ABSTRAK
Herba ciplukan (Physalis angulata L.) merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai
obat tradisional dengan kandungan terbanyak senyawa flavonoid. Golongan jenis flavonoid dalam jaringan
tumbuhan yang didasarkan pada sifat kelarutan dan reaksi warna meliputi antosianin, proantosianin, flavonol,
flavon, glikoflavon, biflavonol, kalkon dan auron, flavonon, dan isoflavon. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membandingkan cara ekstraksi bertingkat dan tidak bertingkat terhadap kadar flavonoid total pada herba
ciplukan secara kolorimetri menggunakan metode 2,4 dinitrofenilhidrazin dan metode AlCl3.Ekstraksi
dilakukan dengan tidak bertingkat yaitu hanya digunakan satu pelarut menggunakan pelarut etanol 70% dan
pada ekstraksi bertingkat digunakan tiga pelarut yaitu n-heksan, etil asetat dan etanol 70%. Penentuan jumlah
flavonoid total dilakukan dengan dua metode kolorimetri yaitu: metode alumunium klorida dan metode 2,4-
dinitrofenilhidrazin. Hasil penentuan kadar flavonoid total metode kolorimetri diketahui bahwa rata-rata kadar
flavonoid total hasil maserasi tidak bertingkat sebesar 0,53390,11 dan hasil maserasi bertingkat sebesar
0,53110,17. Dari kedua metode maserasi tidak ada perbedaan nyata terhadap kadar flavonoid F hitung < F
tabel 0,05 (1,371 < 6,608).
ABSTRACT
Herba ciplukan (Physalis angulata L.) one of the plant that has the potential of tradisional medicine
with the highest content of flavonoids. Class of flavonoids in the plant tissue that is based on the properties of
solubility and colour reacsions include anthocyanins, proantosianin, flavonols, flavones, glicoflavon,
biflavonol, Calcon and auron, flavonon, and isoflavones. The purpose of this study is to compare the extraction
storey terraced and the total flavonoid content in herba ciplukan based of 2.4 dinitrophenylhydrazine
colorimetric method and the method of Alcl3. Extraction was done by one step that only used ethanol solvent
70% and the extraction of multilstep used three solvents are n-hexane, ethyl acetate and ethanol 70%.
Determination of total flavonoids carried out by two colorimetric methods, namely: method of aluminum
chloride and 2,4-dinitrophenylhydrazine method. The results of determining levels of total flavonoids known
that average levels of total flavonoids from one step maceration is 0,53390,1% and terraced maceration is
0,53110,17%. The two methods of maceration are not significanly difference to the levels of flavonoids that
F arithmetic <F table 0.05 (1.371 <6.608).
berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak gelas ukur, bulp, batang pengaduk, penjepit kayu,
terdapat gugusan 3-hidroksi, sedangkan flavanon penjepit besi, krus, sudip, corong gelas, botol
dan flavanonol tidak dijumpai adanya ikatan coklat, spatula, spektrofotometer UV-Vis
rangkap pada posisi 2 dan 3 (Harborne, 1996). (Optizen), Waterbath (Memmert), Oven
Penentuan jumlah flavonoid total dapat (Memmert) dan tanur (Vulcan).
ditentukan secara kolorimetri yang mempunyai Bahan-bahan yang digunakan pada
prinsip pengukuran berdasarkan pembentukan penelitian ini adalah herba ciplukan (Physalis
warna. Terdapat dua metode kolorimetri yaitu: angulata L.), air suling, etanol 70%, etil asetat, n-
metode alumunium klorida dan metode 2,4- heksan, metanol, reagen 2,4-dinitrofenilhidrazin
dinitrofenilhidrazin. Metode alumunium klorida 1%, naringenin murni, kuersetin murni, natrium
digunakan untuk menentukan golongan flavon dan asetat, alumunium korida 10% (AlCl3), Kalium
flavonol, sedangkan metode 2,4- Hidroksida 1% (KOH) dan alumunium foil. Bahan-
dinitrofenilhidrazin untuk menentukan golongan bahan yang digunakan untuk uji fotokimia adalah
flavanon dan flavanonol yang dianalisis dengan kloroform, ammonia, pereaksi (Dragendorff,
metode kolorimetri. Senyawa flavonoid dapat Mayer & Wagner), serbuk Magnesium (Mg), asam
direaksikan dengan alumunium klorida jika klorida (HCl) pekat, amil alkohol, asam asetat
mengandung gugus keto dan gugus hidroksi, anhidrat, asam sulfat (H2SO4) p dan besi (III)
sedangkan senyawa flavonoid yang bereaksi klorida (FeCl3).
dengan 2,4-dinitrofenilhidrazin adalah senyawa
yang mengandung gugus NH2, gugus aldehid dan Pembuatan Serbuk Simplisia Herba Ciplukan
gugus keton (Harborne, 1996). Berdasarkan hal ini Herba Ciplukan yang berumur 1-1,5 bulan
maka untuk mendapatkan kadar flavonoid total masing-masing dibersihkan dari kotoran-kotoran
perlu menggunakan kedua metode dan yang menempel (sortasi basah) lalu dicuci dengan
menjumlahkan hasilnya. Selain metode air bersih yang mengalir sampai bersih, kemudian
pengukuran (kolorimetri), keberhasilan penetapan ditiriskan untuk menghilangkan air sisa-sisa
ditentukan dengan metode ekstraksinya. pencucian. Herba yang telah bersih dan bebas air
Ekstraksi dengan pelarut seperti air, pencucian diangin anginkan dilanjutkan
metanol, etanol, etil asetat dan n-heksan mampu pengeringan di dalam oven pada suhu 370C sampai
memisahkan senyawa-senyawa yang penting masing-masing tanaman kering, lalu dilakukan
dalam suatu bahan. Pada prinsipnya suatu bahan sortasi kering yang berguna untuk membersihkan
akan mudah larut dalam pelarut yang sama kembali dari kotoran yang mungkin tidak hilang
polaritasnya (Sudarmadji dkk., 1989). Ekstraksi saat pencucian. Simplisia kering tersebut
dapat dilakukan dengan tidak bertingkat yaitu selanjutnya digrinder hingga menjadi simplisia
hanya digunakan satu pelarut untuk ekstraksi, serbuk lalu diayak dengan ayakan mesh 30 lalu
sedangkan pada ekstraksi bertingkat digunakan dua ditimbang untuk mendapatkan bobot akhir
atau lebih pelarut. Ekstraksi bertingkat akan simplisia kemudian disimpan dalam wadah yang
menghasilkan senyawa tertentu yang terekstrak kering dan bersih.
secara spesifik pada tiap pelarut yang digunakan,
sedangkan ekstraksi tidak bertingkat Rendemen
menghasilkan senyawa yang terekstrak merupakan
Bobot serbuk simplisia yang diperoleh
ekstrak total yang mampu terekstraksi dengan = x 100%
Bobot awal
pelarut tersebut. Aisyah dan Asnani (2012) telah
melakukan penelitian tentang pengaruh berbagai
Penetapan Kadar Air dan Kadar Abu
pelarut dan metode ekstraksi rumput laut, hasil Penetapan Kadar Air
menunjukkan bahwa kadar polifenol yang Prosedur penentuan kadar air simplisia
didapatkan lebih tinggi pada ekstraksi bertingkat dilakukan dengan menggunakan alat moisture
dibandingkan ekstraksi tidak bertingkat. balance, Ditimbang simplisia sebanyak 1 gram
(akurasi rendah) atau 5 gram (akurasi sedang),
METODE PENELITIAN simplisia disimpan di atas punch, diratakan sampai
Alat dan Bahan menutupi permukaan punch lalu ditutup, setelah
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian beberapa menit proses selesai maka persen kadar
ini adalah neraca analitik, pipet tetes, labu air dari simplisia akan tertera secara otomatis
Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, grinder, (penentuan dilakukan duplo).
3
Analisis Data
Dua data yang diperoleh dari dua metode
ekstraksi yang berbeda di bandingkan dengan Gambar 3. Serbuk Simplisia Herba Ciplukan
analisis data menggunakan uji F. Uji F dikenal Penetapan kadar air serbuk simplisia
dengan uji Anova digunakan untuk pengujian dilakukan dengan menggunakan alat Moisture
dua sampel atau lebih, sedangkan esensi dari Balance. Kadar air serbuk simplisia yang diperoleh
pengujian adalah sama, yaitu ingin mengetahui adalah sebesar 6,705%. Kadar air dapat
apakah ada perbedaan yang signifikan (jelas) menunjukan ketahanan suatu bahan yang akan
antara rata-rata hitung beberapa kelompok data disimpan dalam selang waktu yang cukup lama,
(Santoso, 2012). karena kandungan air di dalam suatu bahan
Uji F dapat dilakukan dengan merupakan medium tumbuh bagi bakteri dan
membandingkan F hitung dengan F tabel, jika F mikroorganisme sehingga dapat menyebabkan
hitung > dari F tabel, (Ho di tolak H1 diterima) perubahan kimia pada senyawa aktif, oleh karena
maka model signifikan atau bisa dilihat dalam itu kadar air merupakan hal penting dalam
kolom signifikansi (nilai sig.) pada Anova (Olahan standarisasi suatu simplisia. Penetapan kadar abu
dengan SPSS menggunakan uji regresi). Dan juga penting dalam standarisasi simplisia selain
sebaliknya jika F hitung < F tabel, maka model penetapan kadar air (DepKes RI, 2000). Kadar abu
tidak signifikan (Santoso, 2012). bertujuan untuk mengidentifikasi kadar zat
anorganik dan mineral di dalam suatu simplisia.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan tanah yang masih menempel pada
Determinasi Tanaman herba dapat menambah nilai kadar abu. Kadar abu
Herba ciplukan yang digunakan dalam yang terdapat pada serbuk simplisia herba ciplukan
proses penelitian ini telah didetermnasi di Pusat sebesar 7,7875% memenuhi syarat kadar abu
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, simplisia, yang menyatakan bahwa kadar abu total
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jl. simplisia tidak lebih dari 14,0 % (DepKes RI,
Ir. H. Juanda No. 13, Bogor. Hasil determinasi 2010).
menyatakan bahwa tanaman yang digunakan
dalam penelitian ini adalah jenis Physalis angulata Ekstrak Cair Herba Ciplukan
L., suku Solanaceae. Metode ekstraksi yang digunakan adalah
maserasi tidak bertingkat dan maserasi bertingkat.
Karakterisasi Serbuk Simplisia Herba Maserasi satu tahap hanya menggunakan 1 jenis
Ciplukan pelarut sedangkan yang bertingkat menggunakan
Herba Ciplukan diperoleh dari perkebunan dua atau lebih pelarut (Aisyah dan Asnani, 2012).
daerah Cianjur, Jawa Barat. Bagian tanaman yang Maserasi merupakan salah satu cara ekstraksi yang
digunakan adalah seluruhnya termasuk akar. sederhana dengan merendam serbuk dalam pelarut
Proses pembuatan simplisia diawali dengan sortasi tertentu dengan beberapa kali pengadukan atau
basah terhadap herba ciplukan kemudian dicuci pengocokan pada temperatur ruangan (DepKes RI,
dengan air bersih. Herba ciplukan yang telah 2000). Jenis pelarut yang digunakan berpengaruh
bersih kemudian dioven, setelah kering kemudian terhadap senyawa aktif yang ikut terekstraksi.
digrinder dan diayak sehingga diperoleh serbuk Pelarut polar akan menarik senyawa yang bersifat
simplisia yang memiliki derajat kehalusan tertentu. polar, sedangkan pelarut non-polar akan menarik
Rendemen simplisia yang diperoleh adalah sebesar senyawa non-polar dan pelarut semi polar akan
9,6842%, perhitungan rendemen bisa dilihat pada menarik senyawa polar (DepKes RI, 1986).
Lampiran 6. Serbuk simplisia herba ciplukan Komponen yang akan ditarik pada herba ciplukan
memiliki warna hijau kekuningan dengan aroma adalah flavonoid.
7
metode 2,4-dinitrofenilhidrazin dengan standar Tabel 5. Kadar Flavonoid Ekstrak Cair Herba
naringenin, selain itu penentuan flavonoid total Ciplukan
juga dilakukan dengan melihat perbedaan metode Kadar Flavonoid Ekstrak Cair Herba Ciplukan (%)
Maserasi Tidak Bertingkat Maserasi Bertingkat
ekstraksi maserasi yaitu maserasi tidak bertingkat Ulangan
AlCl3 DNPH AlCl3 DNPH
dan bertingkat. 1
2
0,2017
0,1663
0,3259
0,2723
0,1196
0,1140
0,2898
0,2630
Prinsip analisis flavonoid dengan metode 3 0,1773 0,2098 0,1194 0,3236
4 0,1970 0,4151 0,1202 0,2432
alumunium klorida adalah pembentukan kompleks 5 0,1939 0,2723 0,1187 0,5111
antara AlCl3 dengan gugus keto pada atom C-4 6
7
0,1986
0,1931
0,5246
0,3903
0,1189
0,1334
0,5712
0,6719
serta gugus hidroksi pada atom C-3 atau C-4 dari Rata-rataSD 0,18970,01 0,34430,10 0,12060,00 0,41050,17
flavon dan flavonol, sehingga metode alumunium
klorida dapat digunakan untuk menentukan jumlah Keterangan :
flavonoid golongan flavon dan flavonol (Chang et AlCl3 : Metode Alumunium Klorida
al., 2002). Flavon dan flavonol dari segi struktur DNPH : Metode 2,4-dinitrofenilhidrazin
berbeda, dimana pada flavonol terdapat gugus
keton dan alkohol yakni gugus keton pada posisi 4 Penentuan jumlah flavonoid dengan metode
2,4-dinitrofenilhidrazin prinsipnya adalah reaksi
dan hidroksi pada posisi 3. Sedangkan flavon
hanya memiliki gugus keton yakni pada posisi 4 antara 2,4-dinitrofenilhidrazin dengan senyawa
dan umumnya terdapat sebagai glikosida pada yang mengandung gugus NH2, gugus aldehid dan
posisi 7-glikosida. Gula yang terikat biasanya gugus keton membentuk 2,4-dinitrofenilhidrazon.
Flavon, flavonol dan isoflavon yang memiliki
glukosa, galaktosa, dan ramnosa (Harborne, 1987).
Metode alumunium klorida ini ikatan rangkap pada atom C2-C3 tidak dapat
bereaksi dengan 2,4-dinitrofenilhidrazin, sehingga
menggunakan kuersetin sebagai pembanding atau
standar karena kuersetin termasuk golongan penentuan jumlah flavonoid dengan metode 2,4-
dinitrofenilhidrazin hanya spesifik untuk flavanon
flavonol. Panjang gelombang maksimum yang
dihasilkan dari larutan kuersetin dengan dan flavanonol. Pada struktur flavanon dan
flavanonol tidak dijumpai adanya ikatan rangkap
alumunium klorida adalah 430 nm, dimana panjang
gelombang ini dapat menghasilkan serapan pada posisi 2 dan 3. Perbedaannya terletak pada
adanya gugusan alkohol di posisi 3 pada flavanonol
maksimum. Hasil panjang gelombang maksimum
dari larutan kuersetin tersebut mendekati dengan (3-hidroksi flavanon) (Harborne, 1987). Standar
atau pembanding yang digunakan pada metode 2,4-
penelitian yang dilakukan oleh Desmiaty dkk.,
(2014) yaitu sebesar 438 nm. Penentuan waktu dinitrofenilhidrazin adalah naringenin yang
merupakan flavonoid golongan flavanon.
inkubasi optimum dilakukan untuk mengetahui
waktu yang dibutuhkan senyawa dalam larutan Panjang gelombang maksimum yang
dihasilkan dari larutan naringenin adalah 494,1 nm,
untuk bereaksi sempurna, sehingga pada penentuan
waktu inkubasi ini akan didapatkan waktu yang hasil panjang gelombang tersebut sesuai dengan
stabil. Waktu inkubasi optimum dari larutan hasil penelitian yang dilakukan oleh Desmiaty
kuersetin yang dihasilkan adalah pada menit ke-15. dkk., (2014), dan waktu inkubasi optimum pada
menit ke-16 serta persamaan regresi linier yang
Kurva kalibrasi kuersetin menghasilkan persamaan
regresi linier antara konsentrasi dan absorbansi dihasilkan adalah y = 0,024x + 0,4050 dengan nilai
R2 = 0,999. Kadar flavonoid ekstrak cair herba
larutan standar kuersetin. Persamaan regresi linier
yang didapat adalah y = 0,069x + 0,0883 dengan ciplukan yang diperoleh dari metode 2,4-
dinitrofenilhidrazin didapat rata-rata kadar
nilai R2 = 0,9992. Nilai R2 yang dihasilkan dari
persamaan regresi linier harus mendekati 1 yang flavonoid dari maserasi tidak bertingkat sebesar
0,34430,10%, sedangkan dari maserasi bertingkat
artinya mendekati linieritas.
Kadar flavonoid ekstrak cair herba ciplukan sebesar 0,41050,17%.
Kedua metode kolorimetri dapat dilihat dari
dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
regresi linier dan rumus penetapan kadar flavonoid. hasil perhitungan kadar flavonoid bahwa jumlah
flavonoid ekstrak cair herba ciplukan metode 2,4-
Hasil perhitungan kadar flavonoid dari metode
alumunium klorida didapat rata-rata kadar dinitrofenilhidrazin baik pada proses maserasi
tidak bertingkat maupun bertingkat lebih besar
flavonoid dari maserasi tidak bertingkat sebesar
0,18970,01%, sedangkan dari maserasi bertingkat daripada metode alumunium klorida. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa jumlah flavonoid golongan
sebesar 0,12060,00%. Data kadar flavonoid
ekstrak cair herba ciplukan dapat dilihat pada Tabel flavanon dan flavanonol lebih tinggi daripada
5. golongan flavon dan flavonol.
9
Hasil Analisis Flavonoid Total bertingkat tidak ada perbedaan nyata, kedua
Data kadar flavonoid total ekstrak cair herba metode ekstraksi tidak memberikan pengaruh
ciplukan dari kedua metode maserasi yang berbeda terhadap hasil kadar flavonoid.
perlu dianalisis statistik untuk mengetahui
pengaruh metode maserasi terhadap hasil flavonoid DAFTAR PUSTAKA
total ekstrak cair herba ciplukan. Analisis statistik Aisyah, 1998. Kimia Untuk Universitas. Gramedia.
pada penelitian ini mengunakan uji F yang Jakarta.
dilakukan dengan membandingkan dua variabel Aisyah T.S., dan A. Asnani. 2012. Kajian Sifat
yang saling terkait sehingga menghasilkan nilai F Fisikokimia Ekstrak Rumput Laut Coklat
hitung yang diperoleh dari regresi linier. Nilai F (Sagarsum duplicatum) Menggunakan
hitung yang dihasilkan dari analisis statistik kadar Berbagai Pelarut dan Metode Ekstraksi.
flavonoid total ekstrak cair herba ciplukan terhadap Kajian Sifat Fisikokimia Ekstrak Rumput
metode maserasi yang berbeda adalah F hitung < F Laut. 6(1): 22.
tabel 0,05 (1,145< 6,608). Dari hasil analisis Ali C.D., F. Ningsih, Mukarromah, dan I. Yolana.
terlihat bahwa kedua metode maserasi baik tidak 2012. Potensi ekstrak herba ciplukan
bertingkat maupun bertingkat tidak ada perbedaan sebagai anti inflamasi selektif penghambat
nyata terhadap kadar flavonoid total secara COX 1 dan COX 2. Jurnal Akademi
kolorimetri. Farmasi Putera Indonesia Malang. Hal. 1-2.
Tabel 6. Kadar Flavonoid Total Ekstrak Cair Baedowi, 1998. Timbunan Glikogen dalam
Herba Ciplukan Hepatosit dan Kegiatan Sel Beta Insula
Kadar Flavonoid Total Pancreatisi Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Maserasi Tidak Bertingkat Maserasi Bertingkat
Ulangan
AlCl3 DNPH
F1+F2
AlCl3 DNPH
F1+F2
Akibat Pemberian Ekstrak Daun Ciplukan.
(F1) (F2) (F1) (F2)
1 0,2017 0,3259 0,5269 0,1196 0,2898 0,4094 Penelitian Tanaman Obat di Beberapa
2 0,1663 0,2723 0,4386 0,1140 0,2630 0,3770
3 0,1773 0,2098 0,3871 0,1194 0,3236 0,4430
Perguruan Tinggi di Indonesia IX,
4
5
0,1970
0,1939
0,4151
0,2723
0,6121
0,4662
0,1202
0,1187
0,2432
0,5111
0,3634
0,6298
Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal.
6
7
0,1986
0,1931
0,5246
0,3903
0,7232
0,5834
0,1189
0,1334
0,5712
0,6719
0,6901
0,8053
139.
Rata-rataSD 0,53390,11 Rata-rataSD 0,53110,17 Chang C. C., M. H. Yang, H. M. Wen and J. C.
Chern. 2002. Estimation of total flavonoid
Metode maserasi yang berbeda pada
content in propolis by two complementary
penelitian ini setelah dilakukan analisis statistik
colometric methods. Journal of Food and
tidak memberikan pengaruh terhadap hasil kadar
Drug Analysis. 10 (3): 178-182.
flavonoid total ekstrak cair herba ciplukan. Namun,
DepKes RI. 1977. Materia Medika Indonesia, Jilid
jika dilihat dari data yang diperoleh tanpa analisis
I. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
statistik maserasi tidak bertingkat menghasilkan
Dan Makanan. Jakarta.
kadar flavonoid total lebih tinggi dibandingkan
_________.1978. Materia Medika Indonesia, Jilid
maserasi bertingkat yaitu hasil perolehan kadar
II. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
flavonoid total maserasi satu tahap sebesar
Dan Makanan. Hal. 70.
0,53390,11 dan maserasi bertingkat sebesar
0,53110,17, data kadar flavonoid total ekstrak
cair herba ciplukan dapat dilihat pada Tabel 6.
_________(a).1979. Farmakope Indonesia, Edisi
Maserasi tidak bertingkat dan maserasi
III. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
bertingkat pada prinsipnya sama saja yaitu sama-
dan Makanan. Jakarta. Hal. 663, 673,
sama menarik senyawa akhir yang diinginkan
680, 706, 840.
dimana maserasi satu tahap menarik senyawa polar
_________(b).1979. Materia Medika Indonesia,
dengan pelarut etanol, dan maserasi bertingkat
Jilid III. Direktorat Jenderal Pengawasan
membuang senyawa non-polar dan semi polar
Obat Dan Makanan. Jakarta.
dengan n-heksan dan etil asetat sehingga
_________.1986. Sediaan Galenik. Direktorat
menyisakan senyawa polar dan akhir diekstrasi
Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan.
kembali dengan etanol, yang membedakan hanya
Jakarta.
penggunaan pelarut berdasarkan kepolarannya.
_________.1989. Materia Medika Indonesia. Jilid
KESIMPULAN V. Direktorat Jendral Pengawas Obat dan
Kadar flavonoid yang diperoleh dari metode Makanan. Jakarta.
ekstraksi tidak bertingkat dan metode ekstraksi
10
_________.1995. Materia Medika Indonesia, Jilid Markham K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi
VI. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Flavonoid. Padmawinata K, penerjemah.
dan Makanan. Jakarta. Terjemahan dari: Techniques of Flavonoid
_________. 2000. Parameter Standar Umum Identification.
Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Tinggi. Edisi ke-4 Terjemahan Kosasih
Jakarta. Padmawinata. ITB Press. Bandung.
_________. 2010 . Farmakope Herbal Indonesia.. Santoso S. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20.
Jilid I. Direktorat Jenderal Pengawas Obat Elex Media Komputindo. Jakarta. Hal. 279-
dan Makanan. Departemen Kesehatan 280.
Republik Indonesia. Jakarta. Hal : 15 Satria W.P. 2015. Kitab Herbal Nusantara: Aneka
Desmiaty Y., J. Ratnawati dan P. Andini. 2009. Resep & Ramuan Tanaman Obat Untuk
Penentuan Jumlah Flavonoid Total Ekstrak Berbagai Gangguan Kesehatan. Kata Hati.
Etanol Daun Buah Merah (Pandanus Yogyakarta. Hal. 93-94.
conoideus L.) Secara Kolorimetri Shevla G. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif
Komplementer. Dipresentasikan pada Makro dan Semimikro. Edisi Kelima.
Seminar Nasional POKJANAS TOI XXXVI. Penerjemah: Setiono, L. dan A.H.
Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. Pudjaatmaka. Kalman Media Pustaka.
Fransworth N.R. 1996. Biological and Jakarta.
phytochemical screening of plants. Journal Sudarmadji S., B. Haryono, dan Suhardi. 1998.
of Pharmaceutical Science. 55 (3). Analisis Untuk Bahan Makanan dan
Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia I. Ed ke-2. Pertanian. Yogyakarta. Hal. 171.
ITB. Bandung. Widodo D. S., R. Hastuti dan Gunawan. 2009.
Harborne J.B. 1996. Metode Fitokimia. Ed ke-2. Buku Ajar Analisis Kuantitatif. Universitas
ITB. Bandung. Diponegoro. Semarang. Hal. 176-178