Anda di halaman 1dari 70

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK

ETANOL 70% DAUN DAUN MANGKOKAN (Nothopanax scutellarium


Merr. ) TERHADAP BAKTERI Pseudomonas aeruginosa

Skripsi

Disusun untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar


Sarjana Sains dalam bidang Farmasi

Oleh :

Marlia Ulfa
0604015115

Program Studi Farmasi

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2010

i
ii
ABSTRAK

MARLIA ULFA : UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL


ASETAT DARI EKSTRAK ETANOL 70% DAUN
DAUN MANGKOKAN (Nothopanax scutellarium
Merr.) TERHADAP BAKTERI Pseudomonas
aeruginosa

Daun mangkokan salah satu tanaman yang secara tradisional digunakan


untuk mengobati luka. Kandungan kimia dari daun mangkokan antara lain
saponin, alkaloid dan flavonoid. Ekstrak etanol 70% daun daun mangkokan
memiliki potensi relatif sebesar 4,85x10-2 kali Tetrasiklin HCl yang memiliki
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri fraksi etil asetat dari ekstrak
etanol 70% daun daun mangkokan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Metode yang digunakan adalah difusi agar dengan menggunakan kaca
silinder. Konsentrasi yang digunakan untuk fraksi etil asetat adalah 300, 600, 900,
1200, dan 1500 g/ml. Sedangkan untuk antibiotik pembanding menggunakan
konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 g/ml.
Hubungan antara konsentrasi fraksi etil asetat dan diameter zona hambat
terhadap Pseudomonas aeruginosa diperoleh persamaan regresi
Y = 1,967 + 2,4x10-1 X. Hubungan antara konsentrasi Ampisilin dan diameter
zona hambat terhadap Pseudomonas aeruginosa diperoleh persamaan regresi
Y = 2,294 + 1,026x10-1 X. Dari persamaan regresi linier tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa fraksi etil asetat mempunyai potensi relatif sebesar
2,11x10-2 kali Ampisilin. Penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa fraksi etil
asetat dari ekstrak etanol 70% daun daun mangkokan memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa.

iii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
nikmat yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan skripsi dengan judul UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOL 70 % DAUN DAUN
MANGKOKAN (Nothopanax scutellarium Merr.) TERHADAP
BAKTERI Pseudomonas aeruginosa . Sholawat dan salam kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya, semoga kita
semua mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti.
Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi tugas akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada
fakultas MIPA jurusan farmasi UHAMKA. Melalui skripsi ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Endang Abutarya, M.Pd., selaku Dekan Fakultas MIPA
UHAMKA Jakarta.
2. Bapak Drs. Inding Gusmayadi, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I FMIPA
UHAMKA Jakarta.
3. Bapak Drs. Budi Arman, M.Kes., Apt., selaku Wakil Dekan II FMIPA
UHAMKA Jakarta.
4. Bapak Drs. Priyanto, M. Biomed., Apt., selaku Wakil Dekan III FMIPA
UHAMKA Jakarta.
5. Bapak Drs. H. Muhsin Lubis, M.Sc., selaku Pembina Penjaminan Mutu
FMIPA UHAMKA Jakarta.
6. Bapak Hadi Sunaryo, M.Si., Apt., selaku Ketua program studi jurusan
Farmasi FMIPA UHAMKA Jakarta.
7. Ibu Kori Yati, S.Si., Apt., selaku Pembimbing Akademik.
8. Bapak Drs. H. Sediarso, M.Farm., Apt., selaku Pembimbing I yang telah
membimbing serta memberikan materi dan arahan selama penelitian serta
penyusunan skripsi ini.
9. Ibu Elly Wardani, S.Si., Apt., selaku Pembimbing II yang telah
membimbing saya selama penelitian skripsi ini.
10. Kedua orang tua ku Ayah dan Mama yang tak henti memanjatkan doa, dan
senantiasa memberikan dukungan moril dan materi, serta untuk Adik ku
Yogie, Bapa dan Ibu, Mas Herry (My Husband), Mas Nanang yang telah
memberikan banyak dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan Ucrit yang bersama-sama melakukan
penelitian ini. Kiki, Icha, Kamal, Riska, Filza, Yayas, Riri, Sese, kRahma,
kDwity, k Samsiah, Mas Devis, Mba Ita, Weny, Dita, Roby, Endah,
Laras, Riadi, Mas Eko, Bang Juna, Dian, Vera yang selalu memberi
support untuk menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
12. Semua keluarga besar, sepupu-sepupu yang selalu mendoakan dan
memberi support untuk menyelesaikan skripsi ini.

iv
13. Teman-teman angkatan 2005, 2006 yang telah bersama-sama menuntut
ilmu di UHAMKA.
14. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang ikut
membantu penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis meminta saran dan kritik demi melengkapi penyusunan
skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Jakarta, September 2010

Penulis

vi

vii

viii

ix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit yang merupakan organ yang essensial dan

sangan kompleks serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit

merupakan organ yang sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis
(1)
kelamin, ras, dan lokasi tubuh . Kulit akan menyebabkan luka dan akan timbul

infeksi jika kulit tergores benda-benda tajam. Luka adalah rusaknya kesatuan atau

komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak

atau hilang.

Berdasarkan penyebabnya infeksi luka dapat diakibatkan adanya bakteri

Pseudomonas aeruginosa. Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama

bagi manusia. Bakteri ini kadang-kadang mengkoloni pada manusia dan

menimbulkan infeksi apabila fungsi pertahanan inang abnormal. Bakteri ini dapat

juga tinggal pada manusia yang normal dan berlaku sebagai saprofit pada usus

normal pada kulit manusia (2). Selain Pseudomonas aeruginosa, jenis bakteri yang

sering kita jumpai pada luka adalah Streptococcus aureus dan Staphylococcus

aureus(3).

Untuk mengatasi keadaan ini sebenarnya telah cukup tersedia obat-obat

sintetik, namun demikian perlu dipikirkan untuk memanfaatkan obat tradisional

karena selain penggunaannya dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat juga

1
2

merupakan potensi bahan alam yang cukup besar di Indonesia. Salah satu jenis

tanaman yang dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional adalah daun

mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) yang berkhasiat untuk mengobati

luka, anti-radang dan rambut rontok. Daun mangkokan (Nothopanax scutellarium

Merr.) mempunyai kandungan kimia berupa alkaloid, saponin, flavonoid, dan

polifenol (4).

Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi

luka, untuk mencegah pertumbuhan bakteri tersebut dapat dilakukan pengobatan

tradisional menggunakan daun mangkokan. Daun mangkokan berkhasiat untuk

mengobati luka. Ekstrak etanol 70% daun mangkokan memiliki kemampuan

menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan potensi

relatif yang dihasilkan sebesar 4,85x10-2 kali Tetrasiklin HCl (5). Proses penyarian

simplisia dapat dilakukan dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%

karena etanol merupakan larutan penyari yang bersifat netral(6). Untuk

memisahkan senyawa-senyawa yang bersifat semipolar dari daun mangkokan

maka digunakan pelarut yaitu etil asetat. Kandungan yang mungkin tertarik oleh

etil asetat adalah flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam

yang tersebar luas jumlahnya dan flavonoid berfungsi sebagai antimikroba dan

antivirus(7). Pengujian aktivitas antibakteri tersebut dilakukan dengan mengunakan

metode difusi dan pembanding yang digunakan yaitu ampisilin, selanjutnya

dihitung nilai potensi relatifnya.


3

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah fraksi etil asetat dari ekstrak etanol 70% daun daun mangkokan

(Nothopanax scutellarium Merr.) dapat digunakan sebagai antibakteri

terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ?

2. Apakah pemberian fraksi etil asetat dari ekstrak etanol 70% daun daun

mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) dapat menghambat

pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa ?

3. Berapakah potensi relatif fraksi etil asetat dari ekstrak etanol 70% daun

daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) terhadap bakteri

Pseudomonas aeruginosa jika dibandingkan dengan antibiotik Ampisilin?

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pengujian aktivitas antibakteri fraksi etil asetat

dari ekstrak etanol 70% daun daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.)

terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa bila dibandingkan dengan antibiotik

Ampisilin.
4

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut: Apakah fraksi etil asetat dari ekstrak etanol 70% daun daun mangkokan

(Nothopanax scutellarium Merr.) dapat menghambat pertumbuhan Pseudomonas

aeruginosa.

E. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui daya aktivitas antibakteri fraksi etil asetat dari ekstrak

etanol 70% daun daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) terhadap

bakteri Pseudomonas aeruginosa.

F. Manfaat Penelitian

Untuk memberikan informasi tentang aktivitas antibakteri dari fraksi etil

asetat daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) terhadap bakteri

Pseudomonas aeruginosa sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan

tradisional.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Daun Mangkokan


1. Uraian tanaman(4)

a. Klasifikasi tanaman

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Apiales

Suku : Araliaceae

Marga : Nothopanax

Jenis : Nothopanax scutellarium Merr.

b. Nama daerah

Tanaman ini mempunyai beberapa nama daerah yaitu: Jawa :

mamanukan (Sunda), godong mangkokan (Jawa), puring (Madura), Nusa

Tenggara : lanido, ndalido, ndari (Roti), Sulawesi : daun mangkok

(Manado), mangko-mangko (Makassar), Maluku : ai lohoi, ai laun niwol,

daun koin, daun papeda (Ambon), goma matari, sawoko (Halmahera), rau

paroro (Ternate), lanido (Roti), Melayu : daun koin, daun papeda, daun

mangkok, memangkokan, pohon mangkok.

c. Nama asing

Platitos (Tag), saucer leaf, shell leaf (I)


5
6

d. Morfologi tanaman

Daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) merupakan perdu

tanaman, tumbuh tegak, tinggi 1-3 m, batang berkayu, bercabang,

bentuknya bulat, panjang dan lurus. Daun tunggal, berangkai, agak tebal,

bentuknya bulat berlekuk seperti mangkok, pangkal berbentuk jantung,

tepi bergerigi, diameter 6-12 cm, pertulangan menyirip, warnanya hijau

tua. Bunga majemuk, bentuk payung, warnanya hijau. Buahnya buah buni,

pipih, hijau. Akar tunggang, putih kotor.

e. Ekologi dan penyebaran tanaman

Tanaman ini sering ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman pagar,

walaupun dapat ditemukan tumbuh liar di ladang dan tepi sungai.

Mangkokan jarang atau tidak pernah berbunga, menyukai tempat terbuka

yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung dan dapat tumbuh pada

ketinggian 1-200 di atas permukaan laut.

f. Kandungan kimia

Daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) mengandung

alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol.

g. Penggunaan

Penggunaan daun mangkokan sebagai obat dapat dilakukan secara

eksternal maupun internal. Contoh kegunaan dan cara pengobatan dengan

daun mangkokan secara tradisional antara lain :


7

a) Radang payudara dan pembengkakan disertai bendungan Air Susu Ibu

Daun mangkokan tua secukupnya diremas dengan minyak kelapa

dan sedikit kunyit yang telah diparut. Panaskan diatas api, hangat-

hangat ditaruh pada payudara yang membengkak.

b) Luka

Daun mangkokan segar secukupnya dicuci bersih lalu digiling

halus. Taruh di atas luka lalu dibalut dan ganti 2-3 kali sehari.

c) Sukar kencing

Daun mangkokan tua yang masih segar direndam dalam air panas

beberapa saat. Angkat lalu hangat-hangat dikompreskan pada perut

bagian bawah.

d) Rambut rontok

Daun mangkokan tua yang masih segar secukupnya setelah dicuci

bersih lalu digiling halus. Tambahkan sedikit minyak kelapa sambil

diaduk sampai seperti bubur. Kemudian saring dan peras. Hasil

perasan dioleskan pada kulit kepala sambil dipijat ringan. Biarkan

sampai mengering, lalu rambut dicuci sampai bersih. Lakukan setiap

hari.

2. Penyarian(6)

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang

tidak dapat larut dengan pelarut cair. Zat aktif yang semula berada di dalam

sel, ditarik dengan cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam

cairan penyari tersebut. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila
8

permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin

luas. Simplisia yang disari mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat yang

tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain .

Beberapa metode penyarian simplisia yaitu :

a) Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah suatu proses penyarian sederhana yang dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan

penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel

yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan yang terpekat didesak ke luar.

Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar dan di dalam sel.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah

dibasahi. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam

suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori.

Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,

cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai

mencapai keadaan jenuh.


9

b) Cara panas

1) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu)

pada temperatur yang lebih tinggi dan temperatur ruangan (kamar),

yaitu dilakukan secara umum dilakukan pada temperatur 40o50 oC (8).

2) Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk

menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan

nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil

dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang

diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (6).

3) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan

pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali sehingga dapat

termasuk proses ekstraksi sempurna (8).

4) Sokletasi

Sokletasi adalah suatu proses penyarian dengan memakai pelarut

organik. Prinsip cara sokletasi adalah penyarian yang dilakukan

berulang-ulang sehingga penyarian berlangsung cepat dan sempurna

dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Proses penyarian dengan


10

cara sokletasi ini tidak dapat digunakan untuk senyawa yang tidak

tahan terhadap pemanasan (8).

3. Fraksinasi (8)

Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa berdasarkan

tingkat kepolarannya tergantung pelarutnya. Pada prinsipnya senyawa polar

diekstraksi dengan pelarut polar sedangkan senyawa non polar diekstraksi

dengan pelarut non polar. Proses ekstraksi yang akan dilakukan ditentukan

dari kestabilan senyawa yang akan diisolasi.

4. Infeksi luka (9)

Infeksi adalah masuk dan berkembangbiaknya suatu mikroorganisme di

dalam jaringan tubuh. Infeksi luka dapat terjadi karena beberapa bakteri

patogen yang berkolonisasi pada permukaan kulit yang luka. Bakteri yang

menyebabkan infeksi luka adalah Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa. Staphylococcus aureus umumnya bakteri patogen cenderung

menghasilkan koagulasi dan pigmen kuning, bersifat hemolitik. Pseudomonas

aeruginosa hanya patogen bila masuk ke dalam daerah-daerah yang

pertahanan flora normalnya tidak ada atau bila berperanan dalam infeksi

campuran. Bakteri ini menyebabkan infeksi luka dan luka bakar membentuk

nanah yang berwarna biru hijau.

5. Zat antibakteri (10,11)

Zat antibakteri adalah zat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang

merugikan manusia. Zat yang digunakan untuk membasmi bakteri penyebab

infeksi pada manusia, ditentukan berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada


11

antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri dikenal dengan

aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh bakteri dikenal

dengan aktivitas bakterisid. Konsentrasi minimum yang diperlukan untuk

menghambat pertumbuhan bakteri disebut konsentrasi hambat minimal.

A. Antibakteri

Berdasarkan spektrum kerjanya, antibakteri dapat dikelompokkan

menjadi:

1) Antibakteri spektrum luas

Antibakteri spektrum luas yang efektif untuk bakteri Gram positif

maupun Gram negatif. Contoh tetrasiklin dan kloramfenikol.

2) Antibakteri spektrum sempit

Antibakteri dengan spektrum sempit efektif untuk bakteri Gram

positif atau Gram negatif saja. Contoh antibakteri yang efektif untuk

bakteri Gram positif Penisilin.

Berdasarkan pewarnaan Gram bakteri dapat dikelompokkan menjadi:

1) Bakteri Gram positif

Bakteri Gram positif umumnya berbentuk kokus (bulat), dan pada

pewarnaan bakteri sel bakteri Gram positif berwarna ungu dengan

pewarnaan menggunakan kristal violet, larutan yodium dan safranin.

Contoh Streptococcus mutans.

2) Bakteri Gram negatif

Bakteri Gram negatif umumnya berbentuk basil (batang) dan pada

pewarnaan bakteri sel bakteri Gram negatif dengan pewarnaan


12

menggunakan kristal violet dan larutan yodium berwarna ungu tetapi

setelah dicuci dengan alkohol warna ungu hilang dan pada waktu

diberi pewarna safranin maka warna yang timbul merah. Contoh

Escherichia coli.

Berdasarkan mekanisme kerja antibakteri digolongkan dalam lima

kelompok yaitu:

1. Antibakteri yang menggunakan metabolisme sel bakteri (10,12)

Antibakteri golongan ini bekerja menghambat sintesis asam folat

yang dibutuhkan mikroba untuk kelangsungan hidupnya, efek yang

diperoleh dari mekanisme antibakteri ini adalah bakteriostatik. Contoh

sulfonamid dan trimetropin.

2. Antibakteri yang menghambat sintesis dinding sel bakteri

Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks

polimer mukopeptida (glikopeptida) sehingga antibakteri akan

menghambat reaksi paling dini dalam proses sintesis dinding sel dan

antibakteri menghambat reaksi terakhir (transpeptidase) dalam rangka

reaksi tersebut. Oleh karena itu tekanan osmotik dalam dinding sel

kuman lebih tinggi daripada di luar sel maka kerusakan dinding sel

kuman akan menyebabkan menjadi lisis sehingga sel mikroba akan

mati. Contoh polimisin, penisilin.

3. Antibakteri yang mengganggu permeabilitas membran sel bakteri

Antibakteri yang bekerja dengan merusak membran sel bakteri,

sehingga kerusakan membran menyebabkan keluarnya komponen-


13

komponen penting dari dalam membran sel bakteri, seperti protein,

asam nukleat dan lain-lain. Contoh polimiksin.

4. Antibakteri yang menghambat sintesis protein sel bakteri

Untuk kelangsungan hidup, sel bakteri perlu mensintesis protein.

Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA dan

tRNA. Pada bakteri ribosom terdiri atas 2 sub unit yaitu 30 S dan 50 S

yang berfungsi mensintesis protein. Kedua komponen ini akan

membentuk komponen 70 S, dengan adanya ikatan yang terjadi di

ribosom menyebabkan kode mRNA salah baca oleh tRNA pada waktu

sintesis protein, sehingga terbentuk protein yang abnormal. Contoh

tetrasiklin dan kloramfenikol.

5. Antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri

Mekanisme kerja obat kelompok ini adalah berikatan dengan

enzim polymerase RNA (pada submit) sehingga menghambat sintesis

RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Contoh senyawa yang termasuk

kelompok ini adalah rifampisin dan kuinolon.

B. Pengujian aktivitas antibakteri (12,13)

Potensi atau sensitivitas suatu antibakteri dapat ditetapkan dengan cara

mengukur luas daerah hambatan kuman di sekitar. Beberapa metode yang

umum digunakan untuk menentukan kepekatan bakteri atau untuk menguji

aktivitas antibakteri adalah:


14

1. Metode difusi

Pada metode ini zat antibakteri berdifusi pada lempeng agar yang

telah diinukolasi dengan bakteri. Dasar pengamatannya adalah

terbentuk zona hambat di sekeliling cakram atau silinder yang berisi

zat antibakteri. Metode ini dipengaruhi faktor fisik dan kimia, selain

antara obat dan organisme.

a) Cara parit (ditch)

Pada medium agar yang telah diinokulasi dengan bakteri di

buat parit kemudian diisi dengan zat antibakteri dan diinkubasi

pada suhu dan jangka waktu yang sesuai dengan jenis bakteri uji.

Pengamatan dilakukan atas ada atau tidaknya hambatan di

sekeliling parit.

b) Cara silinder

Pada medium agar yang telah diinokulasi dengan bakteri

dibuat lubang, diletakkan silinder kemudian diisi dengan zat

antibakteri, setelah itu diinkubasi pada suhu dan jangka waktu yang

sesuai dengan jenis bakteri uji. Pengamatan dilakukan atas ada atau

tidaknya hambatan di sekeliling silinder

2. Cara cakram

Kertas cakram yang mengandung zat antabakteri diletakkan di atas

lempeng. Setelah itu diinkubasi pada suhu dan jangka waktu yang

sesuai dengan jenis bakteri uji. Pengamatan dilakukan atas ada atau

tidaknya hambatan di sekeliling cakram.


15

3. Metode dilusi

Metode ini menggunakan antibakteri yang turun secara bertahap,

baik dengan media cair atau padat, kemudian media diinokulasi bakteri

uji dan dieramkan. Dasar pengamatannya adalah dengan melihat

tumbuh atau tidaknya bakteri.

a) Cara pengenceran tabung (Metode Kirbi-Baueur)

Pada metode ini zat yang akan diuji kepekaan antibakterinya

diencerkan secara serial dengan pengenceran kelipatan dua dalam

medium cair, kemudian diinokulasikan dengan bakteri uji. Inkubasi

pada suhu 37oC selama 18-24 jam antibakteri ditentukan sebagai

konsentrasi terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan

bakteri.

b) Cara penapisan lempeng

Pada metode ini zat yang akan diuji kepekaan antibakterinya

diencerkan secara serial dengan pengenceran kelipatan dua dalam

medium agar pada suhu 40-50oC, kemudian dituang dalam cawan

Petri. Setelah lempeng agar membeku ditanam inokulum bakteri

dan diinkubasi pada suhu dan jangka waktu yang sesuai dengan

pertumbuhan bakteri uji. Kadar hambat minimum zat antibakteri

yang diuji, ditentukan sebagai konsentrasi terendah yang masih

dapat menghambat pertumbuhan bakteri.


16

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengujian aktivitas antibakteri

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengujian aktivitas antibakteri

adalah (14):

a. Kepadatan inokulum

Kepadatan inokulum merupakan salah satu variabel terpenting

yang dipengaruhi besar kecilnya zona hambatan dan KHM. Pada

umumnya makin banyak jumlah inokulum, maka diameter zona

hambat yang terbentuk masih kecil. Jika jumlah inokulum makin

sedikit, maka zona hambat yang terbentuk makin lebar, karena zat

antimikroba dapat berfungsi lebih jauh.

b. Komposisi medium

Medium pertumbuhan bakteri terdiri dari sumber karbon, mineral,

protein dan lain-lain. Aktivitas antimikroba dipengaruhi oleh kation-

kation dalam medium, pH medium dan temperatur inkubasi.

Temperatur optimal bagi pertumbuhan mikroba patogen adalah

35-37oC untuk mendapatkan pertumbuhan optimum pada mikroba

patogen temperatur yang lebih rendah untuk mengetahui pertumbuhan

mikroba akan langsung lebih lama, namun temperatur yang rendah

juga akan meningkatkan viskositas medium sehingga laju difusi akan

mengalami penurunan.

c. Waktu inkubasi

Zona hambat dapat ditentukan beberapa jam pertama setelah

inkubasi, maka zona hambatan dapat diukur setelah pertumbuhan


17

bakteri. Pada inkubasi selanjutnya zona akan menjadi lebih kecil

karena terjadi perubahan pertumbuhan pada tepi zona konsentrasi

hambat minimum (KHM) menjadi lebih besar.

d. Konsentrasi zat antibakteri

Semakin besar konsentrasi zat antibakteri maka semakin besar pula

zona hambat yang terbentuk.

D. Medium (15)

Medium adalah bahan yang digunakan untuk menumbuhkan

mikroorganisme di atas atau di dalamnya. Medium digunakan oleh

miroorganisme untuk pertumbuhan, untuk isolasi, memperbanyak

pengujian sifat fisiologis dan guna memproduksi metabolit sekunder, agar

mikroba dapat tumbuh baik.

Medium yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. cukup mengandung unsur makanan yang mudah diambil oleh bakteri

b. memiliki tekanan osmotik yang sesuai dengan kebutuhan bakteri

c. memiliki pH yang sesuai dengan kebutuhan bakteri

d. medium harus steril

6. Bakteri (12)

Bakteri adalah sel prokariotik yang berukuran kecil terdiri dari satu sel,

memiliki DNA maupun RNA, hanya dapat dilihat dengan mikroskop dan

berkembang biak dengan membelah diri atau aseksual. Pada umumnya ada 3

bentuk sel bakteri yaitu kokus, basilus, dan spiral. Kokus, mempunyai bentuk

seperti buah beri kecil, sejumlah kokus hidup secara khas sendiri-sendiri,
18

sedangkan yang lainnya ditemukan berpasangan, kubus atau rantai panjang

tergantung pada cara membelah diri dan kemudian melekat satu sama lain

setelah pembelahan. Basilus, bentuknya berupa tongkat pendek, batang atau

silindris, ukurannya sangat beranekaragam. Spiral, mempunyai bentuk yang

bermacam-macam, ada yang seperti batang yang melengkung menyerupai

koma (vibrio), berbentuk lilitan atau spiral yang sebenarnya (spirillum),

spirochaeta juga berbentuk spiral tapi berbeda dalam hal kemampuannya

melenturkan dan melekuk-lekukan tubuhnya sambil bergerak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri

a) Nutrisi (makanan)

Kebutuhan makanan mikroba meliputi: air, karbon, asam amino,

nitrogen, dan faktor tumbuh.

b) Suhu

Masing-masing mikroba memerlukan suhu tertentu untuk

pertumbuhannya yang disebut dengan suhu optimum. Mikroba

mempunyai suhu optimum 30-37oC.

c) pH medium

Mikroba tumbuh baik pada pH 6-8, bila mikroba dikultivasi di dalam

suatu medium yang pHnya telah disesuaikan dapat ditambahkan larutan

penyangga untuk mencegah pergeseran pH akibat adanya senyawa-

senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhan seperti

KH2PO4.
19

d) Oksigen

Adanya oksigen diperlukan untuk berlangsungnya pertumbuhan dan

metabolisme mikroba.

e) Zat kimia

Zat kimia yang hanya menghambat pertumbuhan mikroba tanpa

membunuhnya disebut antiseptik atau bakteriostatik, sedangkan zat kimia

yang dapat membunuh mikroba disebut desinfektan atau bakterisid. Suatu

zat kimia yang bersifat bakterisid atau antiseptik berlangsung pada

besarnya konsentrasi zat atau lamanya mikroba terkena zat tersebut.

Beberapa zat kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan

mikroba antara lain fenol, formaldehid, alkohol dan senyawa kimia yang

berasal dari bahan alam seperti saponin.

f) Cahaya

Pertumbuhan dan daya hidup mikroba biasanya lebih baik dalam

keadaan gelap. Cahaya langsung akan memperpendek masa hidup

mikroba.

E. Fase-fase pertumbuhan bakteri (16)

1. Fase tenggang (Lag phase)

Fase lag adalah suatu fase dimana mikroorganisme beradaptasi dengan

lingkungan sekitarnya. Apabila suatu mikroorganisme diinokulasi ke

dalam medium baru, pembiakan biasanya tidak segera terjadi. Selama fase

ini belum terlihat adanya pertambahan ukuran sel, kegiatan metabolisme,

penyesuaian terhadap lingkungan baru dan pembentukan enzim-enzim


20

serta metabolit-metabolit antara yang dibutuhkan untuk berlangsungnya

perkembangbiakan.

2. Fase logaritmik (Log phase)

Fase log terjadi setelah fase lag selesai, dimana fase log ini mulai

terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Sel-sel akan membelah dan

jumlahnya meningkat secara logaritmik sesuai dengan pertambahan waktu.

Nilai logaritma dari jumlah mikroorganisme yang hidup dibandingkan

waktu terhadap grafik akan memperlihatkan suatu garis lurus. Selama fase

log ini berlangsung, mikroorganisme mempunyai kegiatan metabolisme

yang tinggi dan lebih peka terhadap antibiotika.

3. Fase menetap (Stationary phase)

Fase stationary atau fase setimbang adalah suatu keadaan setimbang

antara bertambahnya mikroorganisme baru dan matinya mikroorganisme

hampir sama banyak. Hal ini mungkin disebabkan karena berkurangnya

zat-zat makanan di dalam media pertumbuhan menumpuknya produk-

produk yang beracun.

4. Fase penurunan (Death phase)

Fase kematian adalah suatu dimana jumlah populasi mikroorganisme

mulai menurun akibat matinya sel-sel mikroorganisme. Pada fase ini laju

kematian melampaui laju pembiakan dan biasanya pembiakan terhenti.

Faktor-faktor yang berpengaruhi pada fase ini adalah habisnya zat-zat

makanan dan menumpuknya zat-zat beracun.


21

7. Bakteri uji (17, 18, 19)

Pada penelitian ini digunakan bakteri uji Pseudomonas aeruginosa

a. Klasifikasi bakteri Pseudomonas aeruginosa sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Divisio : Schizophyta

Class : Schizomycetes

Ordo : Pseudomonadales

Sub Ordo : Pseudomonadinae

Familia : Pseudomonadacea

Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas aeruginosa

b. Morfologi

Bakteri ini berbentuk langsing, Gram negatif, berukuran 1,5 sampai 3

m x 3,5 m, bergerak aktif dan flagel salah satu ujungnya tidak

bersimpai.

c. Sifat-sifat biakan

Tumbuh secara aerob, pada pembenihan gizi sederhana dengan suhu

optimum 37oC bersifat oksidatif positif dan akan menentukan warna biru

jika ditambahkan senyawa dimetil D-fenilene-diamin dihidroklorida.

d. Daya tahan

Bakteri ini mati oleh pemanasan 56oC tahan terhadap antiseptik dan

desinfektan biasa. Kebal terhadap sebagian besar antibiotika meskipun

demikian peka terhadap polimiksin, gentamisin, dan tetrasiklin.


22

e. Patogenesis

Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu bakteri penyebab

infeksi nosokomial. Biasanya bakteri ini menyebabkan infeksi sekunder

pada luka, luka bakar, dan tukak menahun pada kulit.

8. Antibiotik pembanding (20, 21, 22)

Ampisilin adalah serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau. Kelarutan dari

Ampisilin sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut dalam benzen, dalam

karbon tetraklorida dan dalam kloroform. Ampisilin berbentuk anhidrat dan

trihidrat, mengandung tidak kurang dari 900 g dan tidak lebih dari 1050

g/mg C16H19N3O4S dihitung terhadap zat anhidrat. Aktivitasnya adalah

spektrum luas tetapi lebih besar terhadap bakteri gram negatif, tetapi di

inaktifkan oleh -laktamase. Ampisilin memiliki kadar zona hambat

0,02-8 g/ml untuk bakteri Gram negatif.

B. Kerangka Berpikir

Daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) digunakan untuk

mengobati luka, anti-radang dan rambut rontok. Daun mangkokan

(Nothopanax scutellarium Merr.) mempunyai kandungan kimia berupa

alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol(4). Pseudomonas aeruginosa

merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi luka, untuk mencegah

pertumbuhan bakteri tersebut dapat menggunakan daun mangkokan yang

berkhasiat mengobati luka. Ekstrak etanol 70% daun daun mangkokan terbukti
23

memiliki aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aerugonisa dengan

potensi relatif sebesar 4,85x10-2 (5).

Untuk penelitian ini dilakukan ekstraksi dengan cara maserasi dengan

mengunakan pelarut etanol 70%. Pelarut etanol 70% dapat melarutkan zat-zat

seperti polifenol, saponin, flavonoid, steroid. Tujuan dilakukan fraksinasi

adalah untuk memisahkan kandungan kimia yang terdapat pada daun

mangkokan berdasarkan perbedaan polaritasnya. Etanol 70% adalah larutan

penyari bersifat polar sedangkan etil asetat adalah larutan yang bersifat

semipolar sehingga zat-zat yang terkandung di dalam daun mangkokan dapat

terpisah sesuai dengan sifatnya. Senyawa semipolar tertarik pelarut semipolar

dan senyawa polar tertarik dengan pelarut polar. Senyawa semi polar yang

mungkin tertarik dalam pelarut etil asetat adalah flavonoid yang diduga

memiliki aktivitas sebagai antibakteri (7, 8)

Dari masing-masing fraksi dilakukan uji aktivitas untuk mengetahui

daya hambatnya terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dilakukan dengan

metoda difusi agar mengunakan kaca silinder. Setelah itu dihitung kesetaraan

konsentrasi fraksi etil asetat daun mangkokan dengan antibiotik ampisilin

terhadap zona bening sehingga diperoleh nilai potensi relatif. Penetapan

potensi relatif sediaan uji dilakukan terhadap zat pembanding sehingga

sediaan uji mempunyai potensi relatif yang dapat digunakan sebagai dosis

penyetaraan dengan zat pembanding.


24

C. Hipotesis

Fraksi etil asetat dari ekstrak etanol 70% daun daun mangkokan

(Nothopanax scutellarium Merr.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Pseudomonas aeruginosa.
25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Jadwal Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium

Mikrobiologi FMIPA Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka, Klender

Jakarta Timur.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan April sampai bulan Agustus

2010.

B. Metode Penelitian

1. Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : Vacuum rotary

evaporator, gelas ukur (Pyrex), timbangan analitik (Adventurer ohasus),

batang pengaduk, corong (Pyrex), mortir, kertas saring, aluminium foil,

mikropipet (Brand), Laminar Air Flow, kapas, oven, autoklaf, jangka sorong,

pipet ukur (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), pembakar spirtus, stopwatch, kaca

silinder (Pyrex), corong pisah (Pyrex), pinset, alat- alat gelas, gelas objek,

cawan uap, penangas air, cawan Petri (Pyrex), Ose, inkubator, dan Erlenmeyer

(Pyrex), Spektrofotometer (Genesis 20).

25
26

2. Bahan penelitian

a. Simplisia

Bahan uji yang digunakan adalah daun mangkokan (Nothopanax

scutellarium Merr.) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah

dan Obat (Balittro), Bogor dan dideterminasi di Herbarium Bogoriensi,

LIPI Cibinong.

b. Bakteri Uji

Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pseudomonas

aeruginosa.

3. Bahan kimia

Etanol 70%, aquadest steril, etil asetat, HCl 2N dan lain-lain.

4. Medium

Medium yang digunakan adalah Nutrient Agar dan Nutrient Broth.

5. Antibiotik pembanding

Antibiotik yang digunakan adalah Ampisilin.

C. Pola Penelitian

1. Pengumpulan dan penyediaan simplisia

2. Pembuatan ekstrak daun mangkokan

3. Pembuatan fraksi etil asetat daun mangkokan

4. Uji karakteristik fraksi etil asetat daun mangkokan

5. Pembuatan larutan uji

6. Pembuatan medium

7. Pengenceran antibiotik pembanding


27

8. Pembuatan biakan bakteri

9. Pembuatan suspensi bakteri uji

10. Uji hayati

11. Metode pengamatan

D. Prosedur Penelitian

1. Pengumpulan dan penyediaan simplisia

Bahan yang digunakan adalah daun mangkokan (Nothopanax scutellarium

Merr.) yang sebelumnya dideterminasi di Herbarium Bogoriense. Daun

mangkokan tua yang akan digunakan dicuci dengan air hingga bersih,

dipotong tipis dengan irisan melintang, ditiriskan, lalu dapat dikeringkan

langsung di bawah sinar matahari sampai kering. Setelah kering, kemudian

ditumbuk sampai menjadi serbuk, dan diayak dengan nomor pengayak mesh

20, serbuk yang diperoleh disimpan dalam wadah yang bersih dan tertutup

rapat.

2. Pembuatan ekstrak daun mangkokan

Serbuk simplisia sebanyak 500 gram dimasukkan dalam bejana maserasi

ditambahkan 2 L etanol 70% dihomogenkan, lalu direndam selama 3 hari

sambil sesekali diaduk dan disaring, lakukan 3 kali pengulangan. Filtrat

dikentalkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 50 C sampai

volume yang diinginkan.

3. Pembuatan fraksi etil asetat daun mangkokan

Hasil dari ekstrak yang telah dipekatkan dalam rotary evaporator

dimasukkan di dalam corong pisah ditambahkan larutan n-heksan kocok


28

kurang lebih 15 menit, terbentuk dua lapisan, yaitu residu etanol dan lapisan

n-heksan, pisahkan lapisan n-heksan. Residu etanol ditambahkan pereaksi etil

asetat dan air dengan perbandingan 1:1:1 kocok kurang lebih 15 menit,

terbentuk dua lapisan, pisahkan fraksi etil asetat dan fraksi etanol yang didapat

dipekatkan dengan rotary evaporator.

4. Uji karakteristik fraksi etil asetat daun mangkokan (8)

a. Uji organoleptis

Pemeriksaan organoleptis adalah pendeskripsian bentuk, warna, bau,

rasa menggunakan panca indera, meliputi bantuk : padat, serbuk kering,

kental, cair. Warna : kuning, coklat. Bau : aromatik, tidak berbau. Rasa :

pahit, manis, kelat.

b. Uji penapisan fitokimia (23)

1) Identifikasi alkaloid

Sebanyak 1 ml fraksi etil asetat ditambahkan 1 ml HCl 2N dan 9

ml air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit dinginkan dan

saring. Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, tambahkan 2 tetes

Bouchardat. Terbentuk endapan coklat sampai hitam maka

menunjukkan adanya alkaloid. Endapan menggumpal berwarna putih

atau kuning dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya alkaloid.

2) Identifikasi flavonoid

a) Sebanyak 1 ml fraksi etil asetat didihkan di dalam 10 ml air panas

selama 5 menit, saring. Terhadap 5 ml filtrat ditambahkan serbuk


29

magnesium, 1 ml asam klorida pekat kocok kuat. Adanya

flavonoid ditunjukkan oleh warna merah, kuning dan jingga.

b) Sebanyak 1 ml fraksi etil asetat ditimbang lalu ditambahkan H2SO4

pekat berwarna kuning sampai jingga menunjukkan adanya

flavonoid.

c) Sebanyak 1 ml fraksi etil asetat ditimbang lalu ditambahkan FeCl3

berwarna hijau kecoklatan menunjukkan adanya flavonoid.

3) Identifikasi saponin

Dimasukkan 1 ml fraksi etil asetat ke dalam tabung reaksi,

tambahkan 10 ml air panas, dinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat

selama 10 detik. Kemudian amati ada atau tidaknya buih, jika

terbentuk buih setinggi 3 cm dan pada saat penambahan asam klorida

buih tidak hilang, menunjukkan adanya saponin.

4) Identifikasi steroid

Sebanyak 1 ml fraksi etil asetat dimasukkan ke dalam tabung

reaksi ditambahkan 5 ml kloroform, di panaskan sebentar di penangas

air sambil dikocok-kocok lalu didinginkan. Diambil 1 ml kloroform

dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lainnya. Ke dalam

tabung diteteskan pereaksi Lieberman-Bauchardat yang terdiri dari 20

tetes anhidrat asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat maka akan terbentuk

warna hijau sampai biru untuk terpenoid dan warna merah untuk

steroid.
30

5) Identifikasi tanin

Sebanyak 1 ml fraksi etil asetat dimasukkan ke dalam tabung

tambahkan 50 ml air, didihkan selama 15 menit, dinginkan, saring

dengan kertas saring, ambil filtratnya lalu tambahkan 1-2 tetes FeCl3

1% akan terbentuk warna biru tua (tannin galat) atau hijau kehitaman

(tannin katekuat) menunjukkan adanya golongan tanin.

c. Uji susut pengeringan (8)

Ditimbang 1 g fraksi kemudian dimasukkan ke dalam botol timbang

dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan terlebih dahulu selama

30 menit pada suhu 105oC dan telah ditara. Letakkan zat dalam botol

timbang dengan menggoyangkan botol, hingga terbentuk lapisan setebal

lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, masukkan ke dalam ruang pengeringan

dalam keadaan tutup botol terbuka pada suhu 105oC hingga bobot tetap.

d. Rendemen fraksi

Perhitungan rendeman dilakukan dengan menghitung jumlah fraksi

kering yang didapat terhadap jumlah serbuk kering sebelum dilakukan

ekstraksi kemudian dikalikan 100 %.

Fraksi kering
Rendemen = x 100%.................................................(1)
Serbuk kering

5. Pembuatan larutan uji

Sebanyak 150 mg fraksi kering etil asetat dilarutkan sampai 100 ml

dengan aquadest steril, diperoleh sebagai larutan induk dengan konsentrasi

1500 g/ml. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol daun


31

mangkokan memiliki kemampuan dalam menghambat bakteri Pseudomonas


(5)
aeruginosa pada konsentrasi 900 g/ml . Orientasi konsentrasi yaitu 300,

600, 900, 1200, 1500 g/ml. Untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 300

g/ml pipet 2 ml dari larutan induk encerkan dengan aquadest ad 10 ml, untuk

mendapatkan konsentrasi larutan uji 600 g/ml pipet 4 ml dari larutan induk

lalu encerkan dengan aquadest ad 10 ml, untuk mendapatkan konsentrasi

larutan uji 900 g/ml pipet 6 ml dari larutan induk lalu encerkan dengan

aquadest ad 10 ml, untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 1200 g/ml

pipet 8 ml dari larutan induk lalu encerkan dengan aquadest ad 10 ml, untuk

mendapatkan konsentrasi larutan uji 1500 g/ml pipet 10 ml dari larutan induk

lalu encerkan dengan aquadest ad 10 ml.

6. Pembuatan medium

a) Pembuatan medium Nutrient Agar

Sebanyak 20 gram dilarutkan dengan 100 ml aquadest steril di dalam

Erlenmeyer, kemudian dimasak sampai mendidih sambil diaduk hingga

bahan larut. Setelah mendidih Erlenmeyer ditutup lalu disterilkan dalam

autoklaf dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15-20 menit.

b) Pembuatan medium Nutrient Broth

Ditimbang medium 0,65 gram medium NB masukkan ke dalam

Erlenmeyer 100 ml, larutkan dalam 50 ml aquadest steril kemudian

didihkan sampai mendidih, kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada

suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.


32

7. Pengenceran antibiotik pembanding

Sebanyak 50 mg Ampisilin larutkan dalam aquadest sampai volume

100 ml sehingga diperoleh konsentrasi sebesar 500 g/ml sebagai larutan

induk tersebut dilakukan pengenceran dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan

50 g/ml. Pengambilan beberapa konsentrasi menggunakan pipet ukur, untuk

memperoleh konsentrasi 10 g/ml, dipipet dari larutan induk sebanyak 0,2 ml

lalu diencerkan sampai volume ad 10 ml. Untuk memperoleh konsentrasi 20

g/ml, dipipet dari larutan induk sebanyak 0,4 ml lalu diencerkan sampai

volume ad 10 ml dan seterusnya sampai didapat konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan

50 g/ml.

8. Pembuatan biakan bakteri

Bakteri dari biakan murni diambil dengan menggunakan jarum ose.

Dipindahkan ke dalam medium Nutrient Agar miring, dilakukan di dalam

Laminar Air Flow, kemudian diinkubasi dengan suhu 37oC selama 24 jam.

9. Pembuatan suspensi bakteri uji

Biakan bakteri yang berumur 24 jam, dibilas dengan aquadest steril

sebanyak 10 ml dibersihkan dengan menggunakan jarum ose tanpa mengenai

agarnya dilakukan dalam Laminar Air Flow. Diukur serapannya dengan

menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 580 nm hingga

diperoleh transmittan 25%.


33

10. Uji hayati

Suspensi bakteri diambil 25 ml kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer

larutkan dalam 250 ml NA hangat sambil dikocok. Kemudian medium

dituangkan ke dalam cawan Petri menggunakan pour plate methode. Setelah

medium setengah padat kemudian kaca silinder ditanam pada medium

pembenihan dengan beberapa konsentrasi fraksi. Fraksi ditanam dalam benih

pembenihan, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam, lalu amati

zona hambatan yang dihasilkan.

11. Metode pengamatan

Setelah 24 jam diamati adanya pembentukan zona bening di sekitar kaca

silinder. Terhadap zona bening yang dihasilkan, diukur diameter zona bening

dengan menggunakan jangka sorong. Perhitungan zona bening dilakukan

dengan mengurangi diameter zona bening dilakukan dengan mengurangi

diameter zona bening dengan diameter kaca silinder.

B. Metode Analisis (24)

Data diameter zona bening yang diperoleh dihitung secara statitik dengan

regresi linear dengan rumus:

Y = a + bx................................(2)

Y = rata-rata diameter zona hambat yang terbentuk

a = titik potong antara sumbu X dan sumbu Y

b = nilai slope (kemiringan)

x = nilai konsentrasi
34

Selain itu dihitung juga kesetaraan konsentrasi fraksi dengan antibiotik

pembanding (tetrasiklin) pembanding terhadap zona bening sehingga

diperoleh nilai potensi relatif.

Xs
PR = . .........................................................................................(3)
Xu

PR = potensi relatif

Xs = konsentrasi antibiotik pembanding

Xu = konsentrasi larutan uji


35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil determinasi tanaman

Hasil determinasi yang dilakukan di Herbarium Bogoriense,

Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor diperoleh

tanaman dengan nama jenis Nothopanax scutellarium Merr.

2. Hasil perolehan ekstrak

Daun mangkokan kering = 1500 gram

Daun mangkokan serbuk = 500 gram

Ekstrak cair etanol 70% = 427 ml

3. Hasil fraksinasi

Fraksinasi

Dari 427 ml ekstrak etanol 70% difraksinasi dengan n-heksan

dengan perbandingan 1:1. maka akan diperoleh 2 lapisan, lapisan atas

adalah fraksi n-heksan dan lapisan bawah adalah residu etanol. Residu

etanol difraksinasi lagi dengan menggunakan etil asetat dan tambahkan

air dengan perbandingan 1:1:1, lapisan atas fraksi etil asetat, dan

lapisan bawah fraksi etanol. Fraksi etil asetat kemudian dipekatkan

menggunakan rotary evaporator. Hasil pemekatan diperoleh fraksi cair

etil asetat sebanyak 200 ml kemudian dikeringkan dalam oven dengan

35
36

suhu 40-500C sampai kering. Hasilnya diperoleh fraksi kering etil

asetat sebanyak 1,169 gram.

Tabel I. Hasil fraksinasi

No. Jenis Hasil


1. Fraksi etil asetat 500 ml
2. Fraksi kental etil asetat 200 ml
3. Fraksi kering etil asetat 1,169 gram

4. Pemeriksaan organoleptik

Hasil pengamatan masing-masing serbuk simplisia dan fraksi

keringnya secara organoleptik, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel II. Pemeriksaan organoleptik fraksi

Karakteristik
No. Jenis Fraksi
Bentuk Bau Warna
Massa setengah Hijau
1. Etil Asetat Khas
padat kehitaman

5. Hasil uji penapisan fitokimia

Uji penapisan fitokimia dengan melakukan uji flavonoid, tanin,

alkaloid, saponin. Pengujian dilakukan pada fraksi etil asetat. Hasil

pengujian dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


37

Tabel III. Hasil uji penapisan fitokimia terhadap ekstrak etanol


70% dan fraksi etil asetat

Jenis pemeriksaan Ekstrak etanol 70% Fraksi etil asetat


Alkaloid +
Tannin
Flavonoid + +
Saponin +
Steroid +
Terpenoid

Keterangan :

+ : Dalam fraksi terdapat senyawa yang terkandung


- : Dalam fraksi tidak terdapat senyawa yang terkandung

6. Hasil uji perhitungan rendemen dan susut pengeringan

Tabel IV. Hasil uji perhitungan rendemen dan susut pengeringan

No. Jenis Hasil


1. Susut pengeringan 8,3 %
2. Rendemen 0,2338 %
Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 3.

7. Aktivitas antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dengan menggunakan jangka sorong

didapat hasil bahwa fraksi etil asetat daun daun mangkokan memiliki

aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa.


38

Tabel V. Persamaan regresi linier dan potensi relatif fraksi etil asetat daun
daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) terhadap
Ampisilin menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa

Persamaan Regresi Linier Potensi Relatif


Y1 = 1,967 + 2,4x10-3 X(untuk etil asetat) 2,11x10-2
Y1 = 2,294 + 1,026x10-1 X (untuk Ampisilin)
Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6.

B. Pembahasan

Pada penelitian ini tanaman yang digunakan adalah daun mangkokan

(Nothopanax scutellarium Merr.) yang diketahui secara tradisional dapat

digunakan untuk mengobati luka yang biasanya disebabkan oleh beberapa

jenis bakteri diantaranya Pseudomonas aeruginosa. Daun mangkokan

mempunyai kandungan kimia antara lain saponin, flavonoid dan alkaloid.

Seperti diketahui saponin, flavonoid dan alkaloid mempunyai daya kerja

sebagai antimikroba.

Sebelum digunakan, simplisia yang berupa daun mangkokan harus

dilakukan determinasi terlebih dahulu untuk mencegah kesalahan yang

meliputi jenis, famili dan marga dari simplisia dapat dihindari. Daun

mangkokan yang digunakan adalah daun mangkokan yang sudah tua, dicuci

sampai bersih, dipotong dengan irisan melintang, kemudian dikeringkan.

Setelah kering daun ditumbuk sampai menjadi serbuk.


39

Metode penyarian yang digunakan adalah maserasi (perendaman),

karena cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah

dilakukan serta dapat digunakan untuk bahan aktif yang tidak tahan

pemanasan maupun tahan pemanasan. Cairan penyari yang digunakan adalah

etanol 70% karena sifatnya tidak beracun, bereaksi netral, absorbsinya baik

serta mampu menarik zat-zat seperti flavonoid.

Maserat yang diperoleh sebagian dilakukan fraksinasi dengan corong

pisah menggunakan pelarut etil asetat untuk memisahkan senyawa-senyawa

yang tertarik oleh etanol. Tujuan dari pemisahan ini untuk melihat apakah

senyawa yang tertarik oleh etanol dan etil asetat mempunyai aktivitas

antimikroba yang sama. Setelah diperoleh maserat maka dilakukan

identifikasi secara kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa apa saja

yang terkandung dalam maserat daun mangkokan. Hasil identifikasi secara

kualitatif maka diperoleh fraksi etil asetat mengandung senyawa flavonoid.

Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pseudomonas

aeruginosa. Dasar pemilihan bakteri ini karena bakteri tersebut merupakan

bakteri yang menginfeksi luka. Sebelum dilakukan uji aktivitas, terlebih

dahulu diuji kepadatan jumlah sel bakteri dengan menghitung transmitan

(T25%) dari suspensi bakteri menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 580 nm. Hal ini dilakukan guna mencegah terjadinya kepadatan

sel bakteri yang berlebihan pada saat penggunaan dalam pengujian uji

aktivitasnya.
40

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar

menggunakan kaca silinder yang diletakkan dalam cawan Petri yang telah

berisi media dan bakteri. Metode ini memiliki keuntungan yaitu hasil yang

didapat akurat karena larutan uji yang diisikan ke dalam kaca silinder terukur

0,1 ml pada setiap silinder. Larutan uji maupun pembanding berdifusi ke

dalam medium di sekeliling kaca silinder.

Penentuan aktivitas antibakteri fraksi etil asetat terhadap bakteri

Pseudomonas aeruginosa sebelumnya dilakukan dengan orientasi konsentrasi

yaitu 500, 600, 700, 800, dan 900 g/ml. Berdasarkan konsentrasi tersebut

maka dilakukan pengujian dengan konsentrasi 300, 600, 900, 1200, dan

1500 g/ml. Konsentrasi antibiotik pembanding ampisilin yang digunakan

untuk menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah

10, 20, 30, 40, dan 50 g/ml.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, zona hambat fraksi etil

asetat daun mangkokan serta antibiotik pembanding yang dibuat dalam

5 konsentrasi, semakin besar konsentrasi larutan uji yang dibuat, semakin

besar pula luas zona hambat yang terbentuk. Hal ini menandakan bahwa

besarnya konsentrasi mempengaruhi besarnya zona hambat yang terbentuk.

Berdasarkan hasil potensi relatif yang didapat maka fraksi etil asetat

memiliki aktivitas terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Hal ini

dikarenakan zat aktif yang bersifat antibakteri lebih banyak tersari dalam

pelarut semi polar. Nilai potensi relatif ditentukan dengan membandingkan

konsentrasi larutan yang menghasilkan zona hambat yang sama terhadap


41

bakteri uji yang sesuai. Perhitungan potensi relatif ini bertujuan untuk

mengetahui kekuatan/potensi aktivitas antibakteri dari larutan uji jika

dibandingkan dengan larutan standar (antibiotik pembanding).


42

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Fraksi etil asetat daun daun mangkokan mempunyai aktivitas

antibakteri terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan potensi

relatif yang dihasilkan sebesar 2,11 x 10-2 kali Ampisilin.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas daun

mangkokan sebagai antibakteri dengan fraksi lainnya serta dengan metode

lainnya.

42
43

DAFTAR PUSTAKA

1. Cooper, D. 1996. New York Hospital Center. Cornell Medical Center.


PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hal: 622-624.

2. Anonim, 2005, Menekan Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa Pada


Penderita Fibrosis. Kistik, http://kalbe.co.id. Di akses 19 Maret
2010 pukul 19.00 WIB

3. Syarurachman, A. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi


Revisi. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal. 32.

4. Anonim. 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid 2.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal. 243-244.

5. Andrianti, L. 2005. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Daun


Mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) terhadap bakteri
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan Staphylococcus
aureus ATCC 6538. Skripsi. Jakarta. Hal. 37-41.

6. Anonim. 1986. Sediaan Galenik. Penerbit Direktorat Jenderal


Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Hal. 1, 5, 12.

7. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi VI,


Terjemahan : Padmawinata, Kosasih. ITB, Bandung. Hal. 191-213.

8. Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan Departemen kesehatan


RI. 2002. Buku Panduan Teknologi Ekstrak. Direktorat Jenderal
Pengawas Obat dan Makanan Departemen kesehatan RI. Jakarta.
Hal. 1-2, 6, 13-14.

9. Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Diterjemahkan oleh: Dr. Julius E.S.


Binarupa Aksara. Jakarta. Hal. 77, 82-86.

10. Ganiswara, S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Bagian


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Hal. 571-573.

11. Dwijoseputro, D. 1980. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan.


Surabaya. Hal. 22, 118-134.

12. Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta. Hal. 156-


160, 188-191.

13. Harmita dan Maksum, R. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati. Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal. 2, 7, 26-27, 127-
129.
44

14. Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 2001. Mikrobiologi Kedokteran,


Terjemahan: Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Salemba Medika. Jakarta. Hal. 87 97,
235, 421 428.

15. Volk dan Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Diterjemahkan oleh:


Soenartono Adisoemarto, Ph.D. Jilid I. Edisi ke-5. Erlangga.
Jakarta. Hal. 34-35.

16. Pelzchar, M. S. dan Chan, E.S.C.1986. Dasar-dasar Mikrobiologi.


Diterjemahkan oleh: Ratna Siri Hadioetomo dkk. Jilid 1. UI Press.
Jakarta. Hal 116-118, 135-151, 198-203.

17. Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta,


Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). Gadjah Mada
University Press. Jakarta. Hal. 3-4.

18. Lay, B. W. dan Sugyo, H. 1992. Mikrobiologi. Diterbitkan atas kerjasama


dengan PAV Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Rajawali Pers.
Jakarta. Hal 62.

19. Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran.


Diterjemahkan oleh: dr. Huriawati Hartanto. Edisi 23. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal. 266-267.

20. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen kesehatan


RI. Jakarta. Hal. 779.

21. Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi dan


Keperawatan. Edisi II. Leskonfi. Jakarta. Hal 86, 93-94.

22. Wattimena, J.R. 1991. Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 20-21.

23. Anonim. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Departemen


kesehatan RI. Jakarta. Hal. 326-339.

24. Supranto, J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Hal. 174-179.
45

Lampiran 1. Skema ekstraksi dan fraksinasi

Daun Mangkokan Segar

Cuci bersih, Keringkan dibawah sinar


matahari langsung dan haluskan, lalu
ayak mengunakan pengayak Mesh no.
20
Serbuk Daun Mangkokan
Maserasi dengan etanol 70%

Maserasi

Pekatkan dengan Vacum rotary


evaporator pada suhu 40-50 C

Ekstrak etanol 70% kental

Fraksinasi dengan n-Heksan (1:1)

Fraksi n-Heksan Residu etanol


Fraksi dengan
etil asetat

Fraksi etanol Residu etil asetat


Rotary
evaporator
50C
Fraksi kental Etil Asetat

Oven 50oC

Fraksi Etil Asetat

Gambar 1. Skema ekstraksi dan fraksinasi


46

Lampiran 2. Skema larutan uji

Peremajaan Bakteri dalam


medium NA , 1 x 24 jam

Ambil 1 ose bakteri

Masukkan dalam medium NB


steril

Inkubasi 1 x 24 jam

Transmitan 25 %
Kurang dari 25% ditambahkan
Medium NB steril
Lebih dari 25% diinkubasi

Bakteri uji dengan Transmitan 25%

Masukkan ke dalam medium NA cair


(90% NA : 10% NB)

Masukkan dalam Cawan Petri steril


Cawan Petri ( Medium NA + Bakteri uji ) 15 ml

Tanamkan kaca silinder, masukkan larutan


fraksi 0,1 ml
Medium + Bakteri uji + fraksi Etil asetat

Inkubasi 37C 1x 24 jam


Amati zona bening
Ukur diameter

Diameter zona hambat fraksi

Gambar 2. Skema larutan uji


47

Lampiran 3. Perhitungan susut pengeringan dan rendemen

1. Susut Pengeringan

- Bobot botol kosong : 32,168 gram (a)

- Bobot botol + fraksi : 32,311 gram (b)

- Bobot botol + fraksi (pengeringan) : 32,299 gram (c)

b - c
Susut pengeringan = X 100 %
b - a

32,311 32,299
= X 100 %
32,311 32,168

= 8,3 %

2. Rendemen

Berat fraksi kering daun Mangkokan


Rendemen Fraksi = X 100%
Serbuk daun Mangkokan

1,169 gram
= X 100 %
500 gram

= 0,2338 %
48

Lampiran 4. Aktivitas antibakteri fraksi etil asetat daun daun mangkokan


(Nothopanax scutellarium Merr.) dan Ampisilin terhadap
Pseudomonas aeruginosa

Keterangan gambar:

K= 0 g/ml

1 = ampisilin 10 g/ml

2 = fraksi etil asetat 300 g/ml

3 = ampisilin 20 g/ml

4 = fraksi etil asetat 600 g/ml

5 = ampisilin 30 g/ml

Keterangan gambar :

K= 0 g/ml

1 = fraksi etil asetat 900 g/ml

2 = ampisilin 40 g/ml

3 = fraksi etil asetat 1200 g/ml

4 = ampisilin 50 g/ml

5 = fraksi etil asetat 1500 g/ml


Gambar 3. Aktivitas antibakteri fraksi etil asetat

daun daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) dan Ampisilin terhadap

Pseudomonas aeruginosa.
49

Lampiran 5. Diameter zona hambat fraksi etil asetat daun daun mangkokan
(Nothopanax scutellarium Merr.) dan diameter Ampisilin
terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa

Tabel VI. Diameter zona hambat fraksi etil asetat daun daun mangkokan
(Nothopanax scutellarium Merr.) terhadap pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa

Konsentrasi Diameter zona hambat


X (mm) Y Y SD
(g) Petri I Petri II Petri III (mm) (mm) (mm)
300 2,9 2,6 3,0 8,5 2,83 0,21
600 3,0 3,4 3,8 10,2 3,4 0,40
900 3,6 4,0 4,2 11,8 3,93 0,31
1200 4,5 4,5 4,9 13,9 4,63 0,23
1500 5,9 5,8 5,7 17,4 5,8 0,10

Tabel VII. Diameter zona hambat Ampisilin terhadap pertumbuhan


Pseudomonas aeruginosa

Konsentrasi Diameter zona hambat


X (mm) Y Y SD
(g) Petri I Petri II Petri III (mm) (mm) (mm)
10 4,6 2,2 2,8 9,6 3,2 1,25
20 5,4 4,6 3,2 13,2 4,4 1,11
30 6,3 6,4 3,6 16,3 5,43 1,59
40 7,5 7,7 4,6 19,8 6,6 1,73
50 8,0 8,3 5,4 21,7 7,23 1,59
50

Lampiran 6. Cara menghitung kesetaraan konsentrasi fraksi etil asetat daun


daun mangkokan dengan antibiotik pembanding

Fraksi etil asetat daun daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.)

terhadap Pseudomonas aeruginosa

Nilai Regresi Linier

Untuk Fraksi Etil Asetat Untuk Ampisilin

a = 1,967 a = 2,294

b = 2,4x10-3 b = 1,026x10-1

r = 0,984 r = 0,9953

Y1 = 4,118 Y2 = 5,372

Untuk perhitungan potensi relatif, maka digunakan perbandingan konsentrasi dari

zona hambat yang sama. Berdasarkan persamaan regresi linier daya hambat yang

sama diambil dari nilai daya hambat antibiotik yaitu nilai Y = 5,372.

Untuk Fraksi Etil Asetat: Untuk Ampisilin:

Y1 = a + b Xu Y2 = a + b Xs

5,372 = 1,967 + 2,4x10-3 Xu 5,372 = 2,294+1,026x10-1 Xs

Xu = 1418,74 g/ml Xs = 30 g/ml

Potensi relatif terhadap Ampisilin


Konsentrasi Ampisilin = 30 g/ml = 2,11x 10-2
Konsentrasi Fraksi 1418,74 g/ml

Dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa fraksi etil asetat daun daun

mangkokan mempunyai potensi relatif sebesar 2,11x10-2 kali Ampisilin.


51

Lampiran 7. Persamaan regresi linier dan potensi relatif fraksi etil asetat
daun daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.)
terhadap Ampisilin menggunakan bakteri Pseudomonas
aeruginosa

Tabel VII. Persamaan regresi linier dan potensi relatif fraksi etil asetat daun
daun mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) terhadap
Ampisilin menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa

Persamaan Regresi Linier Potensi Relatif


Y = 1,967 + 2,4 x 10-3 X (untuk etil asetat) 2,11 x 10-2

Y = 2,294 + 1,026x10-1 X (untuk ampisilin)


52

Lampiran 8. Grafik hubungan konsentrasi fraksi etil asetat daun daun


mangkokan dan grafik hubungan konsentrasi Ampisilin
dengan diameter zona hambat terhadap Pseudomonas
aeruginosa

Gambar 4. Grafik hubungan konsentrasi fraksi etil asetat daun daun


mangkokan dengan diameter zona hambat terhadap
Pseudomonas aeruginosa

Gambar 5. Grafik hubungan konsentrasi Ampisilin dengan diameter zona


hambat terhadap Pseudomonas aeruginosa
53

Lampiran 9. Hasil uji determinasi daun mangkokan


54

Lampiran 10. Sertifikat analisis Ampisilin


55

Lampiran 11. Daun mangkokan segar dan ekstrak kering

Gambar 6. Daun Mangkokan

Gambar 7. Ekstrak kering Daun Mangkokan


56

Lampiran 12. Fraksi kering dan fraksinasi

Gambar 8. Fraksi Kering Daun Mangkokan

Fraksi etil asetat

Residu etanol

Gambar 9. Fraksinasi pada corong pisah


57

Lampiran 13. Gambar Rotary evaporator dan Inkubator

Gambar 10. Rotary evaporator

Gambar 11. Inkubator


58

Lampiran 14. Gambar Oven dan Timbangan Analitik

Gambar 12. Oven

Gambar 13. Timbangan Analitik


59

Lampiran 15. Gambar Autoklaf dan Eksikator

Gambar 14. Autoklaf

Gambar 15. Eksikator


60

Lampiran 16. Gambar Spektrofotometer uv-visibel dan LAF

Gambar 16. Spektrofotometer (Genesis 20)

Gambar 17. LAF (Laminar Air Flow)

Anda mungkin juga menyukai