Disusun oleh:
Asya Aprilianti Dwiputri (030.14.021)
Talitha Azalia (030.14.188)
Vonny Indah P (030.14.197)
Pembimbing:
dr. Arief Gunawan, Sp.PD, MARS
Disusun oleh:
Asya Aprilianti Dwiputri (030.14.021)
Talitha Azalia (030.14.188)
Vonny Indah P (030.14.197)
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Arief Gunawan, Sp. PD, MARS selaku
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah sehingga peneliti dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Congestive Heart Failure” dengan baik dan tepat waktu.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu
Penyakit Dalam di RSUD Karawang Periode 26 Maret – 1 Juni 2018.
1. dr. Arief Gunawan, Sp. PD, MARS, selaku pembimbing yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan
menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD
Karawang.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD Karawang.
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Karawang.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki kekurangan, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak agar referat ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga pembuatan referat ini
dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh
pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran maupun paramedis lainnya
dan masyarakat pada umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................2
2.1 Anatomi Jantung ..................................................................................2
2.2 Definisi CHF ........................................................................................3
2.3 Epidemiologi ........................................................................................3
2.4 Etiologi .................................................................................................4
2.5 Faktor resiko ........................................................................................5
2.6 Patofisiologi .........................................................................................5
2.7 Klasifikasi ............................................................................................8
2.8 Gejala Klinis ........................................................................................9
2.9 Diagnosis............................................................................................10
2.10 Diagnosis Banding ...........................................................................16
2.11 Tatalaksana ......................................................................................19
2.12 Komplikasi .......................................................................................27
2.12 Prognosis ..........................................................................................27
BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP ........................................................29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
CONGESTIVE HEART FAILURE
Jantung juga memiliki struktur katup yang memisahkan bilik jantung yang
satu dengan bilik jantung lainnya maupun memisahkan bilik jantung dengan
rongga pembuluh darah besar.(6) Katup AV atau katup Atrioventrikular, terdiri
atas katup Trikuspid (memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan) dan
2
katup Mitral (memisahkan atrium kiri dengan ventrikel kiri).(6) Katup AV
berfungsi untuk mencegah darah di dalam ventrikel mengalami aliran balik
menuju ke atrium selama fase kontraksi jantung.(6) Sedangkan katup
Semilunar terdiri atas katup Pulmonal (memisahkan ventrikel kanan dengan Arteri
Pulmonalis) dan katup Aorta (memisahkan ventrikel kiri dengan Aorta).(6) Katup
Semilunar berfungsi untuk mencegah aliran balik darah dari dalam Aorta dan
Arteri Pulmonalis kembali ke ventrikel selama fase relaksasi jantung. Katup-katup
tersebut menutup dan membuka secara pasif, katup akan menutup sewaktu
gradien tekanan balik mendorong darah kembali ke belakang, dan katup tersebut
akan membuka sewaktu gradien tekanan mendorong ke arah depan.(6)
2.2 DEFINISI
Congestive heart failure atau gagal jantung kongestif adalah suatu
sindroma klinis kompleks yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk
mengisi ataupun memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara adekuat,
akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung.(3,4) Sedangkan
menuru McPhee dan Ganong (2010), Congestive Heart Failure (CHF) merupakan
suatu keadaan patologis di mana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan
jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat
memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian.(7) Belum
ada tes diagnosis pasti untuk menegakan diagnosis gagal jantung, oleh karena itu
diagnosis gagal jantung ditegakan melalui riwayat keluhan, pemeriksaan fisik, dan
didukung oleh tes tambahan seperti foto thoraks, elektrokardiogram, dan
ekokardiografi.(3)
2.3 EPIDEMIOLOGI
Pada penelitian epidemiologi, ditemukan lebih dari 20 juta kasus yang
terdiagnosis gagal jantung diseluruh dunia dan terdapat 2% pada negara
berkembang. Menurut data American Heart Association terdapat 5,3 juta orang
menderita gagal jantung di Amerika Serikat, 660,000 kasus baru terdiagnosis tiap
tahunnya dengan perbandingan insiden 10/1000 populasi pada usia lebih dari 65
3
tahun.(7) Penyakit gagal jantung merupakan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Sekitar 5,1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gagal jantung.
Tahun 2009, satu dari sembilan kematian di sebabkan karena menderita gagal
jantung. Sekitar setengah dari orang-orang yang menderita gagal jantung
meninggal dalam waktu 5 tahun setelah didiagnosis. Perkiraan biaya yang
dikeluarkan oleh negara pada pasien gagal jantung sebesar $ 32 Milyar setiap
tahun.(8)
Di Indonesia prevalensi penyakit gagal jantung tahun 2013 sebesar 0,13%
atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan gejala yang
muncul sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang. Estimasi jumlah
penderita penyakit gagal jantung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
sebanyak 6.943 orang (0,25%).(2)
Kelangsungan hidup pasien dengan gagal jantung dipengaruhi beratnya
penyakit yang dialami masing – masing pasien. Setiap tahun mortalitas pasien
dengan gagal jantung berat lebih dari 50 %, mortalitas pada pasien dengan gagal
jantung ringan lebih dari 10 %, sedangkan morbiditas pasien gagal jantung juga
dipengaruhi oleh beratnya penyakit masing – masing pasien (Ball,1996 dalam
Mutaqqin, 2009). Pasien dengan gagal jantung berat hanya mampu melakukan
aktivitas yang sangat terbatas, sementara itu pasien dengan gagal jantung yang
lebih ringan juga harus tetap melakukan pembatasan terhadap aktivitasnya. (9)
2.4 ETIOLOGI
Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan
jantung untuk memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya
diakibatkan karena kegagalan otot jantung yang menyebabkan hilangnya fungsi
yang penting setelah kerusakan jantung, keadaan hemodinamis kronis yang
menetap yang disebabkan karena tekanan atau volume overload yang
menyebabkan hipertrofi dan dilatasi dari ruang jantung, dan kegagalan jantung
dapat juga terjadi karena beberapa faktor eksternal yang menyebabkan
keterbatasan dalam pengisian ventrikel.(10)
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu: (10)
4
1. Gangguan mekanik
Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu beban tekanan, beban volume, tamponade jantung atau
kontriksi perikard, jantung tidak dapat diastole, obstruksi pengisian
ventrikel, aneurisme ventrikel, disenergi ventrikel, restriksi endokardial
atau miokardial
2. Abnormalitas otot jantung primer
Kardiomiopati, miokarditis metabolic (DM, gagal ginjal kronik,
anemia), atau toksin.
3. Abnormalitas otot jantung sekunder
Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltrative, dan korpulmonal.
2.6 PATOFISIOLOGI
5
adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah
jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan saraf
simpatis, menstimulasi system renin angiotensin dan terjadi redistribusi cairan dan
elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokontriksi perifer
dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (venous return) ke dalam
ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolic dan menaikkan kembali
curah jantung.(10)
6
b) Peningkatan stimulasi saraf simpatis
Peningkatan aktivitas saraf simpatis merangsang pegeluaran
katekolamin, saraf-saraf adrenergic jantung, dan medulla adrenal
sehingga akan menyebabkan vasokotriksi dari arteriol, takikardi, dan
peningkatan kontraksi miokardium. Mekanisme ini akan menyebabkan
terjadinya peningkatan curah jantung serta penyaluran oksigen dan
nutrisi ke jaringan, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer
(peningkatan afterload) dan kerja otot jantung untuk memompa darah,
tetapi mekanisme kompensasi ini juga dapat menyebabkan penurunan
aliran darah ke ginjal yang membuat laju filtrasi glomerulus menurun
yang akan meningkatkan retensi natrium dan air sehingga akan
menstimulasi system renin angiotensin.(12,13) Apabila hal ini terjadi
terus menerus akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah
dan terjadilah edema.(13) pengeluaran katekolamin jangka panjang juga
bisa menyebabkan vasokontriksi memperburuk overload serta iskemik
dan stress pada dinding ventrikel jantung.(13)
7
2.6 KLASIFIKASI
A. Berdasarkan Kelainan Struktural Jantung: (4,10)
Stadium A : memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi
gagal jantung. Tidak terdapat gangguan struktural
atau fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau
gejala
Stadium B : telah terbentuk penyakit struktur jantung yang
berhubungan dengan perkembangan gagal jantung,
tidak terdapat tanda atau gejala
8
2.7 GEJALA KLINIS
GEJALA
Tabel 1. Gejala Congestive Heart Failure
TIPIKAL(14) ATIPIKAL(14)
o Sesak nafas o Batuk di malam / dini hari
o Ortopneu o Mengi
o Paroxysmal nocturnal dyspnoe o Berat badan bertambah > 2
o Toleransi aktifitas yang berkurang kg/minggu
o Cepat lelah o Berat badan turun (gagal jantung
o Begkak di pergelangan kaki stadium lanjut)
o Perasaan kembung/ begah
o Nafsu makan menurun
o Perasaan bingung (terutama pasien
usia lanjut)
o Depresi
o Berdebar
TANDA
Tabel 2. Tanda Congestive Heart Failure
9
2.8 DIAGNOSIS
Kriteria Mayor:
Kriteria Minor:
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardia (>120/menit)
10
meliputi keluhan, riwayat, dan pemeriksaan fisik dimana harus memenuhi
2 dari kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor kriteria
firmingham yang sampai saat ini menjadi salah satu kriteria diagnosis
yang dipakai untuk gagal jantung. Selain itu dapat pula didapatkan
kelainan pada pemeriksaan fisik yang biasanya didapatkan pada kasus
CHF, seperti:
PEMERIKSAAN FISIK
11
II. Pemeriksaan Status Generalis
1. Pemeriksaan Vena Jugularis
2. Pemeriksaan Paru
12
pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem
kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan kedalam
rongga pleura. Karena vena pada pleura bermuara pada
vena sistemik dan pulmoner, effusi pleura paling sering
terjadi pada kegagalan kedua ventrikel(biventricular
failure).(17) Walau effusi pleura biasanya ditemukan
bilateral, angka kejadian pada rongga pleura kanan lebih
sering daripada yang kiri. Efusi pleura timbul sebagai
akibatmeningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya
adalah transudasi cairankedalam rongga pleura.(17) Karena
vena pada pleura bermuara pada vena sistemik dan
pulmoner, effusi pleura paling sering terjadi pada kegagalan
kedua ventrikel(biventricular failure).Walau efusi pleura
biasanya ditemukan bilateral, angkakejadian pada rongga
pleura kanan lebih sering daripada yang kiri.(17)
3. Pemeriksaan Jantung
13
sistole pada parasternal kiri (right ventricular heave).Bunyi
jantung ketiga (gallop)umum ditemukan pada pasien
dengan volume overload yang mengalamitachycardia dan
tachypnea, dan seringkali menunjukkan
kompensasihemodinamik yang berat. Bunyi jantung
keempat bukan indikator spesifik gagal jantung, tapi
biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik.
Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya
ditemukan pada pasien dengan gagal jantung yang lanjut.(17)
4. Pemeriksaan Abdomen Dan Ekstrimitas
Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak
umum pada pasien dengan gagal jantung. Jika memang ada,
hati yang membesar seringkali teraba lunak dan dapat
berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup
tricuspid. Ascites dapat timbul sebagai akibat transudasi
karena tingginya tekanan pada vena hepatic dan system
vena yang berfungsi dalam drainase peritoneum.(17)
Jaundice juga dapat ditemukan dan merupakan
tanda gagal jantung stadium lanjut. Biasanya kadar
bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik pada gagal
jantung diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder
akibat kongesti (bendungan) hepar dan hipoksia
hepatoselilar.(17)
Edema perifer adalah manifestasi cardinal gagal
jantung, walau demikian edema perifer bukanlan tanda
spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah
mendapatkan diuretic. Edema perifer pada pasien gagal
jantung paling sering terjadi di sekitar pergelangan kaki dan
daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas. Pada
pasien tirah baring edema dapat ditemukan pada sacrum
dan skrotum. Edema yang berlangsung lama dihubungkan
14
dengan kulit yang mengeras dan pigmentasi yang
bertambah.(17)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
15
penilaiansemikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV
begitu pula denganmenentukan keberadaan abnormalitas
pada katup dan/atau pergerakandinding regional (indikasi
adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasiatrial kiri dan
hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas
padapengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh
pencitraan, bergunauntuk menilai gagal jantung dengan EF
yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai
untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan
tekananpulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi
dan penatalaksanaan corpulmonale. MRI juga memberikan
analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan
sekarang menjadi gold standard dalam penilaian
massadanvolume LV.
Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV
adalah EF(stroke volume dibagi dengan end-diastolic
volume). Karena EF mudahdiukur dengan pemeriksaan
noninvasive dan mudah dikonsepkan.Pemeriksaan ini
diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF
memilikibeberapa keterbatasan sebagai tolak ukur
kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada
afterload dan/atau preload. Sebagaicontoh, LV EF
meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi
darahke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, denganpengecualian jika EF normal (>
50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF
berkurang secara bermakna (<30-40%)
16
termasuk aritmia (takikardia atau bradikardi), penyakit jantung
struktural, dan disfungsi miokard (sistolik atau diastolik). noncardiac
yang dapat menyebabkan peningkatkan kerja jantung adalah sepsis
dan anemia . gagal ginjal dapat menyebabkan gagal jantung karena
retensi cairan dan anemia. Obstruksi limfatik dan sindrom obstruksi
vena juga dapat menyebabkan keadaan pembentuk edema, dan
sindrom obesitas-hipoventilasi (OHS) dapat menyebabkan gagal
jantung sisi kanan dengan hipertrofi ventrikel kanan.(19)
Gagal jantung diastolik mungkin merupakan bentuk paling
umum dari gagal jantung pada populasi AS. Perubahan pada katup
ventrikel-arterial tampaknya memiliki peran kunci dalam gangguan
respon hemodinamik terhadap olahraga, tetapi diagnosis gagal jantung
diastolik tidak dapat dikesampingkan bahkan jika ada fungsi diastolik
normal saat istirahat. (20)
Gagal jantung juga harus dibedakan dari edema paru yang
berhubungan dengan kolaps pada membran alveolar-kapiler yang
disebabkan oleh beragam etiologi (yaitu, edema pulmonal
nonkardiogenik, sindrom gangguan pernapasan dewasa [ARDS]).
Peningkatan permeabilitas kapiler diamati pada trauma, syok
hemoragik, sepsis, infeksi pernafasan, pemberian berbagai obat, dan
konsumsi racun (misalnya heroin, kokain, gas beracun). Dengan
adanya tes peptida natriuretik dapat mengetahui penyebab non kardiak
atau kardiak yang menyebabkan edema paru.(21)
Beberapa cara dapat membedakan kardiogenik atau edema
pulmonal nonkardiogenik. Pada gagal jantung, biasanya terdapat
riwayat gejala progresif gagal jantung. Pemeriksaan fisik terdapat
Temuan seperti S3 gallop dan peningkatan pulsasi vena jugularis
sangat spesifik untuk gagal jantung , tetapi sensitivitasnya yang
rendah membuat alat skrining kurang ideal (21)
Pasien dengan edema pulmonal nonkardiogenik mungkin
memiliki gambaran klinis yang mirip dengan edema paru kardiogenik
17
tetapi sering tidak terdengar S3 gallop dan distensi vena jugularis.
Diferensiasi sering dibuat berdasarkan pengukuran tekanan kapiler
paru dari pemantauan hemodinamik invasif. Tekanan pengisian
ventrikel kiri diukur dengan PCWP adalah ukuran hemodinamik yang
paling andal yang memprediksi hasil fatal pada pasien dengan gagal
jantung akut. PCWP umumnya lebih dari 18 mm Hg pada gagal
jantung dan kurang dari 18 mm Hg pada edema pulmonal
nonkardiogenik, tetapi faktor penyulit penyakit vaskular paru kronis
dapat membuat perbedaan ini lebih sulit untuk dilihat (22)
18
2.10 TATALAKSANA
I. NON FARMAKOLOGI
19
II. FARMAKOLOGI
Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung berdasarkan Esc
Guidelines For The Diagnosis And Treatment Of Acute And Chronic
Heart Failure 2012
1) Diuretik
Tujuan pemberian diuretic adalah untuk mencapai status
euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis serendah
mungkin sesuai kebutuhan pasien untuk menghindari
20
dehidrasi atau resistensi.(24) Diuretic biasanya diberikan pada
gagal jantung dengan tanda klinis/gejala kongesti. Seperti
untuk mengurangi sesak nafas (dyspnea) dan tanda-tanda
retensi natrium dan air.(3,24) Mekanisme kerja diuretik sendiri
yaitu manghambat natrium dan klorida pada beberapa tempat
sepanjang tubulus ginjal.(12)Dosis diuretik yang biasa
digunakan pada pasien gagal jantung: (24)
Tabel 3. Obat Diuretik
Diuretik Dosis Awal (mg) Dosis Harian (mg)
Diuretic Loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0,5 – 1,0 1–5
Torasemide 5 - 10 10 - 20
Tiazide
21
jantung yang memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,
dengan atau tanpa gejala dengan fungsi ginjal adekuat dan
kadar kalium normal.(24) Untuk itu sebelum melakukan
pemberian terapi dan 1-2 minggu setelah diberikannya terapi
ACEI diperlukan pemeriksaan fungsi ginjal dan serum
elektrolit.(24) Adapun kontraindikasi diberikannya terapi
ACEI seperti memiliki riwayat angioedema, Stenosis renal
bilateral, Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L, Serum kreatinin
> 2,5 mg/dL, Stenosis aorta berat.(24) Mekanisme kerja dari
ACEI sendiri yaitu menghambat konversi ennzimatik
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merukan
vasokonstriktor kuat. Penghambatan angiotensin II
mengurangi afterload dan menghambat stimulasi dari korteks
adrenal untuk melepaskan aldosterone sehingga mengurangi
preload dan retensu air.(12) ACEI juga menghambat
pemecahan bradikinin, peptide vasoaktif yang mampu
menstimulasi endotel untuk memproduksi nitrit oksida yang
merupakan vasodilator lainya.(12) jadi dapat disimpulkan
bahwa ACEI menurunkan tekanan darah dab meningkatkan
aliran darah dari jantung ke pembuluh darah perifer.(7) Efek
samping yang biasa timbul dalam pemberian terapi ACEI
yaitu batuk, hipotensi simptomatik, dan disfungsi ginjal
karena adanya penurunan tekanan perfusi ginjal.(3,12) Untuk
pemberian terapi ACEI pada gagal jantung dosis terapi harus
diperhatikan, biasanya dilakukan peningkatan dosis secara
titrasi sampai mencapai dosis target atau dosis maksimal
yang dapat ditoleransi.(24) Obat ACEI yang umumnya dipakai
pada pasien gagal jantung adalah:
Tabel 4. Obat ACE Inhibitor
Obat Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)
Captopril 6,25 (3x/Hari) 50 – 100 (3x/Hari)
22
Enalapril 2,5 (2x/Hari) 10 – 20 (2x/Hari)
Lisinopril 2,5 – 5 (1x/Hari) 20 – 40 (1x/Hari)
Ramipril 2,5 (1x/Hari) 5 (2x/Hari)
Perindropil 2 (1x/Hari) 8 (1x/Hari)
4) B Blocker
23
blocker seperti pada pasien dengan penyakit asma dan adanya
kelainan seperti Blok AV (atrioventrikular) dan sinus
bradikardia (<50x/menit).(24) Mekanisme kerja B Blocker
(24)
yaitu menghambat system saraf simpatik Efek samping
yang biasa timbul dalam pemberian terapi B Blocker yaitu
(3,12)
bradikardia dan hipotensi simptomatik Untuk pemberian
terapi B Blocker pada gagal jantung dosis terapi harus
diperhatikan, biasanya dilakukan peningkatan dosis secara
titrasi sampai mencapai dosis target atau dosis maksimal
yang dapat ditoleransi.(24) Obat B Blocker yang umumnya
dipakai pada pasien gagal jantung adalah: (24)
5) Antagonis Aldosteron
24
antagonis aldosteron pada gagal jantung dosis terapi harus
diperhatikan, biasanya dilakukan peningkatan dosis secara
titrasi sampai mencapai dosis target atau dosis maksimal
yang dapat ditoleransi.(24) Obat antagonis aldosteron yang
umumnya dipakai pada pasien gagal jantung adalah: (24)
6) Obat Lain
a) DIGOKSIN
25
o Dosis awal:
Fungsi ginjal normal: 0,25 mg, 1x/hari
Usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal:
0,125/0,0625 mg, 1x/hari
o Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat
terapi kronik. Kadar terapi digoksin harus antara 0,6
- 1,2 ng/mL
26
2.11 KOMPLIKASI
2.12 PROGNOSIS
27
atau penyakit lainnya.(26) Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung
stadium lanjut dapat menderitadispnea dan memerlukan bantuan terapi
paliatif yang sangat cermat.(26)
28
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
CHF adalah Congestive heart failure atau gagal jantung kongestif adalah
suatu sindroma klinis kompleks yang didasari oleh ketidakmampuan jantung
untuk mengisi ataupun memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara
adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung..
29
DAFTAR PUSTAKA
30
10. Rachma LN. Patomekanisme penyakit gagal jantung kongestif. Jur El
Hayah 2014. 4 (2). 81-88.
11. Ford I, Robertson M, Komadja M, Bohm M, Borer JS, Tavazzi L,
Swedberg K. Top ten risk factors for morbidity and mortality in patients
with chronicsystolic heart failure and elevated heart rate: The SHIFT Risk
Model. IJC.2015;184:163-9.
12. Fletcher L, Thomas D. Congestive Heart Failure: Understanding the
Patophysiology and Management. J of the American Academy of Nyrse
Practitioners. 2001;13:249-257
13. Damayanti AP. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehayan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Atau
Congestive Heart Failure (CHF) Di Ruang Rawat Penyakit Dalam. 2013
14. McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task
Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure
2012 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration
with the Heart. Eur Heart J [Internet] 2013;32:e1–641 – e61
15. Hess OM, Carrol JD. Clinical Assessment of Heart Failure. In:
LibbyP,Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editor. Braunwald’s HeartDiseas
e. Philadelphia: Saunders; 2007. p. 561-80.2.
16. Darmojo B. Penyakit Kardiovaskuler pada Lanjut Usia. Dalam :
DarmojoB, Martono HH, editor. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai
PenerbitFKUI, 2004. h. 262-2643.
17. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald
E,Kasper DL, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17thed.
New York: Mc graw hill; 2008. p. 1443.5.Shah RV. Fifer MA.
18. Heart Failure. In: Lilly LS, editor. Pathophysiologyof Heart DiseaseA
Collaborative Project of Medical Students andFaculty. 4th ed.Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins. 2007; p. 225-251.6 .
19. Henes J, Rosenberger P. Systolic heart failure: diagnosis and therapy. Curr
Opin Anaesthesiol. 2016 Feb. 29 (1):55-60.
31
20. Nicoara A, Jones-Haywood M. Diastolic heart failure: diagnosis and
therapy. Curr Opin Anaesthesiol. 2016 Feb. 29 (1):61-7
21. Lainscak M, Cleland JG, Lenzen MJ, Follath F, Komajda M, Swedberg K.
International variations in the treatment and co-morbidity of left
ventricular systolic dysfunction: data from the EuroHeart Failure
Survey. Eur J Heart Fail. 2007 Mar. 9 (3):292-9.
22. Steinhart B, Thorpe KE, Bayoumi AM, Moe G, Januzzi JL Jr, Mazer CD.
Improving the diagnosis of acute heart failure using a validated prediction
model. J Am Coll Cardiol. 2009 Oct 13. 54 (16):1515-21.
23. Fisher C, Berry C, Blue L, Morton JJ, McMurray J. N-terminal pro B type
natriuretic peptide, but not the new putative cardiac hormone relaxin,
predicts prognosis in patients with chronic heart failure. Heart. 2003 Aug.
89 (8):879-81
24. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. Available at:
http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksana_Gagal_Jantun
g_2015.pdf. Diakses pada: 20 April 2018
25. Sonnenblick EH,LeJemtel YH. Pathophysiology of congestive heartfailure
. Role of angiotensin converting enzyme inhibitors. Am JMed. 1989; 87 :
88-91.7.Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of
heart failure: aetiology.BMJ 2000; 320:104-7
26. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology.BMJ
2000; 320:104-7.
32