PENDAHULUAN
Pendengaran merupakan salah satu panca indera khusus manusia. Gangguan
pendengaran bagi seseorang dapat sangat merugikan karena menghambat komunikasi
individu dengan sekitarnya.
Audiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk fungsi
pendengaran yang erat hubungannya dengan habilitasi dan rehabilitasinya. Audioogi
medis dibagi atas audiologi dasar dan audiologi khusus, di mana audiologi dasar
adalah pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan pendengaran serta cara
pemeriksaannya. Peranan tes pendengaran saat ini makin penting, terutama dalam
seleksi penerimaan pegawai/murid, dalam program kesehatan industri, serta untuk
membantu penegakan diagnosis penyakit pada telinga.1
Secara garis besar ketulian dibagi menjadi dua. Ketulian konduksi atau
disebut tuli konduksi dimana kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna
sampai dengan tulang pendengaran stapes. Tuli konduksi ini biasanya mendapatkan
pengobatan yang hasilnya memuaskan, baik dengan medikamentosa atau dengan
suatu tindakan misalnya pembedahan. Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori
neural hearingloss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai
dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam
pengobatannya. Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan, disebut tuli
campuran.2
Untuk mengetahui jenis ketulian diperlukan pemeriksaan pendengaran. Dapat
dari cara yang paling sederhana sampai dengan memakai alat elektro-akustik yang
disebut audiometer. Dengan menggunakan audiometer ini jenis ketulian dengan
mudah dapat ditentukan.2
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga (meatus
akustikus eksternus), sampai dengan membran timpani. Daun telinga terdiri dari
tulang rawan elastis dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Pada orang dewasa panjangnya kira-kira 1 inci
(2,5cm).1,5
Pada sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga
bagian dalam adalah tulang. Sepertiga luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1,5
Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut:
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibulum yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung puncak dari
4
tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes
yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfe pada skala vestibuli
bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe,
sehingga akan menimbulkan
Gambar 3. Jenis garpu tala berdasar frekuensi. Dari kiri ke kanan: 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz,
1024 Hz, 2048 Hz, and 4096 Hz.
dipakai garpu tala frekuensi 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Jika hanya memakai satu
garpu tala, maka digunakan frekuensi 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak
terlalu dipengaruhi suara bising di sekitarnya. Garpu tala dengan frekuensi yang
terlalu tinggi akan berhenti bergetar terlalu cepat.1,4
Cara Membunyikan Garpu Tala
Garpu tala dipegang dipegang pada tangkainya, kemudian salah satu dari
tanduk garpu tala dipukulkan pada permukaan yang berpegas, seperti punggung
tangan atau siku. Garpu tala sebaiknya tidak dipukulkan pada ujung meja atau benda
keras lainnya karena akan menghasilkan nada yang berlebihan, yang ada kalanya
dapat terdengar dari jarak yang cukup jauh dari garpu tala, atau bahkan dapat
menyebabkan kerusakan dan perubahan yang menetap pada pola getar garpu tala.2,4
JENIS-JENIS TES GARPU TALA
Pemeriksaan garpu tala merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai jenis tes
garpu tala, dan dalam referat kali ini akan membahas enam jenis di antaranya, yakni
Tes batas atas dan batas bawah, Tes Rinne, Tes Weber, Tes Schwabach, Tes Bing, dan
Tes Stenger. Tes-tes tersebut memiliki tujuan khusus yang berbeda satu sama lain, dan
hasilnya akan saling melengkapi untuk menentukan diagnosis.1
1. Tes Batas Atas dan Batas Bawah
Tujuan
Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melalui hantaran
udara bila dibunyikan pada intensitas ambang normal.
Cara pemeriksaan :
Semua garpu tala (dapat dimulai dari frekuensi terendah berurutan hingga
frekuensi tertinggi, atau sebaliknya) dibunyikan satu per satu. Bunyi didengarkan
terlebih dahulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang (untuk mencapai
intensitas bunyi yang terendah bagi orang normal/ nilai ambang normal), kemudia
9
diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan ujung garpu tala pada jarak 1-2
cm dari Meatus Akustikus Eksternus (MAE) telinga yang in gin diperiksa, dalam
posisi tegak dan kedua kaki garpu tala pada garis yang menghubungkan MAE
kanan dan kiri. Penderita diminta mengangkat tangan jika mendengar bunyi dari
garpu tala.
Interpretasi
Normal
Tuli konduktif
10
3. Tes Schwabach
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan
hantaran tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal.
Dasar: Gelombanggelombang dalam endolymph dapat ditimbulkan oleh getaran
11
yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak khususnya
os.temporale.
a. Cara pemeriksaan. Garpu tala 256 Hz atau 512 Hz yang telah disentuh secara
lunak diletakkan pangkalnya pada planum mastoiedum penderita. Kemudian
kepada penderita ditanyakan apakah mendengar, sesudah itu sekaligus
diinstruksikan agar mengangkat tangannya bila sudah tidak mendengar
dengungan. Bila penderita mengangkat tangan garpu tala segera dipindahkan
ke planum mastoideum pemeriksa. Ada 2 kemungkinan pemeriksa masih
mendengar dikatakan schwabach memendek atau pemeriksa sudah tidak
mendengar lagi. Bila pemeriksa tidak mendengar harus dilakukan cross yaitu
garpu tala mula-mula diletakkan pada planum mastoideum pemeriksa
kemudian bila sudah tidak mendengar lagi garpu tala segera dipindahkan ke
planum mastoideum penderita dan ditanyakan apakah penderita mendengar
dengungan. Bila penderita tidak mendengar lagi dikatakan schwabach normal
dan bila masih mendengar dikatakan schwabach memanjang.
b. Evaluasi test schwabach
1. Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungan
dan keadaan ini ditemukan pada tuli sensorineural
2. Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungan dan
keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif
3. Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidak
mendengar dengungan. Karena telinga pemeriksa normal berarti telinga
penderita normal juga.4
4. Tes Weber
Tujuan
:
Membandingkan hantaran tulang pada kedua telinga penderita
Cara pemeriksaan :
Tes ini menggunakan garpu tala frekuensi 512 Hz. Garpu tala tersebut dibunyikan,
kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di garis median tubuh, biasanya di
dahi (dapat pula di vertex, dagu, atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada
12
13
14
Telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga
kanan akan tetap mendengar bunyi.1
REALIBILITAS DAN VALIDITAS
Dengan berulang-ulang melakukan uji penala secara cermat, pemeriksa dapat
menjadi ahli dalam pemakaiannya. Masalah realibilitas (atau dapat diulang) timbul
dari penilaian yang salah baik oleh pasien maupun pemeriksa mengenai saat tidak
lagi terdengar di mana bunyi perlahan-lahan menghilang. Uji-uji ini makin sulit
dilaksanakan pada anak dan pasien dengan perhatian yang terbatas.4
Klinisi harus menghindari penggunaan garpu tala frekuensi rendah (128 dan
256 Hz) karena memerlukan pengendalian kebisingan lingkungan, misalnya dalam
ruangan kedap suara. Untuk alasan fisik, hasil Tes Bing yang bermanfaat biasanya
akan lebih baik bila menggunakan garpu tala 512 Hz dan bukannya 1000 atau 2000
Hz.4
Kesalahan yang lazim terjadi pada tes Rinne dan Schwabach disebabkan oleh
sifat-sifat hantaran tulang. Getaran garpu tala yang ditempelkan pada mastoid kanan
tidak hanya menggetarkan tulang temporal kanan, tapi juga seluruh kepala; dengan
demikian telinga kiri juga terangsang pada saat yang sama. Peredaman melintasi
kepala adalah minimal. Pada tes Rinne, jawaban terhadap stimulus hantaran tulang
akan merefleksikan telinga dengan hantaran tulang yang lebih baik, tanpa
memperhatikan telinga mana yang
memperoleh respon hantaran tulang dari telinga kiri saat menguji telinga kanan. Dan
bila hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara, maka hasilnya adalah Rinne
negatif palsu.4
Denga mekanisme serupa, suatu tes Schwabach yang meningkat atau
memanjang untuk telinga kanan sebenarnya dapat saja merupakan respon telinga kiri
dengan hantaran tuang lebih baik dari telinga kanan. Insidens Rinne negatif palsu dan
Schwabach memanjang pasu dapat dikurangi dengan meminta pasien memberitahu
letak gangguan pendengarannya. Juga dapat dikendalikan dengan memasang bising
15
penyamar (masking noise) pada telinga yang tidak diperiksa, misalnya dengan alat
penyamar seperti Barany buzzer. Hal ini peru dilakukan dengan hati-hati karena
bising penyamar yang berintensitas tinggi tersebut dapat saja dilateralisasi melintasi
tulang tengkorak dan sampai ke telinga yang diuji.4
Karena masalah-masalah validitas dan reliabilitas ini, maka sebaiknya
digunakan
serangkaian
tes
garpu
tala
yang
memberi
kesempatan
untuk
membandingkan indikasi pengujian, daripada hanya bergantung pada satu tes saja.4
KESIMPULAN
Tes garpu tala merupakan salah satu metode pemeriksaan fungsi pendengaran
secara kualitatif dengan menggunakan seperangkat alat garpu tala dengan berbagai
frekuensi. Terdapat beberapa jenis tes garpu tala yang memiliki prinsip berbeda
dengan tujuan khusus masing-masing, antara lain Tes Batas Atas dan Batas Bawah,
tes Rinne, Tes Schwabach, Tes Weber, tes Bing, dan Tes Stenger. Tes-tes tersebut
memiliki tujuan khusus yang berbeda satu sama lain, dan hasilnya akan saling
melengkapi untuk menentukan diagnosis.
Garpu tala yang digunakan untuk Tes Batas Atas dan Bawah adalah garpu tala
dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Sementara Tes
Rinne, tes Schwabach, dan tes Weber memakai garpu tala dengan frekuensi 512 Hz,
karena mewakili frekuensi percakapan normal.
Melalui pemeriksaan garpu tala, dapat dievaluasi sensitivitas pendengaran
seseorang terhadap berbagai frekuensi suara. Selain itu tes garpu tala juga
membandingkan hantaran udara dan tulang, sehingga dapat menentukan jenis
ketulian yang dialami penderita, apakah tuli konduktif atau tuli sensorineural.
Tes-tes garpu tala memiliki beberapa masalah dalam validitas dan reliabilitas,
maka sebaiknya digunakan serangkaian tes garpu tala yang memberi kesempatan
untuk membandingkan indikasi pengujian, daripada hanya bergantung pada satu tes
saja.
16
Tes
Batas Atas
Batas Bawah
Rinne
Tuli Sensorineural
Menurun
Normal
Positif
Memanjang
Lateralisasi ke telinga yang
Schwabach
Weber
False positive/negative
Memendek
Lateralisasi ke telinga yang
sakit
sehat
DAFTAR PUSTAKA
4. Lassman FM, Levine SC, Greenfield DG. Audiologi. Dalam: Adams GL,
Boies LR, Higler PA,eds :6. Boies buku ajar penyakit tht. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 1997. h.46-50
17
5. Menner, Albert. Useful Anatomy and Funtion. In: A Pocket Guide to The ear.
USA: Thime New York; 2003. P.13-21
6. Moller,A.R. Hearing. Second edition. Anatomy, Physiology and Disorders of
the Audiotory System. USA : Elsevier. 2006. P : 18-25.
7. Pasha,R, L.Burgio. Denis. Bujrab. Otology and Neurotology. In: Pasha R.
Otolaryngology Head and Neck Surgery. USA: Clinical Reference Guide.
2003. P. 293-298
8. Anonim. Tuning fork. [online]. 2002. [cited 2010 july 25]. Available from
URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Tuning_fork
9. Anonim. Telinga. Dalam: Glynn Mc-Burnside,eds 17. Diagnostik fisik.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 1995. h.137-39.
10. Davidson,dr. Head and Neck History and Physical Examination. Available
from URL : http://drdavidson.ucsd.edu/portals/0/cmo/CMO_01.htm
18
LAMPIRAN
REFERENS
19
20