APENDISITIS AKUT
Disusun oleh :
16010017
Dokter Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
anugerah dan kasih setia-Nya yang memberkati penyusun sehingga paper
APPENDECITIS ACUTE dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Akhirnya semoga paper ini dapat menambah kasanah ilmu pengetahuan kita
dalam bidang bedah sehingga dapat digunakan nantinya di masyarakat, Semoga
Tuhan Yang Maha Esa memberkati segala usaha kita.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Retrocaecal
2. Retrocolic (dibelakang caecum atau bagian bawah ascending colon),
3. Pelvic atau descending (jika tergantung pada tepi pelvis, dekat dengan
tuba uterina dan ovarium kanan pada wanita). Itu merupakan posisi paling
umum yang sering terdapat pada praktek kilinik. Posisi lainnya jarang
ditemukan terutama jika ada appendiks mesenter panjang yang dapat
meyebabkan mobilitas appendiks yang lebih tinggi.
2
Tiga taenia coli pada colon ascendens dan caecum bersatu pada basis
appendiks, dan bergabung menuju otot longitudinalnya. Taenia caecal anterior
biasanya terpisah dan bisa ditelusuri munuju appendiks, yang dapat dipakai
sebagai panduan untuk mencari lokasi appendiks pada praktek kilinis. Ukuran
appendiks bervariasi panjangnya, dari 2 cm sampai 20cm; sering ditemukan relatif
lebih panjang pada anak-anak dan mungkin mengalami atrofi dan memendek
seiring bertambahnya usia.8
Vaskularisasi appendiks.
Arteri utama appendiks, cabang dari divisi bawah arteri ileocolic, berjalan
dibelakang ileum terminal dan memasuki mesoappendiks dengan jarak yang dekat
dari basis appendiks dan beranastomosis dengan cabang dari arteri caecal
posterior.8
3
Vena Appendiks
Darah dari arteri Appendiks dialirkan melewati satu atau lebih vena-vena
appendikular menuju ke vena ileokolik atau saekum posterior. Kemudian dari
vena-vena ini menuju ke vena mesenterika superior.8
Limfatik.
Pembuluh limfe appendiks sangat banyak: terdapat banyak jaringan limfoid di dinding
nya. Dari keseluruhan bagian appendiks terdapat 8-15 pembuluh limfe yang melewati
mesoappendiks dan biasanya disertai beberapa nodus limfatik. Mereka bersatu
membentuk kurang lebih 3-4 pembuluh limfe yang lebih besar yang juga akan menuju
ke pembuluh limfe di kolon asendens. Semuanya akan berakhir di nodus inferior dan
superior dari rangkaian pembuluh limfe ileokolik.8
Persarafan Appendiks
Persarafan parasimpatis appendiks berasal dari cabang n.vagus yang
mengikuti a.mesenterikasuperior dan a.apendikularis. Persarafan simpatis nya
berasal dari n.torakalis X.6
Fisiologi Appendiks
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir ini secara normal
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara tampaknya berperan dalam patogenesis appendisitis.6
4
2.2 Appendisitis akut
2.2.1 Definisi
Appendisitis adalah peradangan bakterial appendiks vermiformis.
Appendisitis akut adalah appendisitis dengan onset akut yang memerlukan
intervensi bedah dan biasanya ditandai dengan nyeri di abdomen kuadaran kanan
bawah dengan nyeri tekan lokal dan nyeri alih, spasme otot yang ada diatasnya,
dan hiperestesia kulit.3
2.2.2 Epidemiologi
Insidens appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.6
Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada lelaki lebih
tinggi.6
5
1. Fecaliths atau Appendicolith, merupakan penyebab utama obstruksi,
ditemukan pada 40% kasus appendisitis akut sederhana, 65% kasus
appendisitis ganggrenosa tanpa ruptur, dan mendekati 90% kasus appendisitis
ganggrenosa dengan ruptur.
4. Tumor
5. Biji buah-buahan
6. Parasit intestinal
Distensi yang terus berlanjut karena sekresi dari mukosa yang terusmenerus
dan dari multiplikasi bakteri di appendiks. Distensi ini menyebabkan refleks mual
dan muntah, dan nyeri visceral akan semakin parah. Seiring dengan penekanan
pada organ yang meningkat, tekanan pada vena juga meningkat. Kapiler dan vena
menjadi tertutup, tetapi aliran arteriol akan terus berlanjut, menyebabkan pelebaran
dan kongestif vascular. Proses inflamasi segera melibatkan serosa pada appendiks
dan peritoneum parietal regional, memproduksi perpindahan nyeri yang khas
menuju kuadran kanan bawah.1, 2
6
inflamasi yang lebih terlokalisir dan menyebabkan gangren serta perforasi,
biasanya pada salah satu area infark pada batas antimesenterik. Perforasi biasanya
terjadi setelah setidaknya 48 jam sejak onset timbulnya gejala.1,4
2.2.4 Bakteriologi
Flora normal di appendiks mirip dengan yang ada di kolon, dengan terdapat
berbagai macam bakteri aerob dan anaerob fakultatif. Beberapa macam mikroba
dari appendiks yang mengalami perforasi sudah diketahui. Escherichia coli.,
Streptococcus viridans, Bacteriodes spp., dan Pesudomonas spp., merupakan
mikroba yang paling sering terisolasi (tabel 2.1)4
Pada pasien yang mengalami appendisitis akut non perforasi, kultur daripada
cairan peritoneal biasanya negatif dan tidak memberikan peran klinis yang nyata.
Akan tetapi pada pasien appendisitis perforasi, kultur cairan peritoneal biasanya
akan positif, dan menunjukkan bakteri-bakteri pada kolon dengan sensitifitas
terhadap antibiotik yang dapat di prediksi. Karena pemilihan pemberian antibiotik
sangat jarang dipegaruhi oleh hasil kultur ini, maka kultur ini jarang dilakukan.4
7
2.2.5 Patologi
(inervasi somatic)
Inflamasi mencapai serosa (peritonitis Gejala Klasik : Nyeri tekan, nyeri lepas,
visceral) dan tahanan pada fosa iliaka kanan
Demam, facial flush, dan takikardia
8
Ganggren pada dinding appendiks demam, apatis dan dehidrasi)
Perforasi
Usaha oleh omentum dan struktur Pembentukan massa apenndiks atau
terdekat dari appendiks untuk menutupi yg salah dikenal dengan infiltrat
perforasi appendiks
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsang peritoneum lokal.
Gejala klasik appendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai
mual dan kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini, nyeri dirasa
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga rnerupakan nyeri somatik setempat.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum,
biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk (Dunphy sign).6,4
Pada kehamilan, keluhan utama appendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih di regio lumbal kanan.6
Pada penelitian nya Treaves menganggap saekum adalah pusat dari jam
dan appendiks merupakan jarum dari jam. Oleh karena itu, posisi appendiks dapat
dideskripsi kan sebagai:2
Posisi jam 11 atau para colic/ para caecal. Appendiks mengarah ke atas dan
terletak menempel di sebelah kanan sekum. Pada posisi ini, appendiks juga
terletak di depan daripada ginjal kanan. Pada appendiks yang panjang, dapat
mengiritasi ureter, mengakibatkan leukosit terdeteksi pada urinalisis/
menyerupai gejala daripada pielonefritis.
Jam 2 atau posisi splenik. Appendiks mengarah ke limpa atau ke kuadran kiri
atas, dan dapat terletak di depan ileum terminal (preileal) atau di belaknag
ileum terminal (post ileal).
10
Jam 3 atau posisi promonterik. Appendiks mengarah secara transversal menuju
ke promontorium sakrum.
11
Tabel 2.3 Frekuensi timbulnya gejala appendisitis2
2.2.7 Pemeriksaan
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan
perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.6
Pada palpasi, didapatkan nyeri tekan yang terbatas pada regio iliaka kanan,
bisa disertai nyeri lepas (Rebound Phenomena). Defans muskuler menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah yang
terutama terletak pada titik McBurney merupakan kunci diagnosis. Appendiks
normal sifatnya mobile, sehingga lokasi inflamasi bisa saja terdapat di berbagai
tempat pada area lingkaran 360 dari sekitar basis dari sekum. Pada penekanan
perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda
Rovsing. Pada appendisitis retrosekal atau retroileal, diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri.6,4
Peristalsis usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya
ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh appendisitis
perforata.6
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada appendisitis pelvika.6
2.2.8 Laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis
appendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus
dengan komplikasi.3 Leukosit yang tinggi (>20.000/mL) dapat menandakan
terdapatnya komplikasi appendisitis, bisa berupa ganggren ataupun perforasi.
Urinalisis dapat berguna untuk menyingkirkan pyelonefritis atau nefrolitiasis. Pada
penderita wanita sebaiknya juga diperiksa Beta-HCG untuk menyingkirkan
kemungkinan kehamilan.9
Dari penelitian yang dilakukan oleh Memisoglu et al. 2010 pada pasien
post appendectomy yang dilakukan studi retrospektif, didapatkan bahwa jumlah
appendisitis akut dengan leukosit tinggi ditemukan sebanyak 83%, dan pada pasien
dengan leukosit tinggi yang appendiks nya ternyata normal, sebanyak 61%.
Memisoglu et. al berkesimpulan bahwa untuk mendiagnosa appendisitis tidak
cukup dari hasil laboratorium dan radiologi.5
2.2.9 Radiologi
Foto polos abdomen jarang berguna untuk mendiagnosa appendisitis akut. Foto
polos abdomen berperan penting dalam menyingkirkan keadaan patologi lainnya.1
Kegagalan dari barium enema untuk memenuhi lumen appendiks berhubungan
13
dengan appendisitis, tetapi temuan ini kurang sensitif dan spesifik karena 20%
appendiks normal tidak terisi dengan barium enema.4
14
Gambar 2.4 4
A. CT Scan abdomen/pelvis pada pasien dengan appendisitis akut menunjukkan
adanya appendikolit (garis panah putih)
C= saekum
15
- Appendisitis: terdapat distensi dan penebalan dinding (kanan bawah):
Target Sign
2.2.10 Diagnosis
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
appendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan
diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan lelaki. Hal ini
dapat disadari mengingat pada perempuan, terutama yang masih muda, sering
timbul gangguan yang menyerupai appendisitis akut. Keluhan itu berasal dari
genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit
ginekologik lain.6
16
kemungkinan besar menderita appendisitis, skor 5 atau 6 memiliki gejala yang
mirip dengan appendisitis, tetapi bukan didiagnosa appendisitis.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tamanna et. al. (2012) didapatkan
bahwa Alvarado score mempunyai nilai sensitivitas 59,57 %, dan spesifisitas
85,13%. Sedangkan positive predictive value nya sebesar 71,79% dan negative
predictive value sebesar 76,82%. Akurasi rata-rata dari Alvarado score berkisar
75,2%. Oleh karena itu, meskipun Alvarado score didasarkan kebanyakan dari
evaluasi klinis, sistem skor ini mudah, simpel dan murah untuk mendukung tegak
nya diagnosa appendisitis akut.9
17
Tabel 2.6: Kriteria Ohmann Score3
18
Tabel 2.9 : Kriteria RIPASA score 11
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut
sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya
hiperperistalsis. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
appendisitis akut.
2) Demam Dengue
Dapat dimulai dengan nyeri perut mirip peritonitis. Pada penyakit ini, didapatkan
hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan peningkatan
hematokrit. 3) Limfadenitis mesenterika.
19
Limfadenitis Inesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis,
ditandai dengan nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan
nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.
4) Kelainan Ovulasi
Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada
perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama
pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam
waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.
5) Infeksi Panggul.
Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan appendisitis akut. Suhu biasanya
lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok
vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat
dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.
8) Endometriosis Externa
Endometrium di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak
ada jalan ke luar.
2.2.12 Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami pendindingan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendiks, sekum, dan lekuk
usus halus.6
1) Massa Periapendikular
Massa appendiks terjadi bila appendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis
purulenta generalisata. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal
ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan
teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.6
Riwayat klasik appendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abses periapendikuler.6
2) Appendisitis Perforata
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan
keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya
perforasi appendiks. Insidens perforasi pada penderita di atas usia 60 tahun
dilaporkan sekitar 60%.6
4) Appendisitis Kronik
Diagnosis appendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika semua syarat
berikut terpenuhi : riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua mingau,
terbukti terjadi radang kronik appendiks baik secara makroskopik maupun
mikroskopik, dan keluhan menghilang pasca apendektomi.6
22
2.2.13 Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada appendisitis tanpa komplikasi,
biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada appendisitis gangrenosa
atau appendisitis perforata. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik
dapat mengakibatkan abses atau perforasi.6
2) Appendisitis subakut.
3) Appendisitis infiltrat (appendikular mass) yang sudah dalam stadium tenang
(afroid).
23
Teknik Pembedahan :10
Penderita ditidurkan dengan posisi terlentang dan ahli Bedah berdiri di sisi kanan
penderita.
1) Desinfeksi
Lapangan pembedahan didesinfeksi dengan bahan Iodin Povidon 10% atau
Alkohol 70%.
(M.O.I.).
o M.O.I. dan otot di bawahnya (musculus transversus abdominis) dibuka
secara tumpul dengan gunting atau klem arteri yang bengkok, searah
seratnya, tampak lemak peritoneum yang berwarna kuning.
4) Melakukan appendektomi
Sekum dicari dan dikeluarkan (luxir). Untuk itu kita harus mengetahui tanda-
tanda sekum yaitu :
a) Warnanya lebih putih.
24
b) Mempunyai taenia coli.
c) Adanya haustrae.
d) Adanya apendices epiploicae
Appendiks yang basisnya terletak pada pertemuan tiga tinea mempunyai
bermacam - macam posisi antara lain antececal, retrocecal, anteileal, retroileal dan
pelvinal.
o Setelah sekum diketemukan, kita pegang dengan pinset usus (darm pinset)
dan kita tarik keluar. Kemudian dengan kasa steril dan basah sekum
dikeluarkan dengan menarik ke arah mediokaudal. Setelah keluar sekum
ditarik ke kraniolateral, biasanya appendiks akan ikut keluar dan tampak
dengan jelas.
o Dengan memakai kasa yang basah sekum dipegang oleh asisten dengan ibu
jari berada di atas.
o Dibagian distal dari ikatan pada pangkal appendiks diklem dengan Kocher
dan di antara klem Kocher dan ikatan tersebut appendiks dipotong dengan
pisau yang telah diolesi iodium.
25
Gambar 2.6 Appendiktomi4
26
o Muskulus obliges abdominis externus dan aponeurosisnya ditutup dengan
jahitan catgut chromic secara simpul.
o Lemak ditutup dengan jahitan simpul catgut plain 3/0, dan kulit dijahit dengan
benang sutera 2/0 atau 3/0 secara simpul.
o Appendiks di bagian distal dari ikatan dikocher dan dipotong dengan pisau
yang telah kita olesi Iodium. Pangkal appendiks ditanam di dalam dinding
sekum dalam jahitan kantong tembakau.
27
g) Abses di dalam rongga peritoneum.
3) Penyulit pasca bedah lanjut :
a) Streng ileus oleh karena adanya band.
b) Hernia sikatrikalis.
Perawatan Paska Bedah :10 o Pada hari operasi penderita diberi infus menurut
kebutuhan sehari (maintenance) kurang lebih 2 sampai 3 liter cairan Ringer
lactat dan Dextrosa.
Tatalaksana PAI
Pada prosedur ini, rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah . hasilnya
dilaporkan tidak berbeda jauh dibandingkan dengan laparotomi terbuka, tetapi
keuntungannya adalah lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik.6
29
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
Umur : 16 tahun
Agama : Kristen
Alamat : Pangaribuan
Pekerjaan : Siswa
ANAMNESIS
Telaah : Sejak 1 minggu yang lalu pasien mengeluh nyeri perut kanan
bawah. Mual dan Muntah (-). BAB biasa. Nafsu makan biasa.
Kemudian pasien datang dibawa keluarganya ke poli bedah
RSUD Tarutung.
RPT :-
RPA :-
RPK :-
RPO :-
TD : 110/70 mmHg
HR : 82 x/i
30
RR : 22x/i
T : 36,5oC
A. Kepala
- Konjungtiva palpebra inferior: anemis (-/-)
- Skera : ikterik (-)
- Refleks cahaya : (+/+)
- Pupil : isokor
B. Hidung : dalam batas normal
C. Telinga : dalam batas normal
D. Mulut: dalam batas normal
E. Leher :
- Pembesaran KGB: (-)
- Trakea: medial
F. Thoraks
- Inspeksi : simetris fusiformis
- Palpasi : Tidak dilakukan
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : dalam batas normal
G. Paru :
a. Suara pernapasan : vesikuler
b. Suara nafas tambahan : ronchi (-)
H. Jantung :
a. Desah (-)
b. HR : 82x/i
I. Abdomen :
- Inspeksi : kembung (-)
- Palpasi : soepel, nyeri tekan perut kanan bawah
- Perkusi : timfani
- Auskultasi : Peristaltik dalam batas normal
J. Ekstremitas atas : dalam batas normal
K. Ekstremitas bawah : dalam batas normal
L. Genetalia : Perempuan
31
Diagnosa Banding:
1. Apendisitis akut
2. KET
Diagnosa Sementara :
Apendisitis akut
Penatalaksanaan:
Hematokrit 44,9%
MCV 74,6 fl
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi CF, et al. 2010. The Appendix, dalam : Schwartzs Manual of Surgery.
Ninth Edition. New York : McGrawHill. Hlm. 2043-2071.
http://www.intechopen.com/books/appendicitis-a-collection-of-essays-
fromaround-theworld/ diagnostic-challenges-in-acute-appendicitis
http://aje.oxfordjournals.org/content/132/5/910
6. Maa J, Kirkwood KS. 2012. The Appendix, dalam : Sabiston Textbook of Surgery.
19th edition. New York : Elsevier. Hlm. 1279-1293.
33
10. Standring S, et al. 2005. Abdomen: Regional Anatomy, dalam : Grays Anatomy :
The Anatomical Basis of Clinical Practice. Thirty-Ninth Edition.
34