Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

FITOKIMIA II
“IDENTIFIKASI KUALITATIF ALKALOID, TERPENOID, STEROID DAN
SAPONIN PADA EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L)”

Dosen Pengampun : 1. Dra. Ike Yulia W, M.Farm., Apt


2. Yulianita, M.Farm., Apt
3. Novi Fajar Utami, M.Farm., Apt
4. Siti Mahyuni, M. Sc
5. Marybet Tri R.H, M.Farm
6. Mindiya Fatmi, M.Farm., Apt
7. Cyntia Wulandari, M.Farm

Asisten Dosen : Alya Septiani

Disusun Oleh :
Nabila Aulia Permata Sukma 066119075
C

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1. Memperkenalkan metode identifikasi senyawa kimia secara kualitatif
2. Mempelajari prinsip reaksi pada identifikasi senyawa kimia
3. Mengetahui senyawa kimia yang terkandung pada ekstrak hasil ekstraksi
1.2 Dasar Teori
Kimia bahan alam merupakan hasil perkembangan ilmu kimia organik yang
mempelajari senyawa-senyawa kimia yang tergolong metabolit sekunder.
Senyawasenyawa tersebut banyak ditemukan pada sumber alam, baik berupa
tumbuhan, hewan yang masih hidup maupun yag sudah mati. Senyawa-senyawa
bahan alam ini digolongkan berdasarkan empat kriteria yang berbeda yaitu: struktur
kimia, keaktifan faal/fisiologis, taksonomi dan biogenesis (Harborne, 1987).
Senyawa metabolit adalah senyawa yang digolongkan berdasarkan
biogenesisnya, artinya berdasarkan sumber bahan baku dan jalur biosintesisnya.
Terdapat 2 jenis metabolit yaitu metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer
(polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat) merupakan penyusun utama
makhluk hidup, sedangkan metabolit sekunder meski tidak sangat penting bagi
eksistensi suatu makhluk hidup tetapi sering berperan menghadapi spesies-spesies
lain. (Manitto, 1981).
Senyawa metabolit sekunder yang umum terdapat pada tanaman adalah :
alkaloid, flavanoid, steroid, saponin, terpenoid dan tannin (Harborne, 1987).
Pemanfaatan dari zat metabolit sekunder sangat banyak. Metabolit sekunder dapat
dimanfaatkan dalam bidang farmakologi (Mustarichie dkk., 2013), diantaranya
sebagai antioksidan, antibiotik, antikanker, antikoagulan darah, menghambat efek
karsinogenik, selain itu metabolit sekunder juga dapat dimanfaatkan sebagai
antiagen pengendali hama yang ramah lingkungan (Samsudin & Khoiruddin,
2008).
Beberapa senyawa metabolit sekunder adalah alkaloid, terpenoid, flavonoid,
steroid dan lain-lain. Senyawa flavonoid yang telah berhasil diisolasi dari berbagai
tumbuhan diketahui mempunyai aktivitas biologi yang menarik, seperti bersifat
toksik terhadap sel kanker, menghambat pelepasan histamin, anti jamur dan anti
bakteri (Mulyani dkk, 2013). Sedangkan senyawa terpenoid dapat dijadikan
sebagai antimokroba yang ramah lingkungan (Saxena & Kalra, 2011). Metabolit
sekunder dihasilkan melalui reaksi sekunder dari metabolit primer (bahan organik
primer) seperti karbohidrat, lemak, dan protein (Purwantini, 2002).
Daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung alkaloid karpainin, karpain,
pseudokarpain, vitamin C dan E, kolin, dan karposid. Daun pepaya mengandung
suatu glukosinolat yang disebut benzil isotiosianat. Daun pepaya juga mengandung
mineral seperti kalium, kalsium, magnesium, tembaga, zat besi, zink, dan mangan.
Selain itu, daun pepaya mengandung senyawa alkaloid karpain, karikaksantin,
violaksantin, papain, saponin, flavonoid, dan tannin (Milind dan Gurdita, 2011).
BAB II

METODE KERJA

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat

1. Cawan porselen
2. Erlenmeyer
3. Gelas beaker
4. Gelas ukur
5. Penjepit kayu
6. Pipet ukur
7. Pipet tetes
8. Sendok tanduk
9. Tabung reaksi
10. Rak tabung reaksi
11. Timbangan Analitik
2.1.2 Bahan
1. Asam Asetat anhidrat P.a
2. Asam sulfat P.a
3. Ekstrak daun papaya (Sauropus androgynus (L))
4. HCl 2N
5. Pereaksi Liberman burchard
6. Pereaksi dragdndroff
7. Pereaksi mayer
2.2 Cara Kerja
2.2.1 Uji Alkaloida
1. Ditimbang 50 mg ekstrak daun papaya ditambahkan 1 ml HCl 2N dan 9 ml
Aquadest
2. Dipanaskan selama 2 menit. Lalu didingink
3. an dan di saring
4. Hasil filtrat di bagi ke dalam 3 tabung reaksi
5. Ditambahkan pereaksi mayer pada tabung 1, dragendroff pada tabung 2, dan
pereaksi burchard ke dalam tabung reaksi 3
6. Diamati perubahan yang terjadi
2.2.2 Uji Saponin
1. Dimasukkan Sebanyak 50 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, ditambahkan
10 mL air panas,
2. Didinginkan dan dikocok kuat-kuat selama 5 detik. (terbentuk buih)
3. Ditambahkan HCl 2N, Pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang
menunjukkan adanya saponin
2.2.3 Uji Steroid dan terpenoid
1. Ditambahkan Sebanyak 100 mg ekstrak dengan 3 mL etil asetat ditambah 2-
3 tetes Pereaksi Liebermann-Bouchardat
2. Diuapkan Filtrat hasil penyaringan.
3. Ditambahkan Pada sisanya 1 mL asam asetat anhidrida, dan 2-3 tetes asam
sulfat pekat (Pereaksi Liebermann-Bouchardat). Timbulnya warna ungu
menandakan golongan triterpene, timbulnya warna biru-hijau menunjukkan
adanya steroid
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


Senyawa Pereaksi Hasil reaksi Keterangan
Alkaloid Pereaksi mayer Tidak terdapat endapan -
Pereaksi dragendoff Menghasilkan warna jingga +
Pereaksi buchardat Menghasilkan warna jingga +
kecoklatan
Saponin HCl Busa tidak stabil -

Steroid dan Pereaksi Lieberman Steroid : menghasilkan +


Terpenoid buchard warna hijau – kebiruan
Terpenoid : Tidak +
menghasilkan warna ungu

3.2 Reaksi
 Mekanisme Reaksi Pengujian Alkaloid
 Dragendorff
 Mayer

 Buchardat

 Mekanisme Reaksi Pengujian Terpenoid

 Mekanisme Reaksi Pengujian Steroid


 Mekanisme Reaksi Pengujian Saponin

3.3 Pembahasan
Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili caricaceae telah
banyak digunakan dalam pengobatan tradisional. Daun pepaya (Carica papaya L.)
mengandung alkaloid karpainin, karpain, pseudokarpain, vitamin C dan E, kolin, dan
karposid. Daun pepaya mengandung suatu glukosinolat yang disebut benzil
isotiosianat. Daun pepaya juga mengandung mineral seperti kalium, kalsium,
magnesium, tembaga, zat besi, zink, dan mangan. Berdasarkan hasil penelitian ekstrak
etanol daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki aktivitas farmakologi sebagai
antelmintik, antimalaria, antibakteri, dan antiinflamasi. Kandungan kimia yang
terdapat dalam ekstrak etanol daun pepaya (Carica papaya L.) diduga berperan
terhadap aktivitas farmakologi tersebut.
Skrinning fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran untuk golongan
senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun pepaya. Pada pengujian alkaloid
dilakukan penambahan HCl sebelum ditambahkan pereaksi karena alkaloid bersifat
basa sehingga diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam. Alkaloid mengandung
nitrogen sebagai bagian dari sistem sikliknya serta mengandung substituen yang
bervariasi seperti gugus amina, amida, fenol, metoksi sehingga alkaloid bersifat semi
polar. Dalam pengujian skrinning fitokimia, prinsip yang digunakan pada uji alkaloid
yaitu reaksi pengendapan yang terjadi karena adanya penggantian ligan. Pada
pengujian alkaloid diperoleh hasil yang positif dengan terbentuknya endapan dari
penggantian ligan, tetapi untuk pereaksi Mayer didapat hasil yang negative karena tidak
terbentuk endapan. Atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas pada
alkaloid mengganti ion iod dalam pereaksi Dragendorff dan Mayer. Uji alkaloid dengan
pereaksi Dragendorff pada penelitian ini positif karena terbentuknya endapan berwarna
orange, menurut Marlina dkk, (2005) hasil positif uji alkaloid dengan pereaksi
Dragendorff ditunjukkan dengan terbentuknya endapan orange sampai kuning. Pada
pengujian dengan menggunakan pereaksi Mayer menunjukan hasil yang negatif yaitu
tidak terdapat endapan kekuningan. Terbentuknya endapan putih kekuningan pada
penambahan reagen Mayer karena nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion
logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid
yang mengendap. Hasil uji alkaloid dengan pereaksi Buchardad pada penelitian ini
menunjukan hasil positif. Hasil positif uji alkaloid dengan pereaksi Buchardad ditandai
dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai muda. Diperkirakan endapan terebut
adalah kalium-alkaloid. Pada penamabahan pereaksi Buchardad, iodin bereaksi dengan
ion I- dari Kalium Iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat, ion logam K+
akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk
kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.
Identifikasi terpenoid dan steroid menggunakan uji Lieberman-Burchard
(anhidrat asetat – H2SO4 pekat) yang memberikan warna hijau-biru. Identifikasi
terpenoid dan steroid positif apabila terbentuknya cincin coklat pada batas larutan saat
ditambah dengan H2SO4 serta terlihat warna hijau saat larutan diteteskan pada plat
tetes. Perubahan warna dikarenakan terjadinya oksidasi pada golongan senyawa
terpenoid/steroid melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi. Prinsip reaksi uji
terpenoid yaitu kondensasi atau pelepasan H2O dan penggabungan karbokation. Reaksi
ini diawali dengan proses asetilisasi gugus hidroksil menggunakan asam asetat
anhidrat. Gugus asetil akan lepas, sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya
terjadi pelepasan gugus hidrogen beserta elektronnya, mengakibatkan ikatan rangakap
berpindah. Senyawa ini mengalami resonansi yang bertindak sebagai elektrofil atau
karbokation. Serangan karbokation menyebabkan adisi elektrofili, diikuti dengan
pelepasan hidrogen. Kemudian gugus hidrogen berserta elektronnya dilepas, akibatnya
senyawa mengalami perpanjangan konjugasi yang memperlihatkan munculnya cincin
coklat.
Hasil analisis identifikasi metabolit sekunder dari ekstrak Daun Pepaya (Carica
papaya L) menunjukkan hasil negatif mengandung saponin ditandai dengan busa yang
didapat tidak stabil. Senyawa yang memiliki gugus polar dan non polar bersifat aktif
permukaan sehingga saat saponin dikocok dengan air dapat membentuk misel. Pada
struktur misel gugus polar menghadap ke luar dan gugus non polarnya menghadap ke
dalam, keadaan inilah yang tampak seperti busa. Busa yang ditimbulakan saponin
dikarekan adanya kombinasi struktur senyawa penyusunnya yaitu rantai sapogenin
non-polar dan rantai samping polar yang larut dalam air.
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Analisis fitokimia secara kualitatif ini merupakan suatu metode analisis awal untuk
meneliti kandungan senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada simplisia
2. Ekstrak daun papaya pada praktikum ini positif mengandung senyawa kimia
golongan alkaloida dan steroid/terpenoid.
3. Hasil analisis identifikasi metabolit sekunder dari ekstrak Daun Pepaya (Carica
papaya L) menunjukkan hasil negatif mengandung saponin ditandai dengan busa
yang didapat tidak stabil.
DAFTAR PUSTAKA

Harborne, J.B., (1987), Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung

Manitto, P., 1981, Biosynthesis of Natural Product, Sames, P. G. (trans), Ellis Horwood
limited, New York, Chichester, Brisbane, Toronto.

Mulyani NS, Nuryani. 2013. Kanker Payudara dan PMS pada Kehamilan. Yogyakarta:
Nuha Medika

Mustarichie, Resmi dkk. (2013). Penelitian Kimia Tanaman Obat. Widya Padjadjaran,
Bandung. Hal: 4-7,12,19,20

Purwantini, I., Setyowati, EP., Hertiani, P., 2002, Uji aktivitas ekstrak etanol buah, biji,
daun Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff)Boerl) terhadap Artemia salina
Leach dan profil kromatografi lapis tipis ekstrak aktif. Maj Farmasia Indon.,
13(2),1010-6

Samsudin, A. M., dan Khoiruddin. 2008. Ekstraksi. Filtrasi membran dan Uji Stabilitas
Zat Warna. Jakarta

Saxena, G. dan Kalra, S.S. 2011. Antimicronial Activity Pattern of Certain Terpenoids.
Internasional Journalism.
LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA II
“PENETAPAN KADAR ALKALOID EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya
L) MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV – Vis”

Dosen Pengampun : 1. Dra. Ike Yulia W, M.Farm., Apt


2. Yulianita, M.Farm., Apt
3. Novi Fajar Utami, M.Farm., Apt
4. Siti Mahyuni, M. Sc
5. Marybet Tri R.H, M.Farm
6. Mindiya Fatmi, M.Farm., Apt
7. Cyntia Wulandari, M.Farm

Asisten Dosen : Alya Septiani

Disusun Oleh :
Nabila Aulia Permata Sukma 066119075
C

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana cara melakukan penetapan kadar alkaloid secara
Spektrofotometer UV – Vis
2. Mengetahui prinsip kerja metode Spektrofotometer UV – Vis
1.2 Dasar Teori
Banyak senyawa nitrogen dalam tumbuhan mengandung atom nitrogen
basa dan karena itu dapat diekstrak dari dalam bahan tumbuhan itu dengan asam
encer. Senyawa ini disebut alkaloid yang artinya mirip alkali. Setelah ektraksi,
alkaloid bebas dapat diperoleh dengan pengolahan lanjutan dengan basa dalam air
(Khopkar, 2010).
Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder, tersier
atau siklik. Diperkirakan ada 5500 alkaloid telah diketahui, dan alkaloid merupakan
golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dari tanaman, Tidak ada satupun
definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya mencakup
senyawasenyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Secara kimia, alkaloid adalah golongan
yang sangat heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang sederhana seperti
coniiene sampai ke struktur pentasiklik strychnine. Banyak alkaloid adalah
terpenoid di alam dan beberapa adalah steroid. Lainnya adalah senyawa-senyawa
aromatik, contohnya colchicine (Utami, 2008).
Metabolit sekunder dari tumbuhan dapat dimanfaatkan pada bidang
farmakologi, seperti berfungsi sebagai antioksidan, antikoagulan darah, antikanker,
antibiotik, dan dapat menghambat efek karsiogenik. Jenis – jenis senyawa metabolit
sekunder meliputi flavonoid, alkaloid, terpenoid, steroid, saponin, tanin dan lainnya
(Saxena & Kalra, 2011).
Senyawa turunan alkaloid mempunyai banyak jenis dan berasal dari
berbagai macam tanaman atau tumbuhan penghasil. Untuk mengetahui senyawa
tersebut, maka harus dilakukan uji penentuan komponen senyawa di dalam suatu
tanaman penghasil alkaloid itu sendiri. Kemudian, apabila komponen senyawa
sudah diketahui, maka bisa dilakukan penetapan kadar dari senyawa alkaloid itu
sendiri. Maka dari penetapan kadar ini, dapat diketahui suatu persentase kadar
senyawa alkaloid didalam suatu tumbuhan yang diuji. (Mustarichie, 2013)
Spektrofotometri UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang
menggunakan sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dan sinar tampak dengan
menggunakan instrumen spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer UV-Vis
adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul dapat
menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state)
ketingkat energi yang paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar ultra
violet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi
elektron bonding, akibatnya panjang absorbsi maksimum dapat dikolerasikan
dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul. (Sumar hendayana. 1994).
BAB II

METODE KERJA

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
1. Buret
2. Corong pisah
3. Erlenmeyer
4. Gelas Kimia
5. Labu ukur
6. Penangas air
7. Pipet ukur
8. Spektrofotometer UV-VIS
9. Timbangan analitik
2.1.2 Bahan
1. Aquadest
2. CaCO3
3. Kafein
4. Kloroform
5. Serbuk kopi
2.2 Cara Kerja
2.2.1 Pembuatan larutan baku
1. Dimasukan 100 mg kafein lalu ditambahkan aquadest panas secukupnya
2. Dipipet 1 ml ditambahkan aquadest ad 10 ml
2.2.2 Penentuan Panjang Gelombang
1. Larutan standar di akur pada Panjang gelobang 250-300 nm
2. Dilakukan pada Spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 275
nm
2.2.3 Pembuatan Kurva Standar
1. Dibuat larutan standar dengan mengambil 0,05 ml , 0,1 ml , 0,15 ml, 0,2 ml ,
0,25 ml dan 0,3 ml
2. Diencerkan dengan 5 ml aquadest
3. Dibuat konsentrasi larutan standar 1,2,3,4,5,6,7,8 mg/L
2.2.4 Penetapan Kadar Sampel
1. Dimasukan 1 gram serbuk kopi ditambahkan 150 ml aquadest lalu
dipanaskan, dan di saring
2. Ditambahkan filtrat dengan 1,5 gram CaCO3
3. Ditambah 25 ml kloroform, Diekstraksi di dalam corong pisah di ulangi 4
kali
4. Dimasukan filtrat bebas pelarut ke dalam labu ukur lalu ditambahkan
aquadest ad tanda batas
5. Dipipet 10 ml ke dalamlabu ukur 100 ml
6. Diukur absorbansinya pada spektrofotometer pada Panjang gelombang 275
nm secara triplo
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan


Metode Absorbansi %Kadar ppm Hasil
air %Kadar
Spektrofotometri UV 1,205 6,68% 10,749 2,301%
– Vis

3.2 Perhitungan
Dik :
Absorbansi = 1,205
Kadar air = 6,58% = 0,0658
y = 0,1029 + 0,0989
y−a 1,205−0,0989
𝑥= = = 10,749
b 0,1029

Dit : % Kadar
ppm x vol x fp x 10−3
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100%
B. sampel − (b. sampel x % kadar air)
10,749 x 100 x 20 x 10−3
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100%
1000 mg − (1000 mg x 0,0658 )
21,498
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100%
1000 mg − 65,8
21,498
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑥 100% = 2,301%
934,2
3.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar alkaloid Ekstrak Daujn
Pepaya (Carica papaya L) secara Spektrofotometri UV – Vis. Alkaloid pada tanaman
banyak terdapat dalam bentuk turunan amin primer, sekunder, tersier maupun
kuartener. Sifat kebasaan alkaloid ditentukan oleh keempat jenis amin tersebut.
Alkaloid bersifat basa sangat lemah, contohnya purin yang memiliki nilai pKa pada pH
10-12, basa lemah (alkaloida kinin) pada pH 7-10, sedangkan kebasaan yang sedang
(alkaloid opium) pH 3-7.
Daun pepaya mengandung vitamin A, C, B12, alkaloid carpaine,
pseudocarpaine dan carposide sebesar 0,02-0,31% yang berfungsi sebagai anti malaria.
Salah satu yang paling khas dari senyawa aktif pada daun pepaya adalah alkaloid.
Alkaloid pada jaringan tanaman pepaya mayoritas tersimpan dalam bentuk basa
bebasnya.
Secara kuantitatif, pengukuran kadar alkaloid ekstrak daun papaya
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometer UV-Vis merupakan salah
satu instrumen yang digunakan secara kuantitatif untuk menentukan kandungan
senyawa dalam suatu sampel yang diukur pada daerah ultraviolet-sinar tampak dengan
panjang gelombang 200-700 nm. Hasil pengukuran dari instrumen ini berupa serapan
(absorbansi) berdasarkan hukum Lambert-Beer dari beberapa konsentrasi larutan
standar atau sampel. Absorbansi tersebut dianalisis untuk memperoleh suatu kurva
baku. Kurva baku memberikan gambaran nilai koefisien korelasi (r) dan persamaan
regresi linear yaitu y = ax + b. Persaman tersebut digunakan untuk menentukan
kandungan senyawa dari suatu sampel yang dianalisis
Untuk memaksimalkan penyarian kandungan alkaloid pada ekstrak daun
pepaya diperlukan pelarut dengan konsentrasi yang tepat. Larutan baku (standar) yang
digunakan adalah kafein untuk menentukan panjang gelombang maksimum senyawa
alkaloid dan penetapan kurva baku. Panjang gelombang maksimum yang dihasilkan
yaitu 275 nm. Pada hasil pengukuran serapan menunjukkan hubungan antara
konsentrasi kafein dengan absorbansi yang dihasilkan berbanding lurus. Semakin besar
konsentrasi kafein, absorbansi yang dihasilkan semakin besar.
Dari kurva baku diperoleh persamaan regresi linear yaitu y = 0,1029x + 0,0989
dimana y adalah serapan dan x sebagai konsentrasi sampel. Kadar alkaloid total pada
ekstrak daun papaya memiliki kadar sebesar 2,301%. Prinsip kerja spektrofotometri
UV-Vis adalah interaksi yang terjadi antara energy yang berupa sinar monokromatis
dari sumber sinar dengan materi berupa molekul. Besar energy yang diserap tertentu
dan menyebarkan electron tereksitasi dari ground state ke keadaan terekstasi yang
memiliki energy lebih tinggi. Serapan tidak terjadi seketika pada daerah UV-Vis untuk
semua struktur elektronik tetapi hanya pada system system terkonjugasi. Prinsip kerja
spektrofotometri berdasarkan hukum Lambert Beer, bila cahaya monokromatis melalui
suatu media, maka sebagian cahaya diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian
dipancarkan. Berdasarkan teori tersebut, suatu cahaya monokromatis akan melalui
suatu media yang memiliki suatu konsentrasi tertentu, maka akan membentuk spectrum
cahaya, namun ketika melewati monokromator, cahaya yang keluar hanya akan
terdapat satu cahaya yaitu sesuai dengan settingan awal, misalnya warna hijau. Setelah
keluar dan monokromator, cahaya akan menembus sampel yang kemudian akan terbaca
hasil pada read out (monitor).
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Dari kurva baku diperoleh persamaan regresi linear yaitu y = 0,1029x + 0,0989
dimana y adalah serapan dan x sebagai konsentrasi sampel
2. Panjang gelombang maksimum yang dihasilkan yaitu 275 nm
3. Ekstrak daun pepaya mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid dengan
penetapan kadar secara Spektrofotometri UV – Vis dengan kadar yang didapat
sebesar 2,301%
DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan oleh Saptoharahardjo.


Jakarta: Universitas Indonesia

Mustarichie, Resmi dkk. (2013). Penelitian Kimia Tanaman Obat. Widya Padjadjaran,
Bandung. Hal: 4-7,12,19,20.

Utami & Robara. 2008. Identifikasi Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Heksana Daun.
Ageratum conyzoides. Linn. Lampung : UNILA

Saxena, G. dan Kalra, S.S. 2011. Antimicronial Activity Pattern of Certain Terpenoids.
Internasional Journal of Pharma and Bio Sciences, 2(1): 87-91
LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA II
“PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI PADA SIMPLISIA JAHE (Zingiber
officinale) DENGAN METODE DESTILASI UAP”

Dosen Pengampun : 1. Dra. Ike Yulia W, M.Farm., Apt


2. Yulianita, M.Farm., Apt
3. Novi Fajar Utami, M.Farm., Apt
4. Siti Mahyuni, M. Sc
5. Marybet Tri R.H, M.Farm
6. Mindiya Fatmi, M.Farm., Apt
7. Cyntia Wulandari, M.Farm

Asisten Dosen : Alya Septiani

Disusun Oleh :
Nabila Aulia Permata Sukma 066119075
C

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana cara melakukan penetapan kadar minyak atsiri secara
metode Destilasi Uap
2. Mengetahui prinsip kerja metode Destilasi Uap
1.2 Dasar Teori
Minyak atsiri merupakan sari pati tumbuhan hasil ekstraksi batang, daun,
bunga, kulit buah, kulit kayu, biji, atau tangkai tumbuhan yang menghasilkan unsur
aromatik tertentu. Minyak atsiri/essensial oil dalam tanaman dapat dikatakan
sebagai hormon tanaman karena minyak atsiri ini terdapat dalam suatu kantong
kecil diantara dinding sel tumbuhan yang dilepaskan dan beredar ke seluruh bagian
tanaman untuk menghantarkan pesan yang membantu tumbuhan menjalankan
fungsinya secara efisien (Primadiati, 2002).
Secara kimia, terpena minyak atsiri dapat dipilah menjadi dua golongan
yaitu monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoterpenoid C10 dan C15 yang
mempunyai jangka titik didihnya berbeda, titik didih monoterpena 140-180oC
sedangkan titik didih seskuiterpena lebih dari 200oC, secara kimia monoterpena dan
seskuiterpen dipilah-pilah berdasarkan kerangka karbon dasarnya, dalam setiap
golongan dikenal banyak senyawa yang berbeda misal bisabolena, atau bisiklik
misalnya β-selinena dan karotol (Harborne, 1987).
Jahe termasuk tanaman tahunan. Berbatang semu, berdiri tegak dan
tingginya berkisar antara 0,3-0,75 meter. Warna batang hijau, sedang warna
pangkal batang putih sampai kemerahan. Bentuk batang silindris dan halus.
Rimpang jahe tumbuh mendatar dekat permukaan tanah dan bercabang. Daunnya
berselang-seling teratur, dengan ukuran panjang 15-23 cm dan lebar 0,8-2,5 cm.
Panjang tangkai daun 2-4 meter dan berbulu. Lidah daun (ligule) memanjang 0,75-
1 cm namun tidak berbulu. Sedangkan warna perpukaan daun bagian atas lebih tua
daripada daun bagan bawah (Rismunandar, 1988)
Minyak atsiri (ginger oil) pada jahe berfungsi sebagai pembawa aroma (bau
khas jahe), minyak ini terdiri atas beberapa jenis minyak terpenting yaitu
zingiiberene, curcumene, philandre dan sebagainya. Rasa pedas pada jahe tidak
ditemukan dalam minyak jahe, yang menghasilkan rasa pedas pada jahe adalah
gingerols dan shogaols yang banyak berada dalam oleoresin jahe (Rismunandar,
1998).
Kandungan minyak atsiri pada jahe telah dibuktikan mempunyai sifat anti
mikrobia. Komponen bioaktif yang berfungsi sebagai antimikrobia pada jahe yaitu
gingerol, shogaol dan zingiberon. Gingerol merupakan senyawa aktif golongan
fenol yang tahan terhadap panas dan bersifat antioksidan maupun antimikrobia.
Kandungan senyawa fenol pada jahe memiliki kemampuan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba. Terjadinya penghambatan disebabkan karena kerusakan
yang terjadi pada komponen struktural membrane sel bakteri (Purwani dkk, 2012)
BAB II

METODE KERJA

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
1. Adaptor
2. Celah air masuk
3. Celah air keluar
4. Corong pisah
5. Erlenmeyer
6. Gelas ukur
7. Kondensor
8. Konektor
9. Labu destilasi
10. Pemanas
11. Selang
12. Steel head
13. Thermometer
14. Timbangan Analitik
15. Statif
2.1.2 Bahan
1. Aquadest
2. Jahe segar
2.2 Cara Kerja
1. Ditimbang 120 gram jahe segar lalu di iris-iris melintang
2. Dimasukan ke dalam labu destilasi
3. Dipanaskan dan didestilasi selama 6 jam
4. Ditampung minyak atsiri
5. Dipisahkan minyak atsiri dengan air menggunakan corong pisah
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan


Metode Vol minyak Berat sampel % Kadar
atsiri
Destilasi Uap 82 mL 120 g 68,33%

3.2 Perhitungan
Dik :
Volume minyak atsiri = 82 mL
Berat sampel = 120 g
Dit : % Kadar munyak atsiri
volume minyak atsiri
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑡𝑠𝑖𝑟𝑖 = 𝑥 100%
berat sampel
82 mL
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑎𝑡𝑠𝑖𝑟𝑖 = 𝑥 100% = 68,33%
120 g
3.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian kadar minyak atsiri dalam rimpang
jahe dengan menggunakan metode destilasi. Prinsip dalam metode destilasi ini adalah
perbedaan titik didih dari zat-zat cair dalam campuran zat cair tersebut sehingga zat
(senyawa) yang memiliki titik didih terendah akan menguap lebih dahulu, kemudian
apabila didinginkan akan mengembun dan menetes sebagai zat murni (destilat).
Kelebihan dari destilasi uap ini adalah dapat menetapkan kadar minyak atsiri yang
diperoleh secara langsung dengan mengukur volume minyak atsiri yang terukur pada
alat. Destilasi uap merupakan metode yang sederhana dan menggunakan pelarut air
karena air mempunyai titik didih lebih besar dari minyak atsiri sehingga pemisahan
dengan destilasi dapat dilakukan.
Dalam penentuan kadar minyak atsiri dengan metode destilasi uap, hal yang
pertama adalah menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Alat-alat yang akan
digunakan dicuci dan dikeringkan untuk mencegah adanya kontaminan yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan. Simplisia jahe yang digunakan dipotong-potong
terlebih dahulu untuk memperkecil ukuran partikel sehingga minyak atsiri dapat keluar
dengan lebih mudah melalui sel dan untuk memperluas permukaan simplisia sehingga
semakin banyak simplisia yang berinteraksi dengan larutan penyari. Setelah dipotong-
potong, simplisia ditimbang sebanyak 120 gram kemudian simplisia dimasukkan ke
dalam labu alas bulat. Simplisia tersebut dicampurkan dengan sejumlah tertentu air
hingga seluruh simplisia dalam labu terendam atau 2/3 dari volume labu terendam.
Penambahan air hingga simplisia terendam bertujuan agar isolasi minyak atsiri
yang terkandung di dalamnya dapat lebih optimal sehingga didapat jumlah minyak
atsiri yang lebih banyak. Air dapat menembus ke dalam pori-pori sel dan membawa
komponen yang terkandung di dalamnya untuk keluar. Selain itu, air merupakan pelarut
yang bersifat polar. Air dapat menarik metabolit yang bersifat polar maupun non polar.
Pelarut polar termasuk pelarut yang tidak selektif sehingga dapat menarik hampir
seluruh metabolit yang terdapat pada tanaman, termasuk minyak atsiri.
Pelarut polar termasuk pelarut yang tidak selektif sehingga dapat menarik
hampir seluruh metabolit yang terdapat pada tanaman, termasuk minyak atsiri.
Walaupun air dan minyak atsiri memiliki kepolaran yang berbeda, teteapi air tetap bisa
menarik minyak atsiri keluar dari sel tumbuhan. Selain itu, dengan pemasanan
kepolaran air akan menurun karena merenggangnya ikatan hidrogen antar molekul air
sehingga momen dipolnya menurun dan kepolarannya pun menurun. Oleh karena itu,
air dapat lebih mudah menarik minyak atsiri dari sel tumbuhan.
Air dan uap air akan menembus dinding sel dengan adanya panas, minyak atsiri
akan terbawa oleh uap air. Setelah rangkaian alat destilasi Stahl dipasang, alat pemanas
yang berada dibawah labu Stahl (mantel heater) dinyalakan dan diatur suhunya.
Destilasi dilakukan selama 6 jam. Larutan sampel (simplisia dengan air) akan mendidih
dan menghasilkan uap air, yang di dalamnya juga berisi minyak atsiri, karena dengan
pemanasan kepolaran air akan berkurang sehingga bisa melarutkan minyak atsiri yang
bersifat non polar, kemudian uap air akan menuju kondensor dan mengalami
kondensasi sehingga uap akan kembali wujudnya menjadi cairan.
Titik didih minyak atsiri lebih rendah daripada titik didih air sehingga minyak
atsiri akan terbawa juga dalam uap air. Proses ini akan berlangsung terus-menerus
selama destilasi berlangsung. Air dan uap air akan menembus dinding sel dan dengan
adanya panas, minyak atsiri akan terbawa oleh uap air. Pada pendinginan, minyak atsiri
akan terkondensasi dan terpisah dari airnya. Minyak atsiri dapat terbentuk secara
langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau
oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Destlasi dihentikan hingga destilasi berjalan
lambat tapi teratur.
Dari hasil destilasi 120 gram simplisia menghasilkan minyak atsiri pada
simplisia jahe (Zingiber officinale) yaitu sejumlah 68,33%.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Penentuan kadar minyak atsiri dapat dilakukan dengan metode destilasi uap Stahl
2. Prinsip destilasi adalah didasarkan atas perbedaan titik didih komponen zatnya.
3. Destilasi uap pada simplisia jahe menghasilkan minyak atsiri sebesar 68,33%
DAFTAR PUSTAKA

Harborne, J.B., (1987), Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung

Primadiati, Rachmi. 2002. Aromaterapi Perawatan Alami untuk Sehat dan Cantik.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Purwani, E., Retnaningtyas, E., Widowati, D. 2008. Pengembangan Model dari Ekstrak
Lengkuas (Languas galangal), Kunyit (Curcuma domestica), dan Jahe (Zingiber
officinale) sebagai Pengganti Formalin pada Daging dan Ikan Segar. Dikti.
Jakarta.

Rismunandar. 1988. Rempah-Rempah Komoditi Eksport Indonesia. Sinar Baru. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai