Anda di halaman 1dari 11

PAPER

OTOMIKOSIS

Disusun Oleh:
Wini Dwi Handayani (193307020001)
Lola Angelia Sembiring (183307020046)

Pembimbing:
dr.Yuliani Mardiati Lubis, Sp.THT- KL

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung


Tenggorokan dan Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran Prima Indonesia
Rumah Sakit Royal Prima
Medan
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan paper (makalah) ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada dokter pembimbing dr. Yuliani Mardiati Lubis, Sp. THT-KL atas
dukungan, bimbingan dan waktu yang telah diberikan dalam menyelesaikan paper (makalah)
ini. Makalah ini disusun sebagai rangkaian tugas untuk melengkapi persyaratan mengikuti
Kepanitraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit THT di Rumah Sakit Umum Royal Prima.
Judul dari paper (makalah) ini adalah “Otomikosis”. Penulis menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara
penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat dan memberikan
sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Medan, 12 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL.............................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR......................................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 2


2.1 Definisi......................................................................................................... 2
2.2 Etiologi......................................................................................................... 2
2.3 Patofisiologi................................................................................................. 4
2.4 Gejala Klinis................................................................................................ 6
2.5 Klasifikasi.................................................................................................... 7
2.6 Diagnosis...................................................................................................... 8
2.6.1 Anamnesa......................................................................................... 8
2.6.2 Pemeriksaan Fisik............................................................................ 9
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang................................................................... 9
2.7 Tatalaksana................................................................................................... 12
2.7.1 Bronkodilator................................................................................... 12
2.7.2 Antiinflamasi.................................................................................... 13
2.7.3 Agen dengan Aksi Target Spesifik.................................................. 13
2.7.4 Bronchial Thermoplasty................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 14

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Asma Berdasarkan Derajat Keparahan: Aspek Klinis dan
Penatalaksanaan................................................................................................ 7
Tabel 2.2 Tingkat Kontrol Asma Menurut GINA............................................................. 8
Tabel 2.3 Obat Terapi Asma.............................................................................................. 13
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Etiologi Asma................................................................................................ 4


Gambar 2.2 Skema Patofisiologi....................................................................................... 6
Gambar 2.3 Pemeriksaan Sputum..................................................................................... 10
Gambar 2.4 Skin Prick Test............................................................................................... 11
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otomikosis termasuk dalam kategori infeksi pada telinga bagian luar ( otitis
eksterna). Otitis eksterna dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus. Otomikosis
adalah otitis eksterna yang disebabkan oleh jamur.
Otomikosis banyak disebabkan oleh organisme komensal normal dari kulit
liang telinga dimana pada keadaan normal tidak menimbulkan gejala patogen. Namun
beberapa keadaan dapat menggeser keseimbangan antara bakteri dan jamur di liang
telinga. Banyak faktor predisposisi yang dapat mencetuskan terjadinya otomikosis,
antara lain kebiasaan penggunaan alat pembersih telinga, dermatitis, kurangnya
kebersihan, individu dengan penurunan daya tahan tubuh, penyakit telinga
sebelumnya, penggunaan jangka panjang dari obat antibiotik tetes telinga, antibiotik
spektrum luas, steroid, dan paparan obat kemoterapi.
Diagnosis otomikosis dapat ditegakkan dari gejala klinis, otoskopi,
mikrobiologi, test KOH dan kultur. Untuk pengobatan otomikosis sekarang sudah
banyak tersedia preparat dengan tingkat efektivitas yang cukup tinggi, namun banyak
juga kasus otomikosis yang rekuren karena faktor higenitas yang buruk.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

2.2 Definisi
Otomikosis adalah infeksi akut, sub akut, dan kronik pada epitel squamosa
dari kanalis auditorius externa yang disebabkan oleh jamur. Otomikosis ini sering
dijumpai pada daerah yang tropis. Kelainan ini khas dengan adanya inflamasi, rasa
gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakkan,
pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukan debris yang berbentuk hifa,
disertai suppurasi, dan nyeri.5

2.3 Epidemiologi
Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah
dengan cuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah raga air. 1
dari 8 kasus infeksi telinga luar disebabkan oleh jamur. 90% infeksi jamur ini
disebabkan oleh Aspergillus spp, dan selebihnya adalah Candida spp. Angka
prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9% dari seluruh pasien yang mengalami
gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah
dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal dari negara
tropis dan subtropis. Di United Kingdom ( UK ), diagnosis otitis eksterna yang
disebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas.5
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, otomikosis
lebih banyak ditemukan oleh wanita daripada pria. Otomikosis biasanya terjadi pada
orang dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada penelitian tersebut, otomikosis terjadi
pada remaja laki-laki. Tetapi berdasarkan penelitian oleh Hueso,dkk, terdapat 102
kasus ditemukan laki-laki dengan otomikosis 55,8% sedangkan pada wanita 44,2%. 3,7
Gambar 2.3.1 Otomikosis pada Pemeriksaan Inspeksi dan Otoskopi 7
2.4 Etiologi
Faktor predisposisi penyebab otomikosis meliputi ketidakadaan serumen,
kelembaban yang tinggi, suhu yang meningkat dan trauma lokal, yang biasanya
disebabkan oleh benda asing seperti kapas telinga dan alat bantu dengar. Biasanya
serumen memiliki pH yang berkisar 4-5 dan berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri
dan jamur patogen. Faktor lain selain trauma, bisa disebabkan oleh olahraga air
seperti renang dan berselancar. Hal ini disebabkan karena keluarnya serumen dan
keringnya canalis auditorius externus. Riwayat terapi invasif, dan riwayat rhinitis
alergika, ashma, dan eksema.5
Infeksi ini disebabkan oleh spesies jamur seperti Aspergillus niger.
Mikroorganisme lain seperti A.flavus, A. Fumigatus, Allescheria boydii,
Scopulariopsis, Penicillum, Rhizopus, Absidia, dan Candida spp. Beberapa faktor
dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat jamur menjadi patogen. Hal tersebut
dianggap berperan dalam terjadinya infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan
kadar pH, gangguan kualitatif, dan kuantitatif dari serumen, faktor sistemik
(gangguan imun tubuh, kortikosteroid, antibitotik, sitostatik, neoplasia), faktor
lingkungan (panas, dan kelembaban), serta riwayat otomikosis sebelumnya.5
2.5 Gejala Klinis
Gejala klinis pada otomikosis biasanya diawali oleh adanya otalgia, othorrhea,
kemudian dijumpai gejala lainnya seperti pendengaran yang berkurang, rasa penuh
pada telinga dan gatal.4 Penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al pada tahun
2006, dari 132 kasus otomikosis dapat ditemukan gejala seperti berikut;
Tabel 2.5.1 Presentase Gejala Otomikosis 2
Pada liang telinga luar akan berwarna merah, yang ditutupi oleh skuama, dan
kelainan ini dari bagian luar akan meluas ke bagian dalam seperti tulang pendengaran
dan saraf. Tempat yang terinfeksi akan tampak merah dan ditutupi skuama yang
halus. Bila makin mendalam sampai ke membran timpani akan berupa cairan
serosanguinos.6
Pada pemeriksaan telinga akan ditemukan adanya akumulasi debris fibrin
yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwarna putih dan panjang dari
permukaan kulit. Pada dinding kanalis dan area melingkar dari jaringan granulasi
ditemukan tanda hilangnya pembengkakan antara kanalis eksterna atau membran
timpani.6

2.6 Diagnosis
Pemeriksaan diagnosis didasarkan oleh pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium, dan kultur pembiakkan. Pemeriksaan anamnesis
terdiri dari nyeri dalam telinga, rasa gatal, sekret yang keluar dari telinga, dan
didapatkan laporan riwayat kebiasaan olahraga air, seperti berenang, menyelam, dan
selancar.6
Pemeriksaan fisik didapatkan akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan
filamen berwarna putih dan panjang dari permukaan kulit. Biasanya terdapat juga
nyeri tekan dan rasa gatal pada pemeriksaan.6
Pemeriksaan laboratorium seperti skuama dari kerokan telinga luar dengan
KOH 10% akan tampak hifa yang lebar, berseptum, dan kadang-kadang ditemukan
spora kecil dengan diameter 2-3 µ.6
Sedangkan pada kultur pembiakan kerokan dari skuama dibiakkan di media
Agar Saboraud dan dieram pada suhu kamar. Koloni akan tumbuh dalam waktu satu
minggu berupa koloni filamen berwarna putih. Dengan ukuran mikroskopik dapat
dilihat hifa lebar yang memiliki ujung dengan sterigma dan spora berjejer melekat
pada permukaan.6

2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan yang dapat diberikan seperti;
 Larutan asam asetat 2-5% dalam alkohol
 Larutan Iodium Providon 5% atau tetes tenga yang mengandung campuran
antibiotik dan steroid
 Pengobatan antifungal yang dipakai antara lain; fungisida topikal spesifik
(ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur yang diberikan secara sistemik).
Penelitian lain menemukan penggunaan anti jamur di atas tidak adekuat
mengobati beberapa kasus otomikosis, karena tidak menunjukkan keefektifan untuk
mencegah otomikosis relaps. Hal ini sangat penting untuk diingat bahwa selain
memberikan anti jamur topikal, harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius
externus dan pencegahan penyakit.8

2.8 Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan menjaga agar liang telinga tetap kering, jangan
lembap, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang
yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas. Serumen pada telinga harus
sering dibersihkan.6
Pencegahan pada terapi dapat dilakukan hal-hal seperti tidak melakukan
manuever-manuever pada daerah yang terinfeksi, mengurangi paparan dengan air agar
tidak menambah kelembaban, menghindari situasi yang dapat mengubah homeostasis
lokal, dan terapi yang adekuat ketika menderita otomikosis.5
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit otomikosis pernah dilaporkan
adanya perforasi dari membran timpani, dan infeksi otitis media serosa. Tetapi hal
tersebut jarang sekali terjadi dan cenderung sembuh pada pengobatan pertama. Dapat
juga terjadi nekrosis avaskular dan membran timpani yang didasarkan oleh
patofisiologis. Angka insiden ini terjadi berkisar antara 12-16% dari seluruh kasus
otomikosis.6
2.10 Prognosis
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Diagnosis dini
saat paparan jamur dimulai, maka akan dimulai proses resolusi yang baik (imunologi).
Angka kekambuhan kasus sangat tinggi bila faktor resiko tidak dapat dicegah dan
fisiologis dari telinga terganggu.6

Anda mungkin juga menyukai