Penyusun :
Kalia Labitta Yudhasoka
Leni Ruslaini
I. Pendahuluan
mendiagnosis dari mediastinitis menjadi perhatian dalam makalah ini serta terapi
penyebab mediastinitis juga penting karena reinfeksi yang terjadi dapat berakibat
abses mediastinum sudah tepat dari segi waktu dan teknik pembedahan yang
II. Definisi
mediastinum dapat berasal dari esophagus, faring atau leher, juga dapat berasal
dari daerah yang berdekatan seperti paru-paru, pleura dan vertebrata, infeksi ini
meluas ke bawah dari oropharyng, dan biasa disebut juga Descending Necrotizing
Prevalensi pada pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita, ratio 6 : 1 dan
Mediastinum adalah suatu ruangan diantara pleura kanan dan kiri yang
Ruang ini meluas dari sternum di bagian depannya, batas belakang adalah
dimana batas bagian bawah adalah garis khayal yang menghubungkan angulus
sterni dan diskus vertebralis antara vertebra torakalis empat dan lima, spatium
pericardium dimana letaknya antara pleura kanan dan kiri serta di bagian bawah
baawah dari vertebra torakalis empat. Isi mediastinum posterior antara lain :
esophagus, nervus vagus, aorta desendens, vena azygos dan vena hemiazygos.
masuk dan keluar jantung. Isi dari mediastinum medium antara lain : jantung
bifurkasi trachea dengan bronchus kanan dan kiri, arteri pulmonalis, vena
yang meluas ke leher dan mediastinum, disebabkan karena pada daerah kepala
dan leher terdapat spatium yang satu dengan yang lain berhubungan sehingga
Ada tiga jalan utama masuknya infeksi dari leher ke mediastinum. Yang
pertama, infeksi dapat melalui spatium pretrakheal yang terletak di bagian anterior
bagian paling luar dari kartilago tiroid dan meluas sampai bagian anterior
mediastinum. Fasia dari spasium ini bersatu dengan pericardium dan melekat pada
pleura parietal. Keadaan ini erat hubungannya dengan terjadinya empiema pleura
dan efusi pericardial yang menyertai abses pada bagian anterior mediastinal
(Hendler, 1978).
meliputi selaput carotid, juga jaringan-jaringan saraf dan vascular. Infeksi melalui
spatium ini jarang terjadi, karena susunan pembuluh darah yang padat dan sedikit
ke mediastinum ± 71 %.
posterior mediastinum. Infeksi yang terjadi pada gigi molar dua dan molar tiga
rahang bawah dapat menimbulkan infeksi pada spatium dasar mulut ( Ludwig
Angina) dan meluasnya infeksi menembus batas lapisan lapisan luar otot
alar fascia prevertebral. Spasia prevertebral terletak antara alar dan lapisan
Spasia prevertebral meluas dari basis kranii ke arah inferior dengan diafragma.
Spasia ini juga dikenal dengan danger space No.4 (gambar 4). Jika spasia
prevertebral terlibat, pasien sakit parah dan dengan bahaya kematian. Terdapat
dengan rasa sakit pada dada daerah substernal dan kesulitan bernafas, juga disertai
demam yang terus menerus, takhikardi, krepitasi dan warna kemerahan pada
bagian bawah leher sebagai tanda infeksi meluas dari leher ke mediastinum.
Gejala klinis lainnya berupa kesukaran bernafas yang hebat karena tekanan pada
V. Pemariksaan penunjang
A. Pemeriksaan bakteriologis
mediastinum, biasanya campuran aerob dan anaerob, sering dengan flora mulut
lebih dominan. Baik organisme gram (+) maupun gram (-) dapat dikultur. Spesies
(Hupp, 2000).
Selain itu dilakukan tes kultur bakteri dan tes sensitivitas untuk
bermacam-macam antibiotik.
B. Pemeriksaan Radiologis
dalam menegakan diagnosa. Dari hasil rontgen pada dada terlihat adanya
C. Pemeriksaan CT Scan
banyak penderita yang sudah berat sehingga sulit untuk mendapatkan hasil CT
Scan yang baik. Untuk kasus-kasus seperti ini dokter yang menangani harus jeli
Pada pemeriksaan klinis terlihat adanya sakit pada dada dan daerah
krepitasi dan warna kemerahan pada bagian bawah leher, kesukaran menelan dan
kesulitan bernapas yang hebat. Pada pemeriksaan rontgen terlihat adanya abses
pada leher, dan tampak pelebaran pada mediastinum. Pada pemeriksaan CT Scan
dapat terlihat adanya abses pada mediastinum, efusi pleura atau empiema pleura.
parenteral yang intensif. Umumnya antibiotik yang efektif untuk melawan bakteri
Streptokokus dan Stafilokokus yang dipilih. Jika pasien mengalami sesak nafas
yang hebat maka sangat penting untuk membebaskan jalan napas, dapat melalui
darah dan tes sensitivitas. Selain pemberian antibiotik secara parenteral, juga
“transcervikal”.
tengah bawah. Semua spatium pada leher yang terkena dibuka, didrainase dan
jaringan nekrotik dibuang. Bagian anterior mediastinum dibuka melalui spatium
dapat dibuka sampai kebatas bifurkasi trachea tanpa menimbulkan kerusakan pada
struktur vaskular.
lainnya meliputi pangamatan denyut nadi, tekanan darah, suhu dan respirasi,
pemberian cairan yang diperlukan tubuh dan pemberian nutrisi yang cukup.
VIII. Komplikasi
kehidupan. Infeksi ini jika tidak dirawat atau tidak dirawat secara memadai, serta
seperti sumbatan jalan napas akibat edema faring dan laring. Selain itu komplikasi
lain dapat terjadi empiema pleura yang merupakan penyebaran infeksi ke pleura
dimana ditemukan pus dalam pleura, dapat juga terjadi komplikasi syok septik.
(Peterson, 1993)
IX. Kesimpulan
oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan pengalaman dalam pengobatan yang
dan menyebabkan penyembuhan menjadi lambat. Jika infeksi telah sembuh, faktor
Fried A. Lawrence. 1980. Anatomy of The Head, Neck, Face and Jaws. 2 th. Ed.
Hupp, J.R. 2000. Infections of Soft Tissue of The Maxillofacial and Neck
Regions. In: Topazian, R.G. & Goldberg, M.H.(Ed). Oral and
Maxillofacial Infections. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders.
Levine, M.T., Carl F.W., Yosef P.K. 1986. “ Mediastinitis Occuring as a
Peterson, L.J. 1993. Odontogenic Infections. In: Cummings C.W. et al. (Ed).
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Vol.2 2nd ed. St. louis: Mosby
Year Book.
Peterson, L.J. 2003. Complex Odontogenic Infections. In: Peterson, L.J. et al.
(Ed). Contemporary Oral & and Maxillofacial Surgery. 4th ed. St. Louis:
Mosby.
Topazian, R G. 2002. Oral and Maksilofacial Infections. 4th ed. Philadelpia. WB.
Saunders Company