Anda di halaman 1dari 51

N JUDUL

ANATOMI FISIOLOGI RESPIRASI & ASUHAN


KEPERAWATAN SISTEM RESPIRASI ( Gangguan Saluran
Nafas Atas : Asuhan Keperawatan Sinusitis)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Pengampu:
Ns. Triana Arisdiani, S.Kep., M.Kep., S.Kep.,M.B.
Ahmad Asyrofi, S.Kep.,M.Kep.,Ns., Sp.Kep.M.B.

KELOMPOK 1:
1. M.Danur Wirawan (SK122040)
2. Nila Sofiyana (SK122050)
3. Retno Siwi Ayuningtyas (SK122053)
4. Rizma Ria Safitri (SK122066)
5. Silvia Rifqiyatun Nisa (SK122074)
6. Zidna Ni’matal Izza (SK122073)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN AJARAN 2023/2024

i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat tersusunnya laporan
tentang Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi dan Asuhan Keperawatan Sistem
Respirasi (Gangguan Saluran Nafas Atas: Sinusitis).
Makalah ini bertujuan untuk memberikan laporan kepada dosen atau
mahasiswa yang bersangkutan guna memenuhi tugas dari Ns. Triana Arisdiani,
S.Kep., M.Kep., S.Kep.,M.B. dan Ahmad Asyrofi, S.Kep.,M.Kep.,Ns.,
Sp.Kep.M.B. pada mata kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler,
Respiratori & Hematologi. Dalam makalah beserta asuhan keperawatan ini
disajikan informasi mengenai analisis Sistem Respirasi dan Asuhan Keperawatan
Sistem Respirasi (Gangguan Saluran Nafas Atas: Sinusitis).
Kami ucapkan terima kasih kepada Ns. Triana Arisdiani, S.Kep., M.Kep.,
S.Kep.,M.B. dan Ahmad Asyrofi, S.Kep.,M.Kep.,Ns., Sp.Kep.M.B. selaku dosen
mata kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler, Respiratori &
Hematologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan di bidang Anatomi Fisiologi serta Asuhan
Keperawatan dan kepada pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
makalah serta asuhan keperawatan ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, baik dalam hal isi,
penggunaan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun dari rekan-rekan pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan
makalah ini
Wassalamualaikum wr,wb.

Kendal, 27 Oktober 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
DAFTAR TABEL...........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan.........................................................................................................
1.2.1 Tujuan Umum.....................................................................................................
1.2.2 Tujuan Khusus....................................................................................................

BAB II STUDI PUSTAKA..............................................................................................

2.1 Konsep Anatomi, Fisiologi, Pengkajian Respirasi.....................................................


2.1.1 Anatomi Sistem Respirasi...................................................................................
2.1.1 Fisiologi Sistem Respirasi...................................................................................
2.1.3 Pengkajian Sistem Respirasi................................................................................
2.2 Konsep Gangguan Respirasi : Sinusitis........................................................................
2.2.1 Definisi..............................................................................................................
2.2.2 Etiologi................................................................................................................
2.2.3 Patofisiologi.........................................................................................................
2.2.4 Pathway...............................................................................................................
2.2.5 Manifestasi Klinik...............................................................................................
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................
2.2.7 Penatalaksanaan Medis........................................................................................
2.2.8 Pengkajian...........................................................................................................
2.2.9 Dianosa Keperawatan..........................................................................................
2.2.10 Hasil yang diharapkan.......................................................................................

iii
2.2.11 Intervensi Keperawatan.....................................................................................

BAB III PENUTUP........................................................................................................

3.1 Kesimpulan................................................................................................................
3.2 Saran..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................

LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pernapasan adalah proses masuknya oksigen ke dalam tubuh.
Sistem ini sangat penting karena tanpa oksigen yang masuk ke bagian
tubuh manusia dari proses yang dihasilkan pada sistem pernapasan, maka
aktivitas dalam tubuh makhluk hidup tidak dapat berlangsung. Sistem
pernapasan merupakan sistem utama sehingga apabila sistem ini tidak
berfungsi, sistem yang lain juga tidak akan berfungsi. Untuk menghasilkan
sistem pernapasan manusia yang sempurna, diperlukan organ-organ
penunjang yang dikenal dengan alat-alat pernapasan pada manusia.

Sinusitis merupakan inflamasi pada mukosa hidung dan sinus pranasal


yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut.
Rhinosinusitis umum terjadi pada usia dewasa hingga lanjut usia, terutama
pada usia antara 30-69 tahun. Prevalensinya meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Distribusi penyakit berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan bahwa rhinosinusitis lebih banya diderita oleh Perempuan
(Budiman & Rosalinda, 2014).

Berdasarkan temuan endoskopi, sinusitis kronis dapat disertai dengan


polip hidung maupun tanpa polip hidung. Sinusitis yang disertai dengan
polip hidung dapat menurunkan kualitas hidup secara signifikan akibat
obstruksi dan iritasi hidung, gangguan penghidu, kesulitan tidur, dan
gejala pilek persisten. Secara histopatologis, sinusitis kronis dengan polip
hidung diketahui memiliki pola inflamasi eosinofilik, meskipun terdapat
juga variasi noneosinofilik, dengan jumlah sel plasma yang berbanding
lurus dengan derajat polip; sinusitis kronis tanpa polip hidung diketahui
memiliki pola inflamasi neutrofilik meskipun penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa jumlah neutrofil pada rinosinusitis kronis dengan

1
maupun tanpa polip hidung tidak berbeda secara signifikan
(Harowi et al., 2011).

Sinusitis dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius,


gangguan kualitas hidup yang berat, yang menyebabkan beban keuangan
yang cukup luas pada masyarakat umum, di mana terjadi peningkatan
prevalensi hampir disemua negara dan merupakan penyakit yang paling
sering dijumpai. Sekitar 5-15 % masyarakat kota di Eropa dan USA,
menderita sinusitis kronik. Pada populasi umum, prevalensi penderita
sinusitis kronis disertai dengan tumbuhnya polip hidung diperkirakan
sekitar 4,3%. Selain itu, pada studi kadaver, prevalensinya di laporkan
sebesar 40%. Kebanyakan ditemukan pada orang dewasa yang berusia
lebih dari 20 tahun dan jarang ditemukan pada anak-anak berusia dibawah
10 tahun. Perbandingan antara penderita pria dan wanita adalah 2:1,
biasanya disertai dengan penyakit asma (7%) (Rosenfeld et al., 2015).

Faktor fisik, kimia, saraf, hormonal dan emosional dapat


mempengaruhi mukosa hidung, demikian juga mukosa sinus dalam derajat
yang lebih rendah. Secara umum, sinusitis kronik lebih lazim pada iklim
yang dingan dan basah. Defisiensi gizi, kelemahan, tubuh yang tidak
bugar, dan penyakit sistemik umum perlu dipertimbangkan lagi dalam
etiologi sinusitis. Perubahan dalam faktor-faktor lingkungan, misalnya
dingin, panas, kelembaban, dan kekeringan, demikian pula polutan
atmosfer termasuk asap tembakau, dapat merupakan faktor predisposisi
infeksi. Dalam daftar faktor predisposisi umum ini harus ditambahkan
paparan terhadap infeksi sebelumnya, misalnya common cold
(Harowi et al., 2011).

Di Amerika Serikat, menurut data dari survei kesehatan nasional tahun


2012, 12,1% dari populasi total didiagnosis mengalami sinusitis.
Persentase diagnosis sinusitis tersebut lebih besar dibandingkan persentase
diagnosis penyakit sistem respirasi lain yang meliputi Hay fever (7,5%),

2
bronkitis kronis (3,7%), dan penyakit paru obstruktif kronis (2,9%)
(Rosenfeld et al., 2015).

Di Amerika Serikat, menurut data dari survei kesehatan nasional tahun


2012, 12,1% dari populasi total didiagnosis mengalami sinusitis.
Persentase diagnosis sinusitis tersebut lebih besar dibandingkan persentase
diagnosis penyakit sistem respirasi lain yang meliputi Hay fever (7,5%),
bronkitis kronis (3,7%), dan penyakit paru obstruktif kronis (2,9%)
(Rosenfeld et al., 2015).

Sinusitis akut, jika dibiarkan tanpa pengobatan dapat mengarah pada


keparahan, yang kadang pada kompilasi yang mengancam jiwa, seperti
meningitis, abses otak dan osteomielitis. Terdapatnya demam, sakit kepala
hebat dan kaku kuduk merupakan tanda potensial komplikasi. Jika demam
menetap meskipun sudah mendapat terapi antibiotic, pasien harus
mendapat perawatan tambahan (Mansjoer, 2014).

Sinusitis mencakup proporsi yang tinggi dalam infeksi saluran


pernafasan atas. Jika ostium kedalam saluran nasal bersih, infeksi akan
hilang dengan cepat. Namun demikian bila drainase tersumbat oleh
sputum yang mengalami penyimpangan atau oleh turbinasi yang
mengalami hipertropi, taji atau polips, maka sinusitis akan menetap
sebagai pencetus infeksi sekunder atau berkembang menjadi suatu proses
supurativa akut (Smeltzer & Bare, 2013).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini dalah untuk memperoleh gambaran
asuhan keperawatan pada klien dengan sinusitis secara rinci dan
mendalam yang ditekankan pada aspek asuhan keperawatan klien
dengan Sinusitis.
1.2.2 Tujuan Khusus
a) Mampu mendeskripsikan bagian-bagian respirasi

3
b) Mengidentifikasi hasil pengkajian klien dengan sinusitis
c) Mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada klien dengan
sinusitis
d) Mengidentifikasi perencanaan keperawatan klien dengan
sinusitis
e) Mengidentifikasi implementasi keperawatan klien dengan
sinusitis
f) Mengidentifikasi hasil evaluasi klien dengan sinusitis

4
BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1 Konsep Anatomi, Fisiologi, Pengkajian Respirasi

2.1.1 Anatomi Sistem Respirasi


Sistem pernapasan atau respirasi adalah proses pengambilan
oksigen (O2) dari udara bebas saat menarik napas. Oksigen tersebut
kemudian melewati saluran napas (bronkus) dan sampai ke dinding
alveoli (kantong udara). Sesampainya di kantong udara, oksigen akan
ditransfer ke pembuluh darah yang didalamnya mengalir sel-sel darah
merah untuk dibawa ke sel-sel di berbagai organ tubuh lain sebagai
energi dalam proses metabolisme. Setelah metabolisne, sisa-sisa
metabolisme, terutama karbon dioksida (CO2) akan dibawa darah
untuk dibuang Kembali ke udara bebas melalui paru-paru pada saat
membuang napas.
Pada proses pernapasan terjadi tiga hal pokok, yaitu:
1. Inspirasi (kegiatan mengambil udara melalui alat pernapasan,
dalam hal ini oksigen) dan ekspirasi (kegiatan mengeluarkan
udara, dalam hal ini oksigen).
2. Respirasi eksternal (pertukaran gas antara sel dengan
lingkungan); dan

5
3. Reaksi enzimatik (pemanfaatan oksigen yang memerlukan enzim
pernapasan atau sitokrom).
Pernapasan sangat penting bagi makhluk hidup karena tanpa
oksigen, aktivitas dalam tubuh tidak berlangsung. Untuk
menghasilkan sisten pernapasan yang sempurna, diperlukan organ-
organ penunjang yang dikenal dengan alat-alat pernapasan. Alat-alat
pernapasan pada manusia meliputi tiga bagian penting:
1. Hidung
Hidung merupakan organ pertama yang dilalui udara. Di
dalam rongga hidung terdapat rambut dan selaput lendir, yang
berfungsi sebagai penyaring. penghangat, dan pengatur
kelembapan udara yang akan masuk ke paru-paru.
2. Saluran pernapasan yang terdiri dari faring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus, dan alveolus
 Faring
Faring atau tekak merupakan persimpangan antara kerongkongan
dan tenggorokan. Terdapat katup yang disebut epiglotis (anak
tekak) yang berfungsi sebagai pengatur jalan masuk ke
kerongkongan dan tenggorokan.
 Laring
Laring adalah pangkal tenggorokan yang terdiri atas kepingan
tulang rawan yang membentuk jakun. Pada laring terdapat celah
menuju batang tenggorok (trakea) yang disebut glotis, pita suara,
dan beberapa otot yang mengatur ketegangan pita suara sehingga
menimbulkan bunyi.
 Trakea (Batang tenggorokan)
Trakea terletak di leher bagian depan kerongkongan. berupa pipa
yang dindingnya terdiri atas tiga lapisan. yaitu:
1. lapisan luar terdiri atas jaringan ikat:
2. lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan
3. lapisan dalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia.

6
 Bronkus
Bronkus merupakan percabangan trakea yang menuju paru-paru
kanan dan kiri. Struktur bronkus sama dengan trakea, hanya
dindingnya lebih halus. Kedudukan bronkus kiri lebih mendatar
dibandingkan bronkus kanan sehingga bronkus kanan lebih
mudah terserang penyakit.
 Bronkiolus
Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus. Saluran ini lebih
halus dan dindingnya lebih tipis. Bronkiolus kiri berjumlah 2,
sedangkan bronkiolus kanan berjumlah 3. Percabangan ini
membentuk cabang yang lebih halus seperti pembuluh.
 Alveolus
Alveolus berupa saluran udara buntu membentuk gelembung-
gelembung udara, dindingnya tipis setebal selapis sel, lembap,
dan berlekatan dengan kapiler darah. Alveolus berfungsi
sebagai permukaan respirasi, luas total mencapai 100 m² (50 x
luas per- mukaan tubuh) cukup untuk melakukan pertukaran gas
ke seluruh tubuh.
3. Paru-paru
Paru-paru berjumlah sepasang, terletak di dalam rongga dada
kiri dan kanan. Paru-paru kanan memiliki 3 lobus (gelambir),
sedangkan paru-paru kiri memiliki 2 lobus (gelambir). Di dalam
paru-paru terdapat kurang lebih 300 juta buah alveolus.
Bagian luar paru-paru dibungkus oleh selaput pleura untuk
melindungi paru-paru dari gesekan Ketika bernapas.
2.1.2 Fisiologi Sistem Respirasi
Sistem pernapasan dapat disebut juga dengan sistem respirasi
yang berarti bernapas kembali. Sistem ini berperan menyediakan
oksigen (0,) yang diambil dari atmosfer dan mengeluarkan karbon
dioksida (CO) dari sel-sel (tubuh) menuju ke udara bebas. Proses
bernapas berlangsung dalam beberapa langkah dan berlangsung

7
dengan dukungan sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. Pada
dasarnya sistem pernapasan terdiri atas rangkaian saluran udara yang
menghantarkan udara luar agar dapat bersentuhan dengan membran
kapiler alveoli yang memisahkan antara sistem pernapasan dan sistem
kardiovaskular.
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari
luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta
mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida sisa oksidasi
ke luar tubuh (ekspirasi). Proses respirasi terjadi karena adanya
perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru. Sistem saraf pusat
memberikan dorongan ritmis dari dalam untuk bernapas dan secara
refleks merangsang otot diafragma dan otot dada yang akan
memberikan tenaga pendorong bagi gerakan udara.
Proses pergerakan gas ke dalam dan ke luar paru dipengaruhi
oleh tekanan dan volume. Agar udara dapat mengalir ke dalam paru,
tekanan intrapleural harus menjadi negatif untuk dapat menentukan
batas atas gradien tekanan antara atmosfer dan alveoli sehingga udara
masuk dengan mudah ke dalam paru.
Volume normal pada paru diukur melalui penilaian fungsi paru.
Sebagian dari pengukuran ini dapat direkam dengan Spirometer, di
mana parameter yang diukur adalah volume udara yang memasuki
atau meninggalkan paru, Bervariasinya nilai normal volume paru
bergantung pada beberapa keadaan seperti adanya kehamilan, latihan,
obesitas, atau kondisi-kondisi mengenai penyakit obstruktif dan
restriktif. Faktor-faktor seperti jumlah surfaktan, komplians, dan
kelumpuhan pada otot pernapasan dapat memengaruhi tekanan dan
volume paru. Fungsi utama dari sirkulasi pulmonal adalah
mengalirkan darah dari dan ke paru agar dapat terjadi pertukaran gas.
Fungsi anatomi yang cukup baik dari semua sistem ini penting untuk
respirasi sel. Malfungsi dari setiap komponen dapat mengganggu
pertukaran dan pengangkutan gas serta dapat sangat membahayakan

8
proses kehidupan. Proses pernapasan tersebut terdiri atas tiga bagian,
yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi gas.
2.1.3 Pengkajian Sistem Respirasi
 Pengkajian umum
1. Keluhan utama
Dalam membuat riwayat keperawatan yang berhubungan
dengan dengan gangguan sistem pernafasan, sangat penting
untuk mengenal tanda dan gejala umum maupun pernafasan.
Yang termasuk keluhan utama sistem pernafasan adalah
batuk, produksi sputum berlebih, batuk darah, sesak nafas,
dan nyri dada. Sedangkan, keluhan secara umum meliputi:
keluhan adanya jari tabuh dan manifestasi lain yang
berkaitan dengan gangguan pertukaran gas, malaise, nafsu
makan menurun BB menurun secara drastis dan keringat
malam.
2. Riwayat kesehatan saat ini
Pengkajian RPS sistem pemafasan seperti menanyakan
tentang perjalanan sejak timbul keluan hingga klien meminta
pertolongan. Misalnya:
a. Sejak kapan keluhan dirasakan
b. Berapa lama dan berapa kali keluhan terjadi
c. Bagaimana sifat dan hebatnya keluhan timbul
d. Apa yang sedang dilakukan ketika keluhan terjadi
e. Keadaan yang memperberat dan memperingan keluhan
f. Usaha mengatasi keluhan
g. Berhasil atau tidak tindakan yang dilakukan
3. Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyakan penyakit-penyakit yang pernah
dialami dahulu, misalnya:
a. Apakah pernah dirawat sebelumnya
b. Penyakit yang diderita

9
c. Apa pernah mengalami penyakit berat
d. Pengobatan lalu dan alergi
e. Riwayat diet
4. Riwayat keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam gangguan
sistem pernafasan merupakan hal yang penting untuk
mendukung keluhan dari penderita, perlu dicari riwayat
keluarga yang memberikan predisposisi keluhan seperti
adanya riwayat sesak nafas. batuk lama, batuk darah dari
generasi terdahulu. Adanya riwayat keluarga menderita
kencing manis, hipertensi juga memperberat keluhan
penderita.
5. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan
lingkungannya, kebiasaan sosial:
a. Menanyakan kebiasaan pola hidup misal: minum alkokol
atau obat-obat tertentu
b. Kebiasaan merokok terkait berapa lama, berapa batang
dan jenis.

 Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang
jelas mengenai status emosi, kognitif dan prilaku klien.
Masalah sistem kesehatan pernafasan yang dialami klien
lebih banyak merupakan penyakit kronis sehingga tingkat
stress emosional dan mekanisme koping digunakan
berbeda-beda.
 Pemeriksaan fisik

10
Pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Inspeksi toraks
Hal yang perlu dilakukan perawat saat inspeksi toraks adalah
sebagai berikut:
a. Atur posisi pasien
Pemeriksaan dimulai dengan memposisikan pasien pada
posisi duduk dengan pakaian dibuka sampai pinggang.
b. Hitung pernapasan selama satu menit penuh
 Pada saat menghitung pernapasan lakukan observasi laju,
ritme, dan kedalaman siklus pernapasan.
 Observasi pergerakan dada pada tiga bagian toraks.
 Pastikan bahwa pernapasan tenang, simetris, dan tanpa
usaha.
 Sebelum dilanjutkan pada langkah selanjutnya, minta
pasien untuk menarik napas dalam dan observasi otot-
otot yang digunakan.
c. Inspeksi warna kulit
Pastikan warna kulit dada (anterior, posterior, dan lateral)
konsisten dengan warna tubuh bagian tubuh lainnya.
d. Inspeksi konfigurasi dada

11
Bandingkan dada diameter dengan anteroposterior tranversal.
Perbandingan diameter normal kurang lebih 1: 2 pada orang
dewasa. Bayi baru lahir memiliki dada yang lebih bulat
daripada orang dewasa dan diameternya sama.
e. Tentukan kesimetrisan dada dan inspeksi struktur skeletal
Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan gambarkan garis
imaginer sepanjang batas superior skapula dari akromion
kanan sampai akromion kiri. Garis ini harus tegak lurus
dengan garis vertebrae (tulang punggung).
2. Palpasi Dada (Toraks) Posterior
Prosedur pelaksanaan palpasi daerah dada bagian posterior
adalah sebagai berikut:
a. Palpasi secara dangkal pada bagian posterior toraks
 Kaji seberapa besar otot daerah tepat di bawah kulit.
 Palpasi dada secara teratur menggunakan telapak tangan
Ingat: Untuk mengkaji daerah superior skapula, sampai
dengan tulang rusuk ke-12 dan dila njutkan sejauh
mungkin pada garis midaksila pada kedua sisi.
b. Palpasi dan hitung jumlah tulang rusuk dan sela intercostal
 Minta pasien untuk fleksi leher (menunduk), sampai
processus spinalis cervical ke-7 akan terlihat.
 Bila pemeriksa memindahkan tangan sedikit ke kiri dan
ke kanan dari processus, pemeriksa akan merasakan
tulang rusuk pertama.
 Hitung tulang rusuk dan sela interkostal dan tetap dekat
pada garis vertebrae.
c. Palpasi tiap-tiap processus spinalis dengan gerakan ke arah
bawah Observasi apakah jari tangan pemeriksa saat
bergerak turun membentuk garis lurus. Bila tidak lurus
maka dapat menunjukkan adanya skoliosis.

12
d. Palpasi toraks posterior untuk mengukur ekspansi
pernapasan
 Letakkan tangan sejajar dengan tulang rusuk ke 8-10.
Letakkan kedua ibu jari dekat dengan garis vertebrae dan
tekan kulit secara lembut di antara kedua ibu jari.
Pastikan telapak tangan bersentuhan dengan punggung
pasien.
 Mintalah pasien untuk menarik napas dalam. Pemeriksa
seharusnya merasakan tekanan yang sama di kedua
tangan dan tangan pemeriksa bergerak menjauhi garis
vertebrae.
e. Palpasi untuk menilai 'tactile fremitus' Fremitus adalah
vibrasi yang dirasakan di luar dinding dada saat pasien
bicara. Vibrasi paling besar dirasakan di daerah saluran
napas berdiameter besar (trakhea) dan hampir tidak ada
pada alveoli paru-paru.
 Gunakan daerah sendi metacarpophalangeal atau
permukaan luar dari tangan pada saat memeriksa.
 Mintalah pasien untuk mengulangi kata 'ninety-nine' atau
'tujuh puluh tujuh.
3. Perkusi Toraks Posterior
Prosedur perkusi toraks posterior yang dilakukan oleh perawat
adalah sebagai berikut:
a. Visualisasikan penunjuk daerah toraks
Sebelum melakukan perkusi, visualisasikan garis horizontal,
garis vertikal, tingkat diafragma, dan fissura paru-paru untuk
identifikasi lobus paru-paru.
b. Atur posisi pasien
Bantu pasien membungkuk sedikit ke depan dan melebarkan
bahu.
c. Perkusi daerah paru-paru

13
 Mulailah perkusi pada daerah ujung atas (apeks) paru-
paru kiri dan bergerak ke apeks paru-paru kanan.
 Gerakan ke dalam setiap sela interkostal dengan cara
sistematik. Perkusi sampai ke tulang rusuk yang paling
bawah dan pastikan untuk melakukannya sampai ke garis
midaksila kiri dan kanan.
Ingat: Jangan melakukan perkusi di atas vertebrae,
skapula, ataupun tulang rusuk. Akan terdengar suara
datar bila perkusi di atas tulang. Pada orang yang sehat,
perkusi pada daerah paru-paru akan menghasilkan suara
resonan.
d. Perkusi untuk menentukan pergerakan atau ekskursi
diafragma
 Mulailah dengan melakukan perkusi pada sela
interkostal ke tujuh ke arah bawah sepanjang garis
skapula sampai batas diafragma. Resonan akan
berubah menjadi dullness.
 Beri tanda pada kulit.
 Mintalah pasien untuk menarik napas dalam dan
menahannya.
 Perkusi kembali ke arah bawah dari kulit yang
bertanda sampai terdengar lagi suara dullness.
 Beri tanda pada kulit yang kedua kalinya.
 Anjurkan pasien untuk menarik napas secara normal
beberapa kali.
 Sekarang mintalah pasien untuk bernapas normal dan
keluarkan napas sebanyak-banyaknya dan kemudian
tahan napas.
 Perkusi ke arah atas sampai pemeriksa mendengar
suara resonan, beri tanda, dan anjurkan pasien untuk

14
bernapas secara normal. Pemeriksa akan
mendapatkan tiga tanda pada kulit sepanjang garis
skapula. Jarak antara tanda ke-2 dan ke-3 dapat
berkisar antara 3-6 cm pada orang dewasa sehat.
 Ulangi prosedur pada sisi lain.
 Kembalikan pasien pada posisi duduk yang nyaman.
4. Auskultasi Toraks Posterior
Prosedur auskultasi toraks posterior yang dilakukan oleh perawat
adalah sebagai berikut:
a. Visualisasi 'landmark' daerah toraks
Sebelum auskultasi toraks posterior dilakukan, visualisasikan
landmark daerah tersebut seperti sebelum perkusi.
b. Auskultasi trachea
 Dengan menggunakan tekanan yang tegas, letakkan
diafragma stetoskop sejalan dengan ritme napas pasien
secara perlahan dengan mulut terbuka.
 Mulailah pada garis vertebrae cervicalis lalu turun ke
bawah sampai vertebrae thoracalis. Pada area tersebut
pemeriksa akan melakukan auskultasi trakhea dan suara
yang terdengar adalah bronkhial.
c. Auskultasi bronchus
Pindahkan stetoskop ke kiri dan kanan garis vertebrae
setinggi T3-T5, Area tersebut tepat berada pada bronkhus kiri
dan kanan. Pemeriksa akan mendengar adalah suara
bronkovesikular.
d. Auskultasi paru-paru
 Auskultasi dilakukan dengan pola yang sama seperti
yang digunakan pada perkusi paru-paru.
 Mulai auskultasi pada bagian apeks paru-paru kiri dan
lanjutkan seperti pola perkusi. Pemeriksa akan
mendengar suara vesikular.

15
 Dengarkan pula suara-suara tambahan yang mendahului
pada siklus inspirasi dan ekspirasi. Bila terdengar adanya
suara napas tambahan, catat lokasi, kualitas, durasi, dan
waktu kejadiannya selama siklus pernapasan.
5. Palpasi Toraks Anterior
Prosedur palpasi toraks posterior yang dilakukan oleh perawat
adalah sebagai berikut:
a. Atur posisi pasien. Pasien umumnya berada pada posisi
supine saat dilakukannya palpasi toraks anterior, tetapi
beberapa ahli menyukai posisi duduk.
b. Tentukan lokasi landmark daerah toraks anterior
 Tentukan lokasi lekuk suprasternal dengan jari tangan.
Palpasi turun ke bawah dan identifikasi batas-batas
bawah manubrium pada 'Angle of Louis.
 Palpasi secara lateral dan temukan tulang rusuk kedua
pada ICS kedua. Hitung tulang rusuk dekat dengan batas
sternum.
 Palpasi jaringan otot dan jaringan tepat di bawah kulit.
c. Palpasi toraks anterior untuk mengukur ekspansi pernapasan
 Letakkan tangan pada dinding anterior dada tepat di
bawah batas kostal dengan ibu jari sedikit terpisah pada
garis midsternum.
 Tekan kulit di antara ibu jari seperti pada waktu
melakukan palpasi dinding posterior. Kedua ibu jari
harus melebar dengan tekanan yang sama.
 Mintalah pasien untuk menarik napas dalam. Observasi
pergerakan ibu jari dan tekanan yang dikeluarkan
terhadap tangan pemeriksa.
d. Selanjutnya lakukan palpasi untuk mengetahui tactile fremitus
pada dinding anterior dada.
6. Perkusi Toraks Anterior

16
Prosedur perkusi toraks anterior yang dilakukan oleh perawat
adalah sebagai berikut:
a. Visualisasikan landmark daerah toraks anterior
Sebelum melakukan perkusi dinding toraks anterior,
visualisasikan garis vertikal dan horizontal. Identifikasi
lokasi diafragma dan lobus paru-paru.
b. Perkusi daerah paru-paru dengan pola yang teratur
 Mulailah perkusi pada daerah apeks dan lanjutkan
sampai setinggidiafragma. Lanjutkan perkusi ke garis
midaksila pada masing- masing sisi. Hindari perkusi di
atas sternum, klavikula, tulang rusuk, dan jantung.
 Pastikan jari-jari tangan yang tidak dominan berada
pada celah interkostal sejajar dengan tulang rusuk.
 Jika pasien wanita memiliki payudara yang besar,
mintalah pasien untuk memindahkan payudaranya ke
samping (mengatur posisi) selama prosedur ini. Perkusi
di atas jaringan payudara pada wanita akan
menghasilkan suara 'dull'.
7. Auskultasi Toraks Anterior
Prosedur auskultasi toraks anterior yang dilakukan oleh perawat
adalah sebagai berikut:
a. Visualisasikan petunjuk toraks anterior.
b. Auskultasi di atas trakhea.
Suara akan terdengar di sebelah atas dari jugular
(suprasternal). Suara yang terdengar adalah bronkhial.
c. Auskultasi di atas bronkhus kiri dan kanan.
Daerah tersebut merupakan batas sternum sebelah kiri dan
kanan serta ICS dua dan tiga. Suara yang terdengar adalah
bronkovesikular.
d. Auskultasi paru-paru

17
 Dengarkan suara vesikular. Biasanya terdengar pada
daerah parenkim paru-paru.
 Sekarang dengarkan bunyi napas tambahan. Suara ini
mendahului inspirasi dan ekspirasi dari siklus
pernapasan.
 Bila pemeriksa mendengar suara napas tambahan segera
catat lokasi, kualitas, dan waktu terjadinya selama siklus
pernapasan.

2.2 Konsep Gangguan Respirasi: Sinusitis


2.2.1 Definisi

Sinusitis merupakan peradangan di daerah sinus yang


kebanyakan disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, virus
parainfluenza, adenovirus, dan virus influenza. Kurang dari 2%
episode sinusitis juga mengalami infeksi bakteri. Streptococcus
Pneumonia dan Haemophilus Influenza merupakan bakteri pathogen
yang menurut riwayatnya teridentifikasi sebagai penyebab paling
sering infeksi yang didapat di komunitas, baik pada dewasa maupun
anak-anak. Streptococcus Pyogenes, Straphylococcus Aureus, dan
Moraxella Catharrhalis juga dilaporkan sebagai penyebab infeksi.
Pada infeksi yang didapat di rumah sakit, Staphylococcus Aureus dan
basil gram negative sering ditemukan.

Sinusitis yang disebabkan jamur tidak sering terjadi pada pasien


dengan status imun yang baik. Hal ini umunya terjadi pada pasien
yang status imunnya tertekan seperti pasien yang mendapat terapi
sitotoksik atau imunosupresi, atau pasien diabetes mellitus yang tidak
terkendali. Kolonisasi atau sinusitis oleh karena jamur sering
ditemukan pada pasien rawat inap dengan status imun yang baik atau
dalam bentuk lain seperti sinusitis alergika.

18
Alergi yang mengenai saluran pernapasan juga merupakan
factor presdiposisi sinusitis akut. Pada saat infeksi sinusitis kambuh
terkait dengan kekambuhan infeksi paru yang lama sebaiknya
dipikirkan kemungkinan adanya fibrosis kistik,
hipogamaglobulinemia, atau disfungsi silier.

2.2.2 Etiologi

Menurut (Becker, 2011), bahwa faktor etiologi dari sinusitis


antara lain:

a) Infeksi virus dan bakteri


Infeksi virus yang menyerang hidung dan sinus paranasal
menyebabkan udim mukosa dengan tingkat keparahan yang
berbeda. Virus penyebab tersering adalah coronavirus, rhinovirus,
virus influenza A, dan respiratory syncytial virus (RSV). Selain
jenis virus, keparahan oedem mukosa bergantung pada kerentanan
individu. Infeksi virus influenza A dan RSV biasanya
menimbulkan udim berat. Udim mukosa akan menyebabkan
obstruksi ostium sinus sehingga sekresi sinus normal menjadi
terganggu. Pada keadaan ini ventilasi dan drainase sinus masih
mungkin dapat kembali normal, baik secara spontan atau efek dari
obat-obat yang diberikan sehingga terjadi kesembuhan. Apabila
obstruksi ostium sinus tidak segera diatasi (obstruksi total) maka
dapat terjadi pertumbuhan bakteri sekunder pada mukosa dan
cairan sinus paranasal. Pada saat respons inflamasi terus berlanjut
dan respons bakteri mengambil alih, lingkungan sinus berubah ke
keadaan yang lebih anaerobik. Flora bakteri menjadi semakin
banyak (polimikrobial) dengan masuknya kuman anaerob,
Streptococcus pyogenes (microaerophilic streptococci), dan
Staphylococcus aureus. Perubahan lingkungan bakteri ini dapat
menyebabkan peningkatan organisme yang resisten dan
menurunkan efektivitas antibiotik akibat ketidakmampuan

19
antibiotik mencapai sinus. Infeksi menyebabkan 30% mukosa
kolumnar bersilia mengalami perubahan metaplastik menjadi
mucus secreting goblet cells, sehingga efusi sinus
makin meningkat.
b) Alergi
Alergen menyebabkan respons inflamasi dengan memicu
rangkaian peristiwa yang berefek pelepasan mediator kimia dan
mengaktifkan sel inflamasi. Limfosit T helper 2 (Th 2) menjadi
aktif dan melepaskan sejumlah sitokin yang berefek aktivasi sel
mastosit, sel B dan eosinofil. Berbagai sel ini kemudian
melanjutkan respons inflamasi dengan melepaskan lebih banyak
mediator kimia yang menyebabkan oedem mukosa dan
obstruksi ostium sinus.
c) Infeksi Dentogenik
Infeksi gigi (infeksi dentogenik) pada gigi rahang atas
merupakan salah satu faktor risiko rinosinusitis kronik. Dasar
sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang
atas, sehingga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis
dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas.
Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau
inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung
ke sinus/melalui pembuluh darah dan limfe. Biasanya
sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai
satu sisi dengan ingus purulen dan nafas bau busuk.
Pengobatannya harus meliputi pencabutan atau perawatan gigi
yang terinfeksi dan pemberian antibiotika spectrum luas dan
terkadang dibutuhkan kombinasi dengan antibiotik untuk kuman
anaerob, terkadang perlu dilakukan irigasi sinus maksila.
Sinusitis kronik dentogenik terjadi apabila membran
Scheneiderian teriritasi atau robek sebagai akibat infeksi gigi,
trauma maksilaris, benda asing kedalam sinus dan lain-lain.

20
Rinosinusitis dentogenik dapat terjadi melalui 2 mekanisme:
dapat menjalar ke sinus melalui ruang pulpa gigi yang
menyebabkan peridontitis. Mekanisme kedua melalui infeksi
kronik dan destruksi dari soket gigi yang disebut
marginal periodontitis.
............Faktor predisposisi rinosinusitis kronik antara lain adanya;
usia, malnutrisi, defisiensi imun, obstruksi mekanik seperti
septum deviasi, hipertrofi konkha media, benda asing di hidung,
polip serta tumor di dalam rongga hidung.
Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya sinusitis kronik. Hal ini disebabkan penderita diabetes
mellitus berada dalam kondisi immunocompromised atau
turunnya sistem kekebalan tubuh sehingga lebih rentan terkena
penyakit infeksi seperti sinusitis.

2.2.3 Patofisiologi

Sinus berhubungan dengan rongga hidung melalui celah sempit


yang disebut ostium. Ostium mengalirkan sekret ke rongga hidung.
Sinus maksilaris, sinus frontalis, dan sinus ethmoidalis mengalirkan
sekret ke meatus media. Beberapa simus ethmoidalis juga bermuara ke
meatus superior, yang merupakan ruang yang dibentuk oleh tulang
konka superior. Sinus maksilaris, simus frontalis, dan sinus
sphenoidalis adalah sinus yang soliter, sinus ethmoidalis terdiri dari
beberapa rongga-rongga yang kecil, terstruktur seperti sarang lebah.
Hal ini menunjukkan bahwa sinus ethmoidalis mempunyai variasi
pola drainasenya. Sinus sphenoidalis bermuara ke resesus
sphenoethmoidalis, terletak antara tulang konka superior dan septum
nasi. Udara dan mukus masuk dan keluar sinus melalui ostium sinus.
Hidung dan sinus menghasilkan lendir untuk menjaga hidung dan
jalan pernapasan bagian atas lembab. Di antara yang penting peran
fisiologis dari sinus adalah humidifikasi, pemanasan udara inspirasi,

21
dan eliminasi partikel partikel asing. Humidifikasi dan pemanasan
udara terinspirasi melalui sekresi dari kelenjar serosa, yang dapat
menghasilkan cairan sampai 1-2 liter per hari. Sekresi sel goblet dan
kelenjar mukus memfasilitasi eliminasi dari partikelpartikel asing.
Mukus sangat efektif dalam mengangkut partikel yang lebih besar dari
3-5 mikro hingga 80%, tidak hanya patogen anorganik tetapi juga
75% dari bakteri yang memasuki hidung. Mucus blanket juga
berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh mempunyai struktur yang
sangat dinamis, terus menerus diperbarui setiap 10-20 menit. Adanya
antigen akan merangsang sistem kekebalan tubuh, pergerakan dari
epitel bersilia, mendorong mukus kearah ostium sinus, kemudian
mengalirkan ke rongga hidung. Mukus tersebut kemudian didorong ke
nasofaring untuk ditelan, dan patogen tersebut akan dihancurkan oleh
sekresi asam lambung (Becker, 2011).

Edema mukosa hidung pada penderita rinosinusitis kronik


menyebabkan terjadinya gangguan ventilasi serta obstruksi ostium
sinus sehingga meningkatkan retensi musin dan berakhir dengan
terjadinya proses infeksi. Mukosa kavum nasi dan sinus paranasal
memproduksi sekitar satu liter musin per hari yang dibersihkan oleh
transport mukosiliar. Obstruksi Kompleks Osteomeatal (KOM) akan
mengakibatkan akumulasi dan stagnasi cairan, membentuk lingkungan
yang lembab dan suasana hipoksia yang ideal bagi
pertumbuhan kuman patogen. Obstruksi KOM dapat disebabkan oleh
berbagai kelainan anatomis seperti septum deviasi septum, konka
bulosa, konka paradoks, sel Haller (etmoidal infraorbital), prosesus
unsinatus horizontal dan anomali kraniofasial, dan sebagainya
(Busquets, 2010).

22
2.2.4 Pathway

23
2.2.5 Manifestasi Klinik

1) Secret hidung yang mukopurulen atau keluar cairan lendir hijau


(keluhan paling sering ditemukan).
2) Mengeluh buntu hidung.
3) Post nasal drip (adanya cairan di tenggorokan akibat ingus yang
turun menuju tenggorokan) pada sinus maksila.
4) Nyeri pada bagian sinus yang terkena.
5) Nyeri kepala. Apabila nyerinya semakin berat saat batuk,
membungkuk, mengejan, hal ini menandakan sinusitis frontal.
6) Suara sengau (bindeng).
7) Penciuman terganggu (anosmia)
8) Pipi terapat bengkak dan kemerahan sampai ke mata
(Widjaja.2008: 29).
9) Nafas bau tidak sedap.
10) Lesu dan demam
11) Nyeri di belakang atau di antara kedua mata pada sinus etmoid.
12) Nyeri dari gigi ke telinga pada sinusitis maksila.
13) Terkadang tampak ada gumpalan jamur warna coklat kehitaman
tanpa dengan pus pada sinus (Soepardi, 2007: 127).

2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Prosedur diagnostik membantu dalam pengkajian klien dengan


gangguan pernapasan. Penting untuk mengklarifikasi kapan
pemeriksaan diagnostik diperlukan dan untuk tujuan apa, sehingga
tindakan yang dilakukan pada pasien akan lebih terarah dan lebih
berguna, serta tidak merugikan karena harus mengeluarkan biaya
untuk hal-hal yang sebenarnya dapat dihindari.

Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah prosedur yang paling


sering digunakan dalam menegakkan diagnosis gangguan saluran

24
pernapasan atas. Namun demikian, bisa saja dibutuhkan pemeriksaan
diagnostik yang lebih ekstensif, jika memang kondisinya
mengharuskan. Kultur. Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme yang menyebabkan faringitis. Selain itu
kultur tenggorok juga dapat membantu dalam mengidentifikasi
organisme yang menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bawah.

Dapat juga dilakukan apusan hidung untuk tujuan yang sama.


Biopsi. Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil
jaringan tubuh. Dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel
dari faring, laring, dan rongga hidung. Dalam Tindakan ini pasien
mungkin saja mendapat anestesi lokal, topikal atau umum bergantung
pada tempat prosedur dilakukan. Pemeriksaan pencitraan termasuk
didalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak, CT scan,
pemeriksaan dengan zat kontras, dan MRI (pencitraan resonansi
magnetik). Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian
integral dari pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan
infeksi pada sinusitis atau pertumbuhan tumor dalam kasus tumor.

Pemeriksaan diagnostik pada saluran pernapasan bawah sedikit


lebih banyak dan lebih rumit dibandingkan pemeriksaan diagnostik
saluran pernapasan atas. Namun demikian bukan berarti bahwa
pemeriksaan tersebut tidak saling berkaitan. Untuk pemeriksaan
diagnostik saluran pernapasan bawah akan dijelaskan dalam suatu
kerangka kerja yang sistematis sehingga lebih memberikan gambaran
yang jelas. tentang apa yang akan dilakukan dan gambaran hasil yang
didapatkan, didalamnya mencakup pengkajian diagnostik status
fungsional, anatomi, dan specimen.

25
Pemeriksaan Penunjang

1) Transiluminasi → pemeriksaan sederhana untuk sinusitis


maksila. Terdiagnosis apabila transiluminasi sinus kanan dan
kiri berbeda,
2) Endoskopi nasal pemeriksaan rongga hidung terdapat secret,
oedem, dll.
3) Radiologi→ pemeriksaan tambahan, meliputi: X-foto posisi
Water (foto polos), CT-Scan, MRI dan USG.
4) Tes alergi
5) Tes fungsi mukosiliar (dalam Selvianti dan Kristyono: 2007:14)

2.2.7 Penatalaksanaan Medis

.................Menurut Fokken et al. (2012), bahwa beberapa tahap dalam


penatalaksanaan sinusitis, yaitu:

a) Sinusitis Akut

Tujuan dari terapi sinusitis akut adalah memperbaiki fungsi


mukosilia dan mengontrol infeksi. Terapi sinusitis karena infeksi virus
tidak memerlukan antimikrobial. Terapi standard nonantimikrobial
diantaranya topical steroid, topical dan atau oral decongestan,
mucolytics dan intranasal saline spray.

Berdasarkan pedoman Sinus and Allergy Health Partnership


tahun 2000, terapi sinusitis akut yang disebabkan bakteri
dikatakorikan menjadi 3 kelompok:

1) Dewasa dengan sinusitis ringan yang tidak meminum antibiotik:


Amoxicillin/clavulanate, amoxicillin (1.5-3.5 g/d), cefpodoxime
proxetil, atau cefuroxime direkomendasikan sebagai terapi awal.
2) Dewasa dengan sinusitis ringan yang telah mendapat antibiotik
sebelumnya 4-6 minngu dan dewasa dengan sinusitis sedang :

26
Amoxicillin/clavulanate, amoxicillin (3-3.5 g), cefpodoxime
proxetil, atau cefixime.
3) Dewasa dengan sinusitis sedang yang telah mendapat antibiotik
sebelumnya 4-6 minggu: Amoxicillin/clavulanate, levofloxacin,
moxifloxacin, atau doxycycline.
b) Sinusitis Kronik
Terapi yang dapat dilakukan pertama kali seperti mengontrol
faktor-faktor resiko karena sinusitis kronik memiliki banyak faktor
resiko dan beberapa penyebab yang berpotensial. Selain itu, terapi
selanjutnya yaitu mengontrol gejala yang muncul serta pemilihan
antimikrobial (biasanya oral) yang di pakai.
Tujuan utama dari terapi dengan menggunakan obat yaitu untuk
mengurangi infeksi, mengurangi kesakitan dan mencegah terjadinya
komplikasi. Adapun berikut beberapa contoh antibiotik yang
digunakan seperti:
1) Vancomycin (Lyphocin, Vancocin, Vancoled) => Adult : 1 g or 15
mg/kg IV q12h, Pediatric: 30-40 mg/kg/d IV in 2 doses
2) Moxifloxacin (Avelox) -> Adult 400 mg PO/IV qd, Pediatric : <18
years: Not recommended, >18 years: Administer as in adults
3) Amoxicillin (Amoxil, Trimox, Biomox) =>Adult: 500 mg to 1 g
PO q8h, Pediatric : 0-45 mg/kg/d PO q8h divided.

Pasien yang telah mendapatkan terapi dan mulai menunjukkan


adanya kemajuan hendaknya tetap dilakukan follow up agar proses
penyembuhan dapat berjalan dengan baik. Adapaun yang perlu
diperhatikan diantaranya minum air secukupnya, hindari merokok,
imbangi nutrisi dan lain-lain. Penatalaksanaan pasien pada kasus
diatas adalah dengan pemberian ambroksol dengan dosis 3 kali sehari
masing- masing 1 tablet. Selain itu, diberikan juga obat dari golongan
psodoefedrin dengan dosis 3 kali sehari masing-masing 1 tablet.
Namun pasien pada kasus diatas, belum dilakukan suatu follow up
mengingat pasien ini baru pertama kali datang ke poliklinik THT

27
Rumah Sakit Sanglah. Tetapi pasien diatas telah disarankan untuk
mengikuti follow up dengan datang kembali ke poliklinik THT RS
Sanglah setiap 1 bulan.

2.2.8 Pengkajian

1. Identitas meliputi: Nama, Jenis Kelamin, Usia, Alamat, Agama,


Bahasa yang digunakan, Status Perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan,
Asuransi, Golongan Darah, Nomor Register, Tanggal Masuk Rumah
Sakit, dll.

2. Riwayat Kesehatan

3. Keluhan utama

4. Riwayat penyakit sekarang

5. Riwayat Kesehatan masa lalu

6. Riwayat Kesehatan keluarga

7. Riwayat psikososial.

Pengumpulan informasi diperlukan untuk mengetahui seluruh


aktifitas pasien, terutama yang beresiko mengalami serangan
jantung atau angina pectoris. Tanyakan mengenai:

 Kapan biasanya terjadi serangan?


 Setelah melakukan aktifitas tertentu?
 Bagaimana gambaran nyeri yang dirasakan?
 Apakah awitan nyeri mendadak atau bertahap?
 Berapa lama nyeri tersebut berlangsung dalam beberapa detik?
menit? jam?
 Apakah kualitas nyeri menetap dan terus menerus?
 Apakah rasa nyaman disertai rasa mual, sakit kepala, palpitasi,
dan napas pendek?
 Bagaimana nyeri berkurang?

28
8. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum:
 Suhu 37.8° C.Nadi:84 x/menit.
 TD: 100/70 mmmHg.
 RR: 26 x/menit.
 BB:62 kg.
 TB: 170 cm.
Pemeriksaan B1-B6:
 B1 (Breathing): irregular, suara nafas ronkhi karena terdapat
secret kental pada hidung.
 B2 (Blood):normal
 B3 (Brain): composmentis.
 B4 (Bladder) normal.
 B5 (Bowel): nafsu makan berkurang, porsi makan sangat
sedikit, BB turun.
 B6 (Bone):lemas (malaise).

2.2.9 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi,


iskemia, neoplasma)
2. Ansietas b.d krisis situasional
3. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d hipersekresi jalan
napas
4. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
5. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplay
dan kebutuhan oksigen
6. Gangguan Rasa Nyaman b.d gejala penyakit
7. Hipertermi b.d proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
8. Gangguan Persepsi Sensori b.d gangguan penghidungan
(penciuman)

29
9. Pola Napas Tidak Efektif b.d hambatan Upaya napas (mis.
nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
10. Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
11. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan

2.2.10 Masalah Keperawatan

a. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


(mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
 Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
 Gejala dan tanda Mayor
a) Subjektif : Mengeluh nyeri
b) Objektif : Tampak meringis, gelisah, sulit tidur
 Gejala dan tanda Minor
a) Subjektif : -
b) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri, diaphoresis.
b. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan krisis situasional
 Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi
bahaya yang memungkinkan individu melakukan Tindakan untuk
menghadapi ancaman.
 Gejala dan tanda Mayor
a) Subjektif : merasa bingung, merasa kawatirdengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, sulit ber konsentrasi
b) Objektif :tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
 Gejala dan tanda Minor

30
a) Subjektif : mengeluh pusing
b) Objektif : frekuensi nafas meningkat, tekanan darah
meningkat, diaforesis
c. Bersihan nafas tidak efektif (D.0001) beruhubungan dengan hiper
sekresi jalan nafas.
 Definisi : ketidak mampuan membersihkan secret atau obstruksi
jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten
 Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif :-
b) Objektif : batuk tidak efektif, sputum berlebih, mengi,wezing dan
rokhi kering,
 Gejala Minor
a) Subjektif : dipsnea, orthopnea,
b) Objektif : gelisah, frekuensi nafas berubah, pola nafas berubah
d. Gangguan pola tidur (D.0055) berhubungan dengan hambatan
lingkungan (mis. kelembabpan lingkungan, suhu lingkungan,
pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadual pemantauan/
pemeriksaan/tindakan)
 Definisi : gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal
 Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif : mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga,
mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah,
mengeluh istirahat tidak cukup,
b) Objektif : -
 Gejala dan tanda minor
a) Subyektif : mengeluh kemampuan beraktifitas menurun,
b) Objektif : -
e. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplay dan kebutuhan oksigen

31
 Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktifitas sehari-
hari,
 Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif : mengeluh Lelah,
b) Objektif: frekuensi jantung meningkat >20% dan kondisi
istirahat
 Gejala dan tanda minor
a) Subjektif : dispnea saat / setelah aktivitas
b) Objektif : tekanan darh berubah >20% dari kondisi istirahat
f. Gangguan rasa nyaman (D.0074) berhubungan dengan gejala penyakit
 Definisi : perasaan kurang senang, lega dan sempurna, dalam
dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial,
 Gejala dan tanda mayor :
a) Subjektif: mengeluh tidak nyaman,
b) Objektif: gelisah
 Gejala dan tanda minor :
a) Subjektif : mengeluh sulit tidur, mengeluh Lelah,
b) Objektif : menunjukan gejala distres, tampak
merintih/menangis.
g. Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit (mis.
infeksi, kanker)
 Definisi : suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
 Gejala dan tanda mayor :
a) Subjektif: -
b) Objektif: suhu tubuh diatas nilai normal
 Gejala dan tanda minor :
c) Subjektif : -
d) Objektif : kejang, kulit terasa hangat
h. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085) berhubungan dengan gangguan
penghidungan (penciuman)

32
 Definisi : perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal
maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,
berlebihan atau terdistorsi.
 Gejala dan tanda mayor :
c) Subjektif: merasakan sesuatu melalui indra perabaan,
penciuman, perabaan, atau pengecapan.
d) Objektif: distori sensori, bersikap seolah melihat, mendengar,
mengecap, meraba, atau mencium sesuatu.
 Gejala dan tanda minor :
e) Subjektif : menyatakan kesal.
f) Objektif : konsentrasi buruk.
i. Pola napas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan hambatan
Upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
 Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat
 Gejala dan tanda mayor :
e) Subjektif : Dispnea
f) Objektif : pola napas abnormal (mis. takipnea, bradypnea,
hiperventilasi, kusmaul, chyne-stokes)
 Gejala dan tanda minor :
g) Subjektif :Orthopnea
h) Objektif : tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi
menurun, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun
j. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
 Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbon dioksida pada membrane alveolus-kapiler.
 Gejala dan tanda mayor :
g) Subjektif: Dispnea
h) Objektif: PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun

33
 Gejala dan tanda minor :
i) Subjektif :Pusing
j) Objektif : Gelisah, pola napas abnormal (cepat/lambat,
regular/irregular, dalam/dangkal)
k. Defisit Nutrisi (D.0019) berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan makanan
 Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
 Gejala dan tanda mayor :
i) Subjektif: -
j) Objektif: berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang
ideal
 Gejala dan tanda minor :
k) Subjektif : nafsu makan menurun
l) Objektif : otot menelan lemah

34
2.2.11 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi SIKI


keperawatan SDKI hasil SLKI
1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Nyeri akut
(L.08066) (I.08238)
(D.0077)
Setelah dilakukan Observasi:

Penyebab Tindakan asuhan 1. Identifikasi lokasi,


keperawatan selama karakteristik, durasi,
agen pencedera 3x24 jam frekuensi,kualitas,
fisiologis diharapkan nyeri intensitas nyeri
yang dirasakan 2. Identifikasi skala nyeri
Diagnosa
berkurang. 3. Identifikasi factor yang
keperawatan
Kriteria Hasil: memperberat dan
1. Keluhan nyeri memperingan rasa
Nyeri akut b.d agen meningkat (1), nyeri
pencedera fisiologis menurun (5) Terapeutik:
(mis.inflamasi, 2. Meringis 1. Berikan Teknik
iskemia, neoplasma) meningkat (1), nonfarmakologis untuk
d.d mengeluh nyeri, menurun (5) mengurangi rasa nyeri (
tampak meringis, 3. Gelisah mis. Tens, hypnosis,
gelisah, sulit tidur. meningkat (1), akupresur, terapi
menurun (5) music, biofeedback,
4. Kesulitan tidur terapi pijat, aroma
meningkat (1), terapi, Teknik imajinasi
menurun (5) terbimbing, kompres
5. Pola napas hangat/dingin, terapi
memburuk (1), bermain)
membaik (5) 2. Fasilitasi istirahat dan
tidur

35
3. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Anjurkan
menggunakan analgetic
secara tepat
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetic, jika perlu
2. Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
(L.09093) (I.09314)
Penyebab Setelah dilakukan Observasi :
Krisis Situasional Tindakan asuhan 1. Monitor tanda-tanda
keperawatan selama ansietas (verbal dan
Diagnosa …x24 jam nonverbal)
keperawatan diharapkan rasa Terapeutik :
Ansietas b.d krisis cemas berkurang. 1. Ciptakan suasana
situasional d.d Kriteria Hasil: terapeutik untuk
merasa khawatir 1. Verbalisasi menumbuhkan
dengan akibat dari khawatir akibat kepercayaan
kondisi yang kondisi yang 2. Gunakan pendekatan
dihadapi, sulit dihadapi yang tenang dan
konsentrasi, tampak meningkat (1), meyakinkan
gelisah, sulit tidur menurun (5) 3. Pahami situasi yang
2. Perilaku Gelisah membuat ansietas
meningkat (1), dengarkan dengan

36
menurun (5) penuh perhatian
3. Konsentrasi Edukasi :
memburuk (1), 1. Informasikan secara
membaik (5) faktual mengenai
4. Pola tidur diagnosis, pengobatan,
memburuk (1), dan prognosis
membaik (5) 2. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
3. Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
obat
antiansietas, jika perlu

3. Bersihan Jalan Bersihan Jalan Manajemen Jalan Napas


Napas Tidak Napas (L.01001) (I.01011)
Efektif (D.0001) Setelah dilakukan Observasi :
tindakan asuhan 1. Monitor pola napas
Penyebab keperawatan selama 2. Monitor bunyi napas
hipersekresi jalan 2x24 jam tambahan (mengi)
napas diharapkan bersihan 3. Monitor sputum
jalan napas kembali (jumlah,warna,aroma)
Diagnosa efektif Terapeutik :
keperawatan Kriteria hasil : 1. Lakukan penghisapan
b.d hipersekresi 2. Produksi sputum lendir <15 detik
jalan napas d.d meningkat (1), 2. Keluarkan sumbatan
batuk tidak efektif, menurun (5) benda padat dengan
sputum berlebih, 3. Mengi menigkat forsep McGill
mengi,wheezing (1), menurun (5) 3. Berikan oksigen, jika
atau ronkhi kering 4. Wheezing perlu

37
meningkat (1), Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan
menurun (5)
2000ml/hari, jika tidak
5. Frekuensi napas
kontraindikasi
memburuk (1),
2. Ajarkan tekhnik batuk
membaik (5)
efektif
6. Pola napas
Kolaborasi:
memburuk
1. Kolaborasi pemberian
(1), membaik (5)
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

4. Gangguan Pola Pola Tidur Dukungan Tidur


Tidur (D.0055) (L.05045) (I.05174)
Setelah dilakukan Observasi :
Penyebab tindakan asuhan 1. Identifikasi pola
Hambatan keperawatan selama aktivitas dan tidur
Lingkungan (mis. ...x24 jam 2. Identifikasi faktor
Kelembapan diharapkan pola pengganggu tidur (fisik
lingkungan sekitar, tidur kembali atau psikologis)
suhu lingkungan, normal 3. Identifikasi obat tidur
pencahayaan, Kriteria hasil : yang di konsumsi
kebisingan, bau 1. Keluhan sulit Terapeutik :
tidak sedap) tidur menurun 1. Lakukan prosedur
(1), meningkat untuk meningkatkan
Diagnosa (5) kenyamanan (mis.pijat,
keperawatan 2. Keluhan sering pengaturan posisi,
b.d hambatan terjaga menurun terapi akupresur)
lingkungan (mis. (1), meningkat 2. Tetapkan jadwal tidur
Kelembapan (5) rutin
lingkungan sekitar, 3. Keluhan tidak Edukasi :

38
suhu lingkungan, puas tidur 1. Jelaskan pentingnya
pencahayaan, menurun (1), tidur cukup saat sakit
kebisingan, bau meningkat (5) 2. Anjurkan menepati
tidak sedap) d.d 4. Keluhan pola kebiasaan tidur
mengeluh tidur, tidur berubah 3. Anjurkan menghindari
sering terjaga, tidak menurun (1), makanan/minuman
puas tidur, pola meningkat (5) yang menggangu tidur
tidur berubah, dan 5. Keluhan 4. Ajarkan relaksasi otot
mengeluh istirahat istirahat tidak autogenik atau cara
tidak cukup cukup menurun nonfarmakologi lainnya
(1), meningkat
(5)
5. Intoleransi Toleransi Aktivitas Manajemen Energi
aktivitas (D.0056) (L.05047) (I.05174)
Setelah dilakukan Observasi :
Penyebab tindakan asuhan 1. Identifikasi gangguan
ketidakseimbangan keperawatan selama fungsi tubuh yang
antara suplay dan ...x24 jam mengakibatkan
kebutuhan oksigen diharapkan aktivitas kelelahan
Kembali normal 2. Monitor kelelahan fisik
Diagnosa Kriteria hasil : dan emosional
Keperawatan 1. Saturasi oksigen Terapeutik :
Intoleransi aktivitas menurun (1), 1. Sediakan lingkungan
b.d meningkat (5) nyaman dan rendah
ketidakseimbangan 2. Keluhan lelah stimulus (mis. Cahaya,
antara suplay meningkat (1), suara, kunjungan)_
oksigen dan menurun (5) 2. Berikan aktivitas
kebutuhan oksigen 3. Dispnea saat distraksi yang
d.d mengeluh Lelah, aktivitas menenangkan distraksi
frekuensi jantung meningkat (1), Edukasi :
meningkat >20% menurun (5) 1. Anjurkan tirah baring

39
dan kondisi istirahat 4. Frekuensi napas 2. Anjurkan menghubungi
memburuk (1), perawat jika tanda dan
membaik (5) gejala kelelahan tidak
berkurang
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan ahli
gizitentang cara
meningkatkan asupan
makanan
6. Gangguan Rasa Status Terapi Relaksasi
Nyaman (D.0074) Kenyamanan (I.09326)
(L.08064) Observasi :
Penyebab Setelah dilakukan 1. Identifikasi penurunan
Gejala penyakit tindakan asuhan tingkat energi,
keperawatan selama ketidakmampuan
Diagnosa ...x24 jam berkonsentrasi, atau
Keperawatan diharapkan rasa gejala lain yang
Gangguan rasa nyaman meningkat mengganggu
nyaman b.d gejala Kriteria hasil : kemampuan kognitif
penyakit d.d 1. Keluhan tidak 2. Identifikasi teknik
mengeluh tidak nyaman relaksasi yang pernah
nyaman, gelisah meningkat (1), efektif digunakan
menurun (5) 3. Monitor respons
2. Gelisah terhadap terapi
meningkat (1), relaksasi
menurun (5) Terapeutik :
3. Lelah 1. Ciptakan lingkungan
meningkat (1), tenang dan tanpa
menurun (5) gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika

40
memungkinkan
2. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi :
1. Anjurkan mengambil
posisi nyaman
2. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
7. Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia
(D.0130) (L.14134) (I.15506)
Setelah dilakukan Observasi :
Penyebab tindakan asuhan 1. Identifikasi penyebab
hipertermia (mis.
proses penyakit keperawatan selama
dehidrasi, terpapar
(mis. infeksi, 3x24 jam lingkungan panas,
penggunaan inkubator)
kanker) diharapkan suhu
2. Monitor suhu tubuh
tubuh Kembali
Terapeutik :
Diagnosa normal
1. Sediakan lingkungan
Keperawatan Kriteria hasil :
yang dingin
Hipertermia b.d 1. Menggigil
2. Longgarkan atau
proses penyakit meningkat (1),
lepaskan pakaian
(mis. infeksi, menurun (5)
3. Berikan oksigen, jika
kanker) d.d suhu 2. Kejang
perlu
tubuh diatas nilai meningkat (1),
Edukasi :
normal menurun (5)
1. Anjurkan tirah baring
3. Takipnea
Kolaborasi :
meningkat (1),
1. Kolaborasi pemberian
menurun (5)
cairan dan elektrolit

41
4. Suhu tubuh intravena, jika perlu
meburuk (1),
membaik (5)
8. Gangguan Persepsi Persepsi Sensori Minimalisasi Rangsangan
Sensori (D.0085) (L.09083) (I.08241)
Setelah dilakukan Observasi :
Penyebab tindakan asuhan 1. Periksa status mental,
gangguan keperawatan selama status sensori, dan
penghiduan 3x24 jam tingkat kenyamanan
diharapkan persepsi (mis. nyeri, kelelahan)
Diagnosa sensori kembali Terapeutik :
Keperawatan normal 1. Diskusikan tingkat
Gangguan persepsi Kriteria Hasil : toleransi terhadap
sensori b.d 1. Verbalisasi beban sensori (mis.
gangguan merasakan bising, terlalu terang)
penghiduan d.d sesuatu melalui 2. Batasi stimulus
merasakan sesuatu indra penciuman lingkungan (mis.
melalui indra menurun (1), cahaya, suara, aktivitas)
perabaan, meningkat (5) 3. Jadwalkan aktivitas
penciuman, 2. Distorsi sensori harian dan waktu
perabaan, atau menurun (1), istirahat
pengecapan. meningkat (5) Edukasi :
distori sensori, 3. Respon sesuai 1. Ajarkan cara
bersikap seolah stimulus meminimalisasi
melihat, mendengar, memburuk (1), stimulus (mis mengatur
mengecap, meraba, membaik (5) pencahayaan ruangan,
atau mencium mengurangi kebisingan,
sesuatu. membatasi kunjungan)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
obat yang

42
mempengaruhi
persepsi stimulus
9. Pola napas tidak Pola Napas Manajemen Jalan Napas
efektif (D.0005) (L.01004) (I.01011)
Setelah dilakukan Observasi :
Penyebab tindakan asuhan 1. Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
Hambatan Upaya keperawatan selama
usaha napas)
napas (mis. nyeri 3x24 jam 2. Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
saat bernapas, diharapkan pola
gurgling, mengi,
kelemahan otot napas kembali wheezing, ronkhi
kering)
pernapasan) normal
3. Monitor sputum
Kriteria Hasil :
(jumlah, wama, aroma)
Diagnosa 1. Tekanan
Terapeurik :
Keperawatan ekspirasi
1. Lakukan penghisapan
Pola napas tidak menurun (1), lendir kurang dari 15
detik
efektif b.d hambatan meningkat (5)
2. Lakukan
Upaya napas (mis. 2. Tekanan inspirasi hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
nyeri saat bernapas, menurun (1),
endotrakeal Keluarkan
kelemahan otor meningkat (5) sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
pernapasan d.d 3. Dispnea
3. Berikan oksigen, jika
Dispnea, pola napas meningkat (1),
perlu
abnormal (mis. menurun (5)
Edukasi :
takipnea, 4. Frekuensi napas
1. Anjurkan asupan cairan
bradypnea, memburuk (1), 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
hiperventilasi, membaik (5)
2. Ajarkan teknik batuk
kusmaul, chyne-
efektif
stokes)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,

43
mukolitik, jika perlu
10. Gangguan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas (L.01003) (I.01014)
(D.0003) Setelah dilakukan Observasi :
tindakan asuhan 1. Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
Penyebab keperawatan selama
takipnea, hiperventilasi,
Ketidakseimbangan 3x24 jam Kussmaul, Cheyne-
Stokes, Biot, ataksik)
ventilasi-perfusi diharapkan
2. Monitor kemampuan
pertukaran gas batuk efektif
3. Monitor adanya
Diagnosa kembali normal
produksi sputum
Keperawatan Kriteria Hasil : 4. Monitor adanya
Gangguan 1. Dispnea sumbatan jalan napas
pertukaran gas b.d meningkat (1), Terapeutik :
Ketidak seimbangan menurun (5) 1. Atur interval
ventilasi-perfusi d.d 2. Bunyi napas pemantauan respirasi
dispnea, PCO2 tambahan sesuai kondisi pasien
meningkat/menurun meningkat (1), Edukasi :
, PO2 menurun menurun (5) 1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
3. Pola napas
2. Informasikan hasil
memburuk (1),
pemantauan, jika perlu
membaik (5)

11. Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi


(D.0019) (L.03030) (I.03119)
Setelah dilakukan Observasi :
Penyebab tindakan asuhan 1. Identifikasi kebutuhan
ketidakmampuan keperawatan selama kalori dan jenis nutrient
menelan makanan 3x24 jam 2. Monitor asupan
diharapkan makanan
Diagnosa kebutuhan nutrisi 3. Monitor berat badan
Keperawatan teratasi Terapeutik :

44
Defisit nutrisi b.d Kriteria Hasil :
1. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi
ketidakmampuan 1. Porsi makanan
protein
menelan makanan yang dihabiskan 2. Berikan suplemen
d.d berat badan menurun (1), makanan jika perlu
menurun minimal meningkat (5) Edukasi :
10% dibawah 2. Berat badan 1. Ajarkan diet yang
rentang ideal memburuk (1), diprogramkan
membaik (5) Kolaborasi :
3. Nafsu makan 1. Kolaborasi pemberian
memburuk (1), medikasi sebelum
membaik (5) makan (mis. pereda
4. Frekuensi makan nyeri, antiemetik), jika
memburuk (1), perlu
membaik (5) 2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sinusitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya peradangan
rongga sinus akibat infeksi pathogen. Pathogen tersebut dapat berupa virus,

45
bakteri, dan jamur. Selain adanya infeksi pathogen, sinusitis juga dapat dipicu
oleh alergi rhinitis, flu, polip hidung, dan deviasi septum. Sinusitis mungkin
dialami oleh seseorang dengan system imunitas yang lemah, penderita alergi,
asma, atau memiliki masalah penyumbatan structural hidung. Pada anak-anak,
sinusitis lebih mungkin terjadi akibat alergi tertentu.
Seseorang yang menderita sinusitis perlu mendapatkan penanganan
khusus. Hal ini bertujuan untuk mencegah sinus menyebar atau menjadi lebih
parah. Penderita sinusitis ringan dapat diobat dengan obat antibiotic,
semprotan steroid, atihistamin, dan obat dekongestan berupa cairan pembersih
hidung. Jika gejala yang muncul tidak juga membaik maka disarankan untuk
melakukan operasi sinusitis. Jadi, tidak semua penderita sinusitis harus
melakukan Tindakan operasi. Jika Tindakan pemberian obat dan terapi
membuat sinus membaik maka tidak disarakan untuk melakukan operasi.
Tindakan operasi hanya disarankan oleh dokter saat gangguan sinus tidak
menunjukkan perkembangan setelah Tindakan pemberian obat-obat ataupun
terapi.
Perawat hendaknya harus memiliki keterampilan, kompetensi dan
pengetahuan yang luas mengenai konsep sinusitis sehingga ketika kasus
tersebut dijumpai para perawat bisa bergegas untuk mengantisipasi agar tidak
terjadi tingkat keparahan yang tinggi apabila belum terlambat untuk ditangani.
3.2 Saran
Pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien sinusitis harus
disesuaikan dengan kondisi pasien, maka dari itu diharapkan bagi perawat
agar lebih mendalami mengenai konsep asuhan keperawatan sinusitis agar
dapat memberikan tindakan yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan
pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2013. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan


Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

46
Suryoo, Joko. 2010. Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan.
Yogyakarta: B First
Aman, Abu Tholib dkk. 2022. Comprehensive Biomedical Sciences: Sistem
Repirasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

47

Anda mungkin juga menyukai