HEMATOTORAKS
Oleh:
Rahmad Ari Wibowo 1610070100059
Preseptor:
dr. Irsal Munandar, SpB
KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
BAGIAN BEDAH RSUD M.NATSIR
2021
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iii
BAB 1................................................................................................................................1
1.1 Pendahuluan.......................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................2
1.3 Batasan Masalah.................................................................................................2
1.4 Metode Penulisan...............................................................................................2
BAB 2................................................................................................................................3
2.1 Anatomi Thoraks................................................................................................3
2.2 Fisiologi Sistem Pernapasan...............................................................................4
2.3 Hematotoraks.....................................................................................................7
2.4 Etiologi.............................................................................................................10
2.5 Epidemiologi....................................................................................................10
2.6 Patofisiologi.....................................................................................................10
2.7 Manifestasi Klinis.............................................................................................12
2.8 Diagnosis..........................................................................................................12
2.9 Tatalaksana.......................................................................................................14
2.10 Prognosis..........................................................................................................15
BAB 3 Laporan kasus..................................................................................................16
BAB 4 Penutup............................................................................................................22
4.1 Kesimpulan......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................23
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 (a) Anterior view dinding thoraks. (b). Posterior view dari dinding
thoraks … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 4
Gambar 2. 2 Skematik anatomi dinding dada…………………………………….5
Gambar 2. 3 Klasifikasi Hemotoraks…………………………………………………..9
Gambar 2. 4 Chest X-ray Hemotoraks Dextra……………………………………….14
Gambar 2. 5 CT-Scan Hemotoraks……………………………………………....14
Gambar 2. 6 USG Toraks pada pasien Hemotoraks……………………………..15
Gambar Foto Cairan……………… …………………………………………………19
Gambar Rontgen thoraks Pasien……………….……………………………………..20
Gambar Rontgen Ekstermitas Superior Pasien…………………………………..21
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Sistem pernapasan adalah salah satu sistem penting dalam tubuh manusia
karena saat bernapas tubuh manusia menghirup oksigen yang sangat
berfungsi sebagai gas kehidupan pada sel dan membuang karbondioksida
yang merupakan zat sisa metabolisme. Oleh karena itu, gangguan apapun
yang terjadi pada sistem ini akan berpengaruh secara sistemik pada sistem-
sistem tubuh lainnya. Terdapat banyak gangguan yang berkemungkinan
terjadi pada system pernapasan, diantaranya yaitu Hemotoraks.1
Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber
perdarahan dapat berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau
pembuluh darah besar. Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai
1500 ml, apabila jumlah perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks
masif.1 Sejauh ini penyebab paling umum dari hematotoraks adalah trauma,
baik trauma yang tidak disengaja, disengaja, atau iatrogenik. Sekitar 150.000
kematian terjadi dari trauma setiap tahun.2
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak
memerlukan intervensi operasi. Hematotoraks akut yang cukup banyak yang
terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar.
Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura,
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan
dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. 3
Berbagai modalitas radiografi mutakhir telah merubah pemakaian
radiografi konvensional dalam menegakkan diagnosis Hematothorax. Oleh
karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami gabaran
radiologi yang khas pada hematothorax sebagai penegakan diagnosis, agar
dapat memberikan penatalaksanaan pada pasien dengan cepat dan tepat.
2
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan case report session ini bertujuan untuk mengetahui
definisi, anatomi, fisiologi sistem pernapasan, etiologi, epidemiologi,
patosisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana dan prognosis
Hematotoraks.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 (a) Anterior view dinding toraks. (b). Posterior view dari dinding
toraks.
4
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan
limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya
sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama ± sama
dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.
Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi
dengan ekspansi paru ± paru normal, hanya ruang potensial yang ada.1
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga
keenam kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung
lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus
frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik.
Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi
paru ± paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.1
5
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.1
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial
antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada
permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi
dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan
sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan
fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi
anatomik saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida
antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida
berdifusi kedalam alveolus.1,4
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total
waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak
total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia,
tetapi tidak diakui sebagai faktor utama.1,4
6
b) Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan
pembuluh darah;
c) Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat
jaringan parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat
ke dinding toraks bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura
terdapat rongga tipis yang normalnya tidak berisi apapun;
d) Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.
2. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke
seluruh sistem jalan napas sampai alveoli.
3. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melaluimembran semipermeabel
pada dinding alveoli (pertukaran gas).
4. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan
oksigennya dan darah venous cukup tersedia untuk digantikan isinya
dengan muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan
tubuh.7
Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni:
a) Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan
diekspirasikan pada setiap pernapasan normal;
b) Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat
diinspirasikan di atas volume tidal normal;
c) Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih
dapat dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu
ekspirasi;
d) Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam
paru- paru setelah melakukan ekspirasi kuat.7
7
thoraks. Selain itu maka kelainan-kelainan dari dinding thoraks menyebabkan
terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi, kelainan-kelainan dalam rongga
thoraks, terutama kelainan jaringan paru, selain menyebabkan berkurangnya
elastisitas paru, juga dapat menimbulkan gangguan pada salah satu/semua
fungsi pernapasan tersebut. 1
2.3 Hemotoraks
Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber
perdarahan dapat berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau
pembuluh darah besar. Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai
1500 ml, apabila jumlah perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks
masif.1 Sejauh ini penyebab paling umum dari hematotoraks adalah trauma,
baik trauma yang tidak disengaja, disengaja, atau iatrogenik. Sekitar 150.000
kematian terjadi dari trauma setiap tahun. Cedera dada terjadi pada sekitar 60%
kasus multiple-trauma. Oleh karena itu, perkiraan kasar dari terjadinya
hematotoraks terkait dengan trauma di Amerika Serikat mendekati 300.000
kasus per tahun. Sekitar 2.086 anak-anak muda Amerika Serikat, berumur 15
tahun dirawat dengan trauma tumpul atau penetrasi, 104 (4,4%) memiliki
trauma toraks. Dari pasien dengan trauma toraks, 15 memiliki
hemopneumothoraks (26,7% kematian), dan 14 memiliki hematotoraks (57,1%
kematian).5,6
Terjadinya hematotoraks biasanya merupakan konsekuensi dari trauma
tumpul, tajam dan kemungkinan komplikasi dari beberapa penyakit. Trauma
dada tumpul dapat mengakibatkan hematotoraks oleh karena terjadinya laserasi
pembuluh darah internal.3 Hematotoraks juga dapat terjadi, ketika adanya
trauma pada dinding dada yang awalnya berakibat terjadinya hematom pada
dinding dada kemudian terjadi ruptur masuk kedalam cavitas pleura, atau
ketika terjadinya laserasi pembuluh darah akibat fraktur costae, yang
diakibatkan karena adanya pergerakan atau pada saat pasien batuk.5
Hemotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :7
1. Hemotoraks Kecil : yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15 %
pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai 300
ml.
8
2. Hemotoraks Sedang : 15 – 35 % tertutup bayangan pada foto rontgen,
perkusi pekak sampai iga VI.jumlah darah sampai 800 ml
3. Hemotoraks Besar : lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai
cranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 ml.
9
menunjukan simptom, diantaranya: Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma
dinding dada, tanda-tanda shok seperti hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral
dingin, tachycardia, dyspnea, hypoxemia, anxiety (gelisah), cyanosis, anemia,
deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena, gerak dan pengembangan rongga dada
tidak sama (paradoxical), penurunan suara napas atau menghilang pada sisi
yang terkena, dullness pada perkusi, adanya krepitasi saat palpasi.6
Tujuan utama tatalaksana dari hematotoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik
adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi
darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.6.7
Trauma toraks atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi
(keluar masuknya udara), kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar
(organ kecil pada paru yang mirip kantong), kegagalan sirkulasi karena
perubahan hemodinamik (sirkulasi darah). Ketiga faktor ini dapat
menyebabkan hipoksia (kekurangan suplai O2) seluler yang berkelanjutan pada
hipoksia jaringan. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan
ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya Adult Respiratory
Distress Syndrome (ARDS), Systemic Inflamation Response Syndrome (SIRS)
dan sepsis. Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma
toraks. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipovolemia (kehilangan darah),
pulmonary ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps
alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratoraks (contoh tension
pneumothoraks, pneumothoraks terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan
oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intratoraks atau
penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi
dari jaringan (syok).8
2.4 Etiologi
Penyebab umum dari hemotoraks adalah trauma toraks. Hemotoraks juga
dapat terjadi pada pasien dengan defek pembekuan darah, operasi toraks atau
10
jantung, infark pulmonal, kanker pleura atau paru, dan tuberkulosis. Selain itu,
penyebab lainnya adalah pemasangan kateter vena sentral dan tabung
torakostomi.8
2.5 Epidemiologi
Untuk menentukan frekuensi populasi dengan hemotoraks secara general
cukup sulit. Hemotoraks kecil dapat dihubungkan dengan fraktur kosta dan
dapat tidak teridentifikasi atau tidak membutuhkan penanganan. Karena
penyebab terbanyak adalah dari trauma, estimasi populasi dapat dilihat dari
statistik trauma. 150.000 kematian karena trauma terjadi setiap tahun. Pada
suatu periode, anak-anak yang mengalami trauma, 4,4% dari jumlah tersebut
mengalami trauma toraks. Mortalitas trauma toraks dengan hemopneumotoraks
adalah 26,7% dan hemotoraks adalah 57,1%. Hemotoraks non-traumatik
memiliki angka mortalitas yang lebih rendah.7,8
2.6 Patofisiologi
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2
area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik
ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.8
Perubahan hemodinamik bervariasi, tergantung pada jumlah perdarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada
seorang pria 70 kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik
yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan
menyebabkan gejala awal syok yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan
tekanan darah.7,8
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL).
Karena rongga pleura seorang pria 70 kg dapat menampung 4 atau lebih liter
darah, perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari
kehilangan darah.7
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
11
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan
ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka
pada dinding dada. Sebuah kumpulan darah yang cukup besar menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.
Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu
tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera,
tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.7,8
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana
hemothorax berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang
sekunder untuk penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut
tidak akut untuk menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea
sering menjadi keluhan utama.8
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-
paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai.8
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein
cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan
osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura
dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga
pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat
berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.8
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri
pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal
ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.8
12
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah nyeri
dada, napas pendek, takikardi, hipotensi, pucat, dingin, dan takipneu. Pasien
juga dapat mengalami anemia sampai syok.7,8
2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik paru, foto toraks,
analisis cairan pleura, torasentesis, USG, dan CT scan. Pada pemeriksaan fisik
paru didapatkan tanda-tanda seperti pada efusi pleura. Pada hemitoraks yang
sakit, pergerakan akan terlihat berkurang. Perkusi pada hemitoraks yang sakit
terdengar redup dan pada auskultasi suara napas menurun atau menghilang
sama sekali.7
1) Chest X-ray : Pada foto toraks juga tampak seperti pada efusi pleura. Pada
kasus trauma tumpul, hemotoraks sering dihubungkan dengan cedera
toraks lainnya yang dapat terlihat pada foto toraks, seperti fraktur kosta
atau pneumotoraks, adanya gambaran hipodense pada rongga pleura di sisi
yang terkena dan adanya mediastinum shift. Chest x-ray sebagi penegak
diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya.8,9
13
Gambar 2.4 Chest X-ray Hemotoraks Dextra
3) USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk
pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.
14
Gambar 2.6 USG toraks pada pasien Hemotoraks
2.9 Tatalaksana
Tujuan terapi adalah agar pasien dalam keadaan stabil, menghentikan
perdarahan, dan mengeluarkan darah dan udara yang ada pada rongga pleura.
Pasien diberikan oksigen, memastikan airway, breathing, dan circulation. Jika
pasien hipotensi, infus diberikan dan dimulai resusitasi cairan yang sesuai
dengan menggunakan Ringer Lactate. Transfusi darah dapat diberikan jika
dibutuhkan.3
Torakostomi atau chest tube adalah terapi utaman untuk pasien dengan
hemotoraks. Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan
paru ke ukuran normal. Torakotomi adalah prosedur pilihan untuk operasi
eksplorasi rongga dada ketika hemotoraks masif atau terjadi perdarahan
persisten. Torakotomi juga dilakukan ketika hemotoraks parah dan chest tube
tidak dapat mengontrol perdarahan. Torakotomi dilakukan bila perdarahan >
200 ml/jam dan tidak ada tanda-tanda perdarahan berkurang.3
Fibrinolysis intrapleural digunakan untuk mengevakuasi hemotoraks
residual dalam kasus dimana drainase dengan torakostomi inisial tidak adekuat.
Dosis yang digunakan adalah streptokinase (250.000 IU) atau urokinase
(100.000 IU) dalam 100 ml saline steril. Dalam studi mengenai penggunaan
fibrinolysis intrapleural dalam kasus hemotoraks clotted traumatic, dengan
memasukkan agen fibrinolysis secara harian dalam jangka waktu 2-15 hari,
memberikan hasil penyembuhan sebanyak 92%.7
15
2.10 Prognosis
Prognosis umum pada pasien dengan hemotoraks cukup baik. Mortalitas
berhubungan dengan berat ringannya cedera pada trauma toraks. Empyema
dapat terjadi pada 5% kasus, sedangkan fibrotoraks dapat terjadi pada 1%
kasus. Prognosis jangka pendek dan jangka panjang pada pasien dengan
hemotoraks non-traumatik bergantung pada penyebab hemotoraks.3
16
BAB III
PEMBAHASAN
1. Identitas Pasien
- Nama : Tn.J
- Umur : 17 Tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Alamat : Bukik Sileh
- Tanggal masuk : 22 April 2021
- Tanggal pemeriksaan : 26 April 2021
2. Anamnesis
Keluhan utama
Nadi : 82x/menit
Akral hangat
CRT < 2 detik
- Disability : GCS 15 ( E4 M6 V5)
- Exposure : Tampak luka lecek pada lengan kanan
Secondary survey
- Pasien laki-laki usia 17 tahun datang ke IGD RSUD M.Natsir karena
kecelakaan lalu lintas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit, saat
kejadian pasien tidak memakai helm dan mekanisme jatuh tidak
diketahui.
- Pasien mengeluhkan nyeri dada dan nyeri pada lengan kanan, nyeri
dirasakan tidak menjalar ke bagian tubuh lainnya.
- Sesak napas (+)
17
- Mual, muntah (-)
- Demam (-)
- Batuk (-)
- Tidak ada BAB selama 4 hari
- Riwayat tidak sadarkan diri (-)
Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit Paru (-)
- Riwayat penyakit Diabetes melitus (-)
- Riwayat penyakit Hipertensi (-)
- Riwayat penyakit Jantung (-)
- Riwayat penyakit Ginjal (-)
Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat penyakit Paru (-)
- Riwayat penyakit Diabetes melitus (-)
- Riwayat penyakit Hipertensi (+)
- Riwayat penyakit Jantung (-)
- Riwayat penyakit Ginjal (-)
Pemeriksaan fisik
Status generalisata
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis kooperatif
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,8 c
Nadi : 82x/menit
VAS :5
- Kepala : normochepale, rambut hitam tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
- Hidung : secret tidak ada, perdarahan tidak ada
- Telinga : secret tidak ada, perdarahan tidak ada
- Mulut : bibir tidak sianosis, mukosa tidak pucat
18
- Leher : tidak ada pembesaran KGB dan kelenjar tiroid
- Thoraks :
a) Paru :
Inspeksi : Terpasang Water Seal Drainage, dada
sebelah kanan tampak cembung, saat inspirasi pergerakan
dinding dada bagian kanan tertinggal
Palpasi : Fremitus suara melemah pada sisi kanan
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi : Vesikuler lapang paru kanan berkurang
dibanding kiri, wheezing (-/-), ronki (-/-)
b) Jantung :
Inspirasi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Reguller, murmur(-), gallop(-)
- Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), sikatrik (-), venektasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan(-), nyeri lepas (-)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+)
- Genitalia : Dalam batas normal
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik
Status lokalis
Regio Brachii dextra
Pergerakan terbatas disertai rasa nyeri
Bengkak (+), hiperemis (+), krepitasi (-)
Foto Cairan
19
Diagnosa kerja
Darah rutin
- Hemoglobin : 9,5 g/dl
- Hematokrit : 26,5 %
- Eritrosit : 3.250.000 mm3
- Leukosit : 4.800/uL
- Trombosit : 108.000/uL
20
Rontgen ekstremitas superior
Diagnosa pasti
Multiple trauma + Hematotoraks
Tatalaksana
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Inj. Cefotaxime 2x1 gr (iv)
- Inj. Ketorolac 2x1 amp (iv)
- Inj. Ranitidin 2x1 amp (iv)
- Pemasangan WSD (water sealed drainage)
Follow up
Selasa, 27/04/2021
21
S/
- Nyeri dada (+) pada bagian luka WSD
- Nyeri pada lengan
- Badan terasa letih
- BAB tidak ada sejak 4 hari yang lalu
- BAK lancar
- Terpasang kateter
WSD
O/
22
- Inj. Ketorolac 2x1 amp (iv)
- Inj. Ranitidin 2x1 amp (iv)
- Terpasang WSD
Follow up
Rabu, 28/04/2021
S/
- Nyeri dada (+) pada bagian luka WSD
- Nyeri pada lengan
- Badan terasa letih
- BAB tidak ada sejak 5 hari yang lalu
- BAK lancar
- Terpasang kateter
WSD
O/
23
A/
Multiple trauma + Hematotoraks
P/
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Inj. Cefotaxime 2x1 gr (iv)
- Inj. Ketorolac 2x1 amp (iv)
- Inj. Ranitidin 2x1 amp (iv)
- Terpasang WSD
Follow up
Kamis, 29/04/2021
S/
- Nyeri dada sudah berkurang
- Nyeri pada lengan sudah berkurang
- BAB tidak ada sejak 6 hari yang lalu
- BAK lancar
- Terpasang kateter
WSD
- Sudah dilepas
O/
24
- Auskultasi : Vesikuler lapang paru kanan berkurang dibanding kiri,
wheezing (-/-), ronki (-/-)
A/
Multiple trauma + Hematotoraks
P/
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Inj. Cefotaxime 2x1 gr (iv)
- Inj. Ketorolac 2x1 amp (iv)
- Inj. Ranitidin 2x1 amp (iv)
BAB IV
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC:
Jakarta.
2. Mary C Mancini. 2011. Hemothorax. http://emedicine.medscape.com/article/
2047916-overview#a0156
3. Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”, Indian Journal of Thoracic
and Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.
4. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
5. Mosby Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007
6. Stanford Trauma Service Housestaff Manual Available from :
http://scalpel.stanford.edu/ICU/Stanford%20Trauma%20Service%20rev
%204-05.pdf
7. Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong, Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta,tahun 1995
8. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya
: Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
9. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka
Cendekia Press; 2007. p. 56
26
27