Anda di halaman 1dari 35

Flare-up Endodontik Antar Kunjungan

Oleh :

drg. Putu Ratna Kusumadewi Giri, Sp. KG

Program Studi Pendidikan Dokter Gigi


Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmatNYA,
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Flare-up Endodontik Antar
Kunjungan”. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan
mengenai - seperti yang disajikan berdasarkan jurnal.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Udayana. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca.

Denpasar, April 2018

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................ 2
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 5
BAB IV KAITAN DENGAN TEORI ............................................................. 9
4.1 PERAWATAN ENDODONTIK .................................................... 9
4.1.1 DEFINISI…………………………………………………. ... 9
4.1.2 TUJUAN……………………………………………. ............. 9
4.1.3 INDIKASI………………........................................................ 9
4.1.4 KONTRA INDIKASI………………………………………. 10
4.1.5 TEKNIK PERAWATAN ENDODONTIK……………….. 10
4.2 FLARE-UP ....................................................................................... 12
4.2.1 DEFINISI…………………………………………… ............. 12
4.2.2 ETIOLOGI……………………………………………… ....... 12
4.2.3 GEJALA KLINIS……………………………………. ........... 20
4.2.4 PENATALAKSANAAN……………………………………. 20
4.2.5 PENCEGAHAN…………………………………………… ... 28
BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 30

iii
ABSTRAK

Masalah yang dapat dialami endodontis selama perawatan saluran akar


adalah rasa sakit dan bengkak atau keduanya dalam bentuk flare-up. Banyak hal
yang dapat menjadi penyebab flare-up, meliputi cedera mekanik, kimia, mikroba
pada pulpa atau jaringan periradikular, dimana terjadi peradangan akut
periradikular. Situasi ini dapat dicegah dengan pemilihan teknik instrumentasi,
yang meninggalkan sedikit debris diapikal, penyelesaian preparasi biomekanik
dalam satu kali kunjungan, penggunaan obat antimikrobial intrakanal antar
kunjungan pada pengobatan kasus yang terinfeksi dengan restorasi koronal
sementara yang tepat dan mempertahankan asepsis di seluruh perawatan saluran
akar. Fenomena flare-up bersifat kompleks dan tidak dipahami dengan baik yang
melibatkan sejumlah hipotesis untuk etiologinya. Diagnosis dan perawatan yang
benar membantu dalam penyembuhan flare-up. Laporan kasus ini menjelaskan
manajemen tentang flare-up antar kunjungan, dengan gambaran tentang flare-up.

Kata kunci: Perawatan saluran akar, Nyeri, Pembengkakan, Flare-up.

iv
BAB I
PENDAHULUAN
Flare-up antar kunjungan merupakan komplikasi yang terjadi dalam
beberapa jam sampai beberapa hari setelah prosedur endodontik, pasien
mengalami peningkatan yang signifikan dalam hal rasa sakit atau pembengkakan
atau kombinasi dari keduanya dimana pasien harus datang untuk kunjungan yang
tidak terjadwal, untuk perawatan darurat. Insiden flare-up termasuk rendah dan
hanya terjadi dalam persentase kecil. Morse et al melaporkan kejadian flare-up
sekitar 20%, di mana terjadi pembengkakan setelah perawatan nekrosis pulpa
asimtomatik dan periodontitis apikalis kronis. Sebaliknya, Barnett dan Tronstad
dalam penelitian retrospektifnya melaporkan kejadian flare-up sekitar 5,5%, di
mana terjadi rasa sakit dan pembengkakan pada pasien dengan diagnosis nekrosis
pulpa dengan lesi periapikal asimtomatik, tetapi 1,4% dari semua pasien tanpa
memperhatikan diagnosisnya.
Kejadian flare-up meningkat berdasarkan tingkat keparahan preoperative
pathosis dan tanda atau gejala yang dialami pasien. Frekuensi terendah terjadi
pada kejadian umum dengan pulpa vital tanpa pathosis periapikal, frekuensi
tertinggi terjadi pada pasien yang datang dengan tingkat nyeri dan pembengkakan
yang parah, dengan nekrosis pulpa dan abses apikalis akut. Seltzer S dan Naidorf
menjelaskan kemungkinan faktor penyebab pada flare-up dan menyatakan alasan
bahwa eksaserbasi tidak selalu jelas serta menjelaskan beberapa hipotesis yang
saling berhubungan. Berbagai pendekatan dan teknik telah disebutkan untuk
manajemen flare-up.

1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki umur 20 tahun dibawa ke Department of
Conservative Dentistry and Endodontics, MGM Dental College and Hospital,
Navi Mumbai, dengan rasa sakit yang parah dan pembengkakan besar di sisi
kanan wajah, meluas dari batas bawah mandibula yang melibatkan kelopak mata
bagian bawah (Gambar 1A dan B), sejak 3 hari. Pasien pernah menjalani
perawatan saluran akar pada molar pertama kanan rahang atas (26) namun
perawatan tersebut tidak dilanjutkan. Pada pemeriksaan intraoral terlihat akses
kavitas tanpa restorasi sementara. Pasien memiliki radiografi periapikal intraoral
dari perawatan saluran akar sebelumnya yang dihentikan, yang menunjukkan
radiolusen di mahkota dan di puncak akar mesial (Gambar 1C). Diagnosis untuk
gigi 26 adalah abses apikal akut (flare-up). Riwayat medis pasien tidak dapat
dibagikan. Pasien dijelaskan dan diyakinkan mengenai kasus yang dialami.
Untuk kegawatdaruratan flare-up, isolasi daerah kerja menggunakan
rubber dam (Hygienic Dental Dam, Coltene / Whaledent Inc), (Gambar 1D),
akses kavitas dan saluran akar diirigasi dengan saline normal. Akses kavitas
dimodifikasi hingga saluran akar ditemukan. Empat saluran akar ditemukan, yaitu
mesiobuccal, distobuccal, palatal dan mesiobuccal 2 (MB 2) (Gambar 2A).
Panjang kerja ditentukan menggunakan apex locator (Propex, Dentsply) dan
dikonfirmasi dengan radiografi periapikal intraoral (lihat Gambar. 2A). Preparasi
biomekanikal diselesaikan menggunakan ProTaper Ni-Ti rotary instrument
(Dentsply, Maillefer) dengan teknik crown-down dan di irigasi dengan saline
normal, diikuti dengan 5% larutan sodium hipoklorit (Dentpro, Chandigarh,
India). Calcium hydroxide saline paste ditempatkan di saluran akar dan dressing
zinc oxide eugenol (DPI, Mumbai, India) dengan konsistensi tipis ditempatkan di
akses kavitas. Pasien diresepkan antibiotik dan analgesik selama 5 hari.
Pasien dihubungi setiap hari sampai tanda dan gejala mereda (Gambar.
2B). Setelah 7 hari, pembengkakan telah mereda dan pasien tidak menunjukkan
gejala. Obturasi saluran akar diselesaikan menggunakan kondensasi lateral gutta-
percha dingin. (Dentsply, Maillefer) menggunakan sealer AH Plus (Dentsply,
Maillefer; Figs 2C dan D). Akses kavitas kemudian dikembalikan dengan silver

2
amalgam (Dispersalloy, Dentsply, Maillefer). Pasien disarankan untuk membuat
mahkota penuh untuk gigi 26.

Gambar 1A sampai D: Pembengkakan ekstraoral, (A) frontal view, (B) lateral


view, (C) radiografi preoperatif intraoral, (D) foto klinis pembukaan akses

3
Gambar 2A sampai D: (A) Radiografi panjang kerja, (B) Foto 7 hari pasca operasi
menunjukkan pembengkakan ekstraoral telah mereda, (C) radiografi master cone,
(D) radiografi pasca operasi

4
BAB III
PEMBAHASAN
Rasa sakit dan bengkak adalah tanda dan gejala yang paling umum yang
dapat terjadi selama flare-up. Penyebabnya bisa berupa 'perubahan sindrom
adaptasi lokal' di mana Selye menunjukkan faktor ini dengan menyuntikkan udara
secara subkutan ke bagian belakang tikus, menyebabkan jaringan yang berisi
udara. Dia kemudian menyuntikkan berbagai bahan kimia ke dalam kantong berisi
udara ini, menciptakan respons peradangan akut, dalam bentuk 'kantong
granuloma', di mana kantong ini dilapisi dengan jaringan granulasi. Selanjutnya
kantong disuntik dengan zat kimia yang sama yang telah menghasilkan
peradangan dan diamati bahwa tidak ada reaksi dan jaringan telah beradaptasi
dengan iritan. Pengosongan isi kantong menghasilkan penyembuhan tetapi ketika
iritasi baru dan berbeda disuntikkan ke dalam kantong, terjadi reaksi keras yang
menyebabkan jaringan nekrosis. Dalam situasi klinis, peradangan lesi periapikal
dapat disesuaikan dengan iritasi dan peradangan kronis mungkin ada tanpa rasa
sakit atau bengkak yang jelas. Namun, ketika terapi endodontik dilakukan, iritasi
baru dalam bentuk medikamen, larutan irigasi atau protein jaringan,
memungkinkan lesi granulomatosa terpapar oleh perubahan kimia dan kemudian
diikuti reaksi keras yang menyebabkan nekrosis likuifaksi, menunjukkan
perubahan, sehingga menunjukkan bahwa ada adaptasi jaringan lokal terhadap
iritasi yang diterapkan.
Perubahan tekanan jaringan periapikal adalah penyebab lain dimana
pengukuran tekanan jaringan periapikal selama terapi endodontik pada gigi
anjing, mengungkapkan bahwa terjadi baik tekanan negatif dan positif. Tekanan
berfluktuasi selama periode 8 jam. Pada gigi dengan peningkatan tekanan
periapikal, eksudat yang berlebihan akan cenderung menciptakan rasa sakit
dengan tekanan pada ujung saraf. Ketika saluran akar gigi tersebut dibuka, cairan
itu akan dipaksa keluar. Sebaliknya jika tekanan periapikal kurang dari tekanan
atmosfir, mikroorganisme dan protein jaringan yang berubah dapat diaspirasi ke
area periapikal yang mengakibatkan penekanan respon inflamasi dan nyeri yang
hebat.

5
Mikroba adalah salah satu penyebab utama flare-up. Sebelum tahun 1970-
an studi tentang flora saluran akar yang terinfeksi menunjukkan adanya berbagai
mikroorganisme. Berdasarkan penelitian terbaru, teknik kultur anaerob
menghasilkan spektrum yang jauh lebih luas dari isolat mikroba daripada purely
aerobic techniques. Bakteri anaerob pada infeksi saluran akar campuran
bertanggung jawab pada produksi enzim dan endotoksin, penghambat
kemotaksis, fagositosis, dan endotoksin, dan interferensi terhadap aktivitas
antibiotik yang mengakibatkan persistensi lesi periapikal yang menyakitkan.
Bacteriodes melaninogenicus, mikroorganisme anaerob Gram-negatif batang,
hadir dalam kombinasi dengan mikroorganisme lain, menghasilkan endotoksin,
yang mengaktifkan faktor Hageman, yang mengarah pada produksi bradykinin,
mediator nyeri yang kuat. Endotoksin mampu melawan ingesti oleh leukosit
polimorfonuklear, bahkan setelah ingesti, intercellular killing terganggu dan
dengan adanya komplemen, endotoksin juga meningkatkan peradangan melalui
pelepasan zat kimia vasoaktif. Bakteri gram positif juga terlibat dalam
terjadinya flare up pada saluran akar. Apakah flora dari saluran akar yang
terinfeksi dapat berubah ketika perawatan endodontik dilakukan atau apakah
perubahan dalam proporsi aerob ke anaerob dapat menyebabkan eksaserbasi klinis
masih bersifat dugaan.
Efek mediator kimia selama respon inflamasi dapat berasal dari sel atau
plasma, yang meliputi histamin, serotonin, prostaglandin, faktor aktivasi platelet,
leukotrien, berbagai komponen lisosom dan beberapa produk limfosit yang
disebut limfokin, semuanya mampu menyebabkan rasa sakit. Mediator plasma ada
dalam sirkulasi, faktor Hagmen (faktor XII) saat diaktifkan dapat menyebabkan
rasa sakit. Produk neutrofil ketika saluran akar di instrumentasi, respon inflamasi
akut dimulai pada jaringan periapikal. Berbagai mediator kimia dilepaskan secara
endogen atau oleh sel-sel inflamasi pada periodontitis akut, dapat menyebabkan
rasa sakit. Perubahan nukleotida siklik yang merupakan adenosin monofosfat
siklik (AMP) merupakan pensinyalan kedua untuk banyak hormon yang
mentransmisikan informasi atau pesan ke bagian dalam sel. Transmitter seperti
histamin atau epinefrin dan serotonin, diuraikan selama respons inflamasi, mampu
meningkatkan kadar AMP siklik dalam jaringan periapikal. Guanosine

6
monofosfat siklik (GMP) juga nukleotida siklik kedua, yang ada di semua sistem
makhluk hidup. Regulasi sel, termasuk transmisi nyeri, dapat dipengaruhi oleh
interaksi AMP siklik dan GMP siklik.
Faktor imunologi juga ikut berperan terkait dengan pulpitis kronis dan
periodontitis periapikal, keberadaan makrofag dan limfosit menunjukkan bahwa
terjadi keterlibatan reaksi antara kedua sel dan imun humoral. Di samping itu efek
protektif pada mekanisme imunologi dapat berkontribusi pada fase destruktif
peradangan. Antigen dari jaringan yang terubah oleh obat, kompleks antigen-
antibodi, dan bahan pengisian saluran akar telah dilaporkan mampu menimbulkan
reaksi imunologi. Kerusakan pulpa dan periapikal kemungkinan terjadinya
perubahan produksi IgG melalui IgA, menyebabkan keadaan yang memburuk dari
proses inflamasi. Kemungkinan lain untuk flare-up mungkin didasarkan pada
aktivasi sistem kallikrein-kinin dan koagulasi, oleh pengikatan IgG atau IgM ke
antigen permukaan sel, dan kemudian dengan keterlibatan pada sistem
komplemen. Berbagai faktor psikologis, seperti rasa takut terhadap dokter gigi
dan prosedur perawatan gigi, kecemasan, ketakutan, dan banyak faktor psikologis
lainnya juga mempengaruhi persepsi nyeri pasien dan ambang reaksi terhadap
inisiasi flare-up.
Karena faktor etiologi sering tidak dapat ditentukan secara tepat, banyak
pilihan pengobatan yang disarankan. Cohen menganjurkan dilakukannya
pengurangan oklusal sebelum perawatan endodontik untuk pencegahan nyeri
pasca operasi tetapi endodontis lain merekomendasikan bantuan oklusal sebelum
terapi endodontik hanya pada gigi dengan gejala periapikal yang menyakitkan
sedangkan beberapa mengurangi oklusi gigi sejalan dengan terapi endodontik
ketika gejala nyeri mulai berkembang.
Pembuatan drainase adalah metode yang paling efektif untuk mengurangi
rasa sakit dan bengkak. Ini dapat dilakukan dengan melepas dressing sementara
dari rongga akses. Dalam kebanyakan kasus, eksudat yang terakumulasi akan
mengalir ke saluran akar dengan cepat. Jika tidak ada eksudat yang muncul,
saluran akar mungkin tersumbat oleh debris dentin yang padat di sepertiga apikal
dari saluran akar. Pengaliran eksudat dapat dibantu dengan melewatkan file atau
reamer saluran akar steril melalui material ini. Dalam beberapa kasus dimana

7
eksudat mungkin tidak ada atau tidak dapat dievakuasi melalui saluran akar, maka
intervensi bedah merupakan pilihan pengobatan. Lebih disarankan untuk menutup
sementara rongga akses daripada membiarkannya terbuka untuk drainase, karena
produk saliva dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri, memaparkan
pada mikroorganisme baru yang mengaktifkan jalur komplemen alternatif dan
dapat meningkatkan bradikinin, yang menyebabkan produksi nyeri.
Obat-obatan intrakanal biasanya digunakan untuk membantu
menghilangkan eksaserbasi yang menyakitkan selama terapi saluran akar. Di
antaranya adalah agen antimikroba, seperti formocresol, cresatin, eugenol,
camphorated monochlorphenol dan iodinepotassium iodide yang telah dipelajari
dan belum ada hubungan yang signifikan antara flare-up dan jenis terapi yang
digunakan. Pilihan larutan irigasi memberikan sedikit perbedaan dalam kejadian
ketidaknyamanan pasca operasi, selama larutan irigasi tidak terdorong melampaui
foramen gigi. Mengaitkan insidensi nyeri yang lebih rendah secara khusus dengan
penggunaan irrigan tertentu juga sulit dilakukan. Senyawa sulfa dan kortikosteroid
juga telah digunakan dalam penatalaksanaan flare-up tetapi hasilnya tidak
menjanjikan. Obat sistemik dalam bentuk antibiotik telah digunakan secara lokal
dan sistemik untuk menghilangkan nyeri terhadap berbagai tekanan dari
organisme selama terapi endodontik. Tidak ada antibiotik spesifik yang mampu
mengurangi atau menghilangkan eksaserbasi yang menyakitkan selama terapi
endodontik. Analgesik Non-narkotik menghilangkan nyeri tanpa mengubah
kesadaran, merupakan yang paling efektif terhadap nyeri dari sumber gigi. Agen
antiinflamasi nonsteroid adalah obat pilihan untuk nyeri ringan sampai sedang.
Analgesik narkotik umumnya diresepkan untuk menghilangkan nyeri yang parah.
Namun, resep analgesik yang diberikan harus sesuai dengan tanda dan gejala.
Perawatan follow-up dari pasien dengan flare-up harus dengan
menghubungi pasien setiap hari sampai gejala mereda. Komunikasi dapat
dilakukan melalui telepon atau pasien yang melapor ke klinik. Untuk pasien
dengan masalah berat atau persisten yang tidak dapat ditangani, maka diperlukan
prosedur perawatan tambahan.

8
BAB IV
KAITAN DENGAN TEORI
4.1 PERAWATAN ENDODONTIK
4.1.1 DEFINISI
Endodontik merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang menyangkut
diagnosis serta perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan
jaringan periapikal (Wintasrih dkk, 2009). Sedangkan perawatan endodontik
adalah tindakan menyelamatkan gigi dari pencabutan agar gigi dapat bertahan
dalam soket. Saat ini perawatan endodontik mengalami perkembangan yang
sangat pesat, sehingga perawatan ini menjadi suatu alternatif sebelum
dilakukan ekstraksi. Pemahaman tentang anatomi sistem saluran akar
memegang peranan penting dalam kesuksesan dan kegagalan perawatan
endodontik (Prawitasari dkk, 2012).

4.1.2 TUJUAN
Tujuan perawatan endodontik adalah mengembalikan keadaan gigi yang
sakit agar dapat berfungsi kembali. Perawatan saluran akar bertujuan untuk
mereduksi mikroba di dalam sistem saluran akar, agar terjadi proses
penyembuhan melalui tindakan pembersihan dan pembentukan saluran akar
(cleaning and haping). Pembersihan dilakukan dengan mengeluarkan jaringan
pulpa vital dan nekrotik serta mereduksi mikroorganisme. Pembentukan
dilakukan dengan membentuk saluran akar sedemikian rupa agar dapat
menerima bahan pengisi (Soraya, 2009).

4.1.3 INDIKASI
Indikasi perawatan endodontik menurut Juwono sebagai berikut:
a. Karies yang luas.
b. Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik pada gigi
vital, nekrosis sebagian maupun gigi sudah nonvital.
c. Saluran akar yang dapat dimasukkan instrumen.
d. Kelainan jaringan periapeks pada gambaran radiografi kurang dari
sepertiga apeks.

9
e. Mahkota gigi masih bisa direstorasi dan berguna untuk keperluan prostetik
(untuk pilar restorasi jembatan).
f. Gigi tidak goyang dan periodonsium normal.
g. Foto rontgen menunjukan resorpsi akar tidak lebih dari sepertiga apikal,
tidak ada granuloma pada gigi sulung.
h. Kondisi pasien baik
i. Pasien ingin giginya di pertahankan dan bersedia untuk memelihara
kesehatan gigi dan mulutnya.
j. Keadaan ekonomi pasien memungkinan

4.1.4 KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi untuk perawatan endodontik, sebagai berikut (Grossan et
al., 1995 ; Lost et al, 2016) :
a. Bila dijumpai kerusakan luas jaringan periapikal yang melibatkan lebih
dari sepertiga panjang akar
b. Gigi dengan jaringan periodontal yang tidak sehat
c. Gigi dengan fraktur akar vertikal
d. Gigi dengan resorbsi akar eksternal
e. Gigi yang tidak dapat dikembalikan fungsinya walaupun setelah
direstorasi
f. Gigi yang tidak dapat digunakan untuk oklusi ataupun abutment
g. Gigi yang sulit dijangkau instrument karena saluran akar mengalami
kalsifikasi dan akar bengkok yang parah
h. Gigi dengan prognosis buruk dan pasien tidak kooperatif

4.1.4 TEKNIK PERAWATAN ENDODONTIK


Perawatan endodontik dibagi menurut vitalitas gigi, antara lain (Bakar,
2012):
1. Kasus pada gigi yang masih vital dilakukan perawatan pulp capping,
pulpotomi, pulpektomi.
2. Kasus pada gigi yang non vital dilakukan perawatan endointrakanal.

10
Kasus pada gigi yang masih vital dilakukan teknik perawatan, sebagai
berikut:
1. Pulp Capping
Pulp capping merupakan perawatan saluran akar dengan memberikan
bahan pelindung pulpa atau medikamen pada gigi untuk mempertahankan
vitalitas pulpa. Pulp capping ini dilakukan pada kasus gigi dengan pulpitis
reversible. Pulp capping terbagi menjadi dua macam, yaitu (Bakar, 2012) :
1. Indirect Pulp Capping : perawatan dilakukan pada pulpa yang belum
terbuka yang diakibatkan karena adanya karies profunda.
2. Direct Pulp Capping : perawatan dilakukan pada pulpa yang sudah
terbuka karena terkena trauma mekanis.

2. Pulpotomi
Pulpotomi merupakan tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa yang
mengalami infeksi pada bagian koronal dan mempertahankan pulpa di
saluran akar dalam keadaan vital. Dilakukan pada kasus gigi dengan
pulpitis irreversible pada gigi susu dan gigi permanen muda (Bakar, 2012).

3. Pulpektomi
Pulpektomi merupakan tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari
korona gigi dan saluran akar sampai mendekati foramen apikal. Dilakukan
pada kasus gigi dengan pulpitis irreversible dengan bagian apikal gigi
telah terbentuk sempurna (Bakar, 2012).

Kasus pada gigi yang non vital dilakukan teknik perawatan, sebagai berikut :
1. Endointrakanal
Endointrakanal merupakan perawatan saluran akar pada gigi non vital atau
pada kasus nekrosis pulpa dengan melakukan tindakan pengambilan seluruh
jaringan pulpa. Perawatan dan penatalaksanaan pulpektomi hampir sama
dengan perawatan pada gigi non vital yaitu endointrakanal namun pada
perawatan endointrakanal tidak dilakukan anestesi lokal dan pengambilan
jaringan pulpa atau ekstirpasi (Bakar, 2012).

11
Perawatan endodontik yang baik berpedoman kepada Triad Endodontik,
yaitu preparasi meliputi pembukaan akses yang lurus, pembersihan dan
pembentukan saluran akar yang baik agar dapat diisi dengan optimal serta
obturasi saluran akar yang sempurna. Ketika ketiga pedoman endodontik
tersebut sudah terpenuhi maka keberhasilan perawatan saluran akar dapat
dievaluasi berdasarkan pemeriksaan klinis serta radiografi. Jika hasil dari
evaluasi tersebut menyatakan bahwa kriteria keberhasilan perawatan
endodontik tidak terpenuhi, maka akan terjadi kegagalan
perawatan endodontic (Soraya, 2009)

4.2 FLARE UP
4.2.1 DEFINISI
Flare-up endodontik adalah suatu komplikasi dari perawatan endodontik
yang didefinisikan sebagai eksaserbasi akut pada pulpa asimptomatik atau
pathosis periapikal setelah perawatan saluran akar. Nyeri pasca operasi setelah
perawatan saluran akar adalah kejadian yang tidak diinginkan namun sangat
umum terjadi. Bahkan dengan tindakan pencegahan ketat yang dilakukan,
orang masih mengalami berbagai tingkat nyeri sisa atau bahkan tanggapan
berlebihan selama dan setelah perawatan saluran akar. Flare-up adalah
komplikasi yang sering mengganggu baik pasien maupun dokter gigi, dan
merupakan penyebab mayoritas keadaan darurat endodontik yang
membutuhkan kunjungan yang tidak terjadwal untuk pengobatan (Priyanka,
2013).

4.2.2 ETIOLOGI
1. Faktor microbial (Priyanka, 2013; Goncalves dkk, 2016)
Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk meminimalkan
jumlah mikroorganisme dan debris patologis dalam sistem saluran akar.
Adanya bakteri yang persisten menyebabkan banyak gigi yang mengalami
infeksi dan rasa sakit setelah intervensi endodontik. Mikroorganisme
memainkan peran penting dalam peradangan periradikular, baik sebelum
maupun setelah perawatan.

12
Kegagalan perawatan endodontik dan flare-up dapat dikaitkan dengan
penyebab mikrobial hanya jika mereka patogen, memiliki jumlah yang cukup
dan memiliki akses ke jaringan periradikular. Sistem saluran akar memiliki
lingkungan yang kondusif bagi kelangsungan hidup spesies mikroorganisme
tertentu. Lingkungan ini dapat terganggu oleh perawatan endodontik, dengan
langkah-langkah untuk desinfeksi, debridemen, dan medikamen intrakanal.
Untuk bertahan hidup di lingkungan yang berubah ini di mana tingkat gizi
rendah, bakteri harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang berubah.
Bakteri memiliki banyak mekanisme untuk bertahan pada nutrisi yang
menipis. Dalam kasus penipisan nitrogen, bakteri yang membutuhkan amonia
sebagai sumber nitrogen dapat mencari jejak amonia. Ini dimungkinkan oleh
sistem gen Ntr. Dalam situasi penipisan oksigen, sistem Arc (regulasi
pernafasan aerobik) diaktifkan yang membantu bakteri berpindah dari
metabolisme aerobik ke anaerobik. Di bawah konsentrasi glukosa rendah,
bakteri dapat mengaktifkan sistem represor katabolit yang memungkinkan
produksi enzim dari sumber lain. Pada kondisi kekurangan fosfat, sel
menggunakan senyawa fosfat organik dan mencari jejak fosfat anorganik.
Bakteri yang berada di daerah anatomi tertentu dari saluran akar seperti
isthmus, ramifikasi apikal, penyimpangan, delta dan tubulus dentinal
mungkin tidak tersentuh dan tidak terpengaruh oleh prosedur disinfeksi.
Bakteri yang terkubur ini dibunuh atau dicegah untuk mendapatkan akses ke
jaringan periradikular dengan pengisian saluran akar. Beberapa bakteri juga
dapat tetap hidup dengan memperoleh nutrisi dari sisa-sisa jaringan. Sealing
yang tidak adekuat yang pada pengisian saluran akar dapat memungkinkan
adanya rembesan cairan jaringan dan menyediakan substrat untuk
pertumbuhan bakteri. Bakteri juga dapat memperoleh akses ke daerah
periradikular dan menyebabkan peradangan.
Mikrobiota dalam kasus flare-up dan refrakter atau gagal berbeda dari
kasus yang tidak diobati, yang pertama memiliki lebih banyak bakteri gram
negatif, fakultatif dan anaerob dan yang berikutnya memiliki lebih banyak
bakteri gram positif. Tegangan oksigen dan potensi reduksi oksidasi lebih

13
tinggi di bagian koronal dari kanal, sehingga baik untuk bakteri fakultatif dan
anaerob yang aero-toleran. Anaerob secara signifikan lebih tinggi di sepertiga
apikal dari saluran akar karena kondisi anaerobik di daerah tersebut.
Preparasi kemo-mekanis saluran akar harus diselesaikan dalam satu
kunjungan dan obat-obatan intrakanal harus dibiarkan dan di-seal sampai
kunjungan berikutnya. Preparasi yang tidak lengkap hanya akan
menghilangkan beberapa organisme patogen dan meninggalkan bakteri lain
yang akan berkembang biak. Pada kasus di mana preparasi kemo-mekanis
dilakukan secara tidak lengkap, perubahan lingkungan dapat membuat bakteri
yang sebelumnya terhambat menjadi virulen. Ketika organisme ini tumbuh
terlalu cepat, dan bersifat virulen, mereka dapat menyebabkan kerusakan
jaringan periradikuler dan eksaserbasi gejala.
Infeksi sekunder pada sistem saluran akar dapat terjadi oleh organisme
yang awalnya tidak ada selama infeksi primer. Paparan organisme baru ke
dalam saluran akar dapat terjadi oleh kontaminasi irigan atau instrumen
endodontik. Mikroorganisme juga dapat masuk melalui bahan restoratif
sementara dan pada saluran akar yang diobturasi ketika ada seal yang tidak
adekuat, fraktur struktur gigi atau keterlambatan dalam menempatkan
restorasi permanen.
Matusow et al mengusulkan bahwa perubahan potensi oksidasi-reduksi
dari lingkungan saluran akar dapat menjadi penyebab eksaserbasi gejala
setelah perawatan endodontik. Ketika gigi dibuka, oksigen memasuki sistem
saluran akar dan populasi mikroba berubah dari anaerobik menjadi aerobik, di
mana hasil energi dan laju pertumbuhan lebih cepat
Beberapa jenis bakteri yang ditemukan pada kasus flare-up diantaranya:
a. Bacteroides melaninogenicus
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sundqvist et al pada pulpa
gigi nekrotik menggunakan teknik anaerobik melaporkan bahwa sebagian
besar strain yang ditemukan adalah anaerobik obligat. Dalam semua kasus
flare-up, ditemukan Bacteroides melaninogenicus yang merupakan bakteri
batang gram negatif anaerobik Organisme ini telah ditemukan
menghasilkan enzim kolagenolitik dan fibrinolitik yang mengaktifkan

14
faktor Hageman untuk menghasilkan bradikinin yang merupakan mediator
nyeri yang kuat.
b. Fusobacterium nucleatum
Penelitian yang dilakukan untuk menentukan hubungan antara
Fusobacterium nucleatum dengan flare-up endodontik menemukan bahwa
Fusobacterium nucleatum terdapat pada semua gigi pasien yang
mengalami nyeri hebat dan pembengkakan, sedangkan pada pada sampel
gigi dengan sedikit rasa sakit tidak terdapat Fusobacterium nucleatum.
Oleh sebab itu, dikatakan bahwa Fusobacterium nucleatum tampaknya
terkait dengan pengembangan bentuk-bentuk paling parah dari flare-up
c. Enterococcus Faecalis
Enterococcus faecalis adalah organisme persisten yang membentuk
sebagian kecil dari mikroflora endodontik tetapi memiliki peran utama
dalam etiologi infeksi periradikular persisten. Bakteri ini merupakan
anaerob fakultatif yang dapat bertahan hidup di lingkungan yang keras
termasuk pada pH yang sangat basa. Penelitian telah menunjukkan bahwa
E.faecalis hadir dalam 4 hingga 40% dari infeksi endodontik primer dan
kehadirannya dalam perawatan saluran akar yang gagal ditemukan
sembilan kali lebih tinggi, di mana E.faecalis telah terdeteksi pada 67-77%
dengan metode deteksi PCR. Bakteri ini resisten terhadap obat intrakanal
kalsium hidroksida karena adanya pompa proton dan kemampuannya
untuk mempertahankan homeostasis pH secara pasif.
d. Actinomyces radicidentis
Kalfas et al melakukan penelitian pada dua pasien dengan
perawatan endodontik yang gagal dan tanda-tanda dan gejala yang
persisten. Pada penelitian ini bahan pengisi saluran akar diangkat dan
sampel ditanam dalam kultur murni, ditemukan bakteri yang mirip satu
sama lain dan diklasifikasikan sebagai Actinomyces radicidentis.
e. Staphylococcus epidermidis
Sebuah laporan kasus melaporkan bahwa Staphylococcus
epidermidis berperan dalam infeksi persisten pada kasus flare-up
endodontik. Pada kasus tersebut, beberapa perawatan termasuk

15
penyesuaian oklusal, reinstrumentasi saluran akar, dan perubahan pada
obat-obatan intrakanal telah dilakukan namun tidak berhasil untuk
menghilangkan gejala rasa sakit. Kemudian dilakukan tes kultur pada
eksudat saluran akar dan ditemukan adanya Staphylococcus epidermidis.
Bakteri ini merupakan bagian dari mikrobiota kulit manusia, dan diakui
sebagai patogen oportunistik yang bertanggung jawab untuk infeksi
nosokomial. Staphylococcus epidermidis yang diisolasi dari lesi refrakter
mungkin berasal dari infeksi nosokomial yang terjadi selama perawatan
saluran akar, yaitu desinfeksi instrument, material, dan area operasi yang
tidak memadai.

2. Faktor host
Setiap individu memiliki resistensi yang berbeda terhadap infeksi yang
disebabkan oleh berbagai factor. Individu yang memiliki sistem imun yang
kurang akan lebih rentan mengalami perkembangan dari gejala klinis flare-up
setelah mendapatkan perawatan endodontic. Adapun beberapa factor dalam
tubuh yang merupakan faktor host yang berperan dalam meningkatkan
insiden flare-up yaitu :
1. Umur dan jenis kelamin
Dilihat dari segi jenis kelamin, ditemukan bahwa wanita lebih sering
mengalami flare-up dibandingkan dengan laki-laki. Tingkat fluktuasi
hormone wanita menyebabkan terjadinya peningkatan serotonin dan
noradrenalin dan mengakibatkan peningkatan prevalensi nyeri selama
periode menstruasi dan juga pada wanita yang menerima terapi
penggantian hormone atau kontrasepsi oral. Beberapa penelitian
mengatakan bahwa umur tidak dapat dijadikan factor yang signifikan
terhadap kejadian flare-up. Namun penelitian yang pernah dilakukan oleh
El Mubarak et al, didapatkan hasil bahwa flare-up yang dirasakan pasca
perawatan endodontic lebih banyak dialami pada pasien umur 18-33
tahun. Flare-up pasca perawatan endodontic jarang terjadi pada orang tua
karena diameter saluran akar yang semakin menyempit sehingga lebih
sedikit debris yang diekstrusi dan adanya penurunan aliran darah di tulang

16
alveolar yang mengakibatkan respon inflamasi yang lemah
(Sipaviciute,2014).
2. Faktor Imunologi
Mediator kimia seperti histamin, serotonin, prostaglandin, leukotrin,
dan yang lainnya, mempunyai peran dalam proses terjadinya nyeri.
Histamin dan serotonin, ketika di rilis sebagai akibat dari reaksi
peradangan pada pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah. Prostaglandin, yang ditemukan pada eksudat
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan kemotaksis,
menyebabkan demam, dan peka terhadap reseptor rasa sakit pada
stimulasi oleh mediator kimia lainnya. Faktor-faktor turunan lain dari
plasma yang meliputi faktor Hageman, Bradikinin, plasmin, dan lainnya.
Plasmin mengaktifkan faktor Hageman, yang selanjutnya mengaktifkan
pre-kallikrein. Pre-kallikrein diaktifkan oleh plasmin untuk membentuk
kallikrein. Kallikrein memotong kininogen untuk membentuk bradikinin.
Bradikinin inilah yang dikenal sebagai mediator nyeri.
Pulpa diketahui memiliki kapasitas untuk memproduksi antibodi terhadap
berbagai antigen. Makrofag dan sel-sel plasma yang ada dalam pulpitis
dan penyakit periapikal, yang terlibat dalam kekebalan humoral.
Imunoglobulin telah terdeteksi pada banyak lesi peri radikular termasuk
granuloma dan kista radikuler.
3. Kondisi Sistemik
Adanya penyakit sistemik juga berkontribusi terhadap keparahan
infeksi endodontic dan respon terhadap perawatan tersebut. Dalam sebuah
studi dari hasil perawatan endodontic pada pasien diabetes dan non
diabetes, pada pasien dengan diagnose adanya lesi periradikular, penderita
diabetes pada insulinnya cenderung memiliki peningkatan insiden nyeri
periradikular dibandingkan dengan penderita non diabetes. Mereka juga
memiliki resiko dua kali lebih banyak pada tingkat flare-up dibandingkan
dengan penderita non diabetes.
4. Kondisi pulpa dan jaringan periapikal

17
Selye memperkenalkan konsep perubahan dalam adaptasi local sebagai
penyebab potensial untuk terjadinya flare-up. Ketika suatu peradangan
kronis terjadi, jaringan periapikal disesuaikan dengan iritasi. Ini adalah
alas an mengapa peradangan dapat terjadi tanpa timbul rasa sakit atau
bengkak yang hebat. Tapi ketika perawatan endodontic dimulai, iritasi-
iritasi dalam bentuk irrigans, instrumen, obat-obatan intrakanal
diperkenalkan ke daerah periapikal yang dapat menyebabkan reaksi cukup
keras yang menyebabkan sakit parah dan pembengkakan.
Mohorn dan timnya menunjukkan bahwa adanya perubahan tekanan
jaringan akibat intervensi endodontik. Tekanan apikal yang meningkat
menunjukkan adanya eksudat yang belum diserap oleh limfatik dan akan
menyebabkan rasa sakit akibat tekanan pada ujung saraf.
5. Faktor Fisiologis dan Kecemasan
Rasa takut terhadap dokter gigi, perawatan-perawatan yang dilakukan
pada gigi, kecemasan, dan faktor-faktor fisiologis lainnya dapat
mempengaruhi resiko pasien dalam bertambahnya rasa sakit dan persepsi
mereka akan rasa sakit tersebut. Pengalaman pernah mengalami trauma
pada gigi sebelumnya, juga memiliki peranan pada tingkat keparahan
flare-up (Priyanka,2013)

3. Faktor perawatan (Priyanka, 2013)


Tujuan utama dari prepararsi biomekanis adalah untuk membersihkan
saluran akar dan disinfeksi, untuk menyingkirkan mikroorganisme yang akan
menyebabkan infeksi persisten. Preparasi yang tidak memadai dapat
menyebabkan eksaserbasi akut.
a. Debridemen tidak memadai
Sebuah penelitian dilakukan untuk mengkorelasikan keberadaan
infeksi bakteri pada sistem saluran akar dan adanya radiolusensi
periradikular dengan terjadinya flare-up endodontik. Mereka melakukan
penelitian biopsi pada gigi dengan flare-up dan menemukan bahwa
terdapat bagian dari ruang saluran akar tidak tersentuh selama debridemen
kemo-mekanis.

18
b. Obat-obatan intrakanal dan bahan obturasi sebagai antigen
Obat-obatan intrakanal digunakan dalam saluran akar karena efek
anti-mikroba yang dimilikinya dan untuk mengurangi timbulnya flare-up.
Namun, obat-obatan dapat bertindak sebagai antigen dan menghasilkan
respon yang berlebihan dan menyebabkan rasa sakit. Beberapa bahan
kimia yang digunakan sebagai obat intrakanal dan irigasi seperti natrium
hipoklorit, hidrogen peroksida, eugenol, senyawa yodium,
prarchlorophenol, formocresol dapat bertindak sebagai antigen dan
menginduksi respon hipersensitivitas.
c. Ekstrusi irrigan
Irigasi merupakan langkah penting selama preparasi kemo-
mekanis. Sodium hipoklorit dan hidrogen peroksida adalah dua jenis irisan
intrakanal yang umum digunakan. Sodium hipoklorit memiliki efisiensi
antimikroba dan kemampuan untuk melarutkan jaringan nekrotik serta
vital yang sangat baik. Ekstrusi irrigan diluar foramen apikal akan
menyebabkan reaksi yang keras - nyeri, pembengkakan, hematoma,
sensasi terbakar, ulserasi, nekrosis jaringan. Tekanan yang berlebihan
selama irigasi juga akan menyebabkan sejumlah besar irrigan berkontak
dengan jaringan periapikal. Penggunaan hidrogen peroksida sebagai
irrigan juga telah menyebabkan reaksi yang merugikan seperti rasa sakit
parah bersamaan dengan pembengkakan cepat dan eritema di wilayah
tersebut.
Perawatan saluran akar memiliki tujuan utama untuk
meminimalkan jumlah mikroorganisme dan debris patologis dalam sistem
saluran akar, di mana perawatan ini biasanya dilakukan dalam beberapa
kali kunjungan sehingga memerlukan kepatuhan pasien dalam
menjalankannya. Preparasi kemo-mekanis saluran akar harus diselesaikan
dalam satu kali kunjungan dan obat-obatan intrakanal harus dibiarkan, di-
seal, dan ditumpat sementara sampai kunjungan berikutnya. Namun pada
kasus dikatakan bahwa pasien pernah menjalani perawatan saluran akar
pada gigi 26 namun perawatan tersebut tidak dilanjutkan. Perawatan yang
tidak lengkap ini memungkinkan adanya bakteri yang persisten dan

19
menyebabkan gigi mengalami infeksi dan rasa sakit setelah intervensi
endodontik. Pada pemeriksaan intraoral juga tampak bahwa akses kavitas
terbuka tanpa tumpatan sementara. Terbukanya akses ke saluran akar
tersebut dapat menyebabkan terjadinya infeksi sekuder pada sistem saluran
akar oleh karena paparan organisme baru yang sebelumnya tidak ada
selama infeksi primer ke dalam saluran akar.

4.2.3 GEJALA KLINIS


Gejala klinis sebelum perawatan seperti nyeri pada gigi ketika menggigit,
mengunyah atau sakit terasa dengan sendirinya saat tidak digunakan untuk
mengunyah, dan sensitif terhadap perkusi(Walton 2002). 80% pasien yang
merasakan sakit gigi sebelum memulai perawatan biasanya merasakan nyeri
setelah perawatan(Sathorn, 2008). Nyeri menyebabkan meningkatnya stres
dalam tubuh dan efek fungsi kekebalan tubuh dengan cara negatif sehingga
meningkatkan kemungkinan terjadinya flare-up.

4.2.4 PENATALAKSANAAN (Jayakodi dkk, 2012; Sharma, 2017; Sindhu


dkk)
Penatalaksanaan flare-up dapat dilakukan dengan pendekatan 3D untuk
mengontrol rasa sakit yaitu dengan diagnosis, definitive treatment, dan drugs.
1. Diagnosis
Langkah awal mengobati pasien dengan nyeri endodontik adalah dengan
menegakkan diagnosis. Mengetahui keluhan utama pasien harus menjadi
langkah pertama dalam manajemen yang tepat. Pemeriksaan klinis secara
menyeluruh juga harus dilakukan, misalnya dengan melihat area
pembengkakan, perubahan warna, ulserasi, eksudasi, cacat dan/atau
kehilangan restorasi, dan fraktur gigi. Selain itu, uji klinis harus mencakup
perkusi, palpasi apikal, tes thermal (dingin dan panas jika diindikasikan) dan
probing periodontal, serta pemeriksaan radiografi.

20
2. Definitive treatment
Setelah diagnosis diketahui bahwa gigi yang baru dirawat merupakan
penyebab dari gejala pasca perawatan, maka perawatan definitif yang efektif
harus diberikan.
Adapun perawatan definitif yang dapat diberikan yaitu :
a. Instrumentasi ulang (Re-instrumentation)
Gigi atau area yang terlibat harus dianestesi lokal dengan benar sebelum
perawatan untuk menghilangkan rasa sakit. Akses kavitas kemudian
dibuka dan pemeriksaan anatomi tambahan harus diperiksa untuk
memeriksa kemungkinan yang terlewatkan pada kunjungan awal. Panjang
kerja harus diukur kembali untuk menyesuaikan panjang kerja yang sudah
diukur sebelumnya, penetapan foramen apikal, dan membuang atau
membersihkan debris dan sisa jaringan dengan irigasi.

Panjang kerja merupakan jarak dari titik acuan pada bagian mahkota gigi
sampai titik yang teridentifikasi pada bagian apical akar gigi. Pengukuran
dapat dilakukan secara radiografi dan elektronik (apeks locator).
Metode radiografi :
1.Tentukan titik acuan atau reference point (bagian cups tertinggi oklusal
atau insisal, satu titik acuan untuk pengukuran pada gigi dengan saluran
akar ganda),
2. Masukkan stopper ke jarum miller,
3. Masukkan jarum miller ke ruang pulpa sampai stopper berada pada
reference point/titik acuan,
4. Lakukan rontgen foto,
5. Lakukan perhitungan dengan rumus,

PGS : Panjang Gigi Sebenarnya


PIS : Panjang Instrumen Sebenarnya
PGR : Panjang Gigi dalam Rontgen
Foto
PIR : Panjang Instrumen dalam
Rontgen Foto
PK : Panjang Kerja

21
Metode elektronik (apeks locator) :
1. File dipilih yang tepat dalam saluran,
2. File dimasukkan sebagian dalam saluran sebelum ditempelkan pada
penjepit file,
3. Gerakkan file maju mundur pada saat perlahan-lahan masuk menuju
apeks,
4. Pada saat file menuju apeks, posisi file terlihat di layar unit
menunjukkan file masih di dalam saluran atau menembus saluran akar,
5. Ulangi berkali-kali gerakan tersebut untuk membuktikan posisi dan
panjang yang benar. Apabila hasil sama, catat sebagai panjang akar,

Selanjutnya dilakukan teknik preparasi untuk saluran akar, teknik yang


dapat digunakan untuk preparasi saluran akar sesuai dengan bentuk akar,
yaitu :
1. Teknik konvensional
Merupakan teknik yang dilakukan pada saluran yang besar dan lurus.
Teknik ini dilakukan dengan file dan reamer nomor kecil sampai file dan
reamer nomor besar dengan PK yang sama.
2. Teknik step back
Merupakan teknik yang dilakukan pada saluran akar yang sempit dan
bengkok namun membutuh waktu pengerjaan yang lama.
3. Teknik crown down pressureless (CDP)
Merupakan teknik yang digunakan pada saluran akar yang bengkok dan
pengerjaan relatif singkat.
• File nomor 30 dimasukkan ke dalam saluran akar tanpa tekanan
sampai panjang gigi dikurangi 4mm sehingga didapat panjang kerja
sementara (PKS),
• GGD(Gates Glidden Drill) dimulai dari :
-GGD#2 = PKS
-GGD#3 = PKS - 1mm
-GGD#4 = PKS - 2mm

22
• Lakukan pengukuran panjang gigi sebenarnya, PK sebenarnya adalah
panjang gigi - 1 mm,
• Preparasi daerah apikal dimulai dari :
-K-file no 35 = PKS + 1 mm
-K-file no 30 = PKS + 2 mm
-K-file no 25 = PKS + 3 mm
4. Teknik balance force
Merupakan teknik yang digunakan pada saluran akar yang sangat
bengkok dengan bentuk bengkok tajam atau huruf S.
5. Teknik step down
Merupakan teknik kombinasi antara teknik step back dan CDP. Pada
daerah 2∕3 koronal dipreparasi dengan GGD (Gates Glidden Drill) teknik
CDP dan 1/3 apikal dipreparasi dengan file teknik step back

Setiap pergantian file atau reamer sebaiknya diirigasi agar serpihan-


serpihan dentin keluar dari saluran akar lalu dikeringkan, beri cotton
pellet dengan bahan obat sterilisasi yang diletakkan di kamar pulpa lalu
tutup dengan tumpatan sementara. Kunjungan berikutnya dilakukan
pemeriksaan subyektif dan obyektif, jika sudah tidak ada keluhan maka
buka tumpatan sementara, cotton pellet yang diisi obat sterilisasi diambil
dengan pinset, dilakukan pengisian atau obturasi saluran akar.

Berikut ini beberapa pilihan teknik yang dapat digunakan untuk pengisian
saluran akar sesuai dengan bentuk akar, yaitu :
1. Single cone
Merupakan teknik pengisian saluran akar pada gigi dengan saluran akar
yang lurus atau dengan teknik konvensional.
2. Kondensasi lateral
Merupakan teknik pengisian saluran akar yang dilakukan pada saluran
akar yang bengkok dan pada gigi dengan saluran akar lebar/lonjong seperti
C atau dilakukan untuk saluran akar dengan preparasi step back, crown
down pressureles, step down, balance force.

23
• Mencoba atau pengepasan guttap point sesuai dengan nomor
(diameter) file MAF yang digunakan (guttap point utama), lakukan
foto rontgen (trial foto) setelah itu disterilkan dengan alkohol 70%,
• Setelah dirasa pas, dinding saluran akar diulas dengan pasta saluran
akar dengan jarum lentulo
• Guttap point juga diulas dengan pasta, masukkan ke dalam saluran
akar,
• Setelah guttap point utama dimasukkan, bagian atas masih longgar
tambah guttap point pada tempat-tempat yang kosong,
• Dengan bantuan root canal spreader ditekan ke dinding lateral SA,
• Jika sudah hermetis, guttap point dipotong 1-2mm dibawah dasar
ruang pulpa (sebatas orifice) dengan ekskavator panas,
• Dasar ruang pulpa ditutup dengan kapas steril, diberi tumpatan
sementara, foto rontgen
• Kalau pengisian hermetis, tumpatan sementara dibuka, kapas steril
dikeluarkan, tutup dengan semen zinc phosphate (basis), tumpat
sementara.
Kunjungan berikutnya dicek kembali dan dilakukan pemeriksaan subyektif
serta obyektif, jika tidak ada keluhan dari pasien maka buka tumpatan
sementara dan dilakukan tumpatan permanen atau restorasi.

Jika dikaitkan pada kasus dijelaskan untuk kegawatdaruratan


flare-up dilakukan instrumentasi ulang (Re-instrumentation) seperti isolasi
daerah kerja menggunakan rubber dam (Hygienic Dental Dam, Coltene /
Whaledent Inc) selanjutnya akses kavitas dan saluran akar diirigasi dengan
saline normal. Akses kavitas kemudian di buka atau dimodifikasi hingga
saluran akar ditemukan. Setelah kavitas selesai di preparasi lakukan irigasi
dan keringkan. Selanjutnya panjang kerja ditentukan menggunakan apex
locator (Propex, Dentsply) dan dikonfirmasi dengan radiografi periapikal
intraoral agar mendapat hasil panjang kerja yang akurat. Preparasi
biomekanikal diselesaikan menggunakan ProTaper Ni-Ti rotary
instrument (Dentsply, Maillefer) dengan teknik crown-down dan di irigasi

24
setiap pergantian file dengan saline normal, diikuti dengan 5% larutan
sodium hipoklorit (Dentpro, Chandigarh, India). Calcium hydroxide saline
paste atau obat sterilisasi ditempatkan di saluran akar dan dressing zinc
oxide eugenol (DPI, Mumbai, India) dengan konsistensi tipis ditempatkan
di akses kavitas. Pasien diresepkan antibiotik dan analgesik selama 5 hari
untuk meredakan gejala. Setelah tanda dan gejala mereda yaitu 7 hari
berikutnya, pembengkakan telah mereda dan pasien tidak menunjukkan
gejala. Obturasi atau pengisian saluran akar diselesaikan menggunakan
kondensasi lateral gutta-percha dingin (Dentsply, Maillefer) menggunakan
sealer AH Plus. Akses kavitas kemudian dikembalikan dengan silver
amalgam (Dispersalloy, Dentsply, Maillefer). Pasien disarankan untuk
membuat mahkota penuh untuk gigi 26.

b. Trepanasi kortikal (Cortical trephination)


Cortical trephination adalah perforasi bedah tulang alveolar dalam upaya
untuk melepaskan akumulasi eksudat jaringan periradikular.
c. Insisi dan drainase (I&D)
Dalam kasus dengan abses, insisi dan drainase dilakukan untuk
menghilangkan pus, mikroorganisme dan produk beracun dari jaringan
periapikal. Dalam kasus incomplete endodontic treatment dianjurkan untuk
memasukkan kembali saluran akar untuk menghilangkan faktor etiologi
melalui debridemen, irigasi dan penempatan dressing antimikroba. Jika
abses terjadi setelah obturasi saluran akar, insisi jaringan yang berfluktuasi
dapat dilakukan jika pengisian saluran akar sudah memadai. Dalam kasus
kanal yang terisi kurang baik dan sebagai tambahan untuk insisi, bahan
pengisi harus dibuang untuk memungkinkan drainase pus tambahan
melalui ruang saluran akar.
d. Obat-obatan intrakanal (Intracanal medicaments)
Penggunaan intracanal steroid, non-steroid anti-inflammatory drugs
(NSAID) atau corticosteroid antibiotic telah terbukti mengurangi rasa
sakit pasca perawatan.
e. Pengurangan oklusal (Occlusal reduction)

25
Gigi dengan rasa sakit pada saat menggigit dapat ditangani secara efektif
dengan pengurangan oklusal sehingga dapat mengurangi nyeri pasca
operasi.

3. Drugs
a. Antibiotik
Penggunaan antibiotik secara sistemik harus dibatasi untuk pasien yang
menunjukkan tanda-tanda sistemik seperti selulitis, demam, malaise, dan
toksemia contohnya seperti penicillin dan formokresol.
Kultur mikroba dan antibiogram merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan dalam kasus flare-up. Kultur mikroba dan antibiogram dapat
digunakan untuk memandu pengobatan sehingga dengan adanya kultur
mikroba dan antibiogram dapat mengetahui antibiotik jenis apa yang tepat
digunakan dalam pengobatan sehingga menunjang keberhasilan dalam
kasus flare-up.
b. Non-nacrotic analgesics
Analgesik non-narkotik, NSAID dan acetaminophen secara efektif
digunakan untuk mengobati pasien nyeri endodontik. Pada pasien yang
diketahui memiliki sensitivitas terhadap NSAID atau aspirin, dan pada
mereka yang mengalami ulserasi gastrointestinal atau hipertensi karena
efek ginjal dari NSAID, acetaminophen harus dipertimbangkan untuk
nyeri pasca perawatan. Pemberian NSAID saja biasanya cukup untuk
sebagian besar nyeri endodontik untuk pasien yang dapat mentolerir kelas
obat ini. Kombinasi dari NSAID dan acetaminophen menunjukkan
analgesia aditif untuk mengobati sakit gigi.
c. Analgesik opioid
Untuk nyeri yang tidak dapat dikendalikan oleh NSAID dan
acetaminophen, diperlukan analgesik narkotik yang dikombinasi dengan
NSAID untuk efek aditif. Semua opioid memberikan tingkat pereda nyeri
yang sama jika diberikan pada dosis equipoten. Pentazocine adalah pilihan
yang baik untuk pasien yang memiliki riwayat penyalahgunaan opioid
sebelumnya karena tidak memberikan efek euforik yang signifikan.

26
Tramadol telah terbukti dalam manajemen nyeri kronis, namun dalam
manajemen nyeri akut kurang terbukti baik. Tramadol harus hati-hati
digunakan pada pasien dengan riwayat kejang.
d. COX-2 inhibitors
Rofecoxib memiliki keuntungan yaitu analgesik yang berhasil dengan
dosis satu hari untuk meningkatkan kepatuhan dan meminimalkan efek
samping. Namun Rofecoxib harus diresepkan dengan hati-hati pada pasien
anti hipertensi, warfarin, kehamilan, pasien di bawah usia 18 tahun.

Penatalaksanaan flare-up pada situasi klinis yang berbeda, yaitu :


1. Previously Vital Pulps (with or without complete debridement)
Pulpa vital sebelumnya akan berkembang menjadi abses apikal akut. Ini
akan terjadi beberapa saat setelah pengangkatan dan menunjukkan bahwa sisa
pulpa telah menjadi nekrotik. Selain itu juga terdapat kemungkinan sisa-sisa
jaringan telah meradang dan menjadi iritasi utama. Panjang kerja harus
diperiksa ulang, dan saluran akar harus dibersihkan secara hati-hati dengan
irigasi natrium hipoklorit, diobati dengan pasta kalsium hidroksida, dan
ditutup. Kasus seperti ini juga dapat dilakukan dengan insisi dan drainase.
2. Previously Necrotic Pulps with No Swelling
Dalam kasus ini kadang-kadang abses apikal akut dapat berkembang
terbatas pada tulang dan bisa sangat terasa sakit. Gigi harus dibuka,
dikeringkan, diirigasi dengan natrium hipoklorit dan di drainase.
3. Previously Necrotic Pulps with Swelling
Pada situasi ini mustahil untuk menjadi true flare-up, perawatan yang
dilakukan cukup dengan menenangkan pasien serta diberikan resep obat
berupa analgesic. Proses membuka gigi tidak akan memperoleh apapun
dimana rasa sakit akan menurun secara spontan.

4.2.5 PENCEGAHAN
Flare up merupakan keadaan yang sama sekali tidak diinginkan, baik oleh
pasien maupun dokter gigi. Hal yang paling penting dalam menangani
kondisi flare up adalah melakukan pencegahan. Pencegahan yang dapat

27
dilakukan menurut Torabinejad dan Walton (2009) serta Vanti (2016) antara
lain:
1. Diagnosis yang tepat
• Mengenali dengan benar gigi mana yang menyebabkan rasa sakit
• Memastikan gigi tersebut vital atau non vital
• Mengetahui adanya keterkaitan gigi dengan lesi periapikal
2. Prosedur perawatan yang baik dan tepat
• Pemilihan instrumentasi yang tepat dan mempertahankan daerah
kerja yang asepsis.
• Menentukan panjang kerja dengan tepat: dengan radiograf
atau apex locaters
• Menggunakan larutan anestesi yang bekerja dalam jangka waktu
yang cukup lama
• Ekstirpasi dan irigasi pulpa secara sempurna
• Memberi medikamen intrakanal
3. Pemberian instruksi verbal
• Pasien sebaiknya diberitahu bahwa timbulnya rasa tidak nyaman
sangat mungkin atau wajar terjadi dan ketidaknyamanan tersebut
biasanya akan reda dalam satu atau dua hari.
• Apabila tidak reda dalam satu atau dua hari dan terjadi
peningkatan rasa sakit, pembengkakan, atau tanda-tanda yang lain,
pasien perlu menghubungi atau melakukan kunjungan ke klinik
terkait dengan peningkatan rasa tersebut.
4. Pemberian obat-obatan profilaksis
• Pemberian obat analgesik ringan, NSAID, dan antibiotik dapat
mengurangi gejala pasca perawatan endodontik.

28
BAB V
KESIMPULAN

Endodontik merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang menyangkut


diagnosis serta perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan
periapikal. Masalah yang dapat dialami endodontis selama perawatan saluran akar
adalah rasa sakit dan bengkak atau keduanya dalam bentuk flare-up. Flare-up
endodontik adalah suatu komplikasi dari perawatan endodontik yang didefinisikan
sebagai eksaserbasi akut pada pulpa asimptomatik atau pathosis periapikal setelah
perawatan saluran akar. Penyebab terjadinya flare-up ini banyak yang meliputi
faktor microbial, faktor host dan faktor perawatan. Situasi ini dapat dicegah
dengan diagnosis yang tepat, prosedur perawatan yang baik dan tepat, pemberian
instruksi verbal dan pemberian obat-obatan profilaksis.

29
DAFTAR PUSTAKA
Wintasrih O, Partosoedarmo M, Santoso P. Kebocoran periapikal pada irigasi
dengan EDTA lebih kecil dibandingan yang tanpa EDTA, Jurnal PDGI ;
2009 : 58 (2) : 15-9
Perawatan endodontik / saraf gigi. Avaiable at :
http://www.Holisticcaredentalclinnical. Akses : 13 April 2018
Prawitasari E, Ratih DN. Perawatan saluran akar ulang pada insisivus satu kiri
maksilaris dengan khlorheksidin : TINI II ; 2012 : 121
Soraya C. Perawatan endodontik ulang pada gigi insisivus sentral atas kanan :
Cakradonya Dental Journal ; 2009 : 1 ST : 69-70
Juwono L. Perawatan pulpa gigi (endodonti) ed 2. Jakarta : Tarigan R, hal 93-7
Bakar A., 2012. Kedokteran Gigi Klinis. Ed ke-2. Yogyakarta: Quantum
Sinergis Medis
Soraya, C., 2009. Perawatan endodontik ulang pada gigi insisivus sentral atas
kanan. Cakradonya Dental Journal, 68-74.
Goncalves, S.H., dkk, 2016. Persistent infection by Staphylococcus epidermidis
in endodontic flare-up: a case report. General Dentistry, 18-21.
Sipaviciute E, Maneliene R. 2014. Pain and flare-up after endodontic treatment
procedures. Baltic Dental and Maxillofacial Journal. 16:25-30
Priyanka, S.R., 2013. Flare-ups in endodontik – a review. Journal of Dental and
Medical Sciences, 9(4), 26-31.
Walton RE. Interappointment flare-ups: incidence, related factors, prevention, and
management. Endod Topics 2002;3:67-76.
Sathorn C, Parashos P, Messer H. The prevalence of postoperative pain and flare
up in a single and multiple visit endodontic treatment: a systematic review.
Int Endod J 2008;41:91-9.
Jayakodi, H, Kailasam, S, Kumaravadivel, K, Thangavelu, B, Mathew, S. 2012.
Clinical and pharmacological management of endodontic flare-up. J Pharm
Biolallied Sci. 2:294-8
Sharma, S. (2017). Interappointment pain & flare up during endodontic treatment
procedures : An update, 3(4), 348–351.

30
Sindhu, S., Nadig, R. R., Pai, V. S., & Nair, S. (n.d.). Endodontic Flare Ups – An
Overview, 2(2).
Torabinejad, M . and Walton R.E ., 2009. Endodontics Principles and Practice. 4
ed. China : Linda Duncan.
Vanti, A., Vagarali, H., dkk, 2016. Endodontic Flare Up. International Journal of
Dental and Health Sciences, 3(4).

31

Anda mungkin juga menyukai