Perdarahan Subarachnoid
Pembimbing :
dr. Tranggono Yudo Utomo, Sp.S, Msi. Med, FINA
Disusun oleh :
Swastika Santila Rudani Ake
2065050091
Table of Contents
DAFTAR ISI............................................................................................................2
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................3
KATA PENGANTAR.............................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 Anatomi....................................................................................................6
2.2 Definisi Subarachnoid Hemorrhage.......................................................10
2.3 Epidemiologi..........................................................................................10
2.4 Etiologi...................................................................................................11
2.5 Manifestasi Klinis..................................................................................13
2.6 Patofisiologi...........................................................................................16
2.7 Diagnosis................................................................................................18
2.8 Diagnosa Banding..................................................................................23
2.9 Tatalaksana............................................................................................24
2.10 Komplikasi.............................................................................................30
2.11 Prognosis................................................................................................31
BAB III KESIMPULAN........................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
2
LEMBAR PENGESAHAN
Jakarta,
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai salah satu pemenuhan
tugas kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia. Referat yang berjudul “Perdarahan Subarachnoid” ini diharapkan dapat
memiliki manfaat bagi penulis dan pembaca referat ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam melaksanaan pendidikan kepaniteraan
Ilmu Penyakit Saraf , banyak kesulitan dan hambatan yang dihadapi, namun
berkat bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing dan para dokter, maka
penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Tranggono Yudo U., Sp.S, Msi. Med, FINA selaku pembimbing referat yang
telah memberikan banyak waktu, arahan, nasihat, dan saran untuk membimbing
penulis dalam menyelesaikan penulisan referat ini.
2. Teman-teman kepaniteraan FK UKI yang saling mendukung dan membantu satu
sama lain dalam melaksanakan program kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf
di RSU UKI Jakarta.
Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna dan memiliki
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat menerima kritik dan saran
yang membangun agar dapat menjadi bekal yang baik dalam penulisan
berikutnya.
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya
adalah duramater dan lapisan dalamnya, dibagi menjadi arachnoidea dan
piamater.3,7
Durameter
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat
dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua
lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat
dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus
(sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan
di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian
otak.
Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan
juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan
fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura
spinalis. Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum
cranii. Dianatara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx
cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke
belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana
duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx
cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga
masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium
cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di
fossa craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus
os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di
sebelah oral ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii! tempat
le:atnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater,
terbenam dalam dua lamina dura.
6
Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan
hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium
subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi
liquorcerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater
oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang
menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.
Cavum subarachnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater
yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer
cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-
daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea,
seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini
berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga
sub arachhnoid umum.
Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan
sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke
dalam fissure transversalis di bawah corpus callosum. Di tempat ini pia
membentuk tela choridea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung
dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah chorideus untuk
membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim
berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea
di tempat itu.
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah.
Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi
koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak
membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam
darah arterial. Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit,
7
yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat
agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama
adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri),
yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok
darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan
sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-
fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motoric, sebagai
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motoric, sebagai area
wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil
yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan
8
Gambar 1. Lapisan Meningen5
9
Gambar 2. Sel Glia Pada Otak5
10
Gambar 4. Bagian Otak dan Fungsi Otak5
2.3 Epidemiologi
Perdarahan subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh gangguan
peredaran darah otak (GPDO), Usia: insidennya , 62% perdarahan
subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun. Pecahnya pembuluh darah
bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50
11
tahun. Perdarahan subarachnoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala.
Berdasarkan jenis kelamin: wanita lebih banyak disbanding laki-laki.5,8,10
2.4 Etiologi
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya
aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus
PSA merupakan kaitan dari perdarahan aneurisma.
Aneurisma sakular (berry)
ditemukan pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Arteri ini terbentuk pada
lesi pada dinding pembuluh darah yang sebelumnya telah ada, baik akibat
kerusakan struktural (biasanya kongenital) maupun cedera akibat hipertensi.
Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%),
bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri
karotis interna (berasal dari arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior
(30%), dan basillar tip (10%). Aneurisma pada lokasi lain, seperti pada
tempat berasalnya PICA, segmen P2 arteriserebri posterior, atau segmen
perikalosal arteri serebri anterior, jarang ditemukan. Aneurisma dapat
menimbulkan defisit neurologis dengan menekan struktur di sekitarnya
bahkan sebelum ruptur. Misalnya aneurisma pada arteri komunikans
posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan paresis saraf
kranial ketiga (pasien mengalami diplopia).11
Aneurisma fusiformis
Pembesaran pembuluh darah yang memanjang aneurisma fusiformis.
Aneurisma tersebut umumnya melibatkan segmen intracranial arteri karotis
interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris. Struktur ini
biasanya disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi, dan hanya
sedikit yang menjadi sumber perdarahan. Aneurisma fusiformis yang besar
pada arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalan
aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan
intraaneurismal, terutama pada sisi-sisinya dengan akibat stroke embolik
atau tersumbatnya pembuluh darah perforans oleh perluasan trombus secara
12
langsung. Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pembedahan
saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang
memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma sakular)
yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.11
13
Gambar 6. Bentuk Aneurisma10,11
14
merawatnya. Tanda-tanda peringatan tadi dapat muncul beberapa jam, hari,
minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan yang hebat.11
Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan
kemudian hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri
tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita mengalami serangan
seperti “disambar petir”. Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum
pecah) dapat menimbulkan tanda dan gejala sebagai berikut : defek medan
penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri
kepala yang terlokalisasi.10,11
Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan defek
medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal.
Aneurisma pada arteri karotis internus dapat menimbulkan paresis
okulomotorius, defek medan penglihatan, penurunan visus, dan nyeri wajah
disuatu tempat. Aneurisma pada arteri karotis internus didalam sinus
kavernosus, bila tidak menimbulkan fistula karotiko-kavernosus, dapat
menimbulkan sindrom sinus kavernosus.
Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia,
kelemahan lengan fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris
dapat menimbulkan paresis okulomotorius.
Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan lokasi
perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja atau kombinasi
dengan hematom subdural, intraserebral, atau intraventrikular. Dengan
demikian tanda klinis dapat bervariasi mulai dari meningismus ringan, nyeri
kepala, sampai defiist neurologis berat dan koma. Sementara itu, refleks
Babinski positif bilateral.
Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma, biasa
terjadi pada PSA. Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa hari
kemudian. Disfasia tidak muncul pada PSA tanpa komplikasi, bila ada disfasia
maka perlu dicurigai adanya hematom intraserebral. Yang cukup terkenal
adalah munculnya demensia dan labilitas emosional, khususnya bila lobus
15
frontalis bilateral terkena sebagai akibat dari pecahnya aneurisma pada arteri
komunikans anterior.
Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari a) kompresi
langsung oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari
pembuluh darah, atau c) meningkatnya TIK. Nervus optikus seringkali terkena
akibat PSA. Pada penderita dengan nyeri kepala mendadak dan terlihat adanya
perdarahan subarachnoid maka hal itu bersifat patognomik untuk PSA.
Gangguan fungsi motorik dapat berkaitan dengan PSA yang cukup luas
atau besar, atau berhubungan dengan infark otak sebagai akibat dari munculnya
vasospasme. Perdarahan dapat meluas kearah parenkim otak. Sementara itu,
hematom dapat menekan secara ekstra-aksial.
Iskemik otak yang terjadi kemudian merupakan ancaman serta pada
penderita PSA. Sekitar 5 hari pasca-awitan, sebagian atau seluruh cabang-
cabang besar sirkulus Willisi yang terpapar darah akan mengalami vasospasme
yang berlangsung antara 1-2 minggu tau lebih lama lagi.11
Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan
prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan.
16
2.6 Patofisiologi
Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding
pembuluh darah menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui
aliran cairan otak ke dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali
berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak atau pada sirkulasi willisii.
Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan sekitar 10 %
disebabkan karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas.
Aneurisma merupakan luka yang disebabkan karena tekanan hemodinamic
pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma
dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu
selaput tipis bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu
pembentukan aneurisma. Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam
ruang subarachnoid.12 Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi
dalam arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior
pembagi dari lingkaran wilis. Selama 25 tahun John Hopkins mempelajari
otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau tidaknya aneurisma dihubungkan
dengan hipertensi, cerebral atheroclerosis, bentuk saluran pada lingkaran wilis,
sakit kepala, hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat pereda
nyeri, dan riwayat stroke dalam keluarga yang semua memiliki hubungan
dengan bentuk aneurisma sakular.12 Ruang antara membran terluar arachnoid
dan pia mater adalah ruang subarachnoid. Pia mater terikat erat pada
permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma perdarahan
subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya pembuluh darah penghubung
yang menembus ruang itu, yang biasanya sama pada perdarahan subdural.
Meskipun trauma adalah penyebab utama subarachoid hemoragik, secara
umum digolongkan denga pecahnya saraf serebral atau kerusakan
arterivenous.12 Aneurisma pada Arteri Serebri yang paling sering adalah
aneurisma sakular yang bersifat kongenital, di mana terjadi kelemahan dinding
vaskuler terutama yang terletak pada cabang-cabang arteri. Aneurisma sakular
terjadi pada Bifurcatio Arteri Intakranial dan bisa ruptur ke dalam ruang
Subarachnoid di dalam sisterna basalis. Sekitar 85% aneurisma terjadi pada
17
Sirkulasi Anterior terutama pada Sirkulus Willisi. 20% kasus dilaporkan terjadi
aneurisma multiple. Ukuran dan lokasi aneurisma sangat penting dalam
menentukan risiko rupture. Aneurisma dengan diameter 7mm, terletak lebih
tinggi dari Arteri Basilaris atau berasal dari Arteri Komunikan Posterior
mempunyai risiko yang tinggi untuk rupture.
Infeksi sistemik seperti endokarditis bisa menyebar ke Arteri Serebri dan
menyebabkan aneurisma mikotik, dilaporkan sebanyak 2 hingga 3% kasus dari
ruptur aneurisma. Malformasi arteriovenosa adalah gangguan komunikasi
vaskuler di mana darah arterial memasuki system venous. Sering terjadi pada
Arteri Serebri Media.
Ruptur aneurisma intrakranial bisa meningkatkan tekanan intrakranial dan
menyebabkan nyeri kepala. Tekanan intrakranial bisa mencapai tekanan perfusi
sistemik dan menurunkan sirkulasi darah secara akut, dimana bisa
menyebabkan penurunan kesadaran yang terjadi pada onset sekitar 50% dari
pasien. Peningkatan tekanan intrakranial secara cepat bisa menyebabkan
perdarahan retina subhyaloid.10,11
18
2.7 Diagnosis
1. Anamnesa
Adapun anamnesa yang didapatkan :
a. Nyeri kepala
Pasien mengalami onset mendadak nyeri kepala yang hebat. Nyeri kepala
prodromal (peringatan) dari kebocoran darah kecil (ditunjuk sebagai nyeri
kepala sentinel) dilaporkan pada 30-50% aneurisma PSA. Nyeri kepala
sentinel dapat muncul beberapa jam sampai beberapa bulan sebelum
rupture, dengan nilai tengah yang dilaporkan adalah 2 minggu sebelum
diagnosa PSA. Kebocoran kecil umumnya tidak memperlihatkan tanda-
tanda peningkatan tekanan intracranial (TIK) atau rangsang meningeal.
Kebocoran kecil bukanlah gambaran MAV. Lebih dari 25% pasien
mengalami kejang mendekati onset akut; lokasi pusat kejang tidak ada
hubungannya dengan lokasi aneurisma.
b. Mual dan/atau muntah
c. Gejala rangsang meningeal (kaku kuduk, low back pain, nyeri tungkai
bilateral). Didapatkan sekitar 75% kasus PSA, namun kebanyakan
membutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.
d. Fotofobia dan perubahan visus
e. Hilangnya kesadaran; sekitar setengah pasien mengalami hal ini ketika
onset perdarahan.8,10,11
Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk mendiagnosis PSA. Maka dari
itu faktor resiko terjadinya PSA perlu diperhatikan juga.
2. Pemeriksaan Fisik
Temuan pada pemeriksaan fisik bisa jadi nomal, atau dapat ditemukan
beberapa hal berikut :
a. kelainan neurologis global atau fokal pada lebih dari 25% pasien
b. Sindroma kompresi nervus kranialis
- kelumpuhan nervus okulomotorius (aneurisma arteri komunis
posterior) dengan atau tanpa midriasis ipsilateral.
- Kelumpuhan nervus abdusens
19
- Hilangnya penglihatan monokuler (aneurisma arteri oftalmika menekan
nervus optikus ipsilateral)
c. Defisit motorik dari aneurisma arteri serebral media pada 15% pasien
d. Tidak ada tanda-tanda lokal pada 40% pasien.
e. Kejang
f. Tanda-tanda oftalmologis
- Perdarahan retina subhyaloid (perdarahan bulat kecil, mungkin terlihat
miniskus, dekat dengan pangkal nervus optikus), perdarahan retina
lainnya.
- Edema papil
g. Tanda-tanda vital
- Sekitar setengah pasien memiliki peningkatan tekanan darah ringan
sampai sedang.
- TD menjadi labil seiring meningkatnya TIK.
- Demam tidak biasa pada awalnya namun umum setelah hari keempat
dari gangguan darah didalam ruang subarachnoid.
- Takikardi bias muncul selama beberapa hari setelah kejadian
perdarahan5,8,11
h. Derajat Perdarahan Subarakhnoid (Hunt dan Hess)
- Grade 0 : tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
- Grade 1 : sakit kepala ringan
- Grade 2 : sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal, dan
kemungkinan adanya defisit saraf kranialis
- Grade 3 : kesadaran menurun, defisit fokal neurologi ringan
- Grade 4 : stupor, hemiparesis sedang samapai berat, awal deserebrasi
- Grade 5 : koma dalam, deserebrasi8,11
i. Ada juga skala disusun dan diakui oleh World Federation of Neurologic
Surgeon (WFNS) melibatkan Glasgow Coma Scale:
WFN Grade GCS Motor Defisit
I 15 Tidak ada
II 14-13 Tidak ada
III 14-13 Ada
20
IV 12-7 Ada/tidak ada
V 6-3 Ada/tidak ada
21
Gambar 8. Ct-scan Subarachnoid hemorrhage. Terlihat lesi hiperdens
pada fissure sylvian (panah biru) dan fisura interhemispheric (panah merah)
yang terlihat pada CT otak yang ditingkatkan tanpa kontras ini. Kaslifikasi
fisiologis (panah putih dan hitam).11
22
Angiografi serebral dilakukan ketika diagnosa PSA sudah dibuat. Studi ini
menilai hal-hal berikut, yaitu anatomi vaskular, tempat perdarahan terbaru,
dan kehadiran aneurisma lainnya. Studi ini juga membantu merencanakan
pilihan operasi. Temuan angiografi negatif pada 10-20% pasien dengan
PSA. Jika negative, beberapa menganjurkan untuk angiografi ulangan
beberapa minggu kemudian.
c. MRI
Jika tidak ditemukan lesi pada angiografi. Sensitivitasnya dalam mendeteksi
darah dianggap sama atau lebih rendah disbanding CT scan. Biaya lebih
tinggi, avilabilitas lebih rendah, dan waktu studi yang lebih lama
menjadikannya kurang optimal untuk mendeteksi PSA. MRI seringnya
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan MAV yang tidak terlihat pada
angiografi. MRI dapat kehilangan lesi simtomatik kecil yang belum
rupture.10
5. Lumbal Pungsi
23
Bila tidak dapat dilakukan CT Scan atau MRI dapat dilakukan lumbal
pungsi untuk membuktikan adanya perdarahan dalam rongga subaraknoid.
Lumbal pungsi bisa jadi negative jika dilakukan kurang dari 2 jam setelah
perdarahan, lumbal pungsi paling sensitif pada 12 jam setelah onset gejala.
Bila dilakukan pungsi lumbal maka akan dijumpai cairan LCS yang
mengandung darah, kadar protein meningkat sekitar 10-20%. Jumlah darah
yang dijumpai pada LCS mempunyai nilai prognostic. Prognosis biasanya
buruk bila kadar hematocrit cairan spinal tinggi misalnya 3-5%, hal ini
sebagai indicator besarnya perdarahan yang terjadi. Xanthochromia
(supernatan cairan serebrospinal kuning-merah muda) biasanya terlihat 12
jam setelah onset perdarahan idealnya diukur secara spektrografis walaupun
banyak laboratorium bersandar pada inspeksi visual.11
2.8 Diagnosa Banding
1. Stroke non hemoragik
Gejala stroke non hemoragik yang timbu akibat gangguan peredaran darah
di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, gejala-gejala tersebut
diantaranya adalah:
ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang
berlawanan (hemiparesis kontralateral). Bisa terjadi kejang-kejang. Yang
membedakan dengan PSA adalah tidak didapatkannya gejala peningkatan
intrakranial seperti mual dan muntah. Tidak didapatkan adanya tanda
rangsang meningeal dan onset kejadian yang mendadak tetapi tidak saat
berakrtivitas. Gejala klinis pada stroke non hemoragik kebanyakn lebih
ringan daripada stroke hemoragik seperti PSA. Penyingkiran diagnosis
dapat dilihat dari hasil CT scan kepala, dimana dimana pada stroke non
hemoragik akan didapatkan daerah infark dengan gambaran hipodens,
sedangkan pada PSA didapatkan perdarahan dengan gambaran hiperdens
pada ruang subarachnoid.
2. Perdarahan Intraserebral
24
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor
penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit
darah seperti hemophilia, leukemia, trombositopenia pemakaian
antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,
amiloidosis serebrovaskular. Pada perdarahan intraserebral, perdarahan
terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Gejala yang membedakan adalah
pada perdarahan intraserebral (PIS) tidak terdapat kaku kuduk, nyeri
kepalanya tidak lebih berat daripada PSA, pada lumbal pungsi tidak
didapatkan darah, kecuali apabila PIS meluas ke ruang subaraknoid.
3. Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau pun jamur.
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.8,10,11
2.9 Tatalaksana
Tatalaksana pada subarachnoid hemorrhage mengarah kepada stabilisasi medis,
pencegahan perdarahan ulang, control tekanan intracranial, mencegah
Vasospasme dan Delayed Cerebral Ischemic.
25
Gambar 10. Tatalaksana Subarachnoid Hemorrhage7
26
- Intubasi endotrakel pada pasien melindungi dari aspirasi yang
disebabkan oleh refleks proteksi saluran nafas yang tertekan.
- Intubasi untuk hiperventilasi pasien dengan tanda-tanda herniasi :
Thiopental dan etomidate adalah agen induksi optimal pada PSA
selama intubasi. Thiopental bekerja singkat dan memiliki efek
sitoprotektif barbiturate. Thiopental harusnya hanya digunakan pada
pasien hipertensi karena kecenderungannya menurunkan tekanan
darah sistolik, yang merupakan penyebab cedera otak sekunder. Pada
pasien hipertensi dan normotensi, gunakanlah etomidate.
Gunakan rangkaian intubasi cepat jika memungkinkan. Pada
prosesnya, untuk mengurangi peningkatan TIK, idealnya gunakanlah
sedasi, defasikulasi1 blok neuromuskular kerjasingkat, dan agen lain
dengan kemampuan mengurangi TIK (seperti lidokain intravena).
Hindari hiperventilasi berlebihan atau hiperventilasi yang tidak
mencukupi. Target pCO2 adalah 30-50 mmHg untuk mengurangi
peningkatan TIK. Hiperventilasi berlebihan mungkin membahayakan
daerah yang mengalami vasspasme.
- Cegah sedasi yang berlebihan, yang menyebabkan pemeriksaan
neurologis serial menjadi lebih sulit dan telah dilaporkan meningkatkan
TIK secara langsung.3,10
c. Jika disangka terjadinya herniasi, dapat dilakukan intervensi dibawah ini :
- Gunakan agen osmotic, seperti manitol yang mengurangi TIK sebesar
50% dalam 30 menit, puncaknya setelah 90 menit, dan berakhir dalam 4
jam.
- Diuretik loop, seperti furosemide, juga menurunkan TIK tanpa
meningkatkan serum osmolalitas.
- Terapi steroid intravena untuk mengontrol edema otak adalah
kontroversial dan ditentang.7,8
d. Monitoring
- Awasi aktivitas jantung, oksimetri, tekanan darah ot!matis, dan CO2
tidal-akhir, ketika diaplikasikan.
27
- Pengawasan CO2 tidal-akhir pada pasien yang diintubasi
memungkinkan klinisi menghindari hiperventilasi berlebihan atau tidak
mencukupi. Target pCO2 adalah 30-35 mmHg untuk mengurangi
peningkatan TIK.
- Pengawasan lini arteri invasif ketika berurusan dengan tekanan darah
yang labil (sering pada PSA tingkat tinggi).
e. Obat antihipertensi
- Agen anti hipertensi sebelumnya telah dianjurkan untuk tekanan darah
sistolik >160 mmHg atau tekanan darah diastolic >90 mmHg.
- Jaga tekanan darah sistolik dalam rentang 90-140 mmHg sebelum
pengobatan aneurisma, kemudian biarkan hipertensi untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik <200 mmHg.
- Berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan yang akan terlibat
dalam pengobatan pasien, seiring praktek individu yang beragam.
- Gunakan pengobatan yang dapat diencerkan dengan cepat.
- Vasopresorr dapat diindikasikan untuk mempertahankan tekanan darah
sistolik melebihi 120 mmHg; hal ini mencegah kerusakan SSP pada
penumbra iskemik dari vasospasme reaktif yang terlihat pada PSA.
f. Terapi adjuntif
- Sediakan oksigen tambahan untuk semua pasien dengan cacat SSP
- Tinggikan kepala setinggi 300 untuk memudahkan drainase vena-vena
intracranial.
- Cairan hidrasi
Pertahankan euvolemia (CVP 5-8 mmHg); jika ada vasospasme
serebral, pertahankan hypervolemia(CVP 8-12 mmHg, atau PCWP
12-16 mmHg)
Jangan sampai pasien over hidrasi karena dapat meningkatkan resiko
hidrosefalus
Pasien dengan PSA juga mengalami hiponatremia dengan
terbuangnya garam dari otak.
28
- Serum glukosa, pertahankan pada level 80-120 mg/dl; gunakan bolus
atau infus insulin jika dibutuhkan
- Suhu tubuh pusat ; dijaga agar tetap 37,20C; berikan asetaminofen (325-
650 mg peroral setiap 4-6 jam) dan gunakan alat pendingin jika
dibutuhkan.
- Memberikan antiemetic untuk mual atau muntah.
- Berikan sedasi dengan hati-hati untuk mencegah penyelubungan
pemeriksaan neurologis, yang dapat membahayakan hasil temuan.
Bagaimanapun, cegah peningkatan TIK sehubungan dengan agitasi luas
dari nyeri dan ketidaknyamanan.
g. Terapi kejang
- Mulailah dengan anti konvulsan yang tidak merubah tingkat kesadaran
(missal, awalnya fenitoin, barbiturat atau benzodiazepin hanya untuk
menghentikan kejang aktif).
h. Kalsium antagonis untuk mengurangi tingkat keparahan vasospasme otak
i. Penggunaan anti fibrinolitik, seperti asam aminokaproat epsilon
- Anti fibrinolitik secara kompetitif menghambat aktivasi plasminogen
dan telah dilaporkan mengurangi insiden perdarahan ulang.
- Laporan lainnya memperingatkan pengurangan efek vasospasme dan
meningkatkan resiko hidrosefalus.
j. Drainase ventricular emergency oleh ahli bedah saraf.5,8,10,11
3. Medikasi
a. Agen osmotik
Gunakan agen osmotik, seperti manitol yang mengurangi TIK sebesar 50%
dalam 30 menit, puncaknya setelah 90 menit, dan berakhir dalam 4 jam.
Dosis dewasa : Awalnya menilai kecukupan fungsi ginjal dengan
memasukkan dosis percoban sebesar 200mg/kg BB i.v selama 3-5 menit
(harus menghasilkan urin sekurang-kurangnya 30-50 mL/jam urin selama 2-
3 jam) 1,5-2 g/kg BB sebagai larutan 20% (7,5-10 mL/kg BB) atau larutan
15% (10-13 mL/kg BB) i.v selama setidaknya 30 menit.
b. Obat hemostatik
29
Obat ini merupakan penghambat poten fibrinolisis dan dapat membalik
keadaan yang dihubungkan dengan fibrinolisis luas. Penggunaannya masih
kontroversial; dihimbau untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum
menggunakannya. Aminocaproic acid (Amicar) menghambat fibrinolysis
melalui hambatan substansi plasminogen activator dan, untuk mengurangi
derajtnya, melalui aktivitas antiplasmin. Masalah utama pada penggunaan
obat ini adalah thrombus yang terbentuk selama pengobatan tidak
mengalami lisis dan efektivitasnya tidak pasti. Telah digunakan untuk
mencegah rekurensi PSA.
Dosis dewasa : 36 g/hari p.o/i.v dibagi dalam 6 dosis, tidak boleh melebihi
30 g/hari.3,8,10,11
c. Antihipertensi
Manajemen pasien stroke hemoragik disertai hipertensi masih kontroversi.
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mencegah terjadinya
perdarahan ulangan, namun dilain pihak hal ini dapat mencetuskan iskemik
perihematomal. Beberapa peneliti menyarankan penurunan tekanan darah
menuju tekanan darah rata-rata harus dilakukan perlahan sampai 130
mmHg namun penurunan tekanan darah lebih dari 20% harus dicegah dan
tekanan darah tidak boleh turun lebih dari 84 mmHg.
d. Diuretik
Diuretik loop, seperti furosemide (Lasix), juga menurunkan TIK tanpa
meningkatkan serum osmolalitas. Mekanisme dalam menurunkan TIK
sebagai berikut : (1) supresi ambilan sodium serebral, (2) hambatan
karbonik anhydrase menghasilkan pengurangan produksi CSS, dan (3)
hambatan pompa kation-klorida membrane sel, dengan demikian
mempengaruhi perpindahan air kedalam sel astroglial.
Dosis dewasa : 20-40 mg/hari i.v/i.m diberikan lambat; bergantung pada
respon, berikan pada kenaikan 20-40 mg, tidak lebih dari 6-8 jam setelah
dosis sebelumnya, sampai muncul diuresis yang diinginkan.5,8,10,11
4. Pembedahan.
Pembedahan dapat dilakukan untuk :
30
Menghilangkan kumpulan besar darah atau mengurangi tekanna padaotak jika
perdarahan tersebut karena cedera. Perbaikan aneurisma jika perdarahan yang
disebbakan oleh pecahnya aneurisma. Jika pasien kritis, pembedahan mungkin
harus menunggu sampai pasien lebih stabil. Pembedahan termasuk :
a. Kraniotomi dan kliping aneurisma
b. Endovascular coiling : kumparan ditempatkan dalam aneurisma untuk
mengurangi resiko perdarahan lebih lanjut. Jika aneurisma tidak ditemukan,
pasien harus diawasi ketat oleh tim perawatan kesehatan dan mungkin
diperlukan tes pencitraan.5,7,11
2.10 Komplikasi
Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada
perdarahan subarachnoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa status
mental, deficit neurologis fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia
serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal dan lesi
multiple luas. 1 Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk
mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma,
tekanan darah harus dikelola hati-hati dengan diberikan obat fenilefrin,
norepinefrin, dan dopamine (hipotensi), labetalol, esmolol, dan nikardipi
(hipertensi). Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >100 mmHg untuk
semua pasien selama ±21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan darah sistolik
harus dipertahankan dibawah 160 mmHg dan selama ada gejala vasospasme,
tekanan darah sistolik akan meningkat sampai 200- 220 mmHg. 1 Selain
vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat terjadi adalah
hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan epilepsy.
31
Gambar 11. Komplikasi Subarachnoid Hemorrhage8
2.11 Prognosis
Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal
tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama
sekitar 60%. Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar 70%.
Apabila tidak ada intervensi bedah maka sekitar 30% penderita meninggal
dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu pertama, dan 60% dalam 2 bulan
pertama. Hal-hal yang dapat memperburuk prognosis dapat dilihat pada tabel
Sistem Ogilvy dan Carter berikut ini.
Skor Keterangan
1 Nilai Hunt dan Hess > III
1 Skor skala Fisher >2
1 Ukuran Aneurisma >10 mm
1 Usia pasien >50 tahun
1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar (>25 mm)
Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem Ogilvy dan Carter, yaitu
skor 5 mempunyai prognosis buruk, sedangkan skor 0 mempunyai prognosis
lebih baik. Pendapat lain mengemukakan bahwa prognosis pasien-pasien PSA
tergantung lokasi dan jumlah perdarahan serta ada tidaknya komplikasi yang
menyertai. Disamping itu usia tua dan gejala-gejala yang berat memperburuk
32
prognosis. Seseorang dapat sembuh sempurna setelah pengobatan tapi
beberapa orang juga meninggal walaupun sudah menjalani treatment.
Sedangkan prognosis yang baik dapat dicapai jika pasien-pasien ditangani
secara agresif seperti resusitasi preoperative yang agresif, tindakan bedah
sedini mungkin, penatalaksanaan tekanan intracranial dan vasospasme yang
agresif serta perawatan intensif perioperative dengan fasilitas dan tenaga medis
yang mendukung.8,11
33
BAB III
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
3. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, et al. Cangguan Peredaran Darah Otak
(GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis Edisi 1. Yogyakarta:
gadjah Madya University Press. 2009;Hal 59-107.
9. Harsono. 1997, Buku Ajar Neurology Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia. Gajah Mada University Press. Bandung.
10. Klearchos Psychogios, Georgios Tsivgoulis, et al . Subarachnoid
Hemorrhage, Vasospasm, and Delayed Cerebral Ischemia Prevention, effective
monitoring, and early detection are the keys to successful management after
subarachnoid hemorrhage. January 2019.
11. Rahmatisa Dimas, MM Rudi Prahatno, et al. Defisit Neurologis Iskemik Tertunda
pada Perdarahan Subaraknoid akibat Rupture Aneurisma yang dilakukan
Tindakan Coiling. Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif Rumah Sakit
Pusat Otak Nasional Jakarta. JNI 2019;8 (2): 121–31
12. Sitorus, Sari Mega. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Bagian Anatomi,
Fakultas Kedokteran, 2005 Universitas Sumatera Utara. Medan.
35