Oleh :
Preseptor :
dr. Khomeini,Sp.B
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 LatarBelakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan Umum .......................................................................... 2
1.2.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 2
1.3 Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
2.1 Anatomi...................................................................................... 3
2.2 Hirschpung Disease .................................................................... 7
2.3 Atresia Ani ................................................................................. 23
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 21
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Malformasi anorectal atau atresia ani atau anus imperforata adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya
agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Malformasi anorectal diklasifikasikan
menurut teori sthephens berdasarkan garis pubococcygeal dan menurut teori pena.
Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi
dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik
pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.2
1
1.1 Tujuan Penulisan
1.1.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang invaginasi.
1.1.2 Tujuan Khusus
Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan hirschpung dan malformasi
norektal
1.2 Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi mengenai malformasi norektal,
hirschpung
2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang
malformasi anorektal, hirschpung
3. Untuk memenuhi tugas Referat kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu
Bedah RS Islam Siti Rahmah Padang 2023
2
BAB II
PEMBAHASAN
Usus Besar Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang
sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani,
diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar
2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus
besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rectum. Pada sekum terdapat katup ileosekal
dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menepati sekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ilosekal mengontrol aliran kimus dari ileum
ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan
sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen
kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatica dan fleksura lienalis.
Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk-S. lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu
membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rectum, yang menjelaskan
alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema. Pada posisi
ini, gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum ke fleksura sigmoid. Bagian
utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari kolon
sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rectum
dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfinter ani eksternus dan internus.
Panjang rectum dan kanalis ani sekitar (5,9 inci (15 cm).
3
Usus besar memiliki empat lapis morfologik seperti juga bagian usus lainnya.
Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khs pada usus besar saja. Lapisan otot
longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang
dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rectum
mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang tenia lebih pendek
daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan terkerut membenutuk
kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra. Pendises eipploika adalah
kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang
taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus
halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kriptus Lieberkuhn (kelenjar
intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada
usus halus.
Gambar 2. (a) Struktur makroskopis usus besar (b) perdarahan usus besar
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan dengan
suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan
bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dupertiga proksimal kolon transversum),
dan arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian
proksimal rectum). Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteri
sakralis media dan artera hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari
arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
4
Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena mesenterika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari system
portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior,
sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam
vena-vena ini dan mengakibatkan hemoroid.
5
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proximal; dikelilingi
oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi
rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan
depan.
Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis
(N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis
(N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh N.
sakralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan
m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum.
6
2.1.2 DEFINISI
2.1.3 INSIDENSI
2.1.3 ETIOLOGI
7
bermigrasi atau mengalami kerusakan karena elemen-elemen didalam
lingkungn mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor yang dapat
mengganggu migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel
ini mingkin terletak pada genetik, immunologis, vascular, atau mekanisme
lainnya.
B) Mutasi pada RET Proto-oncogene
Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom
10q11.2, telah ditemukan dalam kaitannya dengan Hirschsprung’s disease
segmen panjang dan familial. Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya
sinyal pada tingkat molekular yang diperlukan dalam pertubuhan sel dan
diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya yang rentan untuk Hirschsprung’s
disease adalah endothelin-B receptor gene (EDNRB) yang berlokasi pada
kromososm 13q22. sinyal darigen ini diperlukan untuk perkembangan dan
pematangan sel-sel neural crest yang mempersarafi colon. Mutasi pada gen
ini paling sering ditemukan pada penyakit non-familial dan short-segment.
Endothelian-3 gene baru-baru ini telah diajukan sebagai gen yang rentan
juga. Defek dari mutasi genetik ini adalah mengganggu atau menghambat
pensinyalan yang penting untuk perklembangan normal dari sistem saraf
enterik. Mutasi pada protooncogene RET adalah diwariskan dengan pola
dominan autosom dengan 50- 70% penetrasi dan ditemukan dalam sekitar
50% kasus familial dan pada hanya 15-20% kasus spordis. Mutasi pada gen
EDNRB diwariskan dengan pola pseudodominan dan ditemukan hanya
pada 5% dari kasus, biasanya yang sporadis.
C) Kelainan dalam lingkungan
Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat
mencegah migrasi sel-sel neural crest normal ataupun diferensiasinya.
Suatu peningkatan bermakna dari antigen major histocompatibility complex
(MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada segmen aganglionik dari usus
pasien dengan Hirschsprung’s disease, namun tidak ditemukan pada usus
dengan ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu mekanisme
autoimun pada perkembangan penyakit ini.
8
D) Matriks Protein Ekstraseluler
Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel
dan pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins
laminin dan kolagen tipe IV yang tinggi dalam matriks telah ditemukan
dalam segmen usus aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini
didalam usus dapat mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan
memiliki peranan dalam etiologi dari Hirschsprung’s disease.
2.1.4 PATOGENESIS
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon
dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang
normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu
terdapat dibagian distal rectum. 1 Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya
gelombang propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter
anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau
disganglionosis pada usus besar.2
Hipoganglionosis
9
plexus myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai
sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon.
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki
sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase. Sehingga tidak terjadi
diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel
ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH).
Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel
ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh
selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan
hipoganglionosis.
Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil
dari rectum.
Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari
colon.
Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
10
Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum
dan kadang sebagian usus kecil
Gambar 6.
2.1.5 DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan sulit dibedakan dengan
kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor yang harus
11
diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan barium enema akan sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis. Akan tetapi apabila barium enema dilakukan pada
hari atau minggu awal kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit
hirschsprung klasik ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen distal
intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal intestinal.
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak
keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang
signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat
timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis.
Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan
makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi. Penyakit
hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi,
distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis.
12
Gambar 7. Gambaran klinis pasien dengan Hirschsprung Disease
13
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
1. Barium enema.
Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum
memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon
sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu
diagnosis penyakit hirschprung. 1 Segmen aganglion biasanya berukuran
normal tapi bagian proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami
distensi sehingga pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi
bagian proksimal usus memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi
ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis konvensional
menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil dan besar. Ada
beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona transisi. Posisi
pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat dilatasi dari rektum
secara lebih optimal.
Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon ada
tanda yang penting tapi tidak spesifik. Enterokolitis pada Hirschsprung
dapat didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya
kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem,
spasme, ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat
jelas dengan barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada
penyakit Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion,
perlu dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih
tebal
14
Gambar 8. Gambaran Radiologis Morbus Hirschprung
Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long
segmen, sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar
kasus dan kolon mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin
mikrokolon. Yang paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu.
Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska.
Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan
pada semua neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus
besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun.
2. Anorectal
manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit
hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter
ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini
adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena tidak
dilakukan anestesi umum. Metode ini lebih sering dilakukan pada pasien
yang lebih besar dibandingkan pada neonatus. 1
3. Biopsy rectal
merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit
hirschprung. 1,4 Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan
morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy
rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas linea
dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang normal
15
ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus menggunakan
anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal.
Obstruksi mekanik
Meconium ileus
o Simple
Incarcerated hernia
Jejunoileal atresia
Colonic atresia
Intestinal duplication
16
Intussusception
NEC
Obstruksi fungsional
Sepsis
Intracranial hemorrhage
Hypothyroidism
Adrenal hemorrhage
Hypermagnesemia
Hypokalemia
2.1.9 TATALAKSANA
Preoperatif
a. Diet
b. Teapi Farmakologi
17
Operatif
1. Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi
tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit
Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi
dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari
linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam
pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan.
18
Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan
melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum
bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior.
2. Prosedur Duhamel
19
dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga
baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud dkk,1997). Prosedur Duhamel asli
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia
dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila
terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel
diantaranya:
20
3. Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein
tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi.
Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah
definitive Penyakit Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur Soave ini
adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik
terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum
yang telah dikupas tersebut.
4. Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana
dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum
pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan
1 lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi,
sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.
2.1.10 Post Operatif
Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary Endorectal pull-
through), pemberian makanan peroral dimulai sedangkan pada bentuk short
segmen, tipikal, dan long segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan
beberapa bulan kemudian baru dilakukan operasi definitif dengan metode Pull
Though Soave, Duhamel maupun Swenson. Apabila keadaan memungkinkan,
dapat dilakukan Pull Though satu tahap tanpa kolostomi sesegera mungkin untuk
memfasilitasi adaptasi usus dan penyembuhan anastomosis. Pemberian makanan
rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah operasi dan pemberian nutisi enteral
secara penuh dimulai pada pertengahan hari ke empat pada pasien yang sering
muntah pada pemberian makanan. Intolerasi protein dapat terjadi selama periode
ini dan memerlukan perubahan formula. ASI tidak dikurangi atau dihentikan.
2.1.11 Komplikasi
21
Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana
ileum digunakan sebagai segmen yang di pull-through. 3 Setelah operasi pasien-
pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun
terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala
tersering pada pascaoperasi.
2.1.12 Prognosis
kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya
agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat
22
Gambar 5. Atresia Ani
2.2.2 Embriologi
Pada usia kehamilan minggu ketiga terbentuk pembagian foregut, mid gut dan
hindgut. Pada saat ini terbentuk kloaka yang merupakan gabungan antara allantois
di sebelah anterior dan hindgut di sebelah posterior. Pada minggu keenam, terdapat
membrane urorektal yang kemudian memisahkan kloaka menjadi sinus urogenital
di anterior dan kanalis anorektal di posterior. Membran ini terdiri dari lipatan
Tourneaux dari superior ke inferior dan kedua lipatan Rathke dari lateral ke medial.
Membran ini kemudian turun sampai mencapai permukaan kulit membentuk
perineal body. Perineal body memisahkan antara membran urogenital dengan anal
membrane. Atresia ani terbentuk karena kegagalan proses kanalisasi saluran
anorektal sehingga terdapat diafragma yang memisahkan antara saluran anorektal
bagian atas dan bawah. Saluran anorektal yang tidak turun ke tempat anal
membrane yang semestinya melainkan memiliki lubang saluran di perineal body
dinamakan fistula perineal.
Sedangkan pada kelainan embriologi yang lain, saluran anorektal mengalami
kanalisasi tidak ke permukaan kulit melainkan ke arah anterior sampai menyentuh
saluran urogenital sehingga terjadi fistula antara saluran anorektal dan saluran
urogenital. Berdasarkan lokasi anatomisnya, fisula ini dibedakan antara fistula
recto-bladder neck, recto-urethroprostatika dan recto-urethrobulbar. Pada bayi
perempuan, dapat terjadi kegagalan pemisahan kloaka menjadi saluran anorektal
23
dan urogenital yang dinamakan dengan kloaka persisten. Berdasarkan letaknya,
dibedakan antara yang lebih dari 3 cm (long common channel) dan yang kurang
dari 3 cm (short common channel).
2.2.3 Anatomi
1. Rectum
Rektum mempunyai panjang sekitar 12 cm. Dimulai dari anterior sampei ketiga
segmen sacrum dan berakhir di puncak prostat atau sampai seperempat bagian
bawah vagina, menuju ke kanal anus. Rektum berbentuk lurus ke bawah pada
mamalia, rektum melengkung pada manusia sehingga dapat masuk dengan tepat di
lubang sakral. Selain itu, rektum juga memiliki 3 rangkaian lekukan lateral, dibatasi
24
oleh katup Houston, menghadap ke arah kiri, kanan dan kiri dari atas kebawah.
Anatomi rektum dapat dilihat pada gambar
2. kanalis ani
Panjang kanalis ani kurang lebih 4 cm menuju ke bawah dan ke belakang dari
sambungan anorektal. Anterior dari kanalis ani pada laki-laki terdapat bangunan
perineal body yang memisahkan antara kanalis ani dengan otot tranversus perinei,
membrana urethrae dan bulbus penis. Sedangkan pada perempuan perineal body ini
memisahkan kanalis ani dengan sepertiga inferior vagina. Posterior kanalis ani
berhubungan dengan anococcygeal body yang merupakan anyaman pada jaringan
fibrosa yang membentang antara kanalis ani dengan tulang coccygeus, dan
kemudian ke atas menyatu dengan rafe media dari otot levator ani. Pada kedua sisi
kanalis ani, otot puborektalis (levator ani) memisahkan kanalis ani dari fossa
Ischiorectalis.
25
dari perlekatan di sakrum dan tulang koksigeus menuju otot sfingter internus dan
puborectal sling complex masuk ke kanalis ani melalui mucocutaneus junction.
Kelompok puboviseral berasal dari bagian belakang pubis berjalan turun ke medial
dan ke belakang masuk ke visera pelvis dan perineal body. Pada lakilaki kelompok
otot ini terdiri dari otot pubouretralis dan puboperineus. Sedangkan pada
perempuan terdiri dari pubovaginalis dan puboperineus. Di bagian posterior
kelompok otot ini masuk ke kanalis ani dan perianal membentuk otot puboanatis.
Otot levator ani membentuk diafragma pelvis serta sebagai bagian atas dari
kanalis ani, sedangkan sebagai dasarnya adalah otot sfingter ani eksternus. Antara
otot levator ani dan sfingter ani internus disebut sebagai muscle complex atau
vertical fibre. Secara rinci kanalis ani terdiri dari otot ischicoccygeus,
ileococcygeus, pubococcygeus, otot sfingter eksternus superfisialis dan profunda.
Sedangkan yang berfungsi sebagai sfingter internus pada individu normal adalah
ketebalan lapisan sirkulerdari otot Involunter usus di sekitar anorektal.
26
seperti gastrokolik dan ileokolik. Motilitas kolon berfungsi untuk absorbsi cairan
dan pendorongan masa pada waktu defekasi.
2. Kontinensia
Kontinensia adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dan hal ini sangat
tergantung pada konsistensi feses, tekanan dalam anus, tekanan rektum serta sudut
anorektal. Feses yang cair sulit dipertahankan dalam anus. Kontinensia diatur oleh
mekanisme volunter dan involunter yang menjaga hambatan secara anatomis dan
fisiologis jalannya feses ke rektum dan anus. Penghambat terbesar secara fisiologis
adalah sudut antara anus dan rektum yang dihasilkan oleh otot levator ani bagian
puborektal anterior dan superior, dan otot ini berkontraksi secara involunter.
3. Defekasi
Pada bayi baru lahir defekasi bersifat otonom, tetapi dengan perkembangan
maturitas, defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke rektum
kadang dicetuskan juga oleh rangsang makanan terutama pada bayi. Apabila rektum
terisi feses maka akan dirasakan oleh rektum sehingga menimbulkan keinginan
untuk defekasi.
2.2.5 Klasifikasi Malformasi Anorektal
Klasifikasi malformasi anorectal telah ada sejak dahulu dan pada tahun 1835,
Amussat membagi atresia ani menjadi, anus yang menyempit, anal membran,
rectum yang tertutup oleh septum atau membrane, atresia ani, dan fistula rektalis.
1. Berdasarkan letak
Sthephens membagi malformasi anorectal menjadi letak tinggi dan letak rendah.
Klasifikasi ini dibagi berdasarkan letak rectum paling distal terhadap otot
puborektalis, yaitu berdasarkan garis pubococygeal (PC Line). PC line adalah garis
yang menghubungkan antara titik tengah pubis dan bagian paling inferior dari
sacrum, yang dinilai pada foto lateral pelvis (invertogram). Lesi diatas PC line
termasuk letak tinggi, dan dibawah PC line termasuk letak rendah.
27
Gambar 6. Klasifikasi letak atresia berdasarkan garis PC dan I.
2. Klasifikasi wingspread
Letak malformasi Laki - laki Perempuan
anorektal
Tinggi 1. Agenesis anorectal 1. Agenesis anorectal
a. Fistula rektovesika a. Fistula rektovagina
b. Tanpa fistula b. Tanpa fistula
2. Atresia rektalis 2. Atresia rektalis
Intermediet 1. Fistula rektourethra 1. Fistula rektovestibuler
2. Agenesis anus tanpa 2. Fistula rektovagina
fistula 3. Agenesis anus tanpa
fistula
Rendah 1. Fistula perineal 1. Fistula anovestibuler
2. Stenosis anus 2. Fistula anokutan
3. Stenosis anus
Lain – lain Malformasi yang jarang Kloaka
Malformasi yang jarang
28
3. Klasifikasi Pena
Pada pria:
1. Perineal fistula
Perineal fistula adalah kelainan tipe yang rendah. Bagian paling bawah
dari rektum terbuka di perineum anterior dan menuju ke tengah sfingter
eksternal. Bagian yang lebih proksimal dari rektum tetap didalam otot
dari sfingter. Subepithelial fistula dapat ditemui disepanjang garis rafe
dari skrotum ke penis. Mungkin mekonium juga dapat terlihat pada jejak
fistula. Pasien pria dan wanita memiliki garis alur dan lesung pada anus
yang berkembang dengan baik, sakrum normal, otot sfingter yang cukup,
dan garis yang mengelilingi bagian bokong dengan baik, dan juga
minimal terjadinya kelainan pada saluran kemih dan neurologi.(Phaidas
and Pena, 1997)
2. Rectrourethralfistula
Rectourethral fistula adalah kerusakan dengan karakteristik dengan rektum
terhubung dengan bagian posterior dari uretra di segmen atas maupun
bawah. Umumnya pasien dengan bulbar fistulamemiliki mekanisme sfingter
yang substansial, sakrum yang normal, garis tengah yang menonjol, dan
terbentuknya lesung anus yang baik. Hal yang mencolok terjadi pada pasien
pria dengan rectoprostatic urethral fistula memiliki garis tengah yang lebih
rata, terbentuk lesung anus yang jelek.(Phaidas and Pena, 1997). Rectum
dengan tipe rectourethral fistula biasanya dikelilingi oleh otot striated
voluntary yang berbentuk corong yang dipersarafi oleh sacral
plexus(sacral 2, 3, dan 4).
29
3. Rectobladder neck fistul
Pada kasus rectobladder neck fistula kelainan dengan rektum terbuka di
leher kandung kemih. Berbeda dengan rectourethral fistula dengan dinding
yang biasa, pasien dengan rectobladder neck fistula tidak berbagi dengan
dinding yang sama. Pada kelainan ini, rektum terletak di atas otot levator
yang berbentuk corong. Ektopic ureter bisanya terbuka ke kandung kemih
dekat dengan fistula. Perineum biasanya berbentuk rata, terjadi
kekurangan otot perineal, sacrum dystrophic dan biasanya tidak ada.
Penyakit kelainan bawaan lahir ini biasanya diikuti oleh penyakit bawaan
lainnya.(Phaidas and Pena, 1997)
4. Imperforate anus tanpa fistula
Pada imperforate anus tanpa fistula, rektum berakhir pada 2 cm dari kulit
perineal. Mekanisme sfingter, otot, dan sakrum biasanya ada, dan fungsi
bowel juga diperkirakan baik. Meskipun tidak ada hubungan langsung
antara uretra dan anus, tetapi terdapat dinding yang tipis diantara kedua
struktur tersebut.(Phaidas and Pena, 1997). Pasien bayi dengan jenis
kelamin laki laki sebagian besar memiliki fistula pada uretra, pada
perempuan memiliki vestibula dekat vagina. Beberapa lesi
kompleks.(Lissauer, 2011)
30
volunter, sakrum, dan perineum mendekati normal.(Phaidas and Pena,
1997)
Pada wanita:
a. Rectoperineal fistula
Rectoperitoneal fistula malformasi pada wanita sama dengan halnya pada pria
karena juga dikelilingi oleh kulit. Anus terbuka ke anterior perineal body ke
sfingter eksternal. Tapi terbuka ke bagian posterior vestibula dari vagina. Pasien
ini memiliki lesung anal dan garis bokong yang sempurna. Pada kelainan ini
sakrum normal dan ditemui otot levator. Rektum dan vagina juga terpisah dengan
baik dan juga tidak berbagi dinding yang biasa.(Phaidas and Pena, 1997)
b. Rectovestibular fistula
Rectovestibular fistula ditandai dengan rektum terbuka secara tiba-tiba di
belakang hymen di dalam vestibular vagina. Kelainan ini sering salah didiagnosa
sebagai rectovaginal fistula. Di atas fistula, rektum dan vagian dipisahkan oleh
dinding tipis, biasanya pasien memiliki musculature yang sempurna, sakrum
normal, dan lesung anal.(Phaidas and Pena, 1997)
31
Gambar 7. Klasifikasi malformasi anorektal
4. Klasifikasi Krickenbeck
Kelainan utama Fistula perineal
Fistula rektouretra
Bulbar
Prostatic
Fistula rektovesika
Fistula vestibuler
Kloaka
Tanpa fistula
Stenosis anus
Variasi jarang / regional Pouch colon
Atresia / stenosis rectal
Fistula rektovagina
Fistula tipe H
Lain –lain
2.2.6 Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung
ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara minggu ke-7 dan ke-10 dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga dapat terjadi karena kegagalan
32
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak adanya
pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan feses tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
2.3.7 Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
a. Bayi kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan
adalah letak rendah
d. Pada inspeksi ditemukan Flat "botytom" atau flat perineum, ditandai dengan
tidak adanya garis anus dan anal dimple. Ini mengindikasikan bahwa pasien
memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan
malformasi anorektal letak tinggi. Tanda pada perineum yang ditemukan pada
pasien dengan malformasi anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium
pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan
adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium).
2. Pemeriksaan penunjang
a. Biopsy hisap rectum
Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak adanya sel
ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa, dan adanya serabut saraf
yang menebal.
Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.
Invertogram
Invertogram pada posisi lateral dengan pinggul sedikit difleksikan dapat memberikan
informasi yang akurat mengenai adanya anomali. Marker yang dijadikan tanda untuk
menentukan adanya anomali yaitu Pubis Coccyx Line (PC Line) dan I point (Puncak
ischium) yang ada hubungannya dengan gambaran dark air shadow pada usus terminal.
Apabila dark air shadow melewati I point menunjukkan anomali letak rendah,
sedangkan jika dark air shadow melewati PC line tetapi belum mencapai I point maka
menunjukkan anomali intermediate. Namun bila gambaran dark air shadow belum
mencapai PC Line maka menunjukkan anomali letak tinggi
33
Prone cross-table lateral view
Bayi dalam posisi genupectoral yaitu badan telungkup dengan pinggul tertekuk kearah
atas selama 3 menit. Radiografi prone lateral yang berpusat di trochanters mayor yang
memiliki beberapa keuntungan yaitu posisi yang nyaman untuk bayi dibandingkan
dengan invertogram.
UltrasonographyPemeriksaan
USG digunakan untuk mengetahui jarak dari pouch hingga perineal (pouch
perineal distance). Hal ini dapat dilakukan melalui transperineal atau
infracoccygeal. Apabila melalui Infracoccygeal dapat langsung menunjukkan
puborectalis dengan gambaran hypoechoic berbentuk U (U-shaped band)
CT dan MRI pelvis digunakan untuk mengevaluasi keadaan struktur otot dasar
panggul dan pouch sebelum dan sesudah operasi. Pemeriksaan ini juga dapat
menentukan lokasi fistula dengan tepat serta hubungannya dengan otot dasar
panggul. MRI dan CT juga digunakan untuk menilai perkembangan struktur otot
dasar panggul dari berbagai jenis prosedur operasi. MRI dianggap unggul dari CT
karena menggambarkan jaringan lunak dengan lebih baik dan kurangnya radiasi
34
2.2.7 Penatalaksanaan
A. KOLOSTOMI
B. PSARP
35
Penatalaksanaan menuruit Pena:
1. Laki – laki
36
BAB III
KESIMPULAN
37
38