Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Sinusitis dan Polip Hidung”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas
laporan kasusyang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan
klinik, khususnya pada Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RSMH Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yoan Levia Magdi,
Sp.T.H.T.K.L.(K), FICSselaku pembimbing yang telah banyak membimbing
dalam penulisan dan penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah
membantu hingga selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan
kesalahan akibat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan laporan kasus di masa mendatang. Semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi pembaca.

Palembang, Agustus2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
2.1 Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal...........................................3
2.1.1 Anatomi Hidung...........................................................................3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal........................................7
2.1.3 Kompleks Ostiomeatal...............................................................11
2.2 Sinusitis...........................................................................................13
2.2.1 Definisi dan Klasifikasi................................................................13
2.2.2 Etiologi........................................................................................14
2.2.3 Epidemiologi...............................................................................15
2.2.4 Patofisiologi................................................................................16
2.2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................18
2.2.6 Kriteria Diagnosis........................................................................19
2.2.7 Penatalaksanaan..........................................................................22
2.2.8 Komplikasi..................................................................................24
2.3 Polip Nasal......................................................................................26
2.3.1 Definisi........................................................................................26
2.3.2 Epidemiologi...............................................................................26
2.3.3 Etiologi........................................................................................27
2.3.4 Patofisiologi................................................................................28
2.3.5 Makroskopis................................................................................29
2.3.6 Mikroskopis................................................................................29
2.3.7 Gejala Klinis...............................................................................29

ii
2.3.8 Diagnosis....................................................................................30
2.3.9 Stadium Polip..............................................................................32
2.3.10 Penatalaksanaan.........................................................................32
2.3.11 Prognosis....................................................................................36
BAB III KESIMPULAN....................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di


dunia.. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung
dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau
sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.Survei Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama
dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung
dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-
Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut
adalah 435 pasien, 69% nya adalah sinusitis.1,2
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga
sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit
inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat
prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang
berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk
memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis
dari penyakit rinosinusitis ini.2,3
Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi
bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinusetmoid dan
maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya keorbita dan
intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor
predisposisi yang tak dapat dihindari.1
Polip hidung merupakan massa edematous yang lunak berwarna putih atau
keabu-abuan yang terdapat di dalam rongga hidung dan berasal dari
pembengkakan mukosa hidung atau sinus. Etiologi dan patogenesis dari polip nasi
belum diketahui secara pasti. Sampai saat ini, polip nasi masih banyak
menimbulkan perbedaan pendapat.6

iv
Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan
4,2% di Finlandia. Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan antara
1-4%. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan hanya sekitar
0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di Denmark memperkirakan insidensi polip nasi
sebesar 0,627 per 1000 orang per tahun. Di Indonesia studi epidemiologi
menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3:1 dengan prevalensi 0,2%-
4,3%. Polip hidung dapat timbul pada semua umur tetapi umumnya terjadi pada
penderita dewasa muda dengan rentang usia 30-60 tahun.4
Polip hidung merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan
keluhan sumbatanpada hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat
dirasakan. Etiologi polip terbanyak merupakan akibat reaksi hipersensitivitas
yaitu pada proses alergi,sehingga banyak didapatkan bersamaan dengan
adanya sinusitis.Pada anamnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung,
anosmia, adanya riwayat rinitis alergi, keluhan sakit kepala daerah frontal atau
sekitar mata, adanya sekrethidung.Bila menyumbat ostiumsinus paranasalis
mengakibatkan terjadinya sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan hidung
berair. Penegakan diagnosis polip nasi dapat didapatkan dari hasil
anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan dapat
secara medikamentosa,non medikamentosa, maupun operatif.4,5

v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

SINUSITIS
2.2.1 Definisi dan Klasifikasi
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena
alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada
salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis
atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3
minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu
tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun).Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai
semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis,
yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksilaris dan sinusitis
ethmoidalis.Secara klinis sinusitis dibagian atas:
 Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
 Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu hingga beberapa
bulan.
 Sinusitis Kronis, bila infeksi beberapa bulah hingga beberapa tahun.
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi atas:
 Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala
sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat
menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut (influenza), polip, dan
septum deviasi
 Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre
molar dan molar). Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus
pneumoniae, Hemophilus influenza, Steptococcus viridans,
Staphylococcus aureus, Branchamella catarhatis2,10

vi
2.2.2 Etiologi4
Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat memberikan
kontribusi dalamterjadinya obstruksi akut ostia sinus atau gangguan
pengeluaran cairan oleh silia,yang akhirnya menyebabkan sinusitis.
Penyebab nonifeksius antara lain adalahrinitis alergika, barotrauma, atau
iritan kimia. Penyakit seperti tumor nasal atautumor sinus (squamous cell
carcinoma), dan juga penyakit granulomatus (Wegener’s granulomatosis
atau rhinoskleroma) juga dapat menyebabkanobstruksi ostia sinus,
sedangkan konsisi yang menyebabkan perubahan kandungansekret mukus
(fibrosis kistik) dapat menyebabkan sinusitis dengan
mengganggupengeluaran mukus.4
Di rumah sakit, penggunaan pipa nasotrakeal adalah faktor resiko
mayor untuk infeksi nosokomial di unit perawatan intensif.Infeksi sinusitis
akut dapat disebabkan berbagai organisme, termasuk virus, bakteri, dan
jamur. Virus yang sering ditemukan adalah rhinovirus, virusparainfluenza,
dan virus influenza. Bakteri yang sering menyebabkan sinusitisadalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
moraxellacatarralis. Bakteri anaerob juga terkadang ditemukan sebagai
penyebabsinusitis maksilaris, terkait dengan infeksi pada gigi premolar.
Sedangkanjamur juga ditemukan sebagai penyebab sinusitis pada pasien
dengan gangguan sistem imun, yang menunjukkan infeksi invasif yang
mengancam jiwa. Jamur yang menyebabkan infeksi antara lain adalah dari
spesies Rhizopus, rhizomucor,Mucor, Absidia, Cunninghamella,
Aspergillus, dan Fusarium.4
2.2.3 Epidemiologi
Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia,
terutama di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin,
dengan konsentrasi pollen yang tinggiterkait dengan prevalensi yang lebih
tinggi dari sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden
yang terbesar. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa
penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit

vii
peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.
Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita
sinusitis.Virusadalah penyebab sinusitis akut yang paling umum
ditemukan. Namun, sinusitisbakterial adalah diagnosis terbanyak kelima
pada pasien dengan pemberianantibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan
setiap tahunnya untuk pengobatanmedis sinusitis, dan 60 milyar lainnya
dihabiskan untuk pengobatan operatifsinusitis di Amerika Serikat.2,4
Kejadian sinusitis umumnya disertai ataudipicu oleh rhinitis
sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis.
Rinosinusitisadalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan
mungkin akan terus meningkatprevalensinya. Rinosinusitis dapat
mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat.10

2.2.4 Patofisiologi
Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi
bila klirens silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi
tersumbat, yang menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan
berkurangnya tekanan parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk
pertumbuhan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus,
bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah
sinusitis.10
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitisdipengaruhi oleh 3 faktor
yaitu obstruksidrainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan
kuantitas dan kualitas mukosa.Sebagian besar episode sinusitis disebabkan
oleh infeksi virus. Virus tersebut sebagian besar menginfeksi saluran
pernapasan atas seperti rhinovirus, influenza Adan B,parainfluenza,
respiratory syncytial virus, adenovirus dan enterovirus. Sekitar 90 %
pasien yang mengalami ISPA akan memberikan bukti gambaran radiologis
yang melibatkan sinus paranasal. Infeksi virus akan menyebabkan
terjadinya oedem pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan
terjadinya penyempitan atau obstruksipada ostium sinus, dan berpengaruh

viii
pada mekanisme drainase dalam sinus. Selain itu inflamasi, polyps, tumor,
trauma, scar, anatomic varian, dan nasal instrumentation juga
menyebabkan menurunya patensi sinus ostia.10,11
Virus yang menginfeksi tersebut dapat memproduksi enzim dan
neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi
virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang
aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang
merupakanmedia yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen.
Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya
akumulasi cairan pada sinus.Terganggunya fungsi silia tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor sepertikehilangan lapisan epitel bersilia,
udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri,environmental
ciliotoxins, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan
mukosa,parut, primary cilliary dyskinesia (Kartagener syndrome).12
Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal
meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari
virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia
di dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan
untukberkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga
akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit. Sinusitis
kronis dapat disebabkan oleh fungsilapisan mukosilia yang tidak adekuat,
obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, danterdapatnya beberapa
bakteri patogen.10,13
Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan
akar gigi pre molar dan molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan
problem klinis seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral
dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus. Sinusitis maksila
diawali dengan sumbatan ostium sinus akibat proses inflamasi pada
mukosa rongga hidung. Proses inflamasi ini akan menyebabkan gangguan
aerasi dan drainase sinus. Keterlibatan antrum unilateral seringkali
merupakan indikasi dari keterlibatan gigi sebagai penyebab. Bila hal ini

ix
terjadi maka organisme yang bertanggung jawab kemungkinan adalah
jenis gram negatif yang merupakan organisme yang lebih banyak
didapatkan pada infeksi gigi daripada bakteri gram positif yang merupakan
bakteri khas pada sinus.12,13
Penyakit gigi seperti abses apikal, atau periodontal dapat
menimbulkan gambaran radiologi yang didominasi oleh bakteri gram
negatif, karenanya menimbulkan bau busuk. Pada sinusitis yang
dentogennya terkumpul kental akan memperberat atau mengganggu
drainase terlebih bila meatus medius tertutup oleh oedem atau pus atau
kelainan anatomi lain seperti deviasi, dan hipertropi konka. Akar gigi
premolar kedua dan molar pertama berhubungan dekat dengan lantai dari
sinus maksila dan pada sebagian individu berhubungan langsung dengan
mukosa sinus maksila. Sehingga penyebaran bakteri langsung dari akar
gigi ke sinus dapat terjadi.10

2.2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis sinusitis sangat bervariasi. Keluhan utama yang
paling seringditemukan adalah tidak spesifik, dan dapat berupa sekret
nasal purulen, kongestinasal, rasa tertekan pada wajah, nyeri gigi, nyeri
telinga, demam, nyeri kepala,batuk, rasa lelah, halitosis, atau
berkurangnya penciuman. Gejala seperti ini sulitdibedakan dengan infeksi
saluran nafas atas karena virus, sehingga durasi gejalamenjadi penting
dalam diagnosis. Pasien dengan gejala diatas selama lebih dari 7 hari
mengarahkan diagnosis ke arah sinusitis.10
Sinusitis maksilaris akut biasanya menyusul infeksi saluran napas
atas yang ringan. Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum
nasi merupakan faktor-faktorpredisposisi lokal yang paling sering
ditemukan. Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupademam, malaise,
dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan
pemberiananalgetik biasa seperti aspirin.11,12

x
Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak matadan
kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di
dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri
pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga.
Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri
pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung
dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada.10,11
Gambaran radiologik sinusitis akut mula-mula berupa penebalan
mukosa,selanjutnya opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang
membengkak hebat, atau akibatakumulasi cairan yang memenuhi sinus.
Biakan bakteri yang muncul biasanya Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, bakteri anaerob, Branghamellacatarrhalis. Jika
tidak mendapatkan penanganan yang adekuat Sinusitis maksilaris akut
dapat berubah menjadi sinusitis maksilaris kronis yang berlangsung
selama beberapa bulanatau tahun.12

2.2.6 Kriteria Diagnosis1,2,12,14


A. Sinusitis akut2,12,14
Anamnesis
Gejala mayor Gejala minor

Nyeri atau rasa tertekan pada


Sakit kepala
wajah

Sekret nasal purulen Batuk

Demam Rasa lelah

Kongesti nasal Rasa lelah

Obstruksi nasal Halitosis

Hiposmia atau anosmia Nyeri gigi

xi
Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat
ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke
nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri didaerah infraorbita
dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi.
Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu
dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat
perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila
peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.
Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan
tampak pembengkakan di pipidan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi
anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis
maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus
atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di
nasofaring (post nasal drip).
Pemeriksaan fisik
Pada Inspeksi yang diperhatikan adalah ada tidaknya
pembengkakan pada muka, pipi sampai kelopak mata atas/bawah yang
berwarna kemerahan. Pada palpasi dapat sinus paranasal ditemukan nyeri
tekan dan tenderness.
Rhinoskopi anterior dengan atau tanpa dekongestan. Untuk menilai
status dari mukosa hidung dan ada tidaknya,warna cairan yang keluar.
Kelainan anatomis juga dapat dinilai dengan pemeriksaan ini.Pemeriksaan
transiluminasi pada sinus maksila dan frontal dapat menunjukkan adanya
gambaran gelap total, apabila hanya sebagian dinyatakan tidak spesifik.1

Pemeriksaan penunjang

xii
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi
suram atau gelap. Transluminasi bermakna bila salah satu sinus yang sakit,
sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.

Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan


tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air
fluid level) pada sinus yang sakit.

Pemeriksaan mikrobiologik atau biakan hapusan hidung dilakukan


dengan mengambil sekret dari meatus medius. Mungkin ditemukan
bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal atau kuman
patogen, seperti Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus dan
Haemofilus influenza. Selain itu mungkin ditemukan juga virus atau
jamur.

B. Sinusitis Kronis1,2,14
Anamnesis
Keluhan umum yang membawa pasien sinusitis kronis untuk
berobat biasanya adalah kongesti atau obstruksi hidung. Keluhan biasanya
diikuti dengan malaise, nyeri kepala setempat, sekret di hidung, sekret
pasca nasal (post nasal drip) , gangguan penciuman dan pengecapan.

Pemeriksaan Fisik

Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari


meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di
nasofaring atau turun ke tenggorok.

Pemeriksaan penunjang
Transluminasi dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksilaris dan
sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada
pemeriksaan transluminasi tampak gelap didaerah infraorbita, mungkin
berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat
neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar didalam sinus
maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan transluminasi.

xiii
Pemeriksaan radiologik pada sinusitis kronis tidak dianjurkan,
penggunaannya dibatasi hanya untuk sinusitis maksilaris akut atau
sinusitis frontalis.

CT scan salah satu modalitas yang dapat digunakan untuk


mengidentifikasi dan mengevaluasi anatomi dan patologi sinus. Staging
dapat dilakuan dengan menggunakan CT scan. Sistem stagging ini
sederhana, mudah diingat dan sangat efektif untuk mengklasifikasikan
sinusitis kronis. Stagging ini membantu dalam perencanaan operasi dan
hasil terapi. Stagging didasarkan pada perluasan penyakit setelah terapi
medis. Stagging tersebut terbagi atas:

- Stage I : Satu fokus penyakit


- Stage II : Penyakit noncontiguous melalui labirin ethmoid
- Stage III : Difuse yang responsif terhadap pengobatan
- Stage IV : Difuse yang tidak responsif dengan pengobatan.

2.2.7 Penatalaksanaan1,2,4
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:1
 Mempercepat penyembuhan
 Mencegah komplikasi
 Mencegah perubahan menjadi kronik.
Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa)
dan pembedahan (operasi).Penatalakanaan yang dapat diberikan pada
pasien sinusitis akut, yaitu:
Pada sinusitis akut, diberikan amoksisilin (40 mg/kgbb/hari) yang
merupakan first line drug, namun jika tidak ada perbaikan dalan 48-72
jam, dapat diberikan amoksisilin/klavulanat. Sebaiknya antibiotik
diberikan selama 10-14 hari.1,4

Pada kasus sinusitis kronis, antibiotik diberikan selama 4-6


minggu sebelum diputuskan untukpembedahan. Dosis amoksisilin dapat
ditingkatkan sampai 90 mg/kgbb/hari.Pada pasien dengan gejala berat

xiv
atau dicurigai adanya komplikasi diberikan antibiotik secara intravena.
Sefotaksim atau seftriakson dengan klindamisin dapat diberikan pada
Streptococcuspneumoniae yang resisten.1,2

Terapi tambahan: Terapi tambahan meliputi pemberian


antihistamin, dekongestan, dan steroid.

Antihistamin: antihistamin merupakan kontra indikasi pada sinusitis,


kecuali jelas adanya etiologi alergi. Pemberian antihistamin dapat
mengentalkan sekret sehingga menimbulkan penumpukan sekret di
sinus,dan memperberat sinusitis.1,4

Dekongestan: dekongestan topikal seperti oksimetazolin,penileprin akan


menguntungkan jika diberikan pada awal tata laksana sinusitis.
Aktifitasnya akanmengurangi edem atau inflamasi yang mengakibatkan
obstruksi ostium, meningkatkan drainase sekret dan memperbaiki ventilasi
sinus. Pemberian dekongestan dibatasi sampai 3-5 hari untuk mencegah
ketergantungan dan rebound nasal decongestan. Pemberian dekongestan
sistemik, seperti penilpropanolamin, pseudoefedrin dapat menormalkan
ventilasi sinus dan mengembalikan fungsi pembersih mukosilia.
Dekongestan sistemik dapat diberikan sampai 10-14 hari.1,4

Steroid : steroid topikal dianjurkan pada sinusitis kronis. Steroid akan


mengurangi edem dan inflamasi hidung sehingga dapat memperbaiki
drainase sinus. Untuk steroid oral, dianjurkan pemberiannya dalam jangka
pendek mengingat efek samping yang mungkin timbul.1,2

Pembedahan: Untuk pasien yang tidak responsif dengan terapi


medikamentosa yang maksimal, tindakan bedah perlu dilakukan. Indikasi
bedah apabila ditemukan perluasan infeksi intrakranial seperti meningitis,
nekrosis dinding sinus disertai pembentukan fistel, pembentukan mukokel,
selulitis orbita dengan abses dan keluarnya sekret terus menerus yang tidak
membaik dengan terapi konservatif.Beberapa tindakan pembedahan pada
sinusitis antara lain adenoidektomi, irigasi dan drainase, septoplasti,

xv
andrallavage, caldwell luc dan functional endoscopic sinussurgery
(FESS).Terdapat tiga pilihan operasi yang dapat dilakukan pada sinusitis
maksilaris,yaitu unisinektomi endoskopik dengan atau tanpa antrostomi
maksilaris,prosedur Caldwell-Luc, dan antrostomi inferior. Saat ini,
antrostomi unilateral dan unisinektomi endoskopik adalah pengobatan
standar sinusitis maksilaris kronis refrakter. Prosedur Caldwell-Luc dan
antrostomi inferior antrostomy jarang dilakukan.1,4

2.2.8 Komplikasi

Komplikasi Orbita
Sinus etmoidalis merupakan penyebab komplikasi tersering pada
daerah orbita. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi
etmoiditis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di
dekat orbita dan dapat pula menimbulkan infeksi isi orbita. Penyebaran
infeksi terjadi melalui tromboflebitis, dan perkontinuitatum. Variasi yang
dapat timbul dari kelainan ini adalah edema palpebra, selulitis orbita, abses
subperiosteal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus
kavernosus.15.16

Komplikasi Intrakranial

Kelainan dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural,


abses otak, dan trombosis sinus kavernosus.Meningitis akut disebabkan
infeksi dari sinus paranasalis yang menyebar sepanjang vena atau langsung
dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis
atau melalui lamina kribiformis di dekat sistem sel udara etmoidalis.15,16
Abses dura adalah kumpulan pus di antara dura dan tabula interna
kranium; seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini mungkin
timbul lambat sehingga mungkin pasien hanya mengeluh nyeri kepala, dan
sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intrakranial
yang memadai, mungkin tidak terdapat gejala neurologik lain.16
Abses otak biasanya terjadi melalui tromboflebitis yang meluas
secara langsung. Dengan demikian, lokasi abses yang lazim adalah pada

xvi
ujung vena yang pecah, meluas menembus dura dan arakhnoid hingga ke
perbatasan antara substansia alba dan grisea korteks serebri.16
Osteomielitis dan Abses Subperiosteal
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya
ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul
fistula oroantral ataufistula pada pipi. Nyeri dan nyeri tekan dahi setempat
sangat berat.Gejala sistemik berupa malaise demam dan menggigil.
Pembengkakan di atas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat
bila terbentuk abses subperiosteal, dimana terbentuk edema supraorbita
dan mata menjadi tertutup.15,16
Komplikasi Paru
Kelainan pada paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis.
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut
sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma
bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitis disembuhkan.15,16
Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul
dalam sinus. Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris,
sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, etmoidalis, dan sfenoidalis, kista ini dapat
membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur di sekitarnya.
Dengan demikian, kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan
pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral.
Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf di sekitarnya.15

BAB III
KESIMPULAN

Sinusitis, istilah bagi suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa


hidung dan sinus paranasal, merupakan salah satu masalah kesehatan yang

xvii
memberikan dampak bagi pengeluaran finansial masyarakat.Rinitis dan sinusitis
umumnya terjadi bersamaan, sehingga terminologi saat ini yang diterima adalah
rinosinusitis.Rinosinusitis dibagi menjadi kelompok akut, subakut dan kronik.
Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan
sumbatanpada hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat dirasakan.
Etiologi polip terbanyak merupakan akibat reaksi hipersensitivitas yaitu
pada proses alergi,sehingga banyak didapatkan bersamaan dengan adanya
rinosinusitis.
Pada anamnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung, anosmia,
adanya riwayat rinitis alergi, keluhan sakit kepala daerah frontal atau sekitar mata,
adanya sekret hidung. Penegakan diagnosis polip nasi dapat didapatkan
dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Pada
pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan massa yang lunak, bertangkai, mudah
digerakkan, tidak ada nteri tekan dan tidak mengecil pada pemberian
vasokonstriktor lokal.Penatalaksanaan untuk polip nasi ini bisa secara konservatif
maupun operatif, yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran polip itu sendiri
dan keluhan dari pasien sendiri.
Diagnosis sinusitis ditegakkan berdasarkan klinis, baik gejala maupun
tanda yang didapat pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, atau prosedur
diagnostik lain seperti pemeriksaan penunjang. Kriteria diagnosis sinusitis akut
berdasarkan EPOS (European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
Polyps) tahun 2012, yaitu adanya onset tiba-tiba 2 atau lebih gejala, dimana salah
satunya yaitu hidung tersumbat atau sekret nasal (anterior atau postnasal drip)
disertai sensasi nyeri atau tertekan pada wajah dan perubahan kemampuan
menghidu. Pemeriksaan fisik berupa rinoskopi anterior yang menunjukkan adanya
pembengkakan, kemerahan dan pus.
Antibiotik merupakan pengobatan yang paling sering digunakan dalam
tatalaksana sinusitis akut. Tatalaksana sinusitis viral lebih difokuskan pada kontrol
gejala, karena ini merupakan suatu keadaan yang akan membaik spontan (self
limited disease). Antibiotik yang direkomendasikan yaitu amoksisilin sebagai
terapi lini pertama. Pemberian analgesik dan antipiretik akan membantu

xviii
mengurangi gejala nyeri dan demam. Penggunaan dekongestan, baik lokal
maupun sistemik dapat membantu meringankan gejala yang dikeluhkan pasien.
Tindakan operatif dibutuhkan bila pasien mengalami gejala yang terus menerus
dan bila terbukti adanya kelainan pada mukosa yang persisten.
Gejala akan membaik secara sempurna dengan pengobatan medis hingga
mencapai 90% kasus. Komplikasi rinosinusitis bakterial akut diperkirakan terjadi
1 dari 1000 kasus. Komplikasi sinusitis dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kategori yaitu komplikasi orbital, intrakranial dan pada tulang.

xix
DAFTAR PUSTAKA

1. Mackay DN. Antibiotic therapy of the rhinitis & sinusitis. Dalam : Settipane
GA, penyunting. Rhinitis. Edisi ke-2. Rhode Island: Ocean Side
Publication;1991. p. 253-5.

2. Mangunkusumo Endang, Soetjipto Damajanti. Sinusitis. Dalam: Buku Ajar


Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta:
FKUI,2010: h. 152

3. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In
advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505

4. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinus Paranasal. Dalam: Soepardi EA,


Iskandar. Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 7. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.hal.122-124.

5. Hwang PH, Abdalkhani A. Anatomy and Physiology of the Nose and


Paranasal Sinuses. In James B, Snow JR, Wackym PA, eds. Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 17th ed. Vol 1. Connecticut: BC
Decker Inc, 2009:484-494

6. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga


Hidung Tenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta. 2000

7. Ferguson BJ, Johnson JT. Chronic sinusitis. In Cummings CW, Flint PW,et al
eds. Cummings: otolaryngology - head & neck surgery. 4th ed. Philadelphia:
Elsevier Mosby, 2005; 1-4.

8. USA: American Academy of Otolaryngology—Head and Neck Surgery


Foundation;2015:p1-39.

9. Behrbohm H, Kaschke O, Nawka T, Swift A. Chapter II. Nose, Nasal Sinuses


and Face, Acute and Chronic Rhinosinusitis. In : Ear, Nose and Throat
Disease With Head and Neck Surgery. 3 rd Ed. Thieme: New York.
2009.p.155-66.

10. Anonim. 2001. Sinusitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, ed. 3. Media
Ausculapius FK UI. Jakarta : 102-106.

11. Higler PA. Nose: Applied Anatomy dan Physiology. In: Adams GL, Boies
LR,Higler PA, editors. Boies Fundamentals of Otolaryngology. 6th
ed.Philadelphia, PA: WB Saunders Company; 1989. p.173-90

1
12. Sobol SE, Schloss MD, Tewfik TL. Acute Sinusitis Medical
Treatment.August 8, 2005. Available from: http://www.emedicine.com.
Accessed December 20, 2010

13. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory
Tract.In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL,editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New
York, NY:McGraw Hill; 2005. p. 185-93

14. Pracy R, Siegler Y. Sinusitis Akut dan Sinusitis Kronis. Editor Roezin F,
Soejak S. Pelajaran Ringkas THT . Cetakan 4. Jakarta: Gramedia; 1993.p 81-
91

15. Anugrahani A, Madaidipoera T, Dermawan A. Korelasi Otitis Media dengan


Temuan Nasoendoskopi pada Penderita Rinosinusitis Akut. ORLI. 2015:
45(2): 101-108.

16. Behrbohm H, Kaschke O, Nawka T, Swift A. Chapter II. Nose, Nasal Sinuses
and Face, Acute and Chronic Rhinosinusitis. In : Ear, Nose and Throat
Disease With Head and Neck Surgery. 3 rd Ed. Thieme: New York.
2009.p.155-66.

17. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. European position paper on


rhinosinusitis and nasal polyps. Rhinology, 2007; 45(suppl 20): 1-139

18. Mansjoer,Arif,Kuspuji Triyanti,Rakhmi Savitri, dkk. 2001. Polip Hidung.


Kapita Selekta Kedikteran ed.III jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Hal: 113-4.

19. Soetjipto, Damayanti dan Retno Wardani. 2008. Hidung. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher edisi VI. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. Hal:118-22.

20. Adams, George, Lawrence Boies and Peter Hiegler. 2009. Rhinosinusitis
Alergika. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok ed.VI.
Philadelphia: W.B. Saunders. Hal.210-217.

21. Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia (PERHATI-KL). 2007.


Polip Hidung dan Sinus Paranasal (Dewasa) Penatalaksanaan. Guideline
Penyakit THT di Indonesia. Hal.58.

22. Ahmad MaymaneJahroni. The Epidemological& Clinical aspect of


NasalPolyps that Require Surgery. Iranian Journal Of
Otorhynolaryngology.2012: 2 (4) : 72-75

2
23. Assanasenparaya MD. Medical & Surgical Management of Nasal Polyps.
Current Option in Otolaryngology & Head and Neck Surgery. 2001. 9: 27-36

Anda mungkin juga menyukai