Anda di halaman 1dari 41

HIRSCHSPRUNG dan ATRESIA ANI

Oleh :

Ulfah Suci Rachmadini 1710070100109

Preseptor :
dr. Khomeini,Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
RUMAH SAKIT ISLAM SITI RAHMAH PADANG
2023

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada


Allah dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad, berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas case report dengan judul
“Hirschsprung dan Atresia Ani” yang merupakan salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik senior bagian Bedah RSI Siti Rahmah Padang Fakultas
Kedokteran Universitas Baiturrahmah.

Dalam usaha penyelesaian tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih


yang sebesar-besarnya kepada dr. Khomeini,Sp.B selaku pembimbing dalam
penyusunan tugas ini.
Kami menyadari bahwa didalam penulisan ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan
kritik yang membangun guna penyempurnaan tugas ini. Akhir kata, semoga referat
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 LatarBelakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan Umum .......................................................................... 2
1.2.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 2
1.3 Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
2.1 Anatomi...................................................................................... 3
2.2 Hirschpung Disease .................................................................... 7
2.3 Atresia Ani ................................................................................. 23
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 21

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion


di pleksus myenterikus (auerbach’s) dan submukosa (meissner’s). penyakit
hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi terjadinya
penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga
penyakit hirschprung dan pada pasien penderita down syndrome. Kebanyakan
anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi intestinal atau konstipasi
berat selama periode neonatus, mekonium terlambat >24 jam dan distensi abdomen
dan nilious emesi.

Malformasi anorectal atau atresia ani atau anus imperforata adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya
agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Malformasi anorectal diklasifikasikan
menurut teori sthephens berdasarkan garis pubococcygeal dan menurut teori pena.

Pada tahun 1888 Hirschsprung melaporkan dua kasus bayi meninggal


dengan perut gembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa feses.
Penyakit ini disebut megakolon kongenitum dan merupakan kelainan yang tersering
dijumpai sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus. Pada penyakit ini pleksus
mienterikus tidak ada, sehingga bagian usus yang bersangkutan tidak dapat
mengembang.1 HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit
Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat
kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang
dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta.3

Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi
dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik
pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.2

1
1.1 Tujuan Penulisan
1.1.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang invaginasi.
1.1.2 Tujuan Khusus
Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan hirschpung dan malformasi
norektal
1.2 Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi mengenai malformasi norektal,
hirschpung
2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang
malformasi anorektal, hirschpung
3. Untuk memenuhi tugas Referat kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu
Bedah RS Islam Siti Rahmah Padang 2023

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 HIRSCHPUNG DISEASE

Usus Besar Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang
sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani,
diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar
2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus
besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rectum. Pada sekum terdapat katup ileosekal
dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menepati sekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ilosekal mengontrol aliran kimus dari ileum
ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan
sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen
kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatica dan fleksura lienalis.

Gambar 1. Letak anatomis usus besar di rongga abdomen

Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk-S. lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu
membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rectum, yang menjelaskan
alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema. Pada posisi
ini, gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum ke fleksura sigmoid. Bagian
utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari kolon
sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rectum
dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfinter ani eksternus dan internus.
Panjang rectum dan kanalis ani sekitar (5,9 inci (15 cm).

3
Usus besar memiliki empat lapis morfologik seperti juga bagian usus lainnya.
Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khs pada usus besar saja. Lapisan otot
longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang
dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rectum
mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang tenia lebih pendek
daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan terkerut membenutuk
kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra. Pendises eipploika adalah
kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang
taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus
halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kriptus Lieberkuhn (kelenjar
intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada
usus halus.

Gambar 2. (a) Struktur makroskopis usus besar (b) perdarahan usus besar

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan dengan
suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan
bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dupertiga proksimal kolon transversum),
dan arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian
proksimal rectum). Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteri
sakralis media dan artera hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari
arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.

4
Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena mesenterika
superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari system
portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior,
sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam
vena-vena ini dan mengakibatkan hemoroid.

Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom dengan


perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control voluntar. Serabut
parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan
saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai bagian distal. Serabut
simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus untuk mencapai
kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi,
serta perangsangan sfingter rectum, sedangkan perangsangan parasimpatis
mempunyai efek yang berlawanan. Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus
terdiri dari 3 pleksus : (1) Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler
dan longitudinal, (2) Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler,
(3) Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa. Pada penderita penyakit
Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.

Gambar 3. Persarafan Sistem Pencernaan

5
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proximal; dikelilingi
oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi
rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan
depan.

Gambar 4. Strutur Anatomis Rektum

Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis
(N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis
(N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh N.
sakralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan
m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum.

Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh N. N. splanknikus (parasimpatis).


Akibatnya kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N.
splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).

6
2.1.2 DEFINISI

Penyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion


di pleksus myenterikus (auerbach’s) dan submukosa (meissner’s).

2.1.3 INSIDENSI

Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi


terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat
keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome. 1,4
Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon
transversum pada 17% kasus.

Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya


penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai
17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada
anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh
ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien
mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu
laporan menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena
yang kebanyakan mengalami long segment aganglionosis.

2.1.3 ETIOLOGI

Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf


parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak
ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.

A) Ketiadaan sel-sel ganglion


Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan
pleksus myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda
patologis untuk Hirschsprung’s disease. Okamoto dan Ueda
mempostulasikan bahwa hal ini disebabkan oleh karena kegagalan migrasi
dari sel-sel neural crest vagal servikal dari esofagus ke anus pada minggu
ke 5 smpai 12 kehamilan. Teori terbaru mengajukan bahwa neuroblasts
mungkin bisa ada namun gagal unutk berkembang menjadi ganglia dewasa
yang berfungsi atau bahwa mereka mengalami hambatan sewaktu

7
bermigrasi atau mengalami kerusakan karena elemen-elemen didalam
lingkungn mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor yang dapat
mengganggu migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel
ini mingkin terletak pada genetik, immunologis, vascular, atau mekanisme
lainnya.
B) Mutasi pada RET Proto-oncogene
Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom
10q11.2, telah ditemukan dalam kaitannya dengan Hirschsprung’s disease
segmen panjang dan familial. Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya
sinyal pada tingkat molekular yang diperlukan dalam pertubuhan sel dan
diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya yang rentan untuk Hirschsprung’s
disease adalah endothelin-B receptor gene (EDNRB) yang berlokasi pada
kromososm 13q22. sinyal darigen ini diperlukan untuk perkembangan dan
pematangan sel-sel neural crest yang mempersarafi colon. Mutasi pada gen
ini paling sering ditemukan pada penyakit non-familial dan short-segment.
Endothelian-3 gene baru-baru ini telah diajukan sebagai gen yang rentan
juga. Defek dari mutasi genetik ini adalah mengganggu atau menghambat
pensinyalan yang penting untuk perklembangan normal dari sistem saraf
enterik. Mutasi pada protooncogene RET adalah diwariskan dengan pola
dominan autosom dengan 50- 70% penetrasi dan ditemukan dalam sekitar
50% kasus familial dan pada hanya 15-20% kasus spordis. Mutasi pada gen
EDNRB diwariskan dengan pola pseudodominan dan ditemukan hanya
pada 5% dari kasus, biasanya yang sporadis.
C) Kelainan dalam lingkungan
Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat
mencegah migrasi sel-sel neural crest normal ataupun diferensiasinya.
Suatu peningkatan bermakna dari antigen major histocompatibility complex
(MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada segmen aganglionik dari usus
pasien dengan Hirschsprung’s disease, namun tidak ditemukan pada usus
dengan ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu mekanisme
autoimun pada perkembangan penyakit ini.

8
D) Matriks Protein Ekstraseluler
Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel
dan pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins
laminin dan kolagen tipe IV yang tinggi dalam matriks telah ditemukan
dalam segmen usus aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini
didalam usus dapat mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan
memiliki peranan dalam etiologi dari Hirschsprung’s disease.

2.1.4 PATOGENESIS

Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon
dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang
normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu
terdapat dibagian distal rectum. 1 Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya
gelombang propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter
anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau
disganglionosis pada usus besar.2

Gambar 5. Gambaran segmen aganglion pada Morbus Hirschprung

Hipoganglionosis

Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area


hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis
adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal
dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah

9
plexus myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai
sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon.

Imaturitas dari sel ganglion

Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki
sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase. Sehingga tidak terjadi
diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel
ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH).
Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel
ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh
selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan
hipoganglionosis.

Kerusakan sel ganglion

Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari


vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi
Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti
Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang
inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara
Swenson, Duhamel, atau Soave.

Tipe Hirschsprung’s Disease;

Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena.

Tipe Hirschsprung disease meliputi:

 Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil
dari rectum.

 Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari
colon.

 Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.

10
 Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum
dan kadang sebagian usus kecil

Gambar 6.

Tipe Hirschsprung Disease berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena

2.1.5 DIAGNOSIS

Anamnesis

Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi pada


neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya mekonium
untuk dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi gejala ini biasanya
ditemukan pada 6% atau 42% pasien. Gejala lain yang biasanya terdapat adalah:
distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor feeding, vomiting. Apabila penyakit
ini terjdi pada neonatus yang berusia lebih tua maka akan didapatkan kegagalan
pertumbuhan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah jika didapatkan periode
konstipasi pada neonatus yang diikuti periode diare yang massif kita harus
mencurigai adanya enterokolitis.

Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan sulit dibedakan dengan
kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor yang harus

11
diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan barium enema akan sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis. Akan tetapi apabila barium enema dilakukan pada
hari atau minggu awal kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit
hirschsprung klasik ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen distal
intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal intestinal.

2.1.6 Gejala klinik

Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak
keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang
signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat
timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis.

Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan
makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi. Penyakit
hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi,
distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis.

Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi


intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu
gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan
muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien dan
sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi
intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau
bulan pertama kehidupan.

Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola


makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat.
Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat konstipasi,
kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan sering dengan
enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala dapat hilang namun
beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada pemeriksaan colok dubur
sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya kosong.

12
Gambar 7. Gambaran klinis pasien dengan Hirschsprung Disease

Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang


berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis dimana
merupakan komplikasi serius dari aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara
penyakit hirschsprung dan enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana beberapa
ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan.

Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit


hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan invasi
bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin dan pertahanan
mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas prostaglandin E1,
infeksi oleh Clostridium difficile atau Rotavirus. Patogenesisnya masih belum jelas
dan beberapa pasien masih bergejala walaupun telah dilakukan colostomy.
Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon yang mengancam jiwa.
Yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu, diare yang menyemprot,
distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada mukosa
yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal ini harus
dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis necrotican. Perforasi
spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit hirschsprung. Ada hubungan erat
antara panjang colon yang aganglion dengan perforasi.

13
2.1.7 Pemeriksaan penunjang

Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan:

1. Barium enema.
Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum
memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon
sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu
diagnosis penyakit hirschprung. 1 Segmen aganglion biasanya berukuran
normal tapi bagian proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami
distensi sehingga pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi
bagian proksimal usus memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi
ditemukan pada bayi yang baru lahir. Radiologis konvensional
menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus kecil dan besar. Ada
beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona transisi. Posisi
pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat dilatasi dari rektum
secara lebih optimal.
Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon ada
tanda yang penting tapi tidak spesifik. Enterokolitis pada Hirschsprung
dapat didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya
kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem,
spasme, ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat
jelas dengan barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada
penyakit Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion,
perlu dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih
tebal

14
Gambar 8. Gambaran Radiologis Morbus Hirschprung
Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long
segmen, sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar
kasus dan kolon mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin
mikrokolon. Yang paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu.
Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska.
Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan
pada semua neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus
besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun.
2. Anorectal
manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit
hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter
ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini
adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena tidak
dilakukan anestesi umum. Metode ini lebih sering dilakukan pada pasien
yang lebih besar dibandingkan pada neonatus. 1
3. Biopsy rectal
merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit
hirschprung. 1,4 Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan
morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy
rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas linea
dentate dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang normal

15
ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus menggunakan
anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal.

Gambar 9. Lokasi pengambilan sampel biopsi pada Morbus


Hirschprung

2.1.8 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan


dengan obstruksi pada distal usus kecil dan kolon, meliputi:

Obstruksi mekanik

 Meconium ileus

o Simple

o Complicated (with meconium cyst or peritonitis)

 Meconium plug syndrome

 Neonatal small left colon syndrome

 Malrotation with volvulus

 Incarcerated hernia

 Jejunoileal atresia

 Colonic atresia

 Intestinal duplication

16
 Intussusception

 NEC

Obstruksi fungsional

 Sepsis

 Intracranial hemorrhage

 Hypothyroidism

 Maternal drug ingestion or addiction

 Adrenal hemorrhage

 Hypermagnesemia

 Hypokalemia

2.1.9 TATALAKSANA

Preoperatif

a. Diet

Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama menderita gizi


buruk disebabkan buruknya pemberian makanan dan keadaan kesehatan yang
disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal. Sebagian besar memerlukan resulsitasi
cairan dan nutrisi parenteral. Meskipun demikian bayi dengan HD yang didiagnosis
melalui suction rectal biopsy danpat diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15
mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperative dan irigasi rectal.

b. Teapi Farmakologi

Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD dimaksudkan


untuk mempersiapkan usus atau untuk terapi komplikasinya. Untuk
mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi rectum dan kolon melalui
serangkaian pemeriksaan dan pemasangan irigasi tuba rectal dalam 24-48 jam
sebelum pembedahan. Antibiotik oral dan intravena diberikan dalam beberapa jam
sebelum pembedahan.

17
Operatif

Tindakan operatif tergantung pada jenis segmen yang terkena.

a. Tindakan Bedah Sementara


Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit
Hirschsprung adalah berupa kolostomi pada usus yang memiliki
ganglion normal paling distal. Tindakan ini dimaksudkan guna
menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai
salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi
adalah menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan
bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita
penyakit Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan
dilakukan anastomosis.

Gambar 10. Teknik pembedahan pada Hirschprung Disease

b. Tindakan Bedah Definitif

1. Prosedur Swenson

Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi
tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit
Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi
dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari
linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam
pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan.

18
Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan
melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum
bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior.

Gambar 11. Teknik pembedahan pada Hirschprung Disease

Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen, melakukan


biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan cara
diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum
diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi
terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah
direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan
pemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-
1 cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan
kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2
lapis jahitan, mukosa dan seromuskuler. Setelah anastomose selesai, usus
dikembalikan ke kavum pelvik/ abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi,
dan kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson dkk,1990).

2. Prosedur Duhamel

Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan


diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik
kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang
aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan

19
dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga
baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud dkk,1997). Prosedur Duhamel asli
memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia
dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila
terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel
diantaranya:

a) Modifikasi Grob (1959) : Anastomosis dengan pemasangan 2 buah klem


melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia;

b) Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler


untuk melakukan anastomose side to side yang panjang;

c) Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan


anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian;

d) Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal


dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni
pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan
pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem
disini lebih dititikberatkan pada fungsi hemostasis.

Gambar 12. Teknik pembedahan dengan prosedur Duhame

20
3. Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein
tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi.
Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah
definitive Penyakit Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur Soave ini
adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik
terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum
yang telah dikupas tersebut.
4. Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana
dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum
pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan
1 lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi,
sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.
2.1.10 Post Operatif

Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary Endorectal pull-
through), pemberian makanan peroral dimulai sedangkan pada bentuk short
segmen, tipikal, dan long segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan
beberapa bulan kemudian baru dilakukan operasi definitif dengan metode Pull
Though Soave, Duhamel maupun Swenson. Apabila keadaan memungkinkan,
dapat dilakukan Pull Though satu tahap tanpa kolostomi sesegera mungkin untuk
memfasilitasi adaptasi usus dan penyembuhan anastomosis. Pemberian makanan
rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah operasi dan pemberian nutisi enteral
secara penuh dimulai pada pertengahan hari ke empat pada pasien yang sering
muntah pada pemberian makanan. Intolerasi protein dapat terjadi selama periode
ini dan memerlukan perubahan formula. ASI tidak dikurangi atau dihentikan.

2.1.11 Komplikasi

Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post


operatif, konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, hasil jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding
dan secara umum berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli.

21
Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana
ileum digunakan sebagai segmen yang di pull-through. 3 Setelah operasi pasien-
pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun
terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala
tersering pada pascaoperasi.

2.1.12 Prognosis

Terdapat perbedaan hasil yang didapatkan pada pasien setelah melalui


proses perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitive. Beberapa peneliti
melaporkan tingkat kepuasan tinggi, sementara yang lain melaporkan kejadian
yang signifikan dalam konstipasi dan inkontinensia. Belum ada penelitian
prospektif yang membandingkan antara masing-masing jenis operasi yang
dilakukan. Kurang lebih 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung
membutuhkan kolostomi permanen untuk memperbaiki inkontinensia.
Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari 90% pasien yang mendapat
tindakan pembedahan mengalami penyembuhan. Kematian akibat komplikasi
dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.

2.2 Malformasi Anorektal


2.2.1 Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu

kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya

agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat

muncul sebagai sindroma VACTERL (Vertebral, Anal, Cardiac,

Tracheoesophagus fistel, Renal, Limb

22
Gambar 5. Atresia Ani

2.2.2 Embriologi
Pada usia kehamilan minggu ketiga terbentuk pembagian foregut, mid gut dan
hindgut. Pada saat ini terbentuk kloaka yang merupakan gabungan antara allantois
di sebelah anterior dan hindgut di sebelah posterior. Pada minggu keenam, terdapat
membrane urorektal yang kemudian memisahkan kloaka menjadi sinus urogenital
di anterior dan kanalis anorektal di posterior. Membran ini terdiri dari lipatan
Tourneaux dari superior ke inferior dan kedua lipatan Rathke dari lateral ke medial.
Membran ini kemudian turun sampai mencapai permukaan kulit membentuk
perineal body. Perineal body memisahkan antara membran urogenital dengan anal
membrane. Atresia ani terbentuk karena kegagalan proses kanalisasi saluran
anorektal sehingga terdapat diafragma yang memisahkan antara saluran anorektal
bagian atas dan bawah. Saluran anorektal yang tidak turun ke tempat anal
membrane yang semestinya melainkan memiliki lubang saluran di perineal body
dinamakan fistula perineal.
Sedangkan pada kelainan embriologi yang lain, saluran anorektal mengalami
kanalisasi tidak ke permukaan kulit melainkan ke arah anterior sampai menyentuh
saluran urogenital sehingga terjadi fistula antara saluran anorektal dan saluran
urogenital. Berdasarkan lokasi anatomisnya, fisula ini dibedakan antara fistula
recto-bladder neck, recto-urethroprostatika dan recto-urethrobulbar. Pada bayi
perempuan, dapat terjadi kegagalan pemisahan kloaka menjadi saluran anorektal

23
dan urogenital yang dinamakan dengan kloaka persisten. Berdasarkan letaknya,
dibedakan antara yang lebih dari 3 cm (long common channel) dan yang kurang
dari 3 cm (short common channel).

Gambar 1. Embriologi pembentukan anus

Gambar 2. Embriologi pembentukan anus

2.2.3 Anatomi
1. Rectum
Rektum mempunyai panjang sekitar 12 cm. Dimulai dari anterior sampei ketiga
segmen sacrum dan berakhir di puncak prostat atau sampai seperempat bagian
bawah vagina, menuju ke kanal anus. Rektum berbentuk lurus ke bawah pada
mamalia, rektum melengkung pada manusia sehingga dapat masuk dengan tepat di
lubang sakral. Selain itu, rektum juga memiliki 3 rangkaian lekukan lateral, dibatasi

24
oleh katup Houston, menghadap ke arah kiri, kanan dan kiri dari atas kebawah.
Anatomi rektum dapat dilihat pada gambar

2. kanalis ani
Panjang kanalis ani kurang lebih 4 cm menuju ke bawah dan ke belakang dari
sambungan anorektal. Anterior dari kanalis ani pada laki-laki terdapat bangunan
perineal body yang memisahkan antara kanalis ani dengan otot tranversus perinei,
membrana urethrae dan bulbus penis. Sedangkan pada perempuan perineal body ini
memisahkan kanalis ani dengan sepertiga inferior vagina. Posterior kanalis ani
berhubungan dengan anococcygeal body yang merupakan anyaman pada jaringan
fibrosa yang membentang antara kanalis ani dengan tulang coccygeus, dan
kemudian ke atas menyatu dengan rafe media dari otot levator ani. Pada kedua sisi
kanalis ani, otot puborektalis (levator ani) memisahkan kanalis ani dari fossa
Ischiorectalis.

Gambar 3. Kanalis ani


3. Sistem otot
Otot dasar pelvis terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian posterior disebut
sebagai otot diafragmatik dan bagian anteromedial disebut sebagai kelompok
puboviseral. Otot diafragmatik berasal dari membran obturator dan ischium sampai
ke spina ischiadica kemudian berlanjut ke medial dan ke bawah masuk ke rafe
anokoksigeal, serat anterior berlanjut ke serat posterior membentuk suatu lembaran
otot dengan otot kontralateral. Rafe anokoksigeal berjalan ke bawah dan ke depah

25
dari perlekatan di sakrum dan tulang koksigeus menuju otot sfingter internus dan
puborectal sling complex masuk ke kanalis ani melalui mucocutaneus junction.
Kelompok puboviseral berasal dari bagian belakang pubis berjalan turun ke medial
dan ke belakang masuk ke visera pelvis dan perineal body. Pada lakilaki kelompok
otot ini terdiri dari otot pubouretralis dan puboperineus. Sedangkan pada
perempuan terdiri dari pubovaginalis dan puboperineus. Di bagian posterior
kelompok otot ini masuk ke kanalis ani dan perianal membentuk otot puboanatis.
Otot levator ani membentuk diafragma pelvis serta sebagai bagian atas dari
kanalis ani, sedangkan sebagai dasarnya adalah otot sfingter ani eksternus. Antara
otot levator ani dan sfingter ani internus disebut sebagai muscle complex atau
vertical fibre. Secara rinci kanalis ani terdiri dari otot ischicoccygeus,
ileococcygeus, pubococcygeus, otot sfingter eksternus superfisialis dan profunda.
Sedangkan yang berfungsi sebagai sfingter internus pada individu normal adalah
ketebalan lapisan sirkulerdari otot Involunter usus di sekitar anorektal.

Gambar 4. Otot diafragmatika pelvis


2.2.4 Fungsi anorectal
1. Motilitas kolon
Motilitas kolon yaitu gelombang peristaltik diganti oleh adanya gerakan masa
feses yang propulsif di sepanjang kolon. Motilitas kolon diatur oleh aktivitas listrik
miogenik yang diperantarai oleh pesarafan intrinsik dan pleksus myenterikus.
Sebaliknya hal ini juga dirangsang oleh inervasi ekstrinsik dan refiek humoral

26
seperti gastrokolik dan ileokolik. Motilitas kolon berfungsi untuk absorbsi cairan
dan pendorongan masa pada waktu defekasi.
2. Kontinensia
Kontinensia adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dan hal ini sangat
tergantung pada konsistensi feses, tekanan dalam anus, tekanan rektum serta sudut
anorektal. Feses yang cair sulit dipertahankan dalam anus. Kontinensia diatur oleh
mekanisme volunter dan involunter yang menjaga hambatan secara anatomis dan
fisiologis jalannya feses ke rektum dan anus. Penghambat terbesar secara fisiologis
adalah sudut antara anus dan rektum yang dihasilkan oleh otot levator ani bagian
puborektal anterior dan superior, dan otot ini berkontraksi secara involunter.
3. Defekasi
Pada bayi baru lahir defekasi bersifat otonom, tetapi dengan perkembangan
maturitas, defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke rektum
kadang dicetuskan juga oleh rangsang makanan terutama pada bayi. Apabila rektum
terisi feses maka akan dirasakan oleh rektum sehingga menimbulkan keinginan
untuk defekasi.
2.2.5 Klasifikasi Malformasi Anorektal
Klasifikasi malformasi anorectal telah ada sejak dahulu dan pada tahun 1835,
Amussat membagi atresia ani menjadi, anus yang menyempit, anal membran,
rectum yang tertutup oleh septum atau membrane, atresia ani, dan fistula rektalis.
1. Berdasarkan letak
Sthephens membagi malformasi anorectal menjadi letak tinggi dan letak rendah.
Klasifikasi ini dibagi berdasarkan letak rectum paling distal terhadap otot
puborektalis, yaitu berdasarkan garis pubococygeal (PC Line). PC line adalah garis
yang menghubungkan antara titik tengah pubis dan bagian paling inferior dari
sacrum, yang dinilai pada foto lateral pelvis (invertogram). Lesi diatas PC line
termasuk letak tinggi, dan dibawah PC line termasuk letak rendah.

27
Gambar 6. Klasifikasi letak atresia berdasarkan garis PC dan I.
2. Klasifikasi wingspread
Letak malformasi Laki - laki Perempuan
anorektal
Tinggi 1. Agenesis anorectal 1. Agenesis anorectal
a. Fistula rektovesika a. Fistula rektovagina
b. Tanpa fistula b. Tanpa fistula
2. Atresia rektalis 2. Atresia rektalis
Intermediet 1. Fistula rektourethra 1. Fistula rektovestibuler
2. Agenesis anus tanpa 2. Fistula rektovagina
fistula 3. Agenesis anus tanpa
fistula
Rendah 1. Fistula perineal 1. Fistula anovestibuler
2. Stenosis anus 2. Fistula anokutan
3. Stenosis anus
Lain – lain Malformasi yang jarang Kloaka
Malformasi yang jarang

28
3. Klasifikasi Pena

Pada pria:

1. Perineal fistula
Perineal fistula adalah kelainan tipe yang rendah. Bagian paling bawah
dari rektum terbuka di perineum anterior dan menuju ke tengah sfingter
eksternal. Bagian yang lebih proksimal dari rektum tetap didalam otot
dari sfingter. Subepithelial fistula dapat ditemui disepanjang garis rafe
dari skrotum ke penis. Mungkin mekonium juga dapat terlihat pada jejak
fistula. Pasien pria dan wanita memiliki garis alur dan lesung pada anus
yang berkembang dengan baik, sakrum normal, otot sfingter yang cukup,
dan garis yang mengelilingi bagian bokong dengan baik, dan juga
minimal terjadinya kelainan pada saluran kemih dan neurologi.(Phaidas
and Pena, 1997)
2. Rectrourethralfistula
Rectourethral fistula adalah kerusakan dengan karakteristik dengan rektum
terhubung dengan bagian posterior dari uretra di segmen atas maupun
bawah. Umumnya pasien dengan bulbar fistulamemiliki mekanisme sfingter
yang substansial, sakrum yang normal, garis tengah yang menonjol, dan
terbentuknya lesung anus yang baik. Hal yang mencolok terjadi pada pasien
pria dengan rectoprostatic urethral fistula memiliki garis tengah yang lebih
rata, terbentuk lesung anus yang jelek.(Phaidas and Pena, 1997). Rectum
dengan tipe rectourethral fistula biasanya dikelilingi oleh otot striated
voluntary yang berbentuk corong yang dipersarafi oleh sacral
plexus(sacral 2, 3, dan 4).

29
3. Rectobladder neck fistul
Pada kasus rectobladder neck fistula kelainan dengan rektum terbuka di
leher kandung kemih. Berbeda dengan rectourethral fistula dengan dinding
yang biasa, pasien dengan rectobladder neck fistula tidak berbagi dengan
dinding yang sama. Pada kelainan ini, rektum terletak di atas otot levator
yang berbentuk corong. Ektopic ureter bisanya terbuka ke kandung kemih
dekat dengan fistula. Perineum biasanya berbentuk rata, terjadi
kekurangan otot perineal, sacrum dystrophic dan biasanya tidak ada.
Penyakit kelainan bawaan lahir ini biasanya diikuti oleh penyakit bawaan
lainnya.(Phaidas and Pena, 1997)
4. Imperforate anus tanpa fistula
Pada imperforate anus tanpa fistula, rektum berakhir pada 2 cm dari kulit
perineal. Mekanisme sfingter, otot, dan sakrum biasanya ada, dan fungsi
bowel juga diperkirakan baik. Meskipun tidak ada hubungan langsung
antara uretra dan anus, tetapi terdapat dinding yang tipis diantara kedua
struktur tersebut.(Phaidas and Pena, 1997). Pasien bayi dengan jenis
kelamin laki laki sebagian besar memiliki fistula pada uretra, pada
perempuan memiliki vestibula dekat vagina. Beberapa lesi
kompleks.(Lissauer, 2011)

Pada paasien dengan anus imperforata, membran anus mengalami


kegagalan melewati mekonium, dan dijumpai pembesaran membran
berwarna kehijauan di lubang anus. Setelah penanganan, bowel dan sfingter
normal.(Jr, 2007)

5. Rectal atresia dan stenosis


Pada kasus rectal atresia dan stenosis, rektum berakhir secara tiba
tiba(atresia) atau secara terpisah terhubung dengan distal kanal anal
(stenosis). Secara khas pasien memiliki anus yang terlihat normal dan
berakhir 1-2 cm dari kulit perineal. Atresia atau stenosis biasanya terjadi
pada saat embriologi pertemuan antara kanal anal dengan rektum. Kedua
struktur dipisahkan dengan membran yang tipis atau pembalut berserat.
Setelah penanganan, kontinensi dan sensasi biasanya sempurna. Otot

30
volunter, sakrum, dan perineum mendekati normal.(Phaidas and Pena,
1997)

Pada wanita:

a. Rectoperineal fistula
Rectoperitoneal fistula malformasi pada wanita sama dengan halnya pada pria
karena juga dikelilingi oleh kulit. Anus terbuka ke anterior perineal body ke
sfingter eksternal. Tapi terbuka ke bagian posterior vestibula dari vagina. Pasien
ini memiliki lesung anal dan garis bokong yang sempurna. Pada kelainan ini
sakrum normal dan ditemui otot levator. Rektum dan vagina juga terpisah dengan
baik dan juga tidak berbagi dinding yang biasa.(Phaidas and Pena, 1997)

Pasien dengan rectovaginal fistula biasanya ditandai dengan adanya kejadian


buang angin melalui vagina dan berbagai derajat inkontinen. Peristiwa tersebut
sangat mengganggu dan memalukan bagi pasien. Terbukanya vagina atau rektum
dapat dilihat atau dipalpasi pada pemeriksaan vagina.(Friedman et al., 2003)

b. Rectovestibular fistula
Rectovestibular fistula ditandai dengan rektum terbuka secara tiba-tiba di
belakang hymen di dalam vestibular vagina. Kelainan ini sering salah didiagnosa
sebagai rectovaginal fistula. Di atas fistula, rektum dan vagian dipisahkan oleh
dinding tipis, biasanya pasien memiliki musculature yang sempurna, sakrum
normal, dan lesung anal.(Phaidas and Pena, 1997)

c. Anus Imperforata tanpa fistula dan rectal atresia dan stenosis


Imperforate anus tanpa fistula dan rectal atresia dan malformasi stenosis memiliki
anatomi, diagnosa, terapi, dan prognosis implikasi yang mirip pada wanita dan
pria. Anus impeforata tanpa fistula sangat tinggi terjadi pada wanita jika
dibandingkan dengan pria.(Phaidas and Pena, 1997).

31
Gambar 7. Klasifikasi malformasi anorektal
4. Klasifikasi Krickenbeck
Kelainan utama Fistula perineal
Fistula rektouretra
Bulbar
Prostatic
Fistula rektovesika
Fistula vestibuler
Kloaka
Tanpa fistula
Stenosis anus
Variasi jarang / regional Pouch colon
Atresia / stenosis rectal
Fistula rektovagina
Fistula tipe H
Lain –lain

2.2.6 Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung
ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara minggu ke-7 dan ke-10 dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga dapat terjadi karena kegagalan

32
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak adanya
pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan feses tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
2.3.7 Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
a. Bayi kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan
adalah letak rendah
d. Pada inspeksi ditemukan Flat "botytom" atau flat perineum, ditandai dengan
tidak adanya garis anus dan anal dimple. Ini mengindikasikan bahwa pasien
memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan
malformasi anorektal letak tinggi. Tanda pada perineum yang ditemukan pada
pasien dengan malformasi anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium
pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan
adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium).

2. Pemeriksaan penunjang
a. Biopsy hisap rectum
 Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak adanya sel
ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa, dan adanya serabut saraf
yang menebal.
 Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.
 Invertogram
Invertogram pada posisi lateral dengan pinggul sedikit difleksikan dapat memberikan
informasi yang akurat mengenai adanya anomali. Marker yang dijadikan tanda untuk
menentukan adanya anomali yaitu Pubis Coccyx Line (PC Line) dan I point (Puncak
ischium) yang ada hubungannya dengan gambaran dark air shadow pada usus terminal.
Apabila dark air shadow melewati I point menunjukkan anomali letak rendah,
sedangkan jika dark air shadow melewati PC line tetapi belum mencapai I point maka
menunjukkan anomali intermediate. Namun bila gambaran dark air shadow belum
mencapai PC Line maka menunjukkan anomali letak tinggi

33
 Prone cross-table lateral view
Bayi dalam posisi genupectoral yaitu badan telungkup dengan pinggul tertekuk kearah
atas selama 3 menit. Radiografi prone lateral yang berpusat di trochanters mayor yang
memiliki beberapa keuntungan yaitu posisi yang nyaman untuk bayi dibandingkan
dengan invertogram.

 UltrasonographyPemeriksaan

USG digunakan untuk mengetahui jarak dari pouch hingga perineal (pouch
perineal distance). Hal ini dapat dilakukan melalui transperineal atau
infracoccygeal. Apabila melalui Infracoccygeal dapat langsung menunjukkan
puborectalis dengan gambaran hypoechoic berbentuk U (U-shaped band)

 Computer Tomography dnan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

CT dan MRI pelvis digunakan untuk mengevaluasi keadaan struktur otot dasar

panggul dan pouch sebelum dan sesudah operasi. Pemeriksaan ini juga dapat

menentukan lokasi fistula dengan tepat serta hubungannya dengan otot dasar

panggul. MRI dan CT juga digunakan untuk menilai perkembangan struktur otot

dasar panggul dari berbagai jenis prosedur operasi. MRI dianggap unggul dari CT

karena menggambarkan jaringan lunak dengan lebih baik dan kurangnya radiasi

34
2.2.7 Penatalaksanaan

Berdasarkan algoritma penegakan atresia ani dari Pena, penatalaksanaan


awal tergantung dari jenis kelainan, letak, dan ada tidaknya fistula. ada beberapa
macam metode operasi yaitu abdominoperineal pullthrough, perineal,
sacroperineal dan posterosagittal anorectoplasty. Penatalaksanaan atresia ani yang
sekarang banyak dilakukan adalah metode posterosagittal anorectoplasty. Pena
menganjurkan penanganan disesuaikan dengan algoritma yang ada, misalkan pada
bayi perempuan dengan atresia ani yang disertai fistula, bila didapatkan fistula
perineal langsung dilakukan posterosagittal anoplasty (PSAP) atau disebut juga
minimal PSARP tanpa kolostomi, sedang bila ditemukan fistula rektovaginal atau
rektovestibuler harus dikerjakan kolostomi dulu.

A. KOLOSTOMI

Tindakan kolostomi merupakan upaya dekompresi, diversi, sebagai proteksi


terhadap penatalaksanaan atresia ani sampai tahap akhir. Tindakan kolostomi ini
juga memungkinkan dilakukannya prosedur kolostogram distal yang merupakan
prosedur diagnostik akurat untuk memberikan gambaran anatomis secara lengkap
terhadap kelainan ini. Menurut Pena dilakukannya operasi definitif atresia ani tanpa
dilakukan kolostomi tedebih dahulu akan meningkatkan resiko infeksi dan tidak
dapat menggambarkan anatomi secara lengkap. Infeksi dan dehisensi masih
merupakan komplikasi yang serius yang akan berpengaruh terhadap mekanisme
kontinensia.

B. PSARP

Metode posterosagittal anorectoplasty, selanjutnya disebut PSARP,


diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini memberikan
beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria
maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar pelvis, pelvik sling dan
sfingter. Macam PSARP adalah minima/, limited, dan full PSARP.

35
Penatalaksanaan menuruit Pena:
1. Laki – laki

Gambar 9. Diagnosis serta manajemen malformasi anorectal pada laki –


laki
2. Perempuan

Gambar 10. Diagnosis serta manajemen malformasi anorectal pada


perempuan

36
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan penelusuran literatur tersebut dapat disimpulkan beberapa hal


sebagai berikut: Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana
tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Sembilan puluh
persen (90%) terletak pada rectosigmoid. Penyakit Hirschsprung disebabkan karena
kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal.

Dasar patofisiologi karena tidak adanya gelombang propulsive dan


abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan
aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar.
Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena
meliputi:Ultra short segment, Short segment, Long segment, Very longs segment.

Gejala kardinalnya yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama


kehidupan, distensi abdomen dan muntah. Pemeriksaan penunjang diantaranya
Barium enema, Anorectal manometry dan Biopsy rectal sebagai gold
standard.Tatalaksana operatif dengan cara tindakan bedah sementara dan bedah
definitive (Prosedur Swenson, Duhamel, Soave dan Rehbein) 8. Komplikasi utama
adalah enterokolitis post operatif, konstipasi dan striktur anastomosis. 9. Prognosis
baik. Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari 90% pasien yang mendapat
tindakan pembedahan mengalami penyembuhan.

37
38

Anda mungkin juga menyukai