Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN

Cemas merupakan suatu sikap alamiah yang dialami oleh setiap


manusia sebagai bentuk respon dalam menghadapi ancaman.
Namun, ketika perasaan cemas itu menjadi berkepanjangan
(maladaptif), maka perasaan itu berubah menjadi gangguan cemas
atau anxiety Disorders. Beberapa hasil penelitian bahkan menengarai
bahwa gangguan cemas juga merupakan komorbiditas. Gangguan
cemas (anxiety disorder) adalah suatu keadaan patologik yang ditandai
oleh perasaan ketakutan diikuti dan disertai tanda somatik. Adapun
tanda-tanda fisiologis yang menyertainya yaitu, berkeringat, tekanan
darah meningkat, denyut nadi bertambah, berdebar, mulut kering, diare,
ketegangan otot dan hiperventilasi. Kecemasan juga merupakan
respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui,
internal, samar-samar, atau konfliktual.1
Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang
paling lazim terjadi di masyarakat umum. Hampir 30 juta orang yang
terkena gangguan ini di Amerika Serikat, dengan angka kejadian pada
wanita yang dapat terkena hampir dua kali lebih sering dibanding pria.
Gangguan kecemasan yang berhubungan dengan kejadian morbiditas
yang cukup signifikan, sering menjadi kronis dan cenderung resisten
terhadap pengobatan.2
Secara umum, kecemasan dapat disebabkan oleh faktor genetik,
gangguan neurobiokimiawi, aspek kepribadian dan penyakit fisik.
Bagaimana faktor-faktor tersebut saling terkait dijelaskan dalam teori
biologi. Teori biologi yang berkembang melalui penelitian pre-klinik
tentang model kecemasan pada hewan menyatakan bahwa secara
garis besar, kecemasan terkait dengan sistem saraf otonom,
neurotransmiter, aksis hipotalamus-hipofise-adrenal, hormon pelepas

1
kortikotropin, neuropeptida Y, galanin, pencitraan otak, dan genetika.
Akibat keterkaitan sistem-sistem ini, maka timbul manifestasi
penyakit fisik yang berkaitan dengan cemas, seperti diare,
hiperhidrosis, tremor, gangguan berkemih, gelisah, sinkop, hingga
takikardi.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Cemas (Anxietas)

Kecemasan menurut kamus Kedokteran Dorland adalah keadaan


emosional yang tidak menyenangkan, berupa respon-respon
psikofisiologis yang timbul sebagai antisipasi bahaya yang tidak nyata
atau imajiner, tampaknya disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak
disadari.3 Istilah kecemasan dalam psikiatri muncul untuk merujuk suatu
respons mental dan fisik terhadap situasi yang menakutkan dan
mengancam. Secara mendasar lebih merupakan respons fisiologis
ketimbang respons patologis terhadap ancaman. Kecemasan merupakan
suatu sinyal yang menyadarkan & memperingatkan adanya bahaya yang
mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk
mengatasi ancaman (baik fisik maupun psikologik). Sehingga orang
cemas tidaklah harus abnormal dalam perilaku mereka, bahkan
kecemasan merupakan respons yang sangat diperlukan.4

Cemas pada umumnya terjadi sebagai reaksi sementara terhadap


stress kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah suatu penyerta yang
normal dari pertumbuhan, dari perubahan, dari pengalaman sesuatu yang
baru dan belum dicoba, dan dari penemuan identitasnya sendiri dan arti
hidup. Namun apabila respon tersebut tidak sesuai terhadap stimulus
yang diberikan berdasarkan pada intensitasnya atau durasinya hingga
menghasilkan serombongan gejala-gejala perasaan ketakutan diikuti dan
disertai tanda somatik seperti hiperaktivitas otonom yang mengenai
sistem muskuloskeletal, kardiovaskuler, gastrointestinal dan bahkan
genitourinarius inilah yang sering disebut sebaga gangguan kecemasan
(Anxiety Disorder).1,4

3
Kecemasan (Ansietas) dapat ditemukan dimana – mana tidak
demikian dengan gangguan Kecemasan. Pada gangguan kecemasan
terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang
disebabkan oleh kecemasan tersebut. Gangguan kecemasan dapat
ditandai hanya dengan rasa cemas, atau dapat juga memperlihatkan
gejala lain seperti fobia atau obsesif dan gejala cemas tersebut muncul
bila gejala utama dilawan. Suatu gambaran yang lazim pada semua
gangguan ansietas adalah kualitas gejala yang tidak menyenangkan dan
tidak alami yaitu ego alien dan ego distonik. Gejala – gejala ini menjadi
kondisi relaps kronik yang bisa memuncullkan kemungkinan bunuh diri.3,5

Gangguan kecemasan berdasarkan ICD-10, terbagi atas 5 bagian besar


yaitu:6

1) Gangguan panik, dengan ciri munculnya mendadak tanpa faktor


pencetus.
2) Gangguan cemas umum, yaitu kecemasan yang diderita bersifat
mengambang bebas dan berlangsung menahun (kronik).
3) Gangguan fobik yaitu kecemasan atau ketakutan terhadap situasi
atau obyek tertentu (spesifik).
4) Gangguan obsesif kompulsif, yaitu kecemasan yang mendorong
penderita secara menetap untuk mengulangi pikiran atau perilaku
tertentu dan.
5) Gangguan stress pasca trauma yaitu kecemasan yang timbul
setelah penderita mengalami peristiwa yang sangat menegangkan.

2.2. Etiopatogenesis Cemas

 Teori Psikoanalitik
Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya “1926 Inhibitons,
Symptoms, Anxiety” bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego

4
bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk
mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal,
kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif
terhadap tekanan dari dalam.7
 Teori Kognitif – Perilaku

Terbentuknya kecemasan melalui cara kognitif-perilaku terfokuskan


pada reaksi perilaku dan pengolahan informasi saat mengalami cemas.
Penekanannya pada peranan pikiran-pikiran dan kepercayaan yang
mencetuskan cemas, serta peran respon penghindaran dalam proses
berfikir yang disfungsional. Pikiran salah ditandai dengan adanya
kekhawatiran berlebihan mengenai kemungkinan terjadinya kejadian
negatif, serta dampak dari kejadian tersebut. Usaha untuk
mengurangi kecemasan dengan menghindar ataupun dengan perilaku
obsesif kompulsif menyebabkan “terkuncinya” reaksi kecemasan &
membantu terjadinya perangsangan kronik serta anticipatory anxiety
yang menjadi khas pada gangguan kecemasan.6
 aspek biologis
Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang
mendasari timbulnya cemas yang patologis antara lain:
 Sistem saraf otonom
 Neurotransmiter
Sistem Saraf Otonom
Greenberg (2002), Guyton (2006), Molina (2010) & Videbeck
(2008), menjelaskan neurofisiologi kecemasan adalah sebagai berikut:
respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas
menimbulkan aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam
mekanisme pertahanan diri.
Melalui jalur sistem saraf otonom, setelah stimulus diterima oleh
hipotalamus, maka hipotalamus langsung mengaktifkan sistem saraf
simpatis dan parasimpatis. Aktivasi sistem saraf simpatis akan

5
mengakibatkan terjadinya peningkatan frekuensi jantung, dilatasi ateri
koronaria, dilatasi pupil, dilatasi bronkus, meningkatkan kekuatan otot
rangka, melepaskan glukosa melalui hati dan meningkatkan aktivasi
mental. Perangsangan saraf simpatis juga mengakibatkan aktivasi dari
medula adrenalis sehingga menyebabkan pelepasan sejumlah besar
epineprin dan norepinefrin ke dalam darah, untuk kemudian kedua
hormon ini dibawa oleh darah ke semua jaringan tubuh. Epinefrin dan
norepinefrin akan berikatan dengan reseptor ß1 adrenergik dan α1
adrenergik memperkuat respon simpatis untuk meningkatkan tekanan
darah dan frekuensi nadi.
Aktivasi saraf parasimpatis akan mengakibatkan terlepasnya
asetilkolin dari postganglion N. vagus, untuk selanjutnya asetilkolin ini
akan berikatan dengan reseptor muskarinik (M3) pada otot polos bronkus
dan mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas. Ketika bahaya telah
berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik proses ini dan
mengembalikan tubuh pada kondisi normal sampai tanda ancaman
berikutnya dan mengaktifkan kembali respons simpatis.
Neurotransmitter
1. Norepinephrine
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan
cemas berupa serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic
hyperarousal, merupakan karakteristik dari peningkatan fungsi
noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada
gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi
sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan aktivitas
yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara
primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang
menjurus pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan
medula spinalis. Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus
pada daerah tersebut menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi,
primata tersebut tidak menunjukan adanya rasa takut. Studi pada

6
manusia, didapatkan pasien dengan gangguan serangan panik, bila
diberikan agonis reseptor β-adrenergik (Isoproterenol) dan antagonis
reseptor α-2 adrenergik dapat mencetuskan serangan panik secara lebih
sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine, agonis reseptor α-2
menunjukan pengurangan gejala cemas.7
2. Serotonin
Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan
pencarian peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress
dapat menimbulkan peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal
korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan hipotalamus lateral.
Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan obat-obatan
serotonergik seperti clomipramine pada gangguan obsesif kompulsif.
Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan
kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang
memiliki reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei
pada rostral brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik,
dan hipotalamus.7
3. GABA
Neuron Gamma-aminobutyric acid (GABA) dari sistem limbik,
terutama pada septohippocampal area, memodulasi terjadinya
gangguan cemas menyeluruh, ketakutan, dan kewaspadaan. Kosentrasi
GABA yang sangat tinggi pada reseptornya, dengan pengikatan oleh
struktur benzodiazepin dapat menurunkan status kewaspadaan yang
tinggi.6
Gamma-aminobutyric acid (GABA) merupakan neurotransmitter
yang terlibat dalam kecenderungan rasa takut atau cemas, merupakan
inhibitor utama dari neurotransmitter pada sistem syaraf pusat (SSP)
mamalia dan regulator berbagai proses fisiologis dan psikologis. Efek
inhibitori dari GABA dimediasi oleh reseptornya yaitu Gamma-
aminobutyric acid type A receptors yang merupakan salah satu target
obat-obatan gangguan kecemasan (anxiolytics) dan benzodiazepine

7
bekerja sebagai suatu agonis reseptor ini untuk meningkatkan efisiensi
efek inhibisi neurotransmisi GABAergic.8,9
Variasi respon GABA berkaitan dengan gangguan kecemasan
(anxiety disorder) dan depresi. Modulasi respon stres melibatkan respon
di level hipokampus dan hipotalamus serta regulasi melalui jalur
neuronal, termasuk sistem inhibitori GABAergic. Disfungsi modulasi
sistem neurotransmitter GABA merupakan salah satu penyebab stres
atau kondisi neuropsikiatrik, termasuk ke dalam gangguan cemas dan
depresi. GABA menghambat HPA axis melalui reseptor GABA yang
ekspresinya dipengaruhi oleh corticotrophin-releasing hormone (CRH) di
neuron pada bagian paraventricular nucleus (PVN) di hipotalamus. 10
Gamma-aminobutyric acid type A receptors adalah reseptor dari
GABA yang mengandung subunit δ (δGABAA receptors). Reseptor ini
terekspresi di berbagai tipe sel neuron di SSP yang menghasilkan
hantaran ion yang membentuk eksitabilitas neuronal dan plastisitas
sinaptik. Reseptor-reseptor ini berperan penting pada fungsi perilaku,
termasuk memori, nosisepsi, kegelisahan, dan neurogenesis. Reseptor
δGABAA memiliki beberapa subunit, yaitu α1-6, β1-3, γ1-3, δ, π, θ, ε, dan
ρ1-3.14 Reseptor δGABAA subunit α6 (GABRA6) adalah salah satu
faktor penyebab patologis gangguan kecemasan. 10 Penelitian terdahulu
membuktikan adanya relasi antara polimorfisme GABRA6 dengan
karakter seseorang yang berhubungan dengan kegelisahan dan depresi
(neuroticism).9 Variasi GABRA6 juga berkaitan dengan peningkatan
produksi kortisol dan tekanan darah yang merupakan respon dari
keadaan stres.11
2.3. Diagnosis

Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM IV-TR:12


Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap
hari, sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah
aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)

8
1. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
2. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala
berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi
dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan :
hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :
a. Kegelisahan
b. Merasa mudah lelah
c. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
d. Iritabilitas
e. Ketegangan otot
f. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidakmemuaskan)
3. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan
aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang
menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik),
merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial),
terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa
jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas
perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia
nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan
somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada
hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi
semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.
4. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
5. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung
dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi
medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata
selama suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan
perkembangan pervasif.

9
Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III
sebagai berikut:13

1. Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang


berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”)
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit konsentrasi, dan sebagainya);
b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai); dan
c. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala,
mulut kering dan sebagainya).
3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang
yang menonjol.
4. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa
hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama
Gangguan cemas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi
kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik
(F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif
(F42.-).
2.4. Diagnosis Banding
Gangguan cemas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan
akibat kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan
penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia
darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan

10
adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat
atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan anxiolitik.12
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping
pengobatan pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan
kelainan yang terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu,
gangguan cemas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan
fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi,
dan gangguan stres post-trauma.12

2.5. Penatalaksanaan

1. Farmakoterapi

a. Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai


dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi.
Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi
dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan
rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2
minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas,
antikonvulsan, anti-insomnia. Adapun obat-obat yang termasuk dalam
golongan Benzodiazepin antara lain :14

Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 2-10 mg 9im/iv),
broadspectrum.
Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum.
Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas,
untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas,

11
psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien
dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.
Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe
antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen
efek anti-depresi.
b. Non-benzodiazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD (General Anxiety
Disorder). Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif
dibanding gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran
2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa
setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah
menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik
dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara
Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering
Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah
mencapai maksimal.14

2. Psikoterapi
a. Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola
pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-
respon, dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam
menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Terapi
kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan
bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa,
memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan
mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah
tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif.Tujuan terapi kognitif perilaku
ini adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan emosi) yang
salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan

12
keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif
mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan
pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik
utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan
biofeedback.14,15

b. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-
potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa
beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.15

c. Psikoterapi Berorientasi Tilikan


Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan
konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self
pasien. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita
sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah
untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi
agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya. 15

2.6. Prognosis

Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh,


perlu diingat bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini
berhubung dengan dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya
yang begitu kompleks.Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan
dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan
prognosis gangguan cemas menyeluruh.

Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis


yang mungkin berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita
akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan
depresi mayor.12

13
BAB III

KESIMPULAN

Kecemasan adalah keadaan emosional yang tidak menyenangkan,


berupa respon-respon psikofisiologis yang timbul sebagai antisipasi
bahaya yang tidak nyata atau imajiner, tampaknya disebabkan oleh konflik
intrapsikis yang tidak disadari.

Cemas pada umumnya terjadi sebagai reaksi sementara terhadap


stress kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah suatu penyerta yang
normal dari pertumbuhan, dari perubahan, dari pengalaman sesuatu yang
baru dan belum dicoba, dan dari penemuan identitasnya sendiri dan arti
hidup. Namun apabila respon tersebut tidak sesuai terhadap stimulus
yang diberikan berdasarkan pada intensitasnya atau durasinya hingga
menghasilkan serombongan gejala-gejala perasaan ketakutan diikuti dan
disertai tanda somatik seperti hiperaktivitas otonom yang mengenai sistem
muskuloskeletal, kardiovaskuler, gastrointestinal dan bahkan
genitourinarius inilah yang sering disebut sebaga gangguan kecemasan
(Anxiety Disorder). Berdasarkan aspek biologis yang mendasari cemas
yang patologis yakni karena (1) sistem saraf otonom dan (2)
neurotransmitter.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan & Saddock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta:EGC


2. Saddock BJ, Saddock VA. Anxiety disorder. In : Kaplan Saddock’s
Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Tenth
Edition.. New York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007; Pg 580-8.
3. Elvira, Sylvia D. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI
4. Yates, William. Somatic Symptom Disorder. 2019 [diakses pada
tanggal 28 Agustus 2018]. Dapat diunduh di URL:
http://emedicine.medscape.com/article/294908
5. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorder 5th Edition. Washington DC: American


Psychiatric Association. 2013
6. Oyama, Oliver, PhD, dkk. Somatoform Disorders. 2007. Dapat diunduh
di: URL: http://www.aafp.org/afp/2007/1101/p1333.pdf
7. Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock. Buku Ajar Psikiatri klinis Edisi 2.
Jakarta: ECG, 2010. H; 233-241.
8. Arias B, Aguilera M, Moya J,dkk. The role of genetic variability in the
SLC6A4, BDNF and GABRA6 genes in anxiety-related traits. Acta
Psychiatrica Scandinavica. 2012;125(3):194–202. doi: 10.1111/j.1600-
0447.2011.01764
9. Sen S, Villafuerte S, Nesse R,dkk. Serotonin transporter and GABAA
alpha 6 receptor variants are associated with neuroticism. Biol Psychiatry
2004;55:244–9.
10. Barliana, Melisa I, Purabaya, Carissa P, dkk. Polimorfisme Gen γ-
Aminobutyric Acid Type A Receptor Subunit α-6 (GABRA6) dan
Gangguan Kecemasan.Jurnal Farmasi Klinik 2016;Vol 5.No 2.
11. Uhart M, McCaul ME, Oswald LM, Choi L, Wand GS. GABRA6 Gene
Polymorphism and an attenuated stress response. Mol Psychiatry.
2004;9(11):998–1006. doi: 10.1038/sj.mp.4001535
12. DSM IV-TR. (2000). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental
Disorders (DSM IV-TR). Washington DC: American Psychiatric
Association.American Psychological Association.

15
13. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya:
2003. Hal. 74
14. Stevens V. Anxiety Disorders. In : Goljan EF, editor. Behavioral Science.
Elsevier Science.2014
15. Shear, Katherine M. Anxiety Disorders “Generalized Anxiety Disorder” in
:Dale DC, Federman DD, editors. ACP Medicine. 3rd Edition.
Washington: WebMD Inc. : 2007.

16
LAPORAN KASUS 1

Skizofrenia Paranoid (F20.0)

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
No. RM : 00157239
Umur : 35 tahun
Alamat : Maros
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Tanggal Pemeriksa : 16 Septemer 2019

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis, dan alloanamnesis dari :
Nama : Tn.SR
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Wirausaha

Alamat : Maros

Hubungan dengan pasien : Suami pasien

LAPORAN PSIKIATRI

A. Keluhan Utama:
Gelisah

17
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang wanita diantar oleh keluarga dan kepala desa ke UGD RSKD
Dadi untuk yang kedua kalinya dengan keluhan mengamuk sejak 10 hari
yang lalu pasien keliling kampung sambil mengomel, pasien melempar
jendela rumah tetangganya hingga bolong, pasien sering mondar mandir
dalam rumah, pasien juga sering berbicara, tertawa, bernyanyi, mengaji,
dan azan tanpa sebab yang jelas. Makan pasien baik, tidur pasien
terganggu, pasien sering mandi dan mengganti pakaian, peraawatan diri
cukup.
Pasien mengaku sering mendengar suara seorang pria dan wanita
yang mengatakan ‘’Allahu Akbar”, hal ini diakui pasien sudah sejak pasien
masih di TK, pasien merasa gelisah dengan fikiran yang selalu
menggangu bahwa pasien dikejar-kejar dan ingin dibunuh oleh
tetangganya karena dituduh mencuri sepeda milik tetangganya, pasien
juga mengaku memiliki kekuatan yang dapat membuat wajah seseorang
menjadi bercahaya. Pasien merasa kesal karena tetangganya telah
meracuni hewan peliharaan pasien yang menyebabkan pasien rugi.
Pasein pernah mengamuk di pernikahan tetangganya 1 bulan yang lalu
dan membaik dengan sendirinya.
Awal perubahan sejak pasien pulang dari Timika, pasien tinggal di
timika bersama suami pertama dan anaknya, Pada saat itu, suami pasien
pergi meninggalkan pasien dan anak-anaknya dan menikah lagi dengan
wanita lain. Sejak saat itu pasien merasa sangat sedih dan mulai
menyendiri, berbicara sndiri, suami pasien saat ini adalah suami kedua
dan tidak mengetahui secara pasti mengenai awal perubahan pasien,
pasien pernah di rawat di RSKD Dadi 3 tahun yang lalu selama 10 hari,
namun keluarga tidak mengetaui riwayat pengobatan pasien.
1) Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial : Terganggu
Hendaya Pekerjaan : Terganggu
Hendaya waktu senggang : Terganggu

18
2) Faktor Stressor Psikososial
Suami pasien pergi meninggalkan pasien dan anak-anaknya dan menikah
lagi dengan wanita lain.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat penyakit dahulu :
1) Penyakit Infeksi (-)
2) Kejang (-)
3) Trauma (-)
2. Riwayat penggunaan NAPZA :
1) Merokok (-)
2) Alkohol (-)
3) Obat - obatan (-)
3. Riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya:
pasien pernah di rawat di RSKD Dadi 3 tahun yang lalu selama 10 hari,
namun keluarga tidak mengetaui riwayat pengobatan pasien.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir cukup bulan dan normal di bantu oleh bidan. Waktu kecil
pasien mendapatkan ASI eksklusif. Berat badan lahir normal, riwayat
kejang dan infeksi pada saat bayi tidak ada.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (1 – 3 tahun)
Tumbuh kembang pasien normal seperti anak lain seusianya. Pasien
tidak mengalami keterlambatan dalam perkembangan.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( 4 – 11 tahun )
Pasien bersekolah di Sekolah Dasar, pasien mampu mengikuti
pelajaran sekolah, pergaulan pasien dengan teman seusianya juga baik
4. Riwayat Masa Kanak Akhir (usia 12 – 14 tahun)
Pasien tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP
5. Riwayat Masa Remaja (Usia 15-18 tahun)

19
Pasien tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA

6. Riwayat Masa Dewasa


1) Riwayat Pendidikan
Pasien menyelesaikan jenjang pendidikan SD
2) Riwayat Pekerjaan
Sehari-hari pasien membantu suaminya sebagai peternak kambing
3) Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah untuk yang kedua kalinya, pasien berpisah
dengan suami pertamanya dan memiliki 3 orang anak, kini pasien tinggal
bersama suaminya yang kedua dan memiliki 1 orang anak
4) Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Islam. Pasien sering mengaji dan melaksanakan
sholat

E. Riwayat Kehidupan Keluarga


Anak ke 3 dari 5 bersaudara (♂,♂, ,♀, ♀,♀). Hubungan pasien dengan
keluarga baik, pasien tinggal bersama suami, dan satu orang anaknya

1) Genogram

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
2) Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

20
Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit dan keluhan yang sama
3) Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal bersama suami dan dan anaknya, dirumah pasien beternak
kambing bersama dengan suaminya
4) Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien menyadari dirinya sakit dan menganggap bahwa hal itu
disebabkan oleh tetangganya, setelah sembuh pasien ingin pulang ke
rumah untuk membersihkan dan membantu suaminya beternak kambing
III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI
A. Status Internus
Keadaaan umum pasien tampak baik, gizi cukup, kesadaran compos
mentis, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, frekuensi
pernapasan 20 kali/menit, suhu tubuh 36,5oC, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterus. Jantung dan paru – paru dalam batas normal,
abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada
kelainan.
B. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-), pupil
bulat dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, reflex cahaya (+)/(+). Fungsi motorik dan
sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal, dan tidak ditemukan
reflex patologis.

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi umum
1. Penampilan : Seorang perempuan datang dengan baju kaos merah dan
memakai celana ungu, wajah sesuai umur (35 tahun), perawakan tubuh
gemuk, perawatan diri cukup.
2. Kesadaran : Baik
3. Perilaku dan aktifitas psikomotor : Gelisah
4. Pembicaraan : Spontan, lancar, kesan semangat dan cepat, intonasi biasa
5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

21
B. Keadaan afektif
1. Mood : Eutimik
2. Afek : Inappropriate
3. Empati : tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf pendidikan
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan tingkat
pendidikannya yakni lulusan SD
2. Orientasi
a) Waktu : Terganggu
b) Tempat : Baik
c) Orang : Baik
3. Daya ingat
a) Jangka panjang : Baik
b) Jangka pendek : Baik
c) Jangka segera : Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian : terganggu
5. Pikiran abstrak : Terganggu (pasien menganggap
makna dari panjang tangan ialah
panjang kaki)
6. Bakat Kreatif : Pasien pandai memasak dan
menjahit
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
D. Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri
a. Halusinasi :
- Visual : Tidak ada
- -Auditorik : Mendengar suara pria dan wanita yang
mengucapkan “Allahu Akbar”
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada

22
E. Proses Berfikir
1. Produktivitas : Ide yang relevan
2. Kontuinitas : Cukup relevan
3. Hendaya berbahasa : Tidak ada
4. Isi pikiran
Preokupasi : Pasien memiliki kemampuan untuk membuat wajah
seseorang bercahaya
Gangguan isi pikir : waham persekutorik: Pasien selalu merasa bahwa
tetangganya mengejar-ngejar dan ingin meracuninya
F. Pengendalian Impuls : Baik selama wawancara
G. Daya Nilai dan Tilikan
1. Norma Sosial : Terganggu
2. Uji Daya Nilai : Terganggu
3. Penilaian Realitas : Terganggu
4. Tilikan : Derajat III ( Menyadari penyakitnya dan
Menyalahkan orang lain)
H. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang wanita diantar oleh keluarga dan kepala desa ke UGD RSKD
Dadi untuk yang kedua kalinya dengan keluhan mengamuk sejak 10 hari
yang lalu pasien keliling kampung sambil mengomel, pasien melempar
jendela rumah tetangganya hingga bolong, pasien sering mondar mandir
dalam rumah, pasien juga sering berbicara, tertawa, bernyanyi, mengaji,
dan azan tanpa sebab yang jelas. Makan pasien baik, tidur pasien
terganggu, pasien sering mandi dan mengganti pakaian, peraawatan diri
cukup.
Pasien mengaku sering mendengar suara seorang pria dan wanita
yang mengatakan ‘’Allahu Akbar”, hal ini diakui pasien sudah sejak pasien
masih di TK, pasien merasa gelisah dengan fikiran yang selalu

23
menggangu bahwa pasien dikejar-kejar dan ingin dibunuh oleh
tetangganya karena dituduh mencuri sepeda milik tetangganya, pasien
juga mengaku memiliki kekuatan yang dapat membuat wajah seseorang
menjadi bercahaya. Pasien merasa kesal karena tetangganya telah
meracuni hewan peliharaan pasien yang menyebabkan pasien rugi.
Pasein pernah mengamuk di pernikahan tetangganya 1 bulan yang lalu
dan membaik dengan sendirinya.
Awal perubahan sejak pasien pulang dari Timika, pasien tinggal di
timika bersama suami pertama dan anaknya, Pada saat itu, suami pasien
pergi meninggalkan pasien dan anak-anaknya dan menikah lagi dengan
wanita lain. Sejak saat itu pasien merasa sangat sedih dan mulai
menyendiri, berbicara sndiri, suami pasien saat ini adalah suami kedua
dan tidak mengetahui secara pasti mengenai awal perubahan pasien,
pasien pernah di rawat di RSKD Dadi 3 tahun yang lalu selama 10 hari,
namun keluarga tidak mengetaui riwayat pengobatan pasien.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL (Sesuai PPDGJ-III)


Aksis I:
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis ditemukan adanya gejala klinis
bermakna yaitu pasien keliling kampung sambil mengomel, pasien
melempar jendela rumah tetangganya, pasien sering mondar mandir
dalam rumah, pasien juga sering berbicara, tertawa, bernyanyi, mengaji,
dan azan tanpa sebab yang jelas.
Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada dirinya dan
keluarga serta terdapat hendaya (dissability) pada fungsi psikososial,
pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan
bahwa pasien menderita Gangguan Jiwa.
Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkan halusinasi
auditorik pasien sering mendengar suara seorang pria dan wanita yang
mengatakan “ Allahu Akbar” secara terus-menerus dan waham

24
persekutorik: pasien mengaku dikejar-kejar dan ingin dibunuh oleh
tetangganya, sehingga dikategorikan Gangguan Jiwa Psikotik.
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis tidak ditemukan
kelainan sehingga kelainan organik dapat disingkirkan dan dikategorikan
sebagai Gangguan Jiwa Psikotik Non Organik.
Pasien mengaku sering mendengar suara seorang pria dan wanita
yang mengatakan ‘’Allahu Akbar”, hal ini diakui pasien sudah sejak lama,
pasien merasa gelisah dengan fikiran yang selalu menggangu pasien
bahwa pasien dikejar-kejar dan ingin dibunuh oleh tetangganya karena
dituduh mencuri sepeda milik tetangganya, pasien juga mengaku memiliki
kekuatan yang dapat membuat wajah seseorang bercahaya hanya
dengan menyebut namanya sehingga berdasarkan pedoman
penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ III) diagnosis pasien
masuk dalam kategori Gangguan Skizofrenia Paranoid (F20.0).

Pasien didiagnosis banding dengan :

Keadaan paranoid involusional (F22.8): Merupakan sisa untuk gangguan-


gangguan waham yang menetap yang tidak memenuhi kriteria untuk
gangguan waham

Aksis II

Ciri kepribadian tidak khas

Aksis III

Tidak ditemukan kelainan

Aksis IV

suami pasien pergi meninggalkan pasien dan anak-anaknya dan menikah


lagi dengan wanita lain.

25
Aksis V

GAF Scale saat ini : 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik).

VII. DAFTAR MASALAH


 Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik bermakna, namun karena terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter maka memerlukan
psikofarmakoterapi.
 Psikologi
Ditemukan adanya masalah psikologi sehingga pasien memerlukan
psikoterapi.

 Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam waktu senggang maka membutuhkan
sosioterapi

VIII. RENCANA TERAPI


A. Psikofarmakoterapi
 Haloperidol 5 mg, 1 tab/8jam/oral
 Chlorpromazine 100 mg, 1 tab/24 jam/oral/malam
1. Psikoterapi Suportif
Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan
keluhan dan isi hati serta perasaan sehingga pasien merasa lega.
Konseling: Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien agar
memahami penyakitnya, bagaimana cara menghadapinya, manfaat
pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan. Memberikan dukungan kepada pasien serta memotivasi agar
minum obat secara teratur.

26
2. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang
disekitarnya tentang gangguan yang dialami pasien sehingga mereka
dapat menerima dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses pemulihan pasien

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

Faktor Pendukung Faktor Penghambat

Tidak ada faktor pencetus (tidak


Gejala positif
jelas)
Riwayat sosial pramorbid baik

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan
penyakitnya. Selain itu menilai efektivitas terapi dan kemungkinan efek
samping yang mungkin terjadi.

XI. DISKUSI
Dari Alloanamnesis dan autoanamnesis Ny. H didapatkan adanya
gejala klinis berupa pasien mengamuk dan selalu gelisah. Pasien juga
tidak bisa tenang dan selalu mondar-mandir dirumah.
Pasien mengeluhkan sering mendengar suara pria dan wanita yang
mengucapkan Allahu Akbar, Berdasarkan gejala-gejala diatas dapat kita
tarik kesimpulan bahwa pasien dengan gejala tersebut dapat kita
diagnosis dengan Skizofrenia, Sesuai dengan kriteria diagnosis menurut
PPDGJ III dengan 2 gejala, hal ini jelas dari gejala pasien yang sering

27
mendengar suara bisikkan (Halusisnasi auditorik), merasa curiga dengan
orang lain (Waham Kejar),

Tatalaksana untuk pasien diatas adalah dengan melakukan


pemberian anti psikotik generasi satu ( Anti Psikosis Tipikal ) berupa
Halopridol dosis 5 mg 1x1 dan CPZ dosis 100 mg 1x1 tetapi apabila
pasien mulai mengeluhkan timbulnya efek samping obat dapat kita bantu
dengan pemberian THP (Trihexyphenidil dosis 2 mg 1x1) atau bisa kita
ganti dengan anti psikosis generasi dua ( Anti psikosis atipikal ) dengan
efek samping yang minimal yaitu Clozapine dosis 25 mg dan Risperidone
dosis 2 mg.

Kita juga bisa berikan Family therapy kepada pasien dengan


mengedukasi keluarga pasien untuk tidak mengekang serta menekan
pasien dan selalu mengsupport pasien untuk meningkatkan kepercayaan
diri sekaligus memonitoring konsumsi obat pasien untuk keberhasilan
terapi.

XI . Tinjaun Pustaka

1.1 Pendahuluan

Skizofrenia merupakan suatu bentuk gangguan psikosis fungsional


dengan prevalensi 1-1,5 % dari total penduduk dunia. Skizofrenia
biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada
laki-laki biasanya anatara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35
tahun.1

Gejala yang ditimbulkan pada pasien skizofrenia mencangkup


beberapa fungsi, seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan
yang salah (waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara
(alogia), gangguan aktivitas motorik (katatonik atau hyperactive behavior),
gangguan dari pengungkapan emosi (afek tumpul), tidak mampu
merasakan kesenangan (anhedonia sehingga menyebabkan afek datar).

28
Akan tetapi, kesadaran dan kemampuan intelektual pada pasien masih
dapat dipertahankan, meskipun terjadi defisit kognitif.

Menurut Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Five


Edition Text Revised (DSM-V-TR) Tipe skizofrenia dibagi menjadi
beberapa tipe yaitu tipe paranoid, tipe hebefrenik, tipe katatonik, tip
residual, tipe simpleks, tipe lainnya , tipe YTT dan depresi pasca
skizofrenia. Dari semua tipe tersebut yang paling sering terjadi adalah tipe
paranoid.2

Skizofrenia paranoid terjadi karena melemahnya neurologis dan


kognitif. Pada fase aktif dari kelainan ini penderita mengalami gangguan
jiwa berat dan gejala-gejala tersebut dapat membahayakan dirinya dan
orang lain.

2.1 SKiZOFRENIA

2.1.1 Definisi

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti


“terpisah”atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia
terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. 4

Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi


pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai
kenyataan, dan mencakup waham dan halusinasi.3

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan


karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

29
2.1.2 Epidemiologi

Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan


risiko morbiditas selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak
pada akhir masa remaja atau awal dewasa.2 Awitan skizofrenia di bawah
usia 10 tahun atau di atas usia 60 tahun sangat jarang. Laki-laki memiliki
onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset
untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, dan untuk wanita usia puncak
onsetnya adalah 25 sampai 35 tahun.6,7

Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung


mengalami hendaya akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa
wanita lebih cenderung memiliki kemampuan fungsi sosial yang lebih baik
daripada pria sebelum awitan penyakit. Secara umum, hasil akhir pasin
skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan hasil akhir pasien skizofrenia
pria.5

2.1.3 Etiologi

Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab


skizofrenia.7 Namun, skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu
etiologi, melainkan gabungan antara berbagai faktor yang dapat
mendorong munculnya gejala mulai dari faktor neurobiologis maupun
faktor psikososial, diantaranya sebagai berikut:

1. Faktor Neurobiologis

a. Faktor Genetika

Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas),


skizofrenia adalah gangguan bersifat keluarga.Penelitian tentang adanya
pengaruh genetika atau keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut
telah membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya
skizofrenia bila terdapat anggota keluarga lainnya yang menderita

30
skizofrenia, terutama bila hubungan keluarga tersebut dekat (semakin
dekat hubungan kekerabatan, semakin tinggi risikonya).7

b. Faktor Neuroanatomi Struktural

Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis merupakan tiga


daerah yang saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu
daerah mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya.Gangguan
pada sistem limbik akan mengakibatkan gangguan pengendalian emosi.
Gangguan pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau
keanehan pada pergerakan (motorik), termasuk gaya berjalan, ekspresi
wajah facial grimacing. Pada pasien skizofrenia dapat ditemukan
gangguan organik berupa pelebaran ventrikel tiga dan lateral, atrofi
bilateral lobus temporomedial dan girus parahipokampus, hipokampus,
dan amigdala.6,7

c. Faktor Neurokimia

Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmitter juga


diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia. Hipotesis yang
paling banyak yaitu gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul
diperkirakan karena adanya gangguan neurotransmitter sentral, yaitu
terjadinya peningkatan aktivitas dopaminergik atau dopamin sentral
(hipotesis dopamin). Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya
pelepasan dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau
hipersensitivitas reseptor dopamin.6

2. Faktor Psikososial

a. Faktor Keluarga dan Lingkungan

Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting


dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi.7 Pasien
skizofrenia sering tidak “dibebaskan” oleh keluarganya. Beberapa peneliti
mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh pada

31
keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak
jelas dan sedikit tak logis.7 Penderita skizofrenia pada keluarga dengan
ekspresi emosi tinggi (expressed emotion [EE], keluarga yang
berkomentar kasar dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang
yang lebih besar untuk kambuh.7,8

b. Faktor Stressor

Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi


dan kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset
gejala akut.8

2.1.4 Manifestasi Klinis

Skizofrenia Paranoid

Gejala-gejala yang terdapat pada Skizofrenia paranoid adalah sebagai


berikut:

1. Waham (delusion) yang menonjol .misalnya waham kejar,


waham kebesaran dan lain sebagainya,
2. Halusinasi yang menonjol misalnya halusinasi auditorik, halusinasi
visual dan lain sebagainya,
3. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta
gejala katatonik secara relative tidak nyata/tidak menonjol.9

2.1.5 Kriteria Diagnosis

Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnostik Skizofrenia, yaitu:

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas), yaitu:
A.Thought

32
 Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri berulang atau
bergema dalam kepalanya, dan isi pikiran ulangan, walaupun
isinya sama, namun kualitasnya berbeda.
 Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal)
 Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum dapat mengetahuinya
B. Delusion
 Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
 Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
 Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang
“dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan anggota
tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus)
 Delusion perception = pengalaman tentang dirinya yang tak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya yang bersifat
mistik atau mukjizat
C. Halusinasi auditorik
 Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus
terhadap perilaku pasien, atau
 Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di
antara berbagai suara yang berbicara), atau
 Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh
D. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar, dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau

33
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-
minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan
yang tidak relevan, atau neologisme.
c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (ex-citement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, stupor.
d. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.
 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal).
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi,
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hiduo tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, dan penarikan diri
secara sosial.

34
Pedoman skizofrenia paranoid
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung
(humming), atau bunyi tawa (laughing)
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
bersifat seksual atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi
visual mungkin ada tetapi jarang menonjol
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delution of control), dipengaruhi (delusion
of influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah
yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata tidak menonjol.

Berdasarkan DSM V(2)

1. Dua (atau lebih) dari gejala berikut; Setiap gejala muncul dengan
waktu yang cukup signifikan dalam kurun waktu periode 1 bulan
(atau kurang, jika berhasil ditangani). Setidaknya salah satu gejala
merupakan (1), (2), atau(3):
1. Delusi
2. Halusinasi
3. Kemampuan berbicara tidak terorganisasi
4. Perilaku tidak terorganisasi dan katatonia
5. Simptom negatif
2. Untuk periode waktu yang signifikan sejak munculnya onset dari
gangguan, level keberfungsian dari kebanyakan area seperti

35
pekerjaan, relasi interpersonal, self-care, tercatat lebih rendah jika
dibandingkan dengan sebelum onset.
3. Munculnya gejala yang berkelanjutan dari gangguan, setidaknya
selama 6 bulan. Dalam 6 bulan ini, setidaknya terdapat 1 bulan
dimana muncul gejala yang memenuhi Kriteria A, dan dimungkinkan
juga munculnya gejala prodromal maupun residual.
4. Gangguan schizoaffective dan depressive maupun bipolar dengan
fitur psychotic telah dikesampingkan.
5. Gangguan tidak disebabkan karena efek psikologis dari penggunaan
obat-obatan maupun terkait kondisi medis lainnya.
6. Jika ada riwayat onset dari gangguan autism maupun gangguan
bicara saat kecil, maka diagnosa tambahan dari schizophrenia hanya
dibuat jika delusi dan halusinasinya menonjol.

2.1.6 Pengobatan

Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). Obat ini dibagi dalam


dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu dopamine receptor
antagonis (DRA) atau antipsikotika generasi I (APG-I) misalnya
fenotiazine, tioxantine, butirofenon dan serotonin-dopamine antagonist
(SDA) atau antipsikotika generasi II (APG-II) misalnya clozapine,
risperidone, olanzapine. (10)

APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis


(SDA) atau antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja
melalui interaksi antara serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di
otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan
sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I
dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan
APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan
reseptor dopamin (D2).

36
Obat Anti-Psikotik Tipikal (Typical Anti Psychotics)

1. Phenothiazine
 Rantai Aliphatic :
- Chlorpromazine (Chlorpromazine): Tab. 25-100mg. Dosis
anjuran 300-1000 mg/h.
 Rantai Piperazine :
- Perphenazine (Trilafon)
- Trifluoperazine (Stelazine): Tab. 1-5 mg. Dosis anjuran 15-
50 mg/h
- Fluphenazine (Stelazine): Tab.1-5 mg. Dosis anjuran 15-50
mg/h
 Rantai Piperidine : Thioridazine (Melleril)
2. Butyrophenone : Haloperidol (Haloperidol): Tab 0,5, 1,5,
5mg. Dosis anjuran 5-20 mg/h
3. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide.

Pasien diberikan Haloperidol 5 mg 3x1 dan Chlorpromazin 0-0-1


yang merupakan antipsikotik tipikal. Haloperidol menenangkan dan
menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi. Efek sedative
haloperidol kurang kuat disbanding dengan CPZ.(10)

Pasien juga diberikan Trihexyphenidil 2 mg 1x1 yang merupakan


antikolinergik. Mekanisme kerja dasar obat ini ialah mengurangi aktivitas
kolinergik yang berlebihan di ganglia basal.(10)

2.1.7 Diagnosis banding

1. Epilepsi dan Psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan


2. Keadaan paranoid involusional
3. Paranoia
2.1.8 Prognosis

37
Sebagian gejala skizofrenia akut dan gejala yang lebih dramatif
hilang dengan berjalannya waktu, tetapi pasien secara kronik
membutuhkan perlindungan atau menghabiskan waktunya bertahun-tahun
di dalam rumah sakit jiwa. Prognosis menjadi lebih buruk bila pasien
menyalahgunakan zat atau hidup dalam keluarga yang tidak harmonis.

KESIMPULAN

Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan


mispersepsi pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien
sebagai kenyataan, dan mencakup waham dan halusinasi.

Menurut Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Five


Edition Text Revised (DSM-V-TR) Tipe skizofrenia dibagi menjadi
beberapa tipe, Dari semua tipe tersebut yang paling sering terjadi adalah
tipe paranoid.

Diagnosis Skizofrenia harus ada sedikitnya satu gejala yang amat


jelas, yaitu :

 Thought
 Delusion
 Halusinasi auditorik
 Waham-waham menetap jenis lainnya

atau sedikitnya dua gejala secara jelas, yaitu :

 Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja


 Arus pikiran yang terputus
 Perilaku katatonik
 Gejala-gejala “negatif

sesuai kriteria diagnosis PPDGJ III.

Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). yaitu dopamine


receptor antagonis (DRA) atau antipsikotika generasi I (APG-I) seperti

38
Clorpromazine dan Halopridol dan serotonin-dopamine antagonist (SDA)
atau antipsikotika generasi II (APG-II) seperti Clobazine dan Risperidone.
Prognosis penyakit tergantung dari cepat lambatnya pengobatan dan
pengawasan dalam pelaksanaan pengobatan.

39
Daftar Pustaka

1. Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; Ruiz, Pedro : Kaplan &
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition.
Philadhelpia : Lippincott Williams & Wilkins, 2009.p. 1434
2. Maslim,Rusdi. Buku Saku Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa III(PPDGJ III).Jakarta : PT Nuh Jaya, 2013.
3. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta :
Erlangga. 2012:18-21.
4. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius. 2014:910-3.
5. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa.
Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC. 2014:147-68.
6. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis
Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1.
Tanggerang : Binarupa Aksara Publisher. 2010:699-744
7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto.
Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.
2013:173-98.
8. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta :
Erlangga. 2012:18-21.
9. Muhyi, A. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala
Depresi di RSJ. FK UIN Syarif Hidayatullah. 2011
10. Gan Sulistia, Arozal Wawaimuli. Farmakologi dan Terapi Edisi 5
Bagian Farmakologi FK-UI. Jakarta: 2007

40
LAPORAN KASUS 2

Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik (F.32.3)

XII. IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. LW
No. RM : 179099
Umur : 23 tahun
Alamat : Waha
Agama : Islam
Suku : Bau-Bau
Status Perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : Mahasiswa
Pekerjaan : Pengangkat barang
Tanggal Pemeriksa : 8 September 2019

XIII. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis, dan alloanamnesis dari
:
Nama : Ny.R
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Alamat : Bau-Bau

Hubungan dengan pasien : Ibu Kandung Pasien

41
LAPORAN PSIKIATRI

F. Keluhan Utama:
Gelisah

G. Riwayat Gangguan Sekarang


Seorang pasien laki-laki masuk ke RSKD Dadi untuk pertama
kalinya diantar oleh keluarganya dengan keluhan gelisah. Pasien
tampak gelisah disertai dengan perasaan selalu merasa sedih,
sering mengalami sakit kepala, rasa tidak nyaman di dada sebelah
kiri, nyeri ulu hati dan merasa lemas sekali. Keluhan ini dialami
sejak 7 bulan yang lalu dan memberat 2 bulan terakhir. Pasien
selalu merasa seperti mau mati saja karena semakin hari pasien
merasa lemas, tidak bersemangat, nafsu makan menurun serta
kadang sulit untuk tidur. Pasien biasa terbangun saat tidur pada
malam harinya karena bermimpi buruk. Pasien bermimpi kadang
dirinya berada di kuburan atau melihat ibunya atau keluarganya
meninggal dunia dan pasien juga mengatakan kadang mendengar
ada suara mendengung seorang perempuan menangis dan
Riwayat pernah mencium bau busuk yang orang lain tidak
menciumnya. Pasien merasa pesimis dengan hidupnya bahkan
pasien pernah ingin mengakhiri hidupnya karena merasa tidak kuat
dengan sakit yang pasien alami.
Awal perubahan perilaku kurang lebih terjadi pada tahun 2018,
saat pasien mengalami berbagai masalah yaitu pasien pernah
dipenjara bersama bapaknya selama 3 bulan karena masalah kintal
rumah dengan tetangganya. Pasien dan bapaknya berkelahi
dengan tetangganya hingga mengalami cedera kepala. Tidak lama
kemudian sekitar selang 2 minggu, muncul masalah mengenai
hubungan pasien dengan pacarnya yang ingin menggugat pasien
ke kantor polisi jika tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang
telah pasien lakukan dan akhirnya pasien menikah siri tanpa

42
sepengetahuan orang lingkungan tempat tinggal karena merasa
malu dan pasien merasa bersalah telah menghamili pacarnya.
Sehari setelah menikah, pasien dan bapaknya masuk penjara
karena masalah kintal rumah. Setelah keluar dari penjara, pasien
sudah tidak melanjutkan kuliahnya di PTSD Bau-Bau lagi dan
pasien memilih pergi ke Jayapura bersama sepupuhnya bekerja
sebagai pengangkat barang di perusahaan. Pasien bekerja di
Jayapura selama ± 1 tahun dan mulai mengalami keluhan seperti
perasaan selalu merasa sedih, rasa tidak nyaman di dada dan nyeri
ulu hati, selama di Jayapura seringkali berobat ± 10 kali tetapi tidak
membaik. Sehingga pasien kembali ke Bau-Bau untuk berobat.
Pada tanggal 15 Agustus 2019, minum obat Diazepam 10mg/3x1,
Amitriptiline 25mg/3x1, Nopres (Fluoxetine) 20mg/1-0-0, dan
Alprazolam 0,5mg/0-0-1 dan pasien tidak teratur minum obat.
3) Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial : Terganggu
Hendaya Pekerjaan : Terganggu
Hendaya waktu senggang : Terganggu
4) Faktor Stressor Psikososial
Pasien dan bapaknya dipenjara karena masalah dengan
tetangganya dan Masalah dengan pacarnya dimana pasien
menghamili pacarnya.

H. Riwayat Gangguan Sebelumnya


4. Riwayat penyakit dahulu :
4) Penyakit Infeksi (-)
5) Kejang (-)
6) Trauma (-)

43
5. Riwayat penggunaan NAPZA :
4) Merokok (+) sesekali jika diberikan oleh teman
5) Alkohol (+) sekali di Jayapura 2 botol jenis anggur merah
6) Obat - obatan (-)
6. Riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya:
Tidak ada riwayat menderita keluhan yang sama sebelumnya.

I. Riwayat Kehidupan Pribadi


7. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir cukup bulan dan normal di bantu oleh dukun.
Waktu kecil pasien mendapatkan ASI ±1 tahun karena ibu
pasien hamil anak ke 2. Berat badan lahir normal, riwayat
kejang dan infeksi pada saat bayi tidak ada.
8. Riwayat Masa Kanak Awal (1 – 3 tahun)
Tumbuh kembang pasien normal seperti anak lain
seusianya. Pasien tidak mengalami keterlambatan dalam
perkembangan.
9. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( 4 – 11 tahun )
Pasien bersekolah di SD 1 Waha, pasien mampu mengikuti
pelajaran sekolah, pergaulan pasien dengan teman seusianya
juga baik. Pola Asuh ayah terhadap pasien cukup keras, pasien
sering dibentak oleh bapaknya sehingga pasien merasa aman
jika bersama ibunya.
10. Riwayat Masa Kanak Akhir (usia 12 – 14 tahun)
Diusia ini pasien menjalani masa-masa SMP di SMPN 2
Waha, pertumbuhan dan perkembangan pasien normal, serta
banyak bergaul dengan teman-teman sebayanya.
11. Riwayat Masa Remaja (Usia 15-18 tahun)
Pendidikan SMA di SMK 1 Wangi-Wangi . Interaksi bersama
temannya terjalin dengan baik.

44
12. Riwayat Masa Dewasa
Dimasa ini pasien berusia 23 tahun telah mengalami berbagai
masalah besar yang berdampak pada psikisnya. Pasien
merasa pesimis dan tidak kuat dengan keluhan sakit yang
pasien alami tidak sembuh-sembuh dan pasien merasa
bersalah kepada pacarnya telah menghamilinya. Sekarang
pasien lebih suka menyendiri dan tidak keluar rumah.
5) Riwayat Pendidikan
Pasien tidak melanjutkan kuliah di PTSD Bau-Bau karena
merasa minder kepada temannya atas masalah yang terjadi
padanya
6) Riwayat Pekerjaan
Pasien sebagai pengangkat barang di perusahaan Jayapura
selama 1 tahun
7) Riwayat Pernikahan
Pasien menghamili pacarnya kemudin pacarnya menggugat
ke kantor polisi jika tidak ingin bertanggung jawab, karena
ancaman tersebut akhirnya pasien menikah siri dengan
pacarnya namun tidak di ketahui oleh orang lingkungan
tempat tinggal.
8) Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Islam tetapi tidak taat menjalankan
kewajiban ibadahnya

J. Riwayat Kehidupan Keluarga


Anak ke 1 dari 6 bersaudara (♂,♂,♀,♂,♀,♂). Hubungan pasien
dengan keluarga baik, pasien tinggal bersama orang tua dan ke 5
adiknya.

45
1. Genogram

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

2. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga


Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit dan keluhan yang
sama
3. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan adik-adiknya.
Pasien lebih suka menyendiri dan tidak keluar rumah.
Hubungan dengan keluarga baik.
4. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien kebingungan dengan alasan keluarganya yang
membawa pasien ke RSKD, karena pasien merasa dirinya tidak
sakit.

XIV. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI


C. Status Internus

46
Keadaaan umum pasien tampak baik, gizi cukup, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 kali/menit,
frekuensi pernapasan 24 kali/menit, suhu tubuh 36,5oC,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus. Jantung dan paru –
paru dalam batas normal, abdomen dalam batas normal,
ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.
D. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-),
pupil bulat dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, reflex cahaya (+)/(+).
Fungsi motorik dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas
normal, dan tidak ditemukan reflex patologis.

XV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


I. Deskripsi umum
6. Penampilan : Seorang laki-laki datang dengan baju berwarna
kaos hitam dan memakai celana kotak hitam pendek, wajah
sesuai umur (23 tahun), perawakan tubuh dalam batas normal,
kulit sawo matang dan perawatan diri cukup.
7. Kesadaran
- Kualitatif : Berubah
- Kuantitatif : GCS 15 (Compos Mentis)
8. Perilaku dan aktifitas psikomotor : Tenang
9. Pembicaraan : Spontan, lancar, intonasi pelan
10. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

J. Keadaan afektif
4. Mood : Disforik
5. Afek : Depresif
6. Empati : Dapat dirabarasakan

K. Fungsi Intelektual (Kognitif)

47
8. Taraf pendidikan
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan
tingkat pendidikannya.
9. Orientasi
d) Waktu : Baik
e) Tempat : Baik
f) Orang : Baik
10. Daya ingat
d) Jangka panjang : Baik
e) Jangka pendek : Baik
f) Jangka segera : Baik
11. Konsentrasi dan Perhatian : Tidak terganggu
12. Pikiran abstrak : Baik
13. Bakat Kreatif : Tidak ada
14. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

L. Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri


a. Halusinasi :
- Olfaktoria : (+) Mencium bau busuk yang orang
lain
tidak cium
- Auditorik : (+) suara mendengung dan suara
seorang perempuan menangis
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada

M. Proses Berfikir
5. Produktivitas : Spontan
6. Kontuinitas : Cukup Relevan
7. Hendaya berbahasa : Tidak ada

48
8. Gangguan Isi pikiran
Preokupasi : (+) Pasien merasa bersalah telah
menghamili pacarnya

N. Pengendalian Impuls : Baik selama wawancara

O. Daya Nilai dan Tilikan


5. Norma Sosial : Baik
6. Uji Daya Nilai : Baik
7. Penilaian Realitas : Baik
8. Tilikan : Derajat I (Menyangkal penuh terhadap
penyakit)
9. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

XVI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang pasien laki-laki masuk ke RSKD Dadi untuk pertama
kalinya diantar oleh keluarganya dengan keluhan gelisah. Pasien
tampak gelisah disertai dengan perasaan selalu merasa sedih, rasa
tidak nyaman di dada dan nyeri ulu hati dan merasa lemas sekali.
Keluhan ini dialami sejak 7 bulan yang lalu dan memberat 2 bulan
terakhir. Pasien selalu merasa seperti mau mati saja karena semakin
hari pasien merasa lemas, tidak bersemangat, nafsu makan
menurun serta kadang sulit untuk tidur. Pasien biasa terbangun saat
tidur pada malam harinya karena bermimpi buruk. Pasien bermimpi
kadang dirinya berada di kuburan atau melihat ibunya atau
keluarganya meninggal dunia dan pasien juga mengatakan kadang
mendengar ada suara mendengung seorang perempuan menangis
dan Riwayat pernah mencium bau busuk yang orang lain tidak
menciumnya. Pasien merasa pesimis dengan hidupnya bahkan

49
pasien pernah ingin mengakhiri hidupnya karena merasa tidak kuat
dengan sakit yang pasien alami.
Awal perubahan perilaku kurang lebih terjadi pada tahun 2018,
saat pasien mengalami berbagai masalah yaitu pasien pernah
dipenjara bersama bapaknya selama 3 bulan karena masalah kintal
rumah dengan tetangganya. Pasien dan bapaknya berkelahi dengan
tetangganya hingga mengalami cedera kepala. Tidak lama kemudian
sekitar selang 2 minggu, muncul masalah mengenai hubungan
pasien dengan pacarnya yang ingin menggugat pasien ke kantor
polisi jika tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang telah pasien
lakukan dan akhirnya pasien dinikahkan oleh keluarga tanpa
sepengetahuan orang lingkungan tempat tinggal karena merasa
malu dan pasien merasa bersalah telah menghamili pacarnya.
Sehari setelah dinikahkan, pasien dan bapaknya masuk penjara
karena masalah kintal rumah. Setelah keluar dari penjara, pasien
sudah tidak melanjutkan kuliahnya di PTSD Bau-Bau lagi dan pasien
memilih pergi ke Jayapura bersama sepupuhnya bekerja sebagai
pengangkat barang di perusahaan. Pasien bekerja di Jayapura
selama ± 1 tahun dan mulai mengalami keluhan seperti perasaan
selalu merasa sedih, rasa tidak nyaman di dada dan nyeri ulu hati,
selama di Jayapura seringkali berobat ± 10 kali tetapi tidak membaik.
Sehingga pasien kembali ke Bau-Bau untuk berobat. Pada tanggal
15 Agustus 2019, minum obat Diazepam 10mg/3x1, Amitriptiline
25mg/3x1, Nopres (Fluoxetine) 20mg/1-0-0, dan Alprazolam
0,5mg/0-0-1 dan pasien tidak minum obat teratur.
Pasien anak pertama dari enam bersaudara. Dimasa kanak-
kanak pola asuh ayah terhadap pasien cukup keras, pasien sering
dibentak oleh bapaknya sehingga pasien merasa aman jika bersama
ibunya. Pasien merupakan pribadi yang menyenangkan dan ramah
sebelum sakit dan setelah sakit pasien menjadi lebih suka
menyendiri dan tidak keluar rumah.

50
Hubungan pasien dengan keluarga baik. Tidak ada riwayat
keluarga dengan penyakit dan keluhan sama. Pasien menghamili
pacarnya dan sudah menikah siri dengan pacarnya namun tidak di
ketahui oleh orang lingkungan tempat tinggal.
Pemeriksaan fisis ditemukan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 kali/menit, frekuensi
pernapasan 24 kali/menit, suhu tubuh 36,5oC dan pemeriksaan
neurologis dalam batas normal. Dari pemeriksaan status mental,
didapat deskripsi umum cukup baik, mood disforik, afek depresif,
fungsi kognitif baik, gangguan proses berpikir tidak ada, halusinasi
olfaktoria (+) Mencium bau busuk yang orang lain tidak cium,
halusinasi auditorik (+) suara mendengung dan suara seorang
perempuan menangis, pengendalian diri dan daya nilai baik, tilikan
derajat 1, serta dapat dipercaya.

XVII. EVALUASI MULTIAKSIAL (Sesuai PPDGJ-III)


Aksis I:
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis ditemukan adanya
gejala klinis bermakna yaitu pasien tampak gelisah disertai dengan
perasaan tidak enak, sering mengalami sakit kepala, nyeri dada
sebelah kiri, nyeri ulu hati dan merasa lemas sekali. Keluhan ini
dialami sejak 7 bulan yang lalu dan memberat 2 bulan terakhir.
Pasien selalu merasa seperti mau mati saja karena semakin hari
pasien merasa lemas, tidak bersemangat, nafsu makan menurun
serta kadang sulit untuk tidur. Keadaan ini menimbulkan
penderitaan (distress) pada dirinya dan keluarga serta terdapat
hendaya (dissability) pada fungsi psikososial, pekerjaan, dan
penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien menderita Gangguan Jiwa.

51
Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkan halusinasi
dan tidak ada waham sehingga dikategorikan Gangguan Jiwa
Psikotik.
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis tidak
ditemukan kelainan sehingga kelainan organik dapat disingkirkan
dan dikategorikan sebagai Gangguan Jiwa Psikotik Non Organik.
Terdapat gejala utama dan gejala tambahan yang bermakna
yaitu pasien tampak gelisah disertai dengan perasaan tidak enak,
sering mengalami sakit kepala, nyeri dada sebelah kiri, nyeri ulu
hati dan merasa lemas sekali yang dialami sejak 7 bulan yang lalu
dan memberat 2 bulan terakhir. Pasien selalu merasa seperti mau
mati saja karena semakin hari pasien merasa lemas, tidak
bersemangat, nafsu makan menurun serta kadang sulit untuk tidur.
pasien merasa bersalah telah menghamili pacarnya. Pasien
merasa pesimis dengan hidupnya bahkan pasien pernah ingin
mengakhiri hidupnya karena merasa tidak kuat dengan sakit yang
pasien alami. pasien juga mengatakan kadang mendengar ada
suara mendengung seorang perempuan menangis dan riwayat
pernah mencium bau busuk yang orang lain tidak menciumnya.
Sehingga berdasarkan pedoman penggolongan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ III) diagnosis diarahkan pada Episode
Depresif Berat dengan Gejala Psikotik (F.32.2).

Pasien didiagnosis banding dengan :

- Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan


Gejala Psikotik (F.31.5)

Menurut PPDGJ III, gangguan afektif bipolar adalah


suatu gangguan suasana perasaan yang ditandai oleh adanya
episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana
afek pasien dan tingkat aktivitas jelas terganggu, pada waktu
tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan

52
energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu
lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan
aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada
penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik
biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun
jarang melebihi satu tahun kecuali pada orang usia lanjut. 1

Aksis II

Ciri Kepribadian tidak khas.

Aksis III

Tidak ada kelainan

Aksis IV

Stressor Psikososial : Pasien dan bapaknya dipenjara karena


masalah dengan tetangganya dan Masalah dengan pacarnya
dimana pasien menghamili pacarnya.

Aksis V

GAF Scale saat ini : 50-41 (gejala berat (serious), distabilitas

berat)

XVIII. DAFTAR MASALAH


 Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik bermakna, namun karena
terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter maka
memerlukan psikofarmakoterapi.
 Psikologi
Ditemukan adanya gejala psikotik, khususnya waham atau
halusinasi. Dimana waham dan halusinasi yang muncul

53
umumnya terkait dengan dosa dan perasaan bersalah.
Sehingga memerlukan psikoterapi

 Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya berat dalam bidang sosial,
pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang sehingga
memerlukan sosioterapi.

XIX. PROGNOSIS
Prognosis : Dubia ed Bonam
Faktor yang mendukung kearah prognosis baik:
1) Tidak ada kelainan organik
2) Tidak ada riwayat yang sama dalam keluarga
3) Dukungan keluarga yang kooperatif

XX. RENCANA TERAPI


a. Psikofarmakoterapi
 Risperidone 2mg/1tab/12jam/oral
 Chlorpromazine 100mg/1tab/24jam/oral (malam)
 Fluoxetine 20 mg/ 24jam/oral (pagi)
b. Psikoterapi

Memberikan dukungan dari keluarga kepada pasien untuk dapat


membantu pasien dalam memahami dan menghadapi
penyakitnya. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi
fungsi pikir, merasa, dan bertindak dengan menekankan peran
otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat, dan
memutuskan sesuatu. Hal tersebut disebabkan adanya keyakinan
bahwa manusia memilik potensi untuk menyerap pemikiran yang
rasional dan irasional, di mana pemikiran yang irasional akan
menyebabkan munculnya gangguan emosi dan tingkah laku.

54
Subjek diharapkan dapat mengubah perilaku negatifnya ke positif
dengan mengubah status pikiran dan perasaan.

c. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien
sehingga bisa menerima keadaan pasien dan memberikan
dukungan moral serta menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk membantu proses penyembuhan dan keteraturan
pengobatan.

XXI. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit
serta menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan
kemungkinan munculnya efek samping obat yang diberikan.

XXII. PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKA


Berdasarkan Pedoman Diagnostik PPDGJ III maka kasus ini
terdiagnosis kedalam golongan Episode Depresif Berat dengan
Gejala Psikotik (F.32.2). karena kasus ini terdapat 3 gejala utama
depresi yaitu (1). Afek depresif, (2). Kehilangan Minat dan
kegembiraan yaitu pelalu merasa seperti mau mati saja karena
semakin hari pasien merasa lemas dan tidak bersemangat, serta
(3). Berkurangnya energi yaitu pasien keluhan mudah lelah/lemas.
Ditambah gejala tambahan sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainya
yaitu (1). Nafsu makan berkurang, (2). Tidur terganggu. pada kasus
ini nafsu makan pasien menurun serta kadang sulit untuk tidur,
(3). Pandangan masa depan yang suram yaitu pasien merasa
pesimis dengan hidupnya (4). Gagasan atau tindakan
membahayakan diri yaitu pasien pernah ingin mengakhiri hidupnya

55
karena merasa tidak kuat dengan sakit yang pasien alami dan (5).
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna yaitu pasien
merasa bersalah telah menghamili pacarnya. Kemudian disertai
waham, halusinasi atau stupor depresif. Pada kasus ini terdapat
halusinasi audiorik dan halusinasi olfactori, yaitu pasien
mengatakan kadang mendengar ada suara mendengung seorang
perempuan menangis dan riwayat pernah mencium bau busuk
yang orang lain tidak menciumnya. 1

Gangguan Depresi termasuk dalam gangguan suasana


perasaan/mood dengan kelainan yang mendasar berupa
perubahan suasana perasaan ke arah depresi (suasana perasaan
yang menurun) dan biasanya disertai dengan perubahan tingkat
aktivitas. Diagnosis gangguan depresi yang akurat merupakan hal
penting. Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat, perlu
disingkirkan kemungkinan kondisi medis lain yang serupa dengan
depresi, seperti hipotiroid, komplikasi dari penyalahgunaan zat atau
ketergantungan, penyakit menular, anemia dan gangguan
neurologis tertentu. 2
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa
parah episode depresif telah terjadi, ketersediaan sumber daya dan
keinginan pribadi pasien. Untuk depresi ringan sampai berat,
psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan pengobatan,
farmakoterapi. Sedangkan pengobatan kombinasi harus
dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan
kondisi lain, atau tidak adanya respon yang memadai pada
monoterapi.3
Perbedaan yang paling dasar di antara antidepresan adalah
pada proses farmakologis yang terjadi, yakni ada antidepresan
yang memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada
tempat ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi
enzim monoamine oksidasi. bekerja untuk menormalkan

56
neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan
norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini
sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan
dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak. 3
Penanganan efektif dan spesifik seperti obat trisiklik.
Farmakoterapi diperkirakan kemungkinan sembuh 2 kali lipat dalam
waktu satu bulan. Meskipun demikian masih ada permasalahan
dalam penanganan gangguan depresi berat. Antidepresan
membutuhkan waktu 3 sampai 4 minggu untuk memberikan efek
terapi yang bermakna, meskipun ada yang menunjukan efek terapi
lebih awal dan secara relatif semua antidepresan yang tersedia
menjadi toksik pada dosis yang kelebihan dan menunjukkan efek
samping. 4
Obat yang digunakan untuk mengobati depresi meliputi
tricyclic compound, tetracyclic compound, MAOI (Mono amine
oksidase inhibitor), SSRI (Selective serotonin re-uptake inhibitor),
dan Atypical antidepressants. Antidepresan memengaruhi
keseimbangan keseluruhan tiga neurotransmiter di otak yang
mengatur emosi, reaksi terhadap stres, dan dorongan fisik untuk
tidur, nafsu makan, dan seksualitas. 5
Para pendukung teori monoamina merekomendasikan untuk
memilih antidepresan yang berdampak pada gejala yang paling
menonjol. Pasien yang gelisah dan mudah tersinggung harus
dirawat dengan SSRI atau SNRI, dan mereka yang mengalami
kehilangan energi dan kenikmatan hidup diobati dengan obat yang
meningkatkan norepinefrin dan dopamine. . 5

57
Gambar 1. Antidepressant of MDD

Pada kasus ini, pasien diberikan obat antidepresan yaitu


Fluoxetine 20 mg/ 24jam/oral (Antidepresan Golongan SSRI) yang
merupakan lini pertama pada pengobatan depresi, obat ini berkerja
dengan menghambat pengambilan serotonin secara spesifik. Selain
itu kelebihan obat ini dibandingkan antidepresan lain, obat ini
mempunyai efek antikolinergik lebih kecil dan kardiotoksik lebih
rendah dan metabolit fluoxetine memiliki waktu paruh yang lebih
panjang daripada SSRI lainnya, yang menyebabkan fluoxetine hanya
diperbolehkan untuk dimakan satu dosis per hari dan dengan
demikian mengurangi efek dari diskontinuasi pengobatan SSRI.
Namun Fluoxetine perlu digunakan secara berhati-hati pada pasien
dengan sindroma bipolar atau pasien dengan riwayat keluarga
sindroma bipolar, karena metabolit aktif yang terdapat dalam darah
selama beberapa minggu dapat memperburuk episode manik pada
saat perubahan episode dari depresi ke episode manik. 6

Pada kasus ini juga diberikan antipsikosis karena dalam kasus


ini pasien mengalami gejala psikosis. Obat antipsikotik dibagi dalam

58
dua kelompok yaitu dopamine receptor antagonist (DRA) atau
antipsikotik generasi I (APG-I) dan serotonin-dopamine antagonist
(SDA) atau antipsikotik generasi II (APG-II). Obat APG-I disebut juga
antipsikotika konvensional atau tipikal sedangkan APG-II disebut
juga antispikotika baru atau atipikal. Secara umum, mekanisme kerja
APG-1 adalah memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaps
neuron di otak, khususnya sistem limbik, dan sistem ekstrapiramidal
(dopamine D2 receptor antagonist) sedangkan APG-II disamping
berafinitas terhadap dopamine D2 receptor juga terhadap Serotonin
5 HT2 Receptor. Obat APG-1 berguna terutama untuk mengontrol
gejala-gejala positif sedangkan untuk gejala negatif hampir tidak
bermanfaat sedangkan obat APG-II bermanfaat baik untuk gejala
positif maupun negatif. 7

Dalam kasus ini, diberikan antipsikotik tipikal (Chlorpromazine


100mg/1tab/24jam/oral) dan antipsikotik atipikal (Risperidone
2mg/1tab/12jam/oral). Pada pasien terdapat gejala positif yaitu
gangguan persepsi yaitu halusinasi olfaktorik dan halusinasi auditorik
sehingga diberikan antipsikotik tipikal. Chlorpromazine merupakan
obat antipsikotik turunan phenotiazine yang bekerja pada taraf
susunan saraf pusat, terutama pada tingkat subkortikal maupun pada
berbagai sistem organ. Chlorpromazine mempunyai efek anti-
adrenergik kuat dan antikolinergik perifer lemah, serta efek
penghambatan ganglion yang relatif lemah. Ia juga mempunyai efek
antihistamin dan antiserotonin lemah. Chlorpromazine memiliki efek
sekunder yang sedatif segera memperbaiki kegelisahan dan
gangguan tidur (efek sekunder yang muncul cepat), dan pada
penggunaan selanjutnya akan memperbaiki gejala psikosis utama
secara sedikit demi sedikit (efek primer). Jadi efek sekunder sebagai
efek samping obat juga dimanfaatkan untuk tujuan terapi. Efek
samping gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom

59
parkinson : tremor, bradikinesia, rigiditas) pada haloperidol lebih
besar dibandingkan chlorpromazine. 7
Dan untuk mengatasi gejala negatif (gangguan perasaan dan
gangguan perilaku terbatas atau cenderung menyendiri/ abulia) pada
kasus ini diberikan antipsikotik atipikal (Risperidone
2mg/1tab/12jam/oral). Risperidon merupakan antagonis
monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap reseptor
serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidon berikatan
dengan reseptor α1- adrenergik. Risperion tidak memiliki afinitas
terhadap reseptor kolinergik. risperidon juga merupakan antagonis
D2 kuat dibanding golongan atipikal lain, dimana dapat memperbaiki
gejala positif juga. Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang
seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping
ekstrapiramidal. 8

Penatalaksanaan gangguan depresi dapat dilakukan dengan


psikoterapi. Terdapat tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang
digunakan dalam pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif,
terapi interpersonal, dan terapi perilaku. National Institute of Mental
Health telah menemukan predictor response terhadap berbagai
pengobatan sebagai berikut ini: 1) disfungsi sosial yang rendah
menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal; 2)
disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons yang baik
terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi; 3) disfungsi
kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap
farmakoterapi; 4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan
respons yang baik terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi.
3

60
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas


dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
FK-Unika Atmajaya.
2. Jasmine S. Christian. 2012. Episode depresi berat dengan gejala
psikotik pada wanita. Bagian / SMF Ilmu Kedokteran Jiwa. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
3. Hanif Fakhruddin. 2015. A 62 years old woman with recurrent
depressive disorder, current episode moderate, with somatic
symptoms. Faculty of Medicine, Universitas Lampung
4. Sylvia D Elvira ddk. 2013. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-3. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

5. Charles H. Brown. 2011. Pharmacotherapy of Major Depressive


Disorder.https://www.uspharmacist.com/article/pharmacotherapy-
of-major-depressive-disorder
6. Feri Eka Supratanda. 2016. Penatalaksanaan Skizoafektif Tipe
Depresif dengan Sindrom Ekstrapiramidal. Faculty of Medicine,
Lampung University
7. Dr. Rusdi maslim. Edisi k3 3. Panduan praktis. Penggunaan klinis
obat psikotropik.
8. Ranintha br surbakti. 2014. A 30 years old man with depressed type
of schizoaffective disorder. Faculty of Medicine, Lampung
University

61
LAPORAN KASUS 3

Gangguan Anxietas YTT (F41.9)

XXIII. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. S
No. RM : 178194
Umur : 30 tahun
Alamat : Makassar
Agama : Islam
Suku : Makassar
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Tanggal Pemeriksa : 5 September 2019

XXIV. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis, dan alloanamnesis dari
:
Nama : Tn. M
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : Sarjana Komputer

Pekerjaan : Programmer sebuah perusahaan

Alamat : Makassar

Hubungan dengan pasien : Suami pasien

62
LAPORAN PSIKIATRI

K. Keluhan Utama:
Cemas

L. Riwayat Gangguan Sekarang


Seorang pasien perempuan masuk ke Poli RSKD Dadi untuk
pertama kalinya diantar oleh suaminya dengan keluhan cemas.
Keluhan cemas dialami sejak 2 bulan yang lalu, memberat 1
minggu terakhir. Pasien sering merasa lemas, jantung berdebar-
debar, keringat dingin, dan kadang tangannya gemetaran. Pasien
selalu merasa cemas ketika suaminya akan keluar rumah, lama
mengangkat telfonnya dan terlebih jika suaminya telat pulang kerja.
Pasien kadang berjalan mondar-mandir ketika gejala cemas timbul
tapi tidak pernah mendengar suara bisikan dan halusinasi juga
tidak ada. Akhir-akhir ini nafsu makan pasien menurun dan tidur
semakin berkurang. Pasien merasa sakit dan ingin menjadi lebih
baik, pasien sendiri datang ke RSKD Dadi atas saran dari
temannya dan suami pasien mendukung pasien untuk sembuh dari
keluhan yang sering diceritakan istrinya kepadanya.
Awal perubahan perilaku kurang lebih terjadi pada tahun 2015
saat pasien bercerai dari suami pertamanya karena berselingkuh
dengan teman kerja dikantor, usia pernikahan pertamanya kurang
lebih hanya 3 tahun dan belum dikaruniai anak. Sejak itu pasien
mulai merasa selalu curiga pada pasangannya, saat ini pasien telah
menikah kembali dengan laki-laki yang dikenalkan oleh orang
tuanya. Pasien merasa takut hubungan di masa lalunya akan
terulang kembali di pernikahan yang keduanya ini. Pasien juga
mengaku memiliki sikap egois untuk diikuti kemauannya misalnya
pasien selalu ingin dikabari suami jika suami diluar rumah dan
pasien membatasi pergaulan suami, namun pasien juga termaksud
orang yang perhatian, rajin dan senang mengerjakan pekerjaan

63
rumah seperti membersihkan rumah dan memasak makanan
kesukaan suami namun sejak 2 bulan terakhir pasien jarang
melakukannya. Hubungan pasien dengan keluarga, suami, dan
lingkungan tempat tinggal sebelum awal perubahan perilaku dan
setelah perubahan perilaku terjalin dengan baik.
5) Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial : Terganggu
Hendaya Pekerjaan : Terganggu
Hendaya waktu senggang : Terganggu
6) Faktor Stressor Psikososial
Pasien bercerai dari suami pertamanya karena berselingkuh
dengan teman kerja dikantor.

M. Riwayat Gangguan Sebelumnya


7. Riwayat penyakit dahulu :
7) Penyakit Infeksi (-)
8) Kejang (-)
9) Trauma (-)
8. Riwayat penggunaan NAPZA :
7) Merokok (-)
8) Alkohol (-)
9) Obat - obatan (-)
9. Riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya:
Tidak ada riwayat menderita keluhan yang sama sebelumnya.

N. Riwayat Kehidupan Pribadi


13. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir cukup bulan dan normal di bantu oleh bidan.
Waktu kecil pasien mendapatkan ASI eksklusif. Berat badan

64
lahir normal, riwayat kejang dan infeksi pada saat bayi tidak
ada.

14. Riwayat Masa Kanak Awal (1 – 3 tahun)


Tumbuh kembang pasien normal seperti anak lain
seusianya. Pasien tidak mengalami keterlambatan dalam
perkembangan.
15. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( 4 – 11 tahun )
Pasien bersekolah di Sekolah Dasar, pasien mampu
mengikuti pelajaran sekolah, pergaulan pasien dengan teman
seusianya juga baik
16. Riwayat Masa Kanak Akhir (usia 12 – 14 tahun)
Diusia ini pasien menjalani masa-masa SMP di SMPN 1
Makassar, pertumbuhan dan perkembangan pasien normal,
serta banyak bergaul dengan teman-teman sebayanya.
17. Riwayat Masa Remaja (Usia 15-18 tahun)
Pendidikan terakhir pasien SMA. Interaksi bersama
temannya terjalin dengan baik.
18. Riwayat Masa Dewasa
Dimasa ini pasien menikah pada usia 22 tahun, namun tidak
lama kemudian kurang lebih 3 tahun bersama pasien bercerai
karena suami pertama berselingkuh dengan teman kerja
dikantornya karena alasan suami merasa tidak kuat dengan
sikap egois yang dimiliki pasien untuk selalu diikuti
kemauannya misalnya pasien selalu ingin dikabari suami jika
suami diluar rumah dan membatasi pergaulan suami. Saat ini
pasien telah menikah kembali dan pasien merasa takut
hubungan di masa lalunya akan terulang kembali di pernikahan
keduanya ini.
9) Riwayat Pendidikan
Pasien menyelesaikan jenjang pendidikan SMA

65
10) Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak pernah bekerja, hanya sebagai IRT
11) Riwayat Pernikahan
Pada tahun 2012 pasien menikah, namun pada tahun 2015
bercerai karena suaminya berselingkuh dengan teman kerja
dikantornya karena alasan suami merasa tidak kuat dengan
sikap egois yang dimiliki pasien untuk selalu diikuti
kemauannya. Pada akhir tahun 2018, pasien telah menikah
kembali dan takut hubungan di masa lalunya akan terulang
kembali.
12) Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Islam. Pasien kurang melaksanakan
ibadah

O. Riwayat Kehidupan Keluarga


Anak ke 3 dari 3 bersaudara (♂,♀,♀). Hubungan pasien dengan
keluarga baik, pasien tinggal bersama suami, bapak, ibu, kakanya,
ipar dan 1 orang ponakannya.
5) Genogram

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
6) Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

66
Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit dan keluhan
yang sama
7) Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal bersama suami dan keluarga intinya, pasien
tidak bekerja, dirumah pasien dibantu ibunya dalam
mengurus pekerjaan rumah dan biasa pasien menjaga
keponakannya bila kakaknya kerja, suami pasien bekerja
disalah satu perusahaan swasta dan penghasilannya cukup
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8) Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien menyadari dirinya sakit dan perlu pengobatan.

XXV. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI


E. Status Internus
Keadaaan umum pasien tampak baik, gizi cukup, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 85 kali/menit,
frekuensi pernapasan 20 kali/menit, suhu tubuh 36,5oC,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus. Jantung dan paru –
paru dalam batas normal, abdomen dalam batas normal,
ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.
F. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-),
pupil bulat dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, reflex cahaya (+)/(+).
Fungsi motorik dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas
normal, dan tidak ditemukan reflex patologis.

XXVI. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


P. Deskripsi umum
11. Penampilan : Seorang perempuan datang dengan baju
berwarna hitam dan memakai celana jeans, wajah sesuai umur

67
(30 tahun), perawakan tubuh dalam batas normal, kulit sawo
matang dan perawatan diri cukup.
12. Kesadaran : Baik
13. Perilaku dan aktifitas psikomotor : Tenang
14. Pembicaraan : Spontan, lancar, kesan semangat dan cepat,
intonasi biasa
15. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
Q. Keadaan afektif
7. Mood : Cemas
8. Afek : Appropriate / sesuai
9. Empati : Dapat dirabarasakan
R. Fungsi Intelektual (Kognitif)
15. Taraf pendidikan
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan
tingkat pendidikannya yakni lulusan SMA
16. Orientasi
g) Waktu : Baik
h) Tempat : Baik
i) Orang : Baik
17. Daya ingat
g) Jangka panjang : Baik
h) Jangka pendek : Baik
i) Jangka segera : Baik
18. Konsentrasi dan Perhatian : Tidak terganggu
19. Pikiran abstrak : Baik
20. Bakat Kreatif : Tidak ada
21. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
S. Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri
a. Halusinasi :
- Visual : Tidak ada
- Auditorik : Tidak ada

68
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada
T. Proses Berfikir
9. Produktivitas : Spontan
10. Kontuinitas : Relevan
11. Hendaya berbahasa : Tidak ada
12. Isi pikiran
Preokupasi :Ada, pasien merasa cemas jika
suaminya lambat mengangkat telfonnya
dan terlambat pulang kerja
13. Gangguan isi pikir : Tidak ada
U. Pengendalian Impuls : Baik selama wawancara
V. Daya Nilai dan Tilikan
10. Norma Sosial : Baik
11. Uji Daya Nilai : Baik
12. Penilaian Realitas : Baik
13. Tilikan : Derajat V ( Menyadari penyakitnya dan
faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan
dalam perilaku praktisnya)
W. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya

XXVII. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


 Seorang pasien perempuan 30 tahun masuk ke Poli RSKD
Dadi dengan keluhan cemas sejak 2 bulan yang lalu, memberat
1 minggu terakhir.
 Pasien sering merasa lemas, jantung berdebar-debar, keringat
dingin, dan kadang tangannya gemetaran.

69
 Pasien selalu merasa cemas ketika suaminya akan keluar
rumah, lama mengangkat telfonnya dan terlebih jika suaminya
telat pulang kerja.
 Awal perubahan perilaku kurang lebih terjadi pada tahun 2015
saat pasien bercerai dari suami pertamanya karena
berselingkuh dengan teman kerja dikantor.

XXVIII. EVALUASI MULTIAKSIAL (Sesuai PPDGJ-III)


Aksis I:
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis ditemukan adanya
gejala klinis bermakna yaitu pasien sering merasa cemas
berlebihan, merasa lemas, jantung berdebar-debar, keringat dingin,
kadang tangannya gemetaran sehingga nafsu makan menurun dan
tidur semakin berkurang. Keadaan ini menimbulkan penderitaan
(distress) pada dirinya dan keluarga serta terdapat hendaya
(dissability) pada fungsi psikososial, pekerjaan, dan penggunaan
waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita Gangguan Jiwa.
Berdasarkan pemeriksaan status mental tidak didapatkan
halusinasi dan waham sehingga dikategorikan Gangguan Jiwa
Non Psikotik.
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis tidak
ditemukan kelainan sehingga kelainan organik dapat disingkirkan
dan dikategorikan sebagai Gangguan Jiwa Non Psikotik Non
Organik.
Pada pasien ditemukan adanya rasa cemas yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan
yang terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus
tertentu yaitu pasien merasa cemas hanya ketika suami lama
mengangkat telfonnya atau telat pulang kerja dan mencakup

70
gejala-gejala kecemasan kepada suami akan berselingkuh seperti
suami pertamanya, pasien juga mengalami ketegangan motorik
seperti jari gemetaran dan pasien juga mengalami overaktivitas
otonomik, yaitu pasien merasa lemas, dadanya berdebar-debar,
dan berkeringat dingin sehingga berdasarkan pedoman
penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ III) diagnosis
pasien masuk dalam kategori Gangguan Anxietas YTT (F41.9).

Pasien didiagnosis banding dengan :

- Gangguan Anxietas Menyeluruh (F41.1)


Gangguan cemas menyeluruh (GAD, Generalized anxiety
disorder) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan
kecemasan dan kekhawatiran yang berlebih dan tidak rasional
bahkan kadang tidak realistis terhadap berbagai peristiwa
kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang
hari, berlangsung sekurangnya selama 6 bulan. 1

Aksis II

Ciri kepribadian tidak khas

Aksis III

Tidak ditemukan kelainan

Aksis IV

Stressor psikososial masalah di pernikahan pertama

Aksis V

GAF Scale saat ini : 70-61 (beberapa gejala ringan dan


menetap,

disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik).

71
XXIX. DAFTAR MASALAH
 Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik bermakna, namun karena
terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter maka
memerlukan psikofarmakoterapi.
 Psikologi
Ditemukan adanya masalah psikologi sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.

 Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam waktu senggang maka
membutuhkan sosioterapi

XXX. PROGNOSIS
Prognosis : Bonam
Faktor yang mendukung kearah prognosis baik:
4) Tidak ada kelainan organik
5) Tidak ada riwayat yang sama dalam keluarga
6) Pasien merasa sakit dan ingin berobat
7) Dukungan keluarga yang kooperatif

XXXI. RENCANA TERAPI


A. Psikofarmakoterapi
 Alprazolam 0,25 mg/8 jam/oral
B. Psikoterapi
 Suportif
1) Ventilasi
Memberikan dukungan kesempatan kepada pasien untuk
menceritakan keluhan dan isi hati serta perasaan sehingga
beban pikiran pasien bisa berkurang.

72
2) Cognitive Behavioral Therapy
Memberikan dukungan dari keluarga kepada pasien untuk
dapat membantu pasien dalam memahami dan menghadapi
penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian mengenai
penyakitnya seperti ketika cemas datang sebaiknya pasien
tenangkan diri atau bertanya pendapat ke orang lain, jangan
langsung menagmbil keputusan sendiri, serta memberikan
saran kepada pasien agar mulai menerima pendapat orang
lain demi kebaikannya, memberitahu manfaat pengobatan,
cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum
obat secara teratur.
 Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien
sehingga bisa menerima keadaan pasien dan memberikan
dukungan moral serta menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk membantu proses penyembuhan dan keteraturan
pengobatan.

XXXII. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit
serta menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan
kemungkinan munculnya efek samping obat yang diberikan.

XXXIII. PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKA


Berdasarkan kasus diatas, pada pasien ditemukan adanya
rasa cemas yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa
minggu sampai beberapa bulan yang terbatas atau hanya menonjol
pada keadaan situasi khusus tertentu yaitu pasien merasa cemas
ketika suami lama mengangkat telfonnya atau telat pulang kerja.
dan mencakup adanya gejala-gejala pasien mengalami ketegangan

73
motorik seperti jari gemetaran dan pasien juga mengalami
overaktivitas otonomik, yaitu pasien merasa lemas, dadanya
berdebar-debar, dan berkeringat dingin sehingga berdasarkan
pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ III)
diagnosis pasien masuk dalam kategori Gangguan Anxietas YTT
(F41.9).
Gangguan anxietas adalah keadaan tegang yang berlebihan
atau tidak pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir,
tidak menentu atau takut. Gangguan anxietas mencakup gangguan
anxietas fobik, gangguan panik, gangguan anxietas menyeluruh,
gangguan campuran anxietas dan depresi serta gangguan obsesi
kompulsif.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan (anxiety) ada
2 faktor utama yaitu (1) Pengalaman negatif pada masa lalu sebab
utama dari timbulnya rasa cemas kembali yaitu timbulnya rasa tidak
menyenangkan mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi pada
masa mendatang, apabila individu menghadapi situasi yang sama
dan juga menimbulkan ketidaknyamanan, seperti pengalaman
pernah gagal dalam mengikuti tes. (2). Pikiran yang tidak rasional
terbagi dalam bentuk: (a). Kegagalan ketastropik, yaitu adanya
asumsi dari individu bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada
dirinya. Individu mengalami kecemasan serta perasaan
ketidakmampuan dan ketidaksanggupan dalam mengatasi
permaslaahannya. (b). Kesempurnaan, individu mengharapkan
kepada dirinya untuk berperilaku sempurna dan tidak memiliki
cacat. Individu menjadikan ukuran kesempurnaan sebagai sebuah
target dan sumber yang dapat memberikan inspirasi. (c).
Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang berlebihan,
ini terjadi pada orang yang memiliki sedikit pengalaman. 2

Gangguan anxietas fobik merupakan suatu ketakutan


irasional yang jelas, menetap, dan berlebihan terhadap suatu objek

74
spesifik, keadaan atau situasi seperti takut terhadap ruang terbuka,
orang banyak, ketinggian, atau darah. Pada kasus ini tidak
ditemukan seperti demikian, maka kasus ini bukan gangguan
anxietas fobik. 1
Gangguan panik merupakan gangguan yang ditandai
dengan serangan panik berulang secara spontan dan tidak terduga
disertai gejala otonomik terutama sistem kardiovascular dan sistem
pernapasan. Pada kasus ini tidak ditemukan seperti demikian,
maka kasus ini bukan gangguan panik. 1
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi merupakan
gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masingmasing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala
otonomik, harus ditemukan walaupun harus tidak terus menerus,
disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan. Pada kasus
ini tidak ditemukan seperti demikian, maka kasus ini bukan
gangguan campuran anxietas dan depresi. 1
Gangguan obsesif kompulsif merupakan pikiran dan
tindakan berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan
distress dan hendaya yang bermakna. Pada kasus ini tidak
ditemukan seperti demikian, maka kasus ini bukan gangguan
obsesif kompulsif. 1
Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi gangguan
yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebih
dan tidak rasional bahkan kadang tidak realistis terhadap berbagai
peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir
sepanjang hari, beberapa minggu sampai beberapa bulan yaitu
berlangsung sekurangnya selama 6 bulan, yang tidak terbatas atau
hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu. Kecemasan
yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan
gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur

75
dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas
dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial maupun
pekerjaan. Pada kasus ini memiliki gejalanya sama namun
kecemasan berlangsung terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu dan terjadi hampir sepanjang hari
selama 2 bulan, sehingga kasus ini diagnosis bandingnya
adalah gangguan anxietas menyeluruh. 3,5
Banyak faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan
gangguan anxietas. Faktor resiko tersebut meliputi riwayat
keluarga, kejadian yang menegangkan, khawatir yang berlebihan,
overprotektif, wanita yang tidak menikah atau tidak bekerja, serta
kesehatan fisik atau mental yang buruk. 4
Terapi pasien gangguan cemas dengan obat anti-anxietas
seperti obat golongan Benzodiazepin, Buspirone dan SSRI
(Selective serotonin re-uptake inhibitor) dapat membantu
meredakan gejala anxietas. Penelitian menunjukkan bahwa
Alprazolam, Clonazepam, Diazepam, dan Lorazepam lebih efektif.
Meskipun efikasinya cukup baik, namun monoterapi benzodiazepin
tidak direkomendasikan karena berpotensi menimbulkan
ketergantungan dan penyalahgunaan. Sehingga benzodiazepin
umumnya diresepkan untuk pengobatan jangka pendek.
Alprazolam digunakan untuk panic disorder dan GAD, Clonazepam
untuk fobia sosial dan GAD, serta Lorazepam sangat membantu
dalam pengobatan panic disorder. 4,5
Sementara itu Golongan Buspirone seperti Azapirone
merupakan anti-anxietas yang lebih baru untuk pengobatan GAD.
Tidak seperti Benzodiazepine, Buspirone harus dikonsumsi secara
konsisten setidaknya selama 2 minggu untuk mendapatkan efek
yang diinginkan. Terdapat bukti penderita GAD yang sudah
menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang
baik dengan buspiron, dapat dilakukan bersamaan antara

76
benzodiazepin dan buspiron kemudian dilakukan tappering
benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi buspiron
sudah mencapai maksimal. 4,5
SSRI (Selective serotonin re-uptake inhibitor) lebih sefektif
terutama pada pasien GAD dengan riwayat depresi. Contoh
obatnya adalah Sertraline dan Paroxetin. 5

77
DAFTAR PUSTAKA

9. Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. Dalam: Buku Ajar


Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kedua.
Badan Penerbit FKUI. Jakarta: 2013. hal 258-263.
10. Fitri dona. Konsep Kecemasan (Anxiety). Volume 5. Universitas
Negeri Padang; 2016
11. Amir N. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2013
12. Vidayanti, dkk. 2018. Farmakoterapi Gangguan Anxietas. Bandung
: Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran
13. Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
FK-Unika Atmajaya.

78

Anda mungkin juga menyukai