Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN


OSTEOPOROSIS

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 14


1. HARA FELMI RONZA
2. ELA MENTARI
3. MELIZA
4. RAHMI NAILENDRIATI PUTRI

AKPER BINA INSANI SAKTI SUNGAI PENUH


TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT, berkat rahmat, taufik dan hidayahnya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini. Sholawat beserta salam semoga Allah
curahkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Beserta keluarga, sahabat dan para
pengikutnya hingga akhir zaman. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah keperawatan medikal bedah II dari dosen ibuk Ns.Novita Amri, S.kep, M.kep
penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini belum dapat dikatakan baik apalagi
sempurna, kekurangan dan kesalahan akan ditemui disana sini, oleh karena itu kritik dan
saran merupakan harapan bagi penulis yang sangat diperlukan demi kesempurnaan makalah
ini.

Sungai penuh,16 Maret 2020

penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………….. i
KATA PENGANTAR……………………………………… ii
DAFTAR ISI………………………………………………… iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………… 1
A. LATAR BELAKANG…………………………………... 2
B. TUJUAN PENULISAN………………………………… 3
BAB II TINJAUAN TEORI……………………………….. 4
A. DEFENISI OSTEOPOROSIS………………………….. 5
B. .KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS…………………….. 6
C. ETIOLOGI OSTEOPOROSIS………………………..... 7
D. PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS…………………. 8
E. MANIFESTASI KLINIS OSTEOPOROSIS………….. 9
F. PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS…………... 10
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK……………………… 11
H. KOMPLIKASI................................................................ 12
I. ASUHAN KEPERAWATAN…………………………... 13
BAB II PENUTUP………………………………………….. 14
A.    KESIMPULAN……………………………………….. 15
B.     SARAN................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………….. 17
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol  pada usia lanjut adalah
gangguan muskoloskeletal, terutama osteoartritis dan osteoporosis. Menghadapi problem
ini tanpa adanya persiapa yang baik, di khawatirkan akan menjadikan beban yang akan di
tanggung pemerintah, masyarakat, dan warga usia lanjut  dengan keluarga akan menjadi 
sangat besar dan akan  menghambat perkembangan ekonomi  serta memperburuk kualitas
hidup manusia secara utuh (isbagio H dalam Daniel, 2007).
Osteoporosis adalah suatu problem klimakterium yang serius. Di amerika serikat
dijumpai  satu kasus osteoporosis  di antara dua sampai tiga wanita pascamonopause.
Massa tulang pada manusia mencapai maksimum pada usia sekita 35 tahun, kemudian
terjadi penurunan massa tulang secara eksponensial. Penurunan massa tulang ini berkisar 
antara 3-5% setiap decade, sesuai dengan kehilangan massa otot  dan hal ini di alami baik
pada pria dan wanita. Pada masa klimakterium, penurunan massa tulang pada wanita lebih
mencolok  dan dapat mencapai 2-3%  setahun secara eksponensial. Pada usia 70 tahun 
kehilangan massa tulang pada wanita  ini baru mencapai 25%  (Gonta,P.1996).
Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,
sehingga dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis  adalah penyakit yang
mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang  rendah,  disertai mikroarsitektur 
tulang dan penurunan kualitas  jaringan tulang yang dapat menimbulkan  kerapuhan
tulang. Tulang secara progresif  menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah
patah dengan stres, yang pada tulang normal tidak menimbulkan pengaruh. Sherwood
(2001), mengatakan selama dua decade pertama kehidupan, saat terjadi pertumbuhan,
pengendapan tulang melebihi resorpsi tulang dibawah pengaru hormone pertumbuhan.
Sebaiknya pada usia 50-6- tahun, resorpsi tulang melebihi pembentukan tulang.
Kalsitonin  yang menghambat resorpsi tulang dan merangsang pembentukan tulang
mengalami penurunan. Hormone paratiroid meningkat bersama bertambahnya  dan
meningkatkan resorpsi tulang. Hormone estrogen yang menghambat  pemecahan tulang,
juga berkurang bersama bertambahnya usia.
Menurut Ganong (2003), perempuan dewasa memiliki massa tulang yang lebih
sedikit  daripada pria dewasa, dan setelah menopause mereka mulai kehilangan tulang 
lebih cepat daripada pria. Akibatnya perempuan lebih rentang menderita ospteoporosis
serius. Penyebab utama berkurangnya tulang setelah menopause adalah defesiensi 
hormone estrogen. Pada osteoporosis, matriks dan mineral tulang hilang, hingga massa
dan kekuatan tulang, dengan peningkatan fraktur. 
Osteoporosis sering menimbulkan fraktur kompresi pada vertebra  torakalis.
Terdapat penyempitan diskus  vertebra, apabila penyebaran berlanjut keseluruh korpus
vertebra akan menimbulkan kompresi vertebra  dan terjadi gibus. Fraktur kolum femur 
sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada perempuan, yang
disebabkan oleh penuaan dan osteoporosis pascamenopause.
Kolaps bertahap tulang vertebra mungkin tidak menimbulkan gejala, namun
terlihat sebagai kifosis progresif. Kifosis dapat mengakibatkan pengurangan tinggi badan.
Pada beberapa perempuan dapat kehilangan  tinggi badan sekitar 2,5-15 cm, akibat kolaps
vertebra.

B. TUJUAN PENULISAN
a) Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar terkait penyakit osteoporosis dan pengaplikasian
dalam asuhan keperawatan.
b) Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui pengetian terkait osteoporosis
- Untuk mengetahui etiologi dan klasifikasi terkait osteoporosis
- Untuk mengetahui tanda dan gejala terkait osteoporosis
- Untuk mengetahui penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjang terkait
osteoporosis
- Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan yang akan diberikan pada
klien dengan osteoporosis
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.DEFENISI OSTEOPOROSIS
Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata yang
berakibat pada rendahnya kepadatan tulang, sehingga tulang menjadi keropos dan rapuh.
“Osto” berarti tulang, sedangkan “porosis” berarti keropos. Tulang yang mudah patah
akibat Osteoporosis adalah tulang belakang, tulang paha, dan tulang pergelangan tangan
(Endang Purwoastuti : 2009) .
Osteoporosis yang dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit
skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan
meningkatnya kerentanan terhadap tulang patah. Osteoporosis adalah kelainan dimana
terjadi penurunan massa tulang total (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total.
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang
lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang
total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi
mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal
(Brunner&Suddarth, 2000).

B.KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS
Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam dua kelompok yaitu osteoporosis primer
dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause
(postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia (senile osteoporosis).
Penyebab osteoporosis belum diketahui dengan pasti. Sedangkan osteoporosis sekunder
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan Kelainan endokrin misalnya
Chusing’s disease, hipertiriodisme, hiperparatiriodisme, hipogonadisme, kelainan hepar,
gagal ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alcohol, pemakaian obat-
obatan/kortikosteroid, kelebihan kafein, dan merokok (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Djuwantoro (1996), membagi osteoporosis menjadi osteoporosis postmenopause
(Tipe I), Osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis idiopatik, osteoporosis juvenil
dan osteoporosis sekunder.
1) Osteoporosis Postmenopause (Tipe I)
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih dan
Asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resopsi tulang yang
berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada masa
menopause.
2) Osteoporosis involutional (Tipe II)
Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe ini
diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi
tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.
3) Osteoporosis idiopatik
Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita
premenopouse dan pada laki-laki yang berusi di bawah 75 tahun. Tipe ini tidak
berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor resiko yang mempermudah
timbulnya penurunan densitas tulang.
4) Osteoporosis juvenil
Merupakan bentuk yang paling jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang
terjadi pada anak-anak prepubertas.
5) Osteoporosis sekunder.
Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur
atraumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, atraumatik
reumatoid, kelainan hati/ ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastisitosis sistemik,
hipertiriodisme , varian status hipogonade dan lain-lain.

C. ETIOLOGI OSTEOPOROSIS
Osteoporosis postmenopouse terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada
wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa
mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang
sama untuk menderita osteoporosis postmenopouse, pada wanita kulit putih dan daerah
timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam (Lukman, Nurma
Ningsih : 2009).
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kasium
yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan masa tulang
yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun
dan dua kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis
senilis dan postmenopouse (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obet-obatan. Penyakit
ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid, dan adrenal) dan obat- obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang,
hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan kebiasaan
merokok bisa memperburuk keadaan ini (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya
tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa yang normal dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Faktor genetik juga berpengaruh terhadap timbulnya osteoporosis. Pada seseorang
dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur daripada seseorang
dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai
sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu memiliki ketentuan normal sesuai dengan
sifat genetiknya beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang
besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan
dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih
banyak daripada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama (Lukman,
Nurma Ningsih : 2009).

D. PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya
estrogen pada saat menopouse  dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi
tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse (Lukman, Nurma
Ningsih : 2009).
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan
fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-
tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan
harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily allowance) meningkat pada
usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk
memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi
pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia
dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan
kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen
dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron
Cushing, hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa tulang.
Obat- obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung
alumunium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid mempengaruhi
penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi
dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari
pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.

E. MANIFESTASI KLINIS OSTEOPOROSIS


Kepadatan tulang berkurang secara perlahan, sehingga pada awalnya osteoporosis
tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan tulang sangat
berkurang yang menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri
tulang dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama terpengaruh pada osteoporosis
adalah radius distal, korpus vertebra terutama mengenai T8-L4, dan kollum femoris
(Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang
yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya
nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari pungung yang akan
bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan
terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah
beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan
terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk), yang menyebabkan
terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan
atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Selain itu , yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Pada
penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami penyembuhan secara perlahan
(Lukman, Nurma Ningsih : 2009).

F. PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS
Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih
menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain itu,
juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy
(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non
hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.
1) Terapi medis.
Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek
dari osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk menekan atau
memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit.
a) Obat pereda sakit
Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan obat
pereda sakit yang kuat, seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut memberikan
efek samping seperti mengantuk, sembelit dan linglung. Bagi yang mengalami
rasa sakit yang sangat dan tidak dapat diredakan dengan obat pereda sakit, dapat
diberikan suntikan hormone kalsitonin.
Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti paracetamol
atau codein ataupun kombinasi keduanya seperti co-dydramol, co- codramol, atau
co-proxamol bagi banyak pasien cukup memadai untuk menghilangkan rasa sakit
sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
2) Terapi hormone pada wanita
Osteoporosis memang tidak dapat disembuhkan, semua upaya pengobatan
hanya dimaksudkan untuk mencegah kehilangan massa tulang yang lebih besar.
Namun, demikian, pengobatan masih perlu dilakukan pada kasus osteoporosis berat
untuk mencegah terjadinya patah tulang. Obat-obat untuk mencegah penurunan massa
tulang biasanya bekerja lambat dan efeknya kurang terasa sehingga banyak pasien
penderita osteoporosis merasa putus asa dan menghentikan pengobatan. Hal tersebut
sangat tidak baik karena pengobatan jangka panjang diperlukan untuk dapat secara
maksimal menekan laju penurunan massa tulang dan patah tulang.
Terapi hormone pada wanita diberikan pada masa pramenopause. Lamanya
pemberian terapi hormone sulit ditentukan. Yang jelas jika ingin terhindar dari
osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan. Sebagian dokter menganjurkan
untuk dilakukan terapi hormone seumur hidup semenjak menopause pada wanita yang
mengalami osteoporosis. Namun, sebagian juga berpendapat bahwa penggunaan
terapi hormone sebaiknya dihentikan setelah penggunaan selama 5-10 tahun untuk
menghindari kemungkinan terjadinya kanker.
a) Hormone Replacement Theraphy (HRT)
Hormone Replacement Theraphy (HRT) atau terapi hormone pengganti
(THP) menggunakan hormone estrogen atau kombinasi estrogen dan
progesterone. Hormone-hormon tersebut sebenarnya secara alamiah diproduksi
oleh indung telur, tetapi produksinya semakin menurun selama menopause
sehingga perlu dilakukan HRT.
Penggunaan estrogen memang efektif  dalam upaya pengobatan dan
pencegahan osteoporosis. Namun, tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya efek
samping berupa munculnya kanker endometrium (dinding rahim). Dengan adanya
hormone tersebut akan merangsang pertumbuhan sel-sel di dinding rahim yang
apabila pertumbuhannya terlalu pesat dapat berkembang menjadi kanker ganas.
Oleh karena itu, penggunaan estrogen biasanya di kombinasikan dengan
progesterone untuk mengurangi resiko tersebut.
Efek lain yang juga dapat timbul dalam pemberian terapi hormone,
diantaranya adalah pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual, muntah,
sakit kepala, gangguan pencernaan, dan gangguan emosi. Namun, demikian, efek
tersebut biasanya hanya terjadi pada awal terapi dan kondisi berangsur membaik
dengan sendirinya. Dapat juga dilakukan pemberian hormone estrogen dan
progesterone secara bertahap, dosis kecil diberikan pada awal terapi dilihat dulu
reaksinya terhadap tubuh. Bila dosis dapat diterima tubuh, dosis kemudian
dinaikkan secara bertahap.
b) Kalsitonin.
Selain hormone estrogen dan progesterone, hormone lain yang biasa
digunakan dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah kalsitonin.
Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja sel
osteoblast dan menekan kinerja sel osteoclast.
Kalsitonin juga berperan dalam mengurangi rasa sakit yang mungkin
timbul pada keadaan patah tulang. Hormone ini secara normal dihasilkan oleh
kelenjar tiroid yang memiliki sifat meredakan rasa sakit yang cukup ampuh.
Kalsitonin biasanya diberikan dalam bentuk suntikan yang diberikan setiap hari
atau dua hari sekali selama dua atau tiga minggu. Hormone ini juga dapat
menimbulkan efek samping  berupa  rasa mual dan muka merah, mungkin pula
terjadi muntah dan diare serta rasa sakit pada bekas suntikan.
c) Testosterone
Testosterone adalah hormone yang biasa dihasilkan oleh tubuh pria.
Penggunaan hormone testosterone pada wanita dengan osteoporosis pasca
menopause mampu menghambat kehilangan massa tulang. Namun, dapat muncul
efek maskulinasi seperti penambahan rambut secara berlebihan di dada, kaki,
tangan, timbulnya jerawat dimuka dan pembesaran suara seperti yang biasa terjadi
pada pria.
3) Terapi non-hormonal
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik
untuk mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang dapat
ditimbulkan  dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis, maka
sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal.
a) Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan golongan obat sintetis yang saat ini sangat dikenal
dalam pengobatan osteoporosis non-hormonal. Efek utama dari obat ini adalah
menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoclast) sehingga penurunan massa
tulang dapat dihindari. Obat-obat yang termasuk golongan bisfosfonat adalah
etidronat dan alendronat.
b) Etidronat.
Etidronat adalah obat golongan bisfosfonat pertama yang biasa digunakan
dalam pengobatan osteoporosis. Obat ini diberikan dalam bentuk tablet dengan
dosis satu kali sehari selama dua minggu. Penggunaan obat ini harus
dikombinasikan dengan konsumsi suplemen kalsium. Namun, perlu diperhatikan
agar konsumsi suplemen kalsium harus dihindari dalam waktu dua jam sebelum
dan sesudah mengkonsumsi etidronat karena dapat mengganggu penyerapannya.
Kadang kala konsumsi etidronat memberikan efek samping,tetapi relative kecil.
Misalnya timbul mual, diare, ruam kulit dan lain-lain.
c) Alendronat
Alendornat mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan etidronat,
perbedaannya adalah pada penggunaannya tidak perlu dikombinasikan dengan
konsumsi suplemen kalsium, tetapi  bila asupan kalsium masih rendah, pemberian
kalsium tetap dianjurkan. Efek samping yang mungkin ditimbulkan pada
konsumsi alendronat adalah timbulnya diare, rasa sakit dan kembung pada perut,
serta gangguan pada tenggorokan.
4) Terapi alamiah
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis
tanpa menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan gaya
hidup dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu dengan
berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari minuman beralkohol dan
menjaga pola makan yang baik.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sebenarnya langkah terbaik dalam penanganan osteoporosis adalah pencegahan
karena bila sudah terkena susah, bahkan tidak dapat dipulihkan. Seyogyanya, sedini
mungkin dilakukan diagnosis untuk mendeteksi keadaan massa tulang sebelum  terjadi
akibat yang lebih fatal seperti  terjadinya patah tulang . penilaian langsung tulang untuk
mengetahui ada tidaknya osteoporosis  dapat dilakukan dengan berbagai cara , yaitu
sebagai berikut :
 Pemeriksaan radiologic
 Pemeriksaan radioisotope
 Pemeriksaan Quantitative
 Magnetic resonance imaging (MRI)
 Quantitative Ultra Sound (QUS)
 Densitometer (X-ray absorptiometry)
 Tes darah dan urine

H.  KOMPLIKASI
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles
pada pergelangan tangan.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
        I. Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat
psikososial.
1.      Anamnese
a)      Identitas
a.       Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai
identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b.      Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung
jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b)      Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi adanya :
a.       Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang
b.      Berat badan menurun
c.       Biasanya diatas 45 tahun
d.      Jenis kelamin sering pada wanita
e.       Pola latihan dan aktivitas
c)      Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu luang
dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang
baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus
otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan
fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan
muskuloskeletal.
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian
adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan stamina menurun.
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       B1 (Breathing)
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
b.      B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya
pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan
dengan efek obat.
c.       B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah.
a)      Kepala dan wajah : ada sianosis
b)      Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
c)      Leher : Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus
merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra
d.      B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan.
e.       B5 ( Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi,
konsistensi, warna, serta bau feses.
f.       B6 ( Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering
menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat
badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri
spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
3.      Pemeriksaan penunjang
a)      Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat
dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang
paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang
sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
b)      CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam
diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 biasanya tidak
menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3  ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.

      II.  Diagnosa


1.      Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot,
deformitas tulang.
2.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3.      Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4.      Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
    III. Intervensi
1.      Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, spasme otot,
deformitas tulang.
·         Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
nyeri berkurang.
·         Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan
istirahat yang cukup, klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara
sederhana.

Intervensi Rasional
·         Pantau tingkat nyeri pada ·         Tulang dalam peningkatan
punggung, nyeri terlokalisasi atau jumlah trabekular, pembatasan gerak
menyebar pada abdomen atau pinggang. spinal.
Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri berat.
·         Ajarkan pada klien tentang ·         Alternatif lain untuk mengatasi
alternative lain untuk mengatasi dan nyeri, pengaturan posisi, kompres hangat
mengurangi rasa nyerinya. dan sebagainya.
·         Kaji obat-obatan untuk ·         Keyakinan klien tidak dapat
mengatasi nyeri : menoleransi obat yang adekuat atau tidak
-        Aspirin adekuat untuk mengatasi nyerinya.
-        Phenyl-butazone
-        Naproxen
-        Ibuprofen
-        Diclofenac
-        Piroxicam
-        Tenoxicam
-        Celecoxib
-        Lumiracoxib

·         Rencanakan pada klien tentang ·         Kelelahan dan keletihan dapat
periode istirahat adekuat dengan berbaring menurunkan minat untuk aktivitas sehari-
dalam posisi telentang selama kurang hari.
lebih 15 menit

2.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
·         Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan
klien mampu melakukan mobilitas fisik.
·         Kriteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu
melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.

Intervensi Rasional
·         Kaji tingkat kemampuan klien ·         Dasar untuk memberikan
yang masih ada. alternative dan latihan gerak yang sesuai
dengan kemapuannya.
·         Rencanakan tentang pemberian ·         Latihan akan meningkatkan
program latihan : pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi
ü  Bantu klien jika diperlukan latihan darah
ü  Ajarkan klien tentang aktivitas
hidup sehari hari yang dapat dikerjakan
ü  Ajarkan pentingnya latihan.

·         Bantu kebutuhan untuk ·         Aktifitas hidup sehari-hari secara


beradaptasi dan melakukan aktivitas hidup mandiri
sehari hari.
·         Peningkatan latihan fisik secara ·         Dengan latihan fisik :
adekuat :
ü  Dorong latihan dan hindari tekanan ü  Masa otot lebih besar sehingga
pada tulang seperti berjalan memberikan perlindungan pada
ü  Instruksikan klien untuk latihan osteoporosis
selama kurang lebih 30menit dan selingi ü  Program latihan merangsang
dengan istirahat dengan berbaring selama pembentukan tulang
15 menit
ü  Hindari latihan fleksi, membungkuk
tiba– tiba,dan penangkatan beban berat ü  Gerakan menimbulkan kompresi
vertical dan fraktur vertebra.

3.      Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
·         Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera
tidak terjadi
·         Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, Klien dapat
menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur

Intervensi Rasional
·         Ciptakan lingkungan yang ·         Menciptakan lingkungan yang
nyaman : aman dan mengurangi risiko terjadinya
ü  Tempatkan klien pada tempat tidur kecelakaan.
rendah
ü  Amati lantai yang membahayakan
klien
ü  Berikan penerangan yang cukup
ü  Tempatkan klien pada ruangan yang
tertutup dan mudah untuk diobservasi
ü  Ajarkan klien tentang pentingnya
menggunakan alat pengaman di ruangan.
·         Berikan dukungan ambulasi ·         Ambulasi yang dilakukan
sesuai dengan kebutuhan : tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah
ü  Kaji kebutuhan untuk berjalan jatuh.
ü  Konsultasi dengan ahli therapist
ü  Ajarkan klien untuk meminta
bantuan bila diperlukan
ü  Ajarkan klien untuk berjalan dan
keluar ruangan
·         Bantu klien untuk melakukan ·         Penarikan yang terlalu keras
aktivitas hidup sehari-hari secara hati-hati. akan menyebabkan terjadinya fraktur.
·         Ajarkan pada klien untuk ·         Pergerakan yang cepat akan
berhenti secara perlahan, tidak naik lebih memudahkan terjadinya fraktur
tanggga, dan mengangkat beban berat. kompresi vertebra pada klien osteoporosis.
·         Ajarkan pentingnya diet untuk ·         Diet kalsium dibutuhkan untuk
mencegah osteoporosis : mempertahankan kalsium serum,
ü  Rujuk klien pada ahli gizi mencegah bertambahnya kehilangan
ü  Ajarkan diet yang mengandung tulang. Kelebihan kafein akan
banyak kalsium meningkatkan kalsium dalam urine.
ü  Ajarkan klien untuk mengurangi Alcohol akan meningkatkan asidosis yang
atau berhenti menggunakan rokok atau meningkatkan resorpsi tulang
kopi
·         Ajarkan tentang efek rokok ·         Rokok dapat meningkatkan
terhadap pemulihan tulang terjadinya asidosis
·         Observasi efek samping obat- ·         Obat-obatan seperti diuretic,
obatan yang digunakan fenotiazin dapat menyebabkan pusing,
megantuk, dan lemah yang merupakan
predisposisi klien untuk jatuh

4.      Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
·         Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program
terapi.
·         Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu
menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang.
Intervensi Rasional
·         Kaji ulang proses penyakit dan ·         Memberikan dasar pengetahuan
harapan yang akan datang dimana klien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
·         Ajarkan pada klien tentang ·         Informasi yang diberikan akan
faktor-faktor yang mempengaruhi membuat klien lebih memahami tentang
terjadinya osteoporosis penyakitnya
·         Berikan pendidikan kepada ·         Suplemen kalsium ssering
klien mengenai efek samping penggunaan mengakibatkan nyeri lambung dan distensi
obat abdomen maka klien sebaiknya
mengkonsumsi kalsium bersama makanan
untuk mengurangi terjadinya efek samping
tersebut dan memperhatikan asupan cairan
yang memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal

              

  IV. Implementasi dan Evaluasi


Diagnosa Implementasi Evaluasi
1.      Nyeri berhubungan ·         Memantau tingkat S : Klien
dengan dampak sekunder dari nyeri pada punggung, nyeri mengatakan nyeri
fraktur vertebra, spasme otot, terlokalisasi atau menyebar berkurang
deformitas tulang. pada abdomen atau pinggang. O : Dapat
Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri melakukan perawatan
berat. secara mandiri dan
·         Mengajarkan pada penanganannya
klien tentang alternative lain secara sederhana.
untuk mengatasi dan A : Masalah
mengurangi rasa nyerinya. teratasi sebagian
·         Mengkaji obat- P : Intervensi
obatan untuk mengatasi nyeri. dilanjutkan :
-        Aspirin ·         Pantau
-        Phenyl-butazone tingkat nyeri pada
-        Naproxen punggung, nyeri
-        Ibuprofen terlokalisasi atau
-        Diclofenac menyebar pada
-        Piroxicam abdomen atau
-        Tenoxicam pinggang. Skala nyeri
-        Celecoxib 7-9 yaitu nyeri berat.
-        Lumiracoxib ·         Ajarkan
·         Merencanakan pada pada klien tentang
klien tentang periode istirahat alternative lain untuk
adekuat dengan berbaring mengatasi dan
dalam posisi telentang selama mengurangi rasa
kurang lebih 15 menit nyerinya.
·         Kaji obat-
obatan untuk
mengatasi nyeri.
-        Aspirin
-        Phenyl-
butazone
-        Naproxen
-        Ibuprofen
-        Diclofenac
-        Piroxicam
-        Tenoxicam
-        Celecoxib
-       
Lumiracoxib
·        
Rencanakan pada
klien tentang periode
istirahat adekuat
dengan berbaring
dalam posisi
telentang selama
kurang lebih 15 menit
2.      Hambatan mobilitas ·         Mengkaji tingkat S : Klien
fisik berhubungan dengan kemampuan klien yang masih mengatakan sudah
disfungsi sekunder akibat ada. bisa beraktivitas
perubahan skeletal (kifosis), ·         Merencanakan kembali
nyeri sekunder atau fraktur tentang pemberian program O : Dapat
baru. latihan : beraktivitas secara
ü  Membantu klien jika mandiri
diperlukan latihan A : Masalah
ü  Mengajarkan klien teratasi
tentang aktivitas hidup sehari P : Intervensi
hari yang dapat dikerjakan dihentikan
ü  Mengajarkan
pentingnya latihan.
·         Membantu
kebutuhan untuk beradaptasi
dan melakukan aktivitas
hidup sehari hari.
·         Meningkatan
latihan fisik secara adekuat :
ü  Mendorong latihan dan
hindari tekanan pada tulang
seperti berjalan
ü  Menginstruksikan klien
untuk latihan selama kurang
lebih 30menit dan selingi
dengan istirahat dengan
berbaring selama 15 menit
ü  Menghindari latihan
fleksi, membungkuk tiba–
tiba,dan penangkatan beban
berat
3.      Risiko cedera ·         Menciptakan S : Klien
berhubungan dengan dampak lingkungan yang nyaman : mengatakan sudah
sekunder perubahan skeletal ü  Menempatkan klien bisa beraktivitas
dan ketidakseimbangan tubuh pada tempat tidur rendah O : Dapat
ü  Mengamati lantai yang menghindari aktivitas
membahayakan klien yang mengakibatkan
ü  Memberikan fraktur
penerangan yang cukup A : Masalah
ü  Menempatkan klien teratasi
pada ruangan yang tertutup P : Intervensi
dan mudah untuk diobservasi dihentikan
ü  Mengajarkan klien
tentang pentingnya
menggunakan alat pengaman
di ruangan.
·         Memberikan
dukungan ambulasi sesuai
dengan kebutuhan :
ü  Mengkaji kebutuhan
untuk berjalan
ü  Mengkonsultasi dengan
ahli therapist
ü  Mengajarkan klien
untuk meminta bantuan bila
diperlukan
ü  Mengajarkan klien
untuk berjalan dan keluar
ruangan
·         Membantu klien
untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari secara hati-
hati.
·         Mengajarkan pada
klien untuk berhenti secara
perlahan, tidak naik tanggga,
dan mengangkat beban berat.
·         Mengajarkan
pentingnya diet untuk
mencegah osteoporosis :
ü  Merujuk klien pada ahli
gizi
ü  Mengajarkan diet yang
mengandung banyak kalsium
ü  Mengajarkan klien
untuk mengurangi atau
berhenti menggunakan rokok
atau kopi
·         Mengajarkan
tentang efek rokok terhadap
pemulihan tulang
·         Mengobservasi efek
samping obat-obatan yang
digunakan
4.      Kurangnya ·         Mengkaji ulang S : Klien
pengetahuan mengenai proses proses penyakit dan harapan mengatakan sudah
osteoporosis dan program yang akan datang memahami tentang
terapi yang berhubungan ·         Mengajarkan pada penyakit osteoporosis
dengan kurang informasi, salah klien tentang faktor-faktor dan program terapi
persepsi. yang mempengaruhi O : Pengetahuan
terjadinya osteoporosis klien jadi bertambah
·         Memberikan A : Masalah
pendidikan kepada klien teratasi
mengenai efek samping P : Intervensi
penggunaan obat dihentikan
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan
metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang memerlukan
perhatian khusus, terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990,
ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50%
dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai
akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan meningkat ( Sodoyo, 2009 ).
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit
yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan
mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1.      Determinan Massa Tulang
2.      Determinan penurunan Massa Tulang
Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan
faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh,
tidak pernah melahirkan. Faktor lingkungan meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi
vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari
darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa
tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya
menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga
terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Manifestasi osteoporosis :
1.      Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata
2.      Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3.      Nyeri timbul mendadak
Pemeriksaan Diagnostik
1.      Radiologis
2.      CT-Scan
Penatalaksanaannya dengan Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan
seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur
pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D
susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli
kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium yang
mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium(kalsium karbonat).
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles
pada pergelangan tangan.
Diagnosa yang timbul :
1.      Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra spasme otot,
deformitas tulang.
2.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3.      Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
4.      Kurangnya pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.

B.     SARAN
Bagi orang yang mengalami osteoporosis sebaiknya melakukan diet kaya kalsium dan
vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan
kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi
skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang
tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari.
Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium
(kalsium karbonat), sering berolahraga dan pola hidup sehat.
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang
kelompok buat dapat bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Tandra, H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal,
Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing
Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua : Penerbit PT
Bhuana Ilmu Populer
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol.2. Jakarta
Anonim, 2013/05.  www.debyrahmad.blogspot.com 

Anda mungkin juga menyukai