PENDAHULUAN
1
kortikotropin, neuropeptida Y, galanin, pencitraan otak, dan genetika.
Akibat keterkaitan sistem-sistem ini, maka timbul manifestasi
penyakit fisik yang berkaitan dengan cemas, seperti diare,
hiperhidrosis, tremor, gangguan berkemih, gelisah, sinkop, hingga
takikardi.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Kecemasan (Ansietas) dapat ditemukan dimana – mana tidak
demikian dengan gangguan Kecemasan. Pada gangguan kecemasan
terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang
disebabkan oleh kecemasan tersebut. Gangguan kecemasan dapat
ditandai hanya dengan rasa cemas, atau dapat juga memperlihatkan
gejala lain seperti fobia atau obsesif dan gejala cemas tersebut muncul
bila gejala utama dilawan. Suatu gambaran yang lazim pada semua
gangguan ansietas adalah kualitas gejala yang tidak menyenangkan dan
tidak alami yaitu ego alien dan ego distonik. Gejala – gejala ini menjadi
kondisi relaps kronik yang bisa memuncullkan kemungkinan bunuh diri.3,5
Teori Psikoanalitik
Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya “1926 Inhibitons,
Symptoms, Anxiety” bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego
4
bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk
mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal,
kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif
terhadap tekanan dari dalam.7
Teori Kognitif – Perilaku
5
mengakibatkan terjadinya peningkatan frekuensi jantung, dilatasi ateri
koronaria, dilatasi pupil, dilatasi bronkus, meningkatkan kekuatan otot
rangka, melepaskan glukosa melalui hati dan meningkatkan aktivasi
mental. Perangsangan saraf simpatis juga mengakibatkan aktivasi dari
medula adrenalis sehingga menyebabkan pelepasan sejumlah besar
epineprin dan norepinefrin ke dalam darah, untuk kemudian kedua
hormon ini dibawa oleh darah ke semua jaringan tubuh. Epinefrin dan
norepinefrin akan berikatan dengan reseptor ß1 adrenergik dan α1
adrenergik memperkuat respon simpatis untuk meningkatkan tekanan
darah dan frekuensi nadi.
Aktivasi saraf parasimpatis akan mengakibatkan terlepasnya
asetilkolin dari postganglion N. vagus, untuk selanjutnya asetilkolin ini
akan berikatan dengan reseptor muskarinik (M3) pada otot polos bronkus
dan mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas. Ketika bahaya telah
berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik proses ini dan
mengembalikan tubuh pada kondisi normal sampai tanda ancaman
berikutnya dan mengaktifkan kembali respons simpatis.
Neurotransmitter
1. Norepinephrine
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan
cemas berupa serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic
hyperarousal, merupakan karakteristik dari peningkatan fungsi
noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada
gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi
sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan aktivitas
yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara
primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang
menjurus pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan
medula spinalis. Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus
pada daerah tersebut menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi,
primata tersebut tidak menunjukan adanya rasa takut. Studi pada
6
manusia, didapatkan pasien dengan gangguan serangan panik, bila
diberikan agonis reseptor β-adrenergik (Isoproterenol) dan antagonis
reseptor α-2 adrenergik dapat mencetuskan serangan panik secara lebih
sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine, agonis reseptor α-2
menunjukan pengurangan gejala cemas.7
2. Serotonin
Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan
pencarian peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress
dapat menimbulkan peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal
korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan hipotalamus lateral.
Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan obat-obatan
serotonergik seperti clomipramine pada gangguan obsesif kompulsif.
Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan
kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang
memiliki reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei
pada rostral brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik,
dan hipotalamus.7
3. GABA
Neuron Gamma-aminobutyric acid (GABA) dari sistem limbik,
terutama pada septohippocampal area, memodulasi terjadinya
gangguan cemas menyeluruh, ketakutan, dan kewaspadaan. Kosentrasi
GABA yang sangat tinggi pada reseptornya, dengan pengikatan oleh
struktur benzodiazepin dapat menurunkan status kewaspadaan yang
tinggi.6
Gamma-aminobutyric acid (GABA) merupakan neurotransmitter
yang terlibat dalam kecenderungan rasa takut atau cemas, merupakan
inhibitor utama dari neurotransmitter pada sistem syaraf pusat (SSP)
mamalia dan regulator berbagai proses fisiologis dan psikologis. Efek
inhibitori dari GABA dimediasi oleh reseptornya yaitu Gamma-
aminobutyric acid type A receptors yang merupakan salah satu target
obat-obatan gangguan kecemasan (anxiolytics) dan benzodiazepine
7
bekerja sebagai suatu agonis reseptor ini untuk meningkatkan efisiensi
efek inhibisi neurotransmisi GABAergic.8,9
Variasi respon GABA berkaitan dengan gangguan kecemasan
(anxiety disorder) dan depresi. Modulasi respon stres melibatkan respon
di level hipokampus dan hipotalamus serta regulasi melalui jalur
neuronal, termasuk sistem inhibitori GABAergic. Disfungsi modulasi
sistem neurotransmitter GABA merupakan salah satu penyebab stres
atau kondisi neuropsikiatrik, termasuk ke dalam gangguan cemas dan
depresi. GABA menghambat HPA axis melalui reseptor GABA yang
ekspresinya dipengaruhi oleh corticotrophin-releasing hormone (CRH) di
neuron pada bagian paraventricular nucleus (PVN) di hipotalamus. 10
Gamma-aminobutyric acid type A receptors adalah reseptor dari
GABA yang mengandung subunit δ (δGABAA receptors). Reseptor ini
terekspresi di berbagai tipe sel neuron di SSP yang menghasilkan
hantaran ion yang membentuk eksitabilitas neuronal dan plastisitas
sinaptik. Reseptor-reseptor ini berperan penting pada fungsi perilaku,
termasuk memori, nosisepsi, kegelisahan, dan neurogenesis. Reseptor
δGABAA memiliki beberapa subunit, yaitu α1-6, β1-3, γ1-3, δ, π, θ, ε, dan
ρ1-3.14 Reseptor δGABAA subunit α6 (GABRA6) adalah salah satu
faktor penyebab patologis gangguan kecemasan. 10 Penelitian terdahulu
membuktikan adanya relasi antara polimorfisme GABRA6 dengan
karakter seseorang yang berhubungan dengan kegelisahan dan depresi
(neuroticism).9 Variasi GABRA6 juga berkaitan dengan peningkatan
produksi kortisol dan tekanan darah yang merupakan respon dari
keadaan stres.11
2.3. Diagnosis
8
1. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
2. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala
berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi
dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan :
hanya satu nomor yang diperlukan pada anak :
a. Kegelisahan
b. Merasa mudah lelah
c. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
d. Iritabilitas
e. Ketegangan otot
f. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidakmemuaskan)
3. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan
aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang
menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik),
merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial),
terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa
jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas
perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia
nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan
somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada
hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi
semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.
4. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
5. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung
dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi
medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata
selama suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan
perkembangan pervasif.
9
Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III
sebagai berikut:13
10
adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat
atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan anxiolitik.12
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping
pengobatan pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan
kelainan yang terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu,
gangguan cemas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan
fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi,
dan gangguan stres post-trauma.12
2.5. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
a. Benzodiazepin
Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 2-10 mg 9im/iv),
broadspectrum.
Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum.
Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas,
untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas,
11
psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien
dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.
Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe
antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen
efek anti-depresi.
b. Non-benzodiazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD (General Anxiety
Disorder). Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif
dibanding gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran
2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa
setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah
menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik
dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara
Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering
Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah
mencapai maksimal.14
2. Psikoterapi
a. Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola
pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-
respon, dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam
menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Terapi
kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan
bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa,
memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan
mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah
tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif.Tujuan terapi kognitif perilaku
ini adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan emosi) yang
salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan
12
keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif
mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan
pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik
utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan
biofeedback.14,15
b. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-
potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa
beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.15
2.6. Prognosis
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15
13. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya:
2003. Hal. 74
14. Stevens V. Anxiety Disorders. In : Goljan EF, editor. Behavioral Science.
Elsevier Science.2014
15. Shear, Katherine M. Anxiety Disorders “Generalized Anxiety Disorder” in
:Dale DC, Federman DD, editors. ACP Medicine. 3rd Edition.
Washington: WebMD Inc. : 2007.
16
LAPORAN KASUS 1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
No. RM : 00157239
Umur : 35 tahun
Alamat : Maros
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Tanggal Pemeriksa : 16 Septemer 2019
Agama : Islam
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Maros
LAPORAN PSIKIATRI
A. Keluhan Utama:
Gelisah
17
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang wanita diantar oleh keluarga dan kepala desa ke UGD RSKD
Dadi untuk yang kedua kalinya dengan keluhan mengamuk sejak 10 hari
yang lalu pasien keliling kampung sambil mengomel, pasien melempar
jendela rumah tetangganya hingga bolong, pasien sering mondar mandir
dalam rumah, pasien juga sering berbicara, tertawa, bernyanyi, mengaji,
dan azan tanpa sebab yang jelas. Makan pasien baik, tidur pasien
terganggu, pasien sering mandi dan mengganti pakaian, peraawatan diri
cukup.
Pasien mengaku sering mendengar suara seorang pria dan wanita
yang mengatakan ‘’Allahu Akbar”, hal ini diakui pasien sudah sejak pasien
masih di TK, pasien merasa gelisah dengan fikiran yang selalu
menggangu bahwa pasien dikejar-kejar dan ingin dibunuh oleh
tetangganya karena dituduh mencuri sepeda milik tetangganya, pasien
juga mengaku memiliki kekuatan yang dapat membuat wajah seseorang
menjadi bercahaya. Pasien merasa kesal karena tetangganya telah
meracuni hewan peliharaan pasien yang menyebabkan pasien rugi.
Pasein pernah mengamuk di pernikahan tetangganya 1 bulan yang lalu
dan membaik dengan sendirinya.
Awal perubahan sejak pasien pulang dari Timika, pasien tinggal di
timika bersama suami pertama dan anaknya, Pada saat itu, suami pasien
pergi meninggalkan pasien dan anak-anaknya dan menikah lagi dengan
wanita lain. Sejak saat itu pasien merasa sangat sedih dan mulai
menyendiri, berbicara sndiri, suami pasien saat ini adalah suami kedua
dan tidak mengetahui secara pasti mengenai awal perubahan pasien,
pasien pernah di rawat di RSKD Dadi 3 tahun yang lalu selama 10 hari,
namun keluarga tidak mengetaui riwayat pengobatan pasien.
1) Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial : Terganggu
Hendaya Pekerjaan : Terganggu
Hendaya waktu senggang : Terganggu
18
2) Faktor Stressor Psikososial
Suami pasien pergi meninggalkan pasien dan anak-anaknya dan menikah
lagi dengan wanita lain.
19
Pasien tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA
1) Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
2) Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
20
Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit dan keluhan yang sama
3) Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal bersama suami dan dan anaknya, dirumah pasien beternak
kambing bersama dengan suaminya
4) Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien menyadari dirinya sakit dan menganggap bahwa hal itu
disebabkan oleh tetangganya, setelah sembuh pasien ingin pulang ke
rumah untuk membersihkan dan membantu suaminya beternak kambing
III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI
A. Status Internus
Keadaaan umum pasien tampak baik, gizi cukup, kesadaran compos
mentis, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, frekuensi
pernapasan 20 kali/menit, suhu tubuh 36,5oC, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterus. Jantung dan paru – paru dalam batas normal,
abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada
kelainan.
B. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-), pupil
bulat dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, reflex cahaya (+)/(+). Fungsi motorik dan
sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal, dan tidak ditemukan
reflex patologis.
21
B. Keadaan afektif
1. Mood : Eutimik
2. Afek : Inappropriate
3. Empati : tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf pendidikan
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan tingkat
pendidikannya yakni lulusan SD
2. Orientasi
a) Waktu : Terganggu
b) Tempat : Baik
c) Orang : Baik
3. Daya ingat
a) Jangka panjang : Baik
b) Jangka pendek : Baik
c) Jangka segera : Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian : terganggu
5. Pikiran abstrak : Terganggu (pasien menganggap
makna dari panjang tangan ialah
panjang kaki)
6. Bakat Kreatif : Pasien pandai memasak dan
menjahit
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
D. Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri
a. Halusinasi :
- Visual : Tidak ada
- -Auditorik : Mendengar suara pria dan wanita yang
mengucapkan “Allahu Akbar”
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada
22
E. Proses Berfikir
1. Produktivitas : Ide yang relevan
2. Kontuinitas : Cukup relevan
3. Hendaya berbahasa : Tidak ada
4. Isi pikiran
Preokupasi : Pasien memiliki kemampuan untuk membuat wajah
seseorang bercahaya
Gangguan isi pikir : waham persekutorik: Pasien selalu merasa bahwa
tetangganya mengejar-ngejar dan ingin meracuninya
F. Pengendalian Impuls : Baik selama wawancara
G. Daya Nilai dan Tilikan
1. Norma Sosial : Terganggu
2. Uji Daya Nilai : Terganggu
3. Penilaian Realitas : Terganggu
4. Tilikan : Derajat III ( Menyadari penyakitnya dan
Menyalahkan orang lain)
H. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya
23
menggangu bahwa pasien dikejar-kejar dan ingin dibunuh oleh
tetangganya karena dituduh mencuri sepeda milik tetangganya, pasien
juga mengaku memiliki kekuatan yang dapat membuat wajah seseorang
menjadi bercahaya. Pasien merasa kesal karena tetangganya telah
meracuni hewan peliharaan pasien yang menyebabkan pasien rugi.
Pasein pernah mengamuk di pernikahan tetangganya 1 bulan yang lalu
dan membaik dengan sendirinya.
Awal perubahan sejak pasien pulang dari Timika, pasien tinggal di
timika bersama suami pertama dan anaknya, Pada saat itu, suami pasien
pergi meninggalkan pasien dan anak-anaknya dan menikah lagi dengan
wanita lain. Sejak saat itu pasien merasa sangat sedih dan mulai
menyendiri, berbicara sndiri, suami pasien saat ini adalah suami kedua
dan tidak mengetahui secara pasti mengenai awal perubahan pasien,
pasien pernah di rawat di RSKD Dadi 3 tahun yang lalu selama 10 hari,
namun keluarga tidak mengetaui riwayat pengobatan pasien.
24
persekutorik: pasien mengaku dikejar-kejar dan ingin dibunuh oleh
tetangganya, sehingga dikategorikan Gangguan Jiwa Psikotik.
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis tidak ditemukan
kelainan sehingga kelainan organik dapat disingkirkan dan dikategorikan
sebagai Gangguan Jiwa Psikotik Non Organik.
Pasien mengaku sering mendengar suara seorang pria dan wanita
yang mengatakan ‘’Allahu Akbar”, hal ini diakui pasien sudah sejak lama,
pasien merasa gelisah dengan fikiran yang selalu menggangu pasien
bahwa pasien dikejar-kejar dan ingin dibunuh oleh tetangganya karena
dituduh mencuri sepeda milik tetangganya, pasien juga mengaku memiliki
kekuatan yang dapat membuat wajah seseorang bercahaya hanya
dengan menyebut namanya sehingga berdasarkan pedoman
penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ III) diagnosis pasien
masuk dalam kategori Gangguan Skizofrenia Paranoid (F20.0).
Aksis II
Aksis III
Aksis IV
25
Aksis V
GAF Scale saat ini : 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik).
Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam waktu senggang maka membutuhkan
sosioterapi
26
2. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang
disekitarnya tentang gangguan yang dialami pasien sehingga mereka
dapat menerima dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses pemulihan pasien
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan
penyakitnya. Selain itu menilai efektivitas terapi dan kemungkinan efek
samping yang mungkin terjadi.
XI. DISKUSI
Dari Alloanamnesis dan autoanamnesis Ny. H didapatkan adanya
gejala klinis berupa pasien mengamuk dan selalu gelisah. Pasien juga
tidak bisa tenang dan selalu mondar-mandir dirumah.
Pasien mengeluhkan sering mendengar suara pria dan wanita yang
mengucapkan Allahu Akbar, Berdasarkan gejala-gejala diatas dapat kita
tarik kesimpulan bahwa pasien dengan gejala tersebut dapat kita
diagnosis dengan Skizofrenia, Sesuai dengan kriteria diagnosis menurut
PPDGJ III dengan 2 gejala, hal ini jelas dari gejala pasien yang sering
27
mendengar suara bisikkan (Halusisnasi auditorik), merasa curiga dengan
orang lain (Waham Kejar),
XI . Tinjaun Pustaka
1.1 Pendahuluan
28
Akan tetapi, kesadaran dan kemampuan intelektual pada pasien masih
dapat dipertahankan, meskipun terjadi defisit kognitif.
2.1 SKiZOFRENIA
2.1.1 Definisi
29
2.1.2 Epidemiologi
2.1.3 Etiologi
1. Faktor Neurobiologis
a. Faktor Genetika
30
skizofrenia, terutama bila hubungan keluarga tersebut dekat (semakin
dekat hubungan kekerabatan, semakin tinggi risikonya).7
c. Faktor Neurokimia
2. Faktor Psikososial
31
keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak
jelas dan sedikit tak logis.7 Penderita skizofrenia pada keluarga dengan
ekspresi emosi tinggi (expressed emotion [EE], keluarga yang
berkomentar kasar dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang
yang lebih besar untuk kambuh.7,8
b. Faktor Stressor
Skizofrenia Paranoid
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas), yaitu:
A.Thought
32
Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri berulang atau
bergema dalam kepalanya, dan isi pikiran ulangan, walaupun
isinya sama, namun kualitasnya berbeda.
Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari
luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal)
Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum dapat mengetahuinya
B. Delusion
Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang
“dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan anggota
tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus)
Delusion perception = pengalaman tentang dirinya yang tak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya yang bersifat
mistik atau mukjizat
C. Halusinasi auditorik
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus
terhadap perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di
antara berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh
D. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar, dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
33
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-
minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan
yang tidak relevan, atau neologisme.
c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (ex-citement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, stupor.
d. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi,
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hiduo tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri, dan penarikan diri
secara sosial.
34
Pedoman skizofrenia paranoid
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung
(humming), atau bunyi tawa (laughing)
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
bersifat seksual atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi
visual mungkin ada tetapi jarang menonjol
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delution of control), dipengaruhi (delusion
of influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah
yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata tidak menonjol.
1. Dua (atau lebih) dari gejala berikut; Setiap gejala muncul dengan
waktu yang cukup signifikan dalam kurun waktu periode 1 bulan
(atau kurang, jika berhasil ditangani). Setidaknya salah satu gejala
merupakan (1), (2), atau(3):
1. Delusi
2. Halusinasi
3. Kemampuan berbicara tidak terorganisasi
4. Perilaku tidak terorganisasi dan katatonia
5. Simptom negatif
2. Untuk periode waktu yang signifikan sejak munculnya onset dari
gangguan, level keberfungsian dari kebanyakan area seperti
35
pekerjaan, relasi interpersonal, self-care, tercatat lebih rendah jika
dibandingkan dengan sebelum onset.
3. Munculnya gejala yang berkelanjutan dari gangguan, setidaknya
selama 6 bulan. Dalam 6 bulan ini, setidaknya terdapat 1 bulan
dimana muncul gejala yang memenuhi Kriteria A, dan dimungkinkan
juga munculnya gejala prodromal maupun residual.
4. Gangguan schizoaffective dan depressive maupun bipolar dengan
fitur psychotic telah dikesampingkan.
5. Gangguan tidak disebabkan karena efek psikologis dari penggunaan
obat-obatan maupun terkait kondisi medis lainnya.
6. Jika ada riwayat onset dari gangguan autism maupun gangguan
bicara saat kecil, maka diagnosa tambahan dari schizophrenia hanya
dibuat jika delusi dan halusinasinya menonjol.
2.1.6 Pengobatan
36
Obat Anti-Psikotik Tipikal (Typical Anti Psychotics)
1. Phenothiazine
Rantai Aliphatic :
- Chlorpromazine (Chlorpromazine): Tab. 25-100mg. Dosis
anjuran 300-1000 mg/h.
Rantai Piperazine :
- Perphenazine (Trilafon)
- Trifluoperazine (Stelazine): Tab. 1-5 mg. Dosis anjuran 15-
50 mg/h
- Fluphenazine (Stelazine): Tab.1-5 mg. Dosis anjuran 15-50
mg/h
Rantai Piperidine : Thioridazine (Melleril)
2. Butyrophenone : Haloperidol (Haloperidol): Tab 0,5, 1,5,
5mg. Dosis anjuran 5-20 mg/h
3. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide.
37
Sebagian gejala skizofrenia akut dan gejala yang lebih dramatif
hilang dengan berjalannya waktu, tetapi pasien secara kronik
membutuhkan perlindungan atau menghabiskan waktunya bertahun-tahun
di dalam rumah sakit jiwa. Prognosis menjadi lebih buruk bila pasien
menyalahgunakan zat atau hidup dalam keluarga yang tidak harmonis.
KESIMPULAN
Thought
Delusion
Halusinasi auditorik
Waham-waham menetap jenis lainnya
38
Clorpromazine dan Halopridol dan serotonin-dopamine antagonist (SDA)
atau antipsikotika generasi II (APG-II) seperti Clobazine dan Risperidone.
Prognosis penyakit tergantung dari cepat lambatnya pengobatan dan
pengawasan dalam pelaksanaan pengobatan.
39
Daftar Pustaka
1. Sadock, Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; Ruiz, Pedro : Kaplan &
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition.
Philadhelpia : Lippincott Williams & Wilkins, 2009.p. 1434
2. Maslim,Rusdi. Buku Saku Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa III(PPDGJ III).Jakarta : PT Nuh Jaya, 2013.
3. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta :
Erlangga. 2012:18-21.
4. Psikiatri : Skizofrenia (F2). Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius. 2014:910-3.
5. Skizofrenia. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa.
Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC. 2014:147-68.
6. Skizofrenia. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan - Sadock, Sinopsis
Psikiatri - Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1.
Tanggerang : Binarupa Aksara Publisher. 2010:699-744
7. Skizofrenia. Editor : Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto.
Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.
2013:173-98.
8. Gangguan Jiwa : Skizofrenia - Fenomena, Etiologi, Penangan dan
Prognosis. Editor : Rina Astikawati. At A Glance Psikiatri - Cornelius
Katona, Claudia Cooper, dan Mary Robertson. Edisi 4. Jakarta :
Erlangga. 2012:18-21.
9. Muhyi, A. Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid dengan Gejala
Depresi di RSJ. FK UIN Syarif Hidayatullah. 2011
10. Gan Sulistia, Arozal Wawaimuli. Farmakologi dan Terapi Edisi 5
Bagian Farmakologi FK-UI. Jakarta: 2007
40
LAPORAN KASUS 2
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Bau-Bau
41
LAPORAN PSIKIATRI
F. Keluhan Utama:
Gelisah
42
sepengetahuan orang lingkungan tempat tinggal karena merasa
malu dan pasien merasa bersalah telah menghamili pacarnya.
Sehari setelah menikah, pasien dan bapaknya masuk penjara
karena masalah kintal rumah. Setelah keluar dari penjara, pasien
sudah tidak melanjutkan kuliahnya di PTSD Bau-Bau lagi dan
pasien memilih pergi ke Jayapura bersama sepupuhnya bekerja
sebagai pengangkat barang di perusahaan. Pasien bekerja di
Jayapura selama ± 1 tahun dan mulai mengalami keluhan seperti
perasaan selalu merasa sedih, rasa tidak nyaman di dada dan nyeri
ulu hati, selama di Jayapura seringkali berobat ± 10 kali tetapi tidak
membaik. Sehingga pasien kembali ke Bau-Bau untuk berobat.
Pada tanggal 15 Agustus 2019, minum obat Diazepam 10mg/3x1,
Amitriptiline 25mg/3x1, Nopres (Fluoxetine) 20mg/1-0-0, dan
Alprazolam 0,5mg/0-0-1 dan pasien tidak teratur minum obat.
3) Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial : Terganggu
Hendaya Pekerjaan : Terganggu
Hendaya waktu senggang : Terganggu
4) Faktor Stressor Psikososial
Pasien dan bapaknya dipenjara karena masalah dengan
tetangganya dan Masalah dengan pacarnya dimana pasien
menghamili pacarnya.
43
5. Riwayat penggunaan NAPZA :
4) Merokok (+) sesekali jika diberikan oleh teman
5) Alkohol (+) sekali di Jayapura 2 botol jenis anggur merah
6) Obat - obatan (-)
6. Riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya:
Tidak ada riwayat menderita keluhan yang sama sebelumnya.
44
12. Riwayat Masa Dewasa
Dimasa ini pasien berusia 23 tahun telah mengalami berbagai
masalah besar yang berdampak pada psikisnya. Pasien
merasa pesimis dan tidak kuat dengan keluhan sakit yang
pasien alami tidak sembuh-sembuh dan pasien merasa
bersalah kepada pacarnya telah menghamilinya. Sekarang
pasien lebih suka menyendiri dan tidak keluar rumah.
5) Riwayat Pendidikan
Pasien tidak melanjutkan kuliah di PTSD Bau-Bau karena
merasa minder kepada temannya atas masalah yang terjadi
padanya
6) Riwayat Pekerjaan
Pasien sebagai pengangkat barang di perusahaan Jayapura
selama 1 tahun
7) Riwayat Pernikahan
Pasien menghamili pacarnya kemudin pacarnya menggugat
ke kantor polisi jika tidak ingin bertanggung jawab, karena
ancaman tersebut akhirnya pasien menikah siri dengan
pacarnya namun tidak di ketahui oleh orang lingkungan
tempat tinggal.
8) Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Islam tetapi tidak taat menjalankan
kewajiban ibadahnya
45
1. Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
46
Keadaaan umum pasien tampak baik, gizi cukup, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 kali/menit,
frekuensi pernapasan 24 kali/menit, suhu tubuh 36,5oC,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus. Jantung dan paru –
paru dalam batas normal, abdomen dalam batas normal,
ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.
D. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-),
pupil bulat dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, reflex cahaya (+)/(+).
Fungsi motorik dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas
normal, dan tidak ditemukan reflex patologis.
J. Keadaan afektif
4. Mood : Disforik
5. Afek : Depresif
6. Empati : Dapat dirabarasakan
47
8. Taraf pendidikan
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan
tingkat pendidikannya.
9. Orientasi
d) Waktu : Baik
e) Tempat : Baik
f) Orang : Baik
10. Daya ingat
d) Jangka panjang : Baik
e) Jangka pendek : Baik
f) Jangka segera : Baik
11. Konsentrasi dan Perhatian : Tidak terganggu
12. Pikiran abstrak : Baik
13. Bakat Kreatif : Tidak ada
14. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
M. Proses Berfikir
5. Produktivitas : Spontan
6. Kontuinitas : Cukup Relevan
7. Hendaya berbahasa : Tidak ada
48
8. Gangguan Isi pikiran
Preokupasi : (+) Pasien merasa bersalah telah
menghamili pacarnya
49
pasien pernah ingin mengakhiri hidupnya karena merasa tidak kuat
dengan sakit yang pasien alami.
Awal perubahan perilaku kurang lebih terjadi pada tahun 2018,
saat pasien mengalami berbagai masalah yaitu pasien pernah
dipenjara bersama bapaknya selama 3 bulan karena masalah kintal
rumah dengan tetangganya. Pasien dan bapaknya berkelahi dengan
tetangganya hingga mengalami cedera kepala. Tidak lama kemudian
sekitar selang 2 minggu, muncul masalah mengenai hubungan
pasien dengan pacarnya yang ingin menggugat pasien ke kantor
polisi jika tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang telah pasien
lakukan dan akhirnya pasien dinikahkan oleh keluarga tanpa
sepengetahuan orang lingkungan tempat tinggal karena merasa
malu dan pasien merasa bersalah telah menghamili pacarnya.
Sehari setelah dinikahkan, pasien dan bapaknya masuk penjara
karena masalah kintal rumah. Setelah keluar dari penjara, pasien
sudah tidak melanjutkan kuliahnya di PTSD Bau-Bau lagi dan pasien
memilih pergi ke Jayapura bersama sepupuhnya bekerja sebagai
pengangkat barang di perusahaan. Pasien bekerja di Jayapura
selama ± 1 tahun dan mulai mengalami keluhan seperti perasaan
selalu merasa sedih, rasa tidak nyaman di dada dan nyeri ulu hati,
selama di Jayapura seringkali berobat ± 10 kali tetapi tidak membaik.
Sehingga pasien kembali ke Bau-Bau untuk berobat. Pada tanggal
15 Agustus 2019, minum obat Diazepam 10mg/3x1, Amitriptiline
25mg/3x1, Nopres (Fluoxetine) 20mg/1-0-0, dan Alprazolam
0,5mg/0-0-1 dan pasien tidak minum obat teratur.
Pasien anak pertama dari enam bersaudara. Dimasa kanak-
kanak pola asuh ayah terhadap pasien cukup keras, pasien sering
dibentak oleh bapaknya sehingga pasien merasa aman jika bersama
ibunya. Pasien merupakan pribadi yang menyenangkan dan ramah
sebelum sakit dan setelah sakit pasien menjadi lebih suka
menyendiri dan tidak keluar rumah.
50
Hubungan pasien dengan keluarga baik. Tidak ada riwayat
keluarga dengan penyakit dan keluhan sama. Pasien menghamili
pacarnya dan sudah menikah siri dengan pacarnya namun tidak di
ketahui oleh orang lingkungan tempat tinggal.
Pemeriksaan fisis ditemukan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 kali/menit, frekuensi
pernapasan 24 kali/menit, suhu tubuh 36,5oC dan pemeriksaan
neurologis dalam batas normal. Dari pemeriksaan status mental,
didapat deskripsi umum cukup baik, mood disforik, afek depresif,
fungsi kognitif baik, gangguan proses berpikir tidak ada, halusinasi
olfaktoria (+) Mencium bau busuk yang orang lain tidak cium,
halusinasi auditorik (+) suara mendengung dan suara seorang
perempuan menangis, pengendalian diri dan daya nilai baik, tilikan
derajat 1, serta dapat dipercaya.
51
Berdasarkan pemeriksaan status mental didapatkan halusinasi
dan tidak ada waham sehingga dikategorikan Gangguan Jiwa
Psikotik.
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis tidak
ditemukan kelainan sehingga kelainan organik dapat disingkirkan
dan dikategorikan sebagai Gangguan Jiwa Psikotik Non Organik.
Terdapat gejala utama dan gejala tambahan yang bermakna
yaitu pasien tampak gelisah disertai dengan perasaan tidak enak,
sering mengalami sakit kepala, nyeri dada sebelah kiri, nyeri ulu
hati dan merasa lemas sekali yang dialami sejak 7 bulan yang lalu
dan memberat 2 bulan terakhir. Pasien selalu merasa seperti mau
mati saja karena semakin hari pasien merasa lemas, tidak
bersemangat, nafsu makan menurun serta kadang sulit untuk tidur.
pasien merasa bersalah telah menghamili pacarnya. Pasien
merasa pesimis dengan hidupnya bahkan pasien pernah ingin
mengakhiri hidupnya karena merasa tidak kuat dengan sakit yang
pasien alami. pasien juga mengatakan kadang mendengar ada
suara mendengung seorang perempuan menangis dan riwayat
pernah mencium bau busuk yang orang lain tidak menciumnya.
Sehingga berdasarkan pedoman penggolongan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ III) diagnosis diarahkan pada Episode
Depresif Berat dengan Gejala Psikotik (F.32.2).
52
energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu
lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan
aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada
penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik
biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung
berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun
jarang melebihi satu tahun kecuali pada orang usia lanjut. 1
Aksis II
Aksis III
Aksis IV
Aksis V
berat)
53
umumnya terkait dengan dosa dan perasaan bersalah.
Sehingga memerlukan psikoterapi
Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya berat dalam bidang sosial,
pekerjaan, dan penggunaan waktu senggang sehingga
memerlukan sosioterapi.
XIX. PROGNOSIS
Prognosis : Dubia ed Bonam
Faktor yang mendukung kearah prognosis baik:
1) Tidak ada kelainan organik
2) Tidak ada riwayat yang sama dalam keluarga
3) Dukungan keluarga yang kooperatif
54
Subjek diharapkan dapat mengubah perilaku negatifnya ke positif
dengan mengubah status pikiran dan perasaan.
c. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien
sehingga bisa menerima keadaan pasien dan memberikan
dukungan moral serta menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk membantu proses penyembuhan dan keteraturan
pengobatan.
XXI. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit
serta menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan
kemungkinan munculnya efek samping obat yang diberikan.
55
karena merasa tidak kuat dengan sakit yang pasien alami dan (5).
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna yaitu pasien
merasa bersalah telah menghamili pacarnya. Kemudian disertai
waham, halusinasi atau stupor depresif. Pada kasus ini terdapat
halusinasi audiorik dan halusinasi olfactori, yaitu pasien
mengatakan kadang mendengar ada suara mendengung seorang
perempuan menangis dan riwayat pernah mencium bau busuk
yang orang lain tidak menciumnya. 1
56
neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan
norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini
sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan
dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak. 3
Penanganan efektif dan spesifik seperti obat trisiklik.
Farmakoterapi diperkirakan kemungkinan sembuh 2 kali lipat dalam
waktu satu bulan. Meskipun demikian masih ada permasalahan
dalam penanganan gangguan depresi berat. Antidepresan
membutuhkan waktu 3 sampai 4 minggu untuk memberikan efek
terapi yang bermakna, meskipun ada yang menunjukan efek terapi
lebih awal dan secara relatif semua antidepresan yang tersedia
menjadi toksik pada dosis yang kelebihan dan menunjukkan efek
samping. 4
Obat yang digunakan untuk mengobati depresi meliputi
tricyclic compound, tetracyclic compound, MAOI (Mono amine
oksidase inhibitor), SSRI (Selective serotonin re-uptake inhibitor),
dan Atypical antidepressants. Antidepresan memengaruhi
keseimbangan keseluruhan tiga neurotransmiter di otak yang
mengatur emosi, reaksi terhadap stres, dan dorongan fisik untuk
tidur, nafsu makan, dan seksualitas. 5
Para pendukung teori monoamina merekomendasikan untuk
memilih antidepresan yang berdampak pada gejala yang paling
menonjol. Pasien yang gelisah dan mudah tersinggung harus
dirawat dengan SSRI atau SNRI, dan mereka yang mengalami
kehilangan energi dan kenikmatan hidup diobati dengan obat yang
meningkatkan norepinefrin dan dopamine. . 5
57
Gambar 1. Antidepressant of MDD
58
dua kelompok yaitu dopamine receptor antagonist (DRA) atau
antipsikotik generasi I (APG-I) dan serotonin-dopamine antagonist
(SDA) atau antipsikotik generasi II (APG-II). Obat APG-I disebut juga
antipsikotika konvensional atau tipikal sedangkan APG-II disebut
juga antispikotika baru atau atipikal. Secara umum, mekanisme kerja
APG-1 adalah memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaps
neuron di otak, khususnya sistem limbik, dan sistem ekstrapiramidal
(dopamine D2 receptor antagonist) sedangkan APG-II disamping
berafinitas terhadap dopamine D2 receptor juga terhadap Serotonin
5 HT2 Receptor. Obat APG-1 berguna terutama untuk mengontrol
gejala-gejala positif sedangkan untuk gejala negatif hampir tidak
bermanfaat sedangkan obat APG-II bermanfaat baik untuk gejala
positif maupun negatif. 7
59
parkinson : tremor, bradikinesia, rigiditas) pada haloperidol lebih
besar dibandingkan chlorpromazine. 7
Dan untuk mengatasi gejala negatif (gangguan perasaan dan
gangguan perilaku terbatas atau cenderung menyendiri/ abulia) pada
kasus ini diberikan antipsikotik atipikal (Risperidone
2mg/1tab/12jam/oral). Risperidon merupakan antagonis
monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi terhadap reseptor
serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidon berikatan
dengan reseptor α1- adrenergik. Risperion tidak memiliki afinitas
terhadap reseptor kolinergik. risperidon juga merupakan antagonis
D2 kuat dibanding golongan atipikal lain, dimana dapat memperbaiki
gejala positif juga. Antagonisme serotonin dan dopamin sentral yang
seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping
ekstrapiramidal. 8
60
DAFTAR PUSTAKA
61
LAPORAN KASUS 3
Agama : Islam
Alamat : Makassar
62
LAPORAN PSIKIATRI
K. Keluhan Utama:
Cemas
63
rumah seperti membersihkan rumah dan memasak makanan
kesukaan suami namun sejak 2 bulan terakhir pasien jarang
melakukannya. Hubungan pasien dengan keluarga, suami, dan
lingkungan tempat tinggal sebelum awal perubahan perilaku dan
setelah perubahan perilaku terjalin dengan baik.
5) Hendaya Disfungsi
Hendaya Sosial : Terganggu
Hendaya Pekerjaan : Terganggu
Hendaya waktu senggang : Terganggu
6) Faktor Stressor Psikososial
Pasien bercerai dari suami pertamanya karena berselingkuh
dengan teman kerja dikantor.
64
lahir normal, riwayat kejang dan infeksi pada saat bayi tidak
ada.
65
10) Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak pernah bekerja, hanya sebagai IRT
11) Riwayat Pernikahan
Pada tahun 2012 pasien menikah, namun pada tahun 2015
bercerai karena suaminya berselingkuh dengan teman kerja
dikantornya karena alasan suami merasa tidak kuat dengan
sikap egois yang dimiliki pasien untuk selalu diikuti
kemauannya. Pada akhir tahun 2018, pasien telah menikah
kembali dan takut hubungan di masa lalunya akan terulang
kembali.
12) Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Islam. Pasien kurang melaksanakan
ibadah
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
6) Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
66
Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit dan keluhan
yang sama
7) Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal bersama suami dan keluarga intinya, pasien
tidak bekerja, dirumah pasien dibantu ibunya dalam
mengurus pekerjaan rumah dan biasa pasien menjaga
keponakannya bila kakaknya kerja, suami pasien bekerja
disalah satu perusahaan swasta dan penghasilannya cukup
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8) Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien menyadari dirinya sakit dan perlu pengobatan.
67
(30 tahun), perawakan tubuh dalam batas normal, kulit sawo
matang dan perawatan diri cukup.
12. Kesadaran : Baik
13. Perilaku dan aktifitas psikomotor : Tenang
14. Pembicaraan : Spontan, lancar, kesan semangat dan cepat,
intonasi biasa
15. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
Q. Keadaan afektif
7. Mood : Cemas
8. Afek : Appropriate / sesuai
9. Empati : Dapat dirabarasakan
R. Fungsi Intelektual (Kognitif)
15. Taraf pendidikan
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan
tingkat pendidikannya yakni lulusan SMA
16. Orientasi
g) Waktu : Baik
h) Tempat : Baik
i) Orang : Baik
17. Daya ingat
g) Jangka panjang : Baik
h) Jangka pendek : Baik
i) Jangka segera : Baik
18. Konsentrasi dan Perhatian : Tidak terganggu
19. Pikiran abstrak : Baik
20. Bakat Kreatif : Tidak ada
21. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
S. Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri
a. Halusinasi :
- Visual : Tidak ada
- Auditorik : Tidak ada
68
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada
T. Proses Berfikir
9. Produktivitas : Spontan
10. Kontuinitas : Relevan
11. Hendaya berbahasa : Tidak ada
12. Isi pikiran
Preokupasi :Ada, pasien merasa cemas jika
suaminya lambat mengangkat telfonnya
dan terlambat pulang kerja
13. Gangguan isi pikir : Tidak ada
U. Pengendalian Impuls : Baik selama wawancara
V. Daya Nilai dan Tilikan
10. Norma Sosial : Baik
11. Uji Daya Nilai : Baik
12. Penilaian Realitas : Baik
13. Tilikan : Derajat V ( Menyadari penyakitnya dan
faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan
dalam perilaku praktisnya)
W. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya
69
Pasien selalu merasa cemas ketika suaminya akan keluar
rumah, lama mengangkat telfonnya dan terlebih jika suaminya
telat pulang kerja.
Awal perubahan perilaku kurang lebih terjadi pada tahun 2015
saat pasien bercerai dari suami pertamanya karena
berselingkuh dengan teman kerja dikantor.
70
gejala-gejala kecemasan kepada suami akan berselingkuh seperti
suami pertamanya, pasien juga mengalami ketegangan motorik
seperti jari gemetaran dan pasien juga mengalami overaktivitas
otonomik, yaitu pasien merasa lemas, dadanya berdebar-debar,
dan berkeringat dingin sehingga berdasarkan pedoman
penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ III) diagnosis
pasien masuk dalam kategori Gangguan Anxietas YTT (F41.9).
Aksis II
Aksis III
Aksis IV
Aksis V
71
XXIX. DAFTAR MASALAH
Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik bermakna, namun karena
terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter maka
memerlukan psikofarmakoterapi.
Psikologi
Ditemukan adanya masalah psikologi sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.
Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam waktu senggang maka
membutuhkan sosioterapi
XXX. PROGNOSIS
Prognosis : Bonam
Faktor yang mendukung kearah prognosis baik:
4) Tidak ada kelainan organik
5) Tidak ada riwayat yang sama dalam keluarga
6) Pasien merasa sakit dan ingin berobat
7) Dukungan keluarga yang kooperatif
72
2) Cognitive Behavioral Therapy
Memberikan dukungan dari keluarga kepada pasien untuk
dapat membantu pasien dalam memahami dan menghadapi
penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian mengenai
penyakitnya seperti ketika cemas datang sebaiknya pasien
tenangkan diri atau bertanya pendapat ke orang lain, jangan
langsung menagmbil keputusan sendiri, serta memberikan
saran kepada pasien agar mulai menerima pendapat orang
lain demi kebaikannya, memberitahu manfaat pengobatan,
cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum
obat secara teratur.
Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien
sehingga bisa menerima keadaan pasien dan memberikan
dukungan moral serta menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk membantu proses penyembuhan dan keteraturan
pengobatan.
XXXII. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit
serta menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan
kemungkinan munculnya efek samping obat yang diberikan.
73
motorik seperti jari gemetaran dan pasien juga mengalami
overaktivitas otonomik, yaitu pasien merasa lemas, dadanya
berdebar-debar, dan berkeringat dingin sehingga berdasarkan
pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ III)
diagnosis pasien masuk dalam kategori Gangguan Anxietas YTT
(F41.9).
Gangguan anxietas adalah keadaan tegang yang berlebihan
atau tidak pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir,
tidak menentu atau takut. Gangguan anxietas mencakup gangguan
anxietas fobik, gangguan panik, gangguan anxietas menyeluruh,
gangguan campuran anxietas dan depresi serta gangguan obsesi
kompulsif.1
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan (anxiety) ada
2 faktor utama yaitu (1) Pengalaman negatif pada masa lalu sebab
utama dari timbulnya rasa cemas kembali yaitu timbulnya rasa tidak
menyenangkan mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi pada
masa mendatang, apabila individu menghadapi situasi yang sama
dan juga menimbulkan ketidaknyamanan, seperti pengalaman
pernah gagal dalam mengikuti tes. (2). Pikiran yang tidak rasional
terbagi dalam bentuk: (a). Kegagalan ketastropik, yaitu adanya
asumsi dari individu bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada
dirinya. Individu mengalami kecemasan serta perasaan
ketidakmampuan dan ketidaksanggupan dalam mengatasi
permaslaahannya. (b). Kesempurnaan, individu mengharapkan
kepada dirinya untuk berperilaku sempurna dan tidak memiliki
cacat. Individu menjadikan ukuran kesempurnaan sebagai sebuah
target dan sumber yang dapat memberikan inspirasi. (c).
Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang berlebihan,
ini terjadi pada orang yang memiliki sedikit pengalaman. 2
74
spesifik, keadaan atau situasi seperti takut terhadap ruang terbuka,
orang banyak, ketinggian, atau darah. Pada kasus ini tidak
ditemukan seperti demikian, maka kasus ini bukan gangguan
anxietas fobik. 1
Gangguan panik merupakan gangguan yang ditandai
dengan serangan panik berulang secara spontan dan tidak terduga
disertai gejala otonomik terutama sistem kardiovascular dan sistem
pernapasan. Pada kasus ini tidak ditemukan seperti demikian,
maka kasus ini bukan gangguan panik. 1
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi merupakan
gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masingmasing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala
otonomik, harus ditemukan walaupun harus tidak terus menerus,
disamping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan. Pada kasus
ini tidak ditemukan seperti demikian, maka kasus ini bukan
gangguan campuran anxietas dan depresi. 1
Gangguan obsesif kompulsif merupakan pikiran dan
tindakan berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan
distress dan hendaya yang bermakna. Pada kasus ini tidak
ditemukan seperti demikian, maka kasus ini bukan gangguan
obsesif kompulsif. 1
Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi gangguan
yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebih
dan tidak rasional bahkan kadang tidak realistis terhadap berbagai
peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir
sepanjang hari, beberapa minggu sampai beberapa bulan yaitu
berlangsung sekurangnya selama 6 bulan, yang tidak terbatas atau
hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu. Kecemasan
yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan
gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur
75
dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas
dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial maupun
pekerjaan. Pada kasus ini memiliki gejalanya sama namun
kecemasan berlangsung terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu dan terjadi hampir sepanjang hari
selama 2 bulan, sehingga kasus ini diagnosis bandingnya
adalah gangguan anxietas menyeluruh. 3,5
Banyak faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan
gangguan anxietas. Faktor resiko tersebut meliputi riwayat
keluarga, kejadian yang menegangkan, khawatir yang berlebihan,
overprotektif, wanita yang tidak menikah atau tidak bekerja, serta
kesehatan fisik atau mental yang buruk. 4
Terapi pasien gangguan cemas dengan obat anti-anxietas
seperti obat golongan Benzodiazepin, Buspirone dan SSRI
(Selective serotonin re-uptake inhibitor) dapat membantu
meredakan gejala anxietas. Penelitian menunjukkan bahwa
Alprazolam, Clonazepam, Diazepam, dan Lorazepam lebih efektif.
Meskipun efikasinya cukup baik, namun monoterapi benzodiazepin
tidak direkomendasikan karena berpotensi menimbulkan
ketergantungan dan penyalahgunaan. Sehingga benzodiazepin
umumnya diresepkan untuk pengobatan jangka pendek.
Alprazolam digunakan untuk panic disorder dan GAD, Clonazepam
untuk fobia sosial dan GAD, serta Lorazepam sangat membantu
dalam pengobatan panic disorder. 4,5
Sementara itu Golongan Buspirone seperti Azapirone
merupakan anti-anxietas yang lebih baru untuk pengobatan GAD.
Tidak seperti Benzodiazepine, Buspirone harus dikonsumsi secara
konsisten setidaknya selama 2 minggu untuk mendapatkan efek
yang diinginkan. Terdapat bukti penderita GAD yang sudah
menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang
baik dengan buspiron, dapat dilakukan bersamaan antara
76
benzodiazepin dan buspiron kemudian dilakukan tappering
benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi buspiron
sudah mencapai maksimal. 4,5
SSRI (Selective serotonin re-uptake inhibitor) lebih sefektif
terutama pada pasien GAD dengan riwayat depresi. Contoh
obatnya adalah Sertraline dan Paroxetin. 5
77
DAFTAR PUSTAKA
78