LAPORAN KASUS
Disusun Oleh :
Aisyah Fira Nimas 2110306140
Nova Yuniarti 2110306141
Assalamu’allaikum warahmatullahiwabarakatuh
Adapun tujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah sebagai acuan dan
syarat untuk melakukan presentasi kasus. Namun demikian tidak menutup
kemungkinan untuk dibaca oleh kalangan sejawat profesi fisioterapi maupun profesi
kesehatan lainnya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Ririt Ika Lestari, S.Ft.,
Ftr yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan penulis sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus yang penulis susun ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis
terima demi perbaikan dan kesempurnaan laporan kasus ini.
Penulis
DAFTAR ISI
i
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 2
C. Tujuan................................................................................................... 3
D. Manfaat Penyusunan............................................................................ 3
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jantung merupakan organ terpenting dalam tubuh manusia, yang memiliki
fungsi utama memompa darah ke seluruh tubuh. Fungsi jantung ini dapat
dilakukan dengan baik apabila kondisi dan kemampuan otot jantung ketika
memompa darah cukup baik, begitu juga dengan kondisi katup jantung, serta
irama pemompaan yang baik. Namun, apabila terjadi kelainan pada salah satu
komponen jantung, maka akan menyebabkan gangguan dalam proses pemompaan
darah oleh jantung hingga menimbulkan kegagalan dalam memompa darah
(Muttaqin, 2014).
Penyakit pada sistem kardiovaskular merupakan pembunuh nomor satu di
dunia. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskular di dunia terbilang cukup
tinggi, yaitu 17,5 juta jiwa atau sekitar 37% kematian dari jumlah total 58 juta
angka kematian disebabkan oleh penyakit jantung (WHO, 2016).
Salah satu penyakit kardiovaskular yang banyak diderita di Indonesia
adalah penyakit gagal jantung kongestif atau sering disebut dengan congestive
heart failure (CHF). Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF)
merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas, yang pada akhir-akhir
ini, insiden gagal jantung mengalami peningkatan (Saputra, 2011).
Gagal jantung kongestif merupakan salah satu penyakit jantung yang
angka kejadiannya di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Berdasarkan Hasil Riskesdas Kemenkes RI (2013), prevalensi penyakit jantung
coroner di Indonesia mencapai 0,5% dan gagal jantung sebesar 0,13% dari total
penduduk berusia 18 tahun keatas.
Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di negara Swedia
menyebutkan bahwa untuk prevalensi gagal jantung kongestif pada tahun 2006-
2010 adalah 2,2%, dengan kejadian 3,8 / 1000 orang/tahun (Zarrinkoub, et al.,
2013).
Gagal jantung kongestif diklasifikasikan menjadi gagal jantung kiri dan
kanan. Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah sesak nafas, batuk, mudah
lelah, bengkak (edema), kegelisahan yang diakibatkan gangguan oksigenasi dan
disfungsi ventrikel (Saputra, 2011). Karena hal tersebut, maka penting bagi pasien
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang muncul dari ulasan diatas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dari congestive heart failure (CHF)?
2. Apa saja klasifikasi dari congestive heart failure (CHF)?
3. Bagaimanakah bentuk anatomi dan fisiologi dari jantung?
4. Apa saja faktor resiko dari congestive heart failure (CHF)?
5. Apa saja etiologi dari congestive heart failure (CHF)?
6. Apa saja tanda dan gejala dari congestive heart failure (CHF)?
7. Bagaimanakah patofisiologi dari congestive heart failure (CHF)?
8. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari congestive heart failure (CHF)?
9. Bagaimanakah proses fisioterapi pada kasus congestive heart failure (CHF)?
3
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan dalam mempelajari, mengidentifikasi
masalah-masalah, menganalisa dan mengambil kesimpulan tentang manajemen
fisioterapi pada kasus congestive heart failure (CHF).
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui bagaimana bentuk penanganan fisioterapi pada kasus
congestive heart failure (CHF).
D. Manfaat Penyusunan
1. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan pengetahuan dan pendalaman penulis tentang
manajemen fisioterapi pada kasus congestive heart failure (CHF) sehingga
dapat menjadi bekal untuk penulis dalam melakukan praktek di kemudian hari.
2. Bagi Fisioterapi
Dapat memberikan wawasan bagi rekan sejawat fisioterapi dalam
menyusun program intervensi dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan
dalam menangani kasus congestive heart failure (CHF).
3. Bagi Pasien dan Masyarakat
Untuk menjadikan bahan masukan dalam informasi pada pasien tentang
penanganan fisioterapi yang diberikan selama di rumah sakit dan pembelajaran
untuk latihan- latihan yang ada untuk membantu pasien dalam menangani
masalah yang muncul pada kasus congestive heart failure (CHF).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) adalah
sindrom klinis yang disebabkan oleh kelainan struktural dan fungsional pada
myocardium yang mengakibatkan gangguan pengisian ventrikel atau pengeluaran
darah (Dassanayaka & Jones, 2015).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Definisi
gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, kedua penekanan arti
gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan (Rachma, 2014).
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung kongestif yang digunakan di kancah internasional
untuk mengelompokkan gagal jantung kongestif adalah klasifikasi menurut New
York Heart Association (NYHA). NYHA mengkasifikasikan gagal jantung
kongestif menurut derajat dan beratnya gejala yang timbul (American Heart
Association, 2012).
1. NYHA I
Aktivitas fisik tidak mengalami pembatasan. Ketika melakukan aktivitas
biasa tidak menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina.
2. NYHA II
Sedikit batasan pada aktivitas. Ketika melakukan aktivitas biasa atau
ringan dapat menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina tetapi
akan merasa nyaman ketika istirahat.
3. NYHA III
Batasan aktivitas bermakna. Ketika melakukan aktivitas sedang dapat
menimbulkan lelah, palpitasi, sesak nafas.
4. NYHA IV
Tidak dapat melakukan aktivitas dikarenakan ketidaknyamanaan.
Keluhan-keluhan seperti gejala insufisiensi jantung atau sesak nafas sudah
timbul pada waktu pasien beristirahat. Keluhan akan semakin berat pada
aktivitas ringan.
4
5
pericardium, lapisan tengah atau myocardium merupakan lapisan otot, dan lapisan
dalam disebut endocardium. Organ jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang
yang berdinding tipis, disebut atrium, dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut
ventricle (Iaizzo, 2015).
1. Atrium
a. Atrium kanan
Berfungsi sebagai tempat penampungan darah yang rendah oksigen
dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena cava superior,
vena cava inferior, serta sinus coronarius yang berasal dari jantung sendiri.
Kemudian darah dipompakan ke ventricle kanan dan selanjutnya ke paru
(Iaizzo, 2015).
b. Atrium kiri
Berfungsi sebagai penerima darah yang kaya oksigen dari kedua
paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventricle
kiri, dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta (Iaizzo, 2015).
2. Ventricle
Permukaan dalam ventricle memperlihatkan alur-alur otot yang disebut
trabeculae. Beberapa alur tampak menonjol, yang disebut musculus papillaris.
Ujung musculus papillaris dihubungkan dengan tepi daun katup
atrioventricular oleh serat-serat yang disebut chorda tendinae (Iaizzo, 2015).
a. Ventricle kanan, menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke
paru-paru melalui arteri pulmonalis (Iaizzo, 2015).
b. Ventricle kiri, menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh
tubuh melalui aorta (Iaizzo, 2015).
Kedua ventricle ini dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventricle.
Untuk menghubungkan antara ruang satu dengan yang lain, jantung dilengkapi
dengan katup-katup, diantaranya :
1. Katup atrioventricular
Oleh karena letaknya antara atrium dan ventricle, maka disebut katup
atrio-ventricular, yaitu :
a. Katup Tricuspidalis
Merupakan katup yang terletak di antara atrium kanan dan ventricle
kanan, serta mempunyai 3 buah daun katup (Iaizzo, 2015).
7
b. Katup Bicuspidalis/Mitral
Merupakan katup yang terletak di antara atrium kiri dan ventricle
kiri, serta mempunyai 2 buah katup (Iaizzo, 2015).
Selain itu katup atrioventricular berfungsi untuk memungkinkan darah
mengalir dari masing-masing atrium ke ventricle pada fase diastole ventricle,
dan mencegah aliran balik pada saat sistole ventricle (kontraksi) (Iaizzo, 2015).
2. Katup semilunar
a. Katup pulmonal
Terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari
ventricle kanan (Iaizzo, 2015).
b. Katup aorta
Terletak antara ventricle kiri dan aorta (Iaizzo, 2015).
Kedua katup semilunar ini mempunyai bentuk yang sama, yakni terdiri
dari 3 daun katup yang simetris disertai penonjolan menyerupai corong yang
dikaitkan dengan sebuah cincin serabut. Adapun katup semilunar
memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventricle ke arteri
pulmonalis atau aorta selama sistole ventricle, dan mencegah aliran balik
waktu diastole ventricle (Iaizzo, 2015).
D. Faktor Resiko
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Meijers & de Boer (2019) dan
Purbianto & Agustanti (2015), faktor resiko dari gagal jantung antara lain :
1. Usia
Saat seseorang telah menginjak usia diatas 40 tahun, maka dipastikan
semua faktor resiko dari terjadinya suatu penyakit akan meningkat. Dengan
meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik
struktural maupun fungsional. Dengan bertambahnya usia, sistem aorta dan
arteri menjadi kaku dan tidak lurus. Perubahan ini dapat mengakibatkan
hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Proses perubahan yang
berhubungan dengan penuaan ini meningkatkan kekakuan dan ketebalan yang
disebut aterosclerosis yaitu merupakan salah satu penyebab gagal jantung.
2. Jenis kelamin
Wanita relatif lebih kebal terhadap penyakit seperti ini sampai setelah
menopause, kemudian sama rentannya seperti pria. Efek perlindungan estrogen
8
pada wanita dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia
sebelum menopause. Sehingga cenderung lebih banyak kejadian gagal jantung
pada pria dibandingkan pada wanita.
Hormon estrogen dapat melindungi perempuan dari penyakit
degeneratif, salah satunya penyakit jantung. Hormon estrogen ini dapat
memberikan efek proteksi terhadap mekanisme aliran darah dari dan ke dalam
jantung. Hormon estrogen dapat mengurangi kolesterol dalam darah yang
dapat menimbulkan proses pengapuran di pembuluh darah yang kemudian
akan menyumbat aliran darah.
3. Genetik atau riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung meningkatkan
kemungkinan timbulnya aterosclerosis. Riwayat keluarga dapat pula
mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti misalnya gaya hidup
dan pola makan. Salah seorang anggota keluarga yang terkena penyakit jantung
diduga akibat ketidaknormalan profil kolesterol. Hal ini biasanya akan
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Faktor genetik dapat mempengaruhi resiko penyakit kardiovaskular,
dapat mempengaruhi kondisi tekanan darah tinggi serta tingkat kolesterol
dalam darah pada suatu turunan keluarga. Faktor kebiasaan pada gaya hidup
yang buruk, seperti merokok atau pola makan yang kurang baik yang
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam suatu kebiasaan
hidup disuatu keluarga turut berperan serta dalam peningkatan penyakit
kardiovaskular.
4. Index massa tubuh
Penumpukan lemak tubuh di bagian sentral tubuh akan meningkatkan
risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Sel-sel lemak yang ada di dinding
abdomen memiliki ukuran yang lebih besar yang didominasi oleh low density
lipoprotein (LDL) kolesterol yang membahayakan tubuh dan lebih siap
melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel
lemak di tempat lain, sehingga risiko terbentuknya aterosclerosis pun
meningkat. Peningkatan berat badan secara signifikan dapat meningkatkan
kejadian angina pectoris dan juga diprediksi timbulnya insidensi penyakit
koroner dan gagal jantung kongestif (congestive heart failure) (Rahayu, 2016).
9
5. Kebiasaan merokok
Merokok dianggap sebagai penyebab utama penyakit arteri koroner
yang merupakan salah satu penyebab gagal jantung. Merokok berperan dalam
memperparah penyakit arteri koroner melalui tiga cara. Pertama, menghirup
asap akan meningkatkan karbon monoksida darah. Kedua, asam nikotinat pada
tembakau memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan kontriksi arteri.
Ketiga, meningkatkan adhesi trombosit, meningkatkan pembentukan trombus.
E. Etiologi
Menurut karya tulis ilmiah dari Ksatria (2015), secara garis besar penyebab
gagal jantung dapat diklasifikasikan ke dalam enam kategori utama, yaitu:
1. Abnormalitas myocardium, misalnya pada kehilangan myocyte (myocard
infarct), gangguan kontraksi (misal pada blok left bundle branch), lemahnya
kontraksi (cardiomyopathy, cardiotoxicity), disorientasi sel (misalnya
cardiomyopathy hypertrophy).
2. Kegagalan terkait beban kerja jantung yang berlebihan (misalnya hipertensi
atau aorta stenosis).
3. Kegagalan terkait abnormalitas katup.
4. Gangguan ritme jantung (tachyarrhythmia).
5. Abnormalitas pericardium / pericardial effusion (cardiac tamponade)
6. Kelainan kongenital jantung.
Dikarenakan bentuk penyakit jantung apapun dapat mengakibatkan gagal
jantung, maka tidak ada mekanisme tunggal yang menyebabkan gagal jantung itu
sendiri.
Kondisi pulmonal seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) juga dapat
mencetuskan terjadinya penyakit gagal jantung. PPOK dapat menyebabkan
peningkatan tekanan paru sehingga jantung memerlukan tenaga yang lebih besar
untuk memompa darah. Jantung yang bekerja lebih keras lama kelamaan akan
mengalami kelelahan dan kerja pompanya akan menurun sehingga mengakibatkan
gagal jantung kanan. Gagal jantung kanan akan menyebabkan gejala sesak nafas,
cepat letih, bengkak pada kaki, pembesaran hati dan lain-lain (de Miguel Díez,
Morgan, & García, 2013).
10
g. Anoreksia
3. Gabungan (Gagal Jantung Kiri dan Kanan)
Gejala yang ditimbulkan adalah gabungan dari gejala gagal jantung kiri
dan gagal jantung kanan, karena terjadi secara bersamaan.
G. Patofisiologi
Disfungsi kardiovaskuler dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 5
mekanisme dibawah ini (Ksatria, 2015) :
1. Kegagalan pompa
Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah/inadekuat atau karena
relaksasi otot jantung yang tidak cukup untuk terjadinya pengisian ventricle.
2. Obstruksi aliran
Terdapat lesi yang mencegah terbukanya katup atau menyebabkan
peningkatan tekanan ruang jantung, misalnya aorta stenosis, hipertensi
sistemik dan aorta coartation.
3. Regurgitasi
Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik beban kerja ruang jantung,
misalnya ventricle kiri pada regurgitasi aorta atau atrium serta pada regurgitasi
mitral.
4. Gangguan konduksi yang menyebabkan kontraksi miokardium yang tidak
selaras dan tidak efesien.
5. Diskontinuitas sistem sirkulasi
Mekanisme ini memungkinkan darah lolos, misalnya luka tembak yang
menembus aorta.
Pada saat gagal jantung terjadi, tubuh melakukan proses-proses adaptasi
yang terjadi di jantung dan sistemik. Jika stroke volume salah satu ventricle
berkurang karena kontraktilitas otot jantung yang menurun atau volume afterload
yang berlebihan, end diastolic volume dan tekanan di ruang tersebut akan
meningkat. Hal ini dapat memperpanjang serat myocardium saat fase diastole
akhir, yang kemudian menyebabkan kontraksi serat otot yang lebih kuat saat fase
sistole, jika kondisi ini berlangsung kronis, akan berakibat dilatasi ventricle.
Walaupun hal ini akan memperbaiki cardiac output saat istirahat, peningkatan
tekanan diastole yang berlangsung kronis akan dijalarkan ke atrium dan ke
sirkulasi pulmoner serta vena sistemik. Lebih lagi, bertambahnya tekanan kapiler
12
H. Komplikasi
Menurut karya tulis ilmiah dari Kumalasari (2013), komplikasi yang dapat
ditimbulkan oleh gagal jantung antara lain :
13
2. Inspeksi
Statis : - Pasien tampak bedrest
- Pasien terpasang nasal kanul 3ml/menit
- Terpasang infus RL pada lengan kanan
- Tampak ada oedem pada kedua ankle
- Postur shoulder asimetris
Dinamis : - Pola pernafasan prolong ekspirasi
- Dominan menggunakan pernapasan dada
- Ekspansi thorax sinistra dan dextra asimetris
- Pasien tampak gelisah dan lemas
3. Palpasi
- Spasme pada otot bantu pernafasan (m. upper trapezius dan m. sternocleido
mastoideus sisi sinistra dan dextra)
17
4. Auskultasi
- Seluruh lobus dextra dan lobus upper sinistra terdengar ronchi
5. Perkusi
- Seluruh lobus dextra dan lobus upper sinistra redup
Gerak Pasif
Regio Gerakan ROM Nyeri End Feel
Fleksi Full ROM nyeri Elastic
Shoulder
nyeri Elastic to
(sinistra) Abduksi Full ROM
Hard
Fleksi Full ROM nyeri Elastic
Shoulder
nyeri Elastic to
(dextra) Abduksi Full ROM
Hard
Hip (sinistra) Fleksi Full ROM nyeri Elastic
Hip (dextra) Fleksi Full ROM nyeri Elastic
Fleksi Full ROM Tidak nyeri Soft
Knee
Soft Tissue
(sinistra) Ekstensi Full ROM Tidak nyeri
Stretch
Knee (dextra) Fleksi Full ROM Tidak nyeri Soft
18
Soft Tissue
Ekstensi Full ROM Tidak nyeri
Stretch
Plantar Fleksi Full ROM Tidak nyeri Hard
Tidak full
Dorsal Fleksi Tidak nyeri Soft
Ankle ROM
(sinistra) Inversi Full ROM Tidak nyeri Elastic
Tidak full
Eversi Tidak nyeri Soft
ROM
Plantar Fleksi Full ROM Tidak nyeri Hard
Tidak full
Dorsal Fleksi Tidak nyeri Soft
Ankle ROM
(dextra) Inversi Full ROM Tidak nyeri Elastic
Tidak full
Eversi Tidak nyeri Soft
ROM
7. Pemeriksaan Spesifik
a. Tingkat Kesadaran
Eye 4 (membuka mata dengan spontan)
Verbal 5 (berorientasi baik ketika menjawab pertanyaan)
Motori 6 (dapat mengikuti gerakan sesuai perintah)
k
Compos Mentis (15)
E. Underlying Process
Kondisi PPOK
F. Diagnosis Fisioterapi
1. Impairment
No Body Structure Body Function
a Lungs (s4301) Respiration functions (b440)
Inklusi : sesak nafas
b Heart (s4100) Sensations associated with
cardiovascular and respiratory
functions (b460)
Inklusi : rasa tidak nyaman pada
dada
c Structure of ankle and foot (s7502) Functions of the cardiovascular,
haematological, immunological
and respiratory systems,
unspecified (b499)
Inklusi : Oedem
21
2. Functional Limitation
No Keterbatasan ICF
a Berjalan lama (±10 Walking long distances (d4501)
meter)
b Berjalan menanjak Walking on different surfaces (d4502)
c Berpakaian Dressing (d540)
Berpindah dari tempat Transferring oneself while sitting (d4200)
d
tidur ke kursi
3. Participation of Restriction
Keterbatasan ICF
Pasien belum mampu melakukan - Socializing (d9205)
aktifitas rumah tangga dan bersosialisasi - Acquiring, keeping and
seperti saat sehat terminating a job (d845)
G. Program Fisioterapi
1. Tujuan Jangka Pendek
- Membantu mengatasi sesak nafas
- Mengatasi rasa tidak nyaman pada dada
- Mengurangi oedem pada kedua ankle
- Mengatasi dan mengurangi nyeri otot leher yang mengalami spasme
3. Intervensi Fisioterapi
a. Deep breathing exercise
Prosedur : - Atur posisi pasien duduk ditempat tidur atau senyaman posisi
pasien.
- Letakkan satu tangan pasien di atas perut (tepat di bawah iga)
dan tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan
gerakan dada dan perut saat bernapas
- Instruksikan pasien untuk menarik napas dalam melalui
hidung selama 4 detik sampai dada dan peru terasa terangkat
22
H. Evaluasi
Vital sign : Tekanan darah (130/90 mmHg), Heart rate (97
x/menit), Respirasi (30 x/menit), SPO2 (93%)
Sesak nafas : Borg scale (5)
Oedem : Tidak ada perubahan
I. Prognosis
Quo ad Vitam : Malam (Buruk)
Quo ad Sanam : Malam (Buruk)
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam (Ragu-ragu ke Baik)
Quo ad Cosmeticam : Bonam (Baik)
Pertimbangan :
- Selain gagal jantung atau congestive heart failure (CHF), pasien juga memiliki
penyakit paru obstuktif kronis (PPOK). Kedua kondisi tersebut menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Oleh karena itu, gabungan prognosis
PPOK dan gagal jantung lebih buruk (de Miguel Díez, Morgan, & García,
2013).
J. Edukasi
- Pasien dapat mengulang kembali latihan yang telah diberikan dan diajarkan di
rumah, dapat dilakukan saat waktu senggang.
- Menganjurkan pasien untuk menghindari aktivitas yang terlalu berat, karena
dapat menyebabkan sesak nafas atau penurunan kondisi.
- Menganjurkan pasien untuk menerapkan pola hidup sehat seperti rajin
mengkonsumsi makanan bergizi, menghindari asap rokok dan istirahat yang
teratur.
BAB IV
KESIMPULAN
Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) adalah sindrom
klinis yang disebabkan oleh kelainan struktural dan fungsional pada myocardium
yang mengakibatkan gangguan pengisian ventrikel atau pengeluaran darah. Pada
kasus yang diangkat dalam laporan kasus ini intervensi fisioterapi yang diberikan
adalah deep breathing exercise, breathing control dan active ankle pumping exercise.
Pasien mengalami penurunan skala sesak nafas dan perubahan vital sign ke
arah normal. Namun untuk oedem tidak ada perubahan yang berarti.
24
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. (2012). Ejection Fraction Heart Failure Measurement.
Retrieved March 13, 2021, from American Heart Association (AHA):
https://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/SymptomsDiagn
osisofHeartFailure/Ejekction-Fraction-HeartFailureMeasurementUCM
de Miguel Díez, J., Morgan, J. C., & García, R. J. (2013). The Association Between
COPD and Heart Failure Risk: A Review. International Journal of COPD , 8,
305–312.
Iaizzo, P. A. (2015). Handbook of Cardiac Anatomy, Physiology, and Devices 3rd
ed. USA: Springer.
Ksatria, F. T. (2015). Gambaran Peresepan Spironolactone pada Pasien Gagal
Jantung di RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro.
Kumalasari, E. Y. (2013). Angka Kematian Pasien Gagal Jantung Kongestif di HCU
dan ICU RSUP dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro.
Meijers, W. C., & de Boer, R. A. (2019). Common Risk Factors for Heart Failure
and Cancer. Cardiovascular Research , 115, 844–853.
Muttaqin, A. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2015 Tentang
Standar Pelayanan Fisioterapi.
Purbianto, & Agustanti, D. (2015). Analisis Faktor Risiko Gagal Jantung di RSUD
dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Keperawatan , 11 (2), 194-
203.
Rachma, L. N. (2014). Patomekanisme Penyakit Gagal Jantung Kongestif.
Patomekanisme Penyakit , 4 (2), 81-90.
Rahayu, M. S. (2016). Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Penyakit Jantung
Koroner di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh , 2 (1), 9-16.
Saputra, A. E. (2011). Asuhan Keperawatanpada Tn. S Dengan Congestif Heart
Failur (CHF) Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Kota Salatiga.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
WHO. (2016). World Health Statistics 2016: Monitoring health for the SDGs. World
Healt Organization.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Bengkulu: Nuha Medika.
Zarrinkoub, R., Wettermark, B., Wandell, P., Mejhert, M., Szulkin, R., Ljunggren,
G., et al. (2013). The Epidemiology of Heart Failure, Based on Data for 2.1
Million Inhabitants in Sweden. European Journal of Heart Failure , 15, 995-
1002.