ODONTOGENIK
Husnul Khatimah
1902642019
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 3
2.1. Laporan Kasus ........................................................................................... 3
2.1.1.Kasus 1 ............................................................................................. 3
2.1.2.Kasus 2 ............................................................................................. 4
2.2. Pembahasan Kasus ..................................................................................... 12
2.3. Kaitan Teori ............................................................................................... 15
2.3.1.Pengertian Mediastinitis .................................................................. 15
2.3.2.Etiologi Mediastinitis ....................................................................... 18
2.3.3.Patogenesisis Mediastinitis ............................................................... 21
2.3.3.1. Mediastinitis Secondary to Esophageal Perforation ........... 21
2.3.3.2.Mediastinitis Secondary to Head and Neck Infections or from
Other Site .............................................................................. 22
2.3.3.3.Mediastinitis Secondary to Cardiothoraci Surgery .............. 23
2.3.4. Manifestasi Klinis ........................................................................... 26
2.3.5. Terapi Mediastinitis ........................................................................ 33
2.3.6. Komplikasi Mediastinitis ................................................................ 39
2.3.7. Pencegahan ...................................................................................... 42
BAB III Kesimpulan dan Saran................................................................................. 46
3.1. Kesimpulan ................................................................................................ 46
3.2. Saran .......................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 47
ii
BAB I
PENDAHULUAN
parah, termasuk obstruksi jalan napas seperti angina ludwig, trombosis septik sinus
perawatan gigi yang sesuai, ekstraksi, insisi dan drainase. Namun demikian, angka
kematian dari infeksi odontogenik tetap tinggi karena adanya mekanisme resistensi
merupakan suatu penyakit infeksi yang jarang terjadi, bersifat progresif dan destruktif
yang dapat menimbulkan risiko kematian. Tingkat kematian dari kondisi yang
mengancam jiwa ini antara 7% dan 20%, bahkan setelah penggunaan antibiotik.
sebagai berikut: nyeri dada, dispnea parah, demam yang tak henti-henti dan
mediastinum yang melebar, seperti yang terlihat secara radiologis. Infeksi ini
menyebar melalui mediastinum melalui tiga cara : (a) rute paratrakeal ke ruang
1
mediastinum anterior; (b) rute faring lateral ke ruang mediastinum medial; dan (c)
kebanyakan disebabkan karena adanya infeksi pada daerah gigi molar kedua dan
ketiga rahang bawah. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak dibelakang bawah
linea mylohioid yang terletak di aspek dalam mandibular, sehingga jika molar kedua
atau ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pus akan menyebar ke ruang
submandibular dan dapat meluas keruang potensial leher yang paling sering
menyebar ke mediastinum.
perikarditis dan kegagalan organ multipel. Diagnosis yang terlambat dan pendekatan
bedah yang tidak tepat dapat menjadi alasan utama munculnya resiko prognosis yang
buruk. Diagnosis segera dengan perawatan bedah dan pengawasan yang cermat dapat
oleh infeksi odontogenik pada orang dewasa yang sehat secara sistemik yang berhasil
2
BAB II
2.1.1. Kasus 1
Mulut dan Maksilofasial dengan keluhan nyeri dan bengkak pada rahang kiri
infeksi periapikal akut pada gigi 37 seperti yang ditampilkan pada Gambar 1
dibawah.
3
darurat. Pemeriksaan darah lengkap menunjukan tingkat protein C‑reaktifnya
dibuat pada tiang tonsila palatina kiri, melalui sayatan ini ruang parafaring
4
diseksi, terlihat nanah/pus berwarna hijau kekuningan dan berbau busuk.
Sampel nanah dan darah diperoleh dalam intervensi ini, tetapi sampel ini tidak
servikal yang telah direncanakan. Insisi kulit trans servikal dibuat melalui
5
dilakukan diseksi tumpul pada aspek posterior otot sternokleidomastoid,
Sebanyak 110ml drainase dari abses dicapai selama dua hari pasca
operasi. Setelah kondisi klinis membaik, gigi 37 dicabut dengan anestesi lokal
6
diikuti dengan drainase abses periapikal dan submukosa intraoral. Drainase
total 40ml dicapai selama 2 hari dari drainase serviks setelah ekstraksi dan
2.1.2. Kasus 2
bedah mulut dan maksilofasial sebuah rumah sakit swasta di Recife, Brazil,
submandibular (Gambar 1-a). Dia telah menjalani ekstraksi molar ketiga kiri
tujuh hari sebelumnya (Gambar 1-b). Dia memiliki riwayat medis atau sosial
mellitus atau infeksi menular seksual seperti HIV atau sifilis dan tidak
7
Gambar 1: (a) Tampilan klinis awal menunjukkan
pembengkakan di daerah submandibular.
tidak adanya molar ketiga mandibula kiri. Kultur darah dan pemberian
metronidazol intravena (500mg, 8/8 jam) dan Rocefin (1g, 12/12 jam) secara
8
Gambar 2: Tampilan aksial CT menunjukkan aspek awal wajah pasien,
terdapat gambaran hypodense di daerah submandibular.
Pada hari ketiga, terdapat sedikit hiperemia pada daerah serviks dan
dada dan pasien melaporkan disfagia juga disfonia. Karena infeksi persisten,
setiap 6 jam. Untuk memantau status klinis pasien, dilakukan tes laboratorium
nyata (15.290). selain itu juga didapatkan adanya peningkatan nilai referensi
7,32 untuk protein C-reaktif, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa masih
leher dan dada, dimana hasilnya dengan jelas menunjukkan adanya kumpulan
9
purulen di ruang faring dengan jalur menurun ke mediastinum dan deviasi
yang nyata pada trakea (Gambar 3). Mengingat situasi tersebut tergolong
divulsi jaringan, setelah itu dilakukan irigasi dengan larutan saline 0,9%
dan pasien dirujuk ke unit perawatan intensif (ICU) selama 5 hari karena
10
Gambar 4: insisi submandibular dan drainase kumpulan purulen
mencari data yang dapat menjelaskan evolusi buruk pasien, karena ia tidak
adanya koleksi purulen pada daerah di atas furcula sternum. Karena tampilan
melakukan intervensi enam hari setelah prosedur yang dilakukan oleh ahli
bedah maksilofasial.
11
mediastinum menunjukkan tidak ada jaringan yang rusak dan sangat sedikit
Meropenem 8/8 jam dan 400mg Targocid 12/12 jam secara intravena, terapi
tindak lanjut; namun, pasien tidak kembali ke layanan kami dan hanya
jika infeksi ini tidak dapat dikendalikan, maka dapat menyebabkan bakteremia,
paling umum (70,6%) dari infeksi leher dalam. Infeksi leher dalam juga
12
supuratif, tromboflebitis internal, aneurisma atau ruptur arteri karotis, fasciitis
mediastinum dan sering ditandai dengan infeksi bakteri progresif cepat, yang
menyebabkan keterlibatan pembuluh darah, otot, dan saluran napas. Pada kedua
diantaranya infeksi periapikal akut dan infeksi pasca pencabutan gigi dan
keduanya terjadi pada daerah molar rahang bawah. Daerah molar rahang bawah
terutama molar kedua dan molar ketiga secara anatomi memiliki ujung akar yang
mandibular, sehingga jika molar kedua atau ketiga terinfeksi dan membentuk
abses, pus akan menyebar ke ruang submandibular dan dapat meluas keruang
penyebaran abses pada kasus 1 adalah tipe I dan kasus 2 adalah tipe IIA. Dalam
13
daerah submandibular dan submental, kemudian dilakukan divulsi jaringan,
setelah itu dilakukan irigasi dengan larutan saline. Namun kondisi umum pasien
protein C reactive, serta menunjukan adanya perbaikan pada status klinis umum
pasien. Adapun untuk pengobatan yang lengkap pada kasus 1, perlu dilakukan
pencabutan gigi, yang merupakan penyebab utama infeksi, dalam masa rawat
inap.
jangka panjang, dan antibiotik yang digunakan harus dipilih dari kelompok yang
juga dapat mempengaruhi mikroorganisme yang resisten. Untuk tujuan ini, pada
difus dan seringkali terdefinisi dengan baik, selain itu menunjukan adanya
peningkatan volume wilayah yang terkena. Di antara tanda dan gejala utama,
adanya disfagia, nyeri, dan edema di daerah serviks, nyeri dada, dan keterlibatan
14
jalan napas harus menarik perhatian. Selain semua tanda dan gejala yang
leukosit dan kadar protein C-reaktif, karena nilai yang tinggi menunjukkan
kanan dan kiri yang berisikan jantung, pembuluh darah, trakea, syaraf,
jaringan ikat, tabung getah bening dan salurannya (Santosa A, 2017). Secara
belakang torakal ke-5 dan bagian bawah sternum, berisi: arkus aorta, arteri
innominata dan bagian toraks dari karotis kommunis kiri dan arteri
subklavia kiri; vena innominate dan setengah bagian atas vena kava
15
b) Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma
di depan jantung. berisi dua atau tiga tingkat getah bening dari
interna.
azygos dan dua vena hemiazygos, nervus vagus dan splanknikus, esofagus,
dari vena kava superior, percabangan dari trakea dan dua bronkus, arteri
pulmonalis yang terbagi menjadi dua cabang, vena pulmonalis kanan dan
16
Gambar 9: gambaran anatomi 4 bagian major mediastinum
kronis dengan etiologi, tampilan klinis dan perawatan yang sangat berbeda.
Mediastinitis akut adalah suatu infeksi yang jarang terjadi tetapi berpotensi
17
2.3.2. Etiologi Medistinitis
artery bypass grafting). Etiologi lain yang relevan secara klinis termasuk
fasia dalam kepala dan leher, terutama dari ruang retrofaring melalui zona
akut dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Trevor C dkk, 2015).
18
Etiologi mediastinitis akut
Trauma
Penetrasi – luka tembak, luka tusuk
Cedera tumpul – cedera setir kendaraan, cedera sabuk pengaman, resusitasi kardio
pulmoner dan lain-lain
Emesis, tekanan krikoid selama induksi anestesi, angkat beban berat, partus,
karsinoma, menelan cairan kaustik atau korosif.
Coronary artery bypass grafting (CABG), penggantian katup jantung, perbaikan cacat
jantung bawaan, transplantasi jantung, transplantasi jantung-paru, alat bantu jantung,
extracorporeal membrane oxygenation (ECMO), jenis lain dari operasi kardiotoraks
19
Adapun etiologi dari medistinitis kronis juga beragam. Meskipun
banyak ahli percaya bahwa sebagian besar kasus disebabkan oleh adanya
infeksi Histoplasma Capsulatum. Dengan analisis yang teliti, 73% kasus yang
telah dijelaskan, termasuk yang paling sering yaitu tuberkulosis, dan yang
lainnya. Kondisi lain yang mirip dengan entitas ini termasuk sarkoidosis,
20
2.3.3. Pathogenesis Mediastinitis
dan terus menjadi penyebab sekitar 15% sampai 30% kasus perforasi
21
mediastinum. Penyebaran infeksi dari leher ke mediastinum
Other Sites
ruang ini, infeksi dapat menyebar melalui ruang faring lateral untuk
22
mediastinum. Selama era antibiotik, sekitar 3,5% kasus angina
Tidak semua pasien dengan infeksi nekrosis pada wajah dan leher
(CABG) dan bentuk lain dari operasi jantung adalah prosedur paling
23
CABG dilakukan tahun itu. Karena banyak dilakukan sternotomi
24
lokasi operasi. Bakteri dapat berkembang biak di area avaskular
dengan sumber seperti bakteri dari tangan atau hidung ahli bedah
25
2.3.4. Manifestasi klinis dan Diagnosis
Perforasi esofagus secara klinis jelas atau bahkan tidak terlihat. Pada
demam; takikardia, krepitasi dan edema dada atau leher juga dapat
26
mediastinum, dapat terdengar pada 50% pasien dengan
Tanda dan gejala mediastinitis pada anak yang lebih besar mirip
27
berlabel teknesium telah dilaporkan membantu dalam diagnosis
pada semua pasien. Endoskopi bagian atas telah digunakan baik secara
kasus yang jarang terjadi lebih dari 1 tahun setelah operasi telah
28
lebih baru membandingkan mediastinitis onset dini (<2 minggu pasca
yang tinggi pada pasien pasca operasi karena infeksi ini dapat hadir
tanpa tanda atau gejala lokal, dan tanda-tanda sepsis mungkin satu-
satunya bukti infeksi. Demam adalah gejala yang paling umum dan
mengalami nyeri pasca operasi yang lebih besar dari biasanya, yang
29
biologis seperti protein C-reaktif dan prokalsitonin biasanya
30
invasi atau obstruksi struktur di dalam atau di sekitar mediastinum.
umum yang disebabkan oleh sindrom vena cava superior dan pasien
biasanya datang dengan gejala edema pada wajah, leher, tubuh bagian
dispnea dan gejala yang konsisten dengan gagal jantung sisi kanan.
31
biasanya mengungkapkan salah satu dari dua pola. Temuan yang
obstruksi diikuti oleh bronkus (27% hingga 33%) dan esofagus (3%
32
adalah kunci dalam menyingkirkan penyebab seperti penyakit
Ketika terapi medis diberikan, tampilan dan gejala harus dipantau dan
2012).
33
didiagnosis. Dalam semua kasus mediastinitis, perawatan nutrisi dan
bedah yang cepat dan agresif. Ada beberapa perdebatan dalam literatur
34
setuju bahwa drainase bedah yang memadai dan debridement dari
dkk, 2009).
35
organisme yang menginfeksi setelah hasil kultur definitif tersedia,
dkk, 2010)..
36
VAC berhubungan dengan penggantian balutan yang lebih sedikit,
penurunan protein C-reaktif yang lebih cepat, masa rawat inap yang
lebih pendek, penurunan tingkat infeksi ulang sternum dan biaya uang
"lemah" dan data uji coba terkontrol secara acak perlu dilakukan
tabung drainase atau kateter redon dalam mediastinum. Hal ini dapat
37
berhasil pada pasien yang gagal dengan pengobatan lainnya (Sepesi B
dkk, 2010)..
38
akhir, tetapi literatur yang mendukung hal ini masih sedikit. Karena
infeksi lokal dan akibat sistemik dari infeksi berat. Pasien dengan
39
mekanis yang berkepanjangan. Perluasan infeksi ke berbagai struktur
mencatat angka kematian 17% hingga 36%. Studi yang lebih baru
baru-baru ini yang mencatat angka kematian 11% hingga 16%. Faktor
40
mediastinum bawah kemungkinan menandakan hasil yang lebih buruk.
angka kematian 30% sampai 50%, tetapi studi yang lebih baru telah
kurang dari 10% dengan beberapa tingkat pelaporan kurang dari 5%.
41
2.3.7. Pencegahan
2013).
42
Society of America (IDSA), Surgical Infection Society (SIS), dan
waktu 1 jam setelah sayatan. Pasien dengan berat badan yang besar
mencapai konsentrasi yang memadai dan dosis yang lebih tinggi harus
43
operasi pada pasien yang menerima profilaksis vankomisin. Temuan
sebelum atau pada saat operasi telah dianjurkan. Intervensi ini harus
44
ditargetkan hanya untuk pasien yang diketahui terjajah dengan S.
infeksi luka dalam sternum. Ketika temuan dari keempat penelitian ini
dkk, 2012).
45
BAB III
3.1. Kesimpulan
oleh infeksi akibat karies gigi maupun bahkan akibat infeksi pasca
karena itu perlu adanya tindakan dan perawatan yang tepat sesuai dengan
etiologi yang menyertainya. Selain tindakan dan perawatan yang tepat, perlu
Kedua pasien telah diberikan perawatan dan tindakan yang sesuai dan infeksi
3.2. Saran
46
DAFTAR PUSTAKA
47
Santoso Agus., 2017. Abses Submandibula dengan Komplikasi Mediastinitis. WMJ
(Warmadewa Medical Journal), Vol. 2 No. 2, Hal. 77-81.
Sepesi B, Raymond DP, Peters JH. 2010. Esophageal perforation: surgical,
endoscopic, and medical management strategies. Curr Opin
Gastroenterol.26:379-383.
Tammelin A, Hambraeus A, Stahle E. 2002. Mediastinitis after cardiac surgery:
improvement of bacteriological diagnosis by use of multiple tissue samples
and strain typing. J Clin Microbiol. 40:2936-2941.
Trevor C. Van Schooneveld, Mark E. Rupp., 2015. Mediastinitis, Principles and
Practice of Infectious Diseases (Eighth Edition), W.B. Saunders.
48