Anda di halaman 1dari 25

Clinical Science Sesion

HEMATOTHORAK

Oleh:

Della Sylviani 1940312049


Ulfa Syukrina1840312752

Preseptor:

dr. Muhammad Riendra, Sp.B-TKV

BAGIAN ILMU BEDAH


RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota besar
didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh
trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di amerika serikat
diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh
trauma toraks sebesar 20-25%.Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang
memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan. Trauma thoraks
adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada
dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda
tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.1
Hematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga intrapleura.
Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun pembuluh darah paru. Pada
trauma, yang tersering perdarahan berasal dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna. 2
Akumulasi darah dalam dada , atau hematothorax adalah masalah yang relatif umum , paling
sering akibat cedera untuk intrathoracic struktur atau dinding dada . Hematothorax yang tidak
berhubungan dengan trauma jarang terjadi dan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab .
Identifikasi dan pengobatan traumatik hematothorax adalah bagian penting dari perawatan
pasien yang terluka .

Hematothorax mengacu pada mengumpulnya darah dalam rongga pleura. Walaupun


beberapa penulis menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50 % diperlukan untuk
mendefinisikan hematothorax ( dibandingkan dengan berdarah efusi pleura ) , sebagian besar
tidak setuju pada perbedaan tertentu . Meskipun etiologi paling umum adalah hematothorax
tumpul atau trauma tembus , itu juga dapat hasil dari sejumlah nontraumatic menyebabkan atau
dapat terjadi secara spontan .

Pentingnya evakuasi awal darah melalui luka dada yang ada dan pada saat yang sama ,
menyatakan bahwa jika perdarahan dari dada tetap , luka harus ditutup dengan harapan bahwa
adanya tekanan intrathoracic akan menghentikan perdarahan. Jika efek yang diinginkan
tercapai , luka dapat dibuka kembali beberapa hari kemudian untuk evakuasi tetap beku darah
atau cairan serosa. Mengukur frekuensi hematothorax dalam populasi umum sulit .
Hematothorax yang sangat kecil dapat dikaitkan dengan satu patahan tulang rusuk dan mungkin
tidak terdeteksi atau tidak memerlukan pengobatan .
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.
Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Hematotoraks
akut yang cukup banyak yang terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada
kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi
resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan
perlunya indikasi operasi pada penderita hematotoraks, status fisiologi dan volume darah yang
keluar dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan
secara cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml
tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi
bedah harus dipertimbangkan.
Oleh karena itu,penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami tentang penyebab,
penegakan diagnosis, serta penatalaksanaan pasien hematothorax.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian
bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari
pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum.
Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam
rongga toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan
peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati,
jantung, pembuluh darah dan saluran limfe.3 Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang
bersatu di bagian belakang pada vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka
rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12
vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan
dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulatio dari sternum,
kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung
pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas clavicula dan di atas organ
dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.

Gambar 1 . (a) Anterior view dinding toraks. (b). Posterior view dari dinding toraks

Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding


anterior thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang
bahu lainnya membentuk lapisan musculus posterior dinding posterior thorax. Tepi
bawah musculus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika axillaris posterior. Dada
berisi organ vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak
dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu musculus
interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara
akan terhisap melalui trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik.
Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan
kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai
ke hilus dan mediastinum bersama ± sama dengan pleura parietalis, yang melapisi
dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah
dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru ± paru normal, hanya ruang potensial yang
ada.
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler
melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari
interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu,
turut berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
Gambar 2 . Skematik anatomi dinding dada.

Suplai arterial

Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks terutama terdiri dari


arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan mengelilingi dinding toraks dalam spatium
interkostalis di antara rusuk - rusuk yang bersebelahan.4 8 Arteri interkostal posterior berasal dari
pembuluh-pembuluh yang berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal
posterior yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang turun
memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher. Trunkus kostoservikal
merupakan suatu cabang posterior dari arteri subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal
posterior sisanya berasal dari permukaan posterior aorta torakalis.5

Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang menjadi dua cabang
terminal :

1. Arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior menujudinding abdomen
anterior.
2. Arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati diafragma, dan
berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri interkostal anterior yang menyuplai enam
spatium interkostal teratas muncul sebagai cabang lateral dari arteri torakal internal, sedangkan
yang menyuplai spatium yang lebih bawah berasal dari arteri muskuloprenikus.

Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat dua arteri interkostal anterior :

1. Satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya

2. Satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian bertemu dengan sebuah
kolateral percabangan arteri interkostal posterior Distribusi pembuluh - pembuluh interkostal
anterior dan posterior saling tumpang tindih dan dapat berkembang menjadi hubungan
anastomosis

Suplai Vena

Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola suplai arterialnya.
Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan didrainase menuju sistem vena atau ke
dalam vena torakal internal, yang terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena -
vena interkostal posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena interkostal superior
kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri.6

Fisiologi Pernapasan

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat
antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding
toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena
diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus
mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat
iga-iga.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding
dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan
lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks
berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan
intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali
pada akhir ekspirasi.
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane
alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong untuk
pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen
dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen
diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai
sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara
inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomik saluran udara dan dengan uap air.
Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah
menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian
dikeluarkan ke atmosfir.
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah
paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75
detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu
difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat
sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu
kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
diakui sebagai faktor utama.
Adapun fungsi dari pernapasan adalah :
1. Ventilasi: memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke dalam/dari paru
dengan cara inspirasi dan ekspirasi. Untuk melakukan fungsi ventilasi, paru-paru
mempunyai beberapa komponen penting, antara lain :
a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.
b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh darah.
c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat jaringan
parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke dinding toraks bagian
dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat rongga tipis yang normalnya tidak
berisi apapun.
d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.
2. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke seluruh sistem jalan
napas sampai alveoli .
3. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melalui membran semipermeabel pada dinding
alveoli (pertukaran gas) .
4. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan oksigennya dan
darah venous cukup tersedia untuk digantikan isinya dengan muatan oksigen yang
cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.

Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni:


a. Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan diekspirasikan pada
setiap pernapasan normal.
b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat diinspirasikan di
atas volume tidal normal.
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan
dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi.
d.Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paru- paru setelah
melakukan ekspirasi kuat.

Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus paru-paru, juga diperlukan kapasitas


paru-paru yaitu:
1. Kapasitas inspirasi.
2. Kapasitas residual fungsional.
3. Kapasitas vital paksa.
4. Kapasitas total paru-paru.

Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut akan menimbulkan
gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat kurangnya oksigenasi jaringan tubuh. Hal
ini misalnya terdapat pada suatu trauma pada thoraks. Selain itu maka kelainan-kelainan dari
dinding thoraks menyebabkan terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi, kelainan-kelainan
dalam rongga thoraks, terutama kelainan jaringan paru, selain menyebabkan berkurangnya
elastisitas paru, juga dapat menimbulkan gangguan pada salah satu/semua fungsi-fungsi
pernapasan tersebut.
2.2 Epidemiologi
Peningkatan kasus trauma toraks dari waktu ke waktu tercatat semakin tinggi. Hal ini
banyak disebabkan oleh kemajuan sarana transportasi diiringi oleh peningkatan kondisi sosial
ekonomi masyarakat. Trauma toraks secara langsung menyumbang 20% sampai 25% dari
seluruh kematian akibat trauma, dan menghasilkan lebih dari 16.000 kematian setiap tahunnya
di Amerika Serikat begitu pula pada negara berkembang. Di Amerika Serikat penyebab paling
umum dari cedera yang menyebabkan kematian pada kecelakaan lalu lintas, dimana kematian
langsung terjadi sering disebabkan oleh pecahnya dinding miokard atau aorta toraks.
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya trauma
pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma. Trauma toraks
dapat meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%, kontusio
pulmonum 56%, dan flail chest 69%.6 Trauma tumpul toraks menyumbang sekitar 75% - 80%
dari keseluruhan trauma toraks dan sebagian besar dari pasien ini juga mengalami cedera
ekstratoraks. Trauma tumpul pada toraks yang menyebabkan cedera biasanya disebabkan oleh
salah satu dari tiga mekanisme, yaitu trauma langsung pada dada, cedera akibat penekanan,
ataupun cedera deselarasi.

2.3 Definisi

Hematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan
paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari dinding dada, parenkim paru–paru,
jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya merupakan akibat dari trauma tumpul
atau tajam. Ini juga mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit.7
Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada rongga thoraks akibat
trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks biasanya terjadi karena cedera di
dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah atau kebocoran aneurisma
aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke rongga pleura.

2.4 Etiologi

Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada paru,
jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat
menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah internal.8
Menurut Magerman penyebab hematothoraks antara lain :9
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna

Secara umum, penyebab terjadinya Hematotoraks adalah sebagai berikut :

a. Traumatis
- Trauma tumpul.
- Penetrasi trauma (Trauma tembus, termasuk iatrogenik).
b. Non traumatic atau spontan
- Neoplasia (primer atau metastasis).
- Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulasi.
- Emboli paru dengan infark.
- Robek adhesi pleura berkaitan dengan pneumotorax spontan.
- Bullous emfisema.
- Tuberkulosis.
- Paru atriovenosa fistula.
- Nekrosis akibat infeksi.
- Telangiektasia hemoragik herediter.
- Kelainan vaskular intratoraks non pulmoner.
- Sekuestrasi inralobar dan ekstralobar.
- Patologi abdomen.

Hemothoraks massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak
pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru.
2.5 Patofisiologi

Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura viseralisdan
pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada dada, yang
mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput
pembungkus paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura,
yang akan menyebabkan penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna.
Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok
berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan
masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua gangguan dari
jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic. Respon fisiologis terhadap
perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik dan pernafasan.
Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan kecepatan
kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70-kg seharusnya tidak
menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu
yang sama akan menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan
tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk terjadi dengan
hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena rongga pleura seorang pria 70-
kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah, perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari
kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat menghambat
gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi,
terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar
darah menyebabkan pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.
Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi
tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan cadangan
paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax berkembang
dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk penyakit metastasis. Kehilangan
darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan
dispnea sering menjadi keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru, dan struktur
intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat defibrination darah sehingga
pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan
yang sudah ada dengan enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura dan
peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik tinggi intrapleural
menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan
transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa
gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari hemothorax
adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika
tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia
dan sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax yang
terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral. Proses adhesive ini
menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari berkembang sepenuhnya.

Hemotoraks traumatik
traumalaserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paruperdarahandarah berakumulasi di
rongga pleurahemotoraks.
Gambar 3 . Skema Patofisiologi Trauma Toraks

2.6 Klasifikasi

Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu:

a. Hematothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hematothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga VI
c. Hematothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV
a. b. c.

Gambar 4 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c. Berat

2.7 Gejala Klinis

Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di dinding dada.
Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia
dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis
pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan
peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah
jantung.10
Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area mayor:
a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi. Tanda-
tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul pada pasien
yang kehilangan 30% atau lebih volume darah
b. Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada kasus trauma,
dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika terdapat injuri pada
dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan dispnea.8
Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnnya darah.
Perdarahan hingga 750 mL biasanya belum mengakibatkan perubahan hemodinamik. Perdarahan
750-1500 mL akan menyebabkan gejala gejala awal syok (takikardi, takipneu, TD turun).

Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik namun dapat juga
asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothoraks yang sangat minimal
sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom, diantaranya:
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral dingin
- Kehilangan darah  volume darah ↓ Cardiac output ↓  TD ↓
- Kehilangan banyak darah  vasokonstriksi perifer  pewarnaan kulit oleh darah
berkurang
 Tachycardia
- Kehilangan darah  volume darah ↓ Cardiac output ↓  hipoksia  kompensasi
tubuh takikardia
 Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura  pengembangan
paruterhambat pertukaran udara tidak adekuat  sesak napas.
- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura  pengembangan paru
terhambatpertukaran udara tidak adekuat  kompensasi tubuh takipneu dan
peningkatan usaha bernapas sesak napas.
 Hypoxemia
- Hemotoraks paru sulit mengembang kerja paru terganggu kadar O2 dalam darah ↓
 Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura  hambatan pernapasan  reaksi tubuh meningkatkan
usaha napas  takipneu.
- Kehilangan darah  volume darah ↓ Cardiac output ↓  hipoksia  kompensasi
tubuh takipneu.
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.
- Akumulasi darah yang banyak  menekan struktur sekitar mendorong trakea ke arah
kontralateral.
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan masuk paru
saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura  pertukaran udara tidak berjalan
baik suara napas berkurang atau hilang.
 Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
- Akumulasi darah pada rongga pleura  suara pekak saat diperkusi (Suara pekak timbul
akibat carian atau massa padat).
 Adanya krepitasi saat palpasi.

2.8 Diagnosis

Evaluasi Awal

Hemothorax harus dicurigai sebagai suatu kegawatdaruratan setelah ada trauma tumpul
atau tajam menembus thoracic atau thoracoabdominal.Anamnesis yang hati-hati yang dilihat dari
gejala klinis pasien dan pemeriksaan fisik yang tepat dapat mendorong intervensi yang tepat
sebelum mendapatkan studi pencitraan. Pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik atau
insufisiensi pernafasan dan tidak adanya atau penurunan napas, deviasi trakea, atau cedera
panetrasi serius harus memiliki tabung torakostomi yang ditempatkan sebagai bagian dari
manajemen trauma awal.11

Imaging12

Upright chest radiography adalah standar untuk evaluasi pada pasien trauma thorak.
Tetapi dalam beberapa kasus bila hal ini tidak bisa dilakukan, maka boleh terlentang. Sudut
kostofrenikus yang tumpul atau gambaran opag dari hemithorak ini menandakan bahwa telah
terjadi hemathotorak. Hemothorax yang luas dapat gambaran opak di seluruh hemithorax atau
menyebabkan pergeseran mediastinum dan temuan ini memerlukan intervensi segera.

Computed tomography (CT) juga dapat digunakan dalam evaluasi pasien yang terluka,
dan memungkinkan untuk mendeteksi jumlah cairan yang jauh lebih kecil. Cairan dalam ruang
pleura diasumsikan berupa darah sampai terbukti sebaliknya. Jika sifat fluida dalam ruang
struktural dipertanyakan (yaitu, dalam kasus efusi pleura kronis), pengukuran unit medan Houns
mungkin terbukti bermanfaat. Blush arteri yang diidentifikasi pada CT menunjukkan perdarahan
yang sedang berlangsung dan merupakan indikasi untuk intervensi segera. Abnormalitas pada
radiografi toraks harus dievaluasi lebih lanjut oleh CT.

Ultrasonografi telah menjadi andalan dalam departemen gawat darurat dan evaluasi
trauma. Ultrasonografi seringkali lebih mudah dicapai daripada CT dan dapat digunakan pada
pasien yang tidak cukup stabil untuk transportasi. Sebuah studi prospektif tentang utilitas
ultrasonografi dalam mendiagnosis hemotoraks pada 61 trauma menemukan sensitivitas 92% dan
spesifisitas 100%. Dalam kebanyakan kasus, hasil ultrasonog-raphy tersedia untuk trauma
sebelum hasil CT

2.9 Diagnosis Banding


Diagnosis bandingtrauma dada dapat dibagi menjadi tiga kategori :13
Cidera visceral
- Diafragma pecah
- Memar paru
 - Pneumotoraks
 - Hemothorax
 - Cedera trakeobronkial
Cidera Tulang
     Flail chest
     Rib fracture
     Fraktur atau dislokasi sternoklavikula
     Fraktur skapular
     Fraktur atau dislokasi klavikular
     Cidera vertebra atau tulang belakang

Cedera kardiovaskular
     Pecahnya aorta
     Caval injury
     Efusi / tamponade perikardial
     Cedera arteri subklavia
     Cedera arteri interkostal
     Commotio cordis
     Laserasi jantung

2.10 Tatalaksana

Management awal

Lakukan resusitasi awal dan manajemen pasien trauma sesuai dengan protokol ATLS. Setiap
pasien harus memiliki dua akses IVs, ditempatkan pada monitor jantung dan oksigen, dan
memiliki EKG 12-lead. Cidera yang mengancam jiwa segera memerlukan intervensi segera,
seperti thoracostomy jarum dekompresi, dan / atau thoracostomy tabung.14

Chest tube drainase

Di beberapa kasus, chest tube drainase dengan tabung kaliber besar (28 french) sudah
adekuat untuk mencapai terapi awal kecuali kasus diseksi atau ruptur aorta.Setelah torakostomi
tabung dilakukan, rontgen dadaharus selalu diulang untuk mengidentifikasi posisi dari tabung
dada, untuk mengungkap patologi intrathoracic lainnya dan untuk mengkonfirmasi apakah
pengumpulan darah di dalam rongga pleural telah sepenuhnya terkuras.5

Pendekatan bedah pada fase akut

Kriteria untuk eksplorasi bedah, sebagaimana dirinci dalam literatur, adalah kehilangan
darah dengan tabung dada 1,500 ml dalam 24 jam atau 200 ml per jam selama beberapa jam
berturut-turut dan kebutuhan untuk transfusi darah berulang untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik. Pasien dengan kehilangan darah aktif tetapi dengan hemdinamik stabil dapat
diobati dengan Video-Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS), terapi ini tidak hanya untuk
menghentikan pendarahan tetapi juga untuk mengevakuasi gumpalan darah dan kerusakan
adhesi.

Thoracotomy adalah prosedur pilihan untuk pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik


akibat perdarahan aktif. Eksplorasi bedah memungkinkan kontrol sumber perdarahan dan
evakuasi darah intratoraks.15
Antibiotik profilaksis

Beberapa studi merekomendasikan penggunaan antibiotik sefalosporin generasi pertama


selama 24 jam pertama pada pasien yang dirawat dengan chest tube drainase untuk haemothorax.
Namun dalam studi yang disertakan, berbagai antibiotik spektrum luas juga dapat diterapkan.
Ketika empiema terjadi selama drainase chest tube pengobatan antibiotik harus diarahkan
Staphylococcus aureus dan spesies Streptococcus15

Terapi fibronilitik intrapleura

Terapi fibrinolitik intrapleural (IPFT) dapat diterapkan dalam suatu upaya untuk
mengevakuasi sisa gumpalan darah dan kerusakan adhesi ketika drainase toraksostomi tabung
awal adalah tidak memadai. Retensi darah di rongga pleura mungkin menyebabkan
terperangkapnya paru-paru, fibrothorax kronis, gangguan paru-paru fungsi dan infeksi. Beberapa
studi melaporkan IPFT bisa dengan pemberian streptokinase (250.000 IU), urokinase (100.000
IU atau 250.000 IU) atau jaringan plasminogen aktivator (TPA). Umumnya, disarankan untuk
mengevakuasi bekuan hemothorak dalam 7-10 hari.Laporan tentang durasi pengobatan dengan
IPFT bervariasi antara 2 dan 9 hari untuk streptokinase dan 2- 15 hari untuk urokinase.15

Pendekatan bedah pada fase selanjutnya

VATS

Evakuasi optimal dari sisa gumpalan, kerusakan adhesi dan efusi terlokalisir penting
untuk dilakukan mencegah komplikasi yang mengarah ke empyema atau fibrothorax. Volume
500 ml darah atau mengisi darah sepertiga dari hemithorax dianggap sebagai indikasi untuk
operasi. Rontgen dada merupakan alat yang kurang memadai dalam indikasi untuk VATS.Oleh
karena itu harus didahului oleh tomografi komputer (CT), untuk dapat mendeteksi lokasi dan sisa
gumpalan dengan akurasi tinggi. Perkiraan jumlah cairan pada CT scan telah terbukti berkorelasi
sangat baik dengan jumlah cairan yang sebenarnya yang dikeluarkan saat prosedur VATS.

Evakuasi VATS dari haemothorax atau bekuan darah dapat dilakukan dengan aman.
Ventilasi satu paru tidak dibutuhkan. Tabung lumen tunggal dapat digunakan dengan arahan ahli
anestesi untuk mengurangi volume tidal atau tahanan ventilasi sementara selama prosedur. Jika
jantung, pembuluh darah besar, atau cedera trakeobronkial ditemukan, pengkonversian ke
torakotomi dapat dilakukan dengan cepat.15

Torakotomi

Thoracotomy adalah prosedur pilihan untuk pembedahan eksplorasi dada ketika


haemothorax masif atau terjadi pendarahan persisten. Pada saat operasi eksplorasi, sumber
perdarahan bisa dikontrol dan haemothorax dapat dievakuasi. Torakotomi biasanya diperlukan
untuk drainase dan/atau dekortikasi empiema. Di 10% kasus diperlukan torakotomi untuk
mengobati haemothorax.15

Algoritma tatalaksana hematothorak 15

2.11 Komplikasi
Komplikasi dari hemotothorak masif adalah sebagai berikut16
1. Ketidakstabilan hemodinamik
Syok
3. Hipoksia
4. Kematian
Penempatan tabung dada yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera organ padat.
Penempatan tabung dada yang tidak memadai dapat menyebabkan drainase hemotoraks yang
tidak memadai yang menyebabkan pembentukan empiema. Studi menunjukkan 26,8% kejadian
empiema pada pasien dengan hemothorax retensi pasca-trauma. Fibrothorax hasil dari deposisi
fibrin dalam ruang pleura. Drainase hemotoraks yang tidak tepat menyebabkan lapisan inflamasi
di dalam ruang pleura yang menghambat ekspansi paru yang tepat.

2.12 Prognosis
Morbiditas dan mortalitas hemothorax traumatis berkorelasi dengan keparahan cedera
dan mereka yang berisiko komplikasi akhir, yaitu empiema dan fibrothorax / paru-paru yang
terperangkap. Pasien dengan hemothorax yang tertahan beresiko mengembangkan empiema yang
mengakibatkan ICU yang lama / tinggal di rumah sakit.16
BAB III

KESIMPULAN

1. Hematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan paru-
paru (rongga pleura).

2. Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada paru, jantung,
pembuluh darah besar, atau dinding dada serta bisa juga disebabkan oleh trauma tumpul pada
dada karena laserasi pembuluh darah internal.

3. Secara klinis pasien dengan hemetothoraks menunjukan distress pernapasan berat, agitasi,
sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan
hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung

4. Tatalaksana pasien dilakukan pemasangan awal chest drainase tube dan setelah itu
dipertimbangkan untuk dilakukan VAST ataupun torakotomi.
Daftar pustaka

1. Dave Lloyd, MD. Thoracic Trauma.


2. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC : Jakarta.
3. Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”, Indian Journal of Thoracic and
Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.
4. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
5. Mary C Mancini.2011.Hemothorax. http://emedicine.medscape.com/article/2047916-
overview#a0156
6. Mosby Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007
7. Setiawan, I., Tengadi K.A, Santoso, A. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC.
Jakarta.
8. Stanford Trauma Service Housestaff Manual Available from :
http://scalpel.stanford.edu/ICU/Stanford%20Trauma%20Service%20rev%204-05.pdf
9. Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong, Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta,tahun 1995

10. Stephen R, Broderic MD. Hemothorak Etiology, Diagnosis, and Management. Thorac Surg
Clin 23 (2013) 89–96.

11. Brooks A, Davies B, Sethhurst M, et al. Emergencyultrasound in the acute assessment of


haemothorax.Emerg Med J 2004;21:44–6.

12. Morley EJ, Johnson S, Leibner E, Shahid J. Emergency department evaluation and
management of blunt chest and lung trauma (Trauma CME). Emerg Med Pract. 2016
Jun;18(6):1-20

13. Edgecombe L, Angus LD. StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing; Treasure Island (FL):
Dec 17, 2019. Thoracic Trauma.

14. Boersma WG, Stigt JA, Smit HJM. Treatment of haemothorak. Respiratory Medicine, (2010)
104, 1583-1587.

15. Tian Y, Zheng W, Zha N, Wang Y, Huang S, Guo Z. Thoracoscopic decortication for the
management of trapped lung caused by 14-year pneumothorax: A case report. Thorac Cancer.
2018 Aug;9(8):1074-1077
16. Gleeson T, Blehar D. Point-of-Care Ultrasound in Trauma. Semin. Ultrasound CT MR. 2018
Aug;39(4):374-383.

Anda mungkin juga menyukai