Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TUTORIAL

BLOK VIII PENYAKIT/KELAINAN GIGI, JARINGAN

PERIODONTAL DAN JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT

SKENARIO I

Rampant Carries

Disusun oleh:

Kelompok Tutorial 5

Safira Zahra Mahrari (161610101034)


Karelina Amarta (161610101035)
Diska Fitri Amalia (161610101036)
Nada Ocarina S (161610101037)
Nurhalimah (161610101038)
Farina Nur Amala (161610101039)
Anya Tania L. (161610101040)
Ghafran Nailul F. (161610101041)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2017
SKENARIO I

(KARIES RAMPAN)

Seorang anak perempuan umur 5 tahun datang bersama ibunya ke klinik


kedokteran gigi anak RSGM Universitas Jember untuk mengkonsultasikan gigi
anaknya. Dari anamnesa diketahui bahwa gigi-gigi anaknya mengalami kerusakan
sejak usia 4 tahun. Anak tersebut tidak mempunyai kebiasaan minum menggunakan
dot, tetapi sangat menyukai makanan yang manis dan mempunyai kebiasaan tidak
segera menelan makanannya. Gigi gerahamnya juga beberapa ada yang lubang.
Ibunya menanyakan kepada dokter gigi penyebab gigi-gigi depan atas dan bawah
anaknya yang rusak. Hasil pemeriksaan klinis diperoleh gigi 51, 61, 53, 63, 73, 83,
54, 64, 74, 84, 75 karies dentin. Gigi 52, 62 terjadi arrested caries. Gigi 71, 72, 81,
82, 55, 75, 85 karies enamel. Gambaran radiografi menunjukkan benih gigi permanen
lengkap dan tidak ada tanda-tanda keradangan pada periapikal gigi 51, 61, 53, 63, 73,
83, 54, 64, 74, 84, 75.
STEP 1. CLARIFIYING UNFAMILIAR TERMS

1. Karies :
Penyakit atau kelainan yang menyerang enamel, dentine, sementum, bahkan
bisa mencapai pulapa dan periapikal gigi.
Penyakit yang menyerang struktur gigi yang dapat menyebabkan infeksi,
nyeri, berbagai kasus berbahaya bahkan kematian.
2. Karies Rampan :
Karies yang menyerang anak balita pada umur lima tahun dengan kejadian
yang sering pada usia tiga tahun
Suatu keadaan dimana sebagian tau seluruh gigi mengalami kerusakaan.
Berhubungan dengan fase erupsi gigi dimana sering terjadi pada gigi anterior
rahang atas daripada gigi rahang bawah karena pada saat bayi menghisap gigi
pada rahang bawah dilindungi oleh lidah sehingga yang sering berkontak
adalah gigi rahang atas.
Karies rampan ini tidak hanya terjadi pada anak-anak saja melainkan terjadi
juga pada orang dewasa.
Karies rampan identik dengan balita yang terkena, karena pada balita struktur
enamel nya tipis, kristal Hidroksi Apatit yang terkandung dalam enamel
memiliki susunan yang longgar daripada gigi orang dewasa.

STEP 2. PROBLEM DEFINITION

1. Faktor-faktor terjadinya karies rampan?


2. Bagaimana proses terjadinya karies rampan?
3. Mengapa kebiasaan makan makanan yang manis dapat menyebabkan
terjadinya karies rampan?
4. Apa saja akibat yang terjadi pada anak-anak yang mengalami karies rampan?
5. Kenapa kok tidak mengalami peradangan pada periapikal gigi?
6. Perbedaan karies rampan, karies pada umumnya, dan arrasted carries?
7. Perbedaan karies dentin dengan karies anmel?
8. Bagaimana perawatan dan pencegahan pada rampan karies?

STEP 3. BRAINSTORMING

1. Faktor-faktor terjadinya karies rampan?


Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang manis (karbohidrat yang
mengandung sukrosa) dimana sukrosa tersebut akan difermentasikan menjadi
asam oleh bakteri kariogenik yang menyebabkan timbulnya karies.
Oral Hygen yang buruk pada anak-anak menyebabkan terjadinya karies
rampan, mungkin terjadi karena orang tua yang kurang memperhatikan
kesehatan gigi dan mulut anaknya.
Kebiasaan anak yang pada saat makan, makanannya tak kunjung ditelan
sehingga menumpuk di mulut, karena makanan tersebut menggenang dimulut
dengan waktu yang lama sehingga mudah difermentasi oleh bakteri.
Waktu, jadi terjadinya karies membutuhkanwaktu yang cukup lama karena
terjadi kaitan dengan faktor yang lain.
Kebiasaan anak meminum susu formula menggunakan botol sepanjang malam
menyebbkan timbulnya karies rampan.
Kebiasaan meminum ASI sepanjang malam.
2. Bagaimana proses terjadinya karies rampan?
Pada awalnya bakteri Streptococcus Mutans dapat mengubah sukrosa menjadi
fruktosan dan glukosa dengan bantuan enzim glukosetranfase, nanti
glukosetranfase ini bisa diubah dalam bentuk rantai alfa 16 dan alfa 13, nanti
alfa 13 ini lengket banget sehingga meningkatkan kemampuan adesi dari
streptococcus mutans pada permukaan gigi, ketika adesinya semakin kuat
otomatis kolonasisanya semakin banyak, ketika kolonisasinya banyak
kemampuan hidrolisisnya tinggi menyebabkan ph ny menurun kemudian
hidrogennya semakin banyak, hidrogen banyak memudahkan kristal hidroksi
apatit dengan mudahnya melekat dengan hidrogen tersebut, Kalau sudah
berikatan susah membentuk kristal hidroksi apatit, kalau kristal hidroksi
apapti nya rendah mudah mengalami demineralisasi enamel kemudian
terjadilah karies.
3. Mengapa kebiasaan makan makanan yang manis bisa menyebabkan
terjadinya karies rampan?
Sudah terjawab di nomor 2.
4. Apa saja akibat yang ditimbulkan oleh anak-anak yang terkena rampan
karies?
- Ketika anak mengalami rampan karies, anak tersebut mengalami kesakitan
pada gigi nya yang menyebabkan anak itu rewel dan susah makan
sehingga pada anak yang terkenan rampan karies cenderung memiliki
berat badan yang rendah dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami
rampan karies.
- Pada anak yang menagalami rampan karies, dia kesulitan berbicara,
vokalnya terganggu.
- Rampan karies terjadi pada gigi anterior yaitu insisivus karena gigi yang
pertama kali erupsi, sehingga pada saat gigi nya terkena rampan karies
nilai estetik nya menghilang karena gigi depan terlihat pada saat kita
tersenyum.
- Karies rampan terjadi tidak hanya pada satu gigi karena mempengaruhi
gigi-gigi yag lainnya untuk mengalami karies, bahkan mempengaruhi pada
gigi yang mau atau barusaja erupsi.
5. Kenapa kok tidak mengalami peradangan pada periapikal gigi?
Mungkin di skenario dijelaskan bahwa karies yang terjadi masih di dentin dan
enamel belum sampai ke pulpa, jadi belum sampai mengalami keradangan.
6. Perbedaan karies rampan, karies pada umumnya, dan arrasted carries?
Kalau karies rampan itu terjadi pada gigi insisivus anterior rahang atas
pertama kali karena gigi tersebut merupakan gigi yang pertama kali erupsi
sehingga lebih lama mengalami karies, sedangkan pada karies umumnya
terjadi pada gigi yang mempunyai pit dan fissure seperti pada gogo molar.
Kemudian gigi sulung mempunyai struktur enamel yang tipis sehingga udah
mengalami karies rampan jika dibandingkan degan karies pada orang dewasa
yang memiliki struktur enamel yang keras.
Karies rampan terjadi secara cepat pada umumnya.
Arrasted carries : karies yang parah, gigi nya sudah tidak bisa digunakan lagi.
7. Bagaimana perbedaan karies dentin dengan karies enamel?
Karies dentin : Karies yang terjadi pada tahap kerusakan
Karies enamel : Karies yang terjadi masih mengenai enamel
8. Bagaimana perawatan dan pencegahan pada rampan karies?
Perawatan :
- Pemberian obat analgesik, pada penderita karies yang yang sampai
mengenai pulpa bahkan periapikal gigi jaringannya mengalami nekrotik,
pembersihan jaringan nekrotik tersebut jika ingin rasa sakitnya hilang
diberi obat analgesik tersebut.
- Pemberian asupan floure.

Pencegahan :

- melakukan kontrol di dokter gigi tiga bulan sekali sebaiknya agar


mengerti pentingnya kesehatan gigi dan mulut untuk balita supaya tercipta
oral hygiens yang baik.
- Hindari kebiasaan minum susu formula pada botol di malam hari.
- Membiasakan anak menggosok gigi supaya oral hygiens nya baik.
- Sebaiknya setelah minum susu, anak diberi minum air mineral karena air
mineral tersebut dapat ,enetralkan ph pada rongga mulut.
STEP 4. ANALYSING THE PROBLEM
STEP 5. LEARNING OBJECTIVE

1. Definisi dari karies rampan, karies enamel, karies dentin, dan arrested carries.
2. Etiologi dan faktor predisposisi dari karies.
3. Patogenesis karies rampan dan arrested carries.
4. Gambaran klinis dari karies rampan dan arrested carries.
5. Pencegahan dan perwatan dari karies.

STEP 7. REPORTING/GENERALISATION LEARNING OBJECTIVE

1. Definisi dari karies rampan, karies enamel, karies dentin, dan arrested
carries.
- KARIES RAMPANT
Menurut Silverstone et al, karies rampan merupakan karies yang menyerang
dengan cepat dan bersifat agresif. Mitchell and Mitchell menyatakan bahwa karies
rampan merupakan karies yang menyerang dengan cepat dan melibatkan beberapa
gigi, termasuk gigi yang memiliki resiko rendah terserang karies.

Terdapat 3 jenis karies rampan, yaitu :

a. Nursing bottle rampant caries


Karies jenis ini sering menyerang bayi yang diakibatkan minum susu melalui
dot botol menjelang tidur. Biasanya, bayi akan minum susu dari botol sampai
tertidur. Lalu, susu yang mengandung gula ini akan terkumpul di dalam mulut.
Susu yang terkumpul inilah yang memberikan lingkungan yang baik untuk
mikroorganisme asidogenik penyebaab karies. Nursing bottle rampant caries
jarang mengenai gigi insisiv mandibula karena gigi ini terlindungi oleh lidah.
b. Adolescent rampant caries
Karies jenis ini menyerang anak usia 12-20 tahun. Karies ini disebabkan oleh
kebiasaan buruk seperti mengkonsumsi coklat, biskuit, maupun makanan
manis lainnya tanpa menyikat gigi sebelum tidur. Beberapa pasien dapat
sembuh dari karies jenis ini. Pola dari adolescent rampant caries sama dengan
nursing bottle caries.
c. Xerostomia-induced rampant caries
Merupakan karies yang berhubungan dengan hipofungsi kelenjar saliva akibat
adnya irradiasi pada region kepala dan leher.
- KARIES ENAMEL

(Purwanto, 2015)

Karies enamel merupakan karies yang hanya melibatkan enamel saja. Kries
jenis ini belum menimbulkan ras sakit dan hanya muncul pewarnan hitam/coklat pada
enamel. Apabila karies enamel berlanjut, email dapat mengalami demineralisasi dan
karies dapat menjadi lebih parah dan dalam.

Ada 4 fase dalam histopatologi karies email, yaitu:


1. Zona Translusen
Ciri-ciri:
Zona translusen merupakan fase awal terjadinya karies pada karies email
Pada zona ini telah terjadi demineralisasi pada struktur email, khususnya
prisma email, yang mengakibatkan hidroksi apatit dalam prisma email
mulai hilang
Belum terdeteksi adanya karies
Lebih porus dari email normal. Volume porus pada zona ini 1% sedangkan
email normal 0,1%
2. Zona Gelap
Ciri-ciri:
Pada zona gelap demineralisasi terus terjadi. Meskipun demikian, pada zona
ini terjadi remineralisasi untuk mengisi bagian prisma email yang sudah
kehilangan kristal hidroksiapatitnya sehingga akan mengimbangi
demineralisasi yang terjadi
Lebih porus dari zona translusen, berkisar 2-4%. Ukuran pori bervariasi,
sebagai dampak demineralisasi (pori besar) dan remineralisasi (pori kecil)
Pada pori kecil ini terperangkapnya udara, sehingga tampak lebih gelap
3. Zona Badan Lesi
Ciri-ciri:
Zona ini terletak diatas zona gelap
Porus yang terbentuk semakin besar, berkisar 5% di permukaan tepi dan 25%
di bagian tengah
Demineralisasi > Remineralisasi
Mulai ada invasi bakteri
Garis retzius terlihat jelas
4. Zona Permukaan
Ciri-ciri:
Terbentuknya white spot (bercak putih) pada permukaan email
Dinding permukaan seolah utuh, padahal sebenarnya di bagian dalam sudah
terbentuk rongga kosong. Hal ini disebabkan oleh tingkat remineralisasi pada
permukaannya sangat tinggi karena terpapar langsung oleh saliva
sehingga gigi tampak masih utuh
Meskipun dinding permukaan tampak utuh, namun sebenarnya dinding ini
merupakanstruktur organik dari gigi yang mengalami remineralisasi sehingga
sewaktu-waktu dapathancur dan terbentuklah karies
- KARIES DENTIN

(Kidd Ewina A,M, 1991)

Kaeies yang sudah mengenai dentin dan telah menimbulkan rasa nyeri. Karies
ini terdapat asam organiklemah yang mendemineralisasikan email dan dentin,
material dentin khususnya kolagen berdegenerasi dan larut sehingga terbentuk
kavitas serta diikuti oleh invasi bakteri.

. Ada 5 zona yang terbentuk selama terjadinya karies dentin, yaitu:


1. Zona Dentin Reaktif
Zona dentin reaktif merupakan suatu zona yang terbentuk di antara
dentin dan pulpa, berfungsi sebagai suatu reaksi pertahanan terhadap
rangsangan yang terjadi di daerah perifer. Pada zona ini, sudah mulai
terbentuk sistem pertahanan non-spesifik dari pulpa yang teraktivasi untuk
menghambat kerusakan sehingga tidak berlanjut ke pulpa.
2. Zona Sklerotik
Zona sklerotik merupakan suatu pelindung yang terbentuk apabila
rangsangan sudah mencapai dentin untuk melindungi pulpa. Pada zona ini
terjadi suatu proses peletakan mineral kedalam lumen tubulus dentin dan biasa
dianggap sebagai mekanisme normal dari pembentukan dentin peritubuler.
Peletakan mineral ini membuat berkurangnya daya permeabilitas
jaringan,sehingga dapat mencegah penetrasi asam dan toksin-toksin bakteri.
Zona ini disebut juga zona translusen. Namun maksud translusen
disini adalah terjadinya peningkatan kandungan mineral pada tubulus dentin,
tidak sama seperti yang terjadi pada emaildimana zona translusen disebabkan
oleh adanya penurunan kadar mineral dalam email.
3. Zona Demineralisasi
Sesuai dengan namanya, pada zona ini terjadi demineralisasi sehingga mineral
yang ada pada dentin semakin berkurang. Namun, pada zona ini belum
dimasuki oleh bakteri.
4. Zona Invasi Bakteri
Sudah semakin banyak mineral pada dentin yang hilang, sehingga materi
organiknya sudah terlarut. Bakteri sudah masuk ke dalam tubuli dentin.
5. Zona Destruksi
Zona destruksi atau zona nekrosis merupakan suatu zona dimana dentin sudah
dihancurkan oleh bakteri. Materi organik sudah semakin banyak yang hilang
dan mulai terlihat adanya kavitas pada dentin.
- KARIES TERHENTI
Lesi karies yang sudah tidak berkembang bisa disebablan oleh faktor
lingkungan (peningkatan kebersihan mulut, peningkatan kapasitas buffer
saliva, dan dentin reparatif). Karies ini biasanya paling sering terjadi di bagian
labial atau lingual gigi, bahkan bisa di interproximal dan bisa terjadi pada gigi
mana saja termasuk gigi posterior. Apabila terjadi proses berubahan
lingkungan yang baikdapat menyebabkan karies melambat dan terjadi proses
remineralisasi. Di karies terhenti ini terjadi proses remineralisasi yang lebih
tinggi daripada demineralisasi sehingga menekan demineralisasi dan menekan
berkembangnya karies. Bisa remineralisasi jika karies atau kavitasnya belum
sampai ke pulpa. (Kidd Ewina A,M, 1991)

2. Etiologi dan faktor predisposisi dari karies.


Karies dapat terjadi karena ada empat faktor utama yang memegang
peranan yaitu faktor host dan gigi, mikroorganisme, substrat, dan waktu. Jika
salah satu faktor tersebut tidak ditemukan, maka karies tidak dapat terjadi.

Gambar 1. Skema yang menunjukkan


karies sebagai penyakit multifaktorial
yang disebabkan faktor host, agen,
substrat, dan waktu (Edwina A.M , 1991)
Host
Kandungan bahan organik dan anorganik enamel dapat
mempengaruh kerentanan permukaan gigi terhadap terjadinya karies.
Apatit dan karbohidrat mengisi kurang lebih 97% bahan anorganik,
apatit berperan terhadap penambahan resistensi enamel terhadap
serangan asam, sedangkan karbohidrat dapat mengurangi resistensi
terhadap serangan asam. 1% lainnya terdiri dari bahan organik yang
tidak dapat larut air yaitu keratin, dan dapat larut air yaitu
mukopolisakarida. Struktur lapisan enamel pada gigi berperan dalam
proses terjadinya karies. Plak yang mengandung bakteri merupakan
awal bagi terbentuknya suatu karies. Oleh karena itu kawasan gigi
yang memudahkan pelekatan plak sangat mungkin diserang karies.
Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies tersebut adalah
(Edwina A.M., 1991):
a. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit
bukal molar dan pit palatal insisif.
b. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit dibawah titik
kontak
c. Email pada tepian didaerah leher gigi sedikit di atas tepi
gingiva
d. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat
melekatnya plak pada pasien dengan resesi ginginva karena
penyakit periodontium.
e. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper.
f. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan
jembatan.
Selain keadaan gigi, saliva juga berperan penting dalam
terbentuknya karies. Saliva tersusun atas komponen organik dan
anorganik. Komponen utama anorganik saliva adalah elektrolit dalam
bentuk ion seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida, dan
fosfat. Sedangkan komponen organik seperti musin, lipid, asam lemak
dan ureum yang dapat pula berasal dari sisa makanan dan pertukaran
zat bakterial. Komponen Ion kalsium fosfat dan fluor yang terkandung
dalam saliva mampu memineralisasi karies yang masih dini.
Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat jika
ada ion flour. Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme
didalam plak saliva juga mempengaruhi pH. Karena itu, aliran saliva
yang berkurang dapat menyebabkan karies gigi yang tidak terkendali.
Pada daerah tepi gingiva, gigi dibasahi oleh cairan celah gusi. Cairan
celah gusi ini mengandung antibody yang didapat dari serum yang
spesifik terhadap S. mutans (Edwina A.M., 1991).
Mikroorganisme
Faktor mikroorganisme dipengaruhi oleh jumlah bakteri dan
plak dalam rongga mulut. Plak gigi berperan penting dalam proses
terjadinya karies. Plak merupakan lapisan lunak yang melekat erat
pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan, terdiri dari kumpulan
mikroorganisme beserta produk-produknya. Proses pembentukan plak
diawali dengan absorbsi glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi
yang disebut pelikel, perlekatan bakteri pada pelikel dan peningkatan
plak pada permukaan gigi dipengaruhi oleh jumlah bakteri (Edwina
A.M., 1991).
Streptococcus mutans dan lactobacillus merupakan kuman
kariogenik karena dapat dengan cepat membuat asam dari karbohidrat
yang diragikan. Kuman-kuman tersebut tumbuh subur dalam suasana
asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena
kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket
dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini terterutama terdiri dari
polimer glukosa, menyebabkan matriks plak gigi memiliki konsistensi
seperti gelatin. Akibatnya bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada
gigi serta saling melekat satu sama lain. Penebalan plak yang semakin
menumpuk dapat menghambat fungsi saliva dalam menetralkan pH.
Penumpukan plak akan mendorong jumlah perlekaan bakteri yang
semakin banyak. Bakteri-bakteri ini banyak memproduksi asam
dengan tersedianya karbohidrat yang mudah meragi seperti sukrosa
dan glukosa, menyebabkan pH plak akan menurun sampai dibawah 5
dalam waktu 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam
waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi dan
dimulai proses karies (Edwina A.M., 1991).
Substrat
Dibutuhkan waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat
yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu
mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan
substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida
ekstra sel. Walaupun demikian tidak semua karbohidrat sama derajat
kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati relatif tidak
berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut,
sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula
akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat
oleh bakteri. Dengan demikian makanan dan minuman yang
mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai
pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Sintesa
polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat ketimbang glukosa,
fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang
paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya. Dan karena
sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka
sukrosa merupakan penyebab karies yang utama (Edwina A.M., 1991).
Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali
mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa
proses karies tersebut terdiri atas periode perusakan (demineralisasi)
dan perbaikan (remineralisasi) yang silih berganti. Oleh karena itu,
bila saliva ada didalam lingkungan gigi, maka karies tidak
menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan
dalam bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat
kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Edwina
A.M., 1991).

Faktor predisposisi

a. Oral hygiene
Anak usia sekolah biasanya kurangnya kesadaran untuk
memperhatikan perilaku oral hygiene sehingga kesehatan gigi anak
berkurang. Salah satu komponen pembentukan karies adalah plak.
Karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara
mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak
melakukannya secara efektif. Peningkatan oral hygiene dapat
dilakukan dengan menggunakan sikat gigi yang dikombinasi dengan
pemeriksaan gigi secara teratur.Pemeriksaan gigi rutin ini dapat
membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi
menjadi karies.
b. Xerostomia
Hiposalivasi dan gangguan fungsi saliva sangat mempengaruhi proses
terjadinya demineralisasi gigi. Produksi dan aliran saliva yang rendah
akan meningkatkan retensi bakteri penyebab karies, karena dalam
saliva sendiri terdapat komponen antibacterial yang menghambat
pembentukan bakteri kariogenik.
3. Patogenesis karies rampan dan arrested carries.
- Karies Rampan

Tidak ada keterangan yang menyatakan bahwa terjadinya rampan karies


berbeda dengan karies biasa, hanya waktunya lebih cepat. Dikatakan cepat
karena dalam waktu satu tahun, gigi yang terlibat bisa mencapai 10 buah,
dan dikatakan tiba-tiba karena pulpa langsung terlibat. Hal ini juga
dikarenakan lapisan enamel pada gigi sulung lebih tipis (Langlais, 2016).
Karies gigi adalah infeksi bakteri yang merusak struktur gigi geligi.
Rampan karies terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme dalam plak
yang disertai menurunnya pH saliva dibawah 5,5 akibat mengkonsumsi
makanan yang mengandung sukrosa serta menurunya sekresi saliva.
Demineralisasi yang diakibatkan oleh karies berasal dari interaksi bakteri
yang memproduksi asam pada plak dengan substrat makanan
(karbohidrat) dalam periode waktu yang lama. Bakteri menghasilkan asam
laktat yang menyebabkan perubahan elektrokimia dan aliran keluar ion
kalsium serta fosfat dari bagian gigi yang mengalami mineralisasi
(Langlais, 2016).
Demineralisasi merupakan proses hilangnya atau terbuangnya garam
mineral, yaitu hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) pada enamel gigi.
Faktor utama penyebabnya adalah makanan dan minuman yang asam
seperti makanan manis yang terlalu lama berada didalam mulut anak- anak
dan susu dalam botol. Suasana yang asam dapat melarutkan enamel
sehingga merusak mineral-mineral pendukung gigi. Kemudian akan
menimbulkan white spot yang tampak sebagai bercak, garis, atau fisur
putih seperti kapur. Lesi awal ini disebut insipient. Begitu lesi matang
akan memanjang di sepanjang dentino enamel junction melalui dentin dan
akhirnya ke pulpa (Langlais, 2016).
White spot pada lesi awal yang ditimbulkan setelah terjadi kerusakan pada
enamel bersifat reversible. Namun, ketika sudah menjadi kavitas maka
bersifat irreversible dan membutuhkan tindakan restorative untuk
menggantikan jaringan yang hilang (Langlais, 2016).
Seiring berkembangnya waktu, lesi akan berubah menjadi kavitas oleh
karena aktivitas bakteri yang melakukan penetrasi ke enamel hingga
menuju batas amelodentinal junction dan masuk melalui tubuli dentin
untuk menuju dentin. Kavitas yang meluas hingga ke dentin bahkan
mengenai pulpa terlihat sebagai bentukan conical (Cawson, 2008)
- Arrested Carries
Arested Karies menggambarkan suatu lesi karies yang tidak berkembang.
Hal ini dapat dijumpai jika lingkungan oral telah berubah dari yang
tadinya memudahkan timbulnya karies ke keadaan yang cenderung untuk
menghentikan karies. (Edwina et al, 1991)
Karies terhenti (Arrested Caries) , terjadi ketika kemampian remineralisasi
cukup cukup kuat untuk menanggulangi proses demineralisasi. Dimana
proses demineralisasi merupakan proses hilangnya sebagian atau
keseluruhan dari kristal enamel. Demineralisasi ini terjadi karena
penurunan pH oleh bakteri kariogenik selama metabolisme yang
menghasilkan asam organik pada permukaan gigi dan menyebabkan ion
kalsium, fosfat dan mineral berdifusi keluar enamel membentuk lesi
permukaan. Sedangkan proses remineralisasi adalah proses pengembalian
ion-ion kalsium dan fosfat yang terurai ke luar enamel atau kebalikan
reaksi demineralisasi dengan penumpatan kembali mineral pada lesi
dibawah enamel. Remineralisasi dihasilkan melalui kapasitas dapar serta
kandungan ion-ion kalsium dan fosfat di dalam saliva. Ion fluoride juga
dapat memperkuat reaksi remineralisasi ini. Pada proses remineralisasi,
pH akan dinetralisasi sehingga proses larutnya mineral kristal hidroksi
patit dapat dihentikan. (McIntyre, 2005)
Sebagai contoh slsh lesi yang terhenti pada daerah mesial molar dua
bawah. Mungkin lesi ini berhenti berkembang setelah pencabutan molar
pertamanya. Lingkungannya telah berubah dan permukaan gigi menjadi
lebih mudah dibersihkan dan lebih mudah dicapai saliva. Sehingga
semineralisasi dapat terjadi dan menekan proses demineralisasi sehingga
proses karies akan terhenti. (Edwina et al, 1991)
4. Gambaran klinis dari karies rampan dan arrested carries.
- Rampan Karies

Rampant caries adalah penyakit yang berkembang dengan cepat dan


biasanya terjadi segera setelah gigi erupsi, dengan gambaran klinis yang terdiri
dari empat tahap yaitu

1. Tahap satu/inisial
Tahap inisial terjadi pada anak usia antara 10-20 bulan atau lebih muda.
Proses karies diawali dengan terlihatnya garis berwarna putih seperti kapur,
opak (white spots) pada insisivus maksila, yaitu gigi yang erupsi pertama pada
rahang atas dan merupakan gigi yang paling sedikit dilindungi oleh saliva.
Garis putih ini dapat terlihat jelas pada regio servikal permukaan vestibular
dan palatal insisivus maksila (gambar 1)
Pada tahap ini lesi masih dapat dikembalikan pada kondisi semula,
tetapi sering tidak diketahui oleh orang tua karena anak tidak mengeluh. Jika
tidak dirawat, area putih tersebut akan berubah dengan cepat menjadi kavitas
kuning-coklat atau masuk tahap 2 (gambar 2).

2. Tahap Dua

Terjadi ketika anak berusia 16-24 bulan. Lesi putih pada insisivus berkembang
dengan cepat dan menyebabkan demineralisasi enamel sehingga mengenai dan
terbukanya dentin (gambar 3). Ketika lesi berkembang, lesi putih pada enamel
tersebut berpigmentasi menjadi kuning terang, coklat kemudian hitam, dan
pada kasus yang lebih parah, lesi juga dapat mengenai tepi insisal. Enamel
berubah warna karena pigmen yang berasal dari saliva yaitu coklat dan hitam,
makanan serta akibat penetrasi dari bakteri. Gigi molar pertama maksila mulai
terkena tahap inisial.1,2,3

Pada tahap ini anak mulai mengeluh dan sensitif terhadap rasa dingin,
orang tua mulai peduli dengan perubahan warna gigi anaknya.
3. Tahap tiga
Terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan, lesi sudah meluas hingga terjadi
iritasi pulpa. Pada tahap ini molar pertama maksila sudah pada tahap dua, sedang
molar pertama mandibula dan kaninus maksila pada tahap inisial. Anak mengeluh
sakit ketika mengunyah dan menyikat gigi, serta sakit spontan sepanjang malam.3
4. Tahap empat
Terjadi ketika anak berusia antara 30-48 bulan. Lesi meluas dengan cepat ke
seluruh permukaan enamel, mengelilingi regio servikal, dentin dan dalam waktu
singkat, terjadi kerusakan yang parah di seluruh mahkota gigi hingga terjadi fraktur
dan hanya akar yang tersisa (gambar 4). Pada tahap ini insisivus maksila biasanya
nekrosis dan molar pertama maksila pada tahap tiga, sedang molar kedua maksila,
kaninus maksila dan molar pertama mandibula pada tahap dua. Beberapa anak
menderita tapi tidak dapat mengekspresikan rasa sakitnya, mereka juga susah tidur
dan menolak untuk makan.
Gambar 3. Demineralisasi enamel dan Gambar 4. Mahkota yang sudah
aktifitas karies pada insisivus hancur pada insisivus
1 1
maksila. maksila.
- Perbandingan gambaran Klinis Arrested Karies dan Karies Aktif (Ohio
Departement of Health, 2009)

Aktif Arrested
Warna kecoklatan Warna gelap, bahkan hitam
Permukaan lesi kasar Permukaan lesi halus
Lesi masih agak lunak Lesi sudah mengeras
Pada karies klas II Pada karies klas II
Mendekati margin gingiva Menjauhi margin gingiva

5. Pencegahan dan perawatan dari karies.

Pencegahan dan perawatan harus didasarkan pada penilaian berbasis risiko yang bersifat
pribadi dari riwayat karies pasien, meliputi riwayat penggunaan fluoride, laju aliran saliva,
dan frekuensi asupan gula (khususnya kudapan).

1. Pencegahan
A. Fluoride
Fluoride yang diaplikasikan pada gigi dalam dosis yang tepat dapat mereduksi
insidensi karies karena meningkatkan ketahanan gigi terhadap asam pembentuk
karies. Pencegahan kariesnya meliputi menyikat gigi setiap hari menggunakan
pasta gigi yang berfluoride. Larutan kumur fluor (baik resep maupun dibeli
bebas), dan pengolesan fluor di praktik gigi.
B. Permen karet bebas gula
Salah satu mineral yang terkandung dalam saliva seperti kalsium, apabila aliran
saliva sehat maka akan meningkatkan remineralisasi. Apabila aliran salova
berkurang (karena kerusakan glandula saliva akibat terapi radiasi atau efek
samping suatu pengobatan, Xerostomia), maka gigi akan lebih rentan terhadap
karies. Mengunyah permen karet bebas gula akan menstimulasi aliran saliva dan
membantu untuk self cleansing terhadap gigi.
C. Makanan
Tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan manis atau minuman bersoda dan
mengulum makanan dalam mulut.
D. Pada bayi dan balita tidak dibiasakan menggunakan dot terutama saat sebelum
tidur. Lebih baik diajarkan untuk menggunakan gelas saat minum.
E. Mengikuti edukasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut.
Seperti, adanya seminar mengenai kesehatan gigi dan mulut dan anak anak
sekolah dapat berpartisipasi pada program kesehatan gigi dan mulut di
sekolahnya.
F. Melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut ke dokter gigi minimal 6 bulan
sekali.

2. Perawatan
A. Rasa sakit pada rampant karies dapat diobati baik secara lokal maupun oral.
Pemberian lokal dapat dilakukan dengan menumpat secara langsung dengan obat
obatan eugenol mmelalui kapas yang selanjutnya ditumpat sementara.
Melakukan penumpatan sementara dengan obat obatan seperti analgesik atau
desinfektan yang diberikan dalam kavitas, dilakukan untuk mengurangi rasa sakit
dan terutama untuk mencegah pertumbuhan bakteri penyebab karies.
B. Impregnasi karies dapat diberikan terutama pada karies baru seperti karies enamel
dan karies dentin. Pemberian impregnasi iniuntuk menghentikan karies semntara
yang selanjutnya akan ditindak lanjuti denga menggunakan penumpatan restorasi
tetap. Seperti pengulasan stannum fluoride, silver nitrat, atau silver diamine
fluoride.
C. Perawatan syaraf gigi apabila karies telah mencapai pulpa. Hail ini dilakukan agar
gigi dapat bertahan lama didalam mulut sesuai fungsinya, sehingga gigi sulung
tersebut dapat tanggal dan tergantikan oleh gigi permanent secara alami.
D. Mencabut gigi yang sudah tidak dapat dirawat untuk menghindari kemungkinan
terjadinya fokus infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alazmah, Abdulfatah. 2017. The Journal of Contemporary Dental Practice.


Saudi Arabia: College of Dentistry Prince Sattam Bin Abdulaziz Unversity.
Vol. 14, No. 4:1-6.

2. Cawson, R.A., Odel, E.W. 2008. Cawsons Essentials of Oral Pathology and
Oral Medicine 8th ed. UK: Elsevier
3.Cvetkovic A, Ivanovic M. The Role of streptococcus mutan group and salivary
immunoglobulin in etiology of early childhood caries. Serbian Dental J 2006;
53: 1-6
4.Douglass JM, Douglass AB, Silk HJ. A practical guide to infant oral health.
Am Fam Phycisians 2004; 70: 1-3.
5. Edwina A.M. Kidd dan Sally Joyston-Bechal. 1991. Dasar dasar karies. Alih
Bahasa,Narlan Sumawinata, Safrida Faruk. Jakarta: EGC

6.Langlais, Robert P., Miller, Craig S., Nield- Gehrig, Jill S. 2016. Atlas Berwarna
Lesi Mulut yang Sering Ditemukan edisi 4. Jakarta: EGC
7. McIntyre JM. 2005. Dental Caries-The major Cause of Tooth Damage. In:
Mount GJ, Hume WR (ed). Preservation and Restoration of Tooth Structure.
2nd ed.Queensland: Knowledge Books&Software. P.21-6

8. Mitchell L, Mitchell DA. The Oxford Handbook of Clinical Dentistry. Oxford


University Press, Tokyo, 1991
9.Msefer S. Importence of early diagnosis of early childhood caries. JODQ-
Suplemen April 2006; 6-8.
10. Ohio Departement of Health Site Credits. 2009. Stages in Caries Lesion
Severity and Activity Active vs Arrested Caries. Diakses dari :
https://www.ohiodentalclinics.com/curricula/sealant/mod3_2_3.html pada 29
Agustus 2017

11. Purwanto dan Inke Kusumastuti. 2015. Terminologi Biomedis. Jember


12. Scheid RC, Weiss G. 2013. Woelfels Dental Anatomi, 8thEd. Jakarta. EGC.
13. Silverstone LM, Johnson NW, Hardie JM, William RAD (eds). Dental Caries.
London, The Macmillan Press, 1981.
14. Sutadi, Heriandi. 2002. Penanggulangan Karies Rampan Serta Keluhannya
Pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol. 9,
No.1:5-8.
15. Zafar S, Harnekar SY, Siddiqi A. 2004. Early Childhood Caries: Etiology,
Clinical Consideration, Consequences and Management. New Zealand:
University of Otago. Vol. 11, No. 4:24-36.

Anda mungkin juga menyukai