Anda di halaman 1dari 50

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA LAPORAN KASUS&REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2018


UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS : SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)


REFERAT : GANGGUAN KEBIASAAN DAN IMPULS (F63)

OLEH :
Jans Goldman Wattimena
C111 14 012

PEMBIMBING RESIDEN :
dr. Yazzit Mahri

SUPERVISOR :
dr. Nurindah Kadir, M.Kes, SpKJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Jans Goldman Wattimena


NIM : C111 14 012
Judul Referat : Gangguan Kebiasaan dan Impuls (F63)
Judul Laporan Kasus : Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 08 Februari 2018

Mengetahui,
Pembimbing Supervisor Pembimbing Residen

dr.Nurindah Kadir, M.Kes, Sp.KJ dr. Yazzit Mahri

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Pengesahan ii

Daftar Isi iii

LAPORAN KASUS GANGGUAN SKIZOFRENIA PARANOID

LAPORAN PSIKIATRI

I. Identitas Pasien 1

II. Riwayat Psikiatri 1

III. Status mental 6

IV. Pemeriksaan Fisik dan Neurologi 8

V. Ikhtisar penemuan bermakna 8

VI. Evaluasi multiaksial 9

VII. Daftar masalah 11

VIII. Rencana terapi 11

IX. Prognosis 12

X. Follow up 12

XI. Pembahasan / Tinjauan Pustaka 12

XII. Lampiran Wawancara 17

DAFTAR PUSTAKA 25

REFERAT

iii
LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Lahir : 31 Desember 1965
Agama : Islam
Suku : Bugis
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Wiraswasta (jual bahan campuran, jual bensin,
supir ojek)
Diagnosis Sementara : Skizofrenia Paranoid (F20.0)
Masuk RSKD Provinsi Sulawesi Selatan untuk pertama kalinya pada tanggal
27 Januari 2018, diantar oleh anak keduanya.

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis dan alloanamnesis dari :
Nama : Nn. DC
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Perumahan Bulu Rokem Permai Blok DI No.14
Makassar
No. HP : 081342055453
Hubungan dgn pasien : Anak

1
A. Keluhan Utama
Mengamuk

B. Riwayat Gangguan Sekarang


1. Keluhan dan gejala
Seorang laki-laki masuk IGD RSKD untuk pertama kalinya
karena mengamuk setelah ia baru tiba dirumah anaknya di Makassar
(20.00 WITA-27 Januari 2018) sebelumnya pasien tinggal di Luwu.
Pasien tiba-tiba mengamuk ketika rokok yang dihisapnya habis. Ketika
mengamuk pasien berteriak-teriak dan melempar barang. Pasien sering
mengamuk karena hal sepele. Pasien bicara sendiri, teriak mengatakan
saya tidak punya utang/pergi kau dan mondar-mandir dalam rumah.
Tidur pasien agak kurang, makan dan minum baik tapi pasien malas
mandi.
Awal perubahan perilaku terjadi pada tahun 2017. Saat itu pasien
ingin membuat usaha (karena usaha-usaha yang selama ini dikerjakan
merugi dan beberapa bankrut) dengan meminta modal kepada istrinya
namun istri menolak memberi uang. Beberapa hari kemudian semua
usaha lama yang dijalankan bankrut kemudian pasien memutuskan
untuk ke Kalimantan tepatnya ke saudaranya untuk mencari pekerjaan.
Namun di Kalimantan pasien selalu beradu mulut dengan saudaranya.
Sejak saat itu pasien mulai tampak berdiam diri,murung,mudah marah
dan bicara sendiri. Bahkan pasien juga mengatakan bisa
menyembuhkan penyakit, pasien merasa dirinya seorang bos ,artis dan
Tuhan. Pasien meyakini kalau tetangganya sangat cemburu dengan
usahanya sehingga usahanya bankrut. Pasien biasa berteriak dan
mengatakan Evi masamba (artis dangdut) adalah istrinya dan biasanya
menyanyi lagu dangdut. Seringkali juga pasien berteriak memanggil-
manggil nama-nama presiden Soeharto,Megawati,Jokowi dan Jusuf
Kalla. Semenjak pasien mengalami gangguan jiwa (tahun 2017) pasien
kembali ke luwu (rumahnya) dan dibantu oleh anaknya berobat ke
dokter dan diberikan obat berwarna oranye dan putih. Tapi menurut

2
anaknya pasien kadang kaku dan jatuh ketika mengonsumsi obat warna
oranye. Semenjak mengonsumsi obat pasien sudah mulai berkurang
gejala mengamuknya serta gejala lainnya. Namun kadang kambuh lagi
ketika pasien mengalami kondisi yang membuat stres. Pasien kadang
tidak teratur minum obat.
Riwayat kelahiran pasien normal yaitu dengan ditolong oleh
dukun bayi,kemudian riwayat ASI cukup. Pendidikan terakhir pasien
adalah lulus SD. Pasien sebelum sakit adalah seorang pribadi yang
ramah dan mudah bergaul dengan orang-orang namun cukup pendiam
di dalam keluarga dan mempunyai beberapa usaha kecil-kecilan (sering
mengganti usaha). Pasien diketahui punya banyak utang.
Pasien adalah anak pertama dari 3 bersaudara (♂,♀,♀).
Pasien sudah menikah dan mempunyai 5 orang anak (♂,♀,♀,♀,♀).
Hubungan dengan keluarga baik namun akhir-akhir ini sering beradu
mulut dengan saudaranya di Kalimantan semenjak pasien mencari kerja
di Kalimantan. Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga.
2. Hendaya dan disfungsi
 Ada hendaya sosial
 Ada hendaya pekerjaan
 Ada hendaya gangguan waktu senggang
3. Faktor stress psikososial
 Semua usaha pasien bankrut, mempunyai banyak utang dan konflik
dengan saudara
4. Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat fisik dan psikis
sebelumnya :
 Tidak ada riwayat infeksi
 Tidak ada riwayat trauma kapitis
 Tidak ada riwayat kejang
 Ada riwayat penyalahgunaan NAPZA (yaitu merokok sejak pasien
mulai berubah perilakunya yaitu tahun 2017 dan biasanya 1 bungkus
per hari)

3
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit fisik bermakna, seperti
infeksi, trauma kapitis dan kejang
2. Riwayat Penggunaan NAPZA
Ditemukan adanya riwayat penggunaan NAPZA lebih tepatnya
golongan zat adiktif lainnya yaitu rokok. Pasien merokok sejak tahun
2017.
3. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya
Tidak ada gangguan psikiatri sebelumnya
D. Riwayat kehidupan pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal (0-1 tahun)
Pasien lahir normal di rumah sakit dibantu oleh dukun bayi pada
tanggal 31 Desember 1965. Lahir cukup bulan dan tidak ditemukan
adanya cacat lahir ataupun kelainan bawaan. Pasien minum ASI.
Pertumbuhan dan perkembangan baik.
2. Riwayat Masa Kanak Awal ( sejak lahir hingga usia 1-3 tahun)
Pasien dirawat oleh kedua orangtuanya. Pertumbuhan dan
perkembangan pasien pada masa anak-anak awal seperti berjalan dan
berbicara sesuai dengan perkembangan anak seusianya. Tidak ada
masalah perilaku yang menonjol. Waktu kecil mampu bermain bersama
saudara dan teman sebayanya.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( usia 4-11 tahun)
Pasien dirawat oleh kedua orangtuanya. Tidak ada masalah
perilaku yang menonjol. Pasien rajin membantu orang tua, taat
beribadah, dan mampu bergaul dengan teman sebayanya.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja ( usia 12-18 tahun)
Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya. Tidak ada masalah
perilaku yang menonjol. Pasien rajin membantu orang tua, taat
beribadah, dan mampu bergaul dengan teman sebayanya.

4
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan : Wiraswasta (jual bahan campuran,jual
bensin,ojek)
b. Riwayat Pendidikan : SD
c. Riwayat Agama : Pasien memeluk agama Islam.
d. Hobbi : Nonton acara dangdut
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien anak pertama dari tiga bersaudara (♂,♀,♀), Pasien sudah menikah
dan dikaruniai 5 orang anak (♂,♀,♀,♀,♀) Hubungan dengan keluarga
baik. Tapi setelah usaha pasien bankrut kemudian pasien ke Kalimantan
untuk mencari kerja, hubungan dengan saudaranya di Kalimantan kurang
baik (sering beradu mulut).

Genogram :

Keterangan :
Pasien (Tn. A)
Laki-laki
Perempuan
F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama istrinya dan anak ketiga dan keempatnya di Luwu
Utara
G. Persepsi Pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien merasa dirinya sehat dan mengaku pura-pura gila supaya dibawa
masuk RS jiwa dan bisa minta modal untuk membuat usaha.

5
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (27 Januari 2018)
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Tampak seorang laki-laki berusia 52 tahun berkumis dan rambut agak
botak di bagian depan kepala, memakai baju kaos biru lengan pendek,
celana jeans pendek berwarna biru pudar, warna kulit sawo matang,
wajah sesuai umur, perawakan agak kekar, perawatan diri cukup bagus.
2. Kesadaran
Berubah
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien cukup tenang, kontak mata dengan pemeriksa cukup.
4. Pembicaraan
Spontan, lancar, intonasi tinggi
5. Sikap terhadap pemeriksa
Cukup kooperatif

B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, Empati, dan Perhatian


1. Mood : Sulit dinilai
2. Afek : Tumpul
3. Empati : Tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf pendidikan :
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan tingkatan
pendidikan
2. Daya konsentrasi : kurang
3. Orientasi
 Waktu : Baik
 Tempat : Baik
 Orang : Baik

6
4. Daya ingat
 Jangka panjang : Baik
 Jangka pendek : Baik
 Jangka segera : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: cukup

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Halusinasi audiotorik (+) suara tidak jelas
Halusinasi taktil (+) pasien merasa tangan
kanannya ditusuk-tusuk terus menerus
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
 Produktivitas : Cukup
 Kontuinitas : Relevan, kadang asosiasi longgar
 Hendaya berbahasa : Tidak ada hendaya dalam berbahasa
2. Isi Pikiran
 Preokupasi : tidak ditemukan
 Gangguan isi pikiran : Waham kejar (pasien yakin tetangganya
sangat cemburu dengan usahanya sehingga usahanya bankrut dan
Waham kebesaran (pasien meyakini bisa menyembuhkan penyakit
dan yakin dirinya adalah bos dan artis) serta waham bizzare (yakin
dirinya dalah Tuhan)
F. Pengendalian Impuls : terganggu
G. Daya Nilai
1. Norma sosial : terganggu
2. Uji daya nilai : terganggu

7
3. Penilaian realitas : Terganggu
H. Tilikan (Insight)
Derajat 1
I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI (27 Januari 2018)


A. Status Internus
Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 89 x/menit, pernapasan 20x/ menit,
suhu 37,00C, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus, jantung,
paru, abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada
kelainan.
B. Status Neurologis
Kesadaran saat datang berada pada GCS 15 (E4M6V5). Rangsang
meningial ,kernig’s sign, pemeriksaan fungsi motorik dan sensorik,
pemeriksaan refleks patologis tidak dilakukan. Pupil bulat dan isokor
2,5mm/2,5mm, refleks cahaya (+) (+).

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang laki-laki masuk IGD RSKD untuk pertama kalinya karena
mengamuk setelah ia baru tiba dirumah anaknya di makassar (sebelumnya
pasien tinggal di luwu utara) Ia terus berteriak dan melempar barang. Pasien
sering mengamuk karena hal sepele. Pasien bicara sendiri,teriak saya tidak
punya utang/pergi kau dan mondar-mandir. Tidur pasien agak kurang, makan
dan minum baik tapi pasien malas mandi. Awal perubahan perilaku terjadi
pada tahun 2017. Saat itu pasien ingin membuat usaha (karena usaha-usaha
yang selama ini dikerjakan merugi dan beberapa bankrut) dengan meminta
modal kepada istrinya namun istri menolak memberi uang. Kemudian semua
usaha lama yang dijalankan bankrut kemudian pasien memutuskan untuk ke
Kalimantan tepatnya ke saudaranya untuk mencari pekerjaan. Namun di
Kalimantan pasien selalu beradu mulut dengan saudaranya. Sejak saat itu
pasien mulai tampak berdiam diri,murung,mudah marah dan bicara sendiri.
Kemudian pasien juga mengatakan bisa menyembuhkan penyakit, pasien

8
merasa dirinya seorang bos, artis dan Tuhan. Pasien meyakini kalau
tetangganya sangat cemburu dengan usahanya sehingga usahanya bankrut.
Pasien berteriak dan mengatakan Evi masamba (artis dangdut) adalah istrinya
dan biasanya menyanyi lagu dangdut. Sering kali juga pasien berteriak
memanggil-manggil nama-nama presiden Soeharto,Megawati,Jokowi dan
Jusuf Kalla. Semenjak itu (tahun 2017) pasien kembali ke luwu utara
(rumahnya) dan dibantu oleh anaknya berobat ke dokter dan diberikan obat
berwarna oranye dan putih. Tapi menurut anaknya pasien sering kaku dan
pingsan ketika mengonsumsi obat itu. Pasien tidak teratur minum obat.
Pasien diketahui punya banyak utang.
Pada pemeriksaan status mental diperoleh kesadaran berubah, mood
sulit dinilai, afek tumpul, empati tidak dapat dirabarasakan. Pikiran abstrak
baik dan kemampuan menolong diri cukup. Gangguan persepsi berupa
halusinasi auditorik mendengar suara-suara tapi tidak dan halusinasi taktil
dimana pasien merasa tangan kanannya seperti ditusuk-tusuk terus. Proses
berpikir produktivitas cukup, kontinuitas relevan tapi kadang asosiasi
longgar.Terdapat waham kejar yaitu pasien yakin tetangganya sangat
cemburu terhadap usahanya sehingga usahanya bankrut dan waham
kebesaran yaitu pasien yakin dirinya bos dan artis serta bisa menyembuhkan
penyakit dan ada waham bizzare yaitu yakin dirinya Tuhan. Pengendalian
impuls terganggu, penilaian realita terganggu. Tilikan derajat 1 yaitu pasien
menyangkal ataupun sama sekali tidak merasa sakit.Taraf dapat dipercaya
yaitu dapat dipercaya.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL


 Aksis I
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis ditermukan adanya gejala
klinis bermakna yaitu pasien gelisah, sering berkeinginan untuk keluar
rumah dan ngebut dijalanan serta menghentikan kendaraan yang lewat,
pasien juga mengalami gangguan tidur malam dan sering mondar-mandir.
Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada dirinya dan keluarga
serta terdapat hendaya (dissability) pada fungsi psikososial, pekerjaan dan

9
penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita Gangguan jiwa.
Pada pasien ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realitas
berupa waham sehingga digolongkan ke dalam gangguan jiwa psikotik.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan
adanya kelainan yang mengindikasikan gangguan medis umum yang dapat
menimbulkan gangguan otak, sehingga penyebab organik dapat
disingkirkan dan pasien dapat didiagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik
non organik. dapat disingkirkan dan pasien digolongkan ke dalam
gangguan jiwa psikotik non organik.
Pada pemeriksaan status mental ditemukan adanya waham kebesaran
yaitu yakin dirinya bos dan artis serta bisa menyembuhkan penyakit,
waham bizzare dimana pasien yakin dirinya Tuhan kemudian ditemukan
waham kejaran dimana pasien yakin tetangganya sangat cemburu dengan
usahanya sehingga usahanya bankrut sehingga berdasarkan PPDGJ III
pasien didiagnosis sebagai gangguan skizofrenia. Adanya waham kejar
sehingga berdasarkan pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa
(PPDGJ III) diagnosis diarahkan pada gangguan skizofrenia paranoid
(F20.0).
 Aksis II
Pasien merupakan pribadi yang sabar, suka bergaul dengan orang lain,
ramah dan rajin. Tidak terdapat informasi yang cukup untuk
mengkategorikan ke dalam gangguan kepribadian khas. Ciri kepribadian
belum dapat ditentukan.
 Aksis III
Tidak terdapat gangguan fisik
 Aksis IV
Semua usaha-usaha pasien bankrut, mempunyai banyak utang dan konflik
dengan saudara
 Aksis V
GAF Scale (Global Assesment Functioning) Scale 50-41 gejala berat,
disabilitas berat.

10
VII. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik :
Tidak terdapat kelainan yang spesifik, namun diduga terdapat
ketidakseimbangan antara neurotransmitter maka pasien memerlukan
farmakoterapi.
2. Psikologi :
Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita yaitu waham
bizzare,waham kebesaran,waham kejar sehingga pasien sehingga pasien
memerlukan psikoterapi.
3. Sosiologik :
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan, dan
penggunaan waktu senggang sehingga pasien memerlukan sosioterapi.

VIII. RENCANA TERAPI


 Farmakoterapi :
- Haloperidol tab 5mg 1 tablet/8 jam/oral (1-1-1)
- Chlorpromazine tab 100 mg 1 tablet/oral (0-0-1)
Bila timbul gejala extrapiramidal berikan :
- Trihexyphenidyl tab 2mg 1 tablet/12 jam/oral (1-0-1)
 Psikoterapi
- Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menceritakan keluhan dan isi hati serta perasaan sehingga
pasien merasa lega.
- Konseling: Memberikan penjelasan dan pengertian kepada
pasien agar memahami penyakitnya dan bagaimana cara
menghadapinya.
 Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan
orang-orang di sekitarnya. Sehingga dapat menerima dan
menciptakan suasana lingkungan yang mendukung

11
IX. PROGNOSIS
Dari hasil alloanamnesis, didapatkan keadaan-keadaan berikut ini
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
a. Faktor pendukung :
 Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama
 Kepatuhan minum obat
 Ada peran aktif keluarga dalam untuk membantu pasien sembuh
 Terjalinnya komunikasi efektif dalam hubungan dokter dan pasien
dalam penanganan
b. Faktor penghambat :
 Pasien kurang mengerti tentang gangguan yang ia derita
 Keadaan ekonomi pasien yang kurang
 Pasien yakin dirinya sehat bahkan mengaku pura-pura gila
 Pasien biasanya tidak teratur minum obat yang diberikan
 Pasien kalau ada masalah menutup diri

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya, selain
itu menilai efektivitas dan kemungkinan efek samping obat yang diberikan serta
memperhatikan tanda-tanda EPS.

XI. PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKA


Skizofrenia adalah gangguan psikotik dan paling sering ditemukan.Hampir
1% penduduk didunia menderita skizofrenia selama hidup mereka.1 Gejala
skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Gejala
skizofrenia yang paling menonjol adalah waham dan halusinasi. Skizofrenia
terbagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan variabel kliniknya yaitu skizofrenia
paranoid, skizofrenia disorganisasi, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci,
skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, depresi pasca skizofrenia, skizofrenia

12
yang tak tergolongkan, dan depresi pasca skizofrenia.2 Berdasarkan DSM V,
kriteria diagnosis skizofrenia:
a. 2 atau lebih gejala di bawah ini, setiap gejala spesifik dialami selama
kurang lebih 1 bulan. Di antaranya:
- Waham
- Halusinasi
- Inkohorensia
- Tingkah laku katatonik
- Gejala-gejala negative seperti menyusutnya emosi, dll.
b. Untuk hasil yang lebih signifikan onset masalah tersebut, akan
mengganggu fungsi level satu atau dua lebih area seperti pekerjaan,
hubungan dengan relasi atau diri sendiri.
c. Tanda yang berulang selama kira-kira 6 bulan
d. Gangguan skizoaktif dan depresi atau gangguan bipolar, tetapi tidak
sering.
e. Masalah tidak diakibatkan oleh penggunaan zat ataupun obat-obatan.
f. Jika terdapat riwayat autisme atau gangguan komunikasi di masa kanak
maka tambahan diagnosis skizofrenia dilakukan jika waham atau
halusinasi dominan yang berlangsung paling kurang 1 bulan3

Skizofrenia ditandai adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan
khas, dan adanya afek yang tidak wajar atau tumpul.4 Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi simtom
skizofrenia dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat secara
bersama-sama untuk diagnosis. Cara diagnosis pasien skizofrenia menrut PPGDJ
III antara lain;3
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. Thought echo: isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda; atau

13
Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal)
Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya.
b. Waham dikendalikan (delusion of control). waham dipengaruhi (delusion of
influence), delusion of passivity, delusional perception
c. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku
pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri. atau jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian rubuh;
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak
wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas
keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan "manusia super"
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
asing dari dunia lain);

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas
dalam kurun waktu satu bulan atau lebih;
a. Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas. apabila disenai baik oleh
waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over valued
ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu
atau berbulan-bulan terus-menerus;
b. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidakrelevan, atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme dan stupor;
d. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodo (apatis), pembicaraan
yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

14
e. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari
beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan gejala
tersebut tetapi yang lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau tidak) harus
didiagnosis pertama kali sebagai gangguan psikosis fungsional.3
Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksan status
mental. Dari anamnesis ditemukan gejala-gejala yang mengarah dengan diagnosis
Skizofrenia Paranoid. Skizofrenia paranoid adalah tipe paling stabil dan paling
sering5. Berdasarkan PPDGJ III, kriteria diagnosis skizofrenia paranoid:
1. Halusinasi yang harus menonjol yaitu suara-suara halusinasi yang
mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa
bentuk verbal berupa bunyi peluit, mendengung, atau bunyi tawa.
2. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
3. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan atau
“passivity” dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.3
Pada pasien ini terdapat waham bizzare dimana pasien yakin dirinya
Tuhan sehingga berdasarkan PPDGJ III pasien didiagnosis sebagai gangguan
skizofrenia karena telah memenuhi kriteria minimal 1 gejala yaitu waham
menetap yang bizzare.Kemudian diperkuat dengan bukti terpenuhinya kriteria
minimal 2 gejala yaitu 1) adanya halusinasi yang menetap dari panca indera
apa saja dalam hal ini pasien memiliki halusinasi audiotorik (pasien
mendengar suara-suara tapi tidak jelas) dan halusinasi taktil (pasien merasa
tanga kanannya ditusuk-tusuk terus-menerus kemudian gejala 2) adanya
perilaku katatonik dalam hal ini gaduh gelisah ditandai dengan pasien
mengamuk. Kemudian memenuhi juga kriteria waktu karena sudah
berlangsung sejak tahun 2017 sehingga sudah melewati kurun waktu 1 bulan.

15
Lalu terpenuhi juga kriteria dimana pasien terdapat perubahan yang konsisten
dan bermakna dalam aspek perilaku. Adanya waham kejar sehingga
berdasarkan pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ III)
diagnosis diarahkan pada gangguan skizofrenia paranoid (F20.0). Disini
pasien punya waham kejar dimana pasien yakin tetangganya sangat cemburu
dengan usahanya sehingga usahanya bankrut.

Pada pasien ini gejala positif lebih menonjol sehingga digunakan obat anti-
psikosis tipikal yaitu Haloperidol yang merupakan obat golongan butyrophenon
dan klorpromazin obat golongan phenothiazine.6 Kedua obat ini sama kuat
menurunkan ambang rangsang konvulsi, memperlambat dan menghambat jumlah
gelombang teta dan sama-sama memiliki efek sedatif dimana klorpromazin efek
sedasinya lebih kuat dibandingkan Haloperidol. haloperidol selain menghambat
efek dopamine juga bisa meningkatkan turn over ratenya, efek sampingnya dapat
menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insidens yang tinggi.7 Klorpromazin
menimbulkan efek sedasi atau menenangkan, batas keamanan obat ini cukup lebar
sehingga obat ini cukup aman, efek samping berupa gejala seperti icterus,
dermatitis, dan leukopenia mungkin timbul.8
Pada pasien ini masuk dengan keluhan mengamuk, gelisah dan mondar-
mandir karena suara-suara yang ia dengar, dengan pemberian obat ini dapat
menenangkan pasien sehingga suara-suara yang di dengar berkurang atau hilang
dan pasien dapat tenang beristirahat. selain itu ada riwayat penggunaan obat anti-
psikosis sebelumnya, jenis obat anti-psikosis yang sudah terbukti efektif dan
ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian
sekarang.9 Selain itu diberikan juga psikoterapi karena dalam penyakit jiwa
psikoterapi merupakan tatalaksana tapi tidak dapat dipungkiri psikofarmaka
adalah yang pertama. 10

16
XII. LAMPIRAN WAWANCARA

ALLOANAMNESIS
*Alloanamnesis pertama kali dilakukan oleh pemeriksa di IGD RSKD Dadi pada
pukul 23.55WITA Sabtu,27 Januari 2018 kepada anak pasien yang mengantar
atas nama Nn. DC
DM : Selamat malam bu. Perkenalkan saya dokter muda J. Silahkan duduk
bu. Kalau boleh tau siapa namata’?
DC : Saya DC.
DM : Kita siapanya pasien?
DC : Saya anaknya
DM : Tabe bu boleh saya tanya-tanyaki?
DC : Ie silahkan dok
DM : Siapa namanya bapak ta’?
DC : Pak A
DM : Tanggal berapa na lahir?umur berapami?
DC : 31 Desember 1965
DM : Apa pendidikan terakhirnya bapakta?
DC : SD
DM : Apa pekerjaanya bapakta?
DC : Usaha jual-jualan ji dok. Jual bahan campuran
DM : Jual bahan campuran maksudnya bahan bangunan bu?
DC : Maksudku jual campur-campurki, jadi banyak barang na jual. Terus
juga jual bensin dengan biasa ngojekki.
DM : Bu kalau tau kenapaki bapakta’? kenapaki bawa kesini?
DC : Ini dok mengamukki bapakku. Tiba-tibaki mengamuk pas jam 8 malam
ini hari. Padahal baruki tiba dirumahku. Dariki luwu
DM : Oh bapakta’ tinggal di luwu terus datangki kunjungiki?
DC : Ie’ begitu memang ka menikah ma jadi tinggal dimakassar. Bapakku di
luwu tinggal sama mamakku dengan adek-adekku.
DM : Sudah berapa kalimi kita bawa bapakta ke sini bu?
DC : Ini baru pertama kali

17
DM : Kenapa ki mengamuk bapakkta?
DC : Tidak tau juga dok. Iniji baru tiba dirumahku terus merokokki. Baru pas
habis rokoknya langsung mengamuk marah-marah. Kubicarai malah
tambah mengamuk.
DM : Bagaimana mengamuknya itu? Lempar-lempar barangki?
DC : Betul dok lemparki barang-barang yang ada di dekatnya. Teriak-
teriakki juga baru bicara-bicara sendiri.
DM : Apa nabilang itu pas teriak-teriak dengan bicara-bicara sendiri bu?
DC : Teriak-teriak saja baru biasa nabilang tidak ada utangku. Pergi kau!
DM : Mondar-mandir ki juga bapakta?
DC : Ie mondar mandir ki.
DM : Mondar-mandirnya itu dimana?
DC : Dalam rumah dok
DM : Bagaimana tidurnya bapakta’?
DC : Waktu di luwu kulihat baikji
DM : Bagaimana makan dengan mandinya?
DC : Makanji tapi ini kulihat kayaknya malaski mandi.
DM : Bu sejak kapan ini bapakta kita lihat begini atau mulai aneh-aneh?
DC : Sejak tahun lalumi dok. Tahun 2017. Bapakku adami begini-begini
gampangki emosian dengan biasa bicara-bicara sendiri
DM : Kira-kira apa yang menyebabkan bapakta begitu? Ada masalahnya?
DC : Kalau kulihat ia karena usahanya bankrut. Ka sekarang ini, tahun ini
tidak adami kerjanya kodong. Tahun lalu itu pernah bapakku minta
modal ke mamakku untuk buat usaha tapi mamakku tidak kasihki uang.
Terus tidak lama kemudian bankrutki usaha-usahanya bapakku. Sejak
itu pergiki ke Kalimantan di saudaranya di Kalimantan untuk cari kerja.
Tapi apa na dapat malah beradu mulutki dengan saudaranya. Disitumi
mulai streski bapakku. Jadiki murung,pendiam, emosian dengan bicara-
bicara sendiri. Jadi kembaliki ke kampung terus kutemaniki berobat di
dokter.
DM : Oh pernahmi berobat di luwu di’. Obat apa dikasihkanki?

18
DC : Kulupa juga namanya. Tapi itu obatnya warena oranye dengan putih.
Tapi dok biasa kalau minumki itu obat oranyenya kakuki bapakku
dengan jatuhki.
DM : Teratur ji ka minum obat?
DC : Kadang tidak teraturki. Ini ji semangat minum obat kalau kutemaniki di
luwu beli obat.
DM : Bu ini bapakta ada biasa na dengar-dengar suara?
DC : Pernah kutanyakki apa siapa na temani cerita kalau bicara sendiri. Terus
nabilang ada suara-suara na dengar tapi tidak jelas. Itumi teriakki biasa
saya tidak punya utang. Pergi kau! Eh ia dok ini bapakku biasa bilang
bisa sembuhkan penyakit. Tingkah lakunya juga kayak bos ki. Biasa
nabilang saya bos. Malah biasa juga biasa nabilang saya artis,
saya Tuhan.
DM : Bu bapakta’ kita tau lahir normal atau operasi?
DC : Oh kalau itu tidak kutauki dok.
DM : Bagaimana pergaulannya ini bapakta sebelumnya sakit begini?
DC : Bapakku itu baikki. Banyakji temannya tapi pendiamki kalau ke
keluarga. Pekerja keras juga. Tapi itumi banyak ki juga utangnya.
Mungkin juga itumi na sakitki.
DM : Bu ini bapakta berapa bersaudara?anak ke berapaki?
DC : 3 bersaudara ki baru dia anak pertama.
DM : Adeknya yang ke-2 dengan ke-3 laki-laki atau perempuan?
DC : Diaji sendiri laki-laki.
DM : Maaf ini bu. Sudah berapa kali bapakta menikah?
DC : Satu kali ji. Satu ji isterinya.
DM : Berapaki bersaudara? Anak keberapaki?
DC : 5 bersaudara Saya anak ke-2 dok.
DM : Anak ke-1,ke-3,ke-4,ke-5 perempuan atau laki-laki?
DC : Yang pertama laki-laki. Yang lain saudaraku perempuan semuami.
DM : Bu ini bapakta bagaimana hubungannya dengan istrinya terus
bagaimana juga hubungannya ke saudara-saudaranya dan keluarganya?

19
DC : Baikji hubungannya bapakku dengan mamaku terus ke keluarganya
juga baikji. Cuma itumi pas ke kalimantanki beradu mulutki dengan
saudaranya di kalimantan.
DM : Ada pernah di keluarga ta juga yang sakitnya seperti bapakta?
DC : Tidak adaji dok.
DM : Bapakta pernah demam tinggi sampai dirawat di rumah sakit?
DC : Tidak pernahji dok
DM : Pernah kecelakaan atau jatuh sampai tertumbuk kepalanya bapakta?
DC : Seingatku tidak pernah
DM : Kalau kejang bu pernah bapakta?
DC : Tidak ji dok
DM : Minum minuman keras bapakta atau maaf bu pernah konsumsi obat
terlarang atau narkoba bu?
DC : Kalau begituan tidak ji dok
DM : Merokok bapakta?
DC : Barusan ji ini merokok semenjak sakitki tahun lalu
DM : Berapa bungkus 1 hari itu rokoknya bapakta?
DC : Biasanya 1 bungkus ia dok.
DM : Baik bu terima kasih banyak bu. Nanti kami periksa dulu bapakta.
DC : Ie dok sama-sama

AUTOANAMNESIS
*Autoanamnesis pertama kali dilakukan oleh pemeriksa di IGD RSKD Dadi
ruang observasi (pasien masih difiksasi) pukul 05.30 WITA hari Minggu
tanggal 28 Januari 2018
Keterangan :
DM : Dokter Muda
P : Pasien
Autoanamnesis :
DM : Selamat malam pak perkenalkan saya dokter muda J di rumah sakit ini,
maaf mengganggu pak boleh tau siapa nama ta’?

20
P : Pak Abbas. (lalu sambil berteriak mauko mencuri?curimi tidak ada apa-
apaku)
DM : Pak boleh saya tanya-tanyaki?
P : ie dok
DM : Bapak tau dimana ini?
P : Di rumah sakit
DM : Kenapa dibawa disiniki pak?sakit apaki?
P : tidak tahu
DM : Tabe’ di pak saya tensi ki dulu
P : ie dok
DM : Pak abbas kata anakta’ kita bisa sembuhkan penyakit?
P : Ia dok. Siapa sakit sini saya obati.
DM : Apa pekerjaanta’ sampai bisaki sembuhkan penyakit?
P : Saya kan Tuhan
DM : Siapa ta’ itu Evi masamba?
P : Isteri ku
DM : Ooooo sama-sama ki’ artis di’ menikah
P : Ia saya artis punya banyak uang.
DM : Tapi kata anakta’ kita bos to?kalau bos kan banyak uangnya berarti kita
bos to?
P : Saya artis,bos dan Tuhan (lalu gelisah dan memukul-mukul tempat
tidur dan tiba-tiba menyanyi lagu dangdut serta menyahut-nyahut
mengatakan evi masamba isteriku.
DM : Siapa lagi namaku pak?
P : Dokter J
DM : Sekarang jam berapa pak ?Kita lihat to sekarang gelap tidak ada
matahari. Jadi jam berapa itu kira-kira pak?
P : Malam to
DM : Dengan siapaki kesini pak?
P : Anakku
DM : Tanggal berapaki lahir pak?
P : 31 Desember 1965

21
DM : Makan apaki tadi siang?
P : Mi goreng sama nasi
DM : Pak kalau kita dapat dompetnya orang lain di jalan, apa yang kita buat?
P : Dikasih kembali atau dibawa ke polisi
DM : Pak pernahki dengar-dengar suara-suara aneh di telinga ta’? atau lihat
bayangan-bayangan atau hantu a?
P : Tidak adaji
DM : Ada yang aneh-aneh pernah kita rasa atau alami pak?coba ceritakan
pak.
P : Tidak adaji dok.
DM : Pak ini kan rumah sakit. Jadi sakit apaki sampai dibawa kesiniki?
P : Tidak sakitja’ dok. Pura-puraka gila ini supaya bisaka dapat modal
DM : Oh mauki apa itu modal?
P : Mau buat usaha dok
DM : Usaha apa?
P : Tiba-tiba pasien gelisah dan teriak saya tidak punya utang. Pergi kau!
Saya hancurkan kau!
DM : Tenangki pak. Usaha apa kita mau bikin?
P : Usaha apa saja yang penting hasilkan uang dok. Bankrut ka sekarang !
DM : Kenapaki bisa bankrut?
P : Tetanggaku kasih bankrut ka’ ka cemburuki
DM : Darimana kita tau kalau tetangga ta kasih bankrutki?
P : Pasien lalu gelisah dan memukul-mukul tempat tidur
DM : Makasih di’ pak. Istirahat miki dulu.

FOLLOW-UP AUTOANAMNESIS di RSKD ruang Kenari


*Autoanamnesis kedua dilakukan oleh pemeriksa di RSKD Dadi ruang
Kenari pukul 16.00 WITA hari Selasa,30 Januari Januari 2018

DM : Selamat sore pak A. Saya dokter muda J masih ingat jiki?


P : Oh ie dok.

22
DM : Bagaimana mi kita rasa?
P : Baik dok
DM : Pak A boleh saya tanya-tanya ki lagi?
P : Ie
DM : Pak kita kan sekarang di rumah sakit jiwa dadi’. Menurutta kita dibawa
kesini karena sakit apa?
P : Tidak sakit ji saya dokter. Saya pura-pura ji gila supaya bisaka minta
modal
DM : Kenapaki butuh modal?
P : Mauka buat usaha
DM : Kenapa sampai haruski masuk rumah sakit jiwa untuk minta modal?
P : Supaya gampangki minta modal
DM : Oh begitu pak. Pak saya tanya-tanyaki nah pak. Bapak dulu lahirnya
Normal kah atau dioperasi?
P : Normal ji
DM : Berapa bulan dikandungki na lahirki?
P : Biasaji kayak orang lain 9 bulan
DM : Dimanaki dilahirkan?siapa yang bantu kasih lahir?
P : Di rumahji dok. Dukun bantu
DM : Pernahki tanya ibu ta, kita minum ASI sampai umur berapa ?
P : Minum ASI ji dok namanya juga orang kampung.
DM : Waktu masih kecilki tinggal sama siapa?
P : Sama orang tua ji sampaiku menikah baru pindah
DM : Ada dulu kelainan-kelainan ta waktu kita masih kecil? Kayak lain-lain
perilaku ta’ atau mungkin lambatki jalan, lambatki bicara
P : Normal ji dok
DM : Banyakji temanta waktu masih kecil?Tidak nakal jiki?
P : Oh saya itu dok banyak temanku tapi tidak nakal ji saya. Jarangka
keluar rumah, pokoknya dirumah bantu-bantu orang tua kerja.
DM : Wah ie pak bagusmi itu pak. Anak berbakti ke orang tua. Tapi bapak
rajinji ibadah?
P : Nassami ia. Itu ji dibuat dari kecil sampai sekarang. Namanya orang

23
yang kurang itu ji tempatki berharap dan meminta rezeki ke Tuhan
DM : Pak waktu kemarin-kemarin kita bilang kita Tuhan? Kita katanya juga
bos dengan artis?
P : (Ketawa dengan muka yang malu) lalu menjawab bukan
DM : Istri ta itu evi masamba?
P : (ketawa lagi dan menutup muka) lalu menjawab bukan
DM : Apa hobbi ta pak?
P : Nonton acara dangdut
DM : Oh pantasan kita suka evi masamba di’
DM : Pak apa sekarang pekerjaan ta’?
P : Tidak adami dok. Bankrut ka’ sekarang gara-gara tetanggaku cemburu
DM : Apa sebelumnya pekerjaanta’ pak?
P : Saya jual bahan campuran, jual bensin dengan kadang ojek
DM : Tadi kita bilang kita bankrut gara-gara tetangga ta cemburu?apa na buat
tetangga ta’ kah? Kenapa kita tau tetanggata cemburu?
P : Pastimi itu gara-gara tetanggaku. Kulihat-lihat cemburuki makanya
bankrut usahaku. Namanya orang sukses pasti ada orang yang
cemburu.
DM : Ada buktita kalau tetanggata yang bikin bankrut ki?
P : Nassa-nassami itu dok gara-gara tetanggaku.
DM : Pak ngomong-ngomong kalau boleh tau apa kelebihanta’ atau bakatta’?
P : Apa di’ tidak kutau juga
DM : hehehe. Pasti ada kelebihanta itu pak. Makasih di’ pak. Istirahat miki
dulu lagi nanti besok-besok kita ngobrol lagi pak. Makasih pak

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan & Sadock. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran ECG.
2. Elvira S, Hadisukanto G. (2010). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya.
4. Bobrov.A S, Rozhkova. M Y.(2014).Syndrome of paranoid schizophrenia
with episodic type of course and schizoaffective structure of manifest
episode.International journal of Biomedicine
5. Hendarsyah, Fadli.(2016). Diagnosis dan Tatalaksana Skizofrenia Paranoid
dengan Gejala-Gejala Positif dan Negatif.Jurnal Medula Unila Volume 4
Nomor 3
6. Howard .R (2007). Neel Burton Psychiatry 2nd Edition
7. Nurmiati,A. (2013). Buku ajar psykiatri edisi 2.Badan penerbit ms 172-182
8. Maslim, R. (2014). Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik.edisi
3. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
9. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. (2011). Farmakologi dan terapi. Edisi
5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
10. Hagen. R ,Nordahl.H M.(2008).Behavior experiment in the treatment of
paranoid schizophrenia,cognitive and behavioral practice

25
REFERAT

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……….. ...................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………… ... ….. 1
BAB II PEMBAHASAN………………………....……………………... 3
2.1 Definisi…………………………………………………… .... 3

2.2 Etiologi…………….............…… ............................................ 2

2.3 Jenis Gangguan Kebiasaan dan Impuls .................................... 4

2.3.1 Judi Patologis .................................................................. 4

2.3.2 Piromania……………………………………………… 8

2.3.3 Kleptomania...……………………………… ................. 10

2.3.4 Trikotilomania ................................................................. 12

2.3.5 Gangguan Eksplosif Intermiten………………............... 13

2.4 Penatalaksanaan ......................................................................... 17

BAB III PENUTUP …………………….. ................................................... 21

3.1 Kesimpulan .............................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ………………………. ................................... 22

1
BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Berdasarkan NCS-R 2005 pada Archives of General Psychiatry Insel

and Fenton dikatakan bahwa prevalensi gangguan kebiasaan dan impuls

sebesar 8,9%. Gangguan kebiasaan dan impuls ditandai dengan perilaku

berulang dan gangguan penghambatan perilaku ini. Kriteria pendefinisian

yang penting untuk gangguan ini meliputi: kegagalan untuk menolak

dorongan untuk melakukan beberapa tindakan yang berbahaya bagi

individu atau orang lain. rasa gairah atau ketegangan yang meningkat

sebelum melakukan atau terlibat dalam tindakan tersebut,suatu

pengalaman baik kesenangan, kepuasan, atau pelepasan ketegangan pada

saat melakukan tindakan tersebut. Selain itu, biasanya ada pola

keterlibatan perilaku abnormal meskipun ada konsekuensi buruk

(misalnya, perubahan kriminal, penurunan fungsi normal, dll.). Untuk

menunjukkan bahwa ada hubungan antara gangguan kebiasaan dan impuls

dengan gangguan obsesif kompulsif, seharusnya ada bukti bahwa

gangguan obsesif kompulsif terwakili pada setiap pasien dengan

gangguan kebiasaan dan impuls dan / atau bahwa gangguan kebiasaan

impuls mewakili setiap pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Studi

yang meneliti tingkat gangguan obsesif kompulsif pada pasien dengan

gangguan kebiasaan dan impuls melaporkan hasil yang tidak konsisten.1

2
Sampai saat ini gangguan kebiasaan dan impuls masih banyak

diperdebatkan maka dari itu menarik untuk mengenal dan membahas lebih

dalam tentang gangguan kebiasaan dan impuls.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Gangguan kebiasaan dan impuls adalah suatu tindakan berulang yang

tidak mempunyai motivasi rasional yang jelas, serta umumnya merugikan

kepentingan penderita sendiri dan orang lain (maladaptive).Penderita

melaporkan bahwa perilakunya berkaitan dengan impuls yang tidak dapat

dikendalikan. Terdapat periode prodomal berupa ketegangan dengan rasa lega

pada saat terjadinya tindakan tersebut.

Tidak dapat dikatakan gangguan kebiasaan dan impuls jika

diakibatkan kebiasaan memakai alcohol atau psikoaktif yang berlebihan (F10-

F19),gangguan kebiasaan dan impuls mengenai seksual (F65) atau perilaku

makan (F52), bukan sekunder terhadap sindrom gangguan jiwa lain.2

2.2 ETIOLOGI

Faktor psikodinamik, psikososial, dan biologis semua dimainkan

peran penting dalam gangguan impuls-kontrol. Namun,faktor penyebab utama

tetap tidak diketahui. Beberapa gangguan kebiasaan dan impuls mungkin

memiliki mekanisme neurobiologis yang umum.Kelelahan, stimulasi yang tak

3
terkendali, dan trauma psikis bisa menurunkan resistensi seseorang untuk

mengendalikan impuls.3

Faktor psikodinamik yang dimaksud ialah pasien melakukan suatu

aksi untuk meredakan suatu ketegangan. Kemudian faktor psikososial

dikaitkan dengan lingkungan masa kecil yang tidak menguntungkan sering

dipenuhi dengan pemukulan dan rasa frustasi. Banyak peneliti telah berfokus

pada kemungkinan faktor organik.4 Percobaan telah menunjukkan bahwa

aktivitas impulsif dikaitkan dengan daerah otak tertentu, seperti sistem limbic.

Sebuah hubungan telah ditemukan antara rendahnya tingkat 5-

hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) pada cairan cerebrospinal dengan tingkat

gangguan kebiasaan dan impuls.5 Hormon tertentu, terutama testosteron, juga

pernah dikaitkan dengan kejadian gangguan kebiasaan dan impuls.6 Beberapa

laporan ada menggambarkan hubungan antara epilepsi lobus temporal dengan

gangguan ini. Begitupun juga dengan riwayat trauma kepala. Bukti yang cukup

menunjukkan bahwa system neurotransmitter serotonin memediasi gejala yang

terlihat pada gangguan kontrol impuls. 7

2.3 JENIS GANGGUAN KEBIASAAN DAN IMPULS

2.3.1 Judi Patologis/Gambling Disorder (F63.0)

Judi patologis adalah kegiatan judi yang persisten dan berulang yang

menyebabkan masalah ekonomi dan gangguan signifikan dalam fungsi

personal, sosial, atau pekerjaan. Aspek perilaku maladaptif meliputi (1)

keasyikan dengan perjudian; (2) kebutuhan untuk berjudi dengan

meningkatkan jumlah uang untuk mencapai kegembiraan yang diinginkan;

4
(3) mengulangi upaya yang gagal untuk mengendalikan, mengurangi, atau

berhenti berjudi; (4) perjudian sebagai cara untuk melepaskan diri dari

masalah; (5) perjudian untuk menutup kerugian; (6) berbohong untuk

menyembunyikan tingkat keterlibatan dengan perjudian; (7) komisi tindakan

ilegal untuk membiayai perjudian; (8) membahayakan atau kehilangan

hubungan sosial karena perjudian; dan (9) ketergantungan pada orang lain

terhadap uang untuk membayar hutang.8

Epidemiologi

Meski statistik menyeluruh di seluruh dunia belum ada. Kompilasi, studi

lokal menunjukkan tingkat 3 sampai 5 persen penjudi pada perkiraan populasi

umum. Lalu 1 persen individu memenuhi persyaratan untuk judi patologis.

Judi patologis lebih sering terjadi pada pria dan dewasa muda dibandingkan

wanita dan orang dewasa yang lebih tua. Prevalensi seumur hidup perjudian

patologis antara orang Amerika Afrika adalah sekitar 0,9%, di antara kulit

putih sekitar 0,4%, dan di antara Hispanik sekitar 0,3% 7

Etiologi

Faktor Psikososial

Beberapa faktor dapat mempengaruhi orang untuk mengembangkan kelainan

ini kehilangan orang tua karena kematian, perpisahan, perceraian, atau desersi

sebelum anak berumur 15 tahun,disiplin parental yang tidak pantas

(ketidakhadiran, ketidakkonsistenan, atau kekerasan, aktivitas perjudian

untuk remaja,keluarga yang menekanan pada material dan finansial. Teori

5
psikoanalitik telah berfokus pada karakter dimana Sigmund Freud

mengatakan judi patologis memiliki keinginan yang tidak sadar untuk kalah,

dan berjudi meringankan perasaan bersalah yang tidak disadari. Kemudian

penjudi patologis adalah narsistik yang membuat mereka percaya bahwa

mereka dapat mengendalikan kejadian dan bahkan memprediksi hasil

mereka7

Faktor Biologis

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perilaku penjudi patologis mungkin

memiliki penyebab neurobiologis yang mendasarinya.Teori ini berpusat pada

serotonergik dan noradrenergic dimana sistem reseptor penjudi patologis

memiliki konsentrasi 3-methoxy-4-hydroxyphenyl glycol (MHPG) subnormal

dalam plasma, peningkatan konsentrasi MHPG di cairan serebrospinal (CSF),

dan peningkatan output urin norepinephrine.Bukti juga berimplikasi pada

regulasi serotonergik yang disfungsi kemudian rendahnya platelet juga

merupakan suatu tanda. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk

mengkonfirmasi temuan ini.6

Kriteria Diagnostik 312.31 (F63.0) berdasarkan DSM-V

A. Perilaku perjudian bermasalah yang terus-menerus dan berulang yang

mengarah ke gangguan atau kesusahan, dengan menunjukkan empat (atau

lebih) dari yang berikut dalam periode 12 bulan:

1. Perlu berjudi dengan jumlah uang yang semakin banyak agar bisa

mencapai yang diinginkan kegembiraan.

6
2. Apakah gelisah atau tersinggung saat mencoba mengurangi atau

menghentikan perjudian.

3. Telah melakukan upaya berulang kali yang tidak berhasil untuk

mengendalikan, mengurangi, atau menghentikan perjudian.

4. Sering disibukkan dengan perjudian (misalnya, memiliki pemikiran terus-

menerus untuk menghidupkan kembali masa lalu

perjudian pengalaman, handicapping atau perencanaan usaha berikutnya,

memikirkan cara untuk mendapatkan uang untuk berjudi).

5. Sering berjudi saat merasa tertekan (misalnya tak berdaya, bersalah, cemas,

depresi).

6. Setelah kehilangan uang berjudi, sering kembali hari lain untuk

mendapatkan bahkan ("mengejar" milik seseorang kerugian).

7. Berbohong untuk menyembunyikan tingkat keterlibatan dengan perjudian.

8. Telah membahayakan atau kehilangan hubungan, pekerjaan, atau

kesempatan pendidikan atau karir yang signifikan karena berjudi.

9. Bergantung pada orang lain untuk menyediakan uang untuk meringankan

situasi keuangan yang sangat merugikan dengan perjudian

B. Perilaku perjudian tidak lebih baik dijelaskan oleh episode manik.8

7
2.3.2 Piromania/Bakar Patologis (F63.1)

Piromania adalah perilaku berulang, disengaja, dan terarah untuk

menyalakan api. Ada ketegangan atau gairah sebelum menyalakan

api/ketertarikan/terpesona/rasa ingin tahu/tertarik pada api serta aktivitas dan

peralatan terkait dengan pemadam kebakaran kemudian ada

kesenangan/kepuasan/kelegaan saat menyetel kebakaran atau saat

menyaksikan atau berpartisipasi di dalamnya. Pasien mungkin melakukan

persiapan terlebih dahulu sebelum menyalakan api.8

Epidemiologi

Komorbiditas yang paling umum adalah gangguan kepribadian antisosial,

gangguan penggunaan zat, gangguan bipolar, dan judi patologis. Sebaliknya,

piromania sebagai diagnosis primer tampak sangat jarang. Di antara sampel

orang yang melakukan kriminal pembakaran, hanya 3,3% yang memiliki

gejala yang memenuhi kriteria lengkap untuk piromania.Gangguan ini

ditemukan jauh lebih sering di laki-laki daripada perempuan, dengan rasio

laki-laki terhadap perempuan sekitar 8: 1. Lebih dari 40 persen pembakar

patologis ditangkap lebih muda dari 18 tahun.5

Etiologi

Faktor Psikososial

Psikososial Freud melihat api sebagai simbol seksualitas. Dia percaya

kehangatan yang dipancarkan oleh api membangkitkan hal yang sama dimana

sensasi yang menyertai keadaan eksitasi seksual, dan bentuk dan gerakan api

bisa merangsang alat kelamin untuk aktif. Psikoanalis lainnya

8
mengungkapkan piromania terkait dengan keinginan yang tidak normal akan

kekuatan dan prestise sosial. Beberapa pasien dengan pyromania adalah

pemadam kebakaran sukarela yang membuat kebakaran sendiri untuk

menunjukkan dirinya berani, untuk memaksa petugas pemadam kebakaran

lainnya beraksi, atau melakukannya untuk menunjukkan kekuatan mereka

untuk memadamkan api. 6

Faktor Biologis

Tingkat 5-HIAA dan 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) yang

signifikan rendah pada CSF telah ditemukan di piromania yang menunjukkan

kemungkinan serotonergik atau keterlibatan adrenergik. Adanya hipoglikemia

reaktif yang ditemukan berdasarkan konsentrasi glukosa darah pada tes

toleransi glukosa, telah diajukan sebagai penyebab piromania namun

diperlukan penelitian lebih lanjut.8

Kriteria Diagnostik 312.33 (F63.1) berdasarkan DSM-V

A. Disengaja dan sengaja menyalakan api pada lebih dari satu kesempatan.

B.Ketegangan atau gairah afektif sebelum bertindak.

C. Terpesona/ ketertarikan/ rasa ingin/ bertujuan untuk menyalakan api dan

konteks situasinya (misalnya, perlengkapan, penggunaan, konsekuensi).

D. Kesenangan, kepuasan, atau kelegaan saat menyetel kebakaran atau saat

menyaksikan atau berpartisipasi dalam kebakaran

E. Pengaturan kebakaran tidak dilakukan untuk keuntungan moneter/bukan

untuk ungkapan ideologi sosiopolitik/bukan untuk menyembunyikan aktivitas

9
criminal/ bukan untuk mengekspresikan kemarahan atau balas dendam/bukan

untuk memperbaiki kehidupan seseorang/keadaan/bukan sebagai respons

terhadap delusi atau halusinasiatau sebagai akibat dari gangguan pengambilan

keputusan (misalnya, dalam gangguan neurokognitif ataupun akibat

intoksikasi zat.

F. Tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan perilaku, episode manik atau

gangguan kepribadian antisocial 7

2.3.3 Kleptomania/Curi Patologis (F63.2)

Kleptomania adalah kegagalan berulang menolak impuls untuk

mencuri benda yang tidak diperlukan untuk penggunaan pribadi atau untuk

kebutuhan ekonomi. Objek yang dicuri biasa dikembalikan secara diam-

diam/disimpan atau disembunyikan. Orang dengan kleptomania biasanya

punya uang untuk membayar benda-benda yang mereka miliki. Seperti

gangguan kontrol impuls lainnya, kleptomania ditandai dengan meningkatnya

ketegangan sebelum bertindak, diikuti dengan terpuaskan dan berkurangnya

ketegangan dengan atau tanpa rasa bersalah,penyesalan, atau depresi setelah

tindakan tersebut. Pencurian itu tidak direncanakan dan tidak melibatkan

orang lain.Meskipun situasi dimana rawan atau pasti tertangkap tapi tetap

dilakukan. Meskipun penangkapan berulang kali menyebabkan rasa sakit dan

penghinaan tetap juga dilakukan. Selanjutnya,saat objek yang dicuri adalah

tujuannya, maka diagnosisnya bukan kleptomania. Karena pada orang dengan

kleptomania tindakan mencuri itu sendiri adalah tujuannya. 7

10
Epidemiologi

Pada populasi umum sangat jarang terjadi, sekitar 0,3% -0,6% dimana

perbandingan laki-laki:perempuan 1: 3 8

Etiologi

Faktor Psikososial

Gejala kleptomania cenderung muncul pada saat stres yang signifikan,

misalnya kerugian, perpisahan, dan akhiran hubungan penting. Beberapa

penulis psikoanalisis telah menekankan ekspresi agresif impuls di

kleptomania ataupun ekpresi seksual 8

Faktor Biologis

Penyakit otak dan keterbelakangan mental telah dikaitkan dengan

kleptomania, seperti yang mereka lakukan dengan yang lain gangguan kontrol

impuls. Tanda neurologis fokal, kortikal atrofi, dan ventrikel lateral yang

membesar telah ditemukan pada beberapa orang pasien kleptomania.

Gangguan dalam metabolisme monoamina, khususnya dari serotonin, telah

dipostulasikan. 7

Kriteria Diagnostik 312.32 (F63.2) berdasarkan DSM-V

A. Kegagalan berulang untuk menahan impuls untuk mencuri benda yang

tidak diperlukan untuk keperluan pribadi atau untuk ekonomi mereka

B. Bertambahnya rasa ketegangan sesaat sebelum melakukan pencurian.

C. Kesenangan, kepuasan, atau kelegaan pada saat melakukan pencurian.

11
D. Pencurian tidak berkomitmen untuk mengekspresikan kemarahan atau

balas dendam dan tidak sebagai tanggapan untuk khayalan atau halusinasi.

E. Pencurian tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan perilaku, episode

manik atau gangguan kepribadian antisosial8

2.3.4 Trikotilomania (F63.3)

Trikotilomania adalah gangguan kronis yang ditandai oleh pencabutan

rambut berulang, menyebabkan kerontokan rambut bervariasi yang mungkin

terlihat oleh orang lain. Istilah trichotillomania adalah sebuah istilah

diciptakan oleh dermatolog Prancis Francois Hallopeau pada tahun 1889.7

Epidemiologi

Prevalensi gangguan penarik rambut sedikit terungkap karena disertai rasa

malu dan rahasia. Bentuk gangguan kronis yang paling serius biasanya

dimulai pada awal hingga pertengahan masa remaja, dengan prevalensi

berkisar antara 0,6% - 3,4% dimana pada umumnya populasi dan rasio

perempuan terhadap laki-laki setinggi 10 banding 1. 6

Etiologi

Faktor Psikososial

Meskipun trikotilomania dianggap banyak penyebabnya, onsetnya telah

dikaitkan dengan situasi stres di lebih dari seperempat dari semua kasus.

Gangguan pada hubungan ibu-anak, takut ditinggalkan sendiri, dan

kehilangan objek baru sering terjadi dikutip sebagai faktor penting yang

12
berkontribusi terhadap kondisi tersebut. Dinamika depresi sering disebut

sebagai faktor predisposisi. 7

Faktor Biologis

Satu studi mengamati neurobiologi trikotilomania dan menemukan volume

yang lebih kecil dari putamen kiri dan area lenticulate kiri. Baru-baru ini,

sebuah studi tentang genetika trichotillomania melaporkan hubungan antara

serotonin 2A (5-HT2A) gen reseptor polimorfisme (Tl02C) dan

trikotilomania. Namun, karena studi ini diteliti baru dibeberapa subjek maka

temuan ini perlu direplikasi lebih besar supaya dapat menentukan peran

kelainan ganglia basal dan serotonin dalam etiologi trikotilomania. 8

Kriteria Diagnostik 312.39 (F63.3) berdasarkan DSM-V

A. Berulang-ulang mencabut rambut yang berakibatkan kerontokan rambut

B. Mencoba berulang kali untuk mengurangi atau berhenti mencabut rambut

C. Mencabut rambut menyebabkan gangguan atau hendaya secara signifikan

dalam social,pekerjaan atau area penting lainnya

D. Tindakan mencabut rambut bukan akibat kondisi medis lain (contohnya

karena kondisi dermatologi)

E. Tindakan mencabut rambut tidak lebih baik dijelaskan oleh gejala

gangguan jiwa lain (contohnya karena body dysmorfik) 8

13
2.3.5 Gangguan Eksplosif Intermiten (F63.81)

Gangguan eksplosif intermiten adalah episode terputus kehilangan

kontrol impuls agresif dimana episode ini bisa berakibat dalam serangan

serius atau penghancuran harta benda. Agresivitas dinyatakan sangat tidak

proporsional dengan penyebab stress yang mungkin mencetukasnnya.

Biasanya pasien menggambarkan gejalanya akibat dari atau serangan dimana

muncul dalam hitungan menit atau jam atau bahkan tanpa mempedulikan

durasi yang terjadi secara spontan dan cepat. Setelah setiap episode, pasien

biasanya tampil dengan penyesalan atau menyalahkan diri, dan tanda-tanda

impulsif umum atau. Diagnosis dari gangguan eksplosif intermiten tidak

boleh dilakukan jika kehilangan kontrol yang diakibatkan oleh

skizofrenia,gangguan kepribadian antisosial atau gangguan kepribadian

borderline, ADHD, kelainan conduct, atau intoksikasi zat. 7

Epidemiologi

Data prevalensi satu tahun untuk gangguan eksplosif intermiten di Amerika

Serikat adalah sekitar 2,7% . Gangguan eksplosif intermiten lebih banyak

terjadi di kalangan individu yang lebih muda (misalnya, berusia kurang dari

35-40 tahun), dibandingkan dengan orang yang lebih tua (lebih tua dari 50

tahun), dan pada individu dengan pendidikan di sekolah menengah atau

kurang. Penelitian menunjukkan bahwa gangguan eksplosif intermiten lebih

sering terjadi pada kerabat biologis tingkat pertama dari orang-orang dengan
5
kelainan ini dibanding pada populasi umum.

14
Etiologi

Faktor Psikososial

Rasa tidak berguna dan impoten atau tidak punya pengaruh terhadap

lingkungan ,kecemasan tinggi , rasa bersalah, dan depresi biasanya mengikuti

sebuah episode gangguan eklsplosif intermiten . Begitupun juga lingkungan

masa kecil yang tidak menguntungkan sering dipenuhi dengan pemukulan,

dan ancaman terhadap kehidupan biasa terjadi pasien. 8

Faktor Biologi

Beberapa peneliti mengemukakan bahwa tidak teraturnya fisiologi otak,

terutama pada sistem limbik terlibat dalam sebagian besar kasus gangguan

eksplosif intermiten. Penelitian menunjukkan bahwa neuron serotonergik

memediasi perilaku inhibisi dimana pada pasien gangguan eksplosif

intermiten terjadi penurunan transmisi serotonergik ataupun terhambatnya

sintesis serotonin. Efeknya, menurunkan efek hukuman sebagai pencegah

tingkah laku. Pemulihan aktivitas serotonin, dengan pemberian prekursor

serotonin seperti L-tryptophan atau obat itu meningkatkan kadar serotonin

sinaptik, mengembalikan efek perilaku hukuman. Kemudian rendahnya 5-

HIAA pada CSF punya korelasi dengan gangguan ini serta konsentrasi

testosteron CSF yang tinggi juga ikut berperan. Agen antiandrogenik telah

terbukti mengurangi kejadian gangguan eksplosif intermiten. 7

15
Kriteria Diagnostik 312.34 (F63.81) berdasarkan DSM-V

A. Ledakan perilaku berulang merupakan kegagalan untuk mengendalikan

impuls agresif seperti yang ditunjukkan oleh salah satu dari berikut ini:

1. Agresi verbal (misalnya, amarah, omelan, argumen lisan atau

perkelahian) atau agresi fisik terhadap properti, hewan, atau individu

lainnya, terjadi dua kali seminggu rata-rata untuk jangka waktu 3

bulan. Agresi fisik tidak berakibat dalam kerusakan fisik harta benda

dan tidak mengakibatkan cedera fisik hewan atau individu lainnya.

2. Tiga ledakan perilaku yang melibatkan kerusakan atau kerusakan

harta benda dan / atau serangan fisik yang melibatkan luka fisik

terhadap hewan atau individu lainnya terjadi dalam periode 12 bulan.

B. Besarnya agresivitas yang diekspresikan selama ledakan berulang sangat

banyak tidak proporsional dengan provokasi atau tekanan pemicu

psikososial.

C. Ledakan agresif berulang tidak direncanakan (yaitu, impulsif dan /atau

berbasis kemarahan) dan tidak berkomitmen untuk mencapai tujuan yang

nyata (misalnya, uang, kekuatan, intimidasi).

D. Ledakan agresif yang berulang menyebabkan penderitaan bagi pasien yang

disadari oleh pasien atau penurunan fungsi pekerjaan atau interpersonal,

atau terkait dengan keuangan atau konsekuensi hukum.

E. Usia kronologis minimal 6 tahun (atau tingkat perkembangan setara).

F. Ledakan agresif berulang tidak lebih baik dijelaskan oleh kelainan mental

lainnya (misalnya, gangguan depresi berat, gangguan bipolar, disregulasi

suasana hati yang mengganggu, gangguan psikotik, gangguan kepribadian

16
antisosial, gangguan kepribadian ambang ) dan tidak disebabkan oleh

kondisi medis lain (mis., trauma kepala, penyakit Alzheimer ) atau efek

fisiologis suatu zat (mis., penyalahgunaan zat, terapi obat). 8

*Untuk anak usia 6-18 tahun, perilaku agresif itu terjadi sebagai bagian dari

gangguan penyesuaian tidak boleh dipertimbangkan untuk diagnosis ini

Catatan: Diagnosis ini bisa dilakukan sebagai tambahan diagnosis ADHD,

kelainan conduct,gangguan pemberontakan oposisi, atau autism ketika

ledakan agresif impulsif berulang melebihi yang biasanya terlihat dalam

gangguan tadi dan menjamin perhatian klinis independen. 7

2.4 PENATALAKSANAAN

2.4.1 Judi Patologis

Pengobatan judi patologis dilaporkan telah berhasil dengan antidepresan,

terutama SSRI dan Wellbutrin, termasuk lithium, lamictal, antipsikotik

atipikal, dan opioid agonis seperti naltrexone. (Penggunaan obat

benzodiazepin seharusnya dihindari atau dipantau dengan hati-hati karena

berpotensi memicu, atau meningkatkan kecanduan zat komorbid.) Saat ini,

terapi kognitif-perilaku (CBT) adalah pengobatan paling ampuh untuk judi

patologis. Pendekatan CBT telah terbukti membantu mengurangi tingkat

keparahan perjudian, kehilangan uang, dan frekuensi perjudian dan untuk

meningkatkan kemungkinan remisi 9

17
2.4.2 Piromania

Tidak ada obat yang disetujui FDA (Food and Drug Administration) untuk

gangguan ini. Laporan kasus pengelolaan farmakologis piromania jarang dan

hasilnya tidak meyakinkan. Beberapa laporan kasus menunjukkan penurunan

piromania dengan SSRI, lithium, naltrexone,stimulan, topiramate, asam

valproat, karbamazepin, anti-androgen, clonazepam, dan olanzapine.

Laporan lain menunjukkan tidak ada peningkatan pyromania dengan

farmakoterapi.

Literatur lain menunjukkan CBT dan psikoterapi lainnya mungkin bisa

membantu. Terapi perilaku semacam terapi aversi, pendidikan, teknik

relaksasi, terapi penguatan dan fire safety education. Sebuah studi

menemukan CBT, fire safety education (FSE), dan kunjungan rumah dari

petugas pemadam kebakaran memperbaiki piromania pada anak-anak. 10

2.4.3 Kleptomania

Karena kleptomania sejati jarang terjadi, laporan pengobatan cenderung

deskripsi kasus individu atau rangkaian kasus pendek. Psikoterapi dan

psikoanalisis telah berhasil, tapi tergantung pada motivasi pasien. Mereka

yang merasa bersalah dan rasa malu dapat dibantu oleh psikoterapi yang

berorientasi pada wawasan karena motivasi mereka meningkat untuk

mengubah tingkah lakunya. Terapi perilaku, termasuk desensitisasi

sistematis, terapi aversi telah dilaporkan berhasil bahkan saat motivasi

kurang. SSRI seperti fluoxetine (Prozac) dan fluvoxamine (Luvox),

tampaknya efektif pada beberapa pasien dengan kleptomania. Laporan kasus

18
menunjukkan keberhasilan pengobatan dengan obat trisiklik, trazodone,

lithium, valproate, naltrexone, dan terapi electroconvulsive. 10

2.4.4 Trikotilomania

Tidak ada konsensus mengenai modalitas perawatan terbaik untuk

penatalaksanaan trikotilomania. Pengobatan biasanya melibatkan psikiater

dan ahli dermatologi dalam usaha bersama pengobatan. Metode psikoterapis

yang telah digunakan untuk mengobati gangguan psikodermatologis termasuk

steroid topikal dan hydroxyzine hydrochloride (Vistaril), sebuah anxiolytic

dengan sifat antihistamin; antidepresan; dan antipsikotik. Laporan kasus

menunjukkan kemanjuran selective serotonin reuptake inhibitor (SSRis)

untuk trikotilomania. Pasien yang merespons SSRI dengan buruk bisa

membaik dengan augmentasi dengan pimozide (Orap), sebuah reseptor

dopamine antagonis. Obat lain yang telah dilaporkan ada beberapa khasiat

untuk trikotilomania adalah flvoxamine (Luvox), citalopram (Celexa),

venlafaxine (efexor), naltrexone (Re Via), dan lithium (Eskalith). Laporan

kasus juga menunjukkan keberhasilan pengobatan dengan buspirone

(BuSpar), clonazepam (klonopin), dan trazodone (Desyrel). Perawatan

perilaku yang berhasil, seperti biofeedback, pemantauan diri, desensitisasi,

dan pembalikan kebiasaan, telah terjadi dilaporkan, namun sebagian besar

penelitian didasarkan pada kasus individual atau serangkaian kasus kecil

dengan periode tindak lanjut yang relatif singkat. Gangguan penarik rambut

kronis telah berhasil ditangani dengan baik dengan psikoterapi berorientasi

19
wawasan. Hipnoterapi telah disebutkan berpotensi efektif dalam pengobatan

dermatologis gangguan di mana faktor psikologis mungkin terlibat. 9

2.4.5 Gangguan Eksplosif Intermiten

Pendekatan farmakologis dan psikoterapi terpadu memiliki peluang

sukses terbaik. Psikoterapi dengan pasien yang memiliki gangguan eksplosif

intermiten sulit. Psikoterapi mungkin membantu, dan terapi keluarga sangat

berguna, terutama bila penderita eksplosif intermiten adalah remaja atau

dewasa muda. Tujuan terapi adalah agar pasien mengenali dan

mengungkapkan pikiran atau perasaan yang mendahului peristiwa ledakan .

Antikonvulsan telah lama digunakan, dengan hasil yang beragam, dalam

merawat pasien gangguan eklsplosif intermiten. Lithium (Eskalith) telah

dilaporkan berguna pada umumnya mengurangi perilaku agresif, dan

karbamazepin, valproate (Depakene) atau divalproex (Depakote), dan

phenytoin (Dilantin) telah dilaporkan bermanfaat. Beberapa Dokter juga

menggunakan antikonvulsan lain (mis., gabapentin [Neurontin]).

Benzodiazepin kadang-kadang digunakan namun dilaporkan menghasilkan


10
reaksi paradoks

20
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Gangguan kebiasaan dan impuls adalah suatu tindakan berulang yang

tidak mempunyai motivasi rasional yang jelas, serta umumnya merugikan

kepentingan penderita sendiri dan orang lain (maladaptive).Penderita

melaporkan bahwa perilakunya berkaitan dengan impuls yang tidak dapat

dikendalikan. Etiologi gangguan kebiasaan dan impuls masih idiopatik tapi

dikaitkan dengan faktor psikodinamik, psikososial dan biologis. Terdapat

periode prodomal berupa ketegangan dengan rasa lega pada saat terjadinya

tindakan tersebut. Jenis gangguan kebiasaan dan impuls antara lain judi

patologis, piromania, kleptomania, trikotilomania, gangguan eksplosif

intermiten. Kemudian untuk tatalaksananya digunakan perpaduan psikoterapi

dan psikofarmakologi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Pataki C B. Sadock.(2015) Synopsis of Psychiatry Behavioral


Sciences/Clinical Psychiatry. 11ed. Sadock V. Philadelphia : Wolters
Kluwer,
2. Elvira D S. Hadisukanto G.(2015) Buku Ajar Psikiatri. 2nded. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
3. American Psychiatric Association.(2013) Diagnosis and Statistical Manual
of Mental Disorder, 5th ed, Washington, DC; American Psychiatric
Association,
4. Semple D, Smyth R.(2013) Oxford Handbook of Psychiatry. Oxford
University Press. United Kingdom.
5. Donaghy M.(2004) Symptoms and the perception of disease. Clin Med.
6. Faust D.(1995) The detection of deception. Neurol Clin
7. Sadock BJ, Sadock VA.(2015) Kaplan & Sadock Synopsis of Psychiatry
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Edisi 11. Wolters Kluwer Health,
Philadelphia.
8. Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya.
9. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. (2011). Farmakologi dan terapi.
Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
10. Howard .R (2007). Neel Burton Psychiatry 2nd Edition

22

Anda mungkin juga menyukai