama seperti rasa takut, sama-sama merupakan tanda
peringatan bagi manusia terhadap adanya ancaman baik dari internal atau
eksternal. Secara konseptual kecemasan dapat diartikan sebagai respon adaptif
normal dimana bertujuan untuk menyelamatkan nya seseorang dan sebagai
sebagai tanda dari adanya kerusakan organ tubuh, nyeri atau rasa frustasi sosial.
Respon ini ditandadai dengan meningkatnya aktivitas somatic dan otonomik dari
sitem saraf. Anxietas juga dapat berhubungan dengan suatu stress. Hubungan
antara anxietas dan stress bergantung pada ego seseorang. Seseorang dimana
egonya berfungsi secara benar, dapat menyeimbangi antara stress yang ada, tetapi
jika ego seseorang tidak berfungsi secara benar maka mengakibatkan
ketidakseimbangan antara antara stress dan pertahanan pyscologi dan coping
mechanisms maka seseorang dapat mengalami anxietas chronic.2
2.1.1 Gejala Anxietas
Terdapat dua gejala yang terjadi pada manusia saat mengalami anxietas.
Dua gejala yang terjadi adalah: gejala sensasi fisiologis, dan gejala menjadi gugup
atau takut. Perasaan malu mungkin akan meningkatkan kecemasan. Gejala
fisiologis yang dapat timbul pada saat terjadi anxietas adalah efek pada motorik
dan organ visceral. Kecemasan juga dapat berakibat pada persepsi, proses pikir
dan pembelajaran. Hal tersebut menyebabkan kebingungan dan distorsi dari
persepsi, tidak hanya distorsi persepsi dari waktu dan tempat tetapi juga
pengenalan orang, dan situasi. Distorsi ini dapat menginterfensi pembelajaranan

3
dengan mengurangi konsentrasi, mengurangi daya ingat, dan mengganggu
kemampuan untuk menghubungkan satu hal dengan hal lainnya.2
2.2 Epidemiologi Gangguan Anxietas
Dari The National Comorbidity Study melaporkan bahwa satu dari empat
orang yang ditemui dengan kriteria diagnosis gangguan cemas dalam dua belas
bulan menunjukan angka tujuh belas koma tujuh persen. Angka kejadian
gangguan anxietas lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Pada wanita
angka kejadian gangguan anxietas mencapai tiga puluh koma lima persen
sedangkan pada pria mencapai sembilan belas koma dua persen. Angka kejadian
gangguan anxietas menurun dengan meningginya status sosial ekonomi.2
2.3 Patologi Gangguan Anxietas
Terdapat tiga teori yang yang mendasari gangguan anxietas yaitu: teori
psycoanalytic, teori behavioural, dan teori existential. Setiap teori yang ada
mempunyai konsep dan praktiksi yang berguna dalam mengobati gangguan
anxietas.2
2.3.1 Teori Psycoanalytic
Teori pyscoanalytic dicetuskan oleh freud dimana secara awalnya freud
menyatakan bahwa gangguan anxietas distimulasi dari penumpukan libido tetapi
kemudian Freud meredefinisikan ulang pengertian anxietas sebagai signal dari
adanya bahaya dalam keadaan tidak sadar. Anxietas dapat dilihat merupakan hasil
dari konflik psikis antara sexual yang tidak disadari atau keinginan yang agresif
yang berkorespondensi dari superego atau kenyataan eksternal. Dalam merespon
dari signal ini, ego mengatur mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan
perasaan yang tidak dapat diterima, muncul dalam kesadaran. Dari pandangan
psychodynamic, tujuan dari terapi bukanlah menghilangkan anxietas secara
keseluruhan tetapi meningkatkan toleransi terhadap anxietas.2
Anxietas muncul dalam respon dalam situasi yang bervariasi dalam siklus
kehidupan, walaupun terdapat pyscopharmaka yang mengurangi gejala-gejala
kecemasan yang ada, tetapi tidak merubah keadaan yang ada atau corelasi internal
yang menginduksi anxietas.2

4
2.3.2 Teori Behavioral
Teori behavioural menyatakan bahwa anxietas adalah kondisi respon
terhadap stimulus lingkungan yang spesifik. Contoh dari teori ini adalah seorang
anak perempuan yang dibesarkan oleh ayah yang kasar, sehingga dia akan merasa
cemas ketika melihat ayahnya, dan dalam perkembangan sosialnya akan cemas
dalam bertemu laki-laki yang diadopsi dari rumah dan tidak mempercayai semua
laki-laki.2
2.3.3 Teori Existensial
Teori existensial merupakan teori sebagai model dari cemas yang
menyeluruh atau generalized anxiety. Teori existensial menyatakan bahwa tidak
ada stimulus yang spesifik dalam anxietas kronis. Konsep utama dalam teori
existensial adalah seseorang merasa hidup dalam dunia tanpa tujuan. Anxietas
adalah respon dalam ketidakberadaan dan ketidakberartian.2
2.4 Jenis Anxietas
Terdapat dua jenis gangguan anxietas menurut PPDGJ III yaitu: gangguan
anxietas tipe fobik, dan gangguan anxietas tipe lain. Gangguan anxietas tipe fobik
dibagi menjadi: agoraphobia, fobia sosial, fobia khas(terisolasi), gangguan
anxietas fobik lainnya, dan gangguan anxietas fobik yang tak terdefinisikan.
Gangguan anxietas tipe lainnya dibagi menjadi: gangguan panik, gangguan
anxietas menyeluruh, gangguan anxietas campuran dan depresif, gangguan
anxietas campuran lainnya, gangguan anxietas lainnya yang ditetntukan, dan
gangguan anxietas yang tak terdefinisikan.3
2.4.1 Gangguan Anxietas Tipe Fobik
Gangguan anxietas tipe fobik merupakan gangguan anxietas yang
dicetuskan adanya situasi atau objek yang jelas, yang sebenarnya pada saat
kejadian tidak mebahayakan. Dalam PPDGJ III gangguan anxietas tipe fobik ini
terdapat pada F40.Pada tipe fobik benda atau objek yang dianggap menakutkan
tersebut dihindari atau bila dihadapi maka individu yang menghadapinya akan
merasa terancam.2,3
Anxietas tipe fobik biasanya terjadi bersama dengan depresi. Suatu
episode depresif seringkali memperburuk keadaan anxietas fobik yang sudah ada
sebelumnya. Beberapa episode depresif dapat disertai fobik yang temporer,

5
sebaliknya afek depresif seringkali menyertai berbagai fobia, khususnya
agorafobia. Pembuatan diagnosis tergantung dari mana yang jelas-jelas timbul
lebih dahulu dan mana yang lebih dominan pada saat pemeriksaan.2,3
2.4.2 Gangguan Anxietas Lainnya
Manifestasi anxietas merupakan gejala utama dan tidak terbatas pada
situasi lingkungan tertentu saja. Gangguan anxietas lainnya dapat disertai gejala-
gejala depresif dan obsesif, bahkan juga beberapa unsur dari anxietas fobik, asal
saja jelas bersifat sekunder atau ringan.2,3
2.5 Agorafobia
Agorafobia berasal dari bahasa Yunani dari kata agora dan phobos dimana
berarti ketakutan terhadap pasar. Agorafobia, merupakan kecemasan atau anxietas
berada di dalam suatu tempat atau situasi darinya kemungkinan meloloskan diri
sulit atau saat mungkin tidak terdapat pertolongan jika mendapat serangan panik
atau gejala mirip panik yang tidak diharapkan atau secara situasional. Suatu
agorafobia merupakan fobia yang mengenai kelompok karakteristik situasi seperti
di luar rumah sendirian; berada ditempat ramai atau berdiri di sebuah barisan,
berada di atas jembatan atau berpergian dengan bis, kereta dan mobil.
Berdasarkan PPDGJ III agora fobia dinyatakan dalam kode F40.0. Dari PPDGJ III
terdapat tiga poin sebagai pedoman diagnostik untuk agorafobia dan harus
dipenuhi.2,3,4
Tiga poin yang harus dipenuhi adalah:3
1. gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti waham atau pikiran obsesif.
2. Anxietas yang timbul harus terbatas pada(terutama terjadi dalam hubungan
dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak orang atau keramaian,
tempat umum, berpergian keluar rumah, dan berpergian sendiri.
3. Menghindari sutasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang
menonjol(penderita menjadi “house-bound”)
Diagnosis agorafobia bukanlah suatu diagnosis yang diberikan kode.
Diagnosis agorafobia dinyatakan secara spesifik dimana dibagi menjadi dua yaitu:
agorafobia dengan gangguan panik, dan agorafobia tanpa gangguan panik. Bila

6
dalam PPDGJ III agorafobia dengan gangguan panik dinyatakan dalam F40.01,
sedangkan agorafobia tanpa gangguan panik dinyatakan dalam F40.00. 3,4 Dalam
DSM V agorafobia dinyatakan terpisah dari gangguan panik.1
2.5.1Epidemiologi Agorafobia
Agorafobia pertama kali didefinisikan pada tahun seribu delapan ratus
tujuh puluh satu dimana mendeskripsikan kondisi pasien yang takut untuk keluar
sendiri pada tempat public. Berdasarkan DSM-5, individu yang cenderung terkena
agorafobia adalah individu yang berusia lebih dari enam puluh lima tahun.
Walaupun sudah dipisahkan dengan gangguan panik, minimal tiga per empat
pasien dengan gangguan panik mengalami agorafobia, tetapi pada studi lainnya
tidak ditemukan adanya agorafobia pada pasien dengan gangguan panik. Tetapi
kejadian agorafobia biasanya muncul dikarenakan suatu trauma. Berdasarkan
penelitian perempuan lebih banyak terkena dibandingkan dengan laki-laki.2,4
2.5.2 Diagnosis Banding Agorafobia
Untuk diagnosis banding dari agorafobia adalah semua kelainan medis
yang dapat menyebabkan anxietas dan depresi. Diagnosis banding yang dapat
diambil adalah: gangguan depresi, schizophrenia, gangguan kepribadian(paranoid,
avoidant/menghindar/cemas, ketergantungan).2,4
2.5.3 Penatalaksanaan Agorafobia
Penataksanaan pada agorafobia terdiri dari farmakoterapi atau disebut
sebagai psikofarmaka dimana diberikan obat golongan benzodiazepine, selective
serotonin reuptake inhibitor(SSRI), tricyclic dan tetracyclic. Obat golongan
benzodiazepine merupakan pilihan dimana bekerja cepat untuk mengatasi gejala
anxietas. Benzodiazepin yang sering digunakan adalah: alprazolam dan
lorazepam. Clonazepam juga diketahui mempunyai efek yang bermakna.
Pemakaian golongan benzodiazepine pada agorafobia sering terjadi
ketergantungan terutama pemakaian dalam jangka waktu lama. Efek samping
yang ada adalah rasa mengantuk dan rasa lemas. Pemakaian benzodiazepine tidak
boleh dikombinasikan dengan alkohol dikarenakan dapat meningkatkan efek
samping yang ada. Pemakaian benzodiazepine harus dihindari pada orang-orang
dengan riwayat konsumsi alkohol atau pengguna obat-obatan.2.4

7
SSRI merupakan obat dimana menolong dalam mengurangi dan mencegah
berbagai jenis gangguan anxietas termasuk agoraphobia, dan obat lini pertama
untuk gangguan panik. Dosis yang digunakan sama dengan pengobatan dalam
depresi, tetapi biasanya dimulai dari dosis yang lebih rendah terlebih dahulu untuk
menguranig efek anxiolytic, dan selanjutnya di titrasi meningkat sampai dosis
therapeuticnya. Efek samping dari penggunaan SSRI adalah gangguan tidur, rasa
lelah, nyeri kepala, mual dan diare. Penelitian menyatakan penggunaan SSRI
dapat menyebabkan disfungsi sexual.2,4
Obat-obat tricyclic dan tetracyclic, merupaka obat yang digunakan untuk
gangguan agoraphobia. Obat-obat tricyclic seperti clomipramine dan imipramine
merupakan pengobatan paling efektif untuk gangguan yang ada. Dosis harus
dititrasi meningkat untuk mencegah terjadinya respond yang berlebihan berupa
sindrom “jitteriness” dimana ditemukan keadaan: jitter, shaking, meningkatnya
anxietas dan insomnia.2,4
2.6 Fobia Sosial
Fobia sosial merupakan ketakutan irasional yang jelas dan menetap
terhadap satu atau lebih situasi sosial atau tampil di depan orang-orang yang
belum dikenal atau dengan kemungkinan dinilai oleh orang lain yang tak dikenal.
Pada individu dengan fobia sosial biasanya merasa takut bahwa ia akan bertindak
dengan cara(atau menunjukkan gejala-gejala kecemasan) yang akan memalukan
atau merendahkan.2
Orang-orang dengan fobia sosial paparan dengan situasi sosial yang
ditakuti hampir selalu mencetuskan kecemasan, yang dapat berupa serangan panik
yang berkaitan dengan situasi atau dipredisposisikan oleh situasi. Berdasarkan
PPDGJ III fobia sosial dikategorikan pada gangguan cemas dengan fobik pada
kode F40.1. Sebagai pedoman diagnostik PPDGJ III, fobias sosial memiliki
kriteria yang harus dipenuhi yaitu:3
1. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misanya waham atau pikiran obsesif
2. Anxietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu
3. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol.

8
Pada keadaan yang mungkin sulit untuk membedakan antara fobia sosial
dengan agorafobia, hendaknya diutamakan diagnosis agorafobia. Pada anak-anak
dimana usia dibawah delapan belas tahun itu fobia sosial dapat ditegakakan bila
kejadiannya terjadi sekurang-kurangnya adalah enam bulan. Pada fobia sosial
dikatakan suatu fobia sosial jika, ketakutan atau penghindaran tidak karena efek
fisiologik suatu zat(misalnya obat yang disalah gunakan, medikasi).2,5
2.6.1 Epidemiologi Fobia Sosial
Banyak studi yang telah meneliti mengenai fobia sosial dalam studi selama
enam bulan ditemukan dua sampai tiga orang dalam seratus orang menderita fobia
sosial. Dalam studi epidemiologi perempuan cenderung mengalami fobia sosial
dibandingkan laki-laki. Usia yang rentan terhadap fobia sosial adalah pada anak-
anak adalah lima tahun dan pada usia tua adalah tiga puluh lima tahun. 2 Pada
individu yang mempunya fobia sosial biasanya mempunyai riwayat gangguan
anxietas lainnya, gangguan mood, dan bulimia nervosa.2
2.6.2 Diagnosis Banding Fobia Sosial
Fobia sosial harus dibedakan dengan takut yang tidak wajar dan rasa malu
yang normal, dan rasa hormat. Diagnosis banding dari fobia sosial adalah:
agorafobia, gangguan panik, gangguan kepribadian menghindar, gangguan
depresi, gangguan kepribadian schizoid. Perbedaan yang bermakna antara
agoraphobia dengan fobia sosial adalah agoraphobia terpicu dengan adanya
kehadiran orang lain dalam situasi yang memicu kecemasannya, tetapi penderita
fobia sosial semakin cemas dengan kehadiran orang lain.2
2.6.3 Penatalaksanaan Fobia Sosial
Penatalaksanaan untuk fobia sosial tidak jauh berbeda dengan
agoraphobia, terdapat dua jenis yaitu: psikofarmaka dan psikoterapi.
Psikofarmaka yang efektif digunakan untuk fobia sosial adalah obat golongan
SSRI, benzodiazepine, venlafaxine dan buspirone. Terapi line pertama untuk
gangguan fobia sosial. Benzodiazepin seperti alprazolam dan clonazepam juga
efektif dalam mengobati gangguan anxietas sosial. Buspiron menunjukan efek
ketergantungan ketika digunakan. Terapi untuk fobia sosial terkadang diberikan
beta adrenergik reseptor antagonis. Dua jenis beta adrenergik reseptor antagonis
yang digunakan secara luas adalah atenolol dengan dosis lima puluh sampai

9
seratus milligram diminum satu jam sebelum makan atau propranol dua puluh
sampai empat puluh milligram. Untuk Psikoterapi pada sosial fobia dapat
digunakan cognitive behaviour training.2
2.7 Fobia Spesifik
Fobia spesifik disebut juga sebagai Fobia khas atau terisolasi, merupakan
ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tanpa alasan, ditunjukan
dengan keberadaan atau antisipasi suatu objek yang spesifik atau situasi tertentu.
Menurut PPDGJ III dikategorikan dalam F40.2, dimana terdapat pedoman
diagnostik untuk menegakan suatu fobia khas atau terisolasi dimana harus
memenuhi semua kriteria yang ada:2,3
1. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejal lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif.
2. Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu.
3. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.
Pada fobia khas atau terisolasi ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik
lainnya. Paparan sesuatu yang ditakutkan hampir selalu memprovokasi respons
kecemasan yang segera dalam bentuk serangan panik situasional atau
dipredisposisikan oleh situasi. Situasi fobik dihindari atau dijalani dengan
kecemasan atau distress yang kuat. Sama seperti fobia sosial pada anak-anak
dibawah delapan belas tahun diagnosis ini dapat ditegakan bila terjadi berangsur-
angsur selama enam bulan.2,4,5
Terdapat beberapa hal yang umumnya ditaktukan pada fobia spesifik atau
fobia khas seperti: fobia terhadap ketinggian disebut sebagai acrophobia, fobia
terhadap pesawat aerophobia, fobia terhadap tempat tertutup atau disebut sebagai
claustrophobia, fobia saat sendiri disebut sebagai monophobia, dan masih banyak
lainnya.2,4,5,6
2.7.1 Epidemiologi Fobia Spesifik
Dari penelitian yang adala WHO menetapkan kejadian fobia spesifik lebih
banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria. Studi yang di lakukan pada
beberapa negara angka kejadia wanita menderita fobia spesifik adalah sembilan
koma lima persen sedangkan pada laki-laki adalah empat koma sembilan persen.

10
Angka kejadiannya semakin meninggi pada negara berkembang dibandingkan
pada negara maju.2,4,5,6
2.7.2 Diagnosis Banding Fobia Spesifik
Saat mendiagnosis fobia spesifik maka perlu dipikirkan suatu diagnosis
banding berupa keadaan nonpsychiatrik dimana menghasilkan keadaan fobia.
Keadaan yang dapat dimaksud adalah penggunaan obat-obatan seperti
hallucinogen dan sympathomimetics, tumor pada sistem saraf pusat, dan penyakit
cerebrovascular. Selain dari penggunaan zat dan kelainan organik, Penyakit
kejiwaan yang ada seperti schizophrenia perlu dipikirkan untuk dijadikan
diagnosis banding, hal ini dikarenakan orang-orang dengan schizophrenia terdapat
gejala fobia dalam gejala psikosis. Tetapi berbeda dengan schizophrenia, orang-
orang dengan fobia spesifik terdapat pikiran yang irasional pada hal yang
ditakutinya dan hampir tidak ada gejala ane dan gejala psikotik lainnya seperti
pada schizophrenia.2
2.7.3Penatalaksanaan Fobia Spesifik
Penanganan pada fobia ada beberapa yaitu: behaviour therapy dan Insight-
oriented psychotherapy. Behavior therapy berdasarkan penelitian merupakan
terapi paling efektif untuk fobia. Kunci kesuksesan dari terapi ini adalah
komitmen pasien, mengetahui secara pasti masalah dan objek yang menjadi fobia,
mempunyai strategi untuk mengatasi perasaan takut tersebut. Teknik yang biasa
dipakai adalah systemic desensitization. Metode ini ditemukan oleh Joseph
Wolpe. Individu yang memiliki fobia di ekspose secara serial sehingga
menstimulasi anxietas secara berkala dari yang sedikit sampai hal yang paling
ditakuti. Diawali dengan penggunaan obat-obatan, hypnoses dan instruksi untuk
merelaksasi, individu diajarkan untuk melawan fobia secara perlahan. Bila sudah
menguasai teknik tersebut pasien diajarkan bagaimana berelaksasi di setiap
stimulus anxietas.2
Behaviour techniques yang lainnya adalah dengan memberikan stimulus
phobia secara imagery atau desensitsasi in vivo. Teknik ini dengan menstimulus
phobia individu di stimulasi seberapa lama mereka dapat bertoleransi terhadap
rasa takutnya dimana mencapai satu poin mereka tidak merasakannya lagi.2

11
Teknik insight oriented pyschotherapi merupakan teknik dengan
psychoanalysis dan secara dinamis berorientasi pada psychotherapies. Teknik lain
yaitu virtual therapy dengan meningkatnya penggunaan komputer dengan
simulasi. Individu di ekspos atau berinteraksi dengan objek atau situasi yang
menjadi fobianya pada layar komputer. Terapi lain yang dapat diberikan pada
penatalaksanaan fobia spesifik adalah hypnosis, supportive terapi, dan terapi
keluarga berguna dalam mengatasi gangguan fobia.2
2.8 Gangguan Panik
Gangguan panik atau disebut juga anxietas paroksismal episodik.
Gangguan panik merupakan salah satu gangguan cemas yang sering dijumpai,
gangguan panik dialami, lebih kurang satu koma tujuh persen dari populasi orang
dewasa. Gangguan panik menurut PPDGJ III masuk dalam F41.0. Terdapat
pedoman diagnostik berupa:2,3,7
1. Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan
adanya gangguan anxietas fobik
2. Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas
berat(severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan:
a. Pada keadaan-keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya(unpredictable situations);
c. Dengan keadaan yang relative bebas dari gejala-gejala anxietas pada
periode. Dengan keadaan yang relative bebas dari gejal-gejala anxietas pada
periode di antara serangan-serangan panik(meskipun demikian, umumnya
dapat terjadi juga “anxietas antisipatorik,” yaitu anxietas yang terjadi setelah
membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi).
2.8.1 Etiologi Gangguan Panik
Etiologi belum pasti dan terdiri atas faktor organobiologik,
psikoedukatif(termasuk psikodinamik), serta sosiokultural. Faktor biologik yang
ada berhubungan dengan abnormalitas struktur dan fungsi otak. Dari pemeriksaan
yang ada juga diperoleh data bahwa pada otak pasien dengan gangguan panik
beberapa neurotransmitter mengalami gangguan fungsi yaitu: serotonin,
GABA(Gama amino Butyric Acid) dan norepinefrin. Faktor genetik juga

12
berpengaruh pada gangguan panik dimana pasien dengan gangguan panik dengan
agorafobia mempunyai risiko empat sampai delapan kali mengalami serangan
yang sama. Faktor psikososial, bila ditinjau dari teori psikodinamik maka analisis
peneilitan mendapatkan pola ansietas dapat berhubungan dengan orangtua yang
tidak mendukung serta perasaan terperangkap atau terjebak.2,7
2.8.2 Epidemiologi Gangguan Panik
Prevalensi angka kejadian gangguan panik per harinya dapat terjadi satu
sampai empat persen. Dimana perempuan dua sampai tiga kali lebih sering
terkena dabandingkan laki-laki. Rata-rata gangguan panik mulai timbul ketika
usia dewasa muda kurang lebih dua puluh lima tahun. Tetapi gangguan panik
dapat timbul pada usia berapapun baik pada anak-anak maupun orang dewasa.2,7
2.8.3 Diagnosis Banding Gangguan Panik
Secara garis besar gangguan panik selain dari faktor organobiologik,
psikodinami serta sosiokultural, dapat di diagnosis banding dari bagian medis atau
dikarenakan gangguan mental. Gangguan panik yang disebabkan gangguan medis
biasanya berhubungan dengan gangguan endocrinology, biasanya pada keadaan
hipo dan hyperthyroid, hyperparathyroidism, dan pheopchromocyomas. Episode
hypoglicemia dengan insulinoma juga dapat menyebabkan keadaan yang mirip
dengan gangguan panik, dan beberapa kondisi medis lain. Sedangkan pada
gangguan panik yang disebabkan gangguan jiwa dapat disertai gangguan
psychiatric lainnya seperti gangguan anxietas. Serangan panik dapat muncul pada
gangguan anxietas seperti phobia sosial dan phobia spesifik. Panik juga dapat
terjadi pada PTSD(Post Traumatic Stress Disorder) dan OCD(Obsesive
Compulsive Disorder).2
2.8.4 Penatalaksanaan Gangguan Panik
Penatalaksanaan gangguan panik dapat dengan farmakoterapi dan
psikoterapi. Farmakoterapi yang dapat diberikan pada gangguan panik adalah:
SSRI(serotonin selective reuptake inhibitors contohnya adalah sertraline,
fuoksetin, fluvoksamin, escitalpram diberikan dalam tiga sampai enam bulan.
Selain SSRI dapat diberikan alprazolam dapat dikonsumsi selama empat sampai
enam minggu diturunkan secara perlahan dosisnya.2

13
Psikoterapi yang dapat diberikan dapat berupa terapi relaksasi, terapi
kognitif, dan psikoterapi dinamik. Terapai relaksasi dapat diberikan pada hampir
seluruh individu yang mengalami gangguan panik kecuali individu tersebut
menolak. Manfaat dari terapi ini adalah dengan meredakan secara relative cepat
serangan panik dan menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang
telah berlatih setiap hari. Terapi kognitif perilaku(cognitive behaviour therapy)
terapi ini dimana individu diajak untuk bersama-sama melakukan restrukturisasi
kognitif yaitu membentuk kembali pola perilaku dan pikiran irasional dan
menggantinya dengan yang lebih rasional biasanya berlangsung selama tiga puluh
sampai empat puluh lima menit. Psikoterapi dinamik dimana individu diajak
untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar menghilangkan
gejala samata. Pada psikoterapi dinamik individu lebih banyak berbicara dan
dokter lebih banyak diam.2
2.9 Gangguan Cemas Menyeluruh
Gangguan cemas menyeluruh atau disebut juga generalized anxiety
disorder merupakan salah satu gangguan cemas dimana mempunyai karakteristik
berupa kecemasan yang menetap dan berlebihan dimana sangat susah untuk
dikendalikan, diakibatkan oleh gangguan yang signifikan dan berlangsung dalam
beberapa hari paling sedikit enam bulan. Kondisi psycologi lain yang dapat timbul
berupa gejala cemas seperti kecemasan dan mudah tersinggung, dan disertai gejala
somatic berupa meningkatnya rasa kelelahan dan ketegangan otot.8
Dari PPDGJ III gangguan cemas menyeluruh masuk dalam F41.1 dimana
terdapat pedoman diagnositik dimana seseorang dinyatakan gangguan cemas
menyeluruh bila:3
1. Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi
khusus tertentu saja(sifatnya “free floating” atau “mengambang”)
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit konsentrasi, dsb)

14
b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai); dan
c. Overaktivitas otonomik(kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing kepala,
mulut kering, dsb)
3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol.
4. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara(untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan
Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria
lengkap dari episode depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik,
atau gangguan obsesif kompulsif.
2.9.1 Epidemiologi Gangguan Cemas Menyeluruh
Gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan yang umum terjadi
pada komunitas. Studi epidemiologi di amerika serikat menyatakan persetase
angka kejadian gangguan cemas menyeluruh dari lima koma satu persen sampai
sebelas koma sembilan persen. Di eropa dalam 12 bulan ditemuak angka kejadian
satu koma tujuh sampai tiga koma empat persen. Angka kejadian pada laki-laki
empat koma satu samapi enam persen pada laki-laki dan tiga koma tujuh sampai
tujuh koma satu persen pada wanita. Gangguan ini dua kali lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan pria.8
2.9.2 Komorbiditas Gangguan Cemas Menyeluruh
Gangguan cemas menyeluruh biasanya disertai dengan gangguan mental
lainnya, biasanya fobia sosial(F40.1), gangguan panik(F41.0), atau dengan
gangguan depresif. Lima puluh sampai sembilan puluh persen pasien dengan
gangguan cemas menyeluruh terdapat gangguan mental lainnya. Dua puluh lima
persen mengalami gangguan panik. Gangguan cemas menyeluruh dengan
gangguan panik mempunyai perbedaan dimana ganggaun cemas menyeluruh tidak
terdapat serangan panik. Pasien dengan gangguan depresi mempunyai
kemungkinan yang besar disertai dengan gangguan cemas menyeluruh.2

15
2.9.3 Etiologi Gangguan Cemas Menyeluruh
Penyebab dari gangguan cemas menyeluruh belum diketahui. Tetapi
seperti yang sudah diketahui, gangguan cemas menyeluruh menyerang banyak
sekali kelompok manusia. Hal ini mungkin berhubungan dengan derajat
kecemasan dan adaptasi dari kecemasan tersebut. Faktor yang biasa menyebabkan
suatu kecemasan adalah psycoshosial. Faktor biological dan psychologic mungkin
mempunyai peran yang sama.8
2.9.4 Diagnosis Banding Gangguan Cemas Menyeluruh
Seperti gangguan anxietas lainnya, gangguan cemas menyeluruh harus
dibedakan dari apakah gangguan medis yang organik dan psychiatri. Gangguan
neurological, endokrin, metabolik dan penggunaan obat-obatan, selain hal tersebut
dari segi psichiatri gangguan cemas menyeluruh harus dibedakan dengan
gangguan panik. Selain hal tersebut fobia, OCD, dan PTSD(Post Traumatic Stress
Disorder) juga harus dipertimbangkan.
2.9.5 Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh
Sama seperti gangguan cemas atau gangguan anxietas sebelumnya,
gangguan cemas menyeluruh mempunyai tatalaksana dengan mengkombinasikan
pyschoterapi, psikofarmaka. Psycoterapi yang dapat dilakukan adalah dengan
psikoterapi suportif, CBT, dan orientasi pikiran. Untuk psikofarmaka terdapat tiga
jenis obat yang utama dalam mengobati gangguan cemas menyeluruh yaitu:
golongan SSRI, buspirone, dan velafaxien. Obat-obatan lain yang mungkin
berguna dalam pengobatan gangguan cemas menyeluruh adalah obat golongan
tricyclic, antihistamin, dan beta adrenergic antagonis(beta blocker).9
Pengobatan untuk gangguan cemas menyeluruh biasanya dilakukan
selama enam sampai dua belas bulan. Pada dua puluh lima persen pasien terjadi
kekambuhan pada tahun berikutnya. Beberapa pasien terdapat yang
ketergantungan dengan benzodiazepine.9
2.10 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Gangguan anxietas merupakan gangguan campuran dimana terdapat gejala
anxietas atau cemas dengan depresi. Menurut penelitian yang telah dilakukan
delapan puluh lima persen pasien yang mengalami depresi juga meraskan gejala
kecemasan, hal ini mirip pada sembilan puluh persen pasien dengan anxietas

16
mengalami gejala depresi. Di Eropa dan terutama di China pasien-pasien dengan
gangguan campuran anxietas dan depresi disebut sebagai neurasthenia.2,10
Pedoman diagnostik pada gangguan campuran anxietas dan depresi
terdapat pada PPDGJ III(F41.2) yang mengacu pada ICD 10. Pedoman diagnostik
yang ada adalah:3
1. Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, di mana masing-masing
tidak menunjukan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus
ditemukan walaupun tidak terus menerus, disamping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan.
2. Bila ditemuka anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas
fobik.
3. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut harus
dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika
karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan
depresif harus diutamakan.
4. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang jelas,
maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.
2.10.1 Etiologi Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Terdapat empat prinsip dimana membuktikan gejala anxietas dan depresi
secara sebab dan akibat berhubungan dengan dengan pasien. Pertama hubungan
disebabkan dari nuroendokrin, dimana terdapat temuan kemiripan neuroendokrin
pada gangguan panik dan gangguan depresi yaitu menurunnya responhormon
kortisol terhadap adrenocorticotropic hormon, menurunnya respon hormon
clonidine, dan kurangnya respon thyroid stimulating hormon dan prolacktin
terhadap thyroid releasing hormon. Kedua adalah adanya hiperaktifitas dari
sistem noradrenergic. Pada penelitian ini ditemukan adanya peningkatan
metabolite norepinephrine dalam urin, dan plasma, atau cairan cerebrosphinal
yang menurun pada pasien yang depresi dan pasien dengan gangguan anxietas.
Ketiga adalah adanya hubungan secara genetika.2

17
2.10.2 Epidemiologi Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Kejadian gangguan panik dan gangguan depresi secara bersamaan cukup
serng terjadi. Kurang lebih dua per tiga pasien dengan gejala depresi mempunyai
gejala yang sama dengan gangguan anxietas. Beberapa peneliti menyatakanan
bahwa dua puluh sampai sembilan puluh persen pasien dengan gangguan depresi
menderita gangguan panik. Serta pada pasien lebih banyak terjad pada perempuan
dibandingakan laki-laki pada PPDGJ termasuk pada kode F 41.2.2,10
2.10.3 Diagnosis Banding Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Diagnosis banding untuk gangguan campuran anxietas dan depresi adalah
gangguan depresi, dan gangguan kepribadian. Dari semua gangguan anxietas atau
gangguan cemas maka gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan yang
paling mendekati dengan gangguan campuran anxietas dan depresi. Jika dari
gangguan kepribadian maka yang mendekati gangguan campuran anxietas dan
depresi gangguan kepribadian dimana ganggua kepribadian menghindar,
ketergantungan, dan obsesif kompulsif.2,10
2.10.4 Penatalaksanaan Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Penatalaksanaan terhadap gangguan campuran anxietas dan depresi untuk
mengobatinya secara khusus tidak ada. Untuk penanganan pada gangguan
campuran anxietas dan depresi, biasanya diobati untuk mana gejala yang lebih
dominan dan gejala yang sekaran, dan keparahan yang ada. Psychoterapi yang ada
biasanya dilakukan adalah modifikasi cognitif dan behaviour. Obat yang
digunakan atau psycofarmaka yang digunakan dapat berupa obat-obat anti
anxietas, obat-obat anti depresan, atau keduangan. Obat yang digunakan untuk
mengobatai gangguan campuran anxietas dan depresi kurang lebih sama dengan
obat-obatan pada gangguan cemas menyeluruh yaitu: golongan SSRI, serotonin 5-
HT1A Reseptor, antidepresan, dan venlafaxine. Dari pilihan obat yang ada
golongan yang paling efektif dalam mentatalaksana gangguan ini adalah golongan
SSRI.2
2.11 Gangguan Anxietas Campuran Lainnya
Meruapakan gangguan anixetas dimana pada pedoman diagnositik yang
terdapat pada PPGJ(F41.3) adalah:3

18
1. Memenuhi kriteria gangguan anxietas dan juga menungkukan(meskipun
hanya dalam jangka pendek) ciri-ciri yang menonjol, dari kategori gangguan
F40-F49, akan tetapi tidak memenuhi kriteria nya secara lengkap.
2. Bila gejala-gejala yang memenuhi kirteria dari kelompok gangguan ini terjadi
dengan perubahan atau stress kehidupan yang bermakna, maka dimasukan
dalam kategori F43.2, gangguan penyeusaian.
Gangguan anxietas lainnya selain dari gangguan panik, gangguan cemas
menyeluruh, gangguan campurang anxietas dan depresi, serta gangguan anxietas
lainnya. Pada PPGDJ III terdapat dua gangguan anxietas yaitu: gangguan anixetas
lainnya yang terdefinisikan, dan gangguan anxietas yang tak terdefinisikan.3

19
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan PPDGJ III gangguan cemas atau anxietas secara garis besar
dibagi menjadi dua yaitu: gangguan anxietas fobik, dan gangguan anxietas
lainnya. Gangguan anxietas fobik terdiri dari: agorafobia, fobia sosial, dan fobia
spesifik. Ganggua anxietas lainnya adalah: Gangguan panik, gangguan cemas
menyeluruh, gangguan campuran anxietas dan depresi, gangguan cemas lainnya,
gangguan anxietas YDT, dan gangguan cemas YTT. Dari PPDGJ III gangguan
anxietas fobik terdapat pada F40 dan gangguan anxietas lain terdapat pada F41.
Secara garis besar gangguan anxietas dapat disebabkan oleh berbagai sebab, dan
pada epidemiologi lebih banyak terkena pada wanita dibandingkan pada pria.
Penatalaksanaan pada masing-masing gangguan anxietas hampir sama
yaitu dengan pemberian SSRI, benzodizepin, buspiron, dan venlafaxine. Pada
semua gangguan anxietas terapi lini pertama yang diberikan adalah golongan
SSRI. Terapi dengan golongan benzodiazepine sendiri yang lebih banyak
digunakan adalah alprazolam, lorazepam, dan clorazepam. Tetapi pada gangguan
anxietas baik jenis manapun terdapat efek samping berupa adanya
ketergantungan. Selain dari psicofarmaka dalam penatalaksanaan baik gangguan
anxietas apapun dilakukan psycotherapi.

20
Daftar Pustaka
1. Jeste PDV, Lieberman EJA, FTD, Peele SR. Diagnostik and statistical
manual of mental disorder. 5th Ed. American Psychiatric Association.
Woshington DC. 2013.
2. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Synopsis of psychiatry behavioural
sciences/clinical psychiatry. 11th Ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.
2015.p.387-417
3. Direktorat jenderal pelayanan medis.Pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa di Indonesia III.Cetakan pertama.1983.h.171-82.
4. Hibbert A, Godwin A, Dear F. Rapid psychiatry. London:
Blackwell.2004.p.38,80,83.
5. Ahuja N. A short textbook of psychiatri. 7th Ed. India: Jaypee. 2011.p.89-95.
6. Wardenar KJ, Lim CCW, Hamzawi AOA, Alonso J, Andrade LH, Benjet C,
Bunting B, Girolamo GD, Demyttenaere K. The cross national epidemiology
of specific phobia in the world mental health survey. Netherlands.2017.
7. Kusumadewi I, Elvira S. Gangguan panik. Dalam: Kusumawardhani AAAA,
Husi A, Adikusumo A, Damping CE, Brilliantina DM, Lubsi B. Buku ajar
psikiatri. Jakarta: Bada Penerbit FKUI. 2015.258-64
8. Baldwin D, Stein MB, Hermann R. Genal anxiety disorder in adults:
epidemiology, pathogenesis, clinical manifestations, course, assessment, and
diagnosis. 2017.
9. Redayani. Gangguan cemas menyeluruh. Dalam: Kusumawardhani AAAA,
Husi A, Adikusumo A, Damping CE, Brilliantina DM, Lubsi B. Buku ajar
psikiatri. Jakarta: Bada Penerbit FKUI. 2015.253-7.
10. Moller HJ, Bandelow B, Volz HP, Barnikol UB, Seifritz E, Kasper S. The
relevance of mixed anxiety and depression as diagnostic category in clinical
practice. Eu arch psychiatry. Germany.2016.

21

Anda mungkin juga menyukai