Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS TUBOTIMPANI

Disusun Oleh:

Vinalola V. V. Manalu 130100290


Yahsarul Ikhsan Nasution 130100403
Steven 130100063
Romanti D. Tamba 130100032
Wendy Armi 130100129
Fay Enndy M. Shapi 130100377

Pembimbing :
Dr. dr. Devira Zahara, M.Ked (ORL-HNS), Sp. THT-KL (K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG
TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan
judul “Otitis Media Supuratif Kronis Tubotimpani”. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing Dr. dr. Devira Zahara, M.Ked
(ORL-HNS), Sp. THT-KL (K) yang telah meluangkan waktunya kepada kami dan
memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan referat ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari


kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
referat selanjutnya.

Referat ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat menjadi
referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.

Medan, Januari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1. Anatomi Telinga Tengah ............................................................. 3
2.2. Definisi dan Klasifikasi OMSK .................................................. 11
2.3. Etiologi ........................................................................................ 13
2.4. Gejala Klinis OMSK Tubotimpani.............................................. 14
2.5. Diagnosis ..................................................................................... 15
2.6. Diagnosis Banding....................................................................... 17
2.7. Penatalaksanaan OMSK Tubotimpani ........................................ 17
2.7.1 Perbersihan Liang Telinga dan Kavum Timpani................ 18
2.7.2 Pemberian Antibiotik Topikal ............................................ 19
2.7.3 Pemberian Antibiotik Sistemik........................................... 20
2.8. Komplikasi .................................................................................. 22
BAB 3 KESIMPULAN ..................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Telinga Tengah………………………………… 3


Gambar 2.2 Ilustrasi Batas Telinga Tengah…………………………... 11
Gambar 2.3 Membran Timpani Aurikuler Dekstra…………………… 14
Gambar 2.4 Tipe-tipe Perforasi pada OMSK Tubotimpani…………... 15
Gambar 2.5 Tipe-tipe Perforasi pada OMSK Atikoantral…………….. 16
Gambar 2.6 Hasil Pemeriksaan Otoskopi……………………………... 21

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan OMSK Tipe Tubotimpani dan Atikoantral…... 3


Tabel 2.2 Terapi Antibiotik Sistemik yang Dianjurkan pada 11
OMSK……………………………………………………..
Tabel 2.3 Komplikasi OMSK……………………………………….. 14

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan inflamasi kronis
mukosa dan periosteum telinga bagian tengah dan kavum mastoid. Manifestasi
otitis media supuratif kronik berupa otorea berulang yang keluar melalui gendang
telinga yang mengalami perforasi. Durasi otorea pada kasus OMSK masih belum
ada kesepakatan.1,2 World Health Organization (WHO) menyatakan otorea
ninimal 2 minggu sudah masuk dalam kategori OMSK, namun ahli-ahli THT
menyatakan durasi lebih dari tiga bulan merupakan kasus OMSK, sedangkan
literatur lain menyatakan lebih dari enam minggu.1,2 Otorea dapat terjadi terus
menerus atau hilang timbul.2,3
Berdasarkan perforasi, OMSK dibagi menjadi 2 tipe yaitu OMSK tipe
tubotimpani (tipe mukosa, benigna, tanpa kolesteatoma) dan OMSK tipe
atikoantral (tipe tulang, maligna, dengan kolesteatoma).1,2,3 Pada OMSK tipe
aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat
kolesteatom. Sedangkan pada OMSK tipe bahaya selalu terdapat kolesteatom dan
dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya.3
Insidensi OMSK lebih tinggi pada negara berkembang oleh karena standar
sosioekonomi yang jelek, kurangnya nutrisi serta kurangnya edukasi tentang
kesehatan. OMSK mengenai laki-laki dan perempuan pada semua kelompok
usia.1,3 WHO mengklasifikasikan prevalensi OMSK sebagai negara prevalensi
paling tinggi (>4%), tinggi (2- 4%), rendah (1-2%), dan paling rendah (<1%).
Prevalensi OMSK di Indonesia 3,9% sehingga termasuk negara prevalensi tinggi.
Negara berprevalensi paling tinggi yaitu Tanzania, India, Kepulauan Solomon,
Guam, Aborigin, Australia, dan Greenland.4,5 Sekitar 25% dari pasien-pasien yang
berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia merupakan pasien OMSK.4
Survei Nasional Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran terakhir di delapan
provinsi Indonesia menunjukkan angka morbiditas THT sebesar 38,6%.4
Prevalensi OMSK di seluruh dunia yaitu sekitar 65-330 juta orang, terutama di

1
negara berkembang, dimana 39-200 juta orang (60%) menderita penurunan fungsi
pendengaran secara signifikan.1,4,5
Penyebab OMSK antara lain adalah faktor lingkungan, genetik, riwayat
otitis media, infeksi, infeksi saluran nafas atas, autoimun, alergi, serta gangguan
fungsi tuba eustachius.4,6
OMSK biasanya ditandai oleh discaj telinga (otorea). Otitis dikaitkan
dengan periode bebas dari gejala, lalu diikuti dengan eksaserbasi akut. Pasien juga
dapat mengalami tuli konduktif. Nyeri pada telinga biasanya tidak
dikeluhkan.1,2,4,5
Pengobatan penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada
faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Prinsip pengobatan
tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, yang dapat dibagi atas
pengobatan konservatif serta operasi.1,5
Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila
sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK
tipe atikoantral seperti labirinitis, meningitis, abses otak yang dapat menyebabkan
kematian. Kadangkala suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada
OMSK tipe tubotimpani pun dapat menyebabkan suatu komplikasi.1,4,6

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah

Gambar 2.1 Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah adalah ruang yang tidak beraturan, yang dikompresi secara
lateral di bagian petrous dari tulang temporal. Bagian ini dilapisi dengan selaput
mukosa dan diisi oleh udara, yang berasal dari nasofaring melalui tuba
faringotimpani (tuba eustachius). Telinga tengah berisi tiga tulang kecil, malleus,
incus dan stapes, secara kolektif disebut tulang pendengaran, membentuk rantai
artikulasi yang menghubungkan dinding lateral dan medial rongga serta berfungsi
mentransmisikan getaran membran timpani melintasi rongga ke koklea.7

3
Fungsi penting dari telinga tengah adalah untuk memindahkan energi
secara efisien dari getaran yang relatif lemah di udara elastis dan kompresibel
dalam meatus akustik eksternal ke cairan yang tidak tertekan di sekitar reseptor
halus di koklea. Gelombang udara dengan amplitudo rendah dan gaya rendah per
satuan luas tiba di membran timpani, yang memiliki 15-20 kali luas pelat lantai
stapedial yang menyentuh perilimfa di telinga bagian dalam: gaya per satuan luas
yang dihasilkan oleh pelat kaki meningkat oleh jumlah yang sama, sedangkan
amplitudo getaran hampir tidak berubah.7,8
Ruang di dalam telinga tengah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:7,8
1. Mesotimpanum atau rongga timpaniter sesungguhnya, yang tepat
bersebelahan dengan membran timpani;
2. Epitimpanum atau attic, yang berada di atas membran, dan berisi kepala
malleus dan serta badan dan tonjolan pendek dari incus;
3. Hipotimpanum, yang berada di dasar rongga antara bulbus jugularis dan
pinggir bawah membran timpani.
Diameter vertikal dan anteroposterior mesotimpanum dan hipotimpanum
masing-masing sekitar 15 mm; diameter transversal adalah 6 mm superior dan 4
mm inferior, menyempit menjadi 2 mm di seberang umbo. Rongga timpani
dibatasi pada sisi lateral oleh membran timpani dan medial oleh dinding lateral
telinga internal (promontorium). Rongga timpani berhubungan ke posterior
dengan antrum mastoid dan sel-sel udara mastoid, dan ke anterior dengan
nasofaring melalui tabung faringotimpani.7,8
Rongga timpani memiliki atap, lantai, serta dinding lateral, medial,
posterior, dan anterior.7,8
1. Atap
Sebuah tipis tulang kompak, yaitu tegmen timpani, memisahkan rongga
kranial dan timpani, dan membentuk sebagian besar permukaan anterior
tulang temporal petrous memanjang ke posterior sebagai atap antrum
mastoid dan anterior menutupi kanal untuk tensor timpani.7
Fraktur longitudinal fossa kranial tengah hampir selalu melibatkan atap
timpani, disertai dengan dislokasi rantai okular, pecahnya membran

4
timpani, atau atap fraktur meatus akustik eksternal osseus, yang dapat
dilihat sebagai takik. Cidera seperti itu biasanya menyebabkan
perdarahan dari telinga, dengan keluarnya cairan serebrospinal jika dura
mater telah robek (otorrhea CSF).7,8

Gambar 2.2 Ilustrasi Batas Telinga Tengah

2. Lantai
Lantai rongga timpani adalah lempeng tulang yang tipis, cembung, yang
memisahkan rongga dari bulbus superior vena jugularis interna. Tulang
ini pada sebagian orang mungkin kurang sempurna, dalam hal ini rongga
timpani dan vena hanya dipisahkan oleh selaput lendir dan jaringan
fibrosa. Atau, lantai kadang-kadang tebal dan mungkin mengandung
beberapa sel udara mastoid aksesori. Sebuah lubang kecil untuk cabang
timpani dari saraf glossopharyngeal terletak di dekat dinding medial.7,8

5
3. Dinding lateral
Dinding lateral tidak hanya terdiri dari membran timpani, tetapi juga
mengandung cincin tulang tempat membran melekat. Dinding bertulang
epitimpanic lateral berbentuk seperti irisan dan bagian inferiornya yang
tajam dikenal sebagai dinding atiic luar atau skutum. Bagian ini mudah
terkikis atau tumpul oleh kolesteatoma yang mudah dideteksi pada CT
scan. Ada cekungan pada bagian atas cincin ini, dimana terdapat bukaan
kecil kanalikuli anterior dan posterior untuk korda timpani dan fisura
petrotimpani.7
Kanalikuli posterior pada korda timpani terletak pada sudut antara dinding
posterior dan lateral rongga timpani tepat di belakang membran timpani, pada
posisi kira-kira sejajar dengan ujung atas gagang malleus, kemudian mengarah ke
kanal kecil yang turun di depan kanal wajah dan berakhir di dalamnya sekitar 6
mm di atas foramen stilomastoid.7
Fisura petrotimpani adalah celah berukuran sekitar 2 mm yang terbuka
tepat di atas dan di depan cincin tulang di mana membran timpani terpasang. Ini
berisi prosesus anterior dan ligamentum anterior malleus dan menghubungkan
cabang timpani anterior dari arteri maksilaris ke rongga timpani.7,8
Membran timpani memisahkan rongga timpani dari meatus akustikus
eksternus. Membran ini tipis, semi-transparan, dan berbentuk hampir oval,
meskipun agak lebih luas di bagian atas daripada di bawah; terletak miring, pada
sudut sekitar 55° dengan lantai meatus. Diameter anteroinferior terpanjang adalah
9 hingga 10 mm, dan terpendek adalah 8 hingga 9 mm.7,8 Sebagian besar
kelilingnya adalah cincin atau anulus fibrocartilaginous yang menebal dan
melekat pada sulkus timpani pada ujung medial meatus. Anulus mengandung sel
otot polos yang berorientasi radial di beberapa lokasi yang mungkin memainkan
peran dalam mengendalikan aliran darah atau mempertahankan ketegangan.7,8
Dua lipatan, yakni lipatan malleolar anterior dan posterior, berpindah dari ujung
annulus ini ke prosessus lateral malleus. Bagian segitiga kecil dari membran, pars
flaccida, terletak di atas lipatan ini dan bersifat lemah dan tipis.8 Sebaliknya,
bagian utama dari membran timpani, tensra pars, bersifat kencang. Pegangan

6
malleus melekat erat pada permukaan internal membran timpani hingga ke
pusatnya, yang memproyeksikan ke arah rongga timpani. Permukaan bagian
dalam membran cembung dan titik cembung terbesar disebut umbo. Meskipun
membran secara keseluruhan cembung pada permukaan bagian dalam, serat yang
memancar melengkung dengan cekung yang diarahkan ke dalam.7,8

Gambar 2.3 Membran Timpani Aurikular Dekstra

Membran timpani terutama dipersarafi oleh saraf aurikulotemporal, dan


tampaknya hanya merasakan nyeri. Ada pasokan sensorik minor, tidak konstan
dan tumpang tindih dari saraf kranial VII, IX dan X.8
Cabang aurikularis vagus berasal dari ganglion vagal superior dan segera
bergabung dengan ramus dari ganglion inferior saraf nervus glossofaringeal.
Cabang ini lewat di belakang vena jugularis interna dan memasuki kanalikuli
mastoid pada dinding lateral fossa jugularis, melintasi tulang temporal dan
melintasi kanal wajah sekitar 4 mm di atas foramen stilomastoid. Stimulasi saraf
vagus, misalnya saat menyuntik telinga, dapat memiliki reaksi refleks pada detak
jantung.7,8

7
1. Dinding medial
Dinding medial rongga timpani juga merupakan batas lateral telinga
internal. Yang membatasinya adalah promontorium, fenestra vestibuli
(fenestra ovalis/ jendela oval), fenestra cochleae (fenestra rotunda/ jendela
bundar) dan prominensi facia.7
Promontorium adalah peninggian berbentuk bulat mengerut oleh alur kecil
yang menempatkan saraf pleksus timpani. Fenestra vestibuli adalah lubang
berbentuk ginjal yang terletak di atas dan di belakang tanjung, dan
mengarah dari rongga timpani ke ruang depan telinga bagian dalam.
Diameter panjangnya adalah horisontal dan batas cembungnya diarahkan ke
atas. Itu ditempati oleh pangkal stapes, alas kaki: lingkar alas kaki melekat
pada margin fenestra oleh ligamen anular. Fenestra koklea terletak di bawah
dan sedikit di belakang fenestra vestibuli, yang dipisahkan oleh ekstensi
posterior tanjung, yang disebut subiculum. Kadang-kadang, punggung
tulang lain, ponticulus, meninggalkan tanjung di atas subiculum dan
berjalan ke piramida di dinding posterior rongga. Prominrnsia kanal saraf
wajah mengindikasikan posisi bagian atas kanalis fasialis (ductus Fallopian)
yang berisi nervus fasialis. Kanalis ini melintasi dinding timpani medial dari
proses cochleariform anterior, berjalan tepat di atas fenestra vestibuli, dan
kemudian melengkung ke bawah ke dinding posterior rongga.7,8
2. Dinding posterior
Dinding posterior rongga timpani lebih lebar di atas daripada di bawah. Ciri
utamanya adalah antrum mastoid, piramida, dan fossa incudis.7,8
Aditus antrum mastoid adalah aperture besar yang tidak teratur yang
mengarah kembali dari reses epitympanic ke bagian atas antrum mastoid.
Keunggulan bundar pada dinding medial aditus, di atas dan di belakang
keunggulan kanal saraf wajah, sesuai dengan posisi kanal setengah
lingkaran lateral.7,8
Piramidal eminens terletak tepat di belakang vestibuli fenestra dan di depan
bagian vertikal dari kanalis nervus fasialis. Berongga dan berisi otot
stapedius. Puncaknya memproyeksikan fenib vestibuli dan ditembus oleh

8
celah kecil yang mentransendensikan tendon stapedius. Rongga di
eminensia piramidal memanjang ke bawah dan kembali di depan kanal saraf
wajah; itu berkomunikasi dengan saluran melalui lubang di mana cabang
kecil dari saraf wajah berpindah ke stapedius.7,8
Fossa incudis adalah depresi kecil di bagian bawah dan posterior dari
epitimpanic recess. Ini berisi proses singkat dari incus, yang difiksasi ke
fossa oleh serat ligamen.8
3. Dinding anterior

Gambar 2.4 Tuba Faringotimpani

Terdapat lamina yang tipis dan membentuk dinding posterior kanal


karotis. Ini dilubangi oleh saraf karotisotimpanik superior dan inferior dan
cabang timpani atau cabang karotid internal.7,8 Kanal untuk tensor tympani
dan bagian osseous dari tabung faringotimpani terbuka di atasnya, kanal
untuk tensor timpani lebih unggul daripada kanal untuk tabung
faringotimpani.8 Kedua kanal miring ke bawah dan secara anteromedial,

9
untuk membuka di sudut antara bagian skuamosa dan petrous dari tulang
temporal, dan dipisahkan oleh septum osseus yang tipis. Kanal untuk
tensor timpani dan septum tulang berjalan posterolateral di dinding medial
timpani, dan berakhir tepat di atas vestibuli fenestra.7,8 Di sini, ujung
posterior septum melengkung ke samping untuk membentuk katrol,
processus trochleariformis (proses kokleariform), yang merupakan
penanda bedah untuk identifikasi ganglion genikulatum dari saraf wajah.
Tendon tensor timpani belok ke lateral melewati katrol sebelum melekat
pada bagian atas.7,8

2.2 Definisi dan Klasifikasi


Otitis media supuratif kronis merupakan suatu radang kronis telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari
telinga (otorea) lebih dari dua bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.1,2,3
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:1,5,6
1. Tipe tubotimpani (Tipe jinak/ Tipe aman/ Tipe rhinogen)
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars
tensa dan terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak terkena tulang.1,5,6

Gambar 2.5 Tipe-tipe Perforasi pada OMSK Tubotimpani

10
2. Tipe atikoantral (Tipe ganas/ Tipe tidak aman/ Tipe tulang)
Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya
sampai terbentuk kolesteatom.1,5,6

Gambar 2.6 Tipe-tipe Perforasi pada OMSK Atikoantral

Tabel 2.1 Perbedaan OMSK Tipe Tubotimpani dan Atikoantral1


Karakteristik OMSK Tubotimpani OMSK Atikoantral
Secara umum Benigna dan aman Berbahaya dan tidak aman
Otorrhea
 Bau Tidak berbau Bau busuk
 Jumlah Banyak Sedikit
 Tipe Mukoid Purulen

 Periode Intermitten Kontinu

Perforasi Sentral Atik atau marginal


Granulasi Tidak ada Ada
Polip Pucat Kemerahan
Kolesteatom Tidak ada Ada
Komplikasi Jarang Sering
Audiometri Tuli kondukti ringan-sedang Tuli konduktif atau
campuran

11
2.3 Etiologi
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s
syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang
merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat.2,9
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated
(seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi
telinga kronis.2,9,10
Penyebab OMSK antara lain2,9,10:
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani


menetap pada OMSK2,9 :
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.

12
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga
mencegah penutupan spontan dari perforasi.

2.4 Gejala Klinis


OMSK tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dengan gejala klinis yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Secara
klinis, OMSK jinak terbagi atas:11
1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya dilalui oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eustachius. Sekret
bervariasi dari mukoid hingga mukopurulen.
2. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa elinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli
konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus.

Tanda dan gejala dari OMSK tubotimpani adalah sebagai berikut:1,6,11

1. Telinga berair
Cairan yang keluar mukus, tidak berbau busuk dan seringkali sebagai
reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan
infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
2. Gangguan Pendengaran
Tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Pada
OMSK benigna biasanya dijumpai tuli konduktif yang ringan. Apabila
tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db, dan rantai
tulang pendengaran masih baik.
3. Otalgia
Pada OMSK keluhan nyeri dapat terjadi karena terbendungnya drainase
pus. Nyeri dapat menandakan adanya ancaman komplikasi akibat
hambatan pengaliran sekret, terpaparnya duramater.

13
4. Vertigo
Keluhan vertigo pada OMSK merupakan tanda telah terjadinya fistel
labirin akibat erosi dinding labirin akibat erosi dinding labirin. Vertigo
yang timbul biasanya akibat adanya perubahan tekanan udara yang
mendadak.

2.5 Diagnosis
Diagnosis OMSK dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan mikroskop, pemeriksaan
audiometri, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan bakteriologi. Melalui
anamnesa kita dapat mengetahui tentang perjalanan penyakit, faktor resiko, gejala
penyakit, serta hal-hal lainnya yang mengarah ke diagnosis OMSK.1,12
1. Anamnesis
Menanyakan gejala pada pasien seperti nyeri pada terlinga, keluarnya
cairan dari telinga, menghindar atau menangis ketika telinga disentuh,
gejala-gejala yang menunjukkan gangguan pada telinga. Riwayat keluar
cairan dari telinga disertai demam, sakit tenggorokkan, batuk atau
gejala infeksi saluran napas atas. Berdasarkan durasi terjadinya gejala
otorrhea atau keluarnya cairan dari telinga dapat membedakan OMA
dengan OMSK. Adanya penurunan pendengaran atau bahkan tuli.
2. Otoskopi
Dapat dibedakan jenis OMSK berdasarkan perforasi pada membran
timpani, yang terdiri dari perforasi sentral, atik dan marginal. Pada tipe
benigna / tubotimpani, perforasi selalu sentral bisa ditemukan pada
anterior, posterior atau inferior dari manubrium malleus. Ukuran
perforasi dapat kecil, sedang atau besar dimana annulus masih ada. Bila
perforasinya besar mukosa telinga tengah dapat terlihat, ketika terjadi
inflamasi terlihat merah serta edema. Pada tipe maligna / atikoantral
perforasi dapat terletak di atik maupun di marginal.

14
Gambar 2.7 Hasil pemeriksaan otoskopi. Kiri: Telinga normal
dengan membran timpani yang utuh. Kanan: Pada pasien OMSK
dimana terjadi peforasi membran timpani dan keluarnya cairan
purulen dari telinga.

3. Kultur Bakteri
Pemeriksaan kultur dan sensitifitas sekret telinga dapat membantu
dalam pemilihan antibiotik untuk pengobatan OMSK. Sekret telinga
penting untuk menentukan bakteri penyebab OMSK sehingga kita
dapat menentukan penggunaan antibiotika yang tepat dalam
memberikan pengobatan otitis media supuratif kronis.12
4. Pemeriksaan audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati jenis
tuli konduktif, tetapi dapat pula dijumpai adanya jenis tuli
sensorineural. Penurunan tingkat pendengaran tergantung kondisi
membran timpani seperti letak perforasi, tulang-tulang pendengaran
dan mukosa telinga tengah. Tuli konduktif dapat diperbaiki dengan
melakukan tindakan operasi, sedangkan tuli sensorineural yang
permanen hanya dapat dibantu dengan menggunakan alat bantu
dengar.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat memberikan informasi tambahan untuk
melengkapi pemeriksaan klinis ada atau tidaknya koleasteatoma.

15
Namun CT-Scan mempunyai kekurangan specificity dalam
membedakan kolesteatoma dengan jaringan granulasi atau edema
terutama ketika erosi tulang tidak ada.

2.6 Diagnosis Banding


Adapun diagnosis banding untuk OMSK adalah:1,6
1. Barotitis Media: Merupakan kondisi tidak nyaman pada telinga yang
disebabkan oleh perbedaan tekanan antara telinga luar dan telinga
tengah.
2. Otitis Eksterna: Merupakan inflamasi atau radang pada canalis auditoris
eksterna yang dapat mengenai pinna, jaringan lunak periaurikula dan
dapat juga mengenai tulang temporal.
3. Granulomatosis Wegener: Sering terjadi dengan peradangan pada
lapisan hidung, sinus, tenggorokan, dan paru-paru, dan bisa
berkembang menjadi peradangan pembuluh darah di seluruh tubuh
(vasculitis generalisata).

2.7 Penatalaksanaan OMSK Tubotimpani


Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada
faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada
waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit
menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan
serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Prinsip
pengobatan OMSK tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas konservatif atau operasi.1,4,11
Pada OMSK tipe tubotimpani, keadaan ini tidak memerlukan pengobatan,
dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga
sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi
saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.4,11

16
Prinsip pengobatan OMSK adalah:4,11
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2. Pemberian antibiotika topikal dan sistemik.

2.7.1 Pembersihan Liang Telinga dan Kavum Timpani (Toilet Telinga)


Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai
untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media
yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.1,4,5,6,11
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):1,4,5,6
1. Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat
diberi antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di
klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan
liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.
2. Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik.
Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah,
tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke
mastoid. Pemberian antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti
dengan antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
3. Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis
operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian
dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid
sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase
yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara
ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi.
Pencucian telinga dengan gliserin 10% atau H2O2 3% akan mencapai

17
sasarannya bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti
yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2.7.2 Pemberian Antibiotik Topikal


Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik
topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan
sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif.4,2,11 Bila
sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung
antibiotik dan kortikosteroid. Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar
lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya
kuman. Selain itu dikatakannya, bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit
dicapai oleh antibiotika topikal.2 Djaafar dan Gitowirjono menggunakan
antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada
telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan
antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu.2 Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan
kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa
bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan
dahulu.2

Bubuk telinga yang digunakan adalah seperti berikut:2,11


1. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
2. Terramycin
3. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK


aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun
dewasa.2,4 Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi
tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas

18
melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi.4,11 Polimiksin efektif
melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif
melawan organisme gram positif. Seperti aminoglokosida yang lain, Gentamisin
dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif dan gentamisin kerjanya
“sedang” dalam melawan Streptokokus.11 Tidak ada satu pun aminoglikosida
yang efektif melawan kuman anaerob. Biasanya tetes telinga mengandung
kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison. Namun, saat ini penggunaan
neomisin dan gentamisin tidak lagi dipilih karena sifatnya yang ototoksik dan
tujuan pengobatan antibiotiknya ingin mencapai telinga tengah.4,11
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan
sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram
negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman
anaerob, khususnya B. Fragilis. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga
yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan
menyebabkan ototoksik.4,11
Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga
dengan ofloksasin dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada
perbaikan 4,53%.11

2.7.3 Pemberian Antibiotik Sistemik


Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.2,4,11
Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya
terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap
masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan
tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya dengan melihat konsentrasi obat
dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2
golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi
kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida

19
dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi
tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya
bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.2,4,11

Tabel 2.2 Terapi Antibiotik Sistemik yang Dianjurkan pada OMSK11


Kuman Aerob Antibiotik Sistemik
Pseudomonas Aminoglikosida ± karbenisilin
P. Mirabilis Ampisilin atau sefalosporin
P. Morganii Aminoglikosida ± Karbenisilin
P. Vulgaris
Klebsiella Sefalosporin atau aminoglikosida
E. Coli Ampisilin atau sefalosporin
S. Aureus Anti-stafilokokus penisilin, sfalosporin,
eritromisin, aminoglikosida
Streptokokus Penisilin, sefalosporin, eritromisin, aminoglikosida
B. Fragilis Klindamisin

Menurut Depkes RI, antibiotik lini pertama yang digunakan pada kasus
Otitis Media Kronik ialah Amoxycillin. Amoxycillin merupakan antibiotik broad
spectrum golongan Penicillin yang efektif untuk kuman aerob terutama gram
positif. Kemudian, obat lini keduanya diantaranya ialah Amoksisilin-clavulanat,
Kotrimoksazol, Ceftriaxone, Cefixime, dan Ciprofloxacin.11

Menurut Nursiah, kuman aerob penyebab OMSK yang dominan adalah


Stafilokokus aureus 36,1%, Eserikia koli 27,7% dan Proteus 19,4%. Hal ini
hampir sama dengan yang diteliti oleh Friedman (1952), yaitu Stafilokokus aureus
32,7%, Proteus 27%, Eserikia koli 10,7%.11 Jokipii (1977) mendapatkan
Stafilokokus aureus 19%, Proteus 8%, Eserikia koli 6,8%. Hasil uji kepekaan
ternyata Stafilokokus aureus sensitif terhadap antibiotika golongan Siprofloksasin
dan Debekasin, resisten terhadap Seftriakson. Eserikia koli sensitif pada
antibiotika golongan Siprofloksasin dan Dibekasin, resiten terhadap Seftriakson

20
dan Kloramfenikol. Proteus sensitif pada golongan Siprofloksasin dan Dibekasin,
resisten terhadap Seftriakson. Seluruh kuman yang ditemukan dalam penelitian ini
sensitif terhadap Siprofloksasin dan resisten terhadap Seftriakson, sedangkan
Pseudomonas hanya sensitif terhadap Siprofloksasin. Hasil kesimpulan penelitian,
Dari hasil uji kepekaan didapatkan seluruh kuman sensitif terhadap antibiotika
golongan Siprofloksasin, Dibekasin dan Amoksisilin-Klavulanat, serta resisten
terhadap antibiotika Seftriakson dan Kloramfenikol.11
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut
Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik
(sefalosporin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu. Oleh sebab itu, uji
sensitivitas antibiotik dan kultur kuman penyebab sangat penting untuk
tatalaksana pada penyakit ini.11

2.8 Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. pemberian antibiotika telah menurunkan
insiden komplikasi. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang
efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi
didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun
dapat menyebabkan komplikasi.1,5,11
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi
akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.11
Komplikasi dari OMSK dapat diklasifikasi berdasarkan komplikasinya di
telinga tengah, telinga dalam, ekstradural serta ke susunan saraf pusat.11

21
Tabel 2.3 Komplikasi OMSK11
Klasifikasi Komplikasi
Komplikasi di telinga tengah  Perforasi persisten
 Erosi tulang pendengaran
 Paralisis nervus fasialis
Komplikasi telinga dalam  Fistel labirin
 Labirinitis supuratif
 Tuli saraf (sensorineural)
Komplikasi ekstradural  Abses ekstradural
 Trombosis sinus lateralis
 Petrositis
Komplikasi ke susunan saraf  Meningitis
pusat  Abses otak
 Hidrosefalus otitis

22
BAB 3
KESIMPULAN

OMSK merupakan suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi


membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga lebih dari dua bulan,
baik terus menerus atau hilang timbul. OMSK dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu
tipe tubotimpani dan tipe atikoantral. Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya
perforasi sentral atau pars tensa. Penyebab OMSK antara lain adalah lingkungan,
genetik, otitis media sebelumnya, infeksi, infeksi saluran nafas atas, autoimun,
alergi dan gangguan fungsi tuba eustachius. OMSK dapat menimbulkan gejala
berupa otorea, gangguan pendengaran, vertigo dan otalgia. Diagnosis OMSK
dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan mikroskop, pemeriksaan audiometri, pemeriksaan
radiologi dan pemeriksaan bakteriologi. Penanganan OMSK dapat berupa
konservatif atau operatif. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani serta
pemberian antibiotika topikal dan sistemik. Komplikasi dari OMSK dapat
mengenai telinga tengah, telinga dalam, ekstradural serta ke susunan saraf pusat.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Dhingra P.L., Dhringra S. Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and
Neck Surgery 6th Edition. Elsevier. New Delhi, India. 2014. Pg. 67-74.
2. Djaafar ZA, Helmi, Restuti R D. Kelainan Telinga Tengah. Dalam :
Soepardi EA, Iskandar HN editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2012, hal 49-62, 64-77.
3. Priyadarshini G., Murali S., James F. Clinical and Audiological Study of
Chronic Suppurative Otitis Media Tubotympanic Type. International
Journal of Otorhinolaryngology and Head and Neck Surgery. 2017 July;
3(3): 671-5.
4. Farida Y., Sapto H., Oktaria D. Tatalaksana Otitis Media Supuratif Kronis
(OMSK). Jurnal Medula Unila. Vol. 6. No. 1. Desember 2016. Hal. 180-4.
5. Dornhoffer J.L., Gluth M. B. The Chronic Ear. Thieme Medical
Publishers, Inc. New York. 2016. Pg. 118-24.
6. Mansour S. et al. Middle Ear Diseases: Advances in Diagnosis and
Management. Springer International Publishing, Switzerland. 2018. Pg.
205-66.
7. Drake R. L., Vogl W., Mitchell A. W. M. Gray’s Anatomy: The Anatomy
Basic of Clinical Practice 40th ed; 2014.
8. Drake R. L., Vogl W., Mitchell A. W. M. Gray’s anatomy for student 2nd
ed. 2014.
9. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 2008.
10. Berman S. Otitis Media in Developing Countries. Pediatrics. July 2006.
Available from URL: http://www.pediatrics.org/
11. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/ RSUP. H. Adam Malik
Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003.

24
12. World Health Organization (WHO). Chronic Supurative Otitis Media
Burden of Illness and Management Options. Geneva. 2004.

25

Anda mungkin juga menyukai