Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ORTHODONTI

PROSEDUR PEMBUATAN ALAT PENCEGAHAN ATAU PREVENTIVE

Dosen Pembimbing :

Didik Marsigid, AMTG,SKM,M.KES

Disusun oleh :

Kelompok 5 :

Azzahra Mahmuddah Ayatun Affun P21240118008

Nayla Intan Salsabilla P21240118017

JURUSAN TEKNIK GIGI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

Jl. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120


I. LATAR BELAKANG

Ortodonti berasal dari bahasa Yunani (Greek) yaitu orthos yang


berarti (baik, betul) dan dons yang berarti (gigi). Jadi ortodonsi dapat
diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan memperbaiki
atau membetulkan letak gigi yang tidak teratur atau tidak rata.

Tujuan pembuatan ortodonti :


a. Mencegah terjadinya keadaan abnormal dari bentuk muka yang
disebabkan oleh
kelainan rahang dan gigi.
b. Mempertinggi fungsi pengunyahan yang benar.
c. Mempertinggi daya tahan gigi terhadap terjadinya karies.
d. Menghindarkan perusakan gigi terhadap penyakit periodontal.
e. Mencegah perawatan ortodontik yang berat pada usia lebih lanjut.
f. Memperbaiki cara bicara yang salah.
g. Menghilangkan kebiasaan buruk yang dapat menimbulkan
kelainan yang lebih
berat.
h. Menimbulkan rasa percaya diri yang besar.

Menurut waktu dan tingkatan maloklusinya, perawatan ortodonti


dibagi menjadi 3:
1. Ortodontik pencegahan (Preventive Orthodontics) yaitu segala
tindakan yang menghindarkan segala pengaruh yang dapat
merubah jalannya perkembangan yang normal agar tidak terjadi
malposisi gigi dan hubungan rahang yang abnormal.
2. Ortodontik interseptif (Interceptive orthodontics). Ortodontik
interseptif
merupakan tindakan atau perawatan ortodontik pada maloklusi
yang mulai tampak dan sedang berkembang. Disini maloklusi
sudah terjadi sehingga perlu diambil tindakan perawatan guna
mencegah maloklusi yang ada tidak berkembang menjadi lebih
parah.
3. Ortodontik korektif atau kuratif (Corrective atau curative
orthodontics). Ortodontik korektif merupakan tindakan perawatan
pada maloklusi yang sudah nyata terjadi. Gigi-gigi yang malposisi
digeser ke posisi normal, dengan kekuatan mekanis yang
dihasilkan oleh alat ortodontik.
Pada makalah ini hanya membahas tentang ortodonti pencegahan
(preventive orthodontics).

II. DEFINISI

Ilmu ortodonti pencegahan preventif adalah ilmu yang


mempelajari segala macam usaha untuk mencegah terjadinya kelainan
oklusi (maloklusi). Tujuan mempelajari ortodonti pencegahan adalah
untuk mempertahankan oklusi normal. Ortodonti Preventif
“Pencegahan” lebih baik dari pada pengobatan”. Preventif Ortodonti
merupakan prosedur dasar dalam mengantisipasi sebelum terjadi
perkembangan maloklusi. Ortodonti Preventif dapat disebut sebagai : “
Tindakan untuk mempertahankan integritas suatu keadaan yang
tampak normal pada usia tersebut”.

III. INDIKASI ORTHODONTI PENCEGAHAN (PREVENTIVE


ORTHODONTI)

1. Untuk gigi yang akan tumbuh untuk mencegah gigi tumbuh


menyimpang
2. Bila ruang yang tersedia cukup untuk gigi pengganti
3. Bila gigi permanen missing tetapi pasien memiliki oklusi yang baik
maka ruang harus dipertahankan untuk mencegah gangguan
oklusal

IV. KONTRA INDIKASI ORTHODONTI PENCEGAHAN


(PREVENTIVE ORTHODONTI)

1. Apabila ruang yang tersedia tidak cukup untuk gigi pengganti.


2. Gigi susu dengan restorasi yang dapat mengubah panjang lengkung
rahang
3. Apabila terdapat spasing yang menyeluruh pada gigi-gigi sulung

V. KEUNTUNGAN BAGI PASIEN

1. Perbaikan penampilan wajah dan percaya diri


2. Mengurangi kebutuhan perawatan dengan pencabutan gigi
3. Pencegahan masalah psikologi pada anak
4. Biaya perawatan lebih murah
5. Menghindari gigi tumbuh menyimpang (maloklusi)
VI. PENCEGAHANNYA
   Pada anak masih dalam kandungan

Contohnya Seorang ibu yang sedang hamil harus dijaga


kebutuhan nutrisi atau gizinya, agar proses tumbuh kembang janin
berjalan dengan normal. Apabila kebutuhan gizi ibu hamil tidak
terpenuhi, bisa saja anak yang ada dalam kandungannya kelak
mengalami maloklusi.

 Setelah bayi lahir

Contoh selanjutnya adalah pada bayi, kebutuhan nutrisi bayi harus


benar-benar diperhatikan agar pertumbuhan dan perkembangan
tubuhnya (termasuk gigi dan mulut) dapat berjalan dengan baik.

 Setelah anak mempunyai gigi

Contohnya adalah mengajarkan kepada anak-anak yang sudah


tumbuh gigi agar rajin menggosok gigi, memberi arahan agar
menghindari makanan yang dapat merusak gigi, menyarankan agar
rutin melakukan pemeriksaan gigi dan mulut ke dokter gigi,
menjaga anak-anak agar tidak melakukan kegiatan atau kebiasaan
buruk (bad habit) contoh: kebiasaan menghisap ibu jari (thumb
sucking), menggigit bibir (lips biting), dan lain sebagainya.

1. Perawatan Ortodontik Preventif


Perawatan Ortodontik Preventif antara lain:
I. Kontrol karies
II. Konsultasi orang tua
III. Space maintainer
IV. Eksfoliasi gigi desidui
V. Perlekatan frenulum yang abnormal
VI. Perawatan gigi molar pertama yang terkunci
VII. Abnormalitas otot wajah dan kebiasaan terkait
 
I. Kontrol karies
Karies dapat terjadi pada gigi desidui terutama karies proksimal yang
merupakan penyebab utama perkembangan maloklusi. Telah ada peningkatan
rampan karies meliputi gigi desidui dan pada fase geligi bercampur yang
menyebabkan permintaan mendadak terhadap ortodontik preventif dan interseptif.
Pentingnya menjaga dan merawat fase geligi desidui sebaiknya dikonsultasikan
pada orang tua dan dokter spesialis anak. Kebanyakan orang tua akan mencari
pendapat dokter spesialis anak mengenai gigi karies anak mereka. Pada kasus
karies proksimal, gigi tetangga akan miring ke arah proksimal gigi yang berlubang
menyebabkan hilangnya panjang lengkung rahang sehingga megurangi ruang
untuk gigi permanen pengganti yang akan tumbuh pada tempat dan posisi yang
tepat. Oleh karena itu, karies proksimal harus direstorasi secara akurat sedini
mungkin sehingga masalah mengenai berkurangnya panjang lengkung rahang
tidak bertambah banyak. Pada kasus pulpa gigi yang terlibat karies, pulpektomi
atau pulpotomi dilakukan dengan pemberian mahkota stainless steel.
Karies awal dapat dicegah dengan konsultasi karies, aplikasi topikal
fluorida, fit dan fissure sealant dan edukasi orang tua (konsultasi prenatal dan
postnatal).
 
II. Konsultasi orang tua
Konsultasi orang tua seringkali diabaikan, merupakan cara paling efektif
untuk praktek ortodontik preventif.
Konsultasi orang tua terbagi menjadi:
1. Konsultasi prenatal.
2. Konsultasi postnatal - yang berhubungan dengan pemeriksaan klinis anak
pada usia :
a. Enam bulan hingga 1 tahun.
b. Dua tahun.
c. Tiga tahun.
a. Lima sampai enam tahun.

1. Konsultasi prenatal
Hal ini merupakan waktu efektif untuk memberikan konsultasi pada orang
tua. Mereka terbuka terhadap berbagai iden dan menerima saran agar anak mereka
dapat tumbuh dengan baik. Akan menguntungkan ginekologis bila pasien mereka
berkonsultasi pada dokter gigi. Konsultasi prenatal meliputi:
i. Pentingnya perawatan oral hygiene oleh si Ibu
ii. Pengetahuan mengenai bahwa makan tidak teratur dan rasa lapar pada si
ibu akan menyebabkan karies pada si ibu terutama pada trimester ketiga
kehamilan.
iii. Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa terdapat hubungan OH ibu
yang buruk dengan kelahiran prematur.
iv. Ibu dengan diabetes melitus akan sulit dirawat terutama bila kebersihan
mulutnya buruk.
v. Meningkatnya resiko ibu dengan OH buruk dapat mentransmisikan bakteri
karies pada bayi ketika menggunakan sendok makan yang sama atau
mencoba makanan yang sama.
vi. Mengkonsumsi makanan alami yang mengandung kalsium dan fosfor
seperti susu, produk susu, telur, dan lain-lain terutama apda trimester
ketiga sehingga memungkinkan terbentuknya mahkota gigi desidui yang
adekuat.

2. Konsultasi Postnatal
Konsultasi posnatal dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan pada anak
yang terbagi menjadi:
a. Enam bulan hingga satu tahun
Merupakan periode konseling yang paling penting. Orang tua harus
waspada terhadap:
- Gigi geligi dan iritasi yang berhubungan, gerakan longgar ringan
mungkin terjadi pada kondisi febril yang meningkat.
- Kebanyakan orang tua panik ketika melihat gigi desidui yang tumbuh
pada posisi rotasi. Pengetahuan mengenai bagaiman gigi desidui dapat
tumbuh pada posisi tersebut dan dapat tumbuh tegak bila erupsi
sepenuhnya.
- Jangan berikan tambahan gula pada susu botol, ASI merupakan pilihan
utama dan sangat baik untuk perkembangan TMJ dan mencegah
kebiasaan menjulurkan lidah.
- Sikat gigi dengan bantungan sikat gigi jari selama mandi sebaiknya
mulai diperkenalkan. Membersihkan gigi susu dengan kain lembut dan
bersih yang direndam pada larutan saline hangat juga
direkomendasikan untuk mencegah inisiasi karies rampan.
- Anak mulai diajari untuk minum dari gelas sejak usia 1 tahun.
b. Usia dua tahun
- Jangan berikan susu botol pada saat tidur. Susu botol dihentikan pada
usia 18 hingga 24 tahun. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya rampan karies.
- Biasakan anak menyikat gigi sesudah sarapan dan sesudah makan
malam.
- Lakukan pemeriksaan klinis untuk mengetahui gigi berlubang dan
status erupsi gigi.
c. Usia tiga tahun
- Pemeriksaan klinis umumnya untuk mengetahui status gigi desidui
yang erupsi sempurna hingga usia tersebut. Mengetahui oklusi, relasi
molar dan kaninus dan jika terdapat diskrepansi dari normal seperti
unilateral cross bite, gigi supernumerari, gigi tanggal, gigi fusi, dan
lain-lain.
- Anak sebaiknya terbiasa makan tiga kali sehari.
- Kebiasaan oral seperti mengisap jempol, menggigit bibir, bernapas
lewat mulut dan lain-lain serta efeknya terhadap perkembangan oklusi
perlu diperhatikan. Orang tua harus diberitahu mengenai hal tersebut.
Pertimbangkan kegunaan alat latihan otot.
- Mengetahui erupsi tidak sempurna dari gigi molar dua desidui/flap
perikoronal dapat menyebabkan gigi berlubang.
- Anak dipacu untuk mulai menggosok gigi sendiri minimal sehari
sekali sesudah sarapan.
d. Usia lima hingga enam tahun
- Orang tua diberitahu mengenai awal dari eksfoliasi gigi desidui dan
bertambah hingga usia 12 hingga 13 tahun.
- Pemeriksaan klinis
- Perlu dilakukan review dan recall secara regular.
- Pada kasus ekstraksi gigi desidui karena karies maka perlu dijelaskan
mengenai perlunya penggunaan dan keuntungan dari space maintainer.
 
III. Space Maintainer
Space maintainer dengan berbagai bentuk diperlukan untuk menjaga ruang
pada kasus gigi tanggal prematur.
Syarat space maintainer Syarat space maintainer
„ Harus dapat mempertahankan ukuran lebar mesio Harus dapat
mempertahankan ukuran lebar mesiodistal gigi yang tanggal distal gigi yang
tanggal
„ Harus dapat berfungsi untuk mencegah over erupsi Harus dapat
berfungsi untuk mencegah over erupsi gigi antagonisnya. gigi
antagonisnya.
„ Sederhana dan kuat Sederhana dan kuat
„ Tidak memberi tekanan yang berlebihan bagi gigi Tidak memberi
tekanan yang berlebihan bagi gigi yang masih ada yang masih ada
„ Mudah dibersihkan Mudah dibersihkan
„ Konstruksinya sederhana sehingga tidak menggangu Konstruksinya
sederhana sehingga tidak menggangu fungsi gigi dan mulut fungsi gigi dan mulut
 
IV. Eksfoliasi gigi desidui
Umumnya, gigi desidui akan eksfoliasi dalam waktu 3 bulan eksfoliatif
dari lengkung kontralateral. Apabila tidak terjadi eksfoliasi maka dapat dicurigai:
1. Akar gigi persisten.
2. Gingiva fibrous.
3. Gigi desidui ankilosis.
4. Restorasi yang overhanging.
5. Adanya gigi supernumerari.

V. Perlekatan frenulum yang abnormal


Perlekatan frenulum yang abnormal dapat menyebabkan diastema dan
ruang berlebih antar gigi dan mengganggu erupsi gigi sempurna. Koreksi
dilakukan dengan cara operasi. Lidah juga perlu diperiksa untuk melihat adanya
ankiloglosia.
Gigi molar pertama permanen yang terkunci bagian distalnya oleh gigi
molar kedua desidui. Distal stripping sedikit dilakukan dapat memungkinkan
erupsi dari gigi molar pertama permanen.
 
VI. Otot Abnormal
Otot abnormal dapat dicegah:
1. Tongue thrusting diakibatkan oleh menyusu ASI maupun susu botol yang
lama. Penghentian pemberian susu ASI maupun botol dihentikan pada usia
18-24 jam.
2. Aktivitas mentalis yang berlebihan pada inklinasi lingual mandibula
menghasilkan panjang lengkung berkurang dan meningkatkan
perkembangan gigi anterior berdesakan. Kebiasaan oral seperti:
a. Mengisap jempol/jari/bibir dapat dicegah dengan mengalihkan
kebiasaan anak tersebut.
b. Bernafas lewat mulut berhubungan dengan terjadinya infeksi saluran
napas atas yang rekuren. Oral screens dan alat miofungsional seperti
trainer praortodontik dapat melatih anak untuk bernafas melalui
hidung sehingga memungkinkan perkembangan saluran nasal dan
regresi massa adenoid dan perkembangan palatum yang luas (Singh,
2007).

2. Penyebab Tonsil Membesar


Pembesaran tonsil dapat disebabkan oleh infeksi lokal maupun sistemik
pada saluran pernafasan bagian atas sehingga menyebabkan tonsil berwarna
merah dan mengalami pembengkakan. Juga dapat dikarenakan terlalu seringnya
benda asing yang melewati tonsil. Infeksi berulang juga menyebabkan
pertumbuhan massa limfoid yang berlebih (Suminy, 2007; Singh, 2007; Proffit,
2007).
Pada anak-anak masa pertumbuhan, growth hormon yang meningkat dapat
menjadikan tonsil membesar. Hanya saja, pada kasus peningkatan hormon
pertumbuhan pasien tidak memiliki keluhan (Suminy, 2007; Singh, 2007; Proffit,
2007).

3. Akibat Tonsil Membesar


Akibat yang ditimbulkan dari pembesaran tonsil dengan skema berikut:
(Suminy, 2007; Ramadhan, 2010)
Radang

Dorsum lidah menekan tonsil

Lidah dan mandibula diturunkan secara refleks

Geligi tidak berkontak

Terdapat ruangan yang luas bagi lidah

Lidah terdorong ke depan saat menelan

Mengganggu fungsi penelanan

Selain itu, tonsil yang membesar akan mengakibatkan si penderita


mendengkur pada saat tidur (Suminy, 2007; Ramadhan, 2010).

4. Penyebab Bernafas Lewat Mulut


Beberapa hal yang menyebabkan seseorang untuk bernafas lewat adalah
sebagai berikut: (Rahardjo, 2008; Suminy, 2007)
 Pada saat seseorang sedang berolahraga dimana kebutuhan udara
meningkat.
 Respiratory obstruction syndrome.
 Adanya hambatan pada bagian saluran pernafasan atas.
 Faktor kebiasaan. Pada anak-anak, tonsil dan adenoid normalnya
berukuran besar dan obstruksi parsial yang disebabkan oleh hal tersebut
berkonstribusi terhadap kebiasaan anak untuk bernafas lewat mulut.
Seringkali meskipun faktor penyebab telah dihilangkan, bernapas lewat
mulut akan menjadi kebiasaan (Proffit, 2007).
 Pengaruh anatomi. Hubungan antara kelainan faktor pernafasan dgn
perkembangan wajah dimana bibir atas tidak dapat menutup secara
sempurna (Phulari, 2010).
 Obstruksi nasal. Dikarenakan oleh hipertrofi turbinate yang dapat
disebabkan oleh alergi, infeksi kronis pada mukosa nasal, atrophic rhinitis,
kondisi iklim yang panas dan kering, atau polusi udara. Ataupun
pembesaran pada jaringan tonsil (adenoid) dimana pembesaran jaringan
limfoid pada masa anak-anak terjadi secara fisiologis. Adenoid akan dapat
mengecil seiring dengan bertambahnya usia dari anak-anak tersebut
(Phulari, 2010).
 Pembesaran concha nasi.
 Defek intranasal. Dapat disebabkan oleh seviasi dari septum nasal, polip
nasal, dan septum yang tebal (Phulari, 2010).
 Tipe wajah. Hal ini merupakan predisposisi genetic yang mana pada anak-
anak ektomorfik dengan wajah dan saluran nasofaringeal yang panjang
dan sempit. Dengan tipe wajah seperti ini, seseorang akan cenderung
mengalami obstruksi nasal daripada seseorang dengan tipe wajah yang lain
(Phulari, 2010).

5. Akibat Bernafas Lewat Mulut


Apabila bernafas lewat mulut menjadi suatu kebiasaan bagi penderita,
maka lidah dan mandibula akan turun secara otomatis dan akan mendapatkan
pertambahan tinggi wajah serta supraerupsi dari gigi posterior. Hal tersebut akan
menjadikan gigitan terbuka pada anterior-nya dan menambah jarak gigit. Tekanan
dari pipi yang menegang akan menjadikan lengkung gigi geligi atas sempit. Jika
lengkung gigi maksila menyempit maka akan terjadi gigitan silang posterior dan
palatum yang dalam (Rahardjo, 2008; Suminy, 2007).
Selain itu, bernafas lewat mulut membuat hubungan anteroposterior gigi geligi
memperlihatkan overjet yang cukup besar sehingga terlihat seperti maloklusi kelas
dua divisi satu dan akan menyebabkan penderita mengalami xerostomia
(Rahardjo, 2008; Suminy, 2007).
Udara yang dihirup melalui mulut oleh penderita yang tidak bernafas lewat
hidung tidak bersih karena tidak ada penyaring, panas dan lembab, serta sekresi
mukus berhenti secara berangsur-angsur. Iritan yang terakumulasi mengakibatkan
rasa tidak nyaman akibat inflamasi lokal dan nyeri (Rahardjo, 2008; Suminy,
2007).
Pada penderita anak-anak yang bernafas lewat mulut cenderung merasa
gelisah, mengalami batuk dan pilek yang berulang, demam, serta kehilangan daya
tahan tubuh terhadap penyakit-penyakit lain (Rahardjo, 2008; Suminy, 2007).
Akibat-akibat yang lain yang ditimbulkan dari kebiasaan bernafas lewat
mulut adalah sebagai berikut:
 Proklinasi gigi anterior.
 Relasi distal mandibula dan maksila.
 Insisif rahang bawah ekstrusi dan menyentuh bagian palatal.
 Hypertrophic Mouth Gingivitis.
 Non Hypertrophic Mouth Gingivitis.

6. Manifestasi Klinis & Gejala Bernafas Lewat Mulut


Tampakan yang terlihat dari seseorang dengan kebiasaan bernafas lewat
mulut adalah wajah terlihat lebih panjang (Sindrom wajah adenoid) dan bibir
tidak kompeten. Didalam mulut pasien akan terlijat lengkung gigi geligi yang
lebih sempit (Singh, 2007).
Penderita mengalami xerostomia yang mana terjadi hiposalivasi dalam
rongga mulut pasien sehingga self cleansing dari rongga mulut akan berkurang
dan memungkinkan adanya karies pada geligi penderita. Pada saat tidur, penderita
yang memiliki kebiasaan bernafas lewat mulut akan mendengkur (Rahardjo,
2008).
Jika kebiasaan ini berlanjut, dapat mempelihatkan tampakan gigi posterior
ekstrusi, open bite anterior, dan menyempitnya lengkung maksila karena tekanan
otot pipi (Suminy, 2007).

7. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis yang dilakukan meliputi; anamnesa, pemeriksaan
intraoral, dan ekstraoral. Pada anamnesa, klinisi mengumpulkan informasi
mengenai pasien, mulai dari nama, umur, alamat, dan riwayat kesehatannya
(Dofka, 1996). Pemeriksaan intraoral dilakukan dengan pengecekan gigi geligi
dan perabaan pada tonsil. Sedangkan pada pemeriksaan intraoral dilakukan
perabaan pada kelenjar limfe pasien dan keasimetrisan wajah (Rahardjo, 2008).
Pemeriksaan Klinis Bernafas lewat mulut

a.

b. Mirror Test
Pemeriksan ini dengan menggunakan 2 buah kaca mulut, satu kaca mulut
diletakkan di depan hidung dan satunya lagi diletakkan di depan mulut.
Jika kaca mulut yang diletakkan di depan hidung berembun, maka pasien
bernafas melalui hidung. Sedangkan jika kaca mulut yang diletakkan di
depan mulut berembun, maka pasien melakukan pernapasan melewati mulut
(Phulari, 2011).
c. Cotton Test/Massler’s butterfly test
Pemeriksaan ini dilakukan dengan membentuk kapas seperti kupu-kupu
diletakkan di atas bibir atas, di bawah hidung. Jika kapas jatuh, maka pasien
melakukan pernapasan dari hidung. Tes ini juga dapat menentukan
penyumbatan hidung unilateral (Phulari, 2011).
d. Water Test
Pada pemeriksan ini, pasien diminta untuk mengisi mulutnya dengan air
dan mempertahankannya dalam beberapa saat. Orang yang bernapas lewat
mulut sulit melakukan hal ini (Phulari, 2011).

8. Penatalaksanaan
Dalam kasus ini, penatalaksanaan yang dilakukan dengan menumpat gigi-
geligi pasien yang mengalami karies. Gigi yang hilang diberikan space
maintainer dan gigi 46 diberikan topical fluoride. Untuk tonsil yang membesar
diberikan obat-obatan antibiotik dan antivirus. Jika pembesaran ukuran tonsil
disebabkan oleh faktor pertumbuhan maka tidak perlu diberikan terapi karena
ukuran tonsil akan mengecil dengan sendirinya secara spontan. Dan apabila
infeksi tonsil berlanjut dan mengganggu si penderita maka dapat dilakukan
tonsilektomi (Rahardjo, 2008; Suminy, 2007).
Sedangkan untuk menghilangkan kebiasaan bernafas lewat mulut,
penderita dapat di terapi dengan aplikasi sebagai berikut: (Rahardjo, 2008;
Suminy, 2007)
 oral screen. Pada penderita bernafas lewat mulut dengan etiologi anatomi
fasial.
 Peranti myofungsional.
 Rafid maxillary Expansion.
Untuk penatalaksaan bernafas lewat mulut dengan etiologi obstruksi
nasofaringeal dapat dirujuk ke spesialis THT (Rahardjo, 2008; Suminy, 2007).

9. Jika Tidak Diberikan Space Maintainer


Jika pada kasus ini, pasien tidak diberikan space maintainer, maka ada
kecenderungan gigi 85 akan bergerak ke arah mesial, gigi 83 akan bergerak ke
arah distal dan gigi antagonis dari gigi yang tanggal akan mengalami supraerupsi
(Rahardjo, 2008).

10. Prognosis
Prognosis dari kasus ini adalah baik apabila kebiasaan buruk dari pasien
dihilangkan (Rahardjo, 2008).
VII. PROSEDUR PEMBUATAN ORTHODONTI PENCEGAHAN
(PREVENTIVE ORTHODONTI SPACE MAINTAINER)
Langkah – langkah pembuatan space maintainer secara garis besar
dapat dibagi sebagai berikut :
1. Fitting the bands
2. Impression taking
3. Appliance fabrication
4. Cementation

1. Langkah pertama pembuatan SM dimulai dengan mencoba berbagai ukuran


bandyang akan dipakai yang sesuai dengan bentuk dan ukuran gigi.
Proses inimenggunakan cara trial dan error dimana band dipilih dari berbagai
macam ukuranyang bervariasi kemudian dipilih yang paling cocok.

2. Jika kotak antara gigi sangat dekat, sehingga tidak ada ruang maka
diperlukanseparating elastics yang dapat itempatkan beberapa hari sebelum
percobaan bands.Separating elastics ini dimasukkan ke sela – sela gigi
menggunakan dental floss

3. Memasang band pada gigi dan menyesuaikannya dengan kondisi gigi


menggunakantekanan jari. Juga bisa menggunakan bantuan tongue depressor
dengan cara pasieniminta untuk menggigit tongue depressor.
4. Jika band terlalu besar maka akan longgar dan mudah untuk lepas sehingga
doktergigi harus membuat band sedemikian rupa agar pas di gigi dan tidak
bergerak olehkarena tekanan jari. Pada tahap finl digunakan band pusher jika
masih tersisa ruangantara band dan gigi. Hal ini untuk meminimalisasi
penggunaan semen.

5. Memasuki tahap impression taking, biasanya ada 2 pilihan bahan


yang dapatdigunakan. Yang pertama adalah alginate dan yang kedua adalah
compound. Alginatebiasanya digunakan untuk removable appliance sedangkan
compound lebih igunakanuntuk fixed appliance karena lebih stabil dan akurat.
6. Compound kemudian dipanaskan sehingga akan didapatkan tekstur yang
lembut dan lunak sehingga dapat digunakan untuk mencetak gigi.
7. Kemudian compound tersebut diletakkan dalam tray yang selanjutnya
dimasukkan kedalam rongga mulut untuk digigit selama sekitar 10 sampai dengan
15 etik.h. Sesudah didapatkan cetakan yang jelas, cetakan tersebut dikirimkan ke
laboratorium.
8. Cetakan tersebut kemudian akan diberi gips sehingga menjadi keras.
9. Selanjutnya outline atau sktesa SM digambar pada cetakan yang telah dilapisi
oleh gips tersebut.
10. Pembuatan wire sesuai dengan cetakan, wire perlu ditempatkan dekat dengan
jaringansehingga lenih nyaman untuk dipakai namun tidak menyentuh
jaringan lunak sehingga lidah tidak bisa berada di antara wire dengan jaringan
lunak karena akan mengiritasi.
10. Wire dipasang pada cetakan sehingga dapat disolder dengan band
11. Polishingn.
12. Memasang SM dari model ke gigi.
13. Gigi diisolasi dengan cotton roll kemudian dikeringkan kemudian
semendiaplikasikan. Bahan semen yang digunakan bisa berupa zinc phosphat atau
glassionomer.

VIII. REFERENSI

Sumber : Atlas of Pediatric Dentistry online at


http://depts.washington.edu/peddent
http://eprints.undip.ac.id/46189/3/Aishah_Anindyaning.P_2201011113
0131_Lap.KTI_Bab2.pdf

http://wayanardhana.staff.ugm.ac.id/pwpnt_orto3.pdf

ocw.usu.ac.id › download › or_352_slide_pengenalan_ortodonti

https://dokumen.tips/documents/preventif-dan-interseptive.html

Anda mungkin juga menyukai