Anda di halaman 1dari 36

CONGESTIVE HEART FAILURE

Disusun oleh:
Asya Aprilianti Dwiputri (030.14.021)
Talitha Azalia (030.14.188)
Vonny Indah P (030.14.197)

Pembimbing:
dr. Arief Gunawan, Sp.PD, MARS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
PERIODE 26 MARET – 1 JUNI 2018
Referat:
CONGESTIVE HEART FAILURE
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang periode 26 Maret 2018 – 1 Juni2018

Disusun oleh:
Asya Aprilianti Dwiputri (030.14.021)
Talitha Azalia (030.14.188)
Vonny Indah P (030.14.197)

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Arief Gunawan, Sp. PD, MARS selaku
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang

Karawang, Mei 2018

dr. Arief Gunawan, Sp. PD, MARS

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah sehingga peneliti dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Congestive Heart Failure” dengan baik dan tepat waktu.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu
Penyakit Dalam di RSUD Karawang Periode 26 Maret – 1 Juni 2018.

Selama penulisan referat ini penulis memperoleh banyak dukungan,


bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Arief Gunawan, Sp. PD, MARS, selaku pembimbing yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan
menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD
Karawang.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD Karawang.
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Karawang.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki kekurangan, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak agar referat ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga pembuatan referat ini
dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh
pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran maupun paramedis lainnya
dan masyarakat pada umumnya.

Karawang, Mei 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................2
2.1 Anatomi Jantung ..................................................................................2
2.2 Definisi CHF ........................................................................................3
2.3 Epidemiologi ........................................................................................3
2.4 Etiologi .................................................................................................4
2.5 Faktor resiko ........................................................................................5
2.6 Patofisiologi .........................................................................................5
2.7 Klasifikasi ............................................................................................8
2.8 Gejala Klinis ........................................................................................9
2.9 Diagnosis............................................................................................10
2.10 Diagnosis Banding ...........................................................................16
2.11 Tatalaksana ......................................................................................19
2.12 Komplikasi .......................................................................................27
2.12 Prognosis ..........................................................................................27
BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP ........................................................29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit kardiovaskuler sekarang merupakan penyebab kematian nomor


satu di seluruh dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2012
menunjukkan 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler
atau 31% dari 56,5 juta kematian di seluruh dunia. Lebih dari 3/4 kematian akibat
penyakit kardiovaskuler terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan rendah
sampai sedang.(1) Penyakit kardiovaskuler sendiri menurut WHO didefinisikan
sebagai penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah.
Ada berbagai macam penyakit kardiovaskuler, tetapi yang paling umum dan
paling banyak terdapat di Indonesia adalah penyakit jantung koroner, gagal
jantung, dan stroke.(2)

Salah satu penyakit kardiovaskuler yang paling banyak di derita di


Indonesia adalah gagal jantung. Gagal jantung dikenal dalam beberapa istilah
yaitu gagal jantung kiri, kanan, dan kombinasi atau yang sering disebut gagal
jantung kongestif. Congestive heart failure atau gagal jantung kongestif sendiri
adalah suatu sindroma klinis kompleks yang didasari oleh ketidakmampuan
jantung untuk mengisi ataupun memompakan darah keseluruh jaringan tubuh
secara adekuat, akibat adanya gangguan structural dan fungsional dari jantung.(3,4)
Menurut RISKESDAS 2013 berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit
gagal jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar
229.696 orang sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/ gejala sebesar 0,3% atau
diperkirakan sekitar 530.068 orang. Berdasarkan diagnosis/ gejala, es masi jumlah
penderita penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat
sebanyak 96.487 orang (0,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit
ditemukan di Provinsi Kep. Bangka Belitung, yaitu sebanyak 945 orang (0,1%).(2)
Banyak hal yang dapat menyebabkan gagal jantung kongesti, seperti kelainan
pada miokardium, pembuluh darah, aritmia, dan kelainan katup.(4,5)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
CONGESTIVE HEART FAILURE

2.1 ANATOMI JANTUNG


Jantung atau Cor merupakan salah satu organ tubuh yang memiliki fungsi
untuk memompa darah agar dapat tersuplai ke seluruh tubuh. Jantung terdiri atas
2 pompa yang terpisah, yakni jantung kanan (Cor Dextra) dan jantung kiri (Cor
Sinistra).(6) Jantung kanan bertugas untuk memompa darah ke paru atau pulmo,
sedangkan jantung kiri bertugas untuk memompa darah ke organ-organ perifer
atau ke seluruh tubuh.(6) Setiap bagian jantung tersebut memiliki satu atrium dan
satu ventrikel. Atrium berfungsi sebagai pompa primer yang lemah bagi ventrikel.
Sedangkan ventrikel menyediakan tenaga utama untuk memompa darah keluar
jantung, baik ke sirkulasi pulmonal maupun sirkulasi perifer.(6)

Gambar 1. Anatomi Jantung

Jantung juga memiliki struktur katup yang memisahkan bilik jantung yang
satu dengan bilik jantung lainnya maupun memisahkan bilik jantung dengan
rongga pembuluh darah besar.(6) Katup AV atau katup Atrioventrikular, terdiri
atas katup Trikuspid (memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan) dan

2
katup Mitral (memisahkan atrium kiri dengan ventrikel kiri).(6) Katup AV
berfungsi untuk mencegah darah di dalam ventrikel mengalami aliran balik
menuju ke atrium selama fase kontraksi jantung.(6) Sedangkan katup
Semilunar terdiri atas katup Pulmonal (memisahkan ventrikel kanan dengan Arteri
Pulmonalis) dan katup Aorta (memisahkan ventrikel kiri dengan Aorta).(6) Katup
Semilunar berfungsi untuk mencegah aliran balik darah dari dalam Aorta dan
Arteri Pulmonalis kembali ke ventrikel selama fase relaksasi jantung. Katup-katup
tersebut menutup dan membuka secara pasif, katup akan menutup sewaktu
gradien tekanan balik mendorong darah kembali ke belakang, dan katup tersebut
akan membuka sewaktu gradien tekanan mendorong ke arah depan.(6)

2.2 DEFINISI
Congestive heart failure atau gagal jantung kongestif adalah suatu
sindroma klinis kompleks yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk
mengisi ataupun memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara adekuat,
akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung.(3,4) Sedangkan
menuru McPhee dan Ganong (2010), Congestive Heart Failure (CHF) merupakan
suatu keadaan patologis di mana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan
jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat
memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian.(7) Belum
ada tes diagnosis pasti untuk menegakan diagnosis gagal jantung, oleh karena itu
diagnosis gagal jantung ditegakan melalui riwayat keluhan, pemeriksaan fisik, dan
didukung oleh tes tambahan seperti foto thoraks, elektrokardiogram, dan
ekokardiografi.(3)

2.3 EPIDEMIOLOGI
Pada penelitian epidemiologi, ditemukan lebih dari 20 juta kasus yang
terdiagnosis gagal jantung diseluruh dunia dan terdapat 2% pada negara
berkembang. Menurut data American Heart Association terdapat 5,3 juta orang
menderita gagal jantung di Amerika Serikat, 660,000 kasus baru terdiagnosis tiap
tahunnya dengan perbandingan insiden 10/1000 populasi pada usia lebih dari 65

3
tahun.(7) Penyakit gagal jantung merupakan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Sekitar 5,1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gagal jantung.
Tahun 2009, satu dari sembilan kematian di sebabkan karena menderita gagal
jantung. Sekitar setengah dari orang-orang yang menderita gagal jantung
meninggal dalam waktu 5 tahun setelah didiagnosis. Perkiraan biaya yang
dikeluarkan oleh negara pada pasien gagal jantung sebesar $ 32 Milyar setiap
tahun.(8)
Di Indonesia prevalensi penyakit gagal jantung tahun 2013 sebesar 0,13%
atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan gejala yang
muncul sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang. Estimasi jumlah
penderita penyakit gagal jantung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
sebanyak 6.943 orang (0,25%).(2)
Kelangsungan hidup pasien dengan gagal jantung dipengaruhi beratnya
penyakit yang dialami masing – masing pasien. Setiap tahun mortalitas pasien
dengan gagal jantung berat lebih dari 50 %, mortalitas pada pasien dengan gagal
jantung ringan lebih dari 10 %, sedangkan morbiditas pasien gagal jantung juga
dipengaruhi oleh beratnya penyakit masing – masing pasien (Ball,1996 dalam
Mutaqqin, 2009). Pasien dengan gagal jantung berat hanya mampu melakukan
aktivitas yang sangat terbatas, sementara itu pasien dengan gagal jantung yang
lebih ringan juga harus tetap melakukan pembatasan terhadap aktivitasnya. (9)

2.4 ETIOLOGI
Berbagai gangguan penyakit jantung yang mengganggu kemampuan
jantung untuk memompa darah menyebabkan gagal jantung yang biasanya
diakibatkan karena kegagalan otot jantung yang menyebabkan hilangnya fungsi
yang penting setelah kerusakan jantung, keadaan hemodinamis kronis yang
menetap yang disebabkan karena tekanan atau volume overload yang
menyebabkan hipertrofi dan dilatasi dari ruang jantung, dan kegagalan jantung
dapat juga terjadi karena beberapa faktor eksternal yang menyebabkan
keterbatasan dalam pengisian ventrikel.(10)
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu: (10)

4
1. Gangguan mekanik
Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu beban tekanan, beban volume, tamponade jantung atau
kontriksi perikard, jantung tidak dapat diastole, obstruksi pengisian
ventrikel, aneurisme ventrikel, disenergi ventrikel, restriksi endokardial
atau miokardial
2. Abnormalitas otot jantung primer
Kardiomiopati, miokarditis metabolic (DM, gagal ginjal kronik,
anemia), atau toksin.
3. Abnormalitas otot jantung sekunder
Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltrative, dan korpulmonal.

2.5 FAKTOR RESIKO(11)


1) Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi pada
LV, infark miokard, obesitas, diabetes.
2) Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal
3) kronik, albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk.
4) Sistem imun, yaitu adanya hipersensitifitas.
5) Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.
6) Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi (antrasiklin,
siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuzumab, tyrosine kinase
inhibitor), NSAID, kokain, alkohol.
7) Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga.

2.6 PATOFISIOLOGI

Gagal jantung terjadi atau suatu keadaan dimana adanya keabnormalitasan


pada fungsi otot jantung yang dapat menyebabkan curah jantung tidak mencukupi
kebutuhan metabolisme yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga mekanisme
kompensasi teraktivasi.(12) Beban pengisian (preload) dan beban tekanan
(afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi atau hipertrofi memungkinkan

5
adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah
jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan saraf
simpatis, menstimulasi system renin angiotensin dan terjadi redistribusi cairan dan
elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokontriksi perifer
dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (venous return) ke dalam
ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolic dan menaikkan kembali
curah jantung.(10)

Dilatasi dan hipertrofi ventrikel, takikardi akibat stimulasi saraf simpatis,


dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan kompensasi untuk
mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila
semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut di atas sudah
dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga terpenuhi,
maka terjadilah keadaan gagal jantung.(10) mekanisme kompensasi yang dilakukan
jantung adalah:

a) Dilatasi dan Hipertrofi Ventrikel (Ventrikel Remodeling)

Keadaan hipertrofi dan remodeling dapat menyebabkan perubahan


dalam struktur (massa otot, dilatasi chamber) dan fungsi (gangguan
fungsi sistolik dan diastolik). Ada 2 tipe hipertrofi, yaitu pertama
Concentric hypertrophy, terjadi penebalan dinding pembuluh darah,
disebabkan oleh hipertensi.dan kedua Eccentric hypertrophy, terjadi
peningkatan panjang otot jantung disebabkan oleh dilated
cardiomyopathy.(10) Dilatasi dan hipertrofi pada otot-otot jantung
menyebabkan peningkatan preload dan curah jantung karena otot yang
teregang berkontraksi lebih kuat.(12) Tetapi mekanisme kompensasi ini
memiliki keterbatasan dimana otot yang teregang bisa menjadi tidak
efektif dan adanya regangan membuat jantung membutuhkan lebih
banyak oksigen.

6
b) Peningkatan stimulasi saraf simpatis
Peningkatan aktivitas saraf simpatis merangsang pegeluaran
katekolamin, saraf-saraf adrenergic jantung, dan medulla adrenal
sehingga akan menyebabkan vasokotriksi dari arteriol, takikardi, dan
peningkatan kontraksi miokardium. Mekanisme ini akan menyebabkan
terjadinya peningkatan curah jantung serta penyaluran oksigen dan
nutrisi ke jaringan, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer
(peningkatan afterload) dan kerja otot jantung untuk memompa darah,
tetapi mekanisme kompensasi ini juga dapat menyebabkan penurunan
aliran darah ke ginjal yang membuat laju filtrasi glomerulus menurun
yang akan meningkatkan retensi natrium dan air sehingga akan
menstimulasi system renin angiotensin.(12,13) Apabila hal ini terjadi
terus menerus akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah
dan terjadilah edema.(13) pengeluaran katekolamin jangka panjang juga
bisa menyebabkan vasokontriksi memperburuk overload serta iskemik
dan stress pada dinding ventrikel jantung.(13)

c) Stimulasi system renin angiotensin


Aliran darah dalam arteri renalis yang menurun menyebabkan
pengeluaran renin yang disekresikan oleh sel juxtaglomerolus di gijal
yang akan dirubah menjadi angiotensin II yang merupakan
vasokonstriktor kuat. Angiotensin II memelihara homeostatis sirkulasi
dengan cara meningkatkan vasokontriksi, melepaskan norepinefrin dari
ujung saraf simpatis, dan menstimulasi medulla untuk menyekresi
aldosterone yang akan meningkatkan absorpsi natrium dan air.(13)

7
2.6 KLASIFIKASI
A. Berdasarkan Kelainan Struktural Jantung: (4,10)
 Stadium A : memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi
gagal jantung. Tidak terdapat gangguan struktural
atau fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau
gejala
 Stadium B : telah terbentuk penyakit struktur jantung yang
berhubungan dengan perkembangan gagal jantung,
tidak terdapat tanda atau gejala

 Stadium C : gagal jantung yang simtomatik berhubungan


dengan penyakit struktural jantung yang mendasari
 Stadium D : penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal
jantung yang sangat bermakna saat istirahat
walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal
(refrakter)
B. Berdasarkan Kapasitas Fungsional (NYHA): (4,10)
 Kelas I : Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik.
Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan,
palpitasi, atau sesak napas.
 Kelas II : Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan
saat istirahat, namun aktivitas fisik sehari-hari
menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak napas.
 Kelas III : Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat
keluhan saat istirahat, tetapi aktifitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau sesak.
 Kelas IV : Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat
gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan
aktivitas.

8
2.7 GEJALA KLINIS
 GEJALA
Tabel 1. Gejala Congestive Heart Failure

TIPIKAL(14) ATIPIKAL(14)
o Sesak nafas o Batuk di malam / dini hari
o Ortopneu o Mengi
o Paroxysmal nocturnal dyspnoe o Berat badan bertambah > 2
o Toleransi aktifitas yang berkurang kg/minggu
o Cepat lelah o Berat badan turun (gagal jantung
o Begkak di pergelangan kaki stadium lanjut)
o Perasaan kembung/ begah
o Nafsu makan menurun
o Perasaan bingung (terutama pasien
usia lanjut)
o Depresi
o Berdebar

 TANDA
Tabel 2. Tanda Congestive Heart Failure

SPESIFIK(14) KURANG SPESIFIK(14)


o Peningkatan JVP o Krepitasi pulmonal
o Refluks hepatojugular o Sura pekak di basal paru pada
o Suara jantung S3 (gallop) perkusi
o Apex jantung bergeser ke lateral o Takikardia
o Bising jantung o Nadi ireguler
o Nafas cepat
o Heaptomegali
o Asites

9
2.8 DIAGNOSIS

 KRITERIA DIAGNOSIS FRAMINGHAM(15)

Kriteria Mayor:

 Paroksismal nocturnal dyspnea


 Distensi vena leher
 Ronki paru
 Kardiomegali
 Edema paru akut
 Gallop S3
 Peninggian tekanan vena jugularis
 Refluks hepatojugular

Kriteria Minor:

 Edema ekstremitas
 Batuk malam hari
 Dyspnea d’effort
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Takikardia (>120/menit)

Kriteria Mayor Atau Minor

Penurunan BB >4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Pendekatan diagnosis pada pasien yang menunjukan gejala-gejala


gagal jantung kongestif harus difokuskan untuk mengetahui faktor yang
menjadi predisposisi karena pada keadaan tertentu memerlukan terapi
spesifik dan mungkin penyebab dapat dikoreksi. Pendekatan tersebut

10
meliputi keluhan, riwayat, dan pemeriksaan fisik dimana harus memenuhi
2 dari kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor kriteria
firmingham yang sampai saat ini menjadi salah satu kriteria diagnosis
yang dipakai untuk gagal jantung. Selain itu dapat pula didapatkan
kelainan pada pemeriksaan fisik yang biasanya didapatkan pada kasus
CHF, seperti:

 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaaan fisik yang cermat selalu dilakukan untuk


mengevaluasi pasien dengan gagal jantung. Tujuan pemeriksaan adalah
untuk membantu menentukan penyebab gagal jantung dan juga
mengevaluasi beratnya sindroma gagal jantung. Memperoleh informasi
mengenai profil hemodinamik, sebagai respon terhadap terapi dan
menentukan prognosis adalah tujuan tambahan saat pemeriksaan fisik(16)

I. Keadaan Umum dan Tanda Vital

Pada gagal jantung ringan atau sedang, pasien bisa tampak


tidak memiliki keluhan, kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring
datar selama lebih dari beberapa menit. Pada pasien dengan gagal
jantung yang lebih berat, pasien bis memiliki upaya nafas yang berat
dan bisa kesulitan untuk menyelesaikan kata-kata akibat
sesak.Tekanan darah sistolik bisa normal atau tinggi, tapi pada
umumnya berkurang pada gagal jantung lanjut karena fungsi LV
yang sangat menurun. Tekanan nadi bisa berkurang, dikarenakan
berkurangnya strokevolume, dan tekanan diastolik arteri bisa
meningkat sebagai akibat vasokontriksi sistemik. Sinus tachycardia
adalah gejala non spesifik yang diakibatkan olehaktivitas simpatis
yang meningkat. Vasokontriksi perifer mengakibatkan ekstrimitas
perifer menjadi lebih dingin dan sianosis dari bibir dan ujung jari
juga diakibatkan oleh aktivitas simpatis yang berlebihan.(16)

11
II. Pemeriksaan Status Generalis
1. Pemeriksaan Vena Jugularis

Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan


tekanan pada atrium kanan, dan secara tidak langsung
tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan tekanan vena
jugularis dinilai terbaik saat pasien tidur dengan kepala
diangkat dengan sudut 45° Tekanan vena jugularis
dihitung dengan satuan sentimeter H2o (normalnya kurang
dari 8 cm), dengan memperkirakan tinggi kolom darah
vena jugularis diatas angulus sternalisdalam centimeter
dan menambahkan 5 cm. Pada tahap awal gagal jantung ,
tekenan vena jugularis bisa normal saat istirahat, tapi
dapat secara abnormal meningkat saat diberi tekanan yang
cukup lama pada abdomen (refluks hepatojugular positif.
Giant v wave menandakan regugirtasi katup tricuspid.(17)

2. Pemeriksaan Paru

Pulmonary Crackles (ronkhi atau krepitasi)


dihasilkan oleh transudasi cairan dari rongga intravaskular
kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki
dapat didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai
dengan wheezing ekspiratoar (asma kardiale). Jika
ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik
untuk gagal jantung. Walau demikian harus ditekankan
bahwa ronkhi seringkali tidak ditemukan pada pasien
dengan gagal jantung kronik, bahkan ketika pulmonary
capilary wedge pressure kurang dari 20 mmHg, hal ini
karena pasien sudah beradaptasi dan drainase sistem
limfatik cairan rongga alveolar sudah meningkat.(17) Efusi

12
pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem
kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan kedalam
rongga pleura. Karena vena pada pleura bermuara pada
vena sistemik dan pulmoner, effusi pleura paling sering
terjadi pada kegagalan kedua ventrikel(biventricular
failure).(17) Walau effusi pleura biasanya ditemukan
bilateral, angka kejadian pada rongga pleura kanan lebih
sering daripada yang kiri. Efusi pleura timbul sebagai
akibatmeningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya
adalah transudasi cairankedalam rongga pleura.(17) Karena
vena pada pleura bermuara pada vena sistemik dan
pulmoner, effusi pleura paling sering terjadi pada kegagalan
kedua ventrikel(biventricular failure).Walau efusi pleura
biasanya ditemukan bilateral, angkakejadian pada rongga
pleura kanan lebih sering daripada yang kiri.(17)

3. Pemeriksaan Jantung

Pemeriksaan jantung penting untuk mengetahui


beratnya gagal jantung, jika terdapat kardiomegali ,titik
impulse maksimal ( ictus cordis) biasanya tergeser kebawah
intercostal space (ICS) ke V ,dan kesamping (lateral) line
mid clavicularis. Hipertrofi ventrikel kiri yang erat
mengakibatkan pulsasi (ictus) lebih teraba lama (kuat
angkat). Pemeriksaan pulsasi perikordial ini tidak cukup
untuk mengevaluasi beratnya disfungsi ventrikel kiri. (17)

Pada beberapa pasien, bunyi jantung ketiga dapat


didengar dan teraba pada apex Pada pasien dengan ventrikel
kanan yang membesar dan mengalamihipertrofi dapat
memiliki impulse yang kuat dan lebih lama sepanjang

13
sistole pada parasternal kiri (right ventricular heave).Bunyi
jantung ketiga (gallop)umum ditemukan pada pasien
dengan volume overload yang mengalamitachycardia dan
tachypnea, dan seringkali menunjukkan
kompensasihemodinamik yang berat. Bunyi jantung
keempat bukan indikator spesifik gagal jantung, tapi
biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik.
Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya
ditemukan pada pasien dengan gagal jantung yang lanjut.(17)
4. Pemeriksaan Abdomen Dan Ekstrimitas
Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak
umum pada pasien dengan gagal jantung. Jika memang ada,
hati yang membesar seringkali teraba lunak dan dapat
berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup
tricuspid. Ascites dapat timbul sebagai akibat transudasi
karena tingginya tekanan pada vena hepatic dan system
vena yang berfungsi dalam drainase peritoneum.(17)
Jaundice juga dapat ditemukan dan merupakan
tanda gagal jantung stadium lanjut. Biasanya kadar
bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik pada gagal
jantung diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder
akibat kongesti (bendungan) hepar dan hipoksia
hepatoselilar.(17)
Edema perifer adalah manifestasi cardinal gagal
jantung, walau demikian edema perifer bukanlan tanda
spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah
mendapatkan diuretic. Edema perifer pada pasien gagal
jantung paling sering terjadi di sekitar pergelangan kaki dan
daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas. Pada
pasien tirah baring edema dapat ditemukan pada sacrum
dan skrotum. Edema yang berlangsung lama dihubungkan

14
dengan kulit yang mengeras dan pigmentasi yang
bertambah.(17)

 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Penunjang Ketika pasien datang dengan gejala


dan tanda gagal jantung: (18)

1. Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea


nitrogen (BUN),kreatinin serum, enzim hepatik, dan
urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaangula darah, profil
lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan
utama dari EKGadalah untuk menilai ritme, menentukan
adanya left ventrikel hypertrophy(LVH) atau riwayat MI
(ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normalbiasanya
menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik
pada LV.
3. Radiologi
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna
mengenai ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena
pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi pleura.
begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan
dapatmengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala
pasien.
4. Penilaian fungsi LV

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk


mendiagnosis,mengevaluasi, dan menangani gagal jantung.
Pemeriksaan paling bergunaadalah echocardiogram 2D/
Doppler, dimana dapat memberikan

15
penilaiansemikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV
begitu pula denganmenentukan keberadaan abnormalitas
pada katup dan/atau pergerakandinding regional (indikasi
adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasiatrial kiri dan
hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas
padapengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh
pencitraan, bergunauntuk menilai gagal jantung dengan EF
yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai
untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan
tekananpulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi
dan penatalaksanaan corpulmonale. MRI juga memberikan
analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan
sekarang menjadi gold standard dalam penilaian
massadanvolume LV.
Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV
adalah EF(stroke volume dibagi dengan end-diastolic
volume). Karena EF mudahdiukur dengan pemeriksaan
noninvasive dan mudah dikonsepkan.Pemeriksaan ini
diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF
memilikibeberapa keterbatasan sebagai tolak ukur
kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada
afterload dan/atau preload. Sebagaicontoh, LV EF
meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi
darahke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, denganpengecualian jika EF normal (>
50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF
berkurang secara bermakna (<30-40%)

2.9 DIAGNOSIS BANDING


Banyak kelas gangguan dapat mengakibatkan peningkatan
kerja jantung atau gangguan fungsi jantung. Penyebab jantung

16
termasuk aritmia (takikardia atau bradikardi), penyakit jantung
struktural, dan disfungsi miokard (sistolik atau diastolik). noncardiac
yang dapat menyebabkan peningkatkan kerja jantung adalah sepsis
dan anemia . gagal ginjal dapat menyebabkan gagal jantung karena
retensi cairan dan anemia. Obstruksi limfatik dan sindrom obstruksi
vena juga dapat menyebabkan keadaan pembentuk edema, dan
sindrom obesitas-hipoventilasi (OHS) dapat menyebabkan gagal
jantung sisi kanan dengan hipertrofi ventrikel kanan.(19)
Gagal jantung diastolik mungkin merupakan bentuk paling
umum dari gagal jantung pada populasi AS. Perubahan pada katup
ventrikel-arterial tampaknya memiliki peran kunci dalam gangguan
respon hemodinamik terhadap olahraga, tetapi diagnosis gagal jantung
diastolik tidak dapat dikesampingkan bahkan jika ada fungsi diastolik
normal saat istirahat. (20)
Gagal jantung juga harus dibedakan dari edema paru yang
berhubungan dengan kolaps pada membran alveolar-kapiler yang
disebabkan oleh beragam etiologi (yaitu, edema pulmonal
nonkardiogenik, sindrom gangguan pernapasan dewasa [ARDS]).
Peningkatan permeabilitas kapiler diamati pada trauma, syok
hemoragik, sepsis, infeksi pernafasan, pemberian berbagai obat, dan
konsumsi racun (misalnya heroin, kokain, gas beracun). Dengan
adanya tes peptida natriuretik dapat mengetahui penyebab non kardiak
atau kardiak yang menyebabkan edema paru.(21)
Beberapa cara dapat membedakan kardiogenik atau edema
pulmonal nonkardiogenik. Pada gagal jantung, biasanya terdapat
riwayat gejala progresif gagal jantung. Pemeriksaan fisik terdapat
Temuan seperti S3 gallop dan peningkatan pulsasi vena jugularis
sangat spesifik untuk gagal jantung , tetapi sensitivitasnya yang
rendah membuat alat skrining kurang ideal (21)
Pasien dengan edema pulmonal nonkardiogenik mungkin
memiliki gambaran klinis yang mirip dengan edema paru kardiogenik

17
tetapi sering tidak terdengar S3 gallop dan distensi vena jugularis.
Diferensiasi sering dibuat berdasarkan pengukuran tekanan kapiler
paru dari pemantauan hemodinamik invasif. Tekanan pengisian
ventrikel kiri diukur dengan PCWP adalah ukuran hemodinamik yang
paling andal yang memprediksi hasil fatal pada pasien dengan gagal
jantung akut. PCWP umumnya lebih dari 18 mm Hg pada gagal
jantung dan kurang dari 18 mm Hg pada edema pulmonal
nonkardiogenik, tetapi faktor penyulit penyakit vaskular paru kronis
dapat membuat perbedaan ini lebih sulit untuk dilihat (22)

Gagal jantung, terutama gagal jantung sisi kanan, dapat


muncul sebagai gejala perut dengan mual, muntah, nyeri perut sisi
kanan ,kembung, anoreksia, dan penurunan berat badan yang
signifikan. Pada kasus lanjut, pasien dapat muncul ikterus karena
sirosis hati. Konstipasi adalah keluhan umum di antara pasien dengan
gagal jantung, dan ini dapat menjadi manifestasi dari penurunan
transit usus akibat perfusi yang buruk. Pada kasus syok kardiogenik
yang sangat berat, seseorang dapat mengalami nyeri abdomen yang
parah yang menyerupai obstruksi usus, perforasi, abdomen akut, dan
peritonitis sebagai manifestasi iskemia usus berat dan kemungkinan
infark.(22)
Pada pasien usia lanjut, kelelahan dan kebingungan kadang-
kadang bisa menjadi gejala pertama gagal jantung, yang terkait
dengan penurunan curah jantung. Menurut The mnemonic DEFEAT-
HF terdapat lima langkah yang dapat membantu dalam diagnosis dan
manajemen gagal jantung pada populasi yang lebih tua: diagnosis,
etiologi, volume cairan, fraksi ejeksi, dan terapi(23)

18
2.10 TATALAKSANA

I. NON FARMAKOLOGI

 Diet rendah garam


Pasien diminta untuk menghindari makanan tinggi sodium,
dimana hanya boleh mngkonsumsi 2-3 gram garam per hari.(12)
 Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama
pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.(24)
 Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika
terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien
harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter (12,24)
 Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2)
dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah
perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup (12,24)
 Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien
gagal jantung untuk meningkatkan keadaan fisik secara
keseluruhan. Kuantitas dan tipe latihan fisik disesuaikan
berdasarkan pilihan pasien dan kelas fungsioal berdasarkan
klasifikasi New York Heart Association (NYHA)(12,24)

19
II. FARMAKOLOGI
Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung berdasarkan Esc
Guidelines For The Diagnosis And Treatment Of Acute And Chronic
Heart Failure 2012

Gambar 2. Guidelines For The Diagnosis And Treatment Of


Acute And Chronic Heart Failure 2012

1) Diuretik
Tujuan pemberian diuretic adalah untuk mencapai status
euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis serendah
mungkin sesuai kebutuhan pasien untuk menghindari

20
dehidrasi atau resistensi.(24) Diuretic biasanya diberikan pada
gagal jantung dengan tanda klinis/gejala kongesti. Seperti
untuk mengurangi sesak nafas (dyspnea) dan tanda-tanda
retensi natrium dan air.(3,24) Mekanisme kerja diuretik sendiri
yaitu manghambat natrium dan klorida pada beberapa tempat
sepanjang tubulus ginjal.(12)Dosis diuretik yang biasa
digunakan pada pasien gagal jantung: (24)
Tabel 3. Obat Diuretik
Diuretik Dosis Awal (mg) Dosis Harian (mg)

Diuretic Loop

Furosemide 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0,5 – 1,0 1–5
Torasemide 5 - 10 10 - 20

Tiazide

Hidrochlortiazide 25 23,5 – 100


Metolazone 2,5 2,5 – 10
Indapamide 2,5 2,5 - 5

Diuretic Hemat Kalium

Spinorolakton + ACEI/ARB 12,5-25 + ACEI/ARB 50


- ACEI/ARB 50 - ACEI/ARB 100-
200

Spinorolakton + ACEI/ARB 12,5-25 + ACEI/ARB 50


- ACEI/ARB 50 - ACEI/ARB 100-
200

2) ACE Inhibitor (Angiotensin-Converting Enzyme


Inhibitors)

Saat ini penggunaan terapi ACEI merupakan gold


standard dan menurut The American College of Cardiology
merupakan terapi terpenting pada gagal jantung pada decade
terakhir.(12) ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal

21
jantung yang memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,
dengan atau tanpa gejala dengan fungsi ginjal adekuat dan
kadar kalium normal.(24) Untuk itu sebelum melakukan
pemberian terapi dan 1-2 minggu setelah diberikannya terapi
ACEI diperlukan pemeriksaan fungsi ginjal dan serum
elektrolit.(24) Adapun kontraindikasi diberikannya terapi
ACEI seperti memiliki riwayat angioedema, Stenosis renal
bilateral, Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L, Serum kreatinin
> 2,5 mg/dL, Stenosis aorta berat.(24) Mekanisme kerja dari
ACEI sendiri yaitu menghambat konversi ennzimatik
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merukan
vasokonstriktor kuat. Penghambatan angiotensin II
mengurangi afterload dan menghambat stimulasi dari korteks
adrenal untuk melepaskan aldosterone sehingga mengurangi
preload dan retensu air.(12) ACEI juga menghambat
pemecahan bradikinin, peptide vasoaktif yang mampu
menstimulasi endotel untuk memproduksi nitrit oksida yang
merupakan vasodilator lainya.(12) jadi dapat disimpulkan
bahwa ACEI menurunkan tekanan darah dab meningkatkan
aliran darah dari jantung ke pembuluh darah perifer.(7) Efek
samping yang biasa timbul dalam pemberian terapi ACEI
yaitu batuk, hipotensi simptomatik, dan disfungsi ginjal
karena adanya penurunan tekanan perfusi ginjal.(3,12) Untuk
pemberian terapi ACEI pada gagal jantung dosis terapi harus
diperhatikan, biasanya dilakukan peningkatan dosis secara
titrasi sampai mencapai dosis target atau dosis maksimal
yang dapat ditoleransi.(24) Obat ACEI yang umumnya dipakai
pada pasien gagal jantung adalah:
Tabel 4. Obat ACE Inhibitor
Obat Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)
Captopril 6,25 (3x/Hari) 50 – 100 (3x/Hari)

22
Enalapril 2,5 (2x/Hari) 10 – 20 (2x/Hari)
Lisinopril 2,5 – 5 (1x/Hari) 20 – 40 (1x/Hari)
Ramipril 2,5 (1x/Hari) 5 (2x/Hari)
Perindropil 2 (1x/Hari) 8 (1x/Hari)

3) ARB (Angiotensin Receptor Blockers)

ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan


fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik
walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis
optimal dan pasien yang memiliki intoleransi terhadap efek
samping batuk dari ACEI.(12,24) Untuk indikasi, kontra
indikasi, efek samping dan mekanisme kerja dari ARB sama
dengan ACEI namun ARB mencegah dan membalikan semua
efek angiotensin II tanpa akumulasi dari bradikiinin yang
terkait dengan munculnya efek batuk tidak produktif dan
angioedema yang ditemukan pada ACEI.(12) Obat ARB yang
umumnya dipakai pada pasien gagal jantung adalah:(24)

Tabel 5. Obat ARB (Angiotensin Receptor Blockers)

Obat Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)


Candesartan 4/8 (1x/hari) 32 (1x/hari)
Valsartan 40 (2x/hari) 160 (2x/hari)

4) B Blocker

B blocker harus diberikan pada semua pasien gagal


jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
dengan gejala ringan sampai berat (NYSHA II-IV). B blocker
biasanya diberikan apabila ACEI/ARB sudah diberikan dan
pasien stabil secara klinis.(24) adapun beberapa kontraindikasi
yang membuat pasien tidak dianjurkan untuk diberikan B

23
blocker seperti pada pasien dengan penyakit asma dan adanya
kelainan seperti Blok AV (atrioventrikular) dan sinus
bradikardia (<50x/menit).(24) Mekanisme kerja B Blocker
(24)
yaitu menghambat system saraf simpatik Efek samping
yang biasa timbul dalam pemberian terapi B Blocker yaitu
(3,12)
bradikardia dan hipotensi simptomatik Untuk pemberian
terapi B Blocker pada gagal jantung dosis terapi harus
diperhatikan, biasanya dilakukan peningkatan dosis secara
titrasi sampai mencapai dosis target atau dosis maksimal
yang dapat ditoleransi.(24) Obat B Blocker yang umumnya
dipakai pada pasien gagal jantung adalah: (24)

Tabel 6. Obat B Blocker

Obat Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)


Bisoprolol 1,25 (1x/hari) 10 (1x/hari)
Carvedilol 3,125 (2x/hari) 25-50 (2x/hari)
Metoprolol 12,5/25 (1x/hari) 200 (1x/hari)

5) Antagonis Aldosteron

Antagonis aldosteron harus dipertimbangkan pada semua


pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung
simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hyperkalemia (>5,0 mmol/L), peningkatan serum kreatinin
(>2,5 mg/dL), kombinasi ACEI dan ARB, dan gangguan
fungsi ginjal berat.(24) Untuk itu sebelum melakukan
pemberian terapi antagonis aldosteron diperlukan
pemeriksaan fungsi ginjal dan serum elektrolit.(24) Efek
samping dari penggunaan obat antagonis aldosterone sendiri
adalah hyperkalemia, perburukan fungsi ginjal, dan nyeri dan
atau pembesaran payudara.(24) Untuk pemberian terapi

24
antagonis aldosteron pada gagal jantung dosis terapi harus
diperhatikan, biasanya dilakukan peningkatan dosis secara
titrasi sampai mencapai dosis target atau dosis maksimal
yang dapat ditoleransi.(24) Obat antagonis aldosteron yang
umumnya dipakai pada pasien gagal jantung adalah: (24)

Tabel 7. Obat Antagonis Aldosteron

Obat Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)


Eplerenon 25 (1xhari) 50 (1x/hari)
Sprinolakton 25 (1x/hari) 25-50 (1x/hari)

6) Obat Lain

a) DIGOKSIN

Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial


dengan irama ventricular saat istirahat >80x/menit atau
saat aktifitas >110 – 120x/menit dan irama sinus dengan
fraksi ejeksi ventrikel kiri <20%, gejala ringan sampai
berat (NYHA II-IV), digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat
lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan.(24)
Digoxin adalah inotrope positif yang bertindak langsung
pada miokardium dengan menghambat natrium
potassium adenosine triphospatase sakrolemmal yang
memiliki efek pada ginjal, yaitu menurunkan reabsorpsi
natrium di tubulus ginjal dan menekan system renin
angiotensin.(12) Cara pemberian digoksin pada pasien
gagal jantung yaitu:(12,24)

25
o Dosis awal:
 Fungsi ginjal normal: 0,25 mg, 1x/hari
 Usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal:
0,125/0,0625 mg, 1x/hari
o Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat
terapi kronik. Kadar terapi digoksin harus antara 0,6
- 1,2 ng/mL

b) Hydralazine dan ISDN (Isosorbide Dinitrate)

Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi


ventrikel kiri ≤ 40 %, kombinasi H-ISDN digunakan
sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap
ACEI/ARB/antagonis aldosterone dan gejala menetap
setelah pemberian obat tersebut.(24) Adapun
kontraindikasi diberikannya terapi H-ISDNseperti pada
pasien dengan hipotensi simtomatik, sindroma lupus, dan
gagal ginjal berat.(24) Efek sampiing dari pemerian
kombinasi H-ISDN sendiri yaitu hipotensi simtomatik
dan nyeri sendi/otot.(24) Untuk pemberian terapi
antagonis aldosteron pada gagal jantung dosis terapi
harus diperhatikan, biasanya dilakukan peningkatan
dosis secara titrasi sampai mencapai dosis target atau
dosis maksimal yang dapat ditoleransi.(24) Cara
pemberian digoksin pada pasien gagal jantung yaitu:(12,24)

Tabel 8. Obat Hydralazine dan ISDN (Isosorbide


Dinitrate)

Obat Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)


Hydralazine 12,5 50
ISDN 10 (2-3x/hari) 20 (3-4x/hari)

26
2.11 KOMPLIKASI

1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis


vena dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP)
dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa
diturunkan dengan pemberian warfarin. (25)
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi
pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan
pemberian warfarin). (25)
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan
diuretik dengan dosis ditinggikan. (25)
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang
ditanam mungkin turut mempunyai peranan. (25)

2.12 PROGNOSIS

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah


sangatberkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana
angka mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan
gejala ringan, sampai 30-50%pada pasien dengan gejala berat dan
progresif.(26) Prognosisnya lebih buruk jikadisertai dengan disfungsi
ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol,dan
kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal <
10ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan
katekolamin plasmayang meningkat.(26) Sekitar 40-50% kematian
akibat gagal jantung adalah mendadak.Meskipun beberapa kematian
ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranyamerupakan akibat
infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak
terdiagnosis.Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif

27
atau penyakit lainnya.(26) Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung
stadium lanjut dapat menderitadispnea dan memerlukan bantuan terapi
paliatif yang sangat cermat.(26)

28
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

CHF merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang banyak


dijumpai dan menjadi penyebab mortalitas utama baik di negara maju maupun di
negara sedang berkembang. Kejadian CHF dalam individu yang menderita
kematian jantung mendadak sekitar 64 dan 90 %

CHF adalah Congestive heart failure atau gagal jantung kongestif adalah
suatu sindroma klinis kompleks yang didasari oleh ketidakmampuan jantung
untuk mengisi ataupun memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara
adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung..

Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu


Gangguan mekanik ,Abnormalitas otot jantung primer & Abnormalitas otot
jantung sekunder gejala tipikal dari CHF yaitu sesak yang membangunkan pada
malam sesak membaik bila beristirahat dan bila diganjal oleh 2 bantal dan
bengkak pada ekstremitas.pemeriksaan diagnosis untuk CHF dapat mengikuti
kriteria firmingham yaitu terdapat 2 gejala mayor atau 2 gejala minor 1 mayor
dan serta melakukan pemeriksaan fisik biasanya ditemukan peningkatan dari
pengukuran JVP serta bunyi jantung gallop

Pengobatan CHF dapat meliputi terapi non farmakologis pembatasan gram


natrium, pembatasan asupan cairan, pemantauan berat badan serta latihan fisik
untuk mencegah komplikasi dan mengoptimalkan keadaan fisik untuk terapi
farmakologis dpat diberikan diuretik, CCB , ARB serta ISDN.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Available at:


http://www.depkes.go.id/article/print/17073100005/penyakit-jantung-
penyebab-kematian-tertinggi-kemenkes-ingatkan-cerdik-.html. Diakses
pada 18 April 2018
2. Kementrian kesehatan RI. Info Datin: Situasi Kesehatan Jantung 2014.
Available at:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2
&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiXxfC0rrnaAhUT148KHUMtC7gQFg
g4MAE&url=http%3A%2F%2Fwww.depkes.go.id%2Fdownload.php%3F
file%3Ddownload%2Fpusdatin%2Finfodatin%2Finfodatin-
jantung.pdf&usg=AOvVaw1JOV-MaPNSAXhy56oPwsNP. Diakses pada
18 April 2018
3. Figueroa MS, Peters JI. Congestive Heart Failure: Diagnosis,
Patophysiology, Therapy, and Implications for Respiratory care.
2006;5:403-12.
4. Sudoyo A W, Setiati S, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.
2016;ed.4.
5. Arroll B, Doughty R, Andersen V. Investigation and Management of
Congestive Heart Failure. BMJ. 2010;341:190-5.
6. Guyton, A. C., Hall, J. E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
2014;ed.12.
7. Nasif M, Alahmad A. Congestive Heart Failure and Public Health. 2017
8. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2015). Heart Failure
Fact Sheet. Departement of Health and Human Services USA. Available
at:
http://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/fs_heart_failure.htm.
Diakses pada 1 Mei 2018
9. Muttaqin, Arif. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. 2009.

30
10. Rachma LN. Patomekanisme penyakit gagal jantung kongestif. Jur El
Hayah 2014. 4 (2). 81-88.
11. Ford I, Robertson M, Komadja M, Bohm M, Borer JS, Tavazzi L,
Swedberg K. Top ten risk factors for morbidity and mortality in patients
with chronicsystolic heart failure and elevated heart rate: The SHIFT Risk
Model. IJC.2015;184:163-9.
12. Fletcher L, Thomas D. Congestive Heart Failure: Understanding the
Patophysiology and Management. J of the American Academy of Nyrse
Practitioners. 2001;13:249-257
13. Damayanti AP. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehayan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Atau
Congestive Heart Failure (CHF) Di Ruang Rawat Penyakit Dalam. 2013
14. McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task
Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure
2012 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration
with the Heart. Eur Heart J [Internet] 2013;32:e1–641 – e61
15. Hess OM, Carrol JD. Clinical Assessment of Heart Failure. In:
LibbyP,Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editor. Braunwald’s HeartDiseas
e. Philadelphia: Saunders; 2007. p. 561-80.2.
16. Darmojo B. Penyakit Kardiovaskuler pada Lanjut Usia. Dalam :
DarmojoB, Martono HH, editor. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai
PenerbitFKUI, 2004. h. 262-2643.
17. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald
E,Kasper DL, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17thed.
New York: Mc graw hill; 2008. p. 1443.5.Shah RV. Fifer MA.
18. Heart Failure. In: Lilly LS, editor. Pathophysiologyof Heart DiseaseA
Collaborative Project of Medical Students andFaculty. 4th ed.Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins. 2007; p. 225-251.6 .
19. Henes J, Rosenberger P. Systolic heart failure: diagnosis and therapy. Curr
Opin Anaesthesiol. 2016 Feb. 29 (1):55-60.

31
20. Nicoara A, Jones-Haywood M. Diastolic heart failure: diagnosis and
therapy. Curr Opin Anaesthesiol. 2016 Feb. 29 (1):61-7
21. Lainscak M, Cleland JG, Lenzen MJ, Follath F, Komajda M, Swedberg K.
International variations in the treatment and co-morbidity of left
ventricular systolic dysfunction: data from the EuroHeart Failure
Survey. Eur J Heart Fail. 2007 Mar. 9 (3):292-9.
22. Steinhart B, Thorpe KE, Bayoumi AM, Moe G, Januzzi JL Jr, Mazer CD.
Improving the diagnosis of acute heart failure using a validated prediction
model. J Am Coll Cardiol. 2009 Oct 13. 54 (16):1515-21.
23. Fisher C, Berry C, Blue L, Morton JJ, McMurray J. N-terminal pro B type
natriuretic peptide, but not the new putative cardiac hormone relaxin,
predicts prognosis in patients with chronic heart failure. Heart. 2003 Aug.
89 (8):879-81
24. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. Available at:
http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksana_Gagal_Jantun
g_2015.pdf. Diakses pada: 20 April 2018
25. Sonnenblick EH,LeJemtel YH. Pathophysiology of congestive heartfailure
. Role of angiotensin converting enzyme inhibitors. Am JMed. 1989; 87 :
88-91.7.Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of
heart failure: aetiology.BMJ 2000; 320:104-7
26. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology.BMJ
2000; 320:104-7.

32

Anda mungkin juga menyukai