Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan psikotik akut dan sementara diakui untuk pertama kali pada tahun
1992 dalam sistem diagnosis International Classification of Disease (ICD-10) dan
tidak mendapat perhatian dinegara-negara berkembang. Gangguan psikotik akut dan
sementara memiliki ciri tertentu yaitu onset akut (dalam 2 minggu), adanya sindrom
yang khas dan adanya stress akut yang terkait. Dalam kasus kesehatan mental hal ini
di sebabkan oleh gangguan mental yang berkembang biak tidak hanya sebagai akibat
dari faktor biologis, psikologis, tetapi juga sosial yang kompleks dan beragam.
Penyebab lainnya yaitu hiperaktivitas dopamine sehingga pengobatan berfokus pada
blokade reseptor dopamine.
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap saat 450
juta orang menderita beberapa bentuk gangguan mental termasuk gangguan alkohol,
dan penggunaan narkoba. Dengan kata lain satu dari empat populasi dunia menderita
berbagai bentuk gangguan mental, perilaku dan neurologis. Oleh sebab itu sangatlah
penting untuk lebih awal mendiagnosis agar prognosis lebih baik.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GANGGUAN PSIKOTIK AKUT DAN SEMENTARA

Informasi klinis yang sistematis yang menyediakan pedoman yang pasti


tentang klasifikasi gangguan-gangguan psikotik akut belum ada, sedangkan data yang
terbatas serta tradisi klinis yang karena terpaksa harus digunakan tidak menghasilkan
konsep-konsep yang dapat secara jelas memberi definisi dan memisahkan satu
gangguan dari yang lainnya. Dengan tidak tersedianya sistem multiaksial yang sudah
diuji-coba, maka metode yang digunakan disini untuk menghindari kekacauan
diagnostik, adalah dengan menyusun suatu urutan diagnosis yang mencerminkan
urutan prioritas yang diberikan untuk ciri-ciri kunci terpilih dari gangguan itu.
Adapun urutan prioritas yang dipakai ialah :

a. Onset yang akut (dalam masa 2 minggu) sebagai ciri khas yang menentukan
seluruh kelompok)
b. Adanya sindrom yang khas
c. Adanya stress akut yang terkait

Onset akut didefinisikan sebagai suatu perubahan dari keadaan tanpa gejala
psikotik ke keadaan psikosis yang jelas abnormal yang terjadi dalam periode 2
minggu atau kurang. Ada bukti-bukti bahwa onset yang akut disertai oleh prognosis
yang baik, dan mungkin bahwa onset yang lebih mendadak mempunyai prognosis
yang lebih baik. Karena itu, bilamana mungkin, agar onset yang mendadak (dalam 48
jam atau kurang) senantiasa ditentukan.

2
Syndrom yang khas yang telah dipilih pertama, keadaan yang beraneka ragam
dan berubah cepat, yang disini dinamakan “polimorfik”, yang telah ditonjolkan dalam
keadaan-keadaan psikotik akut di beberapa negara, dan kedua adanya gejala-gejala
skizofrenik yang khas.
Stres akut yang terkait gangguan ini juga dapat ditentukan, dengan karakter
kelima bila diinginkan, yang secara lazim berhubungan dengan terjadinya psikosis
akut. Bukti-bukti terbatas yang tersedia, bagaimana pun juga, menunjukkan bahwa
suatu bagian yang cukup besar dari gangguan psikotik akut itu timbul tanpa adanya
stress, dan karenanya telah disediakan sarana untuk pencatatan tentang ada atau
tidaknya stress itu. Stres akut terkait tersebut berarti bahwa gejala psikotik yang
pertama terjadi dalam waktu kira-kira 2 minggu sesudah satu kejadian atau lebih yang
dianggap menekan bagi kebanyakan orang dalam situasi yang sama dan dalam
lingkungan budaya yang sama pula. Kejadian-kejadian yang khas adalah kesedihan,
kehilangan mitra, atau pekerjaan secara tak terduga, atau trauma psikologis karena
peperangan, terorisme dan penyiksaan. Kesulitan-kesulitan atau problem yang
berkepanjangan tidak boleh dimasukkan sebagai sumber stress dalam konteks ini.

Kesembuhan yang sempurna bisa terjadi dalam 2-3 bulan, sering kali dalam
beberapa minggu atau bahkan beberapa hari dan hanya sebagian kecil dari pasien
dengan gangguan ini berkembang menjadi keadaan yang menetap dan berhendaya.
Disesalkan bahwa pengetahuan dewasa ini tidak mengizinkan prediksi dini dari
sebagian kecil pasien yang tidak akan sembuh dengan cepat itu.

PEDOMAN DIAGNOSTIK
Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria baik untuk
episode manik maupun depresif, walaupun perubahan emosional dan gejala-gejala
afektif individual dapat menonjol dari waktu ke waktu.

Gangguan-gangguan ini juga dipastikan oleh tiadanya penyebab organik,


seperti trauma kapitis, delirium, atau demensia. Sering kali terdapat kebinggungan,

3
preokupasi dan tiada perhatian terhadap wawancara, tetapi kalau semua hal itu
demikian mencolok atau menetap sehingga mencurigakan adanya delirium atau
demensia karena sebab organik, maka diagnosis harus ditunda sampai hasil-hasil
pemeriksaaan atau observasi lebih lanjut telah dapat memberi kejelasan mengenai hal
ini. Demikian pula gangguan dalam gangguan psikotik akut dan sementara tidak
boleh didiagnosis apabila terdapat intoksikasi yang jelas karena obat-obatan atau
alkohol. Namun demikian, adanya suatu peningkatan ringan dalam penggunaan
alkohol atau mariajuana yang terjadi akhir-akhir ini tanpa adanya bukti intoksikasi
atau disorientasi yang berat, tidak menghapuskan kemungkinan diagnosis salah satu
gangguan psikotik akut ini.

Adalah penting untuk dicatat bahwa kriteria 48 jam dan 2 minggu tidak
diajukan sebagai jangka waktu terjadinya keparahan dan gangguan maksimal, tetapi
sebagai jangka waktu gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan menganggu sedikitnya
beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Puncak gangguan kedua hal itu
mungkin baru dicapai kemudian, gejala dan gangguan hanya harus sudah jelas saat
dinyatakan, dalam arti kata bahwa pasien harus sudah mencari pertolongan ke suatu
instansi penolong atau medis. Periode prodromal berupa anxietas, depresi, penarikan
diri secara sosial atau perilaku abnormal yang ringan, tidak memenuhi untuk
dimasukkan ke dalam kurun waktu ini.

Karakter ke lima dapat digunakan untuk menunjukkan apakah gangguan psikotik akut
tersebut berhubungan dengan stres akut atau tidak.

2.1.1. GANGGUAN PSIKOTIK Lir-SKIZOFRENIA AKUT

Suatu gangguan psikotik akut dengan gejala-gejala psikotik secara komparatif


bersifat cukup stabil dan memenuhi kriteria untuk skizofrenia, tetapi hanya
berlangsung kurang dari 1 bulan lamanya. Suatu derajat variasi dan instabilitas

4
emosional mungkin ada, tetapi tidak separah seperti yang diuraikan dalam psikosis
polimorfik akut.

Untuk diagnosis pasti menurut PPDGJ III yaitu :

a. Onset gejala psikotik harus akut (dua minggu atau kurang dari suatu keadaan
nonpsikotik menjadi keadaan yang jelas psikotik)
b. Gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk skizofrenia harus sudah ada
untuk sebagian besar waktu sejak berkembangnya gambaran klinis yang jelas
pskotik.
c. Kriteria untuk psikosis polimorfik akut tidak terpenuhi.
Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk waktu yang lebih dari satu
bulan lamanya, maka diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia.

Gangguan psikotik akut menurut DSM V yaitu :

A. Adanya satu atau lebih gejala berikut. Setidaknya satu dari gejala berikut ini
harus ada (1), (2), dan (3) :
1. Delusi
2. Halusinasi
3. Pembicaraan yang tidak terorganisasi (misalnya inkoherensi atau sering
keluar dari jalur)
4. Tidak terorganisasi yang tampak jelas sekali atau sikap perilaku katatonik
Catatan : jangan masukkan gejala jika hal tersebut ialah respon sanksi
secara kultural.
B. Durasi dari sebuah episode gangguan adalah setidaknya 1 hari tapi kurang dari
1 bulan, dengan pengembalian sepenuhnya ke fungsi premorbid
C. Gangguan tidak digambarkan lebih baik oleh gangguan depresif mayor atau
gangguan bipolar dengan fitur psikotik atau gangguan psikotik yang lain
seperti skizofrenia katatonia dan tidak terkait dengan efek fisiologis dari suatu

5
zat (misalnya penyalahgunaan obat atau pengobatan) atau kondisi medis yang
lain (hematoma subdural).
Jika :
Dengan Stressor nyata (psikosis reaktif singkat) : Jika gejala terjadi segera
setelah dan tampak sebagai respons dari suatu kejadian yang sendiri atau
bersama-sama akan menimbulkan stres yang cukup besar bagi hampir setiap
orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang tersebut.
Tanpa stressor nyata : Jika gejala psikotik tidak terjadi segera setelah, atau
tampaknya bukan sebagai respon terhadap kejadian yang sendirinya atau
bersama-sama akan menimbulkan stres yang cukup besar bagi hampir setiap
orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang tersebut.
Dengan Onset pascapersalinan : Jika onset dalam waktu 4 minggu setelah
persalinan.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Menurut sebuah studi epidemiologi internasional, berbeda dengan skizofrenia,


kejadian non-affective timbul psikosis akut 10 kali lipat lebih tinggi dari negara
Epidemiberkembang daripada di negara-negara industri. Beberapa dokter percaya
bahwa gangguan yang mungkin paling sering terjadi pada pasien dengan sosial
ekonomi yang rendah, pasien dengan gangguan kepribadian yang sudah ada
sebelumnya (paling sering adalah gangguan kepribadian histrionik, narsistik,
paranoid, skizotipal dan ambang) dan orang yang mengalami perubahan kultural yang
besar (misalnya imigran).

2.3 ETIOLOGI

Gangguan jiwa psikotik masih menjadi suatu problem kesehatan di Indonesia


karena prevalensinya yang tinggi (±1.065.000 jiwa, data 2007). Gangguan Ini

6
umumnya terjadi pada usia produktif (15-45 tahun). Ada beberapa faktor penyebab
gangguan psikosis yang saling berkaitan satu sama lain yaitu faktor biologis,
psikologis dan sosial.

a. Faktor biologis adalah adanya peningkatan aktivitas dopamine dapat


disebabkan kerena genetik/keturunan, kelainan organik, penggunaan Napza
dan lain-lain.
b. Faktor Psikologis antara lain adalah ciri kepribadian tertutup, motivasi diri,
pola asuh keluarga, dan lain-lain.
c. Faktor sosial misalnya peristiwa yang menimbulkan stress kronik, konflik
dalam keluarga, kurangnya dukungan dari lingkungan dan lain-lain.

Hyperaktivitas dopamin juga merupakan salah satu etiologi gangguan psikotik


yang lazim diakui. Bahkan pengobatan skizofrenia hingga saat ini masih berfokus
pada efek antagonis /blokade reseptor dopamine. Meskipun demikian, penelitian-
penelitian terkini juga memperlihatkan neurotransmitter lainnya seperti seretonin
(5HT), glutamat dan lain-lain.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Sebelum pengobatan dimulai perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang yaitu Pemeriksaan fisik, elektrofisika, radiologis, Laboratorium test
(Complete Blood Count (CBC), elektrolit darah, kolesterol, trigliserida, toksikologi)
untuk mengevaluasi status kesehatan.

2.5 PROGNOSIS
Sejumlah indikator telah dihubungkan dengan prognosis yang baik. Pasien
dengan ciri-ciri tersebut kecil kemungkinannya untuk menderita episode selanjutnya
dan kecil kemungkinannya kemudian akan menderita skizofrenia atau suatu gangguan

7
mood. Ciri prognosis yang baik untuk gangguan psikotik akut adalah penyesuaian
pramorbid yang baik.

2.6 PENATALAKSANAAN
A. Farmakoterapi
Gangguan psikotik akut membutuhkan rawat inap. Gangguan psikosis ini
juga harus dianggap sebagai kegawatdaruratan psikiatri. Keputusan untuk dirawat di
Rumah sakit yaitu untuk melakukan evaluasi klinis pemeriksaan fisik dan mental
secara cermat. Pada fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau
oranglain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala
psikotik dan gejala yang terkait lainnya misalnya agitasi, agresi dan gaduh gelisah.
Benzodiazepin dapat diberikan untuk mempotensi aksi neuroleptik.
Alprazolam (0,5-4 mg/hari), Clorazepate (50-200mg/hari), dan lorazepam (2-5
mg/hari) menghasilkan sedasi cepat pada pasien psikotik akut jika digunakan dengan
neuroleptik.
Antipsikotik diklasifikasikan menjadi antipsikotik generasi pertama dan
antipsikotik generasi kedua. Keduanya kelompok antipsikotik tersebut memiliki
aktivitas farmakologi yang sama yaitu memblokir reseptor dopamine D2. Misalnya
Antipsikotik generasi I yaitu haloperidol, bekerja dengan cara memblokade reseptor
dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik
dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D2 reseptor antagonist) sehingga sangat efektif
dalam mengobati gejala positif pada pasien, seperti mendengar suara, melihat hal-hal
yang sebenarnya tidak ada dan memiliki keyakinan aneh. Antipsikotik generasi I
lainnya yaitu Chlorpromazin, walaupun cara kerjanya sama dengan haloperidol yang
membedakan keduanya yaitu terletak pada afinitas dalam mengikat reseptor dopamin
D2. Masing-masing memiliki kekuatan afinitas yang berbeda dan haloperidol
diperkirakan 50 kali lebih kuat daripada chlorpromazin. Sama halnya dengan
haloperidol, clonzapin pada Antipsikotik generasi II bekerja dengan menduduki

8
reseptor D2, tetapi memiliki afinitas tinggi pada reseptor dopamine D4. Clonzapin
sendiri diketahui dapat mengatasi gejala positif, negatif dan kognitif tanpa
menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Adapun terapi kombinasi Antipsikotik lebih
banyak digunakan dibanding dengan terapi tunggal. Hal ini disebabkan karena
antipsikotik generasi pertama dapat memberbaiki gejala positif, namun umumnya
tidak memperbaiki gejala negatif sedangkan antipsikotik generasi kedua dapat
memperbaiki dapat memperbaiki gejala positif dan negatif dan lebih efektif
mengobati pada pasien yang resisten.

Obat antipsikotik generasi kedua biasanya diresepkan sebagai Pengobatan lini


pertama (amisulpride, aripriprazole, olanzapine, quetiapine, risperidone, ziprasidone).
Clozapine biasanya dicadangkan untuk skizofrenia dengan potensi bunuh diri atau
skizofrenia resisten. Sedangkan Obat Antipsikotik generasi pertama (klorpromazin,
haloperidol, dan lainnya) adalah pilihan kedua atau obat tambahan.. Dosis dapat
disesuaikan dari dosis rendah ditingkatkan secara bertahap atau disesuaikan dengan
dosis standar setelah pemberian dosis awal. Pemantauan sering dilakukan untuk
menilai respon obat dan efek samping (efek samping ekstrapiramidal, hipotensi
ortostatik, efek antikolinergik, dan disregulasi suhu) sangat penting. Antipsikotik
generasi kedua diketahui memiliki resiko efek samping ekstrapiramidal yang lebih
rendah dibandingkan antipsikotik generasi pertama. Pemberian parental/intramuscular
juga perlu dipertimbangkan jika pasien menolak minum obat atau jika diperlukan
efek cepat karena pasien sangat tidak kooperatif atau mengganggu.

9
Obat Nama Dosis Dosis Bentuk sediaan
Antipsikotika dagang Awal Pemeliharaan
(mg/hari) (mg/hari)
Anti psikotik
Generasi I
(APG-1)
Chlorpromazine Throrazine 50-150 300-1000 Tablet (25mg, 100 mg)
Perphenazine Trifalon 4-24 16-64 Tablet (4 mg)
Trifluoperazine Stelazin 2-5 5-40 Tablet ( 1mg, 5mg)
Haloperidole Haldol 2-5 2-10 Tablet (0,5 mg,1mg,2 mg,5 mg)
Injeksi Short Acting (5 mg/5ml)
Tetes (2mg/5ml),
Injeksi long acting (50 mg/ml)
Anti psikotik
Generasi II
(APG-II)
Aripriprazol Abilify 5-15 15-30 Tablet ( 5mg, 10 mg, 15 mg)
Tetes (1mg/ml),
discmelt (10 mg,15mg),
Injeksi (9,75 mg/ml)
Clozapine Clozaril 25 100-800 Tablet (25 mg, 100 mg)

Olanzapin Syprexa 5-10 10-20 Tablet (5 mg, 10 mg, )


Zydis (5 mg, 10 mg)
Injeksi (10 mg/ml)
Quetiapine Seroquel 50 300-800 Tablet IR(25 mg, 100 mg, 200
mg, 300 mg)
Tablet XR (50mg, 300mg,
400mg)
Risperidone Risperdal 1-2 2-8 Tablet (1 mg, 2 mg, 3 mg)
Tetes (1mg/ml)

10
Injeksi Long acting (25 mg, 37,5
mg, 50 mg)
Paliperidone Invega 3-6 3-12 Tablet (3 mg, 6 mg, 9 mg)

Ziprasidone Geodon 40 85-160

Tabel 2.1. Obat Antipsikotika, dosis dan sediaan

B. Psikoedukasi
Tujuan intervensi adalah mengurangi stimulus yang berlebihan, stresor
lingkungan dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Memberikan ketenangan
kepada pasien atau mengurangi keterjagaan melalui komunikasi yang baik,
memberikan dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan nyaman,
toleran perlu dilakukan.

C. Penatalaksanaan efek samping


Antipsikotik generasi pertama maupun kedua sama-sama berpotensi
menyebabkan efek samping berupa sedasi, gangguan otonomik, gangguan
ekstrapiramidal dan gangguan pada sistem metabolik. Bila terjadi efek
samping, misalnya sindrom ekstrapiramidal (distonia akut atau
parkinsonisme), langkah pertama yaitu menurunkan dosis antipsikotika. Bila
tidak dapat ditanggulangi, berikan obat-obat antikolinergik.

Nama generik Dosis Waktu paruh Target Efek


eliminasi (jam) Samping
Ekstrapiramidal
Triheksilfenidil 1-15 4 Akatisia, distonia,
parkinsonisme

11
Amantadin 100-300 10-14 Akatisia,
parkinsonisme
Propanolol 30-90 3-4 Akatisia
Lorazepam 1-6 12 Akatisia
Difenhidramin 25-50 4-8 Akatisia, distonia,
parkinsonisme
Sulfas Atropin 0,5-0,75 12-24 Distonia Akut

Tabel 2.2 Obat untuk mengatasi efek samping antipsikotik

Gejala ekstrapiramidal termasuk diantaranya :


 Gejala parkinson (Hipersalivasi, Tremor, Bradikinesia, dan rigiditas otot)
yang akan timbul lebih sering pada orang dewasa atau lansia dan dapat
muncul secara bertahap.
 Distonia (pergerakan wajah dan tubuh yang tidak normal) dan diskinesia,
yang lebih sering terjadi pada anak atau dewasa muda dan muncul setelah
pemberian hanya beberapa dosis.
 Akatisia (gelisah) yang secara karakteristik muncul setelah pemberian dosis
awal yang besar dan mungkin memperburuk kondisi yang sedang diobati.
 Tardive Dyskinesia (ritmik, pergerakan lidah, wajah, rahang yang tidak
disadari (Invuntary movements of tongue, face and jaw) yang biasanya
terjadi pada terapi jangka panjang atau dengan pemberian dosis yang tinggi,
tetapi dapat juga terjadi pada terapi jangka pendek dengan dosis rendah.
Tardive dyskinesia sementara dapat timbul setelah pemutusan obat.

Untuk efek samping tardive dyskinesia, turunkan dosis antipsikotika. Bila


gejala psikotik tidak bisa diatasi dengan penurunan dosis antipsikotika atau
bahkan memburuk, hentikan obat dan ganti dengan golongan antipsikotika
generasi kedua terutama klozapin.

12
D. Terapi Lainnya
Keefektivan psikofarmakoterapi biasanya dimanifestasikan dalam 6 minggu
pertama, dengan peningkatan tidur, regresi agitasi, pemulihan dari kecemasan
dan delusi sampai hilangnya gejala psikotik. Jika tidak ada perbaikan, obat
anti psikotik lain harus digunakan atau dosis pertama ditingkatkan.
Memburuknya gejala atau respon yang buruk dapat menyebabkan indikasi
utama untuk terapi Elektrokonfulsif/ECT ( Terapi kejang listrik).

E. Pencegahan dan kekambuhan


Kemungkinan gejala psikotik dapat muncul kembali untuk itu farmakoterapi
dosis rendah harus dipertahankan selama 1-2 tahun setelah pemulihan. Selama
tindak lanjut jangka panjang ini, penilaian berkala dan perawatan klinis yang
efektif dan terapi sosial serta terapi psikologis sangatlah penting.

13
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. F
Usia : 19 tahun
Nomor RM : 26154
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Negeri Dolok
Pendidikan : SMA
Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak
Bangsa : Bangsa Indonesia

Status Perkawinan : Belum Kawin

Berobat tanggal : 14 Oktober 2019

II. Riwayat Psikiatrik


Autoanamnese pada tanggal 14 Oktober 2019 dengan pasien

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar bapaknya dengan keluhan marah-marah, mendengar bisikan,
ketakutan dan susah tidur. Hal ini sudah dirasakan pasien kurang lebih 2 (dua)
minggu ini dan memberat dalam 2 (dua) hari terakhir, sehingga keluarga
membawa pasien ke poli klinik psikiatri Rumah Sakit Umum Tuan Rondahaim.

IV. Riwayat Penyakit Terdahulu


Tidak dijumpai penyakit terdahulu.

14
V. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Sensorium : Compos Mentis
HR : 90x/i
RR : 19x/i
Temp :36 C
BB sekarang: 64 kg

Status Lokalisata
1. Kepala
Mata : anemis(-/-), ikterik(-/-)
Hidung : dalam batas normal
Telinga : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
2. Leher
Pembesaran KGB : (-) tidak ditemukan
3. Thoraks
Inspeksi : Simetris kanan=kiri, retraksi intercostal (-)
Palpasi : Strem Fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : SP : Vesikuler (+/+)
ST : (-/-)
4. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, Hepar tidak teraba/lien tidak teraba/Renal
tidak teraba, turgor baik
Perkusi : Timpani
Auskultasi : dalam batas normal

15
VI. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
1. Riwayat Prenatal dan Natal
Tidak didapatkan data yang mendukung
2. Riwayat masa kanak -kanak awal (0-3 tahun)
Tidak didapatkan data yang mendukung
3. Riwayat Masa Kanak-kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Tidak didapatkan data yang mendukung
4. Riwayat Masa Remaja
Pada masa remaja pasien dikenal orangnya pendiam dan kurang banyak teman.
5. Riwayat Dewasa Muda
Pasien mulai bergaul dan mulai memiliki beberapa teman dan sedikit teman
yang akrab dengan pasien.
6. Riwayat Pendidikan
Pasien menyelesaikan Pendidikan SD, SMP dan SMA.
7. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah
8. Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama Kristen dan mengaku jarang beribadah
9. Riwayat Psikoseksual
Pasien mengaku belum pernah pacaran dan tidak memiliki teman dekat wanita.
10. Riwayat Pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah
hukum.

16
11. Riwayat Aktivitas Sosial
Pasien jarang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan tetangga. Pasien
jarang keluar rumah, jarang mengobrol dan bercengkrama dengan tetangga.
Pasien dikenal sebagai orang yang pendiam, tidak banyak ulah.

VII. RIWAYAT KELUARGA


Pasien merupakan anak ke 5 dari 5 bersaudara.

VIII. RIWAYAT SITUASI SEKARANG


Pasien sekarang tinggal Bersama Ayah, ibu dan kakak.

IX. PERSEPSI TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA


Pasien tidak mengakui bahwa dirinya saat ini sedang mengalami masalah berat
dan berbagai tekanan dari luar yang berdampak terhadap kondisi perasaan atau
emosi yang labil serta tidak dapat di kontrol.

X. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Tampak seorang laki-laki, sesuai umur, kesan kurang dapat
mengurus diri.
Posture : Sesuai
Sikap : Biasa
Pakaian : Kurang Rapi
2. Perilaku dan akivitas psikomotorik : Hiperaktive
3. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. PEMBICARAAN
Cepat, sedikit, kadang inkoheren

17
C. Mood dan Afek
1. Afek : Inappropiate
2. Mood : Disforik
3. Keserasian : Kadang sesuai/kadang tidak

D. PIKIRAN
A. Bentuk pikiran :
- Bentuk Umum : RTA terganggu, Psikosis (+)
- Bentuk khusus : Inkoherensi, ide yang melompat-lompat (Fly Of Idea)
B. Isi Pikiran :
- Waham : Waham Persekutorik yaitu pasien yakin bahwa tetangga pasien mau
mencelakakan pasien dan meracuni pasien
E. Gangguan Persepsi
- Persepsi : Halusinasi Auditorik (+) Halusinasi Visual (+)
- Ilusi : Tidak dijumpai
- Depersonalisasi : tidak dijumpai
- Derealisasi : Tidak dijumpai

F. MIMPI DAN FANTASI


Mimpi : tidak dijumpai
Fantasi : tidak dijumpai

G. KESADARAN DAN FUNGSI KOGNITIF


a. Sensorium : Compos Mentis

18
b. Orientasi
- Waktu : baik
- Tempat : baik
- Orang : Baik
c. Konsentrasi dalam perhitungan : Baik
d. Daya Ingat
1. Jangka Panjang : Terganggu
2. Jangka Pendek : Tidak terganggu
3. Daya ingat Segera : Terganggu

H. INSIGHT
Derajat II : Pasien mengaku bahwa dia sakit tetapi diwaktu yang bersamaan
menyangkal bahwa dia sakit.

I. DAYA NILAI
a. Daya Nilai sosial : Terganggu
b. Uji Daya Nilai : Baik
c. Pengendalian Impuls : Baik

XI. Diagnosis Multiaksial


 Aksis I
Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia
 Aksis II
Tidak dijumpai Retardasi Mental dan gangguan kepribadian
 Aksis III
Tidak ada diagnosis
 Aksis IV
Tidak dijumpai stressor psikologis

19
 Aksis V
40-31 (beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,
disabilitas berat dalam beberapa fungsi).
XII. Prognosis
Prognosis Dubia ad bonam (ragu-ragu menuju baik)
XIII. Terapi
- Risperidone 2mg 2x1/2

Tanggal Pemeriksaan Keluhan Terapi


14 September 2019 S: Pasien mudah marah, susah - Risperidone 2 mg 2x1/2
tidur, mendengar suara bisikan,
melihat bayangan. Hal ini
dialami pasien kurang lebih 1
minggu ini. Selama ini pasien
berobat ke dokter spesialis jiwa
dan tidak teratur makan obat.
O: Afek : Inappropriate
Mood : Disforik
Halusinasi : penglihatan (+)
TTV:
BB : 64 kg
TD : 140/90 mmHg
HR : 90x/i
RR : 19x/i
T : 36 C

A : Gangguan Psikosis Lir-


skizofrenia Akut

20
28 September 2019 S : Mudah marah sudah - Risperidone 2 mg 2x1/2
berkurang, tidur membaik,
mudah tersinggung berkurang.
O : Afek : Inappropiate
Mood : Disforik
Halusinasi : pendengaran (-)
TTV :
BB : 64 kg
TD : 140/60 mmHg
HR : 80x/i
RR : 20x/i
T : 36 C

A : Gangguan Psikosis Lir-


skizofrenia Akut

21
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di


Indonesia III (PPDGJ III) keadaan pasien tersebut memenuhi kriteria diagnosis
Gangguan Psikotik Lir Skizofrenia Akut yaitu suatu gangguan psikotik akut dengan
gejala-gejala psikotik yang secara komperatif bersifat cukup stabil dan memenuhi
kriteria skizofrenia, tetapi hanya berlangsung kurang dari 1 bulan lamanya. Yang
mana Pada Tn. F umur 19 tahun didapatkan gejala-gejala seperti halusinasi visual,
halusinasi auditorik dan waham yang terjadi kurang lebih 2 minggu. Suatu derajat
variasi dan instabilitas emosional mungkin ada, tetapi tidak separah seperti yang
diuraikan dalam psikosis polimorfik akut yang mana sesuai pedoman diagnostik;
Onset harus akut ( dari suatu keadaan non-psikotik sampai keadaan psikotik yang
jelas dalam waktu 2 minggu atau kurang, harus ada beberapa jenis halusinasi atau
waham yang berubah dalam jenis dan intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari
yang sama, harus ada keadaan emosional yang sama beraneka ragamnya. Sementara
emosional pada Tn F tampak tidak berubah-ubah.

Pada pasien pasien Tn F diatas diberikan terapi antipsikosis Risperidone dan


Clozapine yang merupakan antipsikotik generasi II yang mana diketahui memiliki
resiko efek samping yang lebih rendah dibanding antipsikotik generasi II. Dosis
anjuran Risperidone 1-2 mg/hari, diberikan pada pasien 2x1mg dan clozapine 25
mg/hari diberikan pada pasien ini 1x 25 mg, dosis sudah tepat sebagai terapi untuk
pasien. Pada pasien juga diberikan Trihexylfenidil untuk mencegah efek samping
ekstrapiramidal. Pada kasus ini prognosis pasien ragu-ragu menuju baik. Adapun hal-
hal yang mendukung prognosis baik yaitu usia muda, onset tiba-tiba dan adanya
dukungan keluarga dan hal-hal yang mendukung prognosis buruk yaiu pasien belum
menikah.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di


Indonesia III. Direktorat Jendral pelayanan Medik
2. Maslim R. 2013. Buku Saku Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkasan dari PPDGJ
III dan DSM 5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
3. Azis Ilhamuddin, dkk. 2018. Elevated Unconjungated bilirubin in
schizophrenic patients. Makasar : Nusantara Medical Science Journal
(NMSJ).
4. Gelder Michael,dkk. 2012. Acute and Transient Psychotic disorder. New
Oxford Textbookof Psychiatry (2 ed). Oxford University Press.
5. Yulianty, dkk. 2017. Studi penggunaan antipsikotik dan Efek samping pada
pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Kalimantan Selatan.
Jurnal Sains Farmasi dan Klinis. Sumatera barat: Ikatan Apoteker Indonesia
6. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and statistical manual
of mental disorder : fift edition (DSM-5). United states of America : APA.
7. Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Gangguan Psikotik Akut. 2014.
Kaplan & Sadock- Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edis 2. Jakarta : Buku
Kedokteran : EGC
8. Maslim R. 2007. Obat Anti psikosis : Penggunaan klinis Obat Psikotropik
(Phychotropic Medication). Edisi III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran jiwa
FK- Unika Atmajaya
9. Kumar R, et al. 2011. Acute Psychosis as the Initial Presentation of MS : A
case Report. The International MS Journal.

23

Anda mungkin juga menyukai