Anda di halaman 1dari 54

REFERAT

STROKE

Pembimbing :
dr. Dian Cahyani, Sp.S

Oleh:
Nabila Tarafui
030.15.124

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD BUDHI ASIH
PERIODE 29 MARET 2021 – 16 APRIL 2021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
PERSETUJUAN PEMBIMBING

REFERAT

Judul:
STROKE

Nama Koass:
Nabila Tarafui / 030.15.124

Telah disetujui untuk dipresentasikan

Pada Hari Kamis, Tanggal 8 April 2021

Pembimbing

dr. Dian Cahyani, Sp.S

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul “Stroke”.
Presentasi ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Budhi Asih.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan penyelesaian kasus ini, terutama kepada:
1. dr. Dian Cahyani Sp.S selaku pembimbing dalam referat ini.
2. Dokter dan staf-staf SMF Saraf di RSUD Budhi Asih.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Saraf RSUD Budhi Asih atas bantuan dan
dukungannya.
Saya menyadari dalam pembuatan presentasi kasus ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan presentasi
kasus ini sangat saya harapkan.
Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
terutama dalam bidang ilmu penyakit saraf.

Jakarta,8 April 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 4
BAB II STROKE .................................................................................................... 5
ANATOMI ............................................................................................................ 5
DEFINISI ............................................................................................................ 12
EPIDEMIOLOGI ................................................................................................ 12
ETIOLOGI .......................................................................................................... 12
KLASIFIKASI .................................................................................................... 17
FAKTOR RISIKO ............................................................................................... 17
PATOFISIOLOGI ............................................................................................... 20
GEJALA KLINIS ................................................................................................ 23
PENEGAKKAN DIAGNOSIS ............................................................................ 34
TATALAKSANA ............................................................................................... 38
PROGNOSIS ...................................................................................................... 51
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 53

3
BAB I

PENDAHULUAN

Di negara-negara maju maupun berkembang seperti Indonesia, stroke merupakan


penyakit neurologis yang serius dan paling banyak dijumpai serta angka kematian
cukup tinggi.Sedangkan definisi dari stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan
gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan
fungsional otak fokal maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih
1
dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler.
Faktor resiko penyebab terjadinya stroke yaitu obesitas, merokok, kurang
konsumsi buah dan sayur, konsumsi alkohol berlebihan, hipertensi, kadar LDL tinggi
dan irama jantung tidak teratur. 2
Di Indonesia menurut RISKESDAS, prevalensi stroke meningkat sebanyak 3%
dari 10.9% pada tahun 2018 dan 7% pada tahun 2013. Kejadian stroke lebih banyak
pada kelompok usia 55-64 tahun yaitu sebanyak 33.3% dan perbandingan pada laki-
laki (50.1%) dan perempuan (49.9%) hampir sama. 3
Stroke merupakan bagian dari penyakit kardiovaskular yang memiliki dampak luas
secara ekonomi, sosial serta dapat menambah beban pembiayaan kesehatan. Hal ini
dikarenakan stroke dapat menyebabkan kecatatan permanen sehingga dapat
mempengaruhi produktivitas penderitanya.3

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vaskularisasi Otak 4,5,6


Anatomi vaskuler otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid
system) dan posterior (vertebrobasilar system). Pada setiap sistem vaskularisasi
otak terdapat tiga komponen, yaitu; arteri-arteri ekstratrakranial, arteri-arteri
intrakranial berdiameter besar dan arteri-arteri perforantes berdiameter kecil.
Komponen-komponen arteri ini mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda,
sehingga infark yang terjadi pada komponen-komponen tersebut mempunyai
etiologi yang berbeda.
 Pembuluh darah ekstrakranial (misal, a. carotis communis) mempunyai
struktur trilaminar (tunica intima, media dan adventisia) dan berperan sebagai
pembuluh darah kapasitan. Pada pembuluh darah ini mempunyai anatomosis
yang terbatas.
 Arteri-arteri intrakranial yang besar (misal a. serebri media) secara bermakna
mempunyai hubungan anastomosis di permukaan piameter otak dan basis
kranium melalui sirkulus Willisi dan sirkulasi khoroid. Tunica adventisia
pembuluh darah ini lebih tipis daripada pembuluh darah ekstrakranial, dan
mengandung jaringan elastik yang lebih sedikit. Selain itu, dengan diameter
yang sama pembuluh darah intrakranial ini lebih kaku daripada pembuluh
darah ekstrakranial.
 Arteri-arteri perforantes yang berdiameter kecil baik yang terletak
superfisial maupun profunda, secara dominan merupakan suatu end-
artery dengan anatomosis yang sangat terbatas, dan merupakan pembuluh
darah resisten.

5
A. Sistem anterior (Sistem Carotid)

Arteri Carotis communis (ACC) sinistra dipercabangkan langsung dari arkus


aorta sebelah kiri, sedangkan a. carotis communis dekstra dipercabangkan dari a.
innominata (Brachiocephalica). Di leher setinggi kartilago tiroid ACC bercabang
menjadi a. carotis interna (ACI) dan a. carotis eksterna (ACE), yang mana ACI
terletak lebih posterior dari ACE. Percabangan a. carotis communis ini sering
disebut sebagai Bifurkasio carotis mengandung carotid body yang berespon terhadap
kenaikan tekanan partial oksigen arterial (PaO2), aliran darah, pH arterial, dan
penurunan PaCO2 serta suhu tubuh.

Arteri karotis komunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis asceden, oleh
karena itulesi pada ACC (trauma, diseksi arteri atau kadang oklusi thrombus)
mampu menyebabkan paralisis okulosimpatik sudomotor ke daerah wajah.

Arteri karotis interna bercabang menjadi dua bagian yaitu bagian ekstrakranial
dan intrakranial. Bagian ekstrakranial a. karotis interna setelah dipercabangkan
didaerah bifurkasio akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi kavum
timpani dan akan beranastomisisdengan arteri maksilaris interna, salah satu cabang
ACE.

Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis


karotikus, berjalan dalam sinus cavernosus mempercabangkan a. ophtalmika untuk
n. optikus dan retina kemudian akhirnya bercabang menjadi a cerebri anterior
dan a. cerebri media. Keduanya bertanggungjawab memvaskularisasi lobus
frontalis, parietal, dan sebagian temporal. Arteri ini sebelum bercabang menjadi a.
cerebri anterior dan a. cerebri media akan bercabang menjadi a. choroid anterior
(AChA). AChA mempunyai fungsi memvaskularisasi pleksus choroid, juga
memberikan cabangnya ke globus pallidus, hipokampus anterior, uncus kapsula
interna bagian posterior serta mesensefalon bagian anterior. AChA ini akan
beranastomisis dengan a. Choroid posterior (cabang dari a. cerebri posterior).

6
a. Arteri Cerebri Anterior

Arteri serebri anterior dipercabangkan dari bagian medial ACI di daerah prosesus
clinoideus anterior, arteri ini akan dibagi menjadi 3 bagian. Bagian proksimal a.
cerebri anterior kanan dan kiri dihubungkan oleh a. communican anterior, bagian medial
dan distal arteri ini akanmemberikan cabangnya menjadi a. pericallosum anterior dan
a. callosomarginal. Arteri cerebri anterior mempunyai cabang-cabang kecil yang
berupa arteri-arteri perforantes profunda, arteri-arteri ini sering disebut sebagai arteri
medial striata yang bertanggungjawab terhadap vaskularisasi corpus striatum
anterior, capsula interna bagian anterior limb, comisura anterior dan juga
memvaskularisasi traktus serta kiasma optika. Oklusi arteri-arteri medial striata ini
menyebabkan kelemahan wajah dan lengan.

b. Arteri Cerebri Media

Arteri cereberi media setelah dipercabangkan oleh ACI akan dibagi menjadi
beberapa bagian. Bagian pertama akan berjalan ke lateral diantara atap lobus
medial dan lantai lobus frontalis hingga mencapai fissure lateralis Sylvian.
Arteri-arteri lenticulostriata dipercabangkan dari bagian proksimal ini.

Arteri Lenticulostriata merupakan arteri-arteri perforasi profunda yang


merupakan cabang arteri cerebri media, arteri ini berjumlah antara 6 dan 12 arteri.
Arteri ini berfungsi memvaskularisasi nukleus lentifromis, nukleus caudatus bagian
caput lateral, globus pallidus dan kapsula interna bagian bawah. Oklusi salah satu
arteri lenticulostriata akan menimbulkan infark lakuner karena tidak adanya
anastomosis fungsional antara arteri-arteri perforasi yang berdekatan.

Di daerah fissure lateralis, bagian kedua a. cerebri media akan bercabang


menjadi devisisuperior dan anterior. Devisi superior akan memberikan suplai
ke lobus frontal dan lobus parietal, sedangkan devisi inferior akan memsuplai ke
lobus temporal. Bagian terakhir dari a. cerebri media atau arteri-arteri perforantes
medullaris akan dipercabangkan di permukaan hemisfer cerebri, yang akan
memvaskularisasi substansia alba subkortek.

7
B. Sistem posterior (Sistem Vertebro Basiler)

Sistem ini berasal dari a. basilaris yang dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri
yang berpangkal di a. subklavia. Dia berjalan menuju dasar cranium melalui kanalis
transversalis di columna vertebralis cervikalis, kemudian masuk ke rongga cranium
akan melalui foramen magnum, lalu masing-masing akan mempercabangkan
sepasang a. cerebelli inferior.

Pada batas medulla oblongata dan pons, a. vertebralis kanan dan kiri tadi akan
bersatu menjadi a. basilaris. Arteri basilaris pada tingkat mesencephalon akan
mempercabangkan a. labyrintis, aa. pontis, dan aa. Mesenchepalica, kemudian yang
terakhir akan menjadi sepasang cabang a. cerebri posterior yang memvaskularisasi
lobus oksipitalis dan bagian medial lobus temporalis.

a. Arteri Cerebri Posterior

Arteri Cerebri Posterior (ACP) merupakan cabang akhir dari a. basilaris.


Bagian proksimal ACP atau bagian precommunican (sebelum a. Communican
Posterior (ACoP) akan bercabang menjadi a. mesencephali paramedian dan a.
thalamik-subthalamik yang akan memvaskularisasi thalamus. Setelah ACoP, a.
cerebri posterior akan mempercabangkan a. thalamogeniculatum dan a. choroid
posterior, yang mana juga akan memvaskularisasi thalamus.ACP ini setelah berjalan
kebelakang, di daerah tentorium cerebella akan bercabang menjadi devisi anterior
(memvaskularisasi bagian medial lobus temporalis) dan devisi posterior
(memvaskularisasi fissure calcarina dan daerah parieto-occipitalis).
b. Arteri yang memvaskularisasi Cerebellum

Cerebellum divaskularisasi oleh tiga pasang arteri panjang, yang mana arteri-arteri
ini berjalanmelingkupi cerebellum. Arteri-arteri tersebut adalah:
 Arteri Cerebellaris Superior (ACS): memvaskularisasi permukaan atas
cerebellum, dipercabangkan oleh a. basilaris tepat sebelum bercabang menjadi
a. cerebri posterior.
 Arteri Cerebellaris Inferior Anterior (ACIS): memvaskularisasi

8
permukaan anterior, dipercabangkan oleh a. basilaris bagian proksimal, atau
dipercabangkan oleh a. basilaris tepat setelah dibentuk oleh a. vertebralis
kanan dan kiri.
 Arteri Cerebellaris Inferior Posterior (ACIP): memvaskularisasi
permukaan inferior, dipercabangkan oleh a. vertebralis tepat sebelum
bergabung menjadi a. basilaris.
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral antara
sitem carotisdan sistem vertebrobasiler, yaitu:
1. Sirkulus Wilisi, merupakan anyaman arteri di dasar otak yang dibentuk
oleh a. cerebri media kanan dan kiri yang dihubungkan dengan a. cerebri
posterior kanan dan kiri oleh a.communicant posterior, sedangkan a. cerebri
anterior kanan dengan kiri akan dihubungkan oleh a. communican anterior.
2. Anastomosis a. carotis interna dan a. carotis externa di daerah orbital.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a. carotis externa.

Gambar 1. Sirkulus Willisi4

9
c. Arteri yang memvaskularisasi Thalamus

Thalamus mendapatkan vaskularisasi dari beberapa grup arteri.

 Aa. Thalamik-subthalamik (dikenal juga sebagai aa. Paramedian,


thalamoperforantes, dan internal optikus posterior): Arteri-arteri ini
dipercabangkan dari arteri cereberi posterior bagian proksimal. Arteri ini
memvaskularisasi area thalamus posteromedial, fasikulus longitudinal
medialis, dan nukleus intralaminar.

 Aa. Polaris (dikenal juga sebagai a. internal optikus anterior dan


tuberothalamik): Dipercabangkan dari a. communican posterior. Arteri ini
memvaskularisasi area anteromedial dan anterolateral termasuk juga nukleus
dorsomedialis, nukleus retikularis, traktus mamilothalamikus, dan sebagian
nukleus ventrolateral.

 Aa. Thalamogenikulatum: Arteri ini terdiri dari 5-6 cabang yang


dipercabangkan dari arteri cerebri posterior bagian distal, sama seperti aa.
Lentikulostriata yang dipercabangkan oleh arteri cerebri media. Arteri ini
memvaskularisasi nukleus ventro-postero-lateral (VPL) dan ventro-postero-
medial (VPM).

 Aa. Choroidal Posterior Media dan Lateral, yang mana juga


dipercabangkan oleh a. cerebri posterior. Arteri ini memvaskularisasi
thalamus posterior, pulvinar, dan corpus geniculatum.
Arteri-arteri yang memvaskularisasi thalamus ini merupakan suatu end-artery,
namun anastomisis bisa terjadi. Oleh karena anastomisis ini adanya lesi patologi
thalamus mempunyai gejala lebih bervariasi daripada infark lakuner.

10
Gambar 2. Anastomosis arteri pada otak5

11
2.2 Definisi Stroke
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis
yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun
global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak
disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler.1

2.3 Epidemiologi Stroke


Setiap tahun lebih dari 795.000 orang di Amerika menderita stroke dengan
610.000 diantaranya merupakan penderita serangan pertama.Di Indonesia pada tahun
2018, prevalensi stroke meningkat menjadi 10.9% (2.120.362 orang) dari 7% pada
tahun 2013. Provinsi Kalimantan Timur (14.7%) dan DI Yogyakarta (14.6%)
merupakan provinsi dengan prevalensi tertinggi stroke di Indonesia. Sedangkan
prevalensi terendah terdapat di Papua (4.1%) dan Maluku Utara (4.6%). 3

2.4 Etiologi Stroke


A. Stroke iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan
adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti
sama sekali pada area tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis.
Penurunan aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah
kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya
irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke
jenis ini. Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti terutama karena
aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya
bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. 1
1. Gangguan vaskular
a. Aterosklerosis
Terjadi penumpukan plak pada lumen arteri terutama pada percabangan
atau lekukan pada pembuluh darah. Lokasi aterosklerosis yang paling sering
menyebabkan stroke yaitu pada percabangan arteri karotis komunis dengan

12
arteri karotis interna, pada pangkal arteri serebri media dan anterior, pada
pangkal arteri vertebralis dan arteri basilaris. 7,8
Terdapat 3 mekanisme terjadinya iskemia yaitu emboli yang terbentuk
dari plak tersebut terlepas sehingga mengoklusi arteri serebral yang lebih
distal, plak tersebut dapat menyebabkan stenosis pada arteri sehingga pada
akhirnya dapat mengakibatkan oklusi total dan infark dari trombosis lokal,
dan jika pada distal dari penyempitan atau oklusi yang terjadi akibat
aterosklerosis tersebut terjadi kegagalan perfusi terus menerus akibat
gagalnya aliran darah kolateral.7
Aterosklerosis disebabkan karena adanya kerusakan pada sel endotel
pembuluh darah oleh karena LDL, radikal bebas, hipertensi, diabetes
melitus, shear sress karena turbulensi aliran darah, dan agen-agen infeksius
dapat menyebabkan perubahan dari permeabilitas endotel sehingga LDL
dapat masuk ke dalam dinding arteri. Monosit dan limfosit T akan
menempel pada endotel yang rusak dan bermigrasi ke subendotel dimana
monisit dan makrofag akan mengendositosis LDL dan mengubahnya
menjadi foam cells, sehingga membentuk fatty streak. Setelah itu terjadi
proliferasi dan migrasi sel otot polos dari tunika media ke tunika intima.
Sel-sel tersebut mensekresi matriks ekstraselular sehingga menyebabkan
terbentuknya fibrous cap diatas plak. Pada keadaan tertentu, fibrous cap
tersebut dapat robek dan menyebabkan ruptur dari plak yang akan
menyebabkan keluarnya faktor-faktor prokoagulan dan selanjutnya
menyebabkan trombosis.8
b. Fibromuskular displasia
Fibromuskular displasia merupakan kondisi dimana terdapat cincin
fibrosa dan hiperplasia muskular secara bergantian pada tunika media yang
terutama ditemukan pada arteri renalis dan karotis anak-anak dan dewasa
muda. Kondisi pembuluh darah tersebut dapat menyebabkan diseksi arteri,
stenosis, tromboembli atau ruptur aneruisma sehingga menyebabkan
timbulya gejala cerebral.8

13
c. Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Diseksi arteri karotis atau vertebralis menyebabkan perdarahan pada
dinding pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan oklusi atau
menyebabkan predisposisi untuk terbentuknya trombus dan emboli. 8
d. Lakunar infark
Lakunar infark disebabkan karena oklusi pembuluh darah kecil dari
arteri serebral mayor terutama yang memberikan perdarahan pada basal
ganglia, talamus, kapsula interna, dan pons. Penyebab dari oklusi pembuluh
darah tersebut adalah karena adanya kerusakan pada endotel yang
diakibatkan oleh hipertensi lama atau diabetes sehingga menyebabkan
terbentuknya trombus.7,8
e. Obat-obatan
Penggunaan kokain, amfetamin, atau heroin merupakan faktor risiko
untuk terjadinya stroke pada orang dengan usia kurang dari 35 tahun.
Penggunaan secara intravena dapat mengakibatkan endokarditis infektif
sehingga dapat menyebabkan stroke emboli. Selain itu, dapat juga terjadi
drug-induced vasospasm, vaskulitis, dan ruptur dari aneurisma atau
malformasi vaskular yang sudah ada sebelumnya. 8
2. Gangguan pada jantung
Emboli yang berasal dari jantung berjalan ke sirukulasi otak dan
menyebabakan obstruksi pada arteri dimana diameter lumen arteri tersebut
sama dengan besar emboli sehingga menyebabkan gangguan aliran darah otak.
Penyebab terbentuknya emboli antara lain adalah:7
a. Mural trombus
Mural trombus merupakan komplikasi dari infark miokard atau
kardiomiopati yang dapat menyebabkan terbentuknya emboli serebral. 8
b. Penyakit jantung rematik

14
Kejadian iskemia serebral meningkat terutama pada penderita penyakit
jantung rematik dengan mitral stenosis dan atrial fibrilasi, hal ini
disebabkan karena terbentuknya emboli.8
c. Aritmia seperti atrial fibrilasi dan tachycardia-bradycardia syndrome.8
d. Endokarditis infeksi (bakteri atau jamur) merupakan penyebab infark
serebri oleh karena emboli terutama pada daerah perdarahan arteri serebri
media dan penyebab perdarahan intraserebral atau subarachnoid oleh
karena rupturnya aneurisma mikotik. Selain itu endokarditis nonbakterial
sering ditemukan pada pasien kanker. Jenis kanker yang sering
diasosiasikan adalah adenokarsinoma paru atau traktus gastrointestinal. 8
e. Katup jantung prostetik
Pasien dengan katup jantung prostetik memiliki risiko lebih tinggi untuk
terbentuknya emboli, hal ini juga bergantung pada komposisi dan lokasi
dari katup. Katup mekanik memiliki risiko tertinggi sedangkan katup
bioprostetik memiliki risiko terendah untuk komplikasi tromboemboli. 8
3. Gangguan hematologi8
a. Trombositosis jika platelet melebihi 1.000.000/µL
b. Polisistemia dengan hematokrit lebih dari 46% berhubungan dengan
menurunnya aliran darah serebral dan meningkatkan risiko untuk terjadinya
stroke.
c. Sickle cell disease
Pada sickle cell disease terdapat mutasi dari hemoglobin sehingga
menyebabkan deformitas dari eritorisit, anemia hemolitik dan oklusi
vaskular.
d. Kondisi hiperkoagulasi seperti pada orang dengan terapi estrogen,
kontrasepsi oral, postpartum, postoperasi, kanker, dan koagulopati
herediter.
e. Penyebab lain bisa karena emboli lemak pada fraktur tulang, udara pada
trauma atau operasi, dan gelembung nitrogen oleh karena penurunan
tekanan barometrik yang cepat.7

15
C. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial


non traumatik. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah
di otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada
penderita hipertensi. Stroke hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak
(intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan
pada jaringan yang melindungi otak ( subarachnoid hemorrhage). Gangguan lain
yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas
subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini
menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke. 1
a. Hipertensi6
b. Malformasi vaskular
Anomali pembuluh darah seperti malformasi arteri vena (AVM) dan
aneurisma berry dapat menyebabkan perdarahan intracerebral. 6
c. Penggunaan amfetamin dan kokain
Penggunaan secara intravena, intranasal, dan oral dapat menyebabkan
perdarahan intraserebral. Perdarahan dapat disebabkan karena peningkatan akut
dari tekanan darah atau ruptur dari pembuluh darah yang mengalami anomali
atau karena drug-induced arteritis.6
d. Perdarahan oleh karena tumor primer atau tumor metastasis, terutama
ditemukan pada melanoma, karsinoma paru, glioma, karsinoma payudara,
karsinoma sel renal, dan oligodendroglioma.6
e. Koagulopati seperti hemofilia dan penyakit purpura tromobositopenia idiopatik
(ITP).6
f. Terapi antikoagulan dan trombolitik seperti heparin atau warfarin
meningkatkan risiko untuk terjadinya perdarahan intraserebral spontan atau
traumatik.6

16
2.5 Klasifikasi Stroke 9

Klasifikasi stroke dibagi berdasarkan patologi anatomi, berdasarkan waktu, dan


berdasarkan vaskularisasi.

Berdasarkan patologi anatomi stroke dibagi menjadi:

 Stroke iskemik
o TIA
o Trombosis serebri
o Emboli serebri
 Stroke hemoragik
o Perdarahan intraserebral:
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi
darah ke dalam jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri
perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10% dari
seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi
dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia
lebih tua dari 60 tahun, perdarahanintraserebral lebih sering terjadi
dibandingkan perdarahan subarakhnoid. Perdarahan intraserebral
sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer
serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh
darah berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep arteries).
Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika tekanan darah
tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil,
menyebabkannya menjadi pecah.

o Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang
(ruang subarachnoid ) diantara lapisan dalam ( pia mater ) dan
lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang

17
melindungan otak (meninges). Penyebab yang paling umum
adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma).

Berdasarkan waktu stroke dibagi menjadi:

 TIA
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
 RIND (reversible ischemic neurologic deficit)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam tetapi tidak lebih dari seminggu.
 Stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
 Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.

Berdasarkan vaskularsiasi:

 Sistem karotis (Sistem anterior)


 Sistem vertebro-basiler (Sistem posterior)

2.6 Faktor Risiko Stroke


Secara umum, faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua yaitu dapat
dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara
lain adalah hipertensi, diabetes melitus, merokok, obesitas, asam urat, dan
hiperkolesterol, sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain
adalah usia, jenis kelamin, dan etnis.10

a. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:


1. Hipertensi
Pada hipertensi terjadi perubahan pada pembuluh darah dimulai dari
penebalan tunika intima dan peningkatan permeabilitas endotel. Proses
akan berlanjut dengan terbentuknya deposit lipid terutama kolesterol pada

18
tunika muskularis yang menyebabkan lumen pembuluh darah menyempit
dan berkelok-kelok. Pada hipertensi kronik akan terbentuk nekrosis
fibrinoid yang menyebabkan kelemahan dan herniasi dinding arteriol serta
rupture tunika intimia sehingga terbentuk mikroaneurisma yang disebut
Charcot-Bouchard.10
Pengerasan dinding pembuluh darah dapat mengakibatkan gangguan
autoregulasi yaitu sulitnya pembuluh darah untuk berkontraksi atau
berdilatasi terhadap perubahan tekanan darah sistemik. Oleh karena itu,
jika terjadi penurunan tekanan darah sistemik yang mendadak akan
menyebabkan tekanan perfusi otak menjadi tidak adekuat sehingga
menyebabkan iskemik jaringan otak, sedangkan jika terjadi peningkatan
tekanan darah sistemik maka akan terjadi peningkatan perfusi yang hebat
sehingga menyebabkan hiperemia, edema, dan perdarahan. 10
2. Diabetes melitus
Pada diabetes melitus terjadi akumulasi sorbitol di dinding pembuluh
darah sehingga menyebabkan gangguan osmotik dan bertambahnya
kandungan air di dalam sel yang menyebabkan kurangnya oksigenasi. 10
3. Merokok
Rokok mengandung nikotin yang diduga berperan meningkatkan
sistem saraf simpatis, termasuk sistem saraf simpatis kardiovaskular
sehingga akan meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan aliran
darah ke otak. Selain itu, nikotin juga berperan terhadap proses trombotik
melalui enzim ziklooksigenasi yang menyebabkan penurunan produksi
prostasiklin dan tromboksan sehingga mengakibatkan peningkatan
agregasi trombosit dan penyempitan lumen pembuluh darah. Selain itu,
merokok dalam waktu yang lama akan meningkatkan agregasi trombosit
dan viskositas darah serta menurunkan aliran darah ke otak yang
memudahkan untuk terjadinya stroke iskemik. 10
4. Kondisi hiperurisemia diduga dapat meningkatkan agregasi trombosit.10
5. Hiperkolesterol

19
Kadar HDL yang rendah dan kadar LDL yang tinggi dapat
mempercepat aterosklerosis pembuluh darah koroner dan serebral. 10
b. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Usia
Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi juga peningkatan kejadian
aterosklerosis. Selain itu faktor risiko stroke lainnya seperti atrial fibrilasi
dan hipertensi juga sering ditemukan pada usia lanjut. 10
2. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko stroke 1.25-2.5 kali lebih tinggi daripada
perempuan. Pada perempuan terdapat peran estrogen dalam mencegah
pembentukan plak aterosklerosis di seluruh pembuluh darah. Sehingga
perempuan pada usia produktif memiliki proteksi terhadap kejadian
vaskular dan aterosklerosis. Tetapi, pada usia lanjut produksi estrogen
menurun sehingga fungsi protektif estrogen juga menurun. 10
3. Etnis

2.7 Patofisiologi Stroke


A. Stroke iskemik

Pada stroke iskemik diawali dengan adanya sumbatan pembuluh darah oleh
trombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak tidak mendapatkan suplai darah,
oksigen, dan energi. Trombus dapat terbentuk oleh karena proses aterosklerosis pada
arkus aorta, arteri karotis, atau pada pembuluh darah serebral. Proses tersebut diawali
dengan cedera endotel dan inflamasi sehingga terbentuk plak pada dinding pembuluh
darah. Plak tersebut akan makin menebal dan sklerotik. Trombosit kemudian akan
menempel pada plak dan melepaskan faktor-faktor yang menginisiasi kaskade
koagulasi dan pembentukan trombus. Trombus tersebut dapat lepas sehingga menjadi
emboli dan menyebabkan oklusi pada pembuluh darah tersebut. Emboli dapat berasal
dari trombus di pembuluh darah tetapi sebagian besar berasal dari jantung yang
terbentuk pada keadaan tertentu seperti atrial fibrilasi dan infark miokard. Iskemia

20
jaringan otak dapat menyebabkan kerusakan yang bersifat sementara atau menjadi
permanen yang disebut infark.10

Sekeliling area sel otak yang mengalami infark disebut daerah penumbra. Pada
daerah tersebut terjadi gangguan metabolisme dan penurunan perfusi sementara
(daerah iskemia). Daerah tersebut dapat diselamatkan jika dilakukan reperfusi segera.
Tetapi jika tidak dapat diselamatkan akan menjadi daerah infark. Infark tersebut
disebabkan oleh sumbatan, proses inflamasi, gangguan sawar darah otak (blood brain
barrier), zat neurotoksik oleh karena hipoksia, dan menurunnya aliran darah
mikrosirkulasi kolateral.10

Pada daerah yang mengalami iskemia terjadi penurunan kadar ATP sehingga
terjadi kegagalan pompa Na/K dan peningkatan kadar laktat intraselular. Kegagalan
pompa Na/K menyebabkan depolarisasi sehingga menyebabkan peningkatan kadar
kalsium intraselular. Selain itu, terjadi juga peningkatan pelepasan glutamat oleh
karena kegagalan pompa Na/K. Glutamat yang dilepaskan akan berikatan dengan
reseptor glutamat yaitu N-metil-D-aspartat (NMDA) dan α-amino-3-hydroxy-5-
methyl-4-isonazolipropionid-acid (AMPA) yang juga akan menyebabkan masuknya
kalsium intraselular. Kalsium intraselular akan memicu terbentuknya radikal bebas,
nitrit oksida (NO), inflamasi, dan kerusakan DNA yang keseluruhannya berkontribusi
pada kematian sel.10

B. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik umumnya didahului oleh kerusakan dinding pembuluh darah


kecil di otak akibat hipertensi. Hipertensi kronik dapat menyebabkan terbentuknya
aneurisma pada pembuluh darah kecil otak. Proses turbulensi aliran darah
mengakibatkan terbentuknya nekrosis fibrinoid yaitu nekrosis sel/jaringan dengan
akumulasi matriks fibrin. Terjadi juga herniasi dinding arteriol dan ruptur tunika intima
sehingga terbentuk mikroaneurisma yang disebut Charcot-Bouchard. Mikroaneurisma
tersebut dapat pecah saat tekanan darah arteri meningkat mendadak. Pada beberapa

21
kasus, pecahnya pembuluh darah hanya dikarenakan peningkatan tekanan darah yang
mendadak, tanpa didahului oleh terbentuknya aneurisma. 10

Pada hipertensi kronis, terjadi proses hialinisasi dinding pembuluh darah,


sehingga pembuluh darah akan kehilangan elastisitasnya. Hal ini berbahaya karena
pembuluh darah serebral tidak lagi dapat menyesuaikan diri dengan fluktuasi tekanan
darah sistemik, kenaikan tekanan darah secara mendadak akan dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh darah.10

Darah yang keluar akan terakumulasi dan membentuk hematom di parenkim


otak. Volume hematom bertambah sehingga memberikan efek desak ruang, menekan
parenkim otak, serta menyebabkan peningkatan TIK. Pada hematom yang besar, efek
desak ruang dapat menyebabkan mid-line shift dan herniasi otak. Pergeseran tersebut
juga dapat menekan sistem ventrikel otak sehingga menyebabkan hidrosefalus
sekunder. Keadaan tersebut semakin meningkatkan TIK dan meningkatkan tekanan
vena di sinus-sinus duramater. Sebagai kompensasi untuk mempertahankan perfusi
otak, tekanan arteri juga akan meningkat, sehingga akan didapatkan peningkatan
tekanan darah sistemik paskastroke.10

Hematom yang sudah terbentuk dapat menyusut sendiri jika terjadi absorbsi.
Darah akan kembali ke peredaran sistemik melalui sistem ventrikel otak. Selain
hipertensi, hematom intraserebral dapat disebabkan oleh trauma, obat-obatan,
gangguan pembekuan darah, dan proses degeneratif pada pembuluh darah otak.10

C. Hiperglikemia reaktif

Pada penyakit serius termasuk stroke, akan disertai dengan reaksi stres yang
melibatkan aktivasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPa). Aktivasi sirkuit saraf
kompleks ini menyebabkan peningkatan kadar glukokortikoid serum, termasuk
kortisol, dan aktivasi sistem saraf otonom simpatis, yang mengakibatkan peningkatan
pelepasan katekolamin. Oleh karena itu, pada fase akut dari stroke iskemik dan minggu
pertama setelah stroke, akan disertai dengan kadar kortisol dan katekolamin yang
tinggi.11

22
Peningkatan kadar hormon stres seperti kortisol akan meningkatkan
glikogenolisis, glukoneogenesis, proteolisis dan lipolisis, yang semuanya akan
menyebabkan produksi glukosa yang berlebihan. Selain itu, epinefrin menghambat
transportasi glukosa ke dalam sel dengan cara menghambat pengikatan insulin ke
reseptornya, oleh karena itu peningkatan kadar epinefrin yang bersirkulasi dapat
menyebabkan resistensi insulin dengan hiperinsulinemia. Stroke juga dikaitkan dengan
peningkatan respon inflamasi dan pelepasan sitokin. Sitokin tertentu, seperti tumor
necrosis factor, telah terbukti mengaktifkan aksis HPa, dan aktivitas sitokin juga
dikaitkan dengan perkembangan resistensi insulin. Oleh karena itu, stroke berpotensi
menyebabkan hiperglikemia secara tidak langsung melalui aktivasi respon inflamasi. 11

2.8 Gejala Klinis Stroke


A. Gejala Umum
Secara umum gejala stroke antara lain adalah:6,7

 Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.

 Kesulitan menelan

 Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)

 Nyeri kepala

 Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran

 Penglihatan ganda.

 Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.

 Pergerakan yang tidak biasa.

 Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

 Ketidakseimbangan dan terjatuh.

 Pingsan.

 Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.

23
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,


menurunnya fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan
membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan,
refleks menurun, ekspresi wajahterganggu, pernafasan dan detak jantung
terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect,
kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau
serangan awal stroke.

Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama, misalnya
anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh. Penderita
juga mengalami gangguan penglihatan dan kaki sering kesemutan. Bila telah
terserang, dokter biasanya akan mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri
yang lumpuh, berarti serangan stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya. Gejala
stroke iskemik tergantung pada lokasi dan luasnya sumbatan atau perdarahan.5
Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient
Ischaemic Attack/ TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah,
atau mungkin rasa kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula yang mengeluhkan
gangguan dari fungsi berbicara. Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal
dalam waktu cepat, kurang dari satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya
akan menimbulkan gejala yang lebih khas, seperti kelumpuhan.

B. Gejala Stroke Iskemik 1,5

Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung
neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:

24
1. Arteri serebri anterior

Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai darah ke


area korteks serebri parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan
sensorik untuk anggota gerak bawah kontralateral, juga merupakan pusat
inhibitoris dari kandung kemih (pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah
serebri anterior adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang
mengenai anggota gerak bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai gangguan
kendali dari miksi karena kegagalan dalam inhibisirefleks kontraksi kandung
kemih, dengan dampak terjadi miksi yang bersifat presipitatif.
2. Arteri serebri media

Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar


dari hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi
kortikal superior, inferior, dan lentikolostriaka.

Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior


yaitu menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa,
tetapi tanpa disertai hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang
terkena adalah sisi dominan, gejala juga akan disertai dengan
afasia Brocca (afasia ekspresif) yang memiliki ciri berupa gangguan ekspresi
berbahasa. Gejala pada divisi kortikal inferior jarang terserang secara
tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia kontralateral, gangguan
fungsi sensorik kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral,
gangguan pemahaman spasial, anosognosia, gangguan identifikasi anggota
gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai sisi dominan,
maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).

Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau


trifurkasio (lokasi percabangan arteri serebri media) dimana merupakan
pangkal dari divisi superior dan inferior, maka akan terjadi stroke yang berat.

25
Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis dan hemisensorik kontralateral,
yang lebih melibatkan wajah dan lengan dibanding kaki, terjadi homonimus
hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan terjadi afasia global
(perseptif dan ekspresif).

Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan


mengakibatkan aliran darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan
terjkadi stroke yang lebih hebat. Sebagaidampaknya, selain gabungan gejala
pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio seperti yangdisebutkan di atas, juga
akan didapatkan gejala paralisis kaki sisi kontralateral.
3. Arteri karotis interna

Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung


arteri karotis komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna bercabang-
cabang menjadi arteri serebrianterior dan media, juga menjadi arteri oftalmikus
yang memberikan suplai darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis
interna ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15%
stroke iskemik yang disebabkan oklusi arteri karotis interna ini akan
didahului oleh gejala TIA atau gejala gangguan penglihatan monokuler yang
bersifat sementara, yang mengenai retina mata sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari
oklusi arteri serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri
oftalmikus yang muncul sebagai hemiplegia dan hemisensorik
kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dangangguan penglihatan
ipsilateral.
4. Arteri serebri posterior

Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang


memberikan aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis
medialis, talamus, dan bagian rostral dari mesensefalon. Emboli yang berasal
dari arteri basilaris dapat menyumbat arteriini.

26
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri
posterior menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai
lapangan pandang kontralateral. Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah
awal arteri serebri posterior pada mesensefalon akan memberikan gejala
paralisis pandangan vertikal, gangguan nervus kranialis okulomotorik,
oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal drai bola mata.

Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat


terjadi afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa
agrafia (tidak dapat membaca tanpa kesulitan menulis), agnosia visual
(ketidakmampuan untuk mengidentfikasi objek yang ada di sisi kiri), dan
akibat adanya lesi di korpus kalosum menyebabkan terputusnya hubungan
korteks visual kanan dengan area bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang
mengenaikedua arteri serebri posterior (kanan dan kiri) mengakibatkan penderita
mengalami kebutaan kortikal, gangguan ingatan dan prosopagnosia
(ketidakmampuan mengenali wajah yang sebenarnya sudah dikenali).
5. Arteri basilaris

Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra. Cabang


dariarteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus
temporal media, talamusmedia, kapsula internal krus posterior, batang otak dan
serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris
menimbulkan defisitneurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang
arteri. Trombosis basilermempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris
yang memberikan darah ke pons. Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan
gangguan pergerakan mata horizontal, adanya nigtagmus vertikal, dan
gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil yang reaktif, hemiplegi yang
sering disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan penurunan
kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri

27
basilaris mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis
asendens di mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran.
Sedangkan emboli yang lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada
kasus demikian, mesensefalon, talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat
mengalami infark. Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan visual
(hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor (gangguan gerak
konvergen, paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan prilaku (terutama
disorientasi) abnormal tanpa gangguan motorik.
6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial

Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri


sereberalis inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis
superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior
mengakibatkansindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome). Sindrom
ini dapat disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif
sensoris wajah, hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah,
disfagia, disartria, dan cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan
mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan menimbulkansindrom
klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus.
Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral
pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik nistagmus
atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian

Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang


otak mulai dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada
regio ini meliputi sisi medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus
rubra, formasio retikularis, nukleus kranialis(N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana
oklusi terjadi. Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus

28
okulomotor (N.III) ipsilateral disertai ataksia. Paresis nervus abdusen (N.VI)
dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi daerah pons, sedang
paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula
oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi melibatkan
kedua sisi batang otak.

8. Cabang vertebrobasilar basalis

Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki


sisi vertebral batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak.
Gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu hemiparesis
kontralateral, dan apabila nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena
terjadilah paresis nervus kranialis ipsilateral.
9. Infark lakunar

Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen
37%, talamus 14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus
posterior 10%). Terdapat 4 macam sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis
murni, stroke sensorik murni, hemiparesisataksik, dan sindroma dysarthria-
clumsy hand.

C. Gejala Stroke Hemoragik

1. Perdarahan Intraserebral 1,12,13

Gejala yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral yaitu onset yang


hampir selalu timbul pada saat beraktivitas dan terkadang terjadi saat pasien dalam
keadaan tidur (hanya 3%).

Gejala yang paling umum ditemukan adalah sakit kepala dan muntah.
Walaupun tidak spesifikdan tergantung lokasi lesi, hal ini membedakannya dengan
stroke iskemik. Sakit kepala pada saat onset merupakan suatu gejala klinis yang
penting pada pasien dengan perdarahan lobar, diakibatkan karena adanya distensi
lokal, distorsi, atau peregangan struktur intrakranial superfisial yang sensitif

29
terhadap rasa sakit.
Gejala lainnya yaitu kejang yang menunjukkan adanya suatu perdarahan
lobaris dibandingkan perdarahan pada bagian yang lebih dalam. Kecepatan
penurunan kesadaran pada pasien bervariasi sesuai lokasi dan luas perdarahan yang
terjadi.
Mayoritas kasus dari perdarahan intraserebral terdapat pada kompartemen
supratentorialdan sebagian lagi pada bagian hemisfer serebral, ganglia basalis, dan
talamus. Berikut ini adalah penjelasan mengenai jenis-jenis perdarahan yang dapat
terjadi pada stroke perdarahan dan gejalayang diakibatkannya:
1.1 Perdarahan Putaminal
Perdarahan putaminal merupakan bentuk perdarahan intracerebral
yang palingsering terjadi. Gambaran klasik dari perdarahan putaminal
adalah kelemahan motorik unilateral yang diikuti abnormalitas sensorik
visual dan perilaku. Apabila lesi mengenai hemisfer sisi dominan akan
terjadi afasia global, sedangkan bila mengenai hemisfer non-dominan
akan menyebabkan gejala hemi-inattention.
1.2 Perdarahan kaudatus

Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai perdarahan putaminal


yaitu sebagai perdarahan putamina basalis. Onset perdarahan kaudatus
umumnya tiba-tiba, dengan sakit kepala dan muntah yang diikuti
penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik menunjukan adanya kekakuan
leher dan berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan konfusi) dan
seringkali diikuti gangguan ingatan jangka pendek.
1.3 Perdarahan talamik

Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran klinis yang sesuai


dengan besarnya area perdarahan dan perluasan massa perdarahan yang
terjadi. Apabila masa yang timbul sangat besar maka perluasan dapat
mencapai daerah parietal. Gejala muntah cukup banyak dijumpai namun
sakit kepala jarang. Gejala klinis termasuk hemiparesis atau hemiplegia

30
yang disertaai sindrom hemisensorik berupa penurunan sistem sensorik
tungkai, wajah dan punggung kontralateral. Gejala utama pada
perdarahan talamik adalah kelainan pada nervus okulomotoris yang
mengakibatkan kelumpuhan pandanganatas, paralisis konvergen, retraksi
nistagmus, deviasi asimetris.
1.4 Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)

Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal substansia alba


menghasilkan lesi yang dapat muncul diseluruh lobus serebri terutama
dilobus parietal, temporal dan oksipital. Perdarahan lobaris berbeda
dengan perdarahan intraserebral pada umumnya yaitu tidak banyak
berkaitan dengan hipertk berkaitan dengan hipertensi.

Gejala klinis perdarahan lobaris agak berbeda dengan perdarahan lain.


Perdarahan lobaris jarang terjadi hipertensi arterial dan penurunan
kesadaran. Sedangkan keluhan sakit kepala dan kejang lebih sering
ditemukan. Terjadi rasa sakit kepala di daerah sekitar mata ipsilateral
dan hemianopasia juga sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan
anggotagerak kontralateral atas serta kelemahan kaki dan wajah.
1.5 Perdarahan serebral

Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial. Perdarahan


yang terjadi berasal dari cabang distal arteri serebralis posteriol inferior.
Gejala krinis muncul pada saat pasien melakukan aktifitas. Gejala awal
yang mendahului rasa pening disertai perasaan seperti saat mabuk, mati
rasa pada wajah dan selanjutnya pasien tiba-tiba tidakmampu berjalan dan
bahkan berdiri. Kekakuan pada leher dan daerah bahu, tinitus dancekukan
terjadi pada beberapa pasien.
1.6 Perdarahan mesensefalon
Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang
ditemukan perdarahan biasanya berasal dari bagian bawah talamus atau
lesi yang berawak dicerbelum atau ponds. Gejala yang ditimbulkan

31
umumnya bertahap dan progresif. Kerap terjadi ataksia dan oftalmoplegia
juga hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus. Gejala
lain yang ditimbulkan antara lain berupa kelumpuhan bilateral nervus III,
kelemahan bulbar, reflek extensor plantar, sakit kapal yang menyeluruh,
muntah, hemiparesis, diplopia, dan pinpoint pupil.
1.7 Perdarahan pons
Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yang
disebabkan masuknya darah keruangan tertutup intrakranial. Gejala klinis
yang terjadi adalah sakitkepala yang hebat di daerah oksipital sebelum
terjadi koma, gejala kejang, menggigil hebat, dan terjadi disfungsi sistem
otonom. Selain itiu gajala lainnya adalah mati rasa pada wajah dan
tungkai atas, ketulian, diplopia, kelemahan kaki bilateral, dan
pola pernapasan yang abnormal, apnea.

1.8 Perdarahan medula oblongata

Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi bahkan


lebih jarang dibandingkan pedarahan otak tengah. Gejala yang
ditimbulkan dapat berupa rasa pening, muntah, sakit kepala, diplopia,
dan paresthesia tungkai atas kanan. Umumnya terjadi somnolen dalam
waktu singkat dan ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus,
disfonia, dan disfagia.

2. Perdarahan Subarakhnoid 6

Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya suatu


aneurisma intrakranial. Sebelum pecah, aneurisma biasanya tidak menyebabkan
gejala-gejala sampai menekan saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit,
biasanya sebelum pecahnya besar (yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian
menghasilkan tanda bahaya, seperti berikut di bawah ini :

 Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat
(kadangkala disebut sakit kepala thunderclap).

32
 Nyeri muka atau mata.
 Penglihatan ganda.
 Kehilangan penglihatan sekelilingnya.

Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum


pecah. Orang harusmelaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter
dengan segera. Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat
yang memuncak dalam hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan
kesadaran yang singkat. Hampir separuh orang yang terkena meninggal sebelum
sampai di rumah sakit. Beberapa orang tetap dalam koma atau tidak sadar. Yang
lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk. Mereka bisa merasa gelisah. Dalam
hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali menjadi mengantuk dan
bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk bangun.

Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak


melukai lapisan pada jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan
leher kaku sama seperti sakit kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan
rasa sakit di punggung bawah. Frekuensi naik turun pada detak jantung dan
bernafas seringkali terjadi, kadangkala disertai kejang yang semakinmeningkat.
Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat menyebabkan beberapa
masalah seriuslainnya :

1. Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid


hemorrhage bisa menggumpal. Darah yang menggumpal bisa mencegah
cairan di sekitar otak (cairan cerebrospinal) dari kekeringan seperti
normalnya. Akibatnya, penumpukan darah di dalam otak, meningkatkan
tekanan di dalam tengkorak. Hidrosefalus bisa menyebabkangejala-gejala
seperti sakit kepala, mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa
meningkatkan resiko pada koma dan kematian.
2. Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri di dalam
otak bisa kontraksi (kejang), membatasi aliran darah menuju otak.
Kemudian, jaringan otak bisa tidak mendapatkan cukup oksigen dan bisa

33
mati, seperti stroke iskemik. Vasopasm bisa menyebabkan gejala yang
serupa pada stroke iskemik, seperti kelemahan atau kehilangan
rasa pada salah satu bagian tubuh, kesulitan menggunakan atau
memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi lemah.
3. Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu
seminggu.

2.9 Penegakkan Diagnosis


A. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan identitas, kronologis terjadinya keluhan, faktor risiko
pada pasien dan keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia, obesitas,
penyakit jantung, merokok, dan kondisi sosial ekonomi pasien. 10

Pada stroke iskemik onset defisit fokal terjadi secara mendadak. Pada 25%
pasien dengan stroke iskemik dapat mengeluh nyeri kepala tetapi lebih banyak
ditemukan pada pasien dengan perdarahan intraserebral atau subarachnoid. Mual dan
muntah dapat terjadi jika melibatkan batang otak dan serebelum. Penurunan kesadaran
umumnya jarang terjadi pada beberapa jam pertama kecuali melibatkan RAS di batang
otak.7

Pada stroke iskemik karena trombosis umumnya terjadi pada saat bangun tidur
dan memiliki defisit neurologis yang masih dapat berevolusi dalam menit atau jam
(stepwise), sedangkan pada stroke iskemik karena emboli umumnya terjadi pada saat
beraktivitas dan defisit neurologis mencapai puncaknya saat onset. Pada pasien dengan
penyakit jantung seperti penyakit jantung katup, kardiomegali, aritmia, atau
endokarditis dapat menyebabkan terjadinya kardioemboli.7,8

Pada stroke hemoragik, defisit fokal mendadak dan memburuk atau


menyebabkan koma dalam beberapa menit dan umumnya disertai dengan hipertensi
akut.7 Onset pada bangun tidur jarang terjadi, tetapi sering terjadi pada saat pasien
beraktivitas atau dalam kondisi emosi yang tidak terkontrol. 7,10 Nyeri kepala terjadi

34
pada 50% pasien dan juga terdapat muntah dan penurunan kesadaran yang lebih awal
jika terdapat hematom yang besar sehingga menyebabkan peningkatan TIK.10
Penggunaan antikoagulan atau trombolitik perlu ditanyakan. Selain itu dapat juga
ditemukan kejang dan kaku kuduk.10

Gejala gangguan fungsi otak pada stroke bergantung pada daerah otak yang
terkena. Defisit neurologi yang ditimbulkan dapat bersifat global seperti gangguan
kesadaran ataupun fokal, seperti kelumpuhan sesisi/kedua sisi, kelumpuhan otot-otot
pergerak bola mata, otot-otot untuk menelan, dan bicara, gangguan fungsi
keseimbangan, fungsi penghidu, fungsi penglihatan, fungsi pendengaran, fungsi
somatic sensoris, fungsi kongitif seperti gangguan atensi, memori, bicara verbal,
mengerti pembicaraan, pengenalan ruang, dan sebagainya. 10

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke dengan
sensitivitas 85% dan spesifisitas 68% yaitu FAST, mencakup:10

 F yaitu facial droop (mulut mencong/tidak simetris)


 A yaitu arm weakness (kelemahan pada tangan)
 S yaitu speech difficulties (kesulitan bicara)
 T yaitu time to seek medical help (waktu tiba di RS secepat mungkin)

Pemeriksaan fisik yang utama meliputi keadaan umum, kesadaran, dan tanda
vital.10 Pola pernapasan karena dapat menjadi petunjuk lokasi perdarahan. 10
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dari kepala, mata, telinga, hidung, tenggorokan,
dada terutama jantung untuk mendeteksi adanya aritmia atau murmur yang berkaitan
dengan penyakit katup, abdomen, dan ekstremitas.8,10 Pada ekstremitas terutama untuk
mencari terdapat edema tungkai akibat trombosis vena dalam atau gagal jantung. 10

Pemeriksaan neurologi yaitu tingkat kesadaran dengan GCS, refleks batang


otak yang meliputi refleks pupil terhadap cahaya, refleks kornea, dan refleks okulo
sefalik. Pemeriksaan nervus kranialis, motorik untuk melihat trofi, tonus, dan kekuatan
otot, selain itu dilakukan pemeriksaan refleks fisiologis dan refleks patologis. Hasil

35
pemeriksaan motorik dibandingkan kanan dan kiri serta atas dan bawah untuk
menentukan luas dan lokasi lesi. Pemeriksaan sensorik dan otonom terutama yang
berkaitan dengan inkontinensia atau retensio urin dan alvi.10

Stroke karotis umumnya ditemukan adanya gangguan pada hemisfer serebri


seperi afasia, apraksia, atau agnosia. Pada jenis stroke ini, sering juga ditemukan
hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral lesi. Gangguan lapang pandang dapat juga
terjadi tetapi tidak spesifik untuk stroke karotis. Pada stroke vertebrobasilar, dapat
ditemukan adanya koma, drop attacks (jatuh mendadak tanpa kehilangan kesadaran),
vertigo, dan paresis nervus kranialis. Pada jenis stroke ini, ditemukan hemiparesis
alternans yaitu adanya gangguan sensorimotor pada wajah bersifat ipsilateral lesi dan
gangguan sensorimotor pada ekstremitas bersifat kontralateral lesi.8

Sistem skoring dapat digunakan bila tidak terdapat fasilitas pencitraan otak
yang dapat membedakan secara jelas patologi penyebab stroke. Salah satu sistem
skoring yang sering digunakan yaitu Skor Stroke Siriraj, yaitu: 10

Komponen Skor
Kesadaran Kompos mentis 0
Somnolen 1
Sopor/koma 2
Vomitus Tidak ada 0
Ada 1
Nyeri Kepala Tidak ada 0
Ada 1
Ateroma Tidak ada 0
Ada diabetes, angina, atau
1
penyakit pembuluh darah
Tabel 1. Skor stroke siriraj7

36
Sistem penskoran:

(2.5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0.1 x tekanan diastolic) + (3


x atheroma) – 12

Interpretasi:

 Skor <1 = kemungkinan stroke iskemik


 Skor >1 = kemungkinan perdarahan intraserebral
 Skor 0 = meragukan

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium di IGD yaitu hematologi rutin untuk mendeteksi
anemia, leukositosis, dan jumlah trombosit. 7,10,14 Anemia dapat disebabkan karena
adanya keganasan yang dapat menyebabkan kondisi hiperkoagulasi.7 Leukositosis
mencerminkan adanya infeksi sistemik seperti endokarditis atau pneumonia aspirasi.7

Jumlah platelet <100.000/mm3 merupakan kontraindikasi absolut untuk terapi


rtPA IV dan meningkatkan risiko terapi dengan antikoagulan dan antiplatelet.
Trombositopenia dapat disebabkan karena HIV atau ITP.7 Pada jumlah platelet
>1.000.000/µL dapat menjadi faktor predisposisi untuk terjadinya iskemia serebri. 8

Selain itu perlu juga diperiksa glukosa darah sewaktu, elektrolit, dan fungsi
ginjal (ureum, kreatinin) di IGD.10,14 Di ruang perawatan dilakukan pemeriksaan
glukosa darah puasa dan 2 jam paskaprandial, HbA1C, profil lipid, CRP, dan LED.10,14
Peningkatan LED dapat mencerminkan adanya penyakit inflamatori sistemik seperti
vaskulitis.7 Pemeriksaan hemostasis seperti activated partial thrombin time (APTT),
prothrombin time (PT), dan international normalized ratio (INR), enzim jantung
(troponin, CKMB), fungsi hati, serta elektrolit dilakukan atas indikasi.10,14 Peningkatan
PT dapat disebabkan karena penggunaan warfarin jangka panjang atau karena penyakit
liver kronis.7 Peningkatan APTT dapat ditemukan pada penggunaan heparin.7
Pemeriksaan lain seperti ekokardiografi, pungsi lumbal, dan EEG juga dapat dilakukan
atas indikasi.10

37
Pemeriksaan penunjang baku emas dalam mendiagnosis stroke hemoragik
adalah CT scan. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan diagnosis dan
untuk mengetahui faktor risiko dan etiologi stroke berupa elektrokardiogram (EKG)
dan rontgen thoraks. Penunjang lain antara lain adalah CT angiografi atau MRI serta
magnetic resonance angiogram (MRA); doppler karotis dan vertebralis, dan doppler
transcranial (TCD) 10,14

Pada CT scan ditemukan gambaran hiperdensitas di parenkim otak dengan


edema di sekitar hematom (hipodense) pada stroke hemoragik. Besarnya volume
perdarahan dapat diestimasi dengan menggunakan metode ABC. 10

Volume perdarahan (dalam cc) = (AxBxC)/2


A = diameter terbesar hematom pada salah satu potongan CT scan
(dalam cm)
B = diameter perpendikular terhadap A (dalam cm)
C = jumlah potongan CT scan yang terdapat hematom x tebal potongan
CT scan (dalam cm)
Ketentuan untuk jumlah potongan CT scan dengan hematom:
 Potongan CT scan dihitung 1 bila luas hematom pada potongan
tersebut >75%.
 Potongan CT scan dihitung 0.5 bila luas hematom pada
potongan tersebut 25-75%.
 Potongan CT scan tidak dihitung bila luas hematom pada
potongan tersebut <25%.

2.10 Tatalaksana Stroke


A. Tatalaksana umum stroke akut: 14

Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas


dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan dengan cara
menjaga dan mengoptimalkan metabolisme otak. Penanganan stroke dapat efektif jika

38
stroke diketahui dan didiagnosis dalam golden period 4.5 jam setelah gejala pertama
muncul.

a. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat 14

1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis


Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka evaluasi
dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat. Evaluasi gejala
dan klinik stroke akut meliputi:
a) Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita
saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko
stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
b) Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu
tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat
kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan
ekstremitas.
c) Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan
cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien
dengan defisit neurologis yang nyata.
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%.
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas.
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia.

39
 Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi oksigen.
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg),
atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
 Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.

b. Stabilisasi Hemodinamik

 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan


hipotonik seperti glukosa).

 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan


untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan
cairan dan nutrisi.

 Usahakan CVC 5 -12 mmHg.

 Optimalisasi tekanan darah (Iihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan Darah


pada Stroke Akut)

 Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka
obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis
sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik
berkisar 140 mmHg.

 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam


pertama setelah serangan stroke iskernik.

 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi


Kardiologi).

40
 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus
dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan
penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi

c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum

 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal:
i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor
iii. Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)

 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus


dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada
hari-hari pertama setelah serangan stroke.

 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK.

 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.

 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi :

i. Tinggikan posisi kepala 200 - 300

ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular

iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

iv. Hindari hipertermia

41
v. Jaga normovolernia

vi. Osmoterapi atas indikasi:

 Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap


4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.

 Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB


i.v.

vii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).


Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif.

viii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat


dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya
tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking
ventilator. Agen nondepolarized seperti vencuronium atau pancuronium
yang sedikit berefek pada histamine dan blok pada ganglion lebih baik
digunakan. Pasien dengan kenaikan krtitis TIK sebaiknya diberikan
relaksan otot sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternative.

ix. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan


tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan
kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.

x. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke


iskemik serebelar.

42
xi. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan
nyawa dan memberikan hasil yang baik.

e. Penanganan Transformasi Hemoragik

Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan asimptomatik.


Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan, antara
lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah arterial
secara hati-hati.

f. Pengendalian Kejang
 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh
fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit.

 Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.

 Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa


kejang tidak dianjurkan

 Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat


diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada
kejang selama pengobatan.

g. Pengendalian Suhu Tubuh


 Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika
dan diatasi penyebabnya. Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari
38,5 oC atau 37,5 oC

43
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter
ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi
meningitis.
 Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic
h. Pemeriksaan Penunjang
 EKG

 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar


gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit)

 Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punksi lumbal


untuk pemeriksaan cairan serebrospinal

 Pemeriksaan radiologi

i. Foto rontgen dada

ii. CT Scan

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat


1. Cairan
a) Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi.
Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
b) Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun
enteral).
c) Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah

44
500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml
per derajat Celcius pada penderita panas).
d) Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa
dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
e) Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.
f) Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali
pada keadaan hipoglikemia.
2. Nutrisi
a) Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
b) Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
c) Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
 Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;

 Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);

 Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0


g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).

d) Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu,


pertimbangkan untuk gastrostomi.
e) Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,
dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
f) Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin
K pada pasien yang mendapat warfarin.

45
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
a) Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan .
b) Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman.
c) Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur
antidekubitus.
d) Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli paru.
e) Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam, heparin
subkutan 5000 IU dua kali sehari atau LMWH atau heparinoid perlu diberikan.
Resiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral perlu diperhatikan.6
Pada pasien imobilisasi yang tidak bias menerima antikoagulan, penggunaan
stocking eksternal atau aspirin direkomendasikan untuk mencegah thrombosis
vena dalam.

4. Penatalaksanaan Medis Lain


a) Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin.
Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50
mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 10-
20%.
b) jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias digunakan.
c) Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi.
d) Berikan H2 antagonis, apabila ada indikasi (perdarahan lambung).
e) Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lender, atau memandikan pasien
karena dapat mempengaruhi TTIK.
f) Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.

46
g) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
h) Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemerikssan laboratorium, MRI,
Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-lain
sesuai dengan indikasi.
i) Rehabilitasi / restorasi fisik, wicara,dan okupasi
j) Edukasi.

B. Stroke iskemik

1. Trombolisis intravena7
Menggunakan recombinant tissue plasminogen activator (rTPA) seperti
alteplase diberikan pada stroke iskemik akut dengan onset ≤3 atau 4.5 jam secara
intravena dengan dosis 0.9 mg/kgBB (maksimum 90 mg). rTPA dicampur
dengan aqueous steril untuk mencapai konsentrasi akhir 1 mg/ml. Berikan 10%
dari total dosis secara IV bolus dalam 1 menit dan sisa 90% secara IV infus
dalam 1 jam. Lakukan pemeriksaan neurologis dan tanda vital setiap 15 menit
selama 2 jam, setiap 30 menit selama 4 jam, dan setiap jam selama 18 jam.
Tekanan darah di kontrol selama 24 jam dengan TD sistolik < 180 dan TD
diastolic <105 mmHg. Selama 24 jam tidak boleh diberikan antikoagulan atau
antiplatelet, selain itu juga jika tidak diperlukan, hindari pemasangan NGT, foley
kateter, dan akses vena sentral. CT scan kepala perlu diulang dalam 24 jam atau
jika terjadi perburukan neurologis.

Kriteria inklusi:

 Usia ≥18 tahun


 Diagnosis klinis stroke iskemik akut
 Onset 3 jam (atau 4.5 jam) dari dimulainya terapi
 CT scan kepala sesuai dengan stroke iskemik akut (tidak terdapat atau sedikit
perubahan akibat iskemia)

47
Kriteria eksklusi dengan onset 3 jam:

 CT scan dengan perdarahan atau efek massa yang signifikan


 Perbaikan cepat atau gejala minor (e.g. hanya kehilangan sensoris, disartria,
kelemahan wajah, ataksia)
 Kejang saat onset stroke
 Riwayat perdarahan intrakranial, subaraknoid, aneurisma, AVM, atau tumor
 Stroke atau cedera kepala berat 3 bulan terakhir
 Perdarahan gastrointestinal atau pada traktur urinarius 21 hari terakhir
 Operasi mayor atau trauma berat 14 hari terakhir
 Pungsi lumbal 7 hari terakhir
 Pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi 7 hari terakhir
 TD sistolik > 185 atau TD diastolik >110 saat akan dilakukan terapi
 Koagulopati: INR>1.5, aPTT>1.5 kali dari normal, atau jumlah platelet
<100.000
 Penggunaan antikoagulan:
-)Warfarin (kecuali INR <1.5)
-)Heparin dalam 48 jam terakhir (kecuali aPTT <1.5 kali nilai normal)
 Glukosa <50 atau >400
 Endokarditis bakterial subakut
 Hamil
 Gambaran klinis adanya perikarditis post-infark miokard atau adanya
aneurisma ventrikular.

Kriteria eksklusi adisional untuk onset 3-4.5 jam:

 Usia >80 tahun


 Riwayat stroke dan diabetes
 Penggunaan antikoagulan sebelum terapi, terlepas dari kadar INR
 NIHSS>25
 CT atau MRI dengan tandan iskemia akut pada >1/3 daerah MCA

48
2. Terapi neurointervensi/endovaskular7,10
Menggunakan kateterisasi untuk melenyapkan trombus di pembuluh
darah dengan melisiskan trombus secara langsung (trombolisis intraarterial) atau
menarik trombus yang menyumbat dengan alat khusus (trombektomi mekanik)
pada stroke dengan onset <8 jam.
3. Pemberian antikoagulan sebagai pencegahan sekunder 7,10
Pemberian antikoagulan dilakukan jika pada hasil pencitraan otak tidak
ada perdarahan intrakranial primer. Warfarin dapat digunakan sebagai
pengobatan lini pertama untuk pencegahan sekunder stroke iskemik pada
kebanyakan kasus stroke kardio-emboli. Dosis warfarin dimulai 2 mg/hari
dengan target INR 2.0-3.0 Pemantuan INR rutin per 3 hari selama 2 minggu, lalu
1 minggu sekali selama 1 bulan, dan setelah itu 1 bulan sekali.
Selain warfarin, sebagai pencegahan sekunder dari stroke kardioemboli
karena fibrilasi atrial nonvalvular dapat diberikan new oral anticoagulant
(NOAC) seperti dabigatran (2x75 mg atau 2x110 mg), rivaroksaban (1x20 mg)
dan apiksaban (1x5 mg). Tidak diperlukan pemeriksaan darah untuk pemantauan
khusus selama pemberian NOAC.
4. Pemberian antiagregasi trombosit
Aspirin diberikan sebagai terapi pencegahan sekunder sehingga tidak
boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi yang bertujuan untuk
revaskularisasi. Jika direncanakan dilakukan pemberian trombolisis, aspirin
ditunda pemberiannya minimal selama 24 jam dan dapat dimulai jika tidak
terdapat komplikasi perdarahan. Dosis aspirin 50-325 mg sehari sekali per oral.7
Klopidogrel dapat diberikan dengan dosis 75 mg untuk pencegahan
kejadian stroke iskemik, infark jantung, dan kematian akibat vaskuler.
Pemberian klopidogrel dikombinasikan dengan aspirin selama 21 hari – 3 bulan
yang dilanjutkan dengan klopidogrel saja dapat mencegah stroke pada pasien
TIA dan stroke iskemik ringan.10

49
5. Tekanan darah
Secara umum pemberian terapi antihipertensi pada stroke iskemik akut
tidak diberikan pada 72 jam pertama. Tekanan darah akan menurun tanpa terapi
pada beberapa jam atau hari pada kebanyakan pasien. Terapi anithipertensi
diberikan jika TD sistolik >220 mmHg atau TD diastolik >120 mmHg. Obat
antihipertensi diberikan secara parenteral seperti labetalol atau nikardipin.4
Labetalol IV dapat diberikan dengan cara 10 mg selama 1-2 menit, dapat
diulang atau ditambah dosisnya menjadi dua kali lipat setiap 10-20 menit sampai
target tercapai atau dosis maksimal 300 mg. Kontraindikasi jika terdapat CHF,
asma, heart block derajat 2 atau 3, atau penggunaan kokain. Nikardipin IV dapat
diberikan dengan dosis awal 5 mg/jam dan dititrasi setiap 5-15 menit sebanyak
2.5 mg/jam sampai mencapai target atau dosis maksimal 15 mg/jam. 10

C. Stroke hemoragik

1. Koreksi koagulopati
Pemeriksaan hemostasis dilakukan antara lain PT, APTT, INR, dan trombosit
serta koreksi cepat jika terdapat kelainan. 10
2. Tekanan darah7
a. Pada TD sistolik >220 mmHg atau MAP >150 mmHg dapat dilakukan
penurunan tekanan darah secara agresif dengan antihipertensi IV seperti
nikardipin atau labetalol secara kontinu disertai pemantauan rutin.
b. Penurunan TD sistolik sebanyak 20% dalam 24 jam pertama atau sampai
<160 mmHg (manapun yang lebih tinggi).
3. Mempertahankan Cerebral Perfusion Pressure (CPP) >60-70 mmHg. Hal
tersebut dapat dicapai dengan menurunkan TIK ke nilai normal dengan
pemberian mannitol atau operasi.10
4. Penatalaksanaan bedah10
Indikasi bedah pada perdarahan intraserebral yaitu:
a. Hematom serebelar dengan diameter >3 cm disertai penekanan batang otak dan
atau hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel.

50
b. Perdarahan dengan kelainan struktur seperti aneurisma atau malformasi
arteriovena (MAV).
c. Perdarahan lobaris dengan ukuran sedang-besar yang terletak dekat dengan
korteks (<1cm) pada pasien berusia <45 tahun dengan GCS 9-12.

2.11 Prognosis Stroke


Risiko kematian pada stroke lebih besar pada 1 bulan pertama dan lebih kecil
pada stroke iskemik daripada stroke hemoragik. Mortalitas 30 hari setelah stroke
iskemik kurang lebih mencapai 20%. Risiko untuk berulang paling tinggi segera setelah
kejadian stroke dan 3-10% pada 30 hari pertama. Umumnya perbaikan neurologis
terjadi pada 3-6 bulan pertama setelah stroke tetapi gangguan kognitif dan bahasa dapat
terus mengalami perbaikan sampai 2 tahun. 7

51
BAB III

KESIMPULAN

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis
yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun
global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak
disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler.1 Stroke dapat dibagi berdasarkan
patologi anatomi menjadi stroke iskmeik dan hemoragik, berdasarkan waktu menjadi
TIA, RIND, stroke in evolution, dan completed stroke, dan berdasarkan vaskularisasi
menjadi sistem karotis dan sistem vertebrobasiler.9

Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua yaitu dapat dimodifikasi dan tidak
dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah hipertensi,
diabetes melitus, merokok, obesitas, asam urat, dan hiperkolesterol, sedangkan faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain adalah usia, jenis kelamin, dan etnis.
Stroke didiagnosis dengan adanya gejala defisit neurologis global atau salah
satu/beberapa defisit neurologis fokal yang terjadi mendadak dan gold standard
pembuktian dengan gambaran pencitraan otak (CT scan atau MRI).7

Tatalaksana yang optimal pada fase akut stroke bertujuan menurunkan


morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Golden period penangan stroke adalah 4.5 jam setelah gejala pertama muncul. 14

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011.
2. World Health Organizations: Stroke. Recommendations on stroke
prevention,diagnosis and therapy. 2017.
3. Kementerian Kesehatan RI. InfoDatin: Stroke. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI. 2019.
4. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka
Cendekia Press,2011.
5. Brass LM. Stroke. Available
http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
6. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison‟s
Neurology in Clinical Medicine. California: University of California, San
Framsisco, 2013: 233-271.
7. Brust JCM. Current diagnosis and treatment: Neurology. 2 nd Ed. Singapore:
McGraw Hill. 2012
8. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical Neurology. 8 th Ed. United
States: McGraw Hill. 2012
9. Tammasse J. Stroke dan pencegahannya. Makassar: Identitas Universitas
Hasanuddin. 2013
10. Aninditha T, Wiratman W. Buku ajar neurologi. Jakarta: Departemen
Neurologi FKUI. 2017
11. Kruyt ND, Biessels GJ, DeVries JG, Roos YB. Hyperglycemia in acute
ischemic stroke: pathophysiology and clinical management. Nat. Rev. Neurol.
2010;6:145-55
12. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, 2010.
13. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2016; 1583-
1633.
14. PERDOSSI. Panduan praktik klinis neurologi. Jakarta: PERDOSSI. 2016

53

Anda mungkin juga menyukai