Anda di halaman 1dari 54

CASE REPORT

VERTIGO PERIFER

Disusun oleh :

Navira Aulia Susanti (1710070100001)

Preseptor :

dr. Yulson Rasyid, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN NEUROLOGI

RSUD MOHAMMAD NATSIR FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

SOLOK

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-

Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas case report ini yang

berjudul Vertigo Perifer. Case report ini dibuat untuk memenuhi syarat

kepaniteraan klinik senior dibagian Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah

Mohammad Natsir Solok.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Yulson Rasyid, Sp.S,

selaku pembimbing penyusunan case report ini dengan memberikan bimbingan

dan nasehat dalam penyelesaian case report ini. Terimakasih pula kepada teman

teman serta staf bagian neurologi dan semua pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan case report ini. Penulis menyadari bahwa case report ini masih

jauh dari kata sempurna, baik mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar

ilmiahnya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari

penulis dalam menyelesaikan case report ini.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk perbaikan penulisan case report selanjutnya. Semoga case

report ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk

pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Solok, 15 Desember 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................2
Daftar Isi............................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................5
PENDAHULUAN.............................................................................................5
1.1 Latar Belakang......................................................................................5

1.2 Tujuan Penulisan...................................................................................6

BAB II...............................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................7
2.1 Anatomi dan fisiologi alat keseimbangan...........................................7

2.1.1 Anatomi...................................................................................................7

2.1.2 Fungsi Keseimbangan...........................................................................10

2.2 Vertigo...................................................................................................11

2.2.1 Definisi..................................................................................................11

2.2.2 Epidemiologi.........................................................................................11

2.2.3 Klasifikasi.............................................................................................12

2.2.4 Etiologi..................................................................................................14

2.2.5 Patofisiologi..........................................................................................14

2.2.6 Gejala....................................................................................................17

1.2.7 Penegakan diagnosis.............................................................................18

2.2.8 Penatalaksanaan....................................................................................23

2.2.9 Edukasi..................................................................................................26

2.2.10 Prognosis.............................................................................................26

BAB III.............................................................................................................28

3
LAPORAN KASUS.........................................................................................28
BAB IV.............................................................................................................49
ANALISA KASUS..........................................................................................49
BAB V...............................................................................................................51
PENUTUP........................................................................................................51
5.1 Kesimpulan..........................................................................................51

5.2 Saran......................................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................52

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vertigo merupakan salah satu keluhan yang sering dijumpai dalam praktek

yang digambarkan sebagai rasa berputar, pening, tak stabil (giddiness,

unsteadiness) atau pusing (dizziness). Vertigo adalah sensasi gerakan tubuh ketika

tubuh tidak sedang bergerak, yang tidak sesuai dengan gerakan kepala normal,

merupakan gejala murni atau kumpulan gejala (sindroma) yang terdiri dari gejala

pusing berputar, gejala somatik (nistagmus dan ketidakseimbangan), dan gejala

otonom (mual, muntah, keringat dingin).1

Vertigo sering terjadi pada umur 18-79 tahun, dengan prevalensi global

sebesar 7,4% serta kejadian pertahunnya mencapai 1,4%. Prevalensi vertigo pada

tahun 2019 di Jerman, berusia 18 tahun hingga 79 tahun adalah 30%, 24%

diasumsikan karena kelainan vestibuler. Sedangkan tahun 2018 prevalensi vertigo

di Amerika karena disfungsi vestibular adalah sekitar 35% populasi dengan umur

40 tahun keatas. Pasien yang mengalami vertigo vestibular, 75% mendapatkan

gangguan vertigo perifer dan 25% mengalami vertigo sentral. Umumnya vertigo

ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya 4-7% yang

diperiksakan ke dokter.

Di Indonesia berdasarkan hasil penelitian Rendra dan Pinzon pada tahun

2018, vertigo termasuk penyakit yang memiliki prevalensi yang besar, Distribusi

penyakit vertigo berdasarkan usia yang paling banyak pada rentang usia 41-50

tahun (38,7%) dan 51-60 tahun (19,3%). Dari penelitian tersebut juga diketahui

bahwa jenis kelamin perempuan (72,6%) lebih berisiko memiliki vertigo

5
dibandingkan laki-laki (27,4%) (Rendra dan Pinzon, 2018). Angka kejadian

vertigo di Indonesia pada tahun 2013 sangat tinggi sekitar 50% dari orang tua

yang berumur 75 tahun, pada tahun 2015, 50% dari usia 40-50 tahun dan juga

merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikemukakan oleh penderita yang

datang.2

1.2 Tujuan Penulisan


 Melengkapi syarat tugas stase neurologi.

 Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di RSUD M.Natsir

Solok.

 Sebagai bahan bacaan anggota Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)

selanjutnya.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi alat keseimbangan


2.1.1 Anatomi
Telinga (auris) merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga

memiliki tiga bagian yaitu telinga luar (auris externa), telinga tengah (auris media)

dan telinga dalam (auris interna).3

Gambar 2.1 Anatomi Telinga

Auris externa terdiri dari dua bagian. Bagian yang berproyeksi dari sisi regio

capitis adalah auricula (pinna) dan saluran yang mengarah ke dalam adalah

meatus acusticus externus. Auricula berada di sisi regio capitis dan membantu

menangkap suara. Meatus acusticus externus terbentang dari bagian terdalam

concha auriculae sampai membrana tympani (gendang telinga). Berjarak kurang

kebih 1 inci (2.5 cm).3

7
Gambar 2.2 Anatomi telinga luar

Auris media berisi udara, merupakan ruangan yang dilapisi membrana

mukosa di dalam tulang temporale. Antara membrana tympani di lateral dan

dinding lateral auris interna di medial. Struktur ini terdiri dari dua bagian yaitu

cavitas tympanica tepat bersebelahan dengan membrana tympani dan recessus

epitympanicus di superior. Auris media berhubungan dengan daerah mastoid di

posterior (melalui aditus ke antrum mastoideum) dan nasopharinx di anterior

(melalui tuba pharyngotympanica/tuba auditiva).

Fungsi dasarnya untuk mengirimkan getaran membrana tympani melalui

cavitas auris media menuju auris interna. Getaran ini dapat mencapai auris interna

melalui tiga tulang yang saling berhubungan namun dapat bergerak, yang

menjembatani ruangan antara membrane tympani dan auris interna. Tulang-tulang

ini adalah malleus (berhubungan dengan membrana tympani), incus (berhubungan

dengan malleus melalui sendi synovialis) dan stapes (berhubungan dengan incus

melalui sendi synovialls, dan melekat pada dinding lateral auris interna pada

fenestra vestibuli).3

8
Gambar 2.3 Anatomi telinga tengah

Auris interna terdiri dari serangkaian cavitas tulang (labyrinthus osseus) dan

ductus serta saccus membranaceus (labyrinthus membranaceus) di dalam cavitas

tersebut. Semua struktur tersebut berada dalam pars petrosa tulang temporale, di

antara auris media di lateral dan meatus acusticus internus di medial. Labyrinthus

osseus terdiri dari vestibulum, tiga canalis semicircularis ossus, dan cochlea.

Labyrinthus osseus ini dilapisi oleh periosteum dan berisi cairan jernih.

(perilympha). Labyrinthus membranaceus terendam di dalam perilympha namun

tidak mengisi seluruh ruangan. labyrinthus osseus terdiri dari ductus

semicirculares, ductus cochlearis dan dua saccus (utriculus dan sacculus).3

9
Gambar 2.4 Anatomi telinga Dalam

2.1.2 Fungsi Keseimbangan


Keseimbangan adalah sensasi orientasi dan gerakan tubuh. Fungsi

keseimbangan diatur oleh beberapa organ penting di tubuh yang input sensoriknya

akan diolah di susunan saraf pusat (SSP). Fungsi ini diperantarai beberapa

reseptor, yaitu reseptor vestibular, reseptor visual dan reseptor somatik.2,4

Reseptor vestibular sebagai pengatur keseimbangan diatur oleh organ

apparatus vestibularis yang memberi informasi esensial bagi sensasi

keseimbangan dan bagi koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata serta

postur. Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala.

Semua komponen apparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi

oleh perilimfe. Komponen-komponen vestibularis masing-masing mengandung

sel rambut yang berespons terhadap deformasi mekanis yang dipicu oleh gerakan

spesifik endolimfe. Reseptor vestibularis dapat mengalami depolarisasi atau

hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan. Aparatus vestibularis terdiri

dari dua set

10
struktur di dalam bagian terowongan tulang temporal dekat koklea yaitu kanalis

semisirkularis dan organ otolit.4

Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi rotasional atau

angular kepala, misalnya ketika menengok, mulai atau berhenti berputar, jungkir-

balik. Masing-masing telinga mengandung tiga kanalis semisirkularis yang

tersusun dalam bidang tiga dimensi yang tegak lurus satu sama lain.4

Organ otolit memberi informasi tentang posisi kepala relatif terhadap

gravitasi (yaitu, kepala miring statik) dan juga mendeteksi perubahan kecepatan

gerakan lurus (bergerak dalam garis lurus ke manapun arahnya). Organ otolit,

utrikulus dan sakulus, adalah struktur berbentuk kantong yang berada di dalam

ruang bertulang di antara kanalis semisirkularis dan koklea.4

2.2 Vertigo
2.2.1 Definisi
Vertigo berasal dari bahasa latin, vertere, yang artinya memutar.5 Vertigo

merupakan perasaan atau ilusi bahwa lingkungan atau tubuh berputar, dapat

terjadi karena penyakit pada telinga bagian dalam atau karena gangguan pusat

vestibular ataupun jalur di sistem saraf pusat.6

2.2.2 Epidemiologi
Penelitian vertigo dari 12 klinik rawat jalan menunjukkan 50% pasien

mengalami vestibulopati perifer seperti BPPV, vestibuler neuritis, atau meniere's

disesase. Penyakit cerebrovaskuler mencapai 19%. Hanya 3.2% pasien yang

terdiagnosis sebagai stroke/TIA pada keseluruhan pasien dengan gejala dizines.

Sekitar 85% pasien di ruang gawat darurat menderita vertigo perifer dengan

gangguan pada salah satu organ vestibuler.5

11
2.2.3 Klasifikasi
Vertigo diklasifikasikan menjadi vertigo vestibular dan nonvestibular.7

a. Vertigo Vestibular

Vertigo Vestibular Timbul pada gangguan sistem vestibular, menimbulkan

sensasi berputar, timbulnya episodik, diprovokasi oleh gerakan kepala, dan

bisa merasakan rasa mual / muntah. Berdasarkan letak lesinya dikenal ada

2 jenis vertigo vestibular, yaitu:7

1) Vertigo vestibular perifer

Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis. Vertigo

vestibular perifer timbulnya lebih mendadak setelah perubahan

posisi kepala, dengan rasa berputar yang berat, mual / muntah, dan

keringat dingin. Bisa gangguan pendengaran berupa tinitus atau

ketulian, dan tidak gejala gangguan neurologis fokal seperti

hemiparesis, diplopia, perioral parestesia, penyakit paresisfasialis.

2) Vertigo vestibular sentral

Timbul pada lesi di nukleus vestibularis di batang otak, atau

talamus sampai ke korteks serebri. Vertigo vestibular sentral

timbulnya lebih lambat, tidak ada kepala. berputarnya ringan,

jarang dalam rasa mual / muntah, atau kalau ada ringan saja. Tidak

ada gangguan pendengaran. Bisa gejala neurologis seperti di atas.7

12
Tabel 2.1 Perbedaan vertigo vestibular perifer dengan sentral7

Gejala Vertigo Perifer Vertigo sentral

Bangkitan Mendadak Lambat

Beratnya Vertigo Berat Ringan

Pengaruh Gerakan Kepala ++ +/-

Mual/Muntah/Keringatan ++ +

Gangguan Pendengaran +/- +/-

Tanda Fokal Otak - +/-

b. Vertigo Nonvestibular

Vertigo Nonvestibular timbul pada gangguan sistem proprioseptif atau

sistem visual, sensasi bukan berputar, melainkan rasa melayang. goyang,

berlangsung konstan / kontinu, tidak ada rasa mual / muntah, serangan

biasanya dicetuskan oleh gerakan objek sekitarnya, misalnya di tempat

keramaian atau lalu lintas macet.7

Tabel 2.2 Perbedaan vertigo vestibular dengan vertigo nonvestibular7

Gejala Vertigo vestibular Vertigo nonvestibular

Sensasi Berputar Melayang, Goyang

Tempo serangan Episodik Kontinu / Konstan

Mual / Muntah + -

Gangguan Pendengaran +/- -

Gerakan Pencetus Gerakan kepala Gerakan objek visual

13
2.2.4 Etiologi
Penyebab sebagian besar kasus vertigo adalah ketidakseimbangan impuls

sensorik yang berhubungan dengan pergerakan yang mencapai otak melalui tiga

sistem persepsi yang berbeda yaitu visual, vestibular dan somatosensorik

(proprioseptif).8 Vertigo vestibular timul akibat ganggaun pada sistem vestibular

perifer maupun sentral. Gangguan sistem vestibular perifer disebabkan oleh

kelainan pada labirin dan N. vestibularis.

Penyebab pada labirin antara lain benign paroxysmal positional vertigo

(BPPV), post trauma, meniere, labirintitis, toksik, oklusi dan fistula labirin.

Penyebab pada N. vestibularis antara lain infeksi, inflamasi dan neuroma akustik.

Gangguan sistem vestibular sentral disebabkan oleh kelainan pada batang otak,

serebelum ataupun cerebrum yang sebagian besar disebabkan oleh stroke, tumor

intrakranial, kondisi metabolic dan paroksismal atau gangguan degeneratif.5,9

Vertigo nonvestibular timbul akibat gangguan pada sistem proprioseptif atau

sistem visual yang dapat disebabkan oleh polineuropati, mielopati, artrosis

servikalis, trauma leher, presinkope, hipotensi ortostatik, hiperventilasi, tension

headache dan hipoglikemi.7

2.2.5 Patofisiologi
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis

semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain.

Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni

ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan

cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila

seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis

14
semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke

arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak

sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris

dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi

kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini

menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga

timbul sensasi berupa vertigo.7

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan

tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya

dengan apayang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation). Teori ini berdasarkan asumsi

bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis

semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul

vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan

sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara

mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau

ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan.

Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral

sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola

mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau

rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda

dengan teori rangsang

15
berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan

sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch. Teori ini merupakan pengembangan teori konflik

sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola

gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang

aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi

dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan

berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-

angsur tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik. Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf

otonom sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis

timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim

parasimpatis mulai berperan.

5. Teori neurohumoral. Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin

(Kohl) dan teori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan

peranan neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf

otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.

6. Teori sinap. Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau

peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang

terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan

menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin

releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan

susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi

berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat

16
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat

di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang

menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat

dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

2.2.6 Gejala
Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala

primer, sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh

gangguan pada sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion, oscilopsia,

ataxia, gejala pendengaran. Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputar.10

Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan

sebagai sensais didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi disfungsi

apparatus otolitik pada telinga dalam atau proses sentral sinyal otolit

Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang dirovokasi dengan pergerakan

kepala. Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk membuka kedua

matanya. Sedangkan pasien dnegan unilateral vestibular loss akan mengeluh dunia

seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang mengalami

gangguan.

Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada pasien

dengan vertigo otologik dan sentral.

Gejala pendengaran biasanya berupa tinnitus, pengurangan pendengaran

atau distorsi dan sensasi penuh di telinga.

Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan

sensiivitas visual.

Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness. Istilah ini tidak

terlalu memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang dignkan pada pasien

17
dengan disfungsi telinga namun sering digunakan pada pasien vertigo yang

berhubungan dengan masalah medik.

1.2.7 Penegakan diagnosis


1. Anamnesis

Anamnesis memegang peranan sangat penting untuk diagnosis vertigo. Kasus

vertigo perifer biasanya onset akut dan penanganan penanganan segera, sedangkan

pada vertigo tipe sentral perlu diketahui dan dieksplorasi faktor risikonya. Hal-hal

penting yang perlu ditanyakan dalam menentukan diagnosis sindrom vestibular

yang bermanifestasi sebagai vertigo atau pusing antara lain :

Deskripsikan keluhan yang jelas pasien. Kadangkala pasien mengeluh pusing.

Pusing yang dikeluhkan ini dapat berupa sakit kepala, rasa goyang, berputar-putar,

rasa tidak stabil, atau melayang.

 Tipe / bentuk serangan vertigo: vertigo rotatoar seperti yang dirasakan

seperti saat menaiki komedi putar (misalnya: neuritis vestibular) atau

ketidakseimbangan postural seperti yang dirasakan saat menaiki kapal

(misalnya bilateral vestibulopati) atau pusing / pusing (misalnya

intoksikasi).

 Durasi vertigo: serangan vertigo berlangsung selama beberapa detik

hingga menit (misalnya vestibular paroxysmia), selama beberapa jam

(misalnya penyakit Meniere, migrain vestibular), vertigo yang berlangsung

terus- menerus selama beberapa hari hingga minggu (misalnya neuritis

vestibular), serangan ketidakseimbangan postural dari menit hingga jam

(misalnya serangan iskemia sepintas pada batang otak dan struktur

serebelar).

 Pencetus / eksaserbasi vertigo: tanpa pencetus (misalnya neuritis

18
vestibular), berjalan (vestibulopati bilateral), menolehkan kepala (misalnya

19
vestibular paroxysmia), menjalankan kepala tertentu (misalnya BPPV),

batuk, suara bising dengan frekuensi tertentu (fistula perilimfe atau

sindrom dehisensi kanalis superior), atau keadaan sosial tertentu (vertigo

postural fobia).

 Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo: Mual, muntah, keringat

dingin. Gejala otonom berat atau ringan. Ada atau tidaknya gejala

gangguan pendengaran seperti: tinitus atau tuli.

 Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti: streptomisin,

gentamisin, dan kemoterapi

 Tindakan tertentu: operasi tulang temporal, pengobatan trans-tympanal.

 Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan jantung.

 Defisit neurologis: hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral mati rasa,

disfagia, hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia serebelaris.

2. Pemeriksaan Fisik

Tanda vital

Pemeriksaan fisik umum

Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis sering kali tidak menemukan adanya kelainan. Nistagmus

horizontal biasanya dijumpai pada vertigo tipe perifer, sedangkan nistagmus pada

vertigo tipe sentral bersifat vertikal atau rotasional. Hal-hal yang harus

diperhatikan pada saat pemeriksaan pasien vertigo adalah:

Kesadaran

Nervi

kranialis

20
Sistem saraf motorik

Sistem saraf sensoris

Pemeriksaan fungsi serebelum / pemeriksaan khusus neuro-otologi: Pemeriksaan

spesifik yang dapat membantu menentukan diagnosis penyebab vertigo antara lain:

 Tes romberg

Pemeriksa berada di belakang, pasien berdiri tegak dengan kedua tangan di

dada, kedua mata terbuka, diamati selama 30 detik, setelah itu pasien

diminta menutup mata diawasi dan diamati selama 30 detik. Jika dalam

keadaan mata terbuka pasien sudah jatuh menandakan kelainan serebelum.

Jika dalam keadaan mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi

menandakan kelainan vestibular / propioseptif

 Tes romberg dipertajam

Pemeriksa berada di belakang pasien, tumit pasien berada di depan ibu jari

kaki yang lainnya, pasien diamati dalam keadaan mata terbuka selama 30

detik, kemudian pasien menutup mata dan diamati selama 30 detik.

Interpretasinya sama dengan tes romberg

 Tes jalan tandem (tandem gait)

Pasien yang berjalan dengan sebuah garis lurus, dengan menempatkan

tumit di depan jari kaki sisi yang lain secara bergantian. Pada kelainan

serebelar: pasien tidak dapat melakukan jalan tandem dan jatuh ke satu

sisi. Pada kelainan vestibular: pasien akan mengalami deviasi ke sisi lesi

 Tes fukuda Pemeriksa berada di belakang pasien Tangan diluruskan ke

depan, mata pasien ditutup. Pasien yang berjalan di tempat 50 langkah Tes

21
fukuda dalam abnormal jika deviasi ke satu sisi >30° atau maju / mundur

>1 meter. Tes fukuda menunjukkan lokasi kelainan di sisi kanan atau kiri.

 Tes past pointing

Pada posisi duduk, pasien untuk mengangkat satu tangan dengan arah

mengarah ke atas, jari pemeriksa di depan pasien, pasien diminta dengan

ujung jarinya menyentuh ujung jari pemeriksa beberapa kali dengan mata

terbuka, setelah itu dilakukan dengan cara yang sama dengan mata

tertutup. Pada kelainan vestibular: ketika mata tertutup maka jari pasien

akan deviasi ke arah lesi. Pada kelainan serebelar: akan terjadi hipermetri

atau hipometri

 Head thrust test

Pasien yang memfiksasikan mata pada hidung / dahi pemeriksa Setelah itu

kepala digerakkan secara cepat ke satu sisi. Pada kelainan vestibular

perifer akan dijumpai adanya sakadik

22
 Nistagmus

Bedside secara sederhana dengan atau tanpa kacamata Frenzel. Pasien

diminta mengikuti jari pemeriksa ke kiri atau kanan 30° untuk melihat

adanya nistagmus horizontal. Pasien diminta mengikuti jari pemeriksa ke

arah atas dan bawah untuk melihat adanya nistagmus vertikal.

 Head shaking test

Kepala pasien digerakkan ke kiri dan kanan 20 hitungan. Kemudian

diamati adanya nistagmus horizontal dan vertikal.

 Tes Dix-Hallpike

Pasien menoleh 45° ke satu sisi, setelah itu pasien dijatuhkan sehingga

kepala menggantung 15° di bawah bidang datar. Diamati adakah

nistagmus atau tidak. Kemudian pasien tegak kembali dan diamati adakah

nistagmus atau tidak. Hal yang sama dilakukan kembali pada sisi yang

lainnya. Pemeriksaan Dix-Hallpike ini dapat membedakan kelainan sentral

atau perifer. Pada kelainan perifer : Latensi 3-10 detik. Lamanya

nistagmus: 10- 30 detik, atau <1 menit. Adanya fatique disertai gejala

vertigo yang berat. Pada kelainan sentral: Nistagmus langsung muncul.

Tidak ada fatique. Gejala vertigo bisa ada atau tidak

 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan etiologi. Dapat

dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan seperti :

 Laboratorium

EEG, EMG, EKG, TCD, LP, CT scan/ MRI7

23
2.2.8 Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi Vertigo

 Medikasi

Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat

terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan

simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat

dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan :7

 Antihistamin

Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin yang

dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin,

siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas

antikholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada

kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping yang

umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek

samping ini memberikan dampak yang positif.

 Betahistin

Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat meningkatkan sirkulasi di

telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek samping

Betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.

Betahistin Mesylate (Merislon) Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali

sehari per oral. Betahistin di Hcl (Betaserc) Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali

sehari. Maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa dosis.

Dimenhidrinat (Dramamine), lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per

oral atau parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan

dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah

24
mengantuk.

25
Difhenhidramin Hcl (Benadryl), lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan

dengan dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga

diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.

 Antagonis Kalsium

Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium

Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan

obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung banyak

terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain

seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini

berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.

Cinnarizine (Stugerone)

Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons

terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali

sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa

cape, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.

Fenotiazine

Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah). Namun

tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan

Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh

bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.

Promethazine (Phenergan)

Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo. Lama

aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg – 25 mg (1

draze), 4 kali sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau

intravena). Efek

26
samping yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek samping

ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat Fenotiazine lainnya.

Khlorpromazine (Largactil)

Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan akut.

Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau

intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari.

Efek samping ialah sedasi (mengantuk).

Obat simpatomimetik

Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat

simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.

Efedrin

Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari.

Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo

lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi

gelisah – gugup.

Obat penenang minor

Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan yang

diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek samping seperti mulut kering

dan penglihatan menjadi kabur.

Lorazepam

Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg

Diazepam

Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.

Obat anti kholinergik

27
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem vestibular

dan dapat mengurangi gejala vertigo.

Skopolamin

Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin dan

mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4

kali sehari.

Terapi fisik

Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi gangguan

keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa penderita yang

kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh

adanya gangguan lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem

visual atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak membantu,

sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi

gangguan vestibular, membiasakan atau mengadaptasi diri terhadap gangguan

keseimbangan.

2.2.9 Edukasi
Keluarga turut mendukung dengan memotivasi pasien dalam mencari penyebab

vertigo dan mengobatinya sesuai penyebab

Mendorong pasien untuk teratur melakukan latihan vestibuler

Mengawasi pasien agar meminimalisir dari resiko jatuh

2.2.10 Prognosis
Prognosis vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik, dapat terjadi remisi

sempurna. Sebaliknya pada tipe sentral, prognosis tergantung dari etiologi yng

28
mendasarinya. Misalnya infark arteri basilar atau vertebral menandakan prognosis

yang buruk

29
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Penderita : Ny. F

Alamat : Simpang Rumbio, Solok

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 34 Tahun

TGL Masuk : Rabu, 08 Desember 2021

Jam masuk : 15.00 Wib

II. ANAMNESA

Anamnesa : Autoanamnesa

a. Keluhan Utama : Seorang perempuan usia 34 tahun datang ke IGD RSUD M .

Natsir dengan keluhan pusing berputar sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien merasa pusing berputar sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

yang timbul secara mendadak dan pusing yang berulang kali. Awalnya pada saat

pasien sedang mengangkat kain dari jemuran dan memindahkan kedalam

keranjang pasien merasakan pusing berputar yang dirasakan secara mendadak dan

hilang timbul, hal ini dirasakan pasien selama beberapa detik hingga menit,

disertai dengan rasa mual

30
dan muntah dan pasien juga berkeringat saat mengalami pusing. Saat gejala

muncul pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehingga pekerjaan pasien

terganggu.

Selain itu pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pendengaran. Pusing

berputar semakin berat saat pasien beraktivitas, membuka mata, mengubah posisi

kepala, mengubah posisi badan dari tidur ke duduk dan saat berdiri. Keluhan

dapat berkurang ketika pasien istirahat.

Sebelumnya pasien juga pernah diriwayat dengan penyakit yang sama 1

minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak mengeluhkan adanya

penurunan kesadaran (-), demam (-), sakit kepala (+), kesulitan menelan (-), mulut

mencong (-), bicara pelo (-), kesulitan berbicara (-), penurunan penciuman (-),

pandangan kabur (-), pandangan ganda (-), ataupun kejang (-). BAB dan BAK

normal tidak ada keluhan, nafsu makan pasien menurun, karena pusing berputar

yang dirasakan oleh pasien.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat vertigo sebelumya (+)

 Riwayat penyakit magh (+)

 Riwayat DM (-)

 Riwayat hipertensi (-)

 Riwayat stroke (-)

 Riwayat penyakit jantung (-)

 Riwayat infeksi telinga (-)

 Riwayat keganasan (-)

 Riwayat kolesterol (-)


31
 Riwayat trauma kepala (-)

 Riwayat trauma telinga (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat DM (-)

 Riwayat vertigo dalam keluarga (-)

 Riwayat penyakit kardiovaskular (-)

 Riwayat stroke (-)

 Riwayat penyakit jantung (-)

 Riwayat penyakit tumor (-)

e. Riwayat Pribadi Sosial :

Pasien perempuan usia 34 tahun, pasien sudah menikah dan mempunyai anak,

pasien tinggal bersama suami dan 2 anaknya. Pasien bekerja sebagai ibu rumah

tangga dan membuka usaha laundry dirumahnya. Pasien tidak ada kebiasaan

merokok, konsumsi alkohol dan minum kopi. Pasien mempunyai kebiasaan

makan yang tidak terkontrol dan lebih sering membeli makanan dari luar.

II. PEMERIKSAAN FISIK

1. UMUM

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5) Kooperatif

Rambut : Hitam

Nadi : 98 kali/menit

32
Irama : Reguler

Pernafasan : 16 kali/menit

Tekanan darah : 119/70 mmHg

Suhu : 36,5 derajat celcius

Turgor kulit : Normal

Kulit dan kuku : Dalam batas normal

Kelenjar Getah Bening

Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Aksila : Tidak ada pembesaran KGB

Inguinal : Tidak ada pembesaran KGB

Paru

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan

Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler kiri dan kanan, wheezing (-), rhonki (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Dalam batas normal

Auskultasi : Irama reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak tampak kelainan,

membuncit(-) Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

33
Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Korpus Vertebrae

Inspeksi : Tidak ada kelainan

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan vertebrae

2. STATUS NEUROLOGIKUS

GCS : E4 M6 V5

A. Tanda Rangsangan Selaput Otak

Kaku Kuduk : Negatif

Brudzinki I : Negatif

Brudzinki II : Negatif

Tanda Kernig : Negatif

B. Tanda Peningkatan Tekanan

Intrakranial Pupil : Isokor 3mm/3mm

34
C. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subjectif Normal Normal

Objectif Dengan Bahan Normal Normal

N II (Opticus)

Pengelihatan Kanan Kiri

Tajam Pengelihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Melihat Warna Normal Normal

Lapang Pandang Normal Normal

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N III (Okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola Mata Simetris Simetris

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Gerakan Bulbus Segala arah Segala arah

Strabismus Tidak ada Tidak ada

35
Nistagmus Positif horizontal Positif horizontal

Ekso/Endothalmus Tidak ada Tidak ada

Pupil Isokor Isokor

Bentuk Bulat Bulat

Refleks Cahaya + +

Reflek Akomodasi + +

Reflek Konvergensi + +

N IV (Troklearis)

Kanan Kiri

Gerakan Mata Kebawah Normal Normal

Sikap Bulbus Normal Normal

Diplopia Tidak ada Tidak ada

N V (Trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik

Membuka Mulut Normal Normal

Menggerakan Rahang Normal Normal

36
Menggigit Normal Normal

Mengunyah Normal Normal

Sensorik

Divisi Opthalmica

Reflek Kornea Normal Normal

Sensibilitas Normal Normal

Divisi Maksila

Reflek Massester Normal Normal

Sensibilitas Normal Normal

Divisi Mandibula

Sensibilitas Normal Normal

N VI (Abdusen)

Kanan Kiri

Gerakan Mata Lateral Normal Normal

Sikap Bulbus Normal Normal

Diplopia Tidak ada Tidak ada

N VII ( Fasialis)

37
Kanan Kiri

Raut Wajah Simetris

Menggerakan Dahi Simetris

Menutup Mata Normal Normal

Memperlihatkan Gigi Normal Normal

Mencibir/Bersiul Normal Normal

Sekresi Air Mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Fisura Palpebra Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sensasi Lidah 2/3 Depan Normal

Hiperakusis Tidak ada

N VIII (Vestibulokoklearis)

Kanan Kiri

Suara Berisik Normal Normal

Detik Arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Rinne Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber Test Tidak dilakukan

Scwabach Test Tidak dilakukan

38
Nistagmus + horizontal + horizontal

Pengaruh Posisi Kepala Dipengaruhi perubahan posisi kepala (+)

N IX (Glosopharingeus)

Sensasi Lidah 1/3 Belakang Normal

Refleks Muntah/Gag Reflek Tidak dilakukan

N X (Vagus)

Arkus Faring Simetris

Uvula Tidak ada deviasi

Menelan Normal

Artikulasi Normal

Suara Normal

Nadi Reguler

39
N XI ( Accessorius)

Kanan Kiri

Menoleh Ke Kanan Normal Normal

Menoleh Ke Kiri Normal Normal

Mengangkat Bahu Normal Normal

N XII (Hipoglosus)

Kedudukan Lidah Dalam Tidak ada deviasi

Kedudukan Lidah Dijulurkan Tidak ada deviasi

Tremor Tidak ada

Fasikulasi Tidak ada

Atrofi Tidak ada

Pemeriksaan Kordinasi

Cara Berjalan Normal

Romberg Test Tutup mata (+)

Ataksia Tidak ada

Rebound Phenomen Tidak ada

Test Tumit Lutut Tidak dilakukan

40
Disartria Tidak ada

Disgrafi Tidak ada

Test Jari Hidung Normal

Tes Hidung Jari Normal

Supinasi-Pronasi Normal

Pemeriksaan Fungsi Motorik

Badan

Respirasi Normal

Duduk Normal

Berdiri Dan Berjalan

Gerakan Spontan Tidak ada

Tremor Tidak ada

Atetosis Tidak ada

Mioklonik Tidak ada

Khorea Tidak ada

41
Eksremitas

Superior

Kanan Kiri

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan 555 555

Trofi Eutrofi Eutrofi

Tonus Eutonus Eutonus

Inferior

Inferior

Kanan Kiri

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan 555 555

Trofi Eutrofi Eutrofi

Tonus Eutonus Eutonus

Pemeriksaan Sensibilitas

Sensibilitas Nyeri Baik

Sensibilitas Taktil Baik

42
Sensibilitas Termis Baik

Sensibilitas Kortikal Baik

Stereognosis Baik

Pengenalan 2 Titik Baik

Pengenalan Rabaan Baik

Sistem Refleks

Fisiologis Kanan Kiri

Kornea Normal Normal

Laring Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Maseter Normal Normal

Dinding Perut Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Biceps ++ ++

Triceps ++ ++

Apr ++ ++

Kpr ++ ++

Bulbokavernosus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Cremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

43
Sfingter Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Patologis Kanan Kiri

Hoffman-Tromner - -

Babinsky - -

Chaddoks - -

Oppenhem - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Fungsi otonom

Miksi : Normal

Defekasi : Normal

Sekresi keringat : Normal

Fungsi Luhur

Kesadaran Tanda Dementia

Reaksi Bicara Baik Reflek Glabella Tidak dilakukan

Fungsi Intelek Baik Reflek Snout Tidak dilakukan

Reaksi Emosi Baik Reflek Menghisap Tidak dilakukan

44
Reflek Memegang Tidak dilakukan

Reflek Tidak dilakukan

Palmomental

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI

Hematologi Lengkap

Hemoglobin 11,9 (L) g/dL 12,0 – 16,0

Eritrosit 5,55 (H) 106/mm3 4,0 – 5,0

Hematokrit 34,8 (L) % 36 – 48

Nilai – Nilai MC

MCV 62,7 (L) fL 84 – 96

MCH 21,4 (L) pg/cell 28 – 34

MCHC 34,2 g/dL 32 – 36

RDW-CV 15, 4 (H) % 11,5 – 14,5

Leukosit 7,8 103/mm3 5,0 – 10,0

Trombosit 404 (H) 103/mm3 140 – 400

Hitung Jenis (Diff)

Basofil 1 % 0–1

Eosinofil 5 (H) % 1–3

Neutrofil 50 % 50 – 70

45
Limfosit 36 % 20 – 40

Monosit 8 % 2–8

ALC (Absolute 2808 /µL 1500 – 4000

Lymphocyte Count)

NLR (Neutrophil 1,39 < 3,13

Lymphocyte Ratio)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

KIMIA KLINIK

Kolesterol Lengkap

Trigliserida 121 mg/dL 40 – 160

Kolesterol Total 200 mg/dL 150 – 220

Kolesterol HDL 44 mg/dL 35 – 80

Kolesterol LDL 132 (L) mg/dL 140 – 159

Asam Urat 4,51 mg/dL 2,4 – 5,7

Glukosa Darah 100 mg/dL <200

Ureum 26 mg/dL 20 – 50

Kreatinin 0,72 mg/dL 0,5 – 1,5

46
Rencana Pemeriksaan Tambahan

Tidak ada

Diagnosis

Diagnosis Klinis : Vertigo vestibular tipe Perifer

Diagnosis Topik : Organ Vestibuar

Diagnosis Etiologis : BPPV

Diagnosis Sekunder : Hipotensi

Terapi

Umum/suportif

IVFD RL 12 jam/ Kolf

Khusus

Betahistine 3x6 mg p.o

Ranitidin 2x150 mg p.o

Domperidon 3x1 mg p.o

Flunarizin 1x5 mg p.o

Prognosis

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

47
HARI/ PERKEMBANGAN TERAPI

TANGGAL

10 desember S/ rawatan hari ke 3 P/

2021 Masih pusing berputar Terapi umum

Mual (+) muntah (-) IVFD RL 12 jam/kolf

BAK dan BAB normal Elevasi kepala 30o

Makanan tidak habis

Gastritis (+) Terapi khusus

Pasien sulit tidur Betahistin 3x6 mg

Obat di konsumsi rutin Flunarizin 1x5 mg

Domperidone 3x1 mg

O/ Ranitidin 2x150 mg

Keadaan umum : tampak sakit

sedang

Kesadaran : CMC

TD : 98/50 mmHg

HR : 63 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,2°C

Motorik 555/555

555/555

Refleks fisiologis : ++/++

Refleks babinski : -/-

48
A/

Diagnosis klinis : vertigo

vestibular tipe perifer

Diagnosis topik :organ

vestibuler

Diagnosis etiologi : BPPV

Diagnosis sekunder :

hipotensi

HARI/ PERKEMBANGAN TERAPI

TANGGAL

13 desember S/ rawatan hari ke 6 P/

2021 pusing berputar masih ada Terapi umum

Mual muntah (-) IVFD RL 12 jam/kolf

Badan letih (-) Diet makan biasa

BAK dan BAB normal Elevasi kepala 30o

Sudah bisa tidur

Gastritis Terapi khusus

Obat di konsumsi rutin Betahistin 3x6 mg

Flunarizin 1x5 mg

O/ Domperidone 3x1 mg

Keadaan umum : tampak sakit Ranitidin 2x1

sedang

Kesadaran : CMC

49
TD : 90/51 mmHg

HR : 57 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,2°C

Motorik 555/555

555/555

Refleks fisiologis : ++/++

Refleks babinski : -/-

A/

Diagnosis klinis : vertigo

vestibular tipe perifer

Diagnosis topik : organ

vestibuler lesi pada labirint

Diagnosis etiologi : BPPV

Diagnosis sekunder : gastritis,

hipotensi

50
BAB IV

ANALISA KASUS

Ny. F usia 34 th dengan keluhan pusing berputar yang timbul mendadak

dirasakan berat saat serangan. Pusing berputar terjadi saat pasien bangun dan

berpindah posisi badan. Pasien merasa sekelilng berputar hebat. Pasien juga

mengeluhkan mual (+), muntah (+) dan keringat dingin. Tidak terdapat keluhan

telinga yang berdengung saat serangan, namun tidak disertai penurunan

pendengaran. Menurut PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia) parameter untuk menegakkan diagnosis melalui anamnesis dan

beratnya keluhan didapatkan diagnosis vertigo perifer yaitu pasien merasa pusing

berputar, sangat hebat timbul mendadak disertai mual muntah, keringat dingin.

Diagnosis topik pada pasien ini adalah organ vestibular dengan lesi pada

labirin. Dengan diagnosis etiologinya adalah BPPV.

Pasien diberikan terapi suportif berupa IVFD RL 12 jam/ Kolf. Terapi

khusus pada pasien diberikan betahistine 3x6 mg untuk mengurangi gejala vertigo

yang pasien rasakan, domperidone 3x1 mg untuk mengatasi gejala mual muntah

yang pasien rasakan, ranitidin 2x1 untuk menurunkan asam lambung, flunarizin

1x5mg untuk mengurangi nyeri kepala pada pasien.

51
52
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 Seorang perempuan berusia 34 tahun dengan diagnosis klinis vertigo

vestibular tipe perifer.

 Dasar penegakan diagnosa pada pasien ini adalah: Pusing berputar yang

diperberat dengan perubahan posisi kepala yang timbul mendadak dan

berulang disertai mual muntah dan keringat dingin.

 Terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien adalah IVFD RL 12 jam/

Kolf. Untuk terapi khusus dapat diberikan betahistine 3x6 mg, ranitidin

2x150 mg, domperidone 3x1 mg, flunarizin 1x5 mg.

 Prognosis dari pasien ini quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad functionam

dubia ad bonam, dan quo ad sanationam dubia ad bonam.

5.2 Saran
 Menyarankan kepada mahasiswa kepanitraan klinik kedokteran

selanjutnya agar dapat melakukan pemeriksaan dan dapat menegakkan

diagnosa vertigo berdasarkan klasifikasinya serta mengetahui

penatalaksaan yang sesuai.

 Kepada keluarga pasien agar senantiasa mengawasi pasien untuk

mengurangi resiko jatuh.

53
DAFTAR PUSTAKA

1. Ramli RR, Ali NA, Permatasari R, et al. Karakteristik Penderita Vertigo

Perifer Yang Berobat di Poliklinik Saraf RSU Anutapura Dan RSUD Undata Palu

2017. J Kesehat Al-Irsyad 2017; 14: 90–95.

2. Elisabeth W.S, 2018. Karakteristik Dan Angka Kejadian Vertigo

Dipoliklinik RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2016-1018. [Skripsi]. Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomy.

Philadelphia: Churchill Livingstone; 2012.

4. Sherwood L. Fisiologi Manusia. Edisi ke- 8. Cengage Learning; 2013.

5. Jusuf MI, Wahidji VH. Bunga Rampai Kedokteran. Gorontalo: IDI; 2014.

6. Dorland, W.A. Newman. Dorlan’s Illustrated Medical Dictionary. Edisi

ke- 32. Philadelphia : Elsevier; 2012.

7. Sutarni S, dkk. Bunga Rampai Vertigo. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press; 2018.

8. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topik neurologi Duus : anatomi,

fisiologi, tanda, gejala. Edisi ke- 5. Jakarta: EGC; 2016.

9. Choi JY, dkk. Central Vertigo. Wolters Kluwer Health 2018; 31: 81-89.

10. Antunes MB. 2009. CNS Causes of Vertigo [Internet]. WebMD LLC.

54

Anda mungkin juga menyukai