NASKAH PSIKIATRI
Oleh
Wulandari Taradita 1840312463 P. 2665B
Sri Ayu Hana 1840312012 P. 2677B
Joshua Roberto Pratama 1840312460 P. 2664B
Pembimbing :
BAGIAN PSIKIATRI
PADANG
2019
1
Case Report Session
BAB 1
PENDAHULUAN
Gangguan anxietas atau cemas merupakan suatu keadaan patologik yang ditandai oleh
perasaan ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf autonom yang hiperaktif.
Dibedakan dari rasa takut yang merupakan respon terhadap suatu penyebab yang jelas.
Kecemasan tidak terikat pada suatu benda atau keadaan tetapi mengembang bebas. Bila
kecemasan hebat sekali mungkin terjadi panik. Orang itu menjadi berbahaya dengan sikap
yang agresif dan mengancam.1
Dari studi kepustakaan yang dibuat oleh Lewis pada tahun 1970, ditemukan bahwa
istilah anxietas mulai diperbincangkan pada permulaan abad ke-20. Kata dasar anxietas
dalam bahasa Indo Jerman adalah ‘’angh’’ yang dalam bahasa latin berhubungan dengan kata
‘’angustus, ango, angor, anxius, anxietas, angina”. Kesemuanya mengandung arti ‘’sempit”
atau ‘’konstriksi”. Pada tahun 1894, Freud menciptakan istilah “anxiety neurosis”. Kata
anxiety diambil dari kata ‘’angst” yang berarti ‘’ketakutan yang tidak–perlu’’.2
Pada mulanya Freud mengartikan anxietas itu sebagai transformasi lepasnya
ketegangan seksual yang menumpuk melalui system saraf otonom dengan menggunakan
saluran pernafasan. Kemudian anxietas ini diartikan sebagai perasaan takut atau khawatir
yang berasal dari pikiran atau keinginan yang direpresi. Akhirnya anxietas diartikan sebagi
suatu respon terhadap situasi yang berbahaya.3
Menurut DSM-V yang dimaksud gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan
ketakutan atau kecemasan yang berlebih-lebihan, dan menetap sekurang kurangnya selama
enam bulan mengenai sejumlah kejadian atau aktivitas disertai oleh berbagai gejala somatik
yang menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi - fungsi
lainnya.4
Dalam beberapa kasus, kecemasan adalah kondisi kesehatan mental yang
membutuhkan pengobatan. Gangguan kecemasan umum (generalized anxiety disorder)
misalnya, ditandai dengan kekhawatiran persisten (menetap) tentang keprihatinan besar atau
kecil. Dalam beberapa kasus, kecemasan disebabkan oleh kondisi medis yang memerlukan
perawatan.2,5
2
Case Report Session
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari, memahami, dan
menelaah kasus yang berhubungan dengan definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis, tatalaksana, dan prognosis gangguan cemas menyeluruh.
Metode penulisan laporan kasus ini berupa tinjauan kepustakaan merujuk kepada
berbagai literatur seperti textbook dan jurnal.
3
Case Report Session
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Cemas dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu hal yang normal dan respon adaptasi
terhadap ancaman yang mempersiapkan individu tersebut untuk “flight or fight”.
Seseorang yang cemas terhadap segala sesuatu dapat dikatakan mengalami gangguan
cemas menyeluruh.2
GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan
tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk
khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya
stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan social.2
2.2 EPIDEMIOLOGI.
Gangguan cemas menyeluruh adalah keadaan yang lazim, perkiraan yang masuk akal
untuk prevalensi 1 tahun berkisar antara 3 dan 8 persen. Rasio perempuan banding laki-
laki pada gangguan ini sekitar 2 banding 1 tetapi rasio perempuan banding laki-laki yang
dirawat inap dirumah sakit untuk gangguan ini sekitar 1 banding 1. Prevalensi seumur
hidupnya adalah 45 persen.2,5
4
Case Report Session
cenderung memiliki gangguan depresif berat. Gangguan lazim yang terkait gangguan
cemas menyeluruh adalah gangguan distimik, fobiasosial dan spesifik, serta gangguan
terkait zat.2,5
2.3 ETIOLOGI
Terdapat beberapa teori yang mendasari kecemasan ditinjau dari kontribusi 2 ilmu, yaitu
ilmu psikologi dan ilmu biologi.8
1. Teori psikologis
a. Teori psikoanalitik
Definisi Freud, kecemasan dipandang sebagai hasil dari konflik psikis
antara keinginan seksual atau agresif sadar dan ancaman sesuai dari realitas super
ego atau eksternal. Dalam menanggapi sinyal ini, ego mengerahkan mekanisme
pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima dari
muncul dalam kesadaran.
b. Teori perilaku
Teori-teori perilaku atau belajar dari kecemasan mendalilkan bahwa
kecemasan merupakan respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan
tertentu.
c. Teori eksistensial
Konsep utama teori eksistensial adalah bahwa orang-orang mengalami
perasaan hidup dialam semesta tanpa tujuan. Kecemasan merupakan respon
mereka terhadap kekosongan yang dirasakan dalam keberadaan dan makna.
2. Teori biologi
a. Otonom Sistem saraf
Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan gangguan
kecemasan, terutama mereka dengan gangguan panik, menunjukkan nada
simpatik meningkat, beradaptasi perlahan terhadap rangsangan berulang, dan
merespon berlebihan terhadap rangsangan moderat.
b. Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan pada basis
studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin (NE),
serotonin, dan Î ³- aminobutyric acid (GABA).
Norepinefrin
5
Case Report Session
6
Case Report Session
Sistem limbiks
Dua bidang sistem limbik telah menerima perhatian khusus dalam literatur:
peningkatan aktivitas dijalur septohippocampal, yang dapat menyebabkan
kecemasan.
Korteks serebral
Korteks serebral frontal terhubung dengan wilayah parahippocampal,
cingulate gyrus, dan hipotalamus dan dengandemikian mungkin terlibat dalam
produksi gangguan kecemasan. Korteks temporal juga telah terlibat sebagai situs
patofisiologi pada gangguan kecemasan.
2.4 PATOFISIOLOGI
7
Case Report Session
sebagai sindrom adaptasi umum. Ini adalah cara tubuh bereaksi terhadap stres dan
untuk membawa kembali sistem tubuh ke keadaan yang seimbang.
Tahapan salah satu responnya disebut fase alarm, yang dicirikan oleh aktivasi
langsung dari sistem saraf dan kelenjar adrenal. Berikutnya fase resistensi, yang
ditandai dengan aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) axis. HPA axis adalah
sistem terkoordinasi dari tiga jaringan endokrin yang mengelola respon kita terhadap
stres.
HPA adalah bagian utama dari sistem neuroendokrin yang mengendalikan
reaksi terhadap stres dan memiliki fungsi penting dalam mengatur berbagai proses
tubuh seperti pencernaan, sistem kekebalan tubuh dan penggunaan energi. Spesies dari
manusia ke organisme yang paling kuno berbagi komponen dari sumbu HPA. Ini
adalah mekanisme untuk satu set interaksi di antara kelenjar, hormon dan bagian-
bagian tengah otak yang menengahi sindrom adaptasi umum.
Sedikit kenaikan kortisol memiliki beberapa efek positif termasuk semburan
energi untuk alasan bertahan hidup, peningkatan fungsi memori, semburan lebih rendah
meningkatkan kekebalan dan kepekaan terhadap rasa sakit.
Masalah terjadi ketika kita meminta tubuh kita bereaksi terlalu sering atau
dengan perlawanan yang berlebihan - baik dari yang dapat mengakibatkan
meningkatnya kadar kortisol. Ketika stres diulangi, atau konstan, kadar kortisol
meningkat dan tetap tinggi - menyebabkan fase ketiga dari sindrom adaptasi umum
yang tepat disebut sebagai overload. Pada tahap overload, sistem tubuh mulai memecah
dan risiko penyakit kronis meningkat secara signifikan.
Diketahui bahwa orang-orang normal tingkat kortisol dalam aliran darah
puncaknya terjadi pada pagi hari dan berkurang seiring berjalannya hari itu. Sekresi
kortisol bervariasi antar individu. Satu orang dapat mengeluarkan kortisol lebih tinggi
daripada yang lain dalam situasi yang sama. Penelitian juga menunjukkan bahwa
orang-orang yang mengeluarkan tingkat kortisol lebih tinggi sebagai respons terhadap
stres juga cenderung makan lebih banyak makanan, dan makanan yang lebih tinggi
karbohidrat daripada orang yang kurang mengeluarkan kortisol.
Neurotransmitters
Tiga neurotransmitters utama yang berhubungan dengan dasar dari penelitian
binatang dan respon kepada penanganan obat adalah norepinephrine (MODA),
serotonin, dan β-asam aminobutyric (GABA). Sebagian besar informasi dasar
8
Case Report Session
Norepinephrine
Gejala kronis pasien dengan gangguan cemas, seperti serangan panik, kesulitan
untuk tidur, mengejutkan, dan autonomic hyperarousal, adalah karakteristik
noradrenergic yang meningkat. Teori umum tentang peran dari norepinephrine dalam
ketidakteraturan dimana dipengaruhi pasien, mungkin mempunyai satu sistem
noradrenergic yang buruk pengaturannya sehingga terjadi ledakan sekali-kali dari
aktivitas ini. Badan sel dari sistem noradrenergic terutama dilokalisir pada tempat
ceruleus di rostral pons, dan fungsinya memproyeksikan akson-akson pada korteks
cerebral, sistem limbic, brainstem, dan tali tulang belakang. Eksperimen dalam
kardinal/primata telah mendemonstrasikan stimulasi itu sehingga dari tempat ceruleus
menghasilkan suatu respon ketakutan dalam binatang dan ablasi pada area yang sama,
menghalangi atau seluruhnya menghalangi kemampuan dari binatang untuk
membentuk suatu respon ketakutan.9,11
Penelitian pada manusia telah ditemukan bahwa dalam pasien dengan gangguan
panik, receptor β adrenergic agonists (e.g., isoproterenol [Isuprel]) dan sel peka
terhadap rangsangan 2-adrenergic antagonis (e.g., yohimbine [Yocon]) bisa membuat
serangan panik bertambah parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres), sel yang peka
terhadap rangsangan agonist, mengurangi gejala pada beberapa situasi eksperimental
dan dapat mengobati. Sebuah temuan lain adalah pasien dengan gangguan cemas,
gangguan terutama panik, telah menyebabkan cerebrospinal mengalir (CSF) atau
terpresentasi dalam uruin dalam bentuk noradrenergic metabolite 3-methoxy-4-
hydroxyphenylglycol (MHPG).9,11
Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA)
Sumbu HPA adalah bagian utama dari sistem Neuroendokrin (Saraf pada
hormon) yang mengontrol reaksi terhadap Stres dan memiliki fungsi penting dalam
9
Case Report Session
mengatur berbagai proses tubuh seperti pencernaan, sistem kekebalan tubuh ,suasana
hati, emosi, seksualitas, dan penyimpanan-penggunaan energi. Sumbu HPA juga
terlibat dalam gangguan kecemasan, gangguan bipolar, pasca-traumatic stress disorder,
depresi klinis, kelelahan dan sindrom iritasi usus besar.10
Pada sistem HPA, Corticotropin Releasing Hormone (CRH) menyebabkan
hipofisis melepaskan Adrenocorticotropin Hormone (ACTH). Kemudian ACTH
merangsang korteks adrenal untuk mensekresi kortisol. Selanjutnya kortisol kembali
memberikan umpan balik terhadap aksis hipotalamus- hipofisis, dan menghambat
produksi CRH-ACTH. Sistem mengalami fluktuasi, bervariasi menurut kebutuhan
fisiologis akan kortisol.10
Sistem saraf pusat dihubungkan dengan hipofisis melalui hipotalamus.
Hubungan ini adalah hubungan yang paling nyata antara sistem saraf pusat dan sistem
endokrin. Kedua sistem ini saling berhubungan baik melalui hubungan saraf maupun
vaskuler. Pembuluh darah menghubungkan hipotalamus dengan sel-sel kelenjar
hipofisis anterior. Pembuluh darah ini berakhir sebagai kapiler pada kedua ujungnya,
dan karena itu dikenal sebagai sistem portal. Dalam hal ini, sistem yang
menghubungkan hipotalamus dengan kelenjar hipofisis disebut sebagai sistem portal
hipotalamus-hipofisis. Sistem portal merupakan saluran vaskuler yang penting karena
memungkinkan pergerakan hormon pelepasan dari hipotalamus ke kelenjar hipofisis,
sehingga memungkinkan hipotalamus mengatur fungsi hipofisis. 10
Rangsangan yang berasal dari otak mengaktifkan neuron dalam nukleus
hipotalamus yang mensintesis dan mensekresi protein yang dikenal sebagai hormon
pelepas atau penghambat. Hormon-hormon ini dilepaskan ke pembuluh darah sistem
portal dan akhirnya mencapai sel-sel dalam kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis
memberi respon terhadap hormon pelepas dengan melepaskan hormo-hormon tropik
hipofisis. Dalam rangkaian kejadian ini, hormon-hormon yang dilepaskan oleh kelenjar
hipofisis diangkut bersama darah dan merangsang kelenjar-kelenjar lain, menyebabkan
pelepasan hormon-hormon kelenjar sasaran. Akhirnya hormon-hormon kelenjar sasaran
bekerja pada hipotalamus dan sel-sel hipofisis yang mengatursekresi hormon.10
Modalitas pengaturan umpan balik, tempat produk hormonal dari kelenjar
sasaran,bekerja menghambat pelepasan hormon tropik hipofisis yang berhubungan.
Pengaturan sekresi hormon jenis ini dikenal sebagai sistem pengaturan umpan balik
negatif. Secara sederhana dapat dikatakan umpan balik terjadi jika keluaran suatu
sistem melawan perubahan masukan. Umpan balik negatif mempertahankan
10
Case Report Session
11
Case Report Session
produksi hormon, dan irama ini berasal dari struktur otak. Irama endokrin yang paling
sering adalah irama diurnal (“siang-malam”)atau sirkardian (sepanjang hari), yang
ditandai oleh osilasi berulang kadar hormon yang sangat teratur dan memiliki frekuensi
satu siklus setiap 24 jam.ACTH merupakan contoh irama yang baik, atau siklus
pelepasan hormon. Pada pengukuran kadar ACTH dan kortisol setiap jam selama 24
jam, terlihat adanya peningkatan pada pagi hari, kemudian menurun dan meningkat lagi
pada malam hari untuk mencapai puncaknya pada esok paginya. Karena pelepasan
hormon oleh kelenjar hipofisis terjadi dengan cepat, maka pelepasan hormon ini
dikatakan juga sebagai pelepasan hormon episodik.10
Banyak sistem kontrol endokrin melibatkan refleks neuroendokrin, yang
mencakup komponen saraf maupun hormon. Tujuan refleks semacam ini adalah untuk
meningkatkan dengan cepat sekresi hormon (yaitu, menaikkan patokan termostat)
sebagai respon terhadap rangsangan spesifik yang sering berupa rangsangan eksternal.
Sistem saraf dapat mempengaruhi sekresi hormon melalui beberapa cara. Pada
beberapa keadaan, masukan saraf ke kelenjar endokrin merupakan satu-satunya faktor
yang mengatur sekresi hormon. Sebagai contoh, sekresi epinefrin oleh medula adrenal
mutlak dibawah pengaruh sistem saraf simpatis. Sebagian sistem kontrol endokrin, di
pihak lain, mencakup kontrol umpan balik negatif, yang mempertahankan hormon
dalam tingkat basal, dan refleks neuroendokrin, yang menyebabkan letupan mendadak
sekresi hormon sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhan yang mendadak,
misalnya peningkatan sekresi kortisol oleh korteks adrenal selama respon stres.Sekresi
kortisol oleh korteks adrenal diatur oleh sistem umpan balik negatif lengkung panjang
yang melibatkan hipotalamus dan hipofisis anterior. Hormon ACTH dari hipofisis
anterior merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol. ACTH berasal dari
sebuah molekul prekusorbesar; propiomelanokortin, yang diproduksi di dalam
retikulum endoplasma sel penghasil ACTH hipofisis anterior. Karena bersifat tropik
bagi zona fasikulata dan retikularis, ACTH merangsang pertumbuhan dan sekresi
kedualapisan dalam korteks adrenal ini. Apabila tidak tersedia ACTH dalam jumlah
adekuat, lapisan-lapisan ini akan mengecil secara bermakna, dan sekresi kortisol akan
secara drastis berkurang.10
Sekresi kortisol hampir seluruhnya diatur oleh ACTH yang disekresi oleh
kelenjar hipofisisanterior. Selanjutnya sel penghasil ACTH hanya mensekresi atas
perintah CRH dari hipotalamus. Kontrol umpan balik dilaksanakan oleh efek
12
Case Report Session
penghambat kortisol pada sekresi CRH dan ACTH, masing-masing oleh hipotalamus
dan hipofisis anterior.10
Gambar 1 HPA axis - diambil dari Clinical Neuroscience (Smith dan Vale,
2006)10
Serotonin
Identifikasi dari banyak jenis reseptor serotonin telah menstimulasi pencarian
dari peran serotonin pada pathogenesis gangguan cemas. Tipe berbeda dari hasil
tekanan akut dalam peningkatan 5-hydroxytryptamine (5-HT) terjadi di korteks
prefrontal, nukleus accumbens, amygdala, dan hypothalamus lateral. Keterikatan pada
hubungan ini pada awalnya termotivasi oleh observasi dimana serotonergic
antidepressants mempunyai efek terapeutik pada beberapa gangguan cemas, sebagai
contoh, clomipramine (Anafranil) pada OCD. Efektivitas dari buspirone (BuSpar),
suatu serotonin 5-HT1A reseptor agonis, dalam penanganan dari gangguan cemas juga
menyarankan kemungkinan dari satu asosiasi antara serotonin dan kecemasan. Badan
sel dari sebagian besar neuron serotonergic adalah terletak di raphe nuclei di rostral
brainstem dan memproyeksikan ke korteks cerebral, sistem limbik (terutama, amygdala
dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-
chlorophenylpiperazine (mCPP), satu obat dengan berbagai efek serotonergik dan
nonserotonergik, dan fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan dari
serotonin, juga menyebabkan peningkatan rasa cemas pada pasien dengan gangguan
cemas, dan banyak laporan anekdot menunjukkan bahwa serotonergic hallucinogens
serta stimulan, sebagai contoh, asam lysergic diethylamide (LSD) dan 3,4-
13
Case Report Session
GABA
Sebuah peran dari GABA pada gangguan cemas adalah sebagian besar
didukung oleh keefektifan dari benzodiazepines, yang meningkatkan aktivitas dari
GABA pada reseptor GABA tipe A (GABAA), dalam penanganan dari beberapa bentuk
gangguan cemas. Walaupun benzodiazepines potensi-rendah adalah paling efektif
untuk gejala gangguan cemas pada umumnya, potensi-tinggi benzodiazepines, seperti
alprazolam (Xanax), dan clonazepam adalah efektif dalam penanganan dari gangguan
panik. Penelitian pada primata telah ditemukan bahwa susunan saraf otonom
memperlihatkan gejala gangguan cemas yang diinduksi ketika satu benzodiazepine
invers agonist, asam β-carboline-3-carboxylic (BCCE) dikelola. BCCE juga dapat
menyebabkan kecemasan. Antagonis benzodiazepine, flumazenil (Romazicon),
menyebabkan serangan panik yang sering pada pasien dengan gangguan panik. Data ini
telah memimpin peneliti untuk memberikan hipotesa bahwa beberapa pasien dengan
gangguan cemas mempunyai fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka, walaupun
hubungan ini sudah tidak diperlihatkan secara langsung.11
14
Case Report Session
2.6 DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh menurut PPDGJ III yaitu:13
Penderita harus menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja
(sifatnyafree floating atau mengambang)
Gejala-gejala tersebut biasanya mencangkup unsur-unsur berikut :
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti diujung tanduk, sulit
konsentrasi, dsb).
b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai).
c. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-
debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenagkan serta
keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang berisfat sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Ansietas
menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif, gangguan ansietas fobik, gangguan panik, atau gangguan obsesif
kompulsif.
15
Case Report Session
penyalahgunaan stimulan, putus alkohol, dan putus obat sedatif hipnotik atau ansiolitik.
Pemeriksaan status mental dan anamnesis harus menggali kemungkinan diagnostik
gangguan panik, fobia, dan gangguan obsesif kompulsif.7
Umumnya pasien gangguan panik mencari terapi lebih dini, , memiliki awitan
gejala mendadak, dan tidak terlalu direpotkan gejala somatik dibandingkan pasien
GAD.7 Membedakan GAD dengan gangguan depresif berat serta distimik dapat sulit
dilakukan; kenyataannya kedua gangguan ini sering muncul bersamaan.7 Kemungkinan
diagnosis lain adalah gangguan penyesuaian dengan ansietas, hipokondriasis, gangguan
defisit-atensi/hiperaktivitas dewasa, gangguan somatisasi, dan gangguan kepribadian.7
2.8 TATALAKSANA
2. Terapi Suportif17,18
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang
ada dan belum tampak, didukung egonya, agar bisa lebih beradaptasi optimal dalam
fungsi sosial dan pekerjaannya.
16
Case Report Session
e) Training relaksasi intensif : Pasien dilatih untuk merespons kecemasan yang baru
muncul dengan rileksasi dari pada dengan kepanikan.
4. Farmakoterapi16,17,18
a. Ansiolitik Golongan Benzodiazepin (BDZ)
Merupakan golongan ansiolitik lini pertama dan paling sering digunakan. BDZ
mampu mengatasi kecemasan dengan menurunkan kewaspadaan dan mampu
menghilangkan gejala somatik seperti ketegangan otot. Semua benzodiazepin memiliki
efikasi yang sama yaitu menyebabkan sedasi, gangguan kosentrasi dan amnesia
anterograde. Spektrum klinis benzodiazepin meliputi : Ansiolitik, Antikonvulsan, Anti-
insomnia dan premedikasi bedah. Beberapa contoh benzodiazepin:
JENIS KETERANGAN
Diazepam, Chlordiazepoxide Benzodiazepin broadspektrum
Nitrazepam, Flurazepam Lebih efektif sebagai antiinsomnia karena dosis
antiinsomnia berdekatan dengan dosis anticemas
Midazolam Onset cepat dan kerja singkat, cocok untuk premedikasi
bedah.
Bromazepam, Lorazepam, Lebih efektif sebagai anticemas karena dosis antiinsomnia
dan Clobazam dan anticemas yang berjauhan.
Clobazam Efek samping terhadap performa psikomotor paling kecil,
cocok untuk pasien dewasa atau pasien lansia yang ingin
aktif
Lorazepam Benzodiazepin dengan waktu paruh pendek dan tidak ada
akumulasi obat yang signifikan pada dosis terapi, cocok
untuk pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal
Alprazolam EfeK : anticemas, anti-depresi
Indikasi : ansietas antisipatorik
onsetnya cepat
JENIS KETERANGAN
Sulpiride Efek : meredakan gejala somatik
risiko ketergantungan atau kecanduan paling kecil
Fluoxetine, Indikasi : Pasien GAD dengan riwayat depresi
Sertraline, Sertralin dan paroxetin lebih baik daripada fluoxetin, karena fluoxetin
Paroxetin dapat meningkatkan ansietas sesaat
(Selective medikasi selama 8-12 minggu dengan dosis inisial yang kecil agar
Serotonin mengurangi efek anxiogenik di awal pengobatan dan dosis dinaikkan
Reuptake inhibitor) bertahap sampai dosis optimal
Buspirone Efek : memperbaiki gejala kognitif, meredakan cemas, kurang berefek
17
Case Report Session
2.9 PROGNOSIS
GAD merupakan suatu kondisi kronis yang mungkin berlangsung seumur hidup.
Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik atau dapat mengalami
gangguan depresi mayor. Prognosis GAD tergantung pada beberapa faktor. Bila tidak
diterapi, GAD bisa terus berlanjut dan terus muncul dalam kehidupan pasien. Prognosis
semakin buruk pada orang yang memiliki lebih dari satu jenis gangguan kecemasan.
Terlebih, pada pasien GAD ini biasanya lebih sering atau cenderung menjadi perokok
berat, minum alkohol dan menyalahgunakan obat-obat tertentu dibandingkan orang
normal. Masing-masing dari hal tersebut membuat gejala cemas menjadi lebih mudah
muncul dalam jangka waktu singkat.9,10
18
Case Report Session
Prognosis juga memburuk bila terdapat adiksi (seperti adiksi nikotin, alkohol dan
obat-obatan) yang sekaligus dapat mempengaruhi kondisi kesehatan secara umum.
Akan tetapi, sebagian besar pasien menunjukkan perbaikan dengan kombinasi terapi
farmakologi dan terapi kognitif perilaku (CBT). Statistik menunjukkan dengan terapi
yang adekuat, sekitar 50% pasien akan membaik kondisinya dalam 3 minggu semenjak
terapi dimulai.9,10
19
Case Report Session
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
No HP : 085274309252
Umur : 35 tahun
Pendidikan : SMA
20
Case Report Session
1. Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 18 Februari 2019 di Poli Dewasa RSJ. HB
Saanin Padang
2. Alloanamnesis dengan suami pasien pada tanggal 18 Februari 2019 di Poli Dewasa RSJ.
HB Saanin Padang
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf
yang sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim
2. Sebab Utama
Pasien mengeluhkan rasa cemas yang berlangsung hampir setiap hari namun tidak
sepanjang hari
Pasien pergi berobat ke poli RSJ Prof. HB Saanin Padang karena rasa cemas yang
berlangsung hampir setiap hari. Rasa cemas yang dirasakan tanpa penyebab yang spesifik.
Keluhan sudah dirasakan sejak tahun 2008 tetapi meningkat sejak 2 tahun ini sehingga pasien
sulit tidur dan makan terganggu. Pasien selama di rumah sering mencemaskan hal-hal yang
dilihat oleh pasien di televisi atau majalah. Cemas yang dirasakan pasien tidak terjadi pada
21
Case Report Session
situasi yang khusus, kadang pasien mencemaskan nasib buruk yang akan menimpa keluarga
atau mencemaskan suami dan anak pasien yang sedang berada di luar rumah. Pasien merasa
Keluhan ini sudah dirasakan sejak pasien pulang dari Malaysia pada tahun 2008
tempat pasien bekerja. Menurut pasien rasa cemas yang dirasakan ini awalnya dikarenakan
ditempat kerja pasien dulu pasien sering dimarahi oleh bos pasien. Dulu pasien bekerja di
Malaysia sebagai buruh pabrik, setelah 4 tahun bekerja pasien memutuskan untuk pulang ke
kampung halaman. Pasien rutin kontrol ke poli RSJ Prof. HB Saanin Padang, setiap 2 minggu
Pasien juga sering berdebar-debar, nyeri ulu hati dan dalam 9 bulan terakhir ini pasien
sudah 5x kejang. Pasien merasa cemas yang penyebabnya tidak spesifik, kemudian pasien
histeris tiba-tiba dan kemudian kejang. Kejang berhenti sendiri, menurut pasien pada saat
kejang pasien tidak menyadari lingkungan sekitar pasien. Keluarga tidak tahu pasti
bagaimana kejang yang dialami pasien namun kelpuarga tetap membawa pasien ke orang
pintar di dekat tempat tinggal pasien, pasien mengakui tidak pernah mengobati gejala kejang
Tidak ada
22
Case Report Session
6. Riwayat keluarga
a) Identitas suami
Kewarganegaraan Indonesia
Agama Islam
Pendidikan SMA
Pekerjaan Securitry
Umur 35
Alamat Bungus
Dan lain-lain -
Pemalas (-)**, Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka Bergaul (-),
Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi (-), Peminum (-), Pecemas (-),
Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-), Pencuriga (-), Pencemburu (-), Egois (-),
c) Saudara
Pasien adalah anak kelima dari 5 bersaudara. Pasien memiliki 3 orang saudara perempuan
d) Urutan bersaudara dan cantumkan usianya dalam tanda kurung untuk pasien
23
Case Report Session
e) Gambaran sikap/perilaku masing – masing saudara pasien dan hubungan pasien terhadap
masing – masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan serupa dengan yang dinyatakan pada
Perilaku (akrab/
biasa,/kurang/tak peduli)
1 Baik Akrab
2 Baik Akrab
3 Baik Akrab
4 Baik Akrab
Ket:
f) Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan tingkah laku dan
Pasien
tingkah laku biasa,/kurang/tak
peduli)
- - - -
24
Case Report Session
g) Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan – kebiasaan dan penyakit fisik
(yang ada kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota keluarga o.s :
Skema Pedegree
( tiga generasi)
Keterangan:
: Wanita : Laki-laki :Sakit :Meninggal
25
Case Report Session
7. Gambaran seluruh faktor – faktor dan mental yang bersangkut paut dengan
- Keadaan melahirkan :
• Aterm (+), partus spontan (+), partus tindakan (-) sebutkan jenis tindakannya
• Sukar makan (-), anoreksia nervosa (-), bulimia (-), pika (-), gangguan hubungan ibu –
anak (-), pola tidur baik ( + ), cemas terhadap orang asing sesuai umur (-), cemas
26
Case Report Session
c) Simptom – simptom sehubungan dengan problem perilaku yang dijumpai pada masa kanak
– kanak, misalnya: mengisap jari (-), ngompol (-), BAB di tempat tidur (-), night teror (-),
temper tantrum (-), gagap (-), tik (-), masturbasi (-), mutisme selektif (-), dan lain-lain.
d) Toilet training
e) Kesehatan fisik masa kanak – kanak: demam tinggi disertai menggigau (-), kejang – kejang
(-), demam berlangsung lama (-), trauma kapitis disertai hilangnya kesadaran (-), dan lain –
lain.
f) Temperamen sewaktu anak – anak : pemalu (-), gelisah (-) overaktif (-), menarik diri (-),
g) Masa sekolah
Perihal SD SMP SMA PT
Umur 6-12 tahun 12-15 15-18 -
tahun tahun
Prestasi* Baik Baik Baik -
Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang -
Aktifitas Sekolah* Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang
Kurang Kurang Kurang -
Sikap Terhadap Teman * Baik Baik Baik
Kurang Kurang Kurang
Sikap Terhadap Guru Baik Baik Baik -
Kurang Kurang Kurang
Kemampuan Khusus (Bakat) ( - ) ( - ) ( - ) -
Tingkah Laku Baik Baik Baik
27
Case Report Session
h) Masa remaja: Fobia (-), masturbasi (-), ngompol (-), lari dari rumah (-), kenakalan remaja
(-), perokok berat (-), penggunaan obat terlarang (-), peminum minuman keras (-), problem
berat badan (-), anoreksia nervosa ( -), bulimia (-), perasaan depresi (-), rasa rendah diri (-
), cemas (-), gangguan tidur ( - ), sering sakit kepala ( - ), dan lain-lain.
Ket: * coret yang tidak perlu
** ( ) diisi (+) atau (-)
i) Riwayat Pekerjaan
Pasien bersekolah hingga SMA di Bungus. Pasien tidak melanjutkan ke perguruan tinggi
karena faktor ekonomi. Pasien bekerja ke Malaysia pada tahun 2004, selama 4 tahun lalu
kembali ke kampung halaman pada tahun 2008 karena merasa tidak nyaman dengan bos pada
pekerjaan tersebut. Kemudian pada tahun 2009 pasien menikah dan menjadi ibu rumah
tangga.
Konflik dalam pekerjaan : (-), konflik dengan atasan (+), konflik dengan bawahan (-),
• Pasien sudah menikah pada tahun 2009. Hubungan dengan suami menurut pasien
1. Tempat tinggal : rumah sendiri (+), rumah kontrak (-), rumah susun (-), apartemen (-),
rumah orang tua (-), serumah dengan mertua (-), di asrama (-) dan lain – lain.
2. Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-) dan lain – lain.
ai : atas indikasi
28
Case Report Session
Anak pasien yang pertama perempuan berumur 8 tahun menurut pasien merupakan anak yang
pandai bergaul dan anak yang penurut. Anak kedua pasien laki-laki berumur 9 bulan tumbuh
Skizoid Emosi dingin ( - ), tidak acuh pada orang lain ( - ), perasaan hangat
atau lembut pada orang lain ( - ), peduli terhadap pujian maupun
kecaman ( - ), kurang teman ( - ), pemalu ( - ), sering melamun ( - ),
kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual (-), suka
aktivitas yang dilakukan sendiri ( - )
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan ( - ), kewaspadaan berlebihan ( + ),
sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi ( - ), tidak mau menerima
kritik ( - ), meragukan kesetiaan orang lain ( - ), secara intensif
mencari-cari kesalahan dan bukti tentang prasangkanya ( - ),
perhatian yang berlebihan terhadap motif-motif yang tersembunyi (-),
cemburu patologik ( - ), hipersensifitas (-), keterbatasan kehidupan
afektif ( - ).
Skizotipal Pikiran gaib ( - ), ideas of reference (- ), isolasi sosial ( - ), ilusi
berulang (- ), pembicaraan yang ganjil ( - ), bila bertatap muka
dengan orang lain tampak dingin atau tidak acuh ( - ).
Siklotimik Ambisi berlebihan ( - ), optimis berlebihan ( - ), aktivitas seksual
yang berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan ( - ),
melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang merugikan
dirinya ( - ), melucu berlebihan ( - ), kurangnya kebutuhan tidur (-),
pesimis ( - ), putus asa ( - ), insomnia ( - ), hipersomnia ( - ), kurang
bersemangat ( - ), rasa rendah diri (- ), penurunan aktivitas ( - ),
mudah merasa sedih dan menangis ( - ), dan lain-lain.
29
Case Report Session
30
Case Report Session
Pertunangan (-), perkawinan (-), perceraian (-), kawin paksa (-), kawin lari (-), kawin terpaksa
(-), kawin gantung (-), kematian pasangan (-), problem punya anak (-), anak sakit (-),
persoalan dengan anak (-), persoalan dengan orang tua (-), persoalan dengan mertua (-),
masalah dengan teman dekat (-), masalah dengan atasan/bawahan ( + ), mulai pertama kali
bekerja (-), masuk sekolah (-), pindah kerja (-), persiapan masuk pensiun (-), pensiun (-),
berhenti bekerja (-), masalah di sekolah (-), masalah jabatan/kenaikan pangkat (-), pindah
rumah (-), pindah ke kota lain (-), transmigrasi (-), pencurian (-), perampokan (-), ancaman (-
), keadaan ekonomi yang kurang (-), memiliki hutang (-), usaha bangkrut (-), masalah
warisan (-), mengalami tuntutan hukum (-), masuk penjara (-), memasuki masa pubertas (-),
memasuki usia dewasa (-), menopause (-), mencapai usia 50 tahun (-), menderita penyakit
fisik yang parah (-), kecelakaan (-), pembedahan (-), abortus (-), hubungan yang buruk antar
orang tua (-), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga (-), cara pendidikan
anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek nenek (-), sikap orang tau yang acuh tak
31
Case Report Session
acuh pada anak (-), sikap orang tua yang kasar atau keras terhadap anak (-), campur tangan
atau perhatian yang lebih dari orang tua terhadap anak (-), orang tua yang jarang berada di
rumah (-), terdapat istri lain (-), sikap atau kontrol yang tidak konsisten (-), kontrol yang tidak
cukup (-), kurang stimulasi kognitif dan sosial (-), bencana alam (-), amukan masa (-),
diskriminasi sosial (-), perkosaan (-), tugas militer (-), kehamilan (-), melahirkan di luar
perkawinan (-), kematian orangtua (-), konflik dengan tetangga (-), dan lain – lain.
9.Riwayat Suicide
Keluarga dapat memahami kondisi pasien dan berharap pasien untuk sembuh dan dapat
Pasien menyadari penyakit jiwa yang dialaminya, pasien berharap segera sembuh dan bisa
32
Case Report Session
33
Case Report Session
34
Case Report Session
35
Case Report Session
36
Case Report Session
37
Case Report Session
Islam, suku bangsa Minangkabau, pendidikan terakhir SMA, dan sudah menikah. Pasien
pertama kali datang ke poli jiwa RSJ Prof. HB Saanin Padang pada tahun 2016. Pasien dalam
keadaan cemas. Pasien mengaku bahwa pasien sering cemas oleh hal-hal di berita yang
mungkin dapat terjadi padanya maupun keluarga, seperti berita tentang bencana, kecelakaan,
penculikan anak, dan sebagainya. Pasien pernah mengalami trauma saat dimarahi atasannya
di tempat bekerja yang lama di Malaysia pada tahun 2008 sampai kejang sehingga membuat
pasien berhenti bekerja. Pasien mulai merasa cemas dan mudah tersinggung sejak kejadian
tersebut dan sudah beberapa kali kejang yang diduga pasien disebabkan oleh cemasnya yang
berlebihan. Pada tahun 2016 dibawa ke poli jiwa RSJ HB Saanin oleh suami karena membuat
keluarga khawatir karena pasien tidak nafsu makan dan tidur yang kurang karna terganggu
38
Case Report Session
oleh pikiran-pikiran akan terjadi sesuatu padanya atau keluarganya. Pasien rutin kontrol dan
1. Diagnosis Multiaksial
a. Aksis I : F41.1 Gangguan cemas menyeluruh
b. Aksis II : Tidak ada diagnosis
c. Aksis III : Tidak ada diagnosis
d. Aksis IV : Tidak ada diagnosis
e. Aksis V : GAF 90-81
2. Diagnosis Banding Axis I
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresi
3.12 Daftar Masalah
1. Organobiologik
Tidak ada masalah
2. Psikologis
Hipersensitif
3. Lingkungan dan psikososial
Pasien dapat bersosialisasi dengan orang di sekitar
3.13 Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi :
a. Clobazam 10 mg 2x1/2
b. Nopres 20 mg 1x1/2
c. Lansoprazole 30 mg 1x1
2. Psikoterapi
a. Psikoterapi suportif
Memberikan kehangatan, empati, dan optimistik kepada pasien. Membantu pasien
mengidentifikasi dan mengekspresikan emosinya. Mengidentifikasi faktor presipitasi dan
membantu mengoreksinya. Membantu memecahkan problem eksternal secara terarah.
b. Psikoedukasi
Membantu pasien untuk mengetahui lebih banyak mengenai gangguan yang
dideritanya, diharapkan pasien mempunyai kemampuan yang semakin efektif untuk
mengenali gejala, mencegah munculnya gejala dan segera mendapatkan pertolongan.
39
Case Report Session
Menjelaskan kepada pasien untuk menyadari bahwa obat merupakan kebutuhan bagi
dirinya agar sembuh. Menjelaskan kepada keluarga pasien juga agar memahami kondisi
pasien dan membantu pasien untuk mencegah gejalanya timbul dengan perhatian dan
kenyamanan.
3.14 Prognosis
1. Quo et vitam : bonam
2. Quo et fungsionam : bonam
3. Quo et sanctionam : dubia et bonam
40
Case Report Session
BAB 4
DISKUSI
Pasien seorang perempuan berusia 33 tahun datang ke Poli Jiwa RSJ Prof. HB
Saanin Padang pada tanggal 18 Februari 2019 untuk kontrol rutin. Pasien sudah mulai
berobat sejak tahun 2016. Pasien merasa cemas, jantung berdebar-debar, dan gelisah
hampir setiap hari karena hal-hal di berita yang mungkin dapat terjadi padanya maupun
keluarga, seperti berita tentang bencana, kecelakaan, penculikan anak, dan sebagainya.
Cemas tersebut kadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Selain itu pasien juga
beberapa kali mengalami cemas hingga histeris dan kejang. Pasien juga sempat tidak
mau makan, dan tidur terganggu selama beberapa hari. Saat ini pasien juga mengeluh
adanya keluhan lambung seperti mual.
Atas dasar rangkaian gejala di atas, menurut PPDGJ III dapat ditegakkan
diagnosis aksis I berupa gangguan cemas menyeluruh, karena memenuhi kriteria
adanya anxietas sebagai gejala primer berupa kecemasan seperti khawatir akan terjadi
nasib buruk, gelisah, jantung berdebar-debar, dan keluhan lambung yang berlangsung
hampir setiap hari atau menonjol pada keadaan dan situasi tertentu (free
foating/mengambang). Diagnosis aksis II tidak ada diagnosis. Diagnosis aksis III tidak
ada diagnosis. Aksis IV masalah pekerjaan, yaitu dengan atasannya. Aksis V GAF
scale 90-81 karena kini gejala minimal, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian
biasa.4
41
Case Report Session
dirinya untuk sembuh merupakan hal yang penting demi perbaikan fungsi pada pasien
ini.18,19
42
Case Report Session
BAB 5
KESIMPULAN
43
Case Report Session
DAFTAR PUSTAKA
1. Maria, Josetta. Cemas Normal atau Tidak Normal. Program Studi Psikologi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Kaplan, H., Sadock, Benjamin. Gangguan Kecemasan dalam Sinopsis Psikiatri: Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi ke-7 Jilid 2. Jakarta: Bina RupaAksara. 1997.
3. Janet, M. Torpy MD. Generalized Anxiety Disorder. The Journal of The American
Medical Assosiation. 2011.
4. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III dan DSM V.
Edisi ke-1. Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Universitas Atma Jaya: 2013
5. Gregory, Fricchion MD. Generalized Anxiety Disorder. The New England Journal of
Medicine. 2004.
6. Effective Recognition and Treatment of Generalized Anxiety Disorder in Primary
Care. The Journal of Clinical Psychiatry. 2004
7. Evelyn, Behar, dkk. Current theoretical models of generalized anxiety disorder
(GAD): Conceptual review and treatment implications. Journal of Anxiety Disorder.
2009.
8. Sadock, Benjamin J. Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Edisi ke-2. Jakarta. Penerbit Buku EGC: 2014.
9. Benjamin J, Virginia A. Kaplan and Sadock's Synopsis of PsychiatryBehavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. Philadelphia (USA): LippincottWilliams & Wilkins;
2007
10. Nugroho TE, Pujo JL, Nurcahyo WI (2011). Tinjaun Pustaka: Fisiologi dan
Patofisiologi Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal. Jurnal Anestesiologi Indonesia, 3
(2): 123-137
11. Guyton AC dan Hall JE (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11. Jakarta:
EGC
12. Smith SN dan Vale WW (2006). The Role Of The Hypothalamic – Pituitary -Adrenal
Axis in Neuroendocrine Responses to Stress. Clinical Neuroscience, 8 (4): 383 -395
13. Reus, Victor I. Mental Disorders. Kasper, Dennis L et al. Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 19th Edition. New York. McGraw Hill: 2015. P 2708-2709.
14. Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. Dalam: Buku Ajar Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kedua. Badan Penerbit FK UI. Jakarta: 2013.
Hal 258-263
15. Greist JH & Jefferson JW. Anxiety disorder. In: Review of General Psychiatry. 5th Ed. Baltimore:
Vishal. 2000. Cp.21.
16. McLean PD & Woody SR. Panic diorder and agoraphobia. In: Anxiety Disorders
inAdults. Vancouver: Oxford University Press; 2001. Cp.
17. Stein DJ, Hollander E et al. Textbook of Anxiety Disorders. American Psychiatric
Publishing. 2009. 399-435
18. Anxiety Medication. Helpguide guideline. Januari 2013. Diunduh tanggal 02 April
2017.
19. Antidepressan, Anxyolitics Drugs. MIMS Guideline. April 2011. Diunduh tanggal 02
April 2017.
44