Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PKPA APOTEK

HIPERTENSI DAN DIABETES MELLITUS

Oleh :
AINUN ENDARWATI

(K11016I021)

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITA MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Alhamdulillah saya ucapkan rasa syukur yang sebesar besarnya kepada Allah SWT,
karena telah tersusunnya makalah PKPA Apotek dengan tema Hipertensi dan Diabetes
Mellitus. Saya selaku penulis mengharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan
gambaran mengenai definisi, etiologi, patofisiologi , dan terapi farmakologi pada penyakit
hipertensi dan diabetes mellitus.
Saya selaku penulis memohon maaf apabila dalam penulisan masih memiliki banyak
kekurangan, semoga kesalahan dan kekeliruan yang ada dapat menjadi pelajaran untuk saya
pribadi pada khususnya agar lebih baik dikemudian hari.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................................i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................................1
1.1

Latar Belakang .....................................................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah ................................................................................................................1

1.3

Tujuan ..................................................................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................................1


2.1 Tinjauan Pustaka Diabetes Mellitus...........................................................................................1
2.1.1 Definisi................................................................................................................................1
2.1.2 Etiologi................................................................................................................................1
2.1.3 Patofisiologi ........................................................................................................................2
2.1.4 Tanda dan Gejala ................................................................................................................2
2.1.5 Penatalaksaan Terapi ..........................................................................................................4
2.2 Tinjauan Pustaka Hipertensi ......................................................................................................6
2.2.1 Definisi Hipertensi ..............................................................................................................6
2.2.2 Etiologi Hipertensi ..............................................................................................................7
2.2.3 Patofisiologi Hipertensi ......................................................................................................7
2.2.4 Tanda dan Gejala Hipertensi ...............................................................................................8
2.2.5 Penatalaksaan Terapi Hipertensi .........................................................................................8
2.2.6 Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Pada Kondisi Khusus .............. 13
BAB 3 ............................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. Error! Bookmark not defined.

ii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan
multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat , lipid, dan protein sebagai insufiensi fungsi insulin. Insufiensi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel sel beta
Langerhans pankreas , atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin (Depkes RI, 2005).
Menurut WHO , angka kejadian Diabetes Mellitus di dunia pada tahun 2015 mencapai
422 juta jiwa. Di Indonesia, menurut survey yang dilakukan oleh IDF (International
Diabetes Federation) pada tahun 2015 menunjukkan bahwa angka kejadian Diabetes
Mellitus di Indonesia sekitar 10 juta jiwa. IDF juga memprediksi adanya peningkatan
jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. Dimana
proporsi angka kejadian Diabetes Tipe 1 adalah 10% -15%, dan Diabetes Tipe 2 adalah
85% - 90 %.
Diabetes melitus merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler. Bukti
epidemiologi menunjukkan bahwa mortalitas kardiovaskuler 2-3 kali lebih tinggi dibanding
populasi non-DM. Hipertensi sering dijumpai pada penderita DM 2 (Bandiara, 2008). Data
WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa sekitar 972 juta (26,4%) penduduk dunia menderita
hipertensi dan angka tersebut kemungkinan meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025.
Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara maju sedangkan 639 juta
sisanya berada di negara berkembang. Di Indonesia, pada tahun 2007, prevalensi hipertensi
di daerah urban dan rural berkisar antara 17-21%, tetapi data secara nasional belum
lengkap. Sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi, sementara
mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari kondisi penyakitnya (Yogiantoro, 2006)
(Misbach, 2007)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Diabetes Mellitus dan Hipertensi?
2. Apa saja Etiologi dan Tipe Diabetes Mellitus dan Hipertensi?
3. Apa saja Patofisiologi Diabetes Mellitus dan Hipertensi?
1

4. Apa saja tanda dan gejala Diabetes Mellitus dan Hipertensi?


5. Bagaimana pelaksanaan terapi untuk Diabetes Mellitus dan Hipertensi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Diabetes Mellitus dan Hipertensi
2. Untuk mengetahui Etiologi dan Tipe Diabetes Mellitus dan Hipertensi
3. Untuk mengetahui Patofisiologi Diabetes Mellitus dan Hipertensi
4. Untuk tanda dan gejala Diabetes Mellitus dan Hipertensi
5. Untuk pelaksanaan terapi untuk Diabetes Mellitus dan Hipertensi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka Diabetes Mellitus
2.1.1 Definisi
Diabetes adalah penyakit yang sangat kompleks, penyakit kronik yang membutuhkan
perawatan medis secara terus-menerus. Diabetes melitus (DM) terjadi pada saat
berkurangnya insulin untuk membawa glukosa keluar dari ruang pembuluh darah dan
masuk ke dalam sel. Pankreas kita seharusnya memproduksi dan mengeluarkan insulin.
Insulin diperlukan untuk memindahkan glukosa keluar dari ruang pembuluh darah dan
masuk ke dalam sel. Jika glukosa tidak ditarik dari ruang pembuluh darah, maka glukosa
akan banyak terdapat dalam darah. Sel-sel membutuhkan glukosa (gula) sebagai energi.
(ADA, 2015).
2.1.2 Etiologi
Penyebab utama diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu:
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun yang menyerang sistem
pertahanan tubuh sehingga kerusakan autoimun dimediasi sel T pada sel di pankreas
untuk produksi insulin (Pesenacker, 2016). Akibatnya, tubuh tidak dapat memproduksi
insulin yang dibutuhkan. Tidak diketahui secara pasti hal ini dapat terjadi. DM tipe 1
dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, tetapi biasanya terlihat pada saat anak-anak
atau remaja. Orang dengan tipe ini, membutuhkan insulin setiap hari untuk mengontrol
kadar gula darah. Tanpa insulin, orang dengan DM tipe 1 akan mengalamai kematian
(IDF, 2015).
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Bentuk diabetes ini ditandai dengan resistensi reseptor insulin dan relatif
kurangnya sekresi insulin, dengan sekresi insulin semakin rendah dari waktu ke waktu.
Kebanyakan individu dengan diabetes tipe 2 menunjukkan obesitas abdominal yang
dengan sendirinya menyebabkan resistensi insulin. Pengelompokan kelainan ini
disebut sebagai "sindrom resistensi insulin" atau "sindrom metabolik".

Karena
1

kelainan ini, pasien dengan diabetes tipe 2 memiliki peningkatan risiko terjadinya
komplikasi makrovaskuler (Dipiro, 2011).
3. Diabetes Millitus Gestasional
Diabetes militus gestasional menggambarkan intoleransi terhadap glukosa yang
terjadi selama masa kehamilan. Penting dilakukan deteksi klinis untuk dilakukan terapi
sehingga menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal (Dipiro, 2011).
4. Diabetes Tipe Lain
Dikarenakan beberapa penyebab, contohnya kerusakan fungsi sel beta, kerusakan
genetik pada insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan obat atau
senyawa kimia (seperti pada pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ)
(Dipiro, 2011).
2.1.3 Patofisiologi
Diabetes Mellitus Tipe 1
Bentuk diabetes ini hasil dari kerusakan autoimun dari sel-sel pankreas. Penanda
dari kerusakan autoimun pada sel muncul pada saat diagnosis pada 90% dari populasi dan
termasuk juga kerusakan pada sel terhadap insulin. Sementara diabetes ini biasanya terjadi
pada anak-anak dan remaja, juga dapat terjadi pada semua usia (Dipiro, 2011).
Diabetes Mellitus Tipe 2
Patofisiologi DM Tipe 2 ditandai dengan tiga kelainan patofisiologis: gangguan
sekresi insulin, resistensi insulin perifer, dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan.
Obesitas (Harrison, 2005).
2.1.4 Tanda dan Gejala
Gejala yang muncul pada diabetes tipe 1 seperti terasa sangat haus dan mulut kering,
sering BAK, tidak memiliki energi, terasa sangat lelah, cepat lapar, penurunan berat badan
secara tiba-tiba, penyembuhan luka lama, memiliki infeksi yang berulang, dan penglihatan
kabur. Kebanyakan pasien dengan diabetes tipe 2 tidak menyadari bahwa mereka menderita
diabetes tipe 2 dalam waktu yang lama karena gejala muncul setelah beberapa tahun atau
baru diketahui, selama waktu tersebut tubuh mengalami kerusakan dikarenakan kadar gula
darah yang berlebihan. Diabetes tipe 2 ini sering diketahui ketika sudah terjadi komplikasi
(IDF, 2013).
Kemungkinan adanya DM perlu dicurigai apabila terdapat keluhan klasik DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
2

sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat
ditegakkan melalui tiga cara, yaitu jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan
glukosa darah acak >200 mg/dL dan pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM (Dipiro, 2011).
Tabel 1: Diagnosa diabetes mellitus (American Association Of Clinical
Endocrinologists and American College Of Endocrinology, 2015)
Glucose Testing and Interpretation
Normal

Resiko

tinggi

terkena Diabetes

diabetes
GDP <100 mg/dL
GD2PP

<140

mg/dL
A1C <5.5%

GDP 100-125 mg/dL


GD2PP 140-199 mg/dL
5.5 to 6.4%

GDP 126 mg/dL


GD2PP 200 mg/dL
GDA 200 mg/dL + gejala
6.5%

Abbrevations: A1C = hemoglobin A1C; GDP= glukosa darah puasa; GD2PP=


glukosa darah 2 jam post prandial; GDA= glukosa darah acak

Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis diabetik (DKA)
DKA bisa menjadi gejala kompleks awal yang mengarah pada diagnosis DM tipe 1,
tetapi lebih sering terjadi pada individu dengan penegakan diabetes. Pernapasan yang
dalam dan bau buah pada nafas pasien (asidosis metabolik sekunder dan peningkatan
aseton) adalah tanda-tanda klasik dari gangguan tersebut. (Harrison, 2005).
b. Hyperglycemic hyperosmolar state (HHS)
Pasien lumpuh dengan HHS adalah pasien geriatri dengan DM tipe 2, dengan riwayat
beberapa minggu poliuria, penurunan berat badan, dan asupan oral berkurang yang
berujung pada gangguan mental, lesu, atau koma. (Harrison, 2005).
Komplikasi Kronis
a. Mikrovaskular
Banyak menyerang pada syaraf ( Neuropati), Retina (Retinopati), Ginjal
(Nefropati) (ADA, 2015).
3

b. Makrovaskuler
Kardiovaskular adalah komplikasi makrovaskular yang merupakan penyebab
utama terjadinya kematian pada pasien dengan diabetes tipe 1 dengan durasi 20 tahun
atau lebih. Komplikasi makrovaskular lainnya adalah serebrovaskular dan pembuluh
darah perifer. Beberapa data terbaru juga mengatakan tingkat kematian pada diabetes
tipe 1 kemungkinan menurun dibandingkan dengan beberapa dekade; tingkat kematian
ini berhubungan dengan pengaturan faktor resiko yang sangat intensif untuk diabetik
nefropati dan kardiovaskular (Dipiro, 2011).
2.1.5 Penatalaksaan Terapi
1. Terapi Non Farmakologi
Pola makan pasien dengan DM juga perlu diperhatikan dalam terapinya. Terapi
nutrisi medis direkomendasikan untuk semua pasien dengan DM. Untuk individu dengan
DM tipe 1, fokus pada mengatur pemberian insulin dengan diet seimbang untuk mencapai
dan mempertahankan berat badan yang sehat (Dipiro, 2011).
Olahraga juga sangat disarankan pada penderita DM untuk dapat menstabilkan gula
darah dan berat badan yang ideal. Secara umum, kebanyakan pasien dengan DM bisa
mendapatkan keuntungan dari peningkatan aktivitas. (Dipiro, 2011).
2. Terapi Farmakologi
Oral Anti Diabetes (OAD)
Tabel 2 : Penggolongan obat antidiabetik oral ( DEPKES RI, 2005)
Golongan

Contoh senyawa

Mekanisme kerja

Biguanide

Metformin

Bekerja langsung pada hati menurunkan produksi


glukosa hati. Tidak merangsang sekresi insulin oleh
kelenjar pankreas.

Sulfonilurea

Meglitinid

Glibenklamide

Mengurangi kadar glukosa dalam darah melalui

Glipizide

peningkatan eksresi insulin, sehingga hanya efektif

Glicazide

pada penderita diabetes yang sel-sel pankreasnya

Glimeoiride

masih berfungsi dengan baik

- Nateglinide

- Meningkatkan kecepatan sintesis insulin oleh


pankreas

- Repaglinide

- Merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas


4

Thiazolidinedion

Rosiglitazone

Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin.

Troglitazone

Berikatan dengan PPAR (peroxisome proliferator

Pioglitazone

activated receptor-gamma) di otot,


jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan
resistensi insulin.

-Glucosidase

Acarbose

Menghambat kerja enzim-enzim pencernaan yang

inhibitor

Miglitol

mencerna karbohidrat, sehingga


memperlambat absorpsi glukosa ke dalam darah

DPP-4 inhibitor

Sitagliptine

Meningkatkan sintesis insulin dan menurunkan


sekresi glucagon.

Insulin
Tabel 3 : Penggolongan Insulin Berdasarkan waktu kerjanya ( Goodman and
Gilman, 1999)
Jenis Sediaan

Contoh sediaan

Rapid

lispro

insulin,

acting,dengan

insulin

aspart,

onset sangat cepat

dan

dan durasi singkat

insulin

Short acting,

Insulin Regular

glulisine

dengan onset kerja

Mula Kerja

Puncak Kerja

Masa Kerja

(Jam)

( Jam )

(Jam)

0,5

1-4

6-8

1-2

6-12

18-24

0,,5

4-15

18-24

4-6

14,20

24-36

cepat
Intermediate

Insulin

acting

protamine

neutral

Hagedorn (NPH)
(insulin
isophane)

dan

insulin

lente

(insulin

zink

suspensi).
Long acting,

Insulin glargine ,

dengan onset kerja

insulin determir

lambat

Gambar 1. Algoritma Pengobatan Diabetes Melitus

2.2 Tinjauan Pustaka Hipertensi


2.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi menurut JNC-8 adalah kenaikan tekanan darah arteri yang tetap.
Tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg. Hipertensi mempunyai
hubungan yang erat dengan resiko kejadian penyakit kardiovaskuler, dimana pada tekanan
darah yang lebih tinggi maka akan lebih besar pula kemungkinan terjadinya penyakit ginjal,
stroke, serangan jantung dan gagal jantung (Chobanian et al, 2003).
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya TD dan berdasarkan
etiologinya. Berdasarkan tingginya TD seseorang dikatakan hipertensi bila TD-nya
>140/90 mmHg. Sedangkan berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi
esensial dan hipertensi sekunder.
6

Tabel 4 : Klasifikasi tekanan darah


Klasifikasi
Normal
Prehipertensi
Hipertensi
Tingkat 1
Tingkat 2

Sistol
(mmHg)
<120
120-139

Diastol
(mmHg)
<80
80-89

140-159
>160

90-99
>100

2.2.2 Etiologi Hipertensi


1. Hipertensi Primer atau esensial
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi tanpa kelainan dasar atau
patologi yang jelas, lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya
multi faktor genetik (kepekaan terhadap natrium, stress, resistensi insulin, dan lain-lain)
dan faktor lingkungan (diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas, dan lain-lain).
Onset hipertensi esensial biasanya muncul pada pasien yang berusia antara 25-55 tahun,
sedangkan usia dibawah 20 tahun jarang ditemukan (Nafrialdi, 2008).
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya. Dan hipertensi
ini meliputi 5-10% kasus hipertensi. Perlu adanya pertimbangan secara definitif dengan
evaluasi yang lebih lanjut, khususnya pada pasien yang memungkinkan mengalami
hipertensi sekunder (Benowitz L. Neal, 2001).
2.2.3 Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang di ukur pada dinding arteri dalam millimeter
merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya di ukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan
tekanan darah diastolik (TDD). TDS di peroleh selama kontraksi jantung dan TDD di
peroleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung di isi. Banyak faktor yang mengontrol
tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi, faktor-faktor
tersebut adalah:

1.

Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatik dan/atau variasi diurnal),
mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial dll.

2.

Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor.

3.

Asupan natrium (garam) berlebihan.

4.

Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium.

5.

Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi


angiotensin II di ginjal.

6.

Diabetes mellitus.

7.

Resistensi insulin.

8.

Obesitas.

9.

Berubahnya transfor ion dalam sel (Vasan, 2001).

2.2.4 Tanda dan Gejala Hipertensi


Pada dasarnya hipertensi tidak memberi gejala yang spesifik. Umumnya gejala yang
dikeluhkan berkaitan dengan:
1.

Peningkatan tekanan darah: sakit kepala (pada hipertensi berat), paling sering didaerah
occipital dan dikeluhkan pada saat bangun pagi, selanjutnya berkurang secara spontan
setelah beberapa jam, dizziness, palpitasi, mudah lelah.

2.

Gangguan vaskuler: epistaksis, hematuria, penglihatan kabur karena perubahan


diretina, episode kelemahan atau dizziness oleh karena transient cerebral ischemia,
angina pectoris, sesak karena gagal jantung.

3.

Penyakit yang mendasari: pada hiperaldosteronisme primer didapatkan poliuria,


polidipsi, kelemahan otot karena hipokalemia, pada sindroma Cushing didapatkan
peningkatan berat badan dan emosi labil, pada Pheochromocytoma bisa didapatkan
sakit kepala episodic, palpitasi, diaphoresis, postural dizziness (Yogiantoro et al,
2007).

2.2.5 Penatalaksaan Terapi Hipertensi


Non Farmakologi
Terapi hipertensi dilakukan dengan memberikan terapi yang elektif dan konsisten
dalam suatu regimen sehingga terikat pada kepatuhan pasien untuk menciptakan terapi
yang optimal. Terapi antihipertensi meliputi hal sebagai berikut:
1.

Mengidentifikasi dan mengurangi faktor resiko seperti:


8

2.

a.

Merokok

b.

Dislipidemia

c.

Diabetes mellitus (DM)

d.

60 tahun pada laki-laki dan wanita post menopause

e.

Riwayat keluarga menderita hipertensi

f.

Obesitas (Body mass index atau BMI 30 kg/m) dan penyakit jantung

g.

Aktivitas fisik kurang

Modifikasi gaya hidup:


a.

Menurunkan berat badan bila berlebihan (BMI 27 kg/m)

b.

Membatasi konsumsi alkohol

c.

Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari)

d.

Mengurangi asupan garam (2,4 g Na atau 6 g NaCI/hari)

e.

Mempertahankan asupan kalium dan adequate

f.

Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak/kolesterol dalam makanan


(Priyanto, 2009).

Terapi Farmakologi
Terapi Hipertensi

Tidak Ada
Penyakit Lain

Hipertensi
Dengan TD
(140-150/90-99)

Pilihan Pertama
Diuretic Thiazid,
Alternatif (ACE,
Ca, dan bloker),
ARB atau
Kombinasi

Ada Penyakit
Lain

Hipertensi
Dengan TD
( 160/ 100)

Kombinasi 2 Obat,
Diuretic Thiazid
Dengan (ACE, Ca,
dan bloker), dan
ARB

Obat-Obatan
Tertentu Yang
Sesuai Dengan
Penyakit Yang
Menyertai. Obat
Selain Diuretic
Thiazid, (ACE, Ca
dan bloker), dan
ARB Mungkin
Diperlukan

Gambar 2. Algoritma pemilihan obat untuk hipertensi (Priyanto, 2009)


9

Golongan Obat Antihipertensi


1.

Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah
jantung dan tekanan darah. Diuretik yang biasanya digunakan untuk pengobatan
hipertensi adalah:
a.

Diuretik Thiazid
Bekerja dengan menghambat transport bersama (symport) Na-CI di tubulus
distal ginjal. Sehingga ekskresi Na+ dan CI- meningkat. Contoh : HCT
(Hydrochlorothiazide) (Nafrialdi, 2008).

b. Diuretik Kuat (loop diuretik)


Obat ini efektif dalam menurunkan volume cairan ekstrasaluler . Diuretik
thiazid dan diuretik kuat meningkatkan natrium pada tubulus distal, sehingga
meningkatkan ekskresi kalium kemih (NKF-KDOQI, 2004). Contoh golongan
diuretik kuat: furosemid, toresemid, bumetanid, dan asam etakrinad (Nafrialdi,
2008).
c.

Diuretik Hemat Kalium


Diuretik hemat kalium seperti amilorid dan triameteren, kurang efektif untuk
mengurangi cairan ekstraseluler dari diuretik thiazid dan diuretik loop apabila
bekerja tunggal (NKF-KDOQI, 2004).
Selain amilorid dan triameteren contoh obat diuretik hemat kalium lainnya
adalah spironolakton yang merupakan antagonis aldosteron. (Depkes RI, 2006).

2. Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme)


Mekanisme kerja dari penghambat ACE adalah dengan menghambat sistem renin
angiotensin aldosteron, tetapi juga menghambat degradasi badrikinin, menstimulasi
sintesis prostaglandin dan kadang-kadang mengurangi aktifitas sistem saraf simpatis.
Contoh : Captopril , lisinopril , dan Ramipril (Massie, 2002).
3. Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin reseptor blocker, ARB)
Obat ini yang paling selektif dalam menghambat sistem renin-angiotensin, dan
mempunyai efek yang sama dengan ACE. Obat ini secara kompetitif menghambat
pengikatannya terhadap reseptor angiotensin II subtype ATI. (Nafrialdi, 2008).

10

4. Ca Channel blockers
Mekanisme kerja Ca Channel blockers menyebabkan relaksasi otot jantung dan
otot polos pembuluh darah dengan cara menghambat kanal kalsium. (Nafrialdi, 2008).
5. Penghambat Adrenoseptor Beta (-blocker)
Mekanisme kerja -blocker sebagai antihipertensi masih belum jelas,
diperkirakan ada beberapa cara: pengurungan denyut jantung dan kontraktilitas
miokard menyebabkan curah-curah jantung berkurang, hambatan pengelepasan NE
melalui hambatan reseptor 2 pra-sinapsis, hambatan sekresi renin melalui hambatan
1 di ginjal, dan efek sentral. Memberikan kontribusi yang berbeda-beda dalam
menimbulkan efek antihipertensi dari setiap -blocker (Mycek,2001).
6. Penghambat Adrenoseptor Alfa (-blocker)
Obat-obat ini menurunkan resistensi vaskuler perifer dan menurunkan tekanan
darah arterial dengan menyebabkan relaksasi otot polos arteri dan vena. Obat ini
menyebabkan bukan hanya perubahan yang kecil dari curah jantung, aliran darah
ginjal, dan kecepatan filtrasi glomerulus (Rahardjo, 2009).
7. Sentral Agonis 2
Metildopa, klonidin, guanaben, dapat menurunkan tekanan darah dengan cara
menstimulasi reseptor adrenergik pada sistem saraf pusat, sehingga mengurangi
aliran keluar (outflow) simpatetik perifer eferen (NKF-KDOQI, 2004).
8. Vasodilator
Hidralazin dan monoksidal digunakan sebagai pengobatan hipertensi. Kedua obat
ini bekerja dengan cara merelaksasi otot polos vaskuler, yang menurunkan resistensi
dan mengurangi tekanan darah. Obat ini menyebabkan stimulasi refleks jantung,
menyebabkan gejala terpacu dari kontraksi miokard yang meningkat, nadi dan
penggunaan oksigen (Mycek, 2001).

11

Tabel 5. Obat-obat Antihipertensi


Subkelas

Obat
(Nama Dagang)

Kelas

Dosis
Lazim
(mg/hari)
12,5-25

Frekuensi
Pemberian
(per hari)
1

20-80

Thiazid

Hydrochlorothuazide

Loops

Furosemid (Lasix)

Pottasium
sparing

Amilorid (Midamor)
Amilorid/hydrochlorothiazide
(Moduretic)
Triamterene (Dyrenium)
Triamterene/hydrochlorothiazid
e (Dyazide)

5-10
5-10/50100
50-100
37,575/25-50

1 atau 2
1

Eplerenone (Inspra)
Spironolakton (Aldactone)
Spironolakton/hydrochlorothiazi
de (Aldactazide)

50-100
25-50
25-50/2550

1 atau 2
1 atau 2
1

Captopril (Capoten)
Enalapril (Vasotec)
Lisinopril (Prinivil)
Ramipril (Altace)

25-150
5-40
10-40
2,5-10

2 atau 3
1 atau 2
1
1 atau 2

Canderstan (Atacand)
Irbesartan (Avapro)
Losartan (Cozaar)
Olmesartan (Benicar)
Telmisartan (Micardis)
Valsartan (Diovan)

8-32
150-300
50-100
20-40
20-80
80-320

1 atau 2
1
1 atau 2
1
1
1

Amlodipin (Norvasc)
Nicardipin SR (Cardene SR)
Nifedipin long-acting
(Procardia XL)

2,5-10
60-120
30-90

1
2
1

Diltiazem SR (Cardizem SR)


, Diltiazem ER(Cardiazem
LA)

180-360
120-540

2
1

Nondihidropiridin

Verapamil SR (Calan SR,


Isoptin SR, Verelan)

180-420

1 atau 2

Cardioselective

Atenolol (Tenormin)
Bisoprolol (Zebeta)

25-100
2,5-10

1
1

Diuretik

Aldosterone
antagonis
(hemat
kalium)

ACE
Inhibitors

ARBs

Dihidropiridin
Calcium
channel
bockers

blockers

1 atau 2
1

12

Nonselective

Nadolol (Corgard)
Propanolol (Inderal)
Propanolol long-acting
(Inderal LA, InnoPran XL)

40-120
160-480
80-320

1
2
1

Tabel 6. Obat-obat Antihipertensi Alternatif

Kelas

Obat

Dosis Lazim

(Nama Dagang)

(mg/hari)

Frekuensi
Pemberian
(per hari)

1-Blockers

Doxazosin (Cardura)

1-8

Prazosin (Minipress)

2-20

2 atau 3

Terazosin (Hytrin)

1-20

1 atau 2

Penghambat renin
langsung

Aliskiren (Tekturna)

150-300

Agonis sentral 2-

Klonidin (Catapres)

0,1-0,8

Metildopa (Aldomet)

250-1000

Antagonis Adrenergik
Perifer

Reserpin (hanya generik)

0,05-0,25

1 atau 2

Vasodilator arteri
langsung

Minoxidil (Loniten)

10-40

1 atau 2

Hydralazin (Apresoline)

20-100

2 atau 4

2.2.6 Hipertensi dengan Diabetes Melitus


1.

Diabetes Mellitus
a.

Sasaran TD pada penderita DM adalah < 130/80 mmHg.

b.

Semua pasien DM dan hipertensi sebaiknya diterapi dengan menggunakan ACE


inhibitor atau ARB. Kedua golongan obat tersebut bersifat nephoprotection dan
menurunkan resiko pada kardiovaskuler.

c.

Diuretik thiazid direkomendasikan jika obat kedua diperlukan.


13

d.

CCBs juga bermanfaat sebagai obat tambahan jika diperlukan untuk mengontrol
TD pada kasus DM.
Hipertensi dengan
Kondisi Tertentu

Gagal
jantung

Setelah
infark

Resiko Koroner
Tinggi

Diabetes
Mellitus

Diuretik
dan
ACE
Inh

-Blocker
dan ACE
Inh

-Blocker

ACE Inh
atau ARB

-Blocker

Antagonis
aldosteron

Diuretik ACE
Inh dan Inh Ca

Sakit
Ginjal
Kronis

Mencegah
stoke
kambuh

ACE Inh
atau
ARB

Diuretik
dan ACE
Inh

Diuretik

-Blocker
dan Inh Ca
Antagonis
aldosteron
, ARB

Gambar 3: Pemilihan Obat Antihipertensi pada Kondisi Tertentu


(Depkes, 2006)
Tabel 7 Pilihan Antihipertensi pada Diabetes Melitus
Kondisi
Diabetes Mellitus

Menguntungkan
ACE-inhibitor

Hindari
-blocker dan dosis
tinggi Diuretic, Cablocker untuk terapi
tunggal

14

BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan :
Diabetes adalah penyakit yang sangat kompleks, penyakit kronik yang
membutuhkan perawatan medis secara terus-menerus. Diabetes melitus (DM)
terjadi pada saat berkurangnya insulin untuk membawa glukosa keluar dari ruang
pembuluh darah dan masuk ke dalam sel.
Hipertensi menurut JNC-8 adalah kenaikan tekanan darah arteri yang tetap.
Tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg.

Diabetes melitus merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler. Bukti


epidemiologi menunjukkan bahwa mortalitas kardiovaskuler 2-3 kali lebih tinggi
dibanding populasi non-DM. Hipertensi sering dijumpai pada penderita DM 2.

15

Anda mungkin juga menyukai